Selasa, 31 Juli 2018

Cersil Cengeng Pendekar Cengeng 2

========
baca juga
Mengerlingpun ia tidak berani sungguhpun ia
tahu bahwa ia kini sudah berduaan sekamar
dengan calon suaminya. Ia tahu betapa suaminya
seorang pemuda yang halus dan tampan sekali dan
sebetulnya ia merasa bahagia di dalam hati akan
menjadi isteri pemuda itu.
Akan tetapi rasa malu membuat ia tidak berani
berkutik. Hanya kedua telinganya saja yang pada
saat itu hidup, mendengarkan penuh perhatian ke
arah suaminya bergerak. Sampai suaminya itu
duduk di atas pembaringan di sebelahnya, Ia tidak
berani mengerling apalagi menengok.
Mungkin ada satu jam lebih kedua orang muda
remaja yang usianya baru antara enam belas
sampai delapan belas tahun ini sudah duduk
bersanding tak bergerak-gerak seperti dua buah
arca yang amat bagus buatannya.
Siwanita duduk menunduk sampai
punggungnya melengkung dan dagunya
menyentuh dada, mata setengah terpejam dan
mukanya tertutup untaian mutiara yang semacam
kerudung.
Yang pria, masih dalam pakaian pengantin yang
indah, mukanya yang tampan itu kemerahan,
sepasang pipinya yang putih halus menjadi merah
karena tadi ia dipaksa minum arak pengantin oleh
para handaitolan yang memberinya selamat,
102
sepasang mata yang lebar bening itu berkilauan
akan tetapi mulutnya tersenyum-senyum malu.
Beberapa kali ia mengerling ke kanan, beberapa
kali ia menengok, beberapa kali bibirnya bergerakgerak
hendak mengeluarkan suara, Namun. semua
itu sia-sia belaka, tak dapat ia mengeluarkan suara
karena setiap kali jantungnya melonjak-lonjak
seperti mau meloncat keluar dari mulut melalui
kerongkongannya.
Ia sudah berusaha untuk menggerakkan tangan
kanan buat menyentuh jari-jari tangan halus
isterinya yang berada di atas pangkuan, namun
tangannya gemetaran dan hilang tenaganya.
Tiba-tiba perigantin wanita menarik napas
panjang dan terdengar isak tertahan satu kali. Ia
sudah lelah menanti, hampir tak kuat menahan
getaran jantungnya saking tegang, namun
suaminya tetap diam saja. Hal ini benar-benar
menjadi godaan yang tak dapat ditahan lagi hampir
ia menangts. Ingin ia menjatuhkan diri terlungkup
di atas pembaringan sambil menangis tersedusedu.
“Moi-moi…....! Akhirnya suara yang dinantinantinya
itu terdengar juga, suara suaminya yang
menggetar-getar. Suara yang menembus dadanya,
terus menyentuh jtungnya, membuat ia sesak
bernapas lalu menoleh sedikit, melirik kemudian
tersenyum malu-malu membuang muka lagi
melihat ke bawah.
Tangan pengantin pria itu tiba tiba berada di
tangan pengantin wanita, sentuhan perlahan
namun merupakan sentuhan pertama yang terasa
103
sampai ke tulang sumsum membuat tangan
pengantin wanita yang kecil itu menggigil seperti
seekor burung kecil digenggam orang. “Kenapa
tanganmu dingin sekali, moi. moi?”
“Tidak ……. Apa-apa.”
Kalimat pertama ini membuka pintu
kecanggungan yang tadi memisahkan mereka
tetapi tak lama kemudian, ketika dengan jari
gemetar sipengantin pria membuka kerudung
penutup muka pengantin wanita lalu terpesona
oleh kecantikan wajah isterinya, wanita muda belia
itu dengan malu-malu menahan ketawa lalu
menyandarkan kepala di dada suaminya.
Dalam keadaan mesra itu, keduanya lalu saling
menuturkan keadaan diri masing- masing.
Pada saat itulah mereka terkejut oleh suara
lengkingan yang terdengar di atas rumah, suara
yang makin lama makin nyaring dan dekat, setelah
itu terdengar suara genteng terbuka bersamaan
pecahnya langit-langit kamar pengantin melayang
turun sesosok tubuh manusia ke dalam kamar itu
lalu seperti seekor burung bayangan itu telah
berdiri di atas lantai tersenyum-senyum.
Sepasang pengantin itu terkejut bukan main.
Akan tetapi hati mereka agak lega ketika melihat
bahwa orang yang melayang turun dari atas ini
ternyata adalah seorang wanita muda yang cantik
sekali berpakaian serba marah dari sutera tipis.
Seorang wanita cantik yang tersenyum-senyum
dan sama sekali tidak menakutkan.
104
Tentu saja sepasang pengantin ini belum
mendengar tentang Dewi Suling yang telah
menyebar maut siang tadi di rumah judi Lok-nam.
Pengantin pria yang masih merangkul pinggang
isterinya, segera menegur, “Kau siapakah dan apa
perlumu memasuki kamar kami seperti ini......?”
Dewi Suling tersenyum, manis sekali dan
sepasang matanya menatap wajah pengantin pria
terus ke bawah seperti orang menaksir serta
memeriksa. Agaknya ia merasa puas dengan hasil
pemeriksaannya itu, lalu tertawa sehingga bibir
yang merah itu terbuka memperlihatkan rongga
mulut yang lebih merah lagi di balik deretan gigi
putih.
“Ah, benar.benar tampan pengantin pria !
Sayang jejaka setampan ini ditemani seorang
wanita yang lemah !” Ia melangkah maju dan jarijari
tangannya mengusap dagu dan pipi si
pengantin pria dengan gerakan mesra. Saking
kaget dan herannya, pengantin pria itu
membelalakkan mata tak mampu mengeluarkan
suara dan mukanya yang putih menjadi amat
merah.
Akan tetapi pengantin wanita yang melihat
bahwa pengunjungnya, itupun hanya seorang
wanita sudah dapat menguasai kekagetannya dan
membentak.
“Dari mana datangnya perempuan rendah dan
gila ini ? Hayo pergi.......!”
Akan tetapt kata-katanya ini segera disusul
jeritannya yang mengerikan karena Dewi Suling
105
sudah menggerakkan tangan kiri dengan jari-jari
terbuka menusuk ke depan dan ........ jari-jari yang
kecil halus itu bagaikan ujung lima batang pedang
yang telah amblas memasuki ulu hati si pengantin
wanita, menembus pakaian kulit dan daging.
Si pengantin wanita roboh di atas pembaringan
dan darah mengucur keluar dari dadanya. Di lain
saat pengantin pria yang hendak bergerak tiba-tiba
menjadi lemas dan tak dapat bergerak ketika
tubuhnya direnggut kemudian dipanggul di atas
pundak. Dewi Saling sekali meloncat sudah
malayang naik dan ke luar melalui langit-langit
kamar yang sudah bobol itu.
Tak lama kemudian pemuda belia she Bhok
yang tadi masih jadi pengantin, kini telah menjadi
seorang tawanan yang dibiwa berlari-lari cepat
sekali dalam malam gelap.
Malam itu pemuda remaja she Bhok memang
masih jadi pengantin pria, akan tetapi ia bukan
berpengantin dengan isterinya di dalam kamar
pengantin melainkan berpengantinan dengan Dewi
Suling seorang wanita yang penuh nafsu dan
pengalaman dan bertempat di pinggir sebuah
sungai kecil dalam hutan di luar kola Ho-pak.
Bukan di ranjang pengantin yang berhiasan
sutera berwarna, melainkan di atas tanah
bertilamkan rumpnt hijau tebal dihias bunga yang
tumbuh di sekitar tempat itu.
Muda belia she Bhok ini bukanlah seorang
mata keranjang. bukan pula seorang hamba nafsu
dan betapa cantik menggairahkan sekali pun Dewi
Suling itu, ia tidak akan tunduk dan menuruti
106
hasrat kotor dari hina si iblis betina, kalau saja ia
tidak dipaksa menelan dua butir obat yang
membuat pemuda she Bhok menjadi seperti mabok
dan gila karena pengaruh obat itu, dia berubah
menjadi seperti setan kelaparan dan melayani
hasrat Dewi Suling dengan nafsu yang sama
besarnya.
Akan tetapi pada keesokan harinya, menjelang
siang pengantin pria she Bhok ini sudah terkapar
mati di tepi sungai dengan tubuh utuh, tanpa
pakaian, sama sekali tidak tertuka dan mukanya
pucat tak berdarah lagi itu membayangkan
kepuasan dengan mulut tersenyum. Akan tetapi
dari semua lubang di tubuh menetes-netes keluar
darah!
Siapakah wanita sekeji iblis yang disebut Dewi
Suling itu? Dia ini bernama Ma Ji Nio dan orangorang
kang-ouw yang membenci sepak terjangnya
memberi jutukan Cui-siauw-kwi Setan Peniup
Suling) sedangkan orang-orang yang takut
menyebut Cui-siauw Sianli (Dewi Peniup Suting).
# MAAF JILID III ENGGA KEBACA TEKS DJVUNYA
JILID IV
AKAN tetapi, demikian pesan gurunya. Ia harus
berhati hati betul kalau bertemu dengan seorang
kakek aneh yang bernama Han It Kong berjuluk
Sin kong ciang.
107
“Kalau bertemu orang ini,” demikian papar
gurunya, “jangan kau sembaragan turun tangan.
Dia ini musuh besarku, tetapi ilmu silatnya hebat
bukan main. Kau bukan tandingannya muridku.
Kalau kau tahu di mana Han It Kong itu berada,
lekas beritahukan padaku dan kita lalu bersama
sama mengerubuti. Dengan cara ini kita bisa
berharap mampu mengalahkan serta
membunuhnya.”
Dan tidak diduga duganya ia lelah bertemu
dengan dua orang murid Hap Tojin. Betul saja,
dengan ilmu silatnya ia dapat mengatasi kedua
orang itu. Tetapi bayangan putih itu, siapakah dia?
Kepandaiannya seperti setan.
Dewi Suling telah melupakan bayangan putih
itu yang betul betul ditakutinya ketika tiga hari
kemudian ia tiba di kota Ang keng. Kota ini amat
besar serta ramai sebab letaknya di tepi lembab
Sungai Yang ce. Ramai didatangi kaum pedagang
karena sungai besar ini merupakan alat
penghubung air yang lancar serta murah.
Begitu memasuki kota ini, empat orang tinggi
besar telah menyambutnya di pintu gerbang serta
terus langsung menuju ke pelabuhan di mana
terdapat sebuah perahu bercat Hitam yang besar.
Mereka memasuki perahu ini dan duduk
mengelilingi meja.
Empat orang ini adalah pembantu pembantu
Dewi Suling yang berhasil membawa lari seribu tail
emas dari kota Hopak tiga hari yang lalu. Peti
hitam berisi emas itu dapat mereka selamatkan
108
sampai ke An keng dan kini mereka simpan dalam
perahu.
Mereka ini bukanlah orang orang biasa karena
sebelum menjadi kaki tangan Hek siauw Kui bo
guru Dewi Suling, mereka dahulu terkenal sebagai
bajak sungai Yang ce Su go (Empat Buaya Sungai
Yang ce). Beberapa tahun yang lalu, mereka
kesalahan tangan membajak Dewi Suling dan
gurunya.
Tentu saja dengan mudah mereka ditundukkan
dan semenjak itu mereka berempat menjadi kaki
tengan Dewi Suling dan gurunya yang bersembunyi
di dalam bukit bukit guha guha sepanjang Sungai
Yang ce, tak jauh di sebelah timur An keng.
“Nona, mengapa agak lambat sehingga kami
berempat merasa bimbang dan tak enak kami
menanti di sini?” Tanya seorang diantara Yang ce
Su go yaug paling tua, bernama Song Kai.
Dewi Suling tersenyum dan memainkan kerling
matanya. Empat orang tinggi besar itu adalah
orang orang kasar berusia empat puluh tahun
lebih dan sudah banyak mereka mempermainkan
wanita.
Akan tetapi menghadapi Dewi Suling mereka
berempat ini merasa kagum dan tergila gila tentu
saja hanya di dalam hati karena mereka sama
sekali tidak berani bersikap kurang ajar. Setiap
kali Dewi Suling tersenyun manis dan mengerling
genit seperti itu, hati mereka seperti dikutik kutik
dan mereka hanya memandang dan menelan
ludah. Sebagai seorang wanita yang hampir setiap
malam mempermainkan pria, tentu saja Dewi
109
Suling maklum apa makna pendang mata mereka
itu. Akan tetapi mereka itu orang orang kesar dan
buruk lagi pula sudah setengah tua. Mana dia mau
memperdulikan mereka?
“Paman Seng Kei, mengapa mereka tak enak
hati? Apakah tidak percaya kepadaku?”
“Eh.... ah…! bukan begitu. Tidak sekali kali
nona. Akan tetapi, emas ini… begini banyak
sehingga kami merasa tidak aman di jalan.
Bagaimana kalau ada yang mengetahui nya? Tentu
akan banyak gangguan dan keributan.”
“Hemm ! Kalau ada yang tahu, katakan ini milik
Dewi Suling. Siapa berani ganggu?”
Song Kai menundukkan mukanya “Nona benar,
hanya kami ingin lekas lekas membawa emas ini ke
istana air sehingga selesailah tugas kami.”
Dewi Suling melirik kearah peti hitam di sudut
ruangan perahu. “Kenapa kalian menantiku?
Kenapa tidak langsung saja membawa emas itu ke
sana?”
“Kami menanti nona, karena dari pada nona
susah susah mencari perahu dan berlayar
sendiri….“
“Sudahlah, sekarang kalian lekas pergi, bawa
emas itu pulang dan serahkan kepada guruku dan
stttt....... !” Tiba tiba Dewi Suling memberi tanda
dengan telunjuk di depan mulut karena mendadak
perahu besar itu agak bergoyang sedikit. Dengan
cepat ia melompat keluar dari pintu ruangan
perahu. Tidak ada apa apa di luar kamar perahu
hanya jauh di seberang ia melihat bayangan
110
berkelebat lenyap menyelinap diantara perahu
perahu lain. Seketika muka Dewi Suling menjadi
pucat. Ketika empat orang pembantunya itu
menyusul keluar dari dalam bilik ia cepat berkata,
“Lekas, lekas kalian berangkat sekarang juga ! Aku
akan pergi lebih dulu!”
“Nona....... tidak ikut bersama kami? Nona
hendak ke mana pula......,?”
Dewi Suling melotot. “Perlu apa kau bertanya
tanya ke mana aku hendak pergi?”
“Eh… bukan apa apa, nona. Hanya menjaga
kalau kalau Toanio (Nyonya Besar) menanyakan
nona.”
“Tak usah cerewet, pergilah dan jaga baik baik
peti itu.” Setelah berkata demikian, Dewi Suling
meninggalkan perahu hitam dengan tergesa gesa.
Empat orang itu saling pandang dan
mengangkat pundak. Seorang diantara mereka
mengomel. “Mana dia mau menghargai jasa jasa
kita? Yang dicarinya tentu orang orang muda yang
tampan, Hemm, tak tuhu….“
“Ssttt, sam te (adik ketiga), jangan mengomel.”
Song Kai menegur adiknya dan mereka berempat
lalu sibuk bersiap siap, lalu berangkat berlayar
menurutkan aliran sungai menuju ke timur.
Apa yang diomelkan Yang ce Su go paling muda
tadi memang tidak meleset daripada kenyataan.
Terhadap empat orang pembantunya itu, biarpun
ia tahu akan perasaan dan kekaguman mereka,
tentu Dewi Suling sama sekuli tidak mau perduli.
Yang dibutuhkan hanya pria pria muda belia yang
111
tampan, bukan laki laki setengah tua dan kasar
seperti bekas empat orang bajak sungai itu !
Setelah keluar dari perahu, Dewi Suling lalu
memasuki kota, berkeliling sambil memasang
mata. Sudah tiga hari tiga malam ia tak pernah
ditemani seorang pria tampan.
Kota An keng yang besar itu tidak kurang pria
pria tampan, tinggal memilih saja. Setelah berputar
putar setengah harian sudah ada sepuluh orang
pemuda jang diam diam dipilihnya. Malam ini ia
akan mulai dengan seorang pemuda putera pemilik
toko obat di sebelah barat jalan simpang empat.
Ia adalah seorang pemuda berusia tujuh belas
tahun, bermata lebar serta muka bundar putih
bibirnya berwarna merah tanda berbadan sehat
sekali, ia akan besenang senang dengan kesepuluh
pemuda pilihannya itu, lalu setelah puas, barulah
ia menyusul empat orang pembantunya dan juga
menemui gurunya. Tempat untuk bersenang
senang itu sudah dipilihnya yaitu sebuah Kuil yang
hanya dihuni oleh lima orang nikouw (pendeta
wanita).
Setelah hari berganti malam, sebelum menemui
putera pemilik toko obat, lebih dahulu Dewi Suling
hendak mempersiapkan tempatnya, maka ia terus
mendatangi kuil itu. Lima orang nikouw yang
mengira bahwa tamu ini adalah seorang gadis yang
akan bersembahyang, menyambutnya dengan
ramah serta penuh rasa sayang.
“Omitohud…. malam malam begini siocia (nona)
mau sembahyang? Ah, tentu banyak kesusahan
yang siocia dertia.....”
112
Nikouw kepala yang sudah tua itu tiba tiba
berdiam diri serta terkejut sewaktu tamu wanita itu
yang dikiranya mau bersembahyang menolong
berkah dari Sang Buddha itu tiba tiba membentak.
“Siapa mau sembahyang? Aku akan memakai
kuil kalian ini selama lima sampai sepuluh hari!
Aku membutuhkan kamar yang terbesar serta
terbaik, dan nanti kubayar mahal Tetapi asalkan
tak ada seorangpun yang boleh tahu bahwa kami
berada di tempat ini !”
Nikouw tua itu membelalakkan matanya,
merasa amat heran. Akan tetapi iu masih menjura
serta berkata ramah.
“Nona, pinni (aku) berlima akan merasa gembira
sekali kalau dapat menolongmu. Kalau nona
membutuhkan tempat beristirahat, kami
persilakan memakai tempat kami. Tapi kenapa
bicara soal pembayaran? Pinni berlima tidak mau
menerima uang sewa, pakai sajalah kamar kami,
boleh nona pilih.”
“Dan kalian bersumpah tidak akan bicara
kepada orang lain bahwa aku berada d sini?”
“Kalau nona berpesan begitu, tentu saja pinni
berlima tidak akan berkata kepada siapapun juga
mengenai diri nona.”
“Baik, kalau begitu sebentar aku kembali lagi
bersama.....eh, bersama ...... suamiku.”
Lima orang nikoaw itu serentak mengeluarkan
seruan kaget dan muka mereka pucat.
“Omitohud.....!” Nikouw tertua mengeluh.
113
“Hal itu sama sekali tidak bisa ......! Nona tentu
mengerti sendiri, kuil ini adalah tempat para
pendeta wanita. Seorang laki laki tidak
diperkenakan, apalagi bermalam di ini!”
Tiba tiba kalima orang nikouw itu
mengeluarkan jeritan tertahan ketika berkelebat
sinar merah dan tahu tahu tubuh mereka telan
menjadi kaku di tempat mereka masing masing
tadi berdiri, sama sekali tak dapat digerakkan lagi.
Dan wanita cantik berpakaian merah itu kini telah
mencekal sebatang suling warna merah pula yang
tadi dengan kecepatan kilat telah menyambar dan
menotok jalan darah mereka berlima
“Kalian mau membantah lagi ?” Dewi Suling
bertanya, dengan tersenyum dingin mengejek.
Nikouw yang telah tua itu bersama keempat
temannya terkejut tetapi karena mereka masih bisa
bicara, maka mereka hanya bisa membaca doa
saja. Kini nikouw tua itu berkata. “Sebetulnya
tidak boleh..... akan tetapi pinni berlima mengenal
Cui siauw Sian li...... pinni tak berdaya, terserah
nona...”
Lalu sinar merah berkelebat pula dan kini
kelima nikouw itu sudah terbebas dari totokan.
“Nah, kau telah mengenalku itu bagus. Aku
tidak mau membunuh nikouw nikouw, juga tidak
mau merampok kuil butut ini. Aku cuma mau
beristirahat satu dua pekan di sini tanpa godaan.
Kalian boleh berkerja seperti biasa lalu melayani
aku dan… suamiku, tetapi ngat jangan sampai
seorangpun tahu aka berada di sini, mengerti?”
114
Lima orang nikouw itu mengangguk angguk
dengan muka pucat serta kedua tangan terangkap
di depan dada mereka.
“Omitohud… semoga dosa kami diampuni.”
Nikouw tua itu berdoa dengan penuh kedukaan.
Nama Dewi Suling sudah terkenal di kota An keng
bahkan telah menerobos dinding kuil serta
terdengar oleh para nikouw ini. Sebab mereka
sudah tahu akan halnya sepak terjang iblis betina
itu, maka kini para nikouw itu telah tahu pula
bahwa kuil ini mau dijadikan tempat
penyembelihan bagi pemuda pemuda tampan.
Tentu saja mereka merasa ngeri sekali serta
ketakutan sebab mereka maklum bahwa sekali
saja mereka cerita di luaran, jiwa mereka pasti
melayang !
==oo00oo==
Perahu hitam besar itu berlayar cepat di
sepanjang Sungai Yang ce kiang. Empat orang
bekas kepala bajak Yang ce Su go (Empat Buaya
Sungai Yang ce) duduk di dalam perahu,
membiarkan anak buah mereka yang mengurus
pelayanan perahu, sambil bercakap cakap dan
makan minum serta membicarakan keadaan Dewi
Suling dengan wajah bersungut sungut.
Mereka itu tidak tahu dan tidak menduga sama
sekali bahwa tak jauh dari mereka, sebuah perahu
kecil didayung seorang pemuda mengikuti perahu
besar mereka.
115
Biarpun hanya satu orang yang mendayung,
namun perahu kecil ini meluncur cepat sekali,
tidak pernah ketinggalan oleh perahu hitam besar
yang berlayar cepat.
Pemuda ini bertubuh tinggi besar, berwajah
tampan sekali dengan bentuk muka bundar,
sepasang matanya bersinar tajam, namun tarikan
mulut dan bentuk matanya membayangkan
penderitaan hidup yang membuat wajahnya tidak
bergembira. Tersalip di pingang, tertutup jubahnya
tampak menyembul gagang pedang, dan
menggeletak didekatnya dalam perahu terdapat
sebatang tongkat rotan sebesar ibu jari kaki
sepanjang satu meter.
Pemuda ini pakaiannya serba putih, kepalanya
memakai topi bambu lebar sehingga mukanya
selalu tertutup sebagian.
Siapakah dia ini? Pemuda inilah yang
merupakan bayangan putih, yang beberapa kali
muncul secara diam diam dan yang telah
membikin serem dan takut dari Dewi Suling yang
biasanya tak megenal takut itu. Dan pemuda ini
bukan lain adalah Yu Lee!
Seperti telah kita ketahui, Yu Lee merupakan
satu satunya anggauta keluarga Dewa Pedang Yu
atau Ye Tiang Sin yang terbasmi habis oleh musuh
besarnya, Hek siauw Kui bo si iblis betina yang
amat kejam dan ganas. Telah diceritakan di bagian
depan Yu Lee dibawa oleh kakek sakti Han It Kong
dan diambi sebagai muridnya.
Lima belas tahun lamanya semenjak ia berusia
delapan tahun ia digembleng oleh kakek yang
116
berjuluk Sin kong ciang ( Tiga Sinar Sakti), dan
karena anak ini memang keturunan pendekar dan
bertulang baik berdarah bersih bakatnya luar biasa
sekali sehingga setelah berlatih siang malam
selama belasan tahun, ia telah mewarisi semua
ilmu kesaktian gurunya, bahkan telah berhasil
pula menguasai dari ilmu simpanan gurunya yang
membuat nama kakek ini menjulang tinggi
diantara nama tokoh tokoh dunia persilatan yaitu
ilmu pukulan Sin kong ciang hoat (Ilmu Pukulan
Sinar Sakti ) dan ilmu tongkat Ta kui tung (Ilmu
Tongkat Pemukul Setan ).
“Dengan Sin kong ciang kau tak perlu gentar
menghadapi lawan betangan kosong yang
bagaimanapun juga, muridku. Juga dengan Ta kui
tung hoat setiap potong ramting kayu dapat kau
pergunakan menghadapi senjata lawan yang
bagaimanapun juga. Akan tetapi karena kau
adalah cucu tunggal Dewa Pedang Yu Tiang Sin,
sudah sepatutnya kalau kau dapat bermain pedang
untuk menjunjung nama baik kakekmu. Pedangku
ini sudah tua dan berkarat kau pakailah dan kau
harus dapat melatih diri, menyesuaikan pedang
dengan Ta kui tung haot. Terserah kepadamu dan
tergantung dari pada ketekunan serta bakatmu
apakah kau akan berhasil ataukah tidak”
Demikian kata kakek sakti itu.
Yu Lee adalah orang yang semenjak kecil sudah
memiliki kekerasan hati yang luar biasa
berkerasnya, sehingga apa yang ada dihati nya, ia
akan berusaha dengan .
117
Mendengar kata gurunya ini ia lalu
dan sehingga akhirnya ia berhasil
menciptakan ilmu tongkat Ta kui Tung hoat.
Lima belas tahun telah lewat dan kini Han It
Kong telah berusia seratus tahun lebih ! Ia sudah
tua tetapi masih sehat dan masih kuat belum
pikun, namun hatinya sudah tawar terhadup
urusan dunia.
Karera ia maklum bahwa muridnya harus pergi
mencari Hek siauw Kui bo, bukan hanya menuntut
balas atas kematian seluruh keluarga, tapi
terutama sekali untuk membasmi Iblis ganas itu
agar tidak melakukan kejahatan lagi di dunia,
maka pada hari itu ia memanggil muridnya.
Yu Lee yang dapat melihat sikap gurunya
bersungguh sunnguh tidak seperti biasa, lalu
berlutut di depan suhunya, siap mendengar hal hal
yang paling
tidak
menyenangkan.
“Yu Lee
muridku, kini
sudah tiba
saatnya kau
pergi
meninggalkan
aku. Kau harus
turun gunung
dan
melaksanakan
tugasmu… Tak
perlu lagi
118
kujelaskan karena sudah sering kau mendengar
tentang tugas seorang manusia hidup harus
berusaha dan mengrjakan sesuatu demi kebaikan
sesama hidup berdasarkan kebenaran. Dan
sesuatu yang dikerjakan itu harus sesuai dengan
kepandaian. Seorang petani takkan dapat
mengemudikan perahu dengan baik dan perahu itu
akan tenggelam, sebalik nya seorang nelayan
takkan dapat mengayunkan cangkul dengan baik
dan sawah ladang tak mendapatkan tanaman
subur. Engkau sejak kecil tekun belajar ilmu silat
maka sudah menjadi kewajibanmu untuk
menyesuaikan kepandaianmu guna kebaikan
masyarakat. Engkau harus selalu mempergunakan
kepandaianmu untuk menentang si jahat dan
melindungi si lemah. Tentang Hek siauw Kui bo,
engkau engkau sudah cukup mengerti bagaimana
harus menghadapinya. Ingat yang membasmi
keluargamu hanya Hek siauw Kui bo seorang kalau
dia punya murid atau kawan kawan mereka tidak
ikut ikut dan kau tidak boleh turun tangan
membunuh secara serampangan saja.
Kewajibanmu menentang kejahatan, bukan
membunuh orang seperti algojo ! Mengertikah?!”
“Teecu mengerti, dan bersumpah akan mentaati
semua pesan suhu.”
“Nah, baiklah kalau begitu. Kau pergilah, dan
aku melarangmu naik ke puncak ini mencariku
lagi karena aku tidak mau lagi bertemu dengan
manusia.”
119
“Tapi, suhu......!” Y u Lee memprotes dan tanpa
disengaja kedua matanya mengucurkan air mata
yang menitik nitik turun melalui kedua pipinya.
Han It Kong yang duduk bersila di atas batu itu
jadi menarik napas panjang dan memejamkan
matanya. “Aaahhh kau masih saja cengeng tak
pernah lenyap sejak kecil. Yu Lee, kehalusan
perasaanmu yang membuat mu cengeng inilah
agaknya yang kelak akan mengombang ambingkan
engkau antara suka dan duka. Baiklah, kau boleh
naik ke puncak ini menghadapku pada saat
engkau sudah bosan hidup, boleh kau datang ke
sini. Pergilah!”
Yu Lee masih bercucuran air mata ketika ia
berlutut dan mengangguk anggukkan kepala
sampai delapan kali di depan kaki gurunya.
Kemudian sambil menyusuti air matanya,
pemuda ini meninggalkan guha di puncak Tapie
san di mana ia hidup selama lima belas tahun itu.
Tangan kanannya memegang sebatang rotan yang
biasa ia pakai berlatih, pedang pemberian gurunya
terselip di pinggang dan buntalan pakaiannya
menempel di punggung.
Pada waktu ia turun gunung dan sampai di
kota Hopak, secara kebetulan sekali ia
menyaksikan Dewi Suling yang dikeroyok oleh
jagoan jagoan anak buah Gak Taijin.
Yu Lee tidak tahu apa yang menyebabkan gadis
cantik pakaian merah itu dikeroyok banyak orang
akan tetapi diam-diam ia merasa kagum akan
kepandaian wanita muda itu. Juga ia merasa ngeri
120
menyaksikan sepak terjang wanita itu yang
merobohkan banyak orang.
Ia dapat memperhitungkan dengan melihat
jalannya pertandingan bahwa kalau pengeroyokan
itu dilanjutkan akan lebih banyak lagi jatuh
korban di antara para pengeroyok sungguhpun
wanita itu belum tentu akan dapat menyelamatkan
diri.
Karena inilah maka untuk mencegah agar
jangan sampai jatuh lebih banyak korban lagi. Yu
Lee lalu menggunakan tenaga sinkang di
tangannya, mendorong ke arah pohon besar di
dekat situ sehingga daun daun itu rontok
menggelapkan gelanggang pertandingan dan
karena ini maka Dewi Suling mendapat
kesempatan melarikan diri bebas daripada
kepungan yang ketat.
Yu Lee adalah seorang yang amat berhati hati
dan selalu ia teringat akan nasihat gurunya agar ia
jangan terlalu sembrono dalam segala tindakannya.
Kalau tadi ia lancang turun tangan, tidak lain
maksudnya hanya untuk membubarkan
pertandingan itu, sama sekail hatinya tidak
berfihak siapapun juga karena ia tidak tahu akan
urusannya ! Akan tetapi setelah ia berhasil
menghentikan pertandingan matanya yang tajam
dapat melihat berkelebatnya dua bayangan orang
muda yang diam diam membayangi gadis muda
pakaian merah itu. Timbul kecurigaannya dan
diam diam iapun membayangi mereka !
Dapat dibayangkan betapa kaget hati Yu Lee
ketika ia menyaksikan adegan antara Dewi Suling
121
dan dua orang muda murid Hap Tojin yang gagah
perkasa.
Ia merasa kecelik dan merasa menyesal sekali
telah membantu wanita yang amat cabul dan jahat
itu, dan berbareng ia merasa kagum sekali kepada
Ouw yang Tok dan Gui Siong. Ia pernah mendengar
dari suhunya bahwa sekarang amat sukar dicari
orang orang yang semulut sehati membela
kebenaran dan keadilan, yang benar benar berjiwa
pendekar dan kesatria.
Aku tetapi kini ia benar benar menyaksikan
sikap yang amat mengagumkan dari dua orang
pemuda perkasa itu. Terbayanglah dalam
ingatannya wajah Siauw bin mo Hap Tojin, tosu
yang selalu tertawa tawa, siauw bin mo Hap Tojin
adalah sahabat baik mendiang kakeknya, bahkan
Siauw bin mo Hap Tojin bersama Tho tee kong
Liong Losu telah membantu keluarganya ketika
muncul Hek siauw Kui bo. Sungguhpun kedua
orang Kakek itu akhirnya kalah namun ia tidak
dapat melupäkan budi mereka yang amat besar
terhadap keluarganya.
Tentu saja ia tidak dapat membiarkan Dewi
Suling membunuh dua orang muda perkasa itu
maka ia pun cepat turun tangan mempergunakan
kerikil untuk memukul mundur Dewi Suling dan
untuk membebaskan Ouw yang Tek dan Gui Siong
dari pada totokan.
Ia terus membayangi Dewi Suling dari jauh dan
ia melihat pula betapa Dewi Suling menghubungi
Yang ce Su go. Sementara itu di kota An keng ia
segera melakukan penyelidikan tantang Dewi
122
Saling. Tidak mudah bagi pemuda ini untuk
mencari keterangan perihal Dewi Süling karena
semua orang takut belaka untuk menyebut nama
ini. Akan tetapi akhirnya ada pula yang bercerita
kepadanya. Bukan main kaget hanya mendengar
berita tentang diri Dewi Suling yang cabul dan
jahat, pembunuh pemuda pemuda tampan yang
telah dipermainkannya.
Lebih kaget lagi dan juga girang hatinya ketika
mendengar gadis cabul itu adalah murid dari Hek
siauw Küi bo!
Karena tidak seorangpun dapat menerangkan di
mana adanya Hek siauw Kui bo, maka Yu Lee lalu
mengambil keputusan untuk membayangi
pelayanan, Yang ce Su go, pembantu pembantu
Dewi Suling yang pergi membawa peti hitam berisi
uang kemenangan berjudi di Hopak. Ia tak
memperdulikan lagi Dewi Suling karena bukan
gadis cabul itulah yang dicarinya.
Ia hanya akan mencari Hek siuw Kui ho, musuh
besar, iblis betina yang telah membunuh
sekeluarganya secara keji sekali.
Teringat akan peristiwa lima belas tahun yang
lalu. Yu Lee menangis tersedu sedu di atas
perahunya ketika malam hari itu ia mengikuti
pelayaran perahu besar hitam yang di tumpangi
oleh Yang ce Su go dan anak buahnya.
Merjelang pagi, ketika cahaya matahari yang
kemerahan telah muncul mendahului sang surya,
menerangi udara di sebelah timur, perahu hitam
itu berhenti di tepi sungai sebelah kanan. Tempat
itu adalah sebuah hutan yang tanahnya amat
123
subur. Dari jauh saja sudah tampak gerombolan
pohon pohon raksasa memenuhi lembah sungai,
dan tampak pula pohon pohon kembang beraneka
warna. Sungai di bagian ini amat lebar dan
agaknya amat dalam, terbukti dari adanya pusaran
air di pinggir sebelah selatan atau sebelah kanan
ada banyak bunga teratai.
Di bagian ini sungai mengalir perlahan sekali
hampir tidak terlihat alirannya, seperti air telaca.
Dan di antara pohon pohon raksasa itu, samar
samar tampak tembok genteng sebuah bangunan
besar dan indah seperti istana!
Bangunan itulah yang disebut Istana Air,
sebuah bangunan besar mewah semacam istana.
Di tempat inilah selama belasan tahun Hek siauw
Kui bo mengundurkan diri lalu mendidik Cui siauw
Sian li Ma Ji Nio dengan ilmu ilmu silat yang
tinggi.
Agaknya karena cita citanya di waktu muda
untuk menjadi seorang berpengaruh serta
berkedudukan tinggi disamping suami pangeran
tidak tercapai, kini Hek siauw Kui bo ingin
bermimpi menjadi “ratu” di dalam istana itu,
dilayani oleh banyak pelayan wanita wanita cantik
dan pemuda pemuda tampan.
Bagi seorang berilmu tinggi seperti Hek siauw
Kui bo, bukanlah hal yang sulit untuk membiayai
semua kehidupan royal ini, karena dengan
kepandaiannya itu mudah baginya untuk
mengangkuti harta benda orang orang kaya
Sebagai pencuri atau merampok barang kiriman.
124
Tidak ada perbuatan maksiat yang diharamkan
oleh iblis betina ini.
Yu Lee yang membayangi perahu hitam dari
jauh melihat betapa perahu hitam itu berhenti di
tepi sungai sebelah selatan, iapun cepat
minggirkan perahu kecilnya, kemudian meloncat
ke darat dan mengikat perahu kecil pada sebatang
pohon di tepi sungai itu sudah melihat samar
samar bangunan besar indah di tengah hutan di
tepi sungai itu, dan dapat menduga bahwa musuh
besar yang membasmi keluarganya tentu berada di
tempat itu. Dengan cepat namun hati hati ia lalu
menyelinap di antara pohon pohon menghampiri
Istana Air.
Gerakan pemuda ini amat cepat sehingga
andaikata ada orang melihatnya pada saat itu yang
tampak hanya berkelebat bayang bayang putih
saja.
Apalagi pada saat itu matahari belum
menampakkan diri, baru cahaya kemerahan
sebagai utusan atau pelapor sang raja siang,
sehingga keadaan di dalam hutan yang terlindung
daun daun lebat itu masih gelap.
Sementara itu keempat Yang ce Su go tudeh
mendarat dan mengangkut peti hitam terisi emas
masuk ke dalam gedung istana. Para penjaga pintu
depan dan tengah yang sudah mengenal baik
empat orang kepala bajak ini, memberi hormat dan
mempersilakan mereka masuk.
“Toanio masih tidur silakan cuwi menanti di
ruang tengah,” kata pelayan kepala, seorang laki
laki tua berjenggot putih. Empat orang kepala
125
bajak itu mengenal pula kepada pelayan ini yang
bukan orang sembarangan, melainkan seorang
bekas tokoh kang ouw yang berilmu tinggi dan
dipercaya menjadi pelayan kepala oleh Hek siauw
Kui bo.
Mereka mengucapkan terima kasih lalu menanti
di ruang tamu dimana keadaannya amat
meyenangkan ruangannya lebar, terdapat bangku
bangku bertilam kasur, terhias lukisan lukisan
indah dan bau kembang semerbak harum
memasuki ruangan itu dari jendela jendela besar
berhentuk bulan purnama.
Setelah menanti agak lama dan cukup
beristirahat di ruang tamu itu, akhirnya Yang ce
Su go bangkit dan cepat cepat duduk dengan
sopan ketika didengar pelayan kepala memberitahu
bahwa Toanio (nyonya besar) sudah siap menerima
mereka. Dua diantara mereka menggotong peti
hitam dan yang dua orang lagi berjalan di belakang
mereka, lalu berempat memasuki ruangan dalam.
Seorang wanita berpakaian serba hitam duduk
di ruangan dalam yang keadaannya lebih mewah
daripada ruangan tamu. Kursi yang diduduki
wanita itu terbuat daripada perak sehingga
pakaiannya yang terbuat dari sutera hitam itu
kelihatan menyolok sekali. Wanita ini sukar
ditaksir usianya.
Rambutnya sudah berwarna dua, namun di
gelung rapih dan bagus, berkilat karena minyak.
Wajahnya tidak setua rambutnya, masih
kemerahan dan halus kulitnya, dan amat cantik.
Matanya tajam dan bengis, hidungnya mancung
126
dan mulutnya membayangkan pengabdi nafsu
birahi. Pakaian sutera itu tipis sekali,
membayangkan bentuk tubuh yang masih padat
berisi.
Kalau orang mengerti bahwa Hek siauw Kui bo
ini sudah berusia enam puluh tahun, tentu ia akan
terheran heran karena wanita yang menurut
usianya sudah harus nenek nenek ini masih
memiliki daya tarik dan daya rangsang yang cukup
kuat untuk merobohkan hati seorang pria muda !
Yang ce Su go serta merta menjatuhkan diri
berlutut di depan wanita itu. Seorang diantara
mereka yang tertua berkata, “Kami empat saudara
Song memenuhi perintah Ma siocia (nona Ma)
untuk mengantarkan emas ini dan
menghaturkannya kepada Toanio.” Setelah
berkata demikian, Song Kai, orang tertua dari Yang
ce Su go lalu membuka peti hitam. Tampaklah
uang emas berkilauan tertimpa sinar lampu yang
menerangi ruangan itu.
Melihat peti hitam yang berisi penuh uang emas
itu, bibir Hek siauw Kui bo terbuka sedikit
tersenyum dan tampillah giginya yang putih dan
masih utuh, berderet rata. Benar benar
mengherankan sekali keadaan jasmani wanita ini,
sudah tua masih cantik dan gigi mata telinganya
masih dalam keadaan baik dan kuat.
“Eh darimana Ji Nio bisa mendapatkan semua
ini? Tentu tidak kurang dari seribu tail ......”
“Tepat seribu tail tidak kurang sedikitpun,
Toanio.” kata Song Kai yang lalu menceritakan
kemenangan Ma Ji Nio atau Dewi Suling dalam
127
perjudian di Hopak melawan. It gan Hek houw,
kemudian betapa Dewi Suling dikeroyok dan selain
berhasil menewaskan It gan Hek houw dan banyak
orang, juga berhasil lolos.
“Ma Siocia sudah menyusul kami di An keng
akan tetapi menyuruh kami menghadap Toanio
lebih dulu membawa peti ini, sedangkan siocia
sendiri katanya hendak berpesiar di An Keng
beberapa hari.”
Kembali Hek siauw Kui bo tertawa, “Ah,
muridku itu benar benar terlalu berani dan
gegabah. Untung ia tidak mengalami cedera dalam
keributan itu dan hasilnya lumayan. Dan ia terlalu
mengejar kesenangan…” ia berhenti sebentar
kemudian menarik napas panjang dan
menyambung, “…ah, begitulah kalau masih
muda.......!”
Ia termenung dan teringat akan masa mudanya.
Seperti juga muridnya, ia selalu menuruti
dorongan nafsunya, tiada yang menghalangi tiada
yang merintangi, berenang dalam lautan
kesenangan. Sekarang ia masih tak dapat
menghentikan kesenangan yang sudah mencandu
di darah dagingnya, namun semangatnya sudah
berkurang tidak sepenuh di masa mudanya.
Kembali ia menarik napas panjang dan diam
diam ia mengiri kepada muridnya yang muda dan
cantik sehingga tidak sukar mendapatkan pria pria
tampan dan gagah yang akan datang dengan
sukarela dan cintakasih. Diapun dapat
menaklukan pria muda yang bagaimanapun,
128
namun untuk mendapatkan cintakasih mereka
tidak akan semudah ketika ia masih muda dahulu.
“He, Cun Sam….! Cun Sam....... !!”
Wanita itu bertepuk tangan dan memanggil
pelayan kepala.
Muncullah pelayan kepala yang jenggotnya
panjang putih itu. Agak janggal dan aneh melihat
wanita yang masih cantik dan mada itu memanggil
seorang kakek berjenggot panjang putih seperti itu.
Akan tetapi sesungguhnya Hek siauw Kui bo
tidaklah lebih muda dari pada pelayan kepala itu.
Dia ini bernama Ngo Cun Sam, seorang ahli
ilmu silat dan gulat dari barat. Di masa mudanya
Ngo Cun Sam ini adalah seorang yang tampan dan
gagah juga, maka pernah ia mendapat kehormatan
dipilih oleh Hek siauw Kui bo sebagai kekasih
untuk beberapa malam. Dan agaknya mengingat
akan hubungan yang pernah ada ini, juga
mengingat bahwa ilmu kepandaian Ngo Cun Sam
boleh diandalkan maka ketika Hek siauw Kui bo
menjadi “ratu” di Istana Air, ia memanggil bekas
kekasih ini untuk menjadi pelayan kepala
merangkap pengawal pribadi.
“Cun Sam, kau bawa dan simpan peti hitam ini
ke dalam kamar !” kata pula Hek siauw Kui bo.
Ngo Cun Sam mengangguk dan melangkah
lebar menghampiri peti hitam, kemudian sekali
kakinya bergerak, peti hitam itu sudah mencelat ke
atas dan tangan kirinya menerima peti itu dengan
telapak tangan di atas, menyangga dengan sikap
ringan sekali.
129
Diam diam keempat Yang ce Su go kagum
bukan main. Memang setiap orang diantara mereka
berempat akan sanggup mengangkat peti hitam itu
akan tetapi tidak secara yang dilakukan Ngo Cun
Sam. Jelas bahwa lweekang yang dimiliki Ngo Cun
Sam jauh lebih kuat daripada mereka.
Pada saat Ngo Cun Sam hendak melangkah
keluar dari ruangaa itu, tiba tiba berkelebat
bayangan putih telah berdiri di ambang pintu
sikapnya keren dan gagah. Sepasang matanya
menatap wajah Hek siauw Kui bo dengsn sinar
berapi.
“Hek siauw Kui bo ! Masih ingatkah engkau
kepadaku?” Suara pemuda yang bukan lain orang
adalah Yu Lee itu halus dan tergetar penuh
keharuan melihat musuh besarnya ternyata masih
hidup dan saat pembalasan yang diidam idamkan
selama lima belas tahun itu sudah berada di depan
mata.
Ngo Cun Sam dan Yang ce Su go terkejut dan
marah sekali menganggap betapa sikap pemuda ini
kurang ajar dan tidak hormat kepada junjungan
mereka.
Akan tetapi Hek siauw Kui bo scendiri tidak
menjadi marah, melainkan tersenyum dan
wajahnya menjadi makin muda kalau ia tersenyum
lebar seperti itu. Sinar matanya lembut dan
keningnya berkerut ketika ia mengingat ingat.
Sebagai seorang tokoh besar yang sudah banyak
pengalaman dan berpandangan tajam, Hek siauw
Kui bo dapat mengenal orang pandai.
130
Pemuda tampan ini biarpun masih muda,
namun memiliki sinar mata yang tajam, dan sikap
yang begitu tenang seperti air telaga dalam.
Pemuda macam ini bukanlah pemuda
sembarangan.
“Orang muda, terlalu banyak pemuda tampan
dan orang gagah yang kukenal dalam hidupku,
maka maafkan kalau aku lupa lagi siapa engkau
ini?”
Yu Lee tersenyum pahit, “Jawabanmu tepat
sekali dengan dugananku. Hek siauw Kui bo.
Belasan tahun lewat dan kau tidak berubah !
Hanya rambutmu yang sudah berubah putih akan
tetapi hatimu makin hitam iblis betina, kau
rabalah tengkukmu dan engkau akan teringat
kepadaku.”
“Jahanam muda, lancang mulutmu !” Bentakan
ini keluar dari mulut Ngo Cun Sam yang sudah tak
dapat menahan kemarahannya lagi. Hek siauw Kui
bo adalah bekas kekasih nya yang masih
dicintainya, juga majikan dan junjungannya yang
dihormati dan dikagumi kepandaiannya. Sekarang
bocah ini datang datang mengeluarkan ucapan dan
makian yang sangat menghina ! Setelah
mengeluarkan bentakkan itu, peti hitam yang
masih tersimpan di tangan kirinya, ia lontarkan
dengan tenaga sekuatnya ke arah tubuh Yu Lee!
“Wuuuutttt !!” Peti hitam itu meluncur cepat ke
arah kepala Yu Lee. Isi peti itu beratnya seratus
dua puluh lima kati ditambah berat peti itu sendiri
tentu tidak kurang dari seratus lima puluh kati.
Kini dilontarkan dengan seorang ahli lweekeh
131
seperti Ngo Cun Sam, benar benar merupakan
serangan dahsyat dan berbahaya. Dinding bata
sekalipun akan ambruk dihantam lontaran peti ini,
apalagi kepala dan tubuh manusia biasa !
Yu Lee juga maklum akan bahayanya serangan
ini namun dengan amat tenang ia menggerakkan
tongkat rotan di tangan kanannya, menyambut
datangnya peti yang sudah menjadi bayangan
hitam menyambarnya itu.
Begitu ujung rotan menyentuh tengah peti, ia
mengerahkan ginkang dengan tiba tiba
menyentakkan tongkatnya berjungkir ke atas dan
..... peti hitam itu terbawa melayang ke atas dan
kini berputaran cepat di atas ujung rotan ! Rotan
yang hanya sebesar ibu jari kaki itu membal
membal seperti mau patah, namun ternyata tidak
patah dan gerakan pergelangan tangau Yu Lee
itulah yang penuh tenaga sinkang menyebabkan
peti itu seperti permainan seorang akrobat.
Kemudian ia berseru halus.
“Terimalah kembali !” Ia menggerakkan tangan
dan peti hitam itu melayang ke arah Ngo Cun Sam
dalam keadaan masih berputaran ! “Cun Sam
jangan terima .... ! Hek siauw Kui bo berseru kaget
karena maklum akan bahayanya menerima
lontaran peti hitam yang berputar seperti itu.
Namun terlambat karena dalam kemarahannya
Ngo Cun Sam kurang perhitungan dan sambil
mengarahkan lweekang, ia menyambut peti hitam
yang melayang ke arahnya itu. Begitu peti berada
dikedua tangannya ia kaget sekali karena
tubuhnya ikut terseret berputaran ! Ia tentu bisa
132
roboh dan terancam bahaya tertimpa peti. Tetapi
untung baginya sewaktu ia berputaran tubuhnya
lewat di dekat Yang ce Su go. Melihat tubuh
pelayan kepala itu berputaran, Song Kai serta Song
Leng pun maju menahan dengan memegangi
lengan Ngo cun Sim dari kanan kiri. Akibatnya,
tubuh tiga orang itu terhuyung dan hampir roboh,
tetapi tenaga putaran yang tadi menyeret tubuh
Ngo Cun Sam bisa tertahan.
Keringat dingin mengucur di tubuh Ngo Cun
Sam ketika ia menaruh peti hitam ke atas lantai.
Yang ce Su go yang tidak mau kalah dalam hal
mencari muka di depan Hek siauw Kui Bo, telah
mencabut golok masing masing terus meloncat
maju mengurung Yu Lee.
Melihat gerakan empat orang anak buahnya ini,
Hek siauw Kui bo tidak mencegah. Tadi ketika ia
mendengar ucapan Yu Lee, tanpa disadari lagi
tangannya meraba raba tengkuknya dan kebetulan
jari jarinya itu yang berkulit halus meraba bekas
luka kecil di tengkuk itu.
Mukanye seketika itu berubah pucat. Sebab
luka kecil ini mengingatkan ia kepada semua
peristiwa yang terjadi lima belas tahun yang lalu.
Kini teringatlah ia wajah seorang anak laki laki
berusia delapan tahun yang dulu pernah
merangkul leher serta menggigit tengkuknya, yaitu
cucu Dewa Pedang Yu Tiang Sin ! Satu satu nya
keturunan Yu Tiang Sin yang lolos dari tangan
mautnya ! Anak yang ditolong oleh Sin kong ciang
Han It Kong. Dan ternyata anak ini setelah menjadi
seorang pemuda perkasa, datang mencarinya.
133
Mudah di duga apa kehendaknya, tentu mau
membalas dendam, Hek siauw Koi bo jadi bengong,
biarpun ia tidak merasa takut, namun teringat
kepada Han It Kong ia merasa ngeri juga.
Itulah sebabnya mengapa Hek siauw Kui bo
yang biasanya tidak suka mengandalkan bantuan
anak buahnya dalam menghadapi musuh, kini
membiarkan saja Yang ce Su go mewakilinya
melawan pemuda itu karena mau mengukur
sampai di mana ilmu silat cucu Yu Tiang Sin yang
ia tahu pasti tak akan mau hidup bersama dia di
atas bumi ini.
Yang ce Su go juga bukan orang orang
sembarangan. Mereka adalah bekas kepala kepala
bajak sungai yang sudah mempunyai pengalaman
bertempur puluhan tahun. Golok yang mereka
pegang seolah olah sudah mendarah daging di
tangan mereka serta telah minum darah beberapa
ratus musuh.
Mereka telah dapat menduga bahwa pemuda
berpakaian putih itu bukan orang sembarangan
dan tentu murid orang pandai, namun tentu saja
mereka tidak takut, bahkan dapat memastikan
kalau mereka berempat maju berbareng sudah
sudah pasti akan dapat merobohkan pemuda ini.
Merasa bukan orang bodoh dan tanpa adanya
keyakinan ini, mereka pun tidak akan mau
mengorbankan diri.
Betapapun juga, Seng Kai yang dapat menduga
bahwa lawannya yang muda itu cukup lihai, segera
memberi tanda rahasia kepada adik adiknya dan
serentak mereka melakukan serangan secara
134
berbareng, atau setidaknya, serangan mereka itu
sambung menyambung secara otomatis sehingga
andaikata lawan mengelak dari serangan golok
pertama tentu ia akan disambut golok kedua dan
seterusnya.
Betapapun pandai dan gesit gerakan lawan,
menghadapi sambaran golok dari empat jurusan
yang sambung menyambang dan menutup “pintu”
di empat penjuru ini, kiranya tidak akan mudah
membebaskan diri.
Namun Yu Lee sama sekali tidak mengelak
ketika menghadapi serangan ganda yang serentak
datangnya ini. Hanya nampak tangannya yang
memegang tongkat rotan bergerak cepat sekali
sehingga sukar diikuti pandangan mata, begitu
cepatnya sehingga mata keempat orang
pengeroyoknya menjadi silau tertutup sinar kuning
yang bergulung gulung.
Trang trang trang ! Tahu tahu empat batang
golok itu telah terlepas dari tangan, lalu mencelat
dan jatuh berkerontengan di atas lantai.
Keempat orang Yang ce Su go yang selama
hidupnya belum pernah mengalami hal seperti ini,
mencekali tangan kanannya yang tertotok lumpuh,
lalu sebelum mereka tahu apa yang terjadi, mereka
berteriak susul menyusul terus jatuh berlutut
karena tahu tahu lutut merekapun lumpuh !
Hek siauw Kui bo terkejut bukan main.
Memang ia tahu bahwa ilmu silat Yang ce Su go
tidaklah bisa diandalkan, namun mereka itu
adalah jago jago tua berpengalaman luas.
135
Dengan cara bagaimana bisa dirobohkan begitu
mudahnya oleh pemuda itu? Ia bisa melihat
gerakan tongkat rotan yang bergetar menjadi
banyak sekali, lalu secara berturut turut telah
menyambar secepat kilat mendahului gerakan
Yang ce Su go, menotok pergelangan tangan
keempat orang itu yang memegang golok sehingga
terlepas, kemudian memakai kesempatan selagi
keempat orang itu kaget memegangi tangan kanan,
ujung rotan dudah menotok jalan darah di dekat
lutut sehingga tak dapat dicegah Yang ce Su go
jatuh berlutut di depan si pemuda sakti !
Akan tetapi ternyata totokan totokan itu hanya
membuat empat orang jago bajak sungai itu
lumpuh buat beberapa detik saja. Mereka kini
sadar akan situasi dan cepat melompat bangun
dengan muka merah saking malu dan marahnya.
“Setan cilik, kau sudah bosan hidup ..... !”
Bentak Song Kai yang sudah maju lagi siap
bertempur
“Cuwi harap mundur, biarkan aku menghadapi
bocah ini !” Suara ini keluar dari mulut Ngo Cun
Sam dan karena maklum akan kelihaian si pelayan
kepala, serta takut kepada Hek siauw Kui bo yang
rupanya membenarkan permintaan Ngo Cun Sam
sebab diam saja, lalu empat orang bekas kepala
bajak itu mundur dan berdiri di pinggir dengan
muka keruh. Kali ini mereka benar benar
kehilangan muka di depan majikan mereka, ini
membuktikan bahwa mereka kurang bisa
diandalkan.
136
Ngo Cun Sam memiliki ilmu silat yang melebihi
Yang ce Su go tingkatnya. Biarpun pertandingan
tadi cuma segebrakan saja, namun dia mengerti
bahwa pemuda itu memiliki ilmu tongkat yang
amat luar biasa serta sukar dilawan. Sebab itu,
dengan licik ia lalu berkata sambil tersenyum
mengejek, “Anak muda, kepandaian mu boleh juga
Akan tetapi rupanya masih belum pantas untuk
dilayani oleh majikanku, sebelum engkau bisa
mengalahkan aku, pelayan kepala dalam istana ini.
Di dalam pertempuran aku tidak biasa memakai
senjata, aku Ngo Cun Sam kemana mana cukup
mengandalkan kedua tangan serta kedua kaki.
Engkau telah menantang toanio, beranikah melawn
aku tanpa senjata?” sambil berkata demikian Ngo
Cun Sam melangkah maju.
Waktu mendekati Yu Lee, Ngo Cun Sam melalui
empat batang golok yang tergeletak di atas lantai.
Lalu sengaja ia menginjak golok golok itu dan
terdengarlah suara “tak tak tak !” ketika empat
batang golok itu terinjak, ternyata empat batang
golok itu telah patah patah oleh injakan kedua
kakinya !
Ngo Cun Sam memang cerdik. Ia sengaja
mendemonstrasikan tenaga lweekangnya yang
hebat. Jika orang muda itu menjadi gentar
bertanding melawannya dengan tangan kosong
setelah menyaksikan demonstrasinya, maka hal itu
tentu akan merendahkan dan memalukan pemuda
itu dan dengan demikian berarti satu kemenangan
bagi fthaknya.
137
Sebaliknya kalau pemuda itu menerima
tantangannya, ia yakin bahwa biarpun dalam ilmu
silat belum tentu ia dapat menangkan si pemuda
lihai, namun ia dapat mengandalkan ilmu gulatnya
yang hehat untuk mengalahkan lawannya.
Biarpun belum berpengalaman, namun sebagai
murid seorang sakti yang berpandangan luas
seperti Sin kong ciang Han It Kong yang tidak
hanya mendidik Yu Lee dengan ilmu silat,
melainkan juga dengan nasehat nasehat dan
kebatinan. Yu Lee dapat menduga bahwa lawannya
sengaja memancingnya mengadakan pertandingan
tanpa sengaja.
Ia menduga bahwa lawannya yang berjenggot
putih ini tahu akan kelihaian ilmu tongkatnya dan
menjadi gentar, maka sengaja menantang
bertanding dengan tangan kosong. Melihat cara
kakek ini tadi melontarkan peti hitam, kemudian
sekarang sekali injak mematahkan golok di lantai
jelas menunjukan bahwa orang ini memiliki
lweekang yang amat kuat.
Sambil tersenyum Yu Lee mengangkat rotannya
dengan menerjang depan.
Ia menoleh ke arah Hek siauw Kui bo lalu
berkata, “Hek siauw Kui bo engkau tahu bahwa
kedatanganku ini. Aku bukanlah iblis macam
engkau yang dalam urusan dendam terhadap
kakekku lalu membasmi semua keluargaku. Tidak,
aku tidak bermaksud memusuhi lain orang, baik
anak buahmu, murid muridmu maupun
keluargamu. Aku hanya datang untuk
menandingimu seorang. Akan tetapi kalau engkau
138
begini pengecut untuk mengajukan orang
orangmu, jangan mengira aku akan mundur dan
takut. Ngo Cun Sam aku tidak mengenalmu, tidak
punya urusan denganmu akan tetapi karena
engkau hendak maju mewakili nyonya besarmu,
silakan. Lihat, akupun bertangan kosong !”
Sikap pemuda itu yang tenang membuat Ngo
Cun Sam gentar juga. Kalau tidak memiliki ilmu
kepandaian amat tinggi tak mungkin pemuda itu
dapat bersikap begitu tenang menghadapinya
selelah ia mendemonstrasikan tenaganya, ia
menjadi hati hati dan berkata, “Orang muda, kau
sebagai tamu dan lebih muda, kau buka
seranganmu !”
Yu Lee juga maklum bahwa jika dua orang ahli
silat tinggi sudah saling berhadapan dan siap
sedia, maka dia yang menyerang duluan menjadi
lemah kedudukannya. Namun ia tak perduli
karena dari lontaran peti hitam tadi, sedikit banyak
ia sudah bisa mengukur tenaga lawan serta tidak
perlu khawatir. Lalu ia berseru.
“Kau sambutlah !” ia melangkah maju lalu
memukul dada dengan tinju kanannya. Jurus yang
ia pergunakan biasa saja, pukulannya tidak terlalu
keras namun mengandung hawa pukulan yang
antep. Ia hanya mengisi lengannya dengan sinkang
untuk menjaga tangkisan lawan.
Benar saja seperti dugaannya, kakek itu
menangkis dan Yu Lee telah memusatkan tenaga
agar dalam benturan dua tenaga raksasa ini tak
akan merugikannya. Tetapi alangkah kagetnya
ketika tiba tiba lengan kakek itu setelah bertemu
139
dengan lengannya, menjadi licin dan tahu tahu
berbalik cepat menangkap lengan nya.#
Sewaktu Yu Lee mau menarik pulang
tangannya, tiba tiba tubuh kakek itu membalik
dan membungkuk lalu sebuah tenaga …..tak
tertahankan lagi …..mencelat keatas seperti…….
pemuda itu melayang ke………. terbanting pada
langit langit ….. sekali dan cepat ………….. ia
menumbuk …………..di depan.
Ia menggunakan ……….. tangan kaki pada
langit langit seperti seekor cecak, kemudian
mendorong langit langit sambil berjungkir balik ke
bawah, ginkang atau ilmu meringankan tubuh
yang ia perlihatkan ini amat indah dan hebat
sehingga Ngo Cen Sam yang tadinya girang kini
menjadi kecewa.
Mereka sudah berhadapan lagi. Yu Lee
mengerutkan kening. Kakek ini mempunyai ilmu
yang aneh. Ilmu menangkap itu adalah semacam
Eng jiauw kang (Ilmu Cakar Garuda), akan tetapi
ilmu melontarkan itu benar benar hebat dan aneh.
Belum pernah ia mendengar ilmu seperti itu.
Saking herannya Yu Lee menjadi tertarik sekali.
Dalam gebrakan pertama tadi, hampir saja ia
celaka. Kalau tidak memiliki ginkang tinggi tentu
tubuhnya tadi sudah terluka.
Ia kagum akan ilmu tangkap dan lontar yang
aneh ini, semacam ilmu gulat yang belum pernah
dilihat maka ia ingin mencoba lagi. Betapapun juga
ia sudah yakin bahwa dalam hal tenaga dan
ginkang, ia masih memang, maka kalaupun ia
140
mencoba lagi dan tertangkap terlempar, hal itu
takkan membahayakan keselamatannya.
“Kakek she Ngo, kepaadaianmu hebat !” ia
memuji dan kembali ia menyerang dengan
pukulan tangan kiri. Kembali kakek itu menangkis
dan dalam sekejap mata tanpa dapat di cegah lagi
oleh Yu Les lengannya tertangkap dan tak mungkin
terlepas karena sambil menangkap kakek itu
membalikkan tubuh dan kembali kaki Yu Lee
terangkat dan kini tubuhnya tidak terlempar ke
atas seperti yang disangkanya melainkan
terbanting ke atas lantai ! inilah berbahaya sekali.
Secepat kilat, ketika merasa betapa tubuhnya
terbanting. Yu Lee mengerahkan tenaga terkumpul
di pinggang dan ia membuat gerakan Kucing Sakti
Memutar Pinggang.
Keadaan tubuhnya yang terbanting keras itu
tiada ubahnya seperti tubuh seekor kucing yang
ketika terbanting jatuh menggerakkan pinggangnya
sedemikian rupa sehingga kalau tadinya Yu Lee
terbanting dengan kepala di bawah, kini tubuhnya
jungkir balik dan…. tubuh itu terbanting, bukan
kepalanya yang di bawah melainkan kedua
kakinya.
“Bress….” Hebat sekali bantingan itu dan
betapapun lihainya Yu Lee kalau saja ia tadi tidak
cepat cepat membalikan tubuh dan kepalanya
yang…… ia akan terancam bahaya ………….. kedua
kakinya sampai……………………… sampai
disana…………………… kan betapa……….
Kalau Yu Lee…… lah Ngo Cun Sam yang
terkejut dan gentar sekali hatinya. Ia memang
141
berhasil dengan ilmu gulatnya sehingga dua kali ia
berbasil melontarkan dan membanting lawan. Akan
tetapi hasilnya benar benar mentakjubkan dan
jelaslah kini bahwa lawannya yang masih muda ini
benar benar hebat bukan main.
Maka ia segera mengambil keputusan untuk
melakukan serangan terakhir dan mematikan, ia
maklum bahwa pemuda ini memiliki ginkaug yang
amat mahir sehingga setiap kali terancam maut,
dapat menyelamatkan diri.
Kalau saja bantingannya itu dilakukan dengan
kedua tangannya masih memegangi lawan,
agaknya pemuda itu takkan mungkin
membebaskan diri daripada maut tadi.
Di waktu membanting tadi, kalau ia tidak
melepaskan tangan si pemuda, biarpun dengan
cara demikian bantingannya kurang keras, tentu
pemuda itu sukar membalikkan tubuh.
Yu Lee yang merasa kagum kini telah
mengetahui gerakan inti lawan. Kiranya kakek
jenggot putih itu menggunakan gerakan gerakan
mendadak dengan meminjam tenaga lawan serta
juga ganjalan tubuhnya, yaitu secara membalikkan
tubuh sehingra posisi lawan menjadi lemah,
kemudian dengan ganjalan kaki yang memasang
kuda kuda kuat dan gentakan tangan yang penuh
tenaga lweekang, melemparkan atau membanting
tubuh lawan sebelum lawan tahu apa yang akan
terjadi. Ia segera maju lagi menyerang, sengaja ia
melakukan gerakan memukul seperti tadi sambil
berseru, “Hendak kulihat apakah kau masih
mampu membantingku?”
142
Ngo Cun Sam secepat kilat menangkap tangan
kanan Yu Lee yang memukulnya itu, kini
menangkap dengan kedua tangannya, memutar
tubuh dan mengerahkan semua tenaga
lweekangnya mengangkat tubuh pemuda itu dari
belakang tubuhnya.
Namun alangkah kaget dan herannya ketika
tubuh itu sama sekail tak dapat ia angkat. Ia
mengerahkan tenaga lagi. Tidak mungkin ia tidak
kuat mengangkat pemuda itu. Dengan gerakan
seperti ini, ia akan mampu menarik jebol sebatang
pohon berikut akar akarnya.
Masa pemuda ini tak mampu ia rubuhkan !
Mulutnya mengeluarkan suara….. ketika ia
menahan dan bernapas tiba tiba Ngo Cun Sam
berteriak keras, kemudian tanpa ia dapat
mencegahnya , tubuhnya itu melayang ke arah Hek
siauw Kui Bo.
Kiranya
menggunakan
kesempatan
selagi si kakek
itu melepaskan
tenaga untuk
bernapas, Yu
Lee yang tadi
menggunakan
ilmu
memberatkan
tubuh segera
menyerang
kakek itu dan
143
melemparkannya ke arah iblis betina Hek siauw
Kui bo yang menonton jalannya pertandingan
dengan hati gentar.
Melihat datangnya tubuh pelayan kepala ke
arahnya, Hek siauw Kui bo menggerakkan tangan
kiri dengan jari jari tangan terbuka ia mendorong
ke depan dan…. sebelum jari jari tangannya
menyentuh tubuh yang melayang itu hawa
pukulannya saja sudah cukup membuat lontaran
Yu Lee kehilangan tenaga dan tubuh Ngo Cun Sam
terdorong ke samping, jatuh berdiri dan agak
terhuyung.
Keringat dingin membasahi tubub kakek itu, ia
bukan orang orang kasar macam Yeng ce Su go,
maka mengertilah ia bahwa pemuda baju putih
yang amai lihai itu telah membuktikan kata
katanya ketika tadi menyatakan bahwa ia datang
hanya untuk membalas dendam kepada Hek siauw
Kui bo dan ia tidak ingin mencelakakan orang lain.
Buktinya, kalau pemuda itu menghendaki,
bukan banya Yang ce Su go yang tadi dengan
mudah dapat dirobohkannya itu akan dapat
dibunuhnya, juga ia ia sendiri kalau pemuda itu
menghendaki, tentu sekarang sudah roboh tak
bernyawa lagi.
Maka kakek ini tahu diri dan tanpa berkata
sesuatu melangkah mundur, merasa bahwa ilmu
kepandaiannya masih jauh untuk dapat
menandingi pemuda itu.
Hek siauw Kui bo kini bangkit dari tempat
duduknya. Sejenak keadaan sunyi senyap. Yang ce
Su go yang berdiri di sudut memandang dengan
144
jantung berdebar, juga Ngo Cun Sam berdiri
dengan pandang mata penuh ketegangan.
Sepasang mata wanita iblis itu seperti
mengeluarkan cahaya berapi api akan tetapi
mulutnya tersenyum manis.
Kini ia mengerti bahwa ia tak dapat lagi
menghindari pertandingan maut melawan pemuda
ini. Pemuda yang pernah menggigit tengkuknya
sampai terluka.
Satu satunya keturunan Yu Tiang Sin yang
Terlepas dari tangan mautnya. Ia tahu bahwa
sekali ini ia harus bertanding mengadu nyawa
dengan pemuda ini, pemuda yang tampan dan
gagah.
“Orang muda engkau cucu Yu Tiang Sin,
bukan?” tanyanya, suara melengking, mengandung
kemarahan, namun hanya matanya yang
membayangkan kemarahan disamping suaranya,
mulutnya masih tersenyum manis dan wajahnya
berseri, sikapnya tenang.
“Bagus sekali, engkau masih ingat kepadaku,
Hek siauw Kui bo !” jawab Yu Lee sambil
melangkah maju dan mencabut tongkat rotan nya.
“Hmm, siapakah namamu?“
“Namaku Yu Lee. Kau dengar baik baik, Lee
artinya aturan dan aku selain menjunjung tinggi
arti namaku ini. Aku tidak akan menyimpang
daripada aturan dan keadilan. Engkau telah
membasmi semua keluargaku, sungguhpun yang
bermusuhan denganmu hanyalah mendiang
kakekku. Karena itu aku datang untuk
145
menghukummu atau kalau aku tidak mampu,
biarlah aku sempurnakan kejahatanmu dahulu
dengan membunuh pula aku, satu satunya warga
yang lolos dari kekejamanmu. Aku tidak mau
menyangkutkan lain orang, hanya engkau yang
harus binasa di tangan ku, atau aku yang akan
mati di tangan mu. Bersiaplah, Hek siauw Kui bo !”
Dengan gerakan perlahan Hek siauw Kui bo
meraba pinggangnya dan dirasakan sebatarg suling
berada di pinggangnya, ia mengangkat suling itu
kemudian terdengar suaranya yang begitu nyaring.
“Yu Lee, kau bocah……. ! Lihat semenjak
dahulu sampai sekarang, senjataku masih tetap
suling hitam. Akan tetapi kulihat Yu Tiang Sin
yang mengaku sebagai Dewa Pedang ternyata
mempunyai cucu yang rendah sekali, senjatanya
bukan pedang kebanggaan kakeknya melainkan
sebatang tongkat pengemis !” Ucapan ini saja
membuktikan kecerdikan Hek siauw Kui bo.
Ia mengarti bahwa cucu Yu Tiang Sin ini
dahulu ditolong oleh Sin kong ciang Han It Kong
dan mungkin menjadi muridnya. Ia gentar
melawan Han It Kong karena ilmu tongkat kakek
itu luar biasa sekali. Ia pernah menderita
kekalahan pahit oleh ilmu tongkat kakek itu, maka
sampai sekarangpun ia takut justeru kalau
pemuda ini yang menjadi musuh besarnya
menggunakan tongkat pula untuk memainkan
ilmu tongkat Han It Kong yang ia takuti itu.
Sungguhpun ia tidak percaya apakah seorang
pemuda seperti ini bisa mainkan ilmu tongkat
sehebat permainan Han It Kong, namun hatinya
146
akan lebih tenteram kalau pemuda itu tidak
mempergunakan tongkat.
Yu Lee tersenyum lalu menyimpan tongkatnya
kembali di pinggang, kemudian ia membuka
bajunya sehingga gagang pedang yang tertutup
baju itu nampak lalu ia berkata.
“Hek siauw Kui bo, kau tak usah khawatir.
Kalau kau masih menantang mendiang kakekku Si
Dewa Pedang yang belum pernah bisa kau
kalahkan, akulah sekarang menjadi wakilnya. Dan
aku sebagai cucunya akan menghadapimu
memakai pedang untuk membuktikan bahwa kalau
kakeknya Dewa Pedang tentu cucunya tidak asing
bermain pedang pula.”
“Hem, hendak kulihat kepandaianmu !“ Setelah
berkata demikian, Hek siauw Kui bo mendekatkan
ujung suling hitam ke mulutnya dan meniupnya.
Sinar hitam kehijauan menyambar keluar dari
suling, itulah jarum jarum yang amat berbahaya.
Dahulu lima belas tahun yang lalu ia hampir
binasa karena serangan jarum jarum hijau ini
kalau saja ia tidak ditolong olah suhunya, Han It
Kong.
Kini melihat sinar kehijauan itu, ia cepat
mengerahkan tenaga dan menggerakkan kedua
tangannya, digerakkan seperti orang digerakkan
seperti orang mengebut ngebut lalat dan.... jarum
jarum itu semua runtuh di atas lantai, menancap
di lantai dan ada yang menancap di tembok. Itulah
gerakan dari ilmu pukulan Sin kong ciang yang
amat hebat. Hawa pukulannya saja sudah cukup
membuat jarum jarum itu terpukul runtuh.
147
Hek siau Kui bo kaget. Tak salah apa yang ia
khawatirkan bahwa pemuda ini telah mewarisi
kepandaian Han it Kong. Andaikata Dewa Pedang
masih hidup kiranya masih tidak sehebat pemuda
cucunya ini dan Hek siauw Kui bo tentu akan
memilih Dewa Pedang sebagai lawan daripada
murid Han It Kong ini. Akan tetapi hanya sebentar
ia meragu, kemudian ia mengambil cawan berisi
arak yang terletak di atas meja di depannya lalu
tertawa dan berkata.
“Hai, kiranya cucu Yu Tiang Sin bukan orang
sembarangan. Orang muda, saat ini engkau
menjadi tamu agung, biarpun tamu yang hendak
menantang bertanding, selayaknya disambut
dengan arak. Terimalah ini !”
Sambil mengerahkan sin kang di tangannya,
Hek siauw Kui bo melontarkan cawan arak itu ke
arah Yu Lee. Cawan berisi arak itn terputar putar
seperti gasing di udara.
Hebatnya araknya sama sekali tidak tumpah.
Dan terdengarlah suara berdesing, menandakan
bahwa cawan itu terputar amat cepatnya.
Seperti dipegang tangan yang tak tampak
cawan itu bergerak gerak dan selama berputar
cepat, juga membuat gerak lingkaran di udara
seperti ragu ragu hendak turun. Luar biasa sekali
tenaga tak tampak yang mengusai cawan ini,
padahal Hek siauw Kui bo hanya mengulurkan
tangan kanan ke arah cawan. Seakan akan dari
jari jari tangannya yang terbuka itu keluar hawa
yang mengusai cawan arak.
148
Yu Lee dam diam merjadi kagum pula. Sinkang
yang didemonstrasikan lawannya itu banar benar
membuktikan betapa tinggi tingkat kepandaian
Hek siauw Kui bo.
Akan tetapi sebagai murid tunggal terkasih dari
kakek sakti Han It Kong, ia tidak menjadi gentar
karena mengenal ilmu ilmu apa yang dipergunakan
Hek siauw Kui bo itu.
Ia tahu benar bahwa pada akhirnya lawan akan
membuat cawan itu meluncur menyerangnya dan
kalan hal ini terjadi ia akan dapat menangkap
cawan, menangkis atau mengelak. Akan tetapi
kalau secara demikian ia menyambutnya, tentu ia
mendapat malu, apa la'gi kalau araknya sampai
tumpah dari dalam cawan berarti ia tidak
menerima penghormatan nyonya rumah !
Maka iapun mengeluarkan seruan nyaring,
tangan kanan nya didorongkan ke depan dan
cawan arak itu seketika berhenti bergerak di
tengah udara seakan akan terhimpit oleh dua
tenaga raksasa yang tak terlihat.
“Hek siauw Kui bo, jarum jarummu beracun,
arakmu tentu beracun pula seperti hatimu. Aku
tak sudi menerima penghormatanmu, terimalah
kembali !” setelah berkata Yu Lee menambah
tenaga dalam dorongannya.
Hek siauw Kui bo terkejut bukan main.
Kenyataan bahwa pemuda itu masih bisa
mempergunakan seluruh tenaganya, saat ini mulai
terasalah olehnya betapa tenaga dorongannya
membalik, cawan itu terdorong mundur sampai
beberapa jengkal.
149
Ia menjadi marah dan penasaran, lalu
mengerahkan semua tenaganya buat mendorong
kembali cawan itu. Tetapi sia sia, cawan itu tak
bergeming, bahkan makin lama makin doyong
kepadanya.
Harus diakui bahwa seorang tokoh seperti Hek
siauw Kui bo yang sudah malang melintang di
dunia kang ouw selama puluhan tahun, tentu saja
selain lebih berpengalaman, juga memiliki latihan
yang lebih matang daripada Yu Lee, seorang
pemuda berusia dua pulah tiga tahun.
Akan tetapi kenyataan lain yang
menguntungkan buat Yu Lee adalah bahwa dia
seorang pemuda yang masih bersih, belum di
perhamba nafsu nafsunya sehingga darahnya
masih bersih, hawa murni di badannya masih amat
kuat.
Sebaliknya, Hek siauw Kui bo sampai
sekarangpun menjadi hamba nafsu nafsunya, telah
terlalu mengumbar nafsu sehingga tanpa ia sadari,
hawa murni di tubuhnya menipis dan melemah.
Inilah sebabnya mengapa dalam pertandingan
adu tenaga sinking ini segera tampak betapa Hek
siauw Kui bo tak dapat bertahan lama.
Kekuatannya memang masih hebat, namun ia tak
dapat bertahan lama, napasnya mulai memburu,
wajahnya pucat dan dahinya penuh keringat.
Ia tahu bahwa kalau dilanjutkan ia akan celaka
maka untuk penghabisan kali ia mengerahkan
tenaga lalu menyusul tangan kirinya bergerak
mendorong atau memukul dari samping ke arah
cawan arak yang terhimpit di udara.
150
“Braakk...!” Cawan itu pecah dan arak nya
berhamburan seperti air hujan, membasahi lantai.
Karena benda yang menjadi pegangan kini telah
tiada, otomatis pertandingan adu tenaga itupnn
terhenti dan masing masing menurunkan lengan
yang tadi memanjang dilonjorkan lurus ke depan.
Walaupun Yu Lee biasa saja, hanya di dahi nya
…… peluh, akan tetapi wajah Hek siauw Kui bo
pucat, napasnya agak …… nampak lemas.
“Yu Lee bocah sombong …….. menerima
penghormatan…..Kalau begitu …. Dalam
mengampuni ….. kita harus bertanding sampai
mati. Engkau bukan musuh biasa, melainkan
musuh besar, maka petandingan inipun harus
diadakan di tempat yang sesuai. Marilah, cabut
pedangmu dan turuti caraku dengan bermain silat
agar darahmu nanti tidak mengotori ruangan tamu
ini!” Setelah berkata demikian dengan gerakan
gesit wanita tua yang cantik itu meloncat,
memasuki sebuah pintu yang berada di sudut
sebelah kiri.
Yu Lee maklum bahwa di sana bukan tidak ada
bahaya menanti untuk menjebaknya.
Namun ia bersikap waspada dan dengan hati
hati iapun meloncat ke depan, sengaja ia meloncat
dan selalu ia menginjak lantai di mana tadi Hek
siauw Kui bo lewat, ia tidak mau terperosok ke
dalam perangkap karena sangat boleh jadi wanita
iblis itu menggunakan akal muslihat. Juga ia
waspada terhadap sekelilingnya kalau kalau anak
buah wanita itu bergerak.
151
Akan tetapi ia melihat Yang ce Su go dan Ngo
Cun Sam tidak bergerak dari tempatnya, juga
bayangan para penjaga di luar ruangan itu tidak
ada yang bergerak.
Ruangan silat yang dimasuki Hek siauw Kui bo
ini merupakan raungan yang bentuknya bundar,
luasnya cukup untuk bertanding silat dengan garis
tengah tidak kurang dari lima meter, begitu Yu Lee
memasuki ruangan ini tepat di belakang Hek siauw
Kui bo pintu dari mana ia masuk itu tertutup. Hek
siauw Kui bo tertawa dan berdiri di sebelah kiri. Yu
Lee berdiri menghadapinya.
Pemuda ini memandang ke sekelilingnya.
Ruangan ini enak benar untuk berlatih silat atau
untuk samedhi, amat bersih dan tak tampak
sebuah pun perabot yang dapat menjadi
penghalang. Anehnya ruangan yang bundar ini
tidak mempunyai jendela bahkan pintunyapun
hanya sebuah, yaitu pintu yang mereka masuki
tadi dan yang kini sudah tertutup rapat.
Yu Lee menjadi curiga, menduga bahwa dia
memasuki mangan yang penuh perangkap. Akan
tetapi karena ia melihat lawannya juga berada di
situ di depannya, maka ia tidak menjadi khawatir
dan mengikuti setiap gerak gerik iblis betina itu
penuh perhatian.
“Hi, hi hi Yu Lee, sekarang kita saling
berhadapan, tidak ada seorangpun menjadi
penghalang. Hanya dinding putih menjadi saksi
akan kematianmu. Hi, hi, sayang kau pemuda
yang tampan!” Berbareng dengan ucapan ini, Hek
siauw Kui bo menggerakkan sulingnya, menerjang
152
sampai mengeluarkan suara melengking yang
…………….. memekik telinga dan keras. Mendengar
lengking ini terbayanglah di pelupuk mata Yu Lee
peristiwa lima belas tahun yang lalu. Teringatlah ia
akan ayah bundanya, paman pamannya, saudara
saudara misannya yang semua terbunuh oleh
wanita iblis ini. Suara lengking itu makin menusuk
perasaan nya dan tak tertahankan lagi air mata
bercucuran keluar dari kedua mata Yu Lee.
“Heii….!Kau ........ menangis?” Hek siauw Kui bo
menghentikan suara melengking dan
menghentikan pula serangannya, memandang
heran.
Namun Yu Lee kini sudah maju menerjang
dengan pedangnya. Hek siauw Kui bo cepat
menangkis. ”Trangg….” keduanya melompat
mundur karena merasa betapa lengan mereka
tergetar.
Akan tetapi Yu Lee yang masih terisak
menangis itu sudah menerjang lagi dan kini ia
mainkan ilmu pedang yang ia ciptakan sendiri
berdasarkan ilmu sakti Tu kui tung hoat.
Pedangnya bergerak cepat dan berubah menjadi
sinar terang bergulung gulung dan melirngkar
lingkar mengelilingi tubuh lawan. Hek siauw Kui bo
terkejut, cepat ia memutar sulingnya dan meloncat
ke kanan. Kaki kanannya menendang sebuah
tombol kecil di dinding, kemudian membalikkan
tubuhnya sambil memutar suling menangkis dan
balas menyerang.
Pertandingan sudah dimulai dengan hebat nya.
Gerakan iblis betina itu memang cepat dan ganas
153
sekali, dasar gerakannya adalah ilmu silat yang
amat tinggi yang diambil dari pelbagai ilmu silat,
dipilih dan disatukan, diambil sarinya, ilmu
silatnya menjadi amat ganas dan sukar dilawan.
Namun sekail ini Hek sianw Kui bo terkejut.
Bertahun tahun ia mempelajari ilmu, mencari dan
mencipta ilmu untuk menandingi ilmu pedang Yu
Tiang Sin yang lihai sebagai Dewa Pedang. Namun
sebelum ia sempat menandingi Dewa Pedang itu,
kakek Yu Tiang Sin keburu mati tua.
Kini ia menghadapi cucunya dengan pandangan
rendah karena betapapun juga, kalau pemuda ini
bersenjata pedang takkan mungkin lebih hebat
dari pada Yu Tiang Sin. Siapa kira, kini ternyata
ilmu pedang yang dinginkan pemuda ini luar biasa
sekali.
Aneh sekali dan sama sekali bukan ilmu pedang
biasa, melainkan ilmu pedang yang mirip ilmu
tongkat.
Hebatnya, gerakan pemuda ini….. persamaan
dengan ilmu……. yang ia latih, yaitu …… beberapa
kali tahu tahu ….. pedang pemuda itu telah
………………… dengan kelincahannya yang luar
biasa saja, sambil menggulingkan tubuh
menyabetkan suling ke belakang, Hek siauw Kui bo
bisa membebaskan diri dari pedang yang seperti
dapat melengkung lalu menyerangnya dari
belakang biarpun musuhnya itu berada di depan !
Sementara itn Yu Lee merasa gembira karena ia
merasa yakin bisa merobohkan musuh, berarti
akan bisa membalas kematian keluarganya di
samping membasmi seorang manusia yang
154
berwatak iblis. Ia semakin mempercepat
gerakannya dan mendesak terus.
Akan tetapi ia tidak tahu sama sekali bahwa
tendangan Hek siauw Kui bo pada dinding tadi
menekan tombol dan kini dari beberapa lubang
yang tersembunyi di dalam ruangan itu masuklah
asap yang bening warnanya, hampir tak terlihat.
Asap ini makin lama semakin memenuhi kamar.
Tiba tiba Yu Lee mencium bau yang harum luar
biasa lalu seketika itu lehernya seperti tercekik
“Celaka…. !” Serunya dan ia cepat menahan
napas, laju menyerang dengan tusukan maut
sambil terus melompat ke belakang. Ketika ia
sudah menjadi jauh dari lawan, ia melihat Hek
siauw Kui bo tertawa dan di mulut iblis betina itu
sudah tersumpal sehelai saputangan. Ia mulai
melihat pula betapa asap yang halus mulai
bergulung gulung memenuhi kamar itu.
Pada saat itu kembali Hek siauw Kui bo sudah
menerjangnya Terpaksa ia menggerakkan pedang
menangkis, akan tetapi begitu ia bernapas,
lehernya serasa tercekik serta dadanya panas,
kepalanya pening sekail.
“Plakk…!” Paha kirinya terpukul suling. Nyeri
sekail rasanya sampai menembus ke ulu hati.
Dalam keadaan pening tadi ia tak sempat mengelak
sehingga pahanya terpukul juga kini pandangan
matanya tidak terang lagi karena asap mulai
memenuhi ruangan dan bau harum yang
menyesakkan napas mulai meracuninya.
Ia maklum bahwa itu adalah asap beracun yang
entah dari mana telah memasuki ruangan silat.
155
Dan biarpun kepalanya pening, Yu Lee sudah tahu
pula bahwa saputangan yang disumpalkan ke
mulut lawan berfungsi sebagai penyaring, sehingga
lawannya……………………
Yu Lee melompat ke pintu dan pedangnya
menerjang daun pintu.
“Cringg...... !!” ia kaget sekali. Pintu itu ternyata
terbuat dari pada baja yang tebal sekali ! Ia lalu
mengerahkan tenaga dan menubruk pintu dengan
bahunya
“Bengg ….. !” Pintu itu bergetar, bahkan seluruh
ruangan itu ikut tergetar, akan tetapi ia tidak
berhasil mendobrak pintu yang ternyata amat kuat
itu Kembali ia harus melindungi tubuhnya yang
sudah di serang oleh Hek Siauw Kui bo. Dengan
nekad Yu Lee mempertahankan diri sambil
berusaha meloloskan diri dari dalam kamar yang
berbahaya ini. Tetapi kakinya terasa sakit, kepala
nya makin pening, pandangan matanya berkunang
sedangkan dadanya serasa mau meledak karena
terlalu lama ia menahan napas.
Beberapa kali ia menggunakan ginkangnya,
melesat ke atas dan menggunakan pedangnya
membabat langit langit akan tetapi pedangnya
bertemu dengan baja yang keras dan tebal. Tidak
ada jalan keluar lagi baginya.
Jalan satu satunya untuk menyelamatkan diri
hanya merobohkan lawan. Dan hal ini tidak
mungkin karena kakinya sudah terluka dan ia
hampir tak dapat bertahan untuk tidak menyedot
napas padahal udara di dalam ruangan sudah
penuh asap beracun.
156
“Ayah….ibu… ampun anak tak dapat menuntut
balas...!” Akhirnya Yu Lee berseru keras ketika
kembali pundaknya tertotok suling. Ia sudah tak
dapat lagi melihat lawannya, tertutup asap dan
pandangannya sudah gelap, kepalanya sudah
berpusingan, kemudian ia roboh, pingan
JILID V
KETIKA Yu Lee sadar kembali dari pingsannya
dan membuka mata, pertama tama yang terasa
oleh nya adalah rasa nyeri yang amat hebat di
dadanya. ia meramkan matanya kembali
mengumpulkan napas dan tenaga, membersihkan
ingatannya. Teringatlah ia kembali, ia telah roboh
di dalam ruangan silat oleh asap beracun dan
totokan totokan suling ditangan Hek siauw Kui bo
yang lihai, ia menahan diri untuk tidak mengeluh
ketika terasa seluruh tubuhnya sakit sakit dan
kedua lengannya tak dapat ia gerakkan.
Keiika berusaha menyalurkan tenaga ke arah
kedua tangan dan menggerakkan tangannya
ternyata kedua pergelangan tangannya itu
terbelenggu dan berada di belakang tubuh,
tertindih tubuhnya yang telentang. ia membuka
mata. Ternyata ia masih berada di ruangan bundar
itu terbaring telentang di atas lantai dengan
pergelangan kedua tangan terbelenggu.
Dengan susah payah Yu Lee menggulingkan diri
menekuk kedua lututnya dan bangkit duduk.
Untung bahwa kedua kakinya tidak terbelenggu. ia
memandang ke sekelilingnya. Sunyi tiada manusia.
157
Pintu satu satunya itu masih tertutup rapat.
Ruangan sudah bersih dari pada asap beracun,
namun bau harum aneh masih dapat tercium. ia
segera mengumpulkan napas, mengerahkan tenaga
untuk mematahkan belenggu.
Akan tetapi ia meringis kesakitan karena
ternyata bahwa belenggu besi itu agaknya di
pasangi gigi gigi tajam sehingga begitu ia
mengerahkan tenaga, gigi gigi tajam itu masuk ke
dalam kulit dagingnya! Pedang dan tongkatnya
lenyap. ia terbelenggu amat kuat dan penuh
dengan pemasangan gigi baja pada belenggu itu, ia
tak mungkin, dapat mematahkan belenggu tanpa
mengakibatkan pergelangan kedua tangannya.
Yu Lee menarik napas panjang. ia maklum
bahwa ia telah terjatuh ke tangan musuh
besarnya. Mengapa ia tak dibunuh? Mengapa ia
dijadikan tawanan? ia tidak mau memusingkan
kepala memikirkan hal ini. Lalu ia duduk bersila
dan bersamadhi mengumpulkan napas dan tenaga,
memulihkan hawa murni di tubuhnya.
Tak lama kemudian jawaban tiba, jawaban
tentang keheranannya mengapa ia tidak dibunuh.
Jawaban itu beupa terbukanya pintu dan
masuknya Empat Buaya Yang ce kepala kepala
bajak sungai yang terkenal kejam. Mereka masuk
dan menutupkan pintu kembali lalu terdengar
mereka tertawa tawa. Sejenak Y u Lee membuka
mata kemudian menutupkan matanya kembali.
“Ha, ha, ha kiranya hanya sebagini saja
kepandaianmu!” Song Kai tertawa mengejek dan
kakinya terayun keras menendang. Yu Lee maklum
158
akan datangnya tendangan ini. ia berusaha
mengelak akan tetapi sebuah pukulan tangan tepat
mengenai leher kanannya, membuat tubuhnya
roboh bergulingan. ia bangkit kembali dengan
pandangan mata berkunang.
Ketika itu, Song Kai yang tadi merasa
penasaran karena tendangan nya dapat dielakkan
lawan yang sudah luka luka terbelenggu, datang
memukul ke arah dadanya. pukulan yang amat
keras ! Yu Lee maklum bahwa ia terancam bahaya
maut, akan tetapi ia tidak menjadi gentar dan
mengambil keputusan bahwa sebelum tewas ia
akan melawan sebisanya. Cepat ia miringkan
tubuh membiarkan pukulan itu menyerempet
dadanya akan tetapi berbareng kakinya
menendang ke depan tepat mengenaisambugan
lutut Song Kui.
“Aduhh…!” Tubuh Song Kai tergelimpang dan
sabungan lututnya terlepas ! Untung baginya
bahwa keadaan Yu Lee demikian lemahnya, kalau
tidak, tentu akan remuk tulang lututnya.
Marahlah mereka. Berbareng mereka menyerbu
dan karena Yu Lee memang sudah terluka dan
amat lemah tentu saja pemuda ini menjadi korban
pemukulan pemukulan mereka. Tubuh Yu Lee
sampai terlempar ke sana ke mari bergulingan ke
atas lantai. Perutnya kena tendang dan pemuda ini
berusaha bangkit, akan tetapi pukulan keras pada
tengkuknya membuat ia rebab kembali. Akhirnya
ia tak dapat berkutik pula karena pukulan
pukulan dan tendangan tendangan datang bertubi
159
tubi. Mukanya penuh darah yang keluar dari
mulut dan hidung.
"Sudah … sudah twako, jangan sampai
terbunuh dia !” Seorang di antara buaya buaya
Yang Ce mencegah Son Kai yang terengah engah
dan terpincang pincang memukuli pemuda itu
dengan marah. “Toania pesan agar kita jangan
membunuhnya. Kalau dia mati kita celaka !"
Hal ini menyelamatkan Yu Lee Biarpun
tubuhnya penuh luka luka bekas pukulan dan
tendangan, namun keempat orang itu tidak
membunuhnya, sehingga pukulan pukulan dan
tendangan tadi pun hanya merupakaa hantaman
yang melukai kulit daging dan paling hebat
mematahkan tulang, tidak mendatangkan luka
dalam yang membahayakan nyawanya. Namun
siksaan mereka itu cukup hebat membuat Yu Lee
pingsan selama sehari semalam.
Dengan gerakan laksana seekor kucing. Dewi
Suling berloncatan di atas genteng rumah rumah
yang berjajar rapat. Kedua kakinya bergerak cepat
tanpa mengeluarkan suara dan sebentar saja ia
sudah di atas genteng rumah toko obat yaog
terletak di sebelah barat simpang empat.
Seperti biasa, setelah tiba di atas rumah calon
korbannya. Dewi Suling lalu meniup suling
merahnya.
Melengkinglah suara yang merdu, namun
menyeramkan, memecah kesunyian malam.
160
Tiba tiba suara suling itu terhenti dan Dewi
Suling mengeluarkan seruan tertahan ketika
genteng rumah yang diinjaknya itu tiba tiba
bergerak dan kakinya terpeleset. Sebagai seoraog
ahli “jalan malam" maklumlah ia bahwa ada orang
pandai berlaku usil. Siapakah yang memiliki
kepandaian di dalam rumah penjual obat ini?
Tiba tiba terdengar suara angin menyambar ke
arahnya. Dewi Suling cepat miringkan tubuh dan
berloncatan mengelak karena dari bawah
menyambar senjata senjata rahasia.
"Siiuut siuuut siuuut…!" tiga batang hui to
(pisau terbang) menyambar secepat kilat ke
arahnya dan ketika Dewi Suling mengelaknya, tiga
batang hui to itu jatuh ke atas genteng, suaranya
nyaring.
"Cui siauw kwi, mau apa engkau mengacau di
sini? Terdengar bentakan nyaring dan halus.
Dewi Suling cepat rnenengok dan melihat
bayangan hitam berkelebat di bawah. Dengan
ujung ujung kakinya ia mencongkel genteng dan
tampaklah bayangan hitam tadi kini berada di
ruangan belakang rumah obat itu.
Wajahnya berseri, matanya bersinar sinar
ketika melihat seorang pemuda tampan sekali
berdiri di bawah genteng dengan sepasang pedang
di tangan.
Kalau siang tadi ia melihat pemuda putera
penjual obat sebagai seorang pemuda remaja yang
tampan sekali, bermuka bundar dengan kulit
putih, mata jeli dan bibir merah seperti buah tomat
161
masak, kini pemuda tampan itu tidak hanya
kelihatan ganteng juga kelihatan gagah perkasa !
Hal ini sama sekali tak disangka sangkanya.
Pemuda tampan yang disangka lemah lembut itu
ternyata seorang yang berkepandaian dan melihat
lemparan tiga batang hui to tadi membuktikan
bahwa pemuda remaja itu kepandaiannya boleh
juga. Makin gembiralah hati Dewi Suling melihat
kenyataan ini dan seperti sehelai bulu saja
tubuhnya melayang turun melalui lubang yang
dibuat di atas dengan membongkar beberapa buah
genteng.
Lalu ia meloncat turun melalui lubang yang
dibuatnya itu sambil memutar sulingnya dan
tubuhnya melayang ringan ke bawah ke arah
pemuda yang berdiri dengan sepasang pedang di
tangan.
Sepasang kaki Dewi Suling seperti kaki burung
saja ketika hinggap di atas lantai sehingga pemuda
itu diam diam menjadi kaget sekali.
"Kongcu, maafkan kalau aku membikin kaget
padamu. Kedatanganku ini sesungguhnya karena
tertarik kepadamu dan ingin belajar kenal
denganmu. Siapakah namamu dan kenapa begitu
bertemu kau menyerang Cui siauw Sian li Ma Ji
Nio? Ah, tidak kasihankah engkau kalau sampai
hui to mu tadi itu membikin lecet kulitku? "
Dengan lagak genit Dewi Suling mengerling serta
tersenyum.
Sepasang mata yang lebar dan bersinar tajam
itu terbelalak, kemudian bibir yang merah sehat itu
tersenyum. Tampak deretan gigi putih rapi yang
162
membuat hati Dewi Suling menjadi semakin
berdebar. Selama ini belum pernah ia
mendapatkan seorang kekasih yang begini tampan!
Kalau saja pemuda ini memiliki ilmu silat yang
tinggi, sedikitnya seperti tingkat kepandaian dua
orang murid Hap To jin yang telah menghinanya
dan menolak cinta kasihnya, hatinya akan puas
serta tak kecewa untuk seterusnya berteman
dengan pemuda ini.
"Ohh, begitukah? Jadi engkau datang untuk
berkenalan? Cui siauw kwi, namaku adalah Tan Li
Ceng dan soal seranganku tadi yang sayang tidak
mengenai sasarannya adalah karena begitu
mendengar suara sulingmu aku sudah dapat
menduga siapa yang akan muncul. Baru sekarang
aku berrtemu denganmu. Engkau memang seorang
gadis yang cantik jelita, akan tetapi sayang engkau
jahat seperti iblis betina. Disebabkan kejahatanmu
itu lah maka akü tadi menyerangmu dan
sekarangpun aku mau membunuhmu. Lihat
pedang !” Cepat sekali gerakan pemuda itu.
Sepasang pedangnya berkelebat menjadi dua
gulung sinar perak yang "menggunting" dari kanan
kiri.
“Singg!........ singg….!”
Dewi Suling cepat mengelak dan guntingan
sepasang pedanp itu lewat di dekat tubuh nya.
""Eh .. Tan kongcu (tuan muda Tan), nanti dulu…."
"Mau bicara apa lagi? " Si pemuda bertanya,
sepasang alisnya yang hitam hergerak gerak.
Sepasang pedangnya disilangkan di depan dada.
163
Sikapnya gagah sekali sehingga mata Dewi Suling
terpesona melihatnya.
"Tan kongcu, engkau mengapa begini kejam dan
sampai hati menuduh aku jahat? Kejahatan
apakah gerangan yang telah kuperbuat maka
kongcu menuduhku demikian? "
Tan Li Ceng mengeluarkan suara menghina dari
hidangnya yang kecil mancung. "Hemm! Masih
berpura pura suci? Entah sudah berapa banyak
pemuda pemuda yang menjadi korban mu, kau…
kau perkosa dan kau bubuh ! Masih beranikah
menyangkalnya?”
Dewi Suling menarik napas panjang, lalu
berkata, suaranya halus, "Tan kongcu, sudah
bertahun tahun aku mencari jodoh. Banyak sudah
pemuda kupilih, akan tetapi mereka itu hanyalah
laki laki tidak berguna. Mereka itu tiada bedanya
dengan kelinci kelinci gemuk yang hidupnya untuk
disembelih atau burung burung indah yang
hidupnya ditakdirkan buat tontonan serta hiburan.
Dan kalau telah bosan, bagian mereka ialah
kemalian. Aku mau mencari seorang suami yang
cocok, lalu melihat engkau ini..., hatiku rupanya
merasa puas bila bisa berkawan baik denganmu.
Maukah engkau mencoba serta melihat apakah
diantara kita berdua ada kecocokan hati kong cu?
Marilah ikut bersamaku dan kita mencoba serta
rasakan bersama, tentu kau tidak akan kecewa…”
Kemudian dengan sikap genit memikat Dewi
Suling melirik tajam penuh arti.
164
Akan tetapi agaknya Tan Li Ceng yang usianya
paling banyak delapan belas tahun itu masih hijau,
justeru masih hijau dan kurang pengalaman itulah
yang membuat Dewi Suling lebib mengilar lagi.
Pemuda tampan itu membanting kakinya dan
berkata, suaranya membentak, "Perempuan tak
tahu malu! Bersiaplah untuk mampus!" Kembali
pemuda ini menerjang dan sepasang pedangnya
berkelebat cepat bagaikan kilat menyambar.
Dimaki demikian oleh bibir yang penuh merah
menggairahkan itu. Dewi Suling tidak menjadi
marah, bahkan tertawa dan berkata, “Baik sekali,
memang aku ingin memuji kepandaianmu apakah
tidak mengecewakan!” Sulingnya berkelebat
berubah menjadi segulung sinar merah yang
panjang.
"Trang trang ….!
Pemuda itu meloncat ke belakang sambil
menarik kedua pedangnya. Benturan dengan
suling ketika lawan menangkis siang kiam
(sepasang pedang) tadi membuat kedua tangannya
terasa panas dan tergetar hebat !
“Hi, hi, hik. coba kau sambut ini !” Dewi Saling
berkata sambil tertawa dan sulingnya kini
membentuk gulungan sinar merah yang melingkar
lingkar panjang mengurung tubuh Tan Li Ceng.
Pemuda itu kaget sekali mengeluarkan seluruh
kepandaiannya. Sepasang pedangnya membentuk
benteng sinar pedang yang amat kuat sehingga
berkali kali terdengar bentrokan bentrokan nyaring
antara sepasang pedang dengan suling merah.
165
"Ah, hi hik !” Bagus sekali ! Ilmu pedangmu
hebat, tidak kalah oleh mereka. Bagus, kau
tampan dan gagah, aku tidak kecewa, hik hik!”
Dewi Suling girang sekali mendapat kenyataan
bahwa pemuda remaja ini benar benar gagah
perkasa, tidak kalah oleh Ouw yang Tek maupun
Gui Siong, dua orang murid Hap Tojin yang tadinya
ia kagumi. Makin besar rasa cinta kasihnya
terhadap pemuda ini.
Di dunia ini jarang dapat ia temukan seorang
pemuda seperti ini, memiliki ketampanan yang
sukar dicari bandingannya dan memiliki ilmu silat
yang cukup tinggi. Tentu saja belum cukup tinggi
untuk mengatasinya. Ah, di mana bisa bertemu
dengan seorang pemuda yang dapat
mengalahkannya? Kecuali…kecuali pemuda baju
putih yang ajaib itu. Akan tetapi pemuda baju
putih itu gerak geriknya bukan seperti manusia
seolah olah pandai menghilang. Kalau bukan dewa
tentu Setan! Lebih baik mencurahkan
perhatiannya kepada Tan Li Ceng pemuda remaja
yang tampan ini.
Setelah menguji kepandaian pemuda itu sampai
lima puluh jurus lebih, hati Dewi Suling menjadi
puas. Kalau ia mau, dengan bermacam akalnya
yang keji tentu sejak tadi ia sudah mampu
merobohkan pemuda ini. Akan tetapi timbul rasa
sayang yang amat besar di hatinya sehingga ia
tidak ingin melukai pemuda ini. Juga kalau dalam
waktu terlalu singkat ia mengalahkannya ia
khawatir kalau kalau pemuda ini menjadi malu
dan merasa terhina. Maka ia melayani sampai
puluhan jurus.
166
"Wah kau hebat, kongcu ! Aku terima kalah…!
Perlukah pertandingan ini dilanjutkan? Lebih baik
kita bercinta daripada bermusuhan….!”"
Tan Li Ceng tidak menjawab, melainkan
menggeram dan pedannya berkelebat semakin
ganas. Kelihatan bahwa pemuda ini marah sekali.
“Ih, terpaksa ku hentikan kenakalanmu !” Tiba
tiba tangan kiri Dewi Suling mengebutkan sehelai
saputangan merah ke arah muka Tan Li Ceng yang
cepat mengelak dengan jalan miringkan kepalanya.
Akan tetapi kiranya serangan ini bukan serangan
senjata, melainkan serangan hawa beracun sebab
tahu tahu hidang Tan Li Ceng mencium bau harum
luar biasa yang membuat napasnya sesak serta
matanya berkunang kunang.
Waktu itu dipergunakan oleh Dewi Suling buat
melakukan totokan secepat kilat yang mengenai
kedua buah lengannya. Tanpa bisa dicegah lagi
kedua pedang itu jatuh berkerontangan di atas
lantai. Di lain saat, tubuh Tan Li Ceng yang
terhuyung itu telah didekap oleh Dewi Suling.
Karena sewaktu diserang oleh kebutan
saputangan merah tadi Tan Li Ceng telah
membuang muka, maka obat bubuk harum yang
mengandang obat bius itu hanya sedikit saja
memasuki hidungnya dan karena itu hanya
membuat ia pusing dan mabok tidak sampai
pingsan terlalu lama. Setelah lenyap pusingnya
dan kesadarannya pulih kembali pemuda ini
membuka mata. Alangkah kagetnya ia ketika
mendapatkan dirinya dirangkul serta didekap Dawi
167
Suling dan mulutnya tersumbat oleh bibir wanita
itu yang menciumnya mesra penuh nafsu !
Rasa mual naik dari perut pemuda ini. Ia
berusaha meronta, tapi sia sia sebab rangkulan
Dewi Suling itu membuat kedua lengannya
menempel di badan. Demikian kuat serta ketat
rangkulan Dewi Suling yang seperti orang gila atau
mabok mencium mulutnya. Saking marah, muak
dan gugupnya, pemuda ini lalu membuka mulut
tetapi bukan buat membalas ciuman mesra itu,
melainkan buat menggigit bibirnya Dewi Suling.
“Ihh…!” Dewi Suling kesakitan dan terpaksa
melepaskan rangkulannya sambil meloncat
mundur. Dirabanya bibir yang berdarah itu,
matanya melotot, akan tetapi ia tersenyum.
Mukanya merah serta pandangan matanya
bersinar sinar
"Aihh kongcu kau.,.... kau nakal sekali. Betapa
kejamnya melukai bibirku…!”
Akan tetapi Tan Li Ceng sudah meloncat
bangun terus menyambar sepasang pedangnya
yang tergeletak di lantai kemudian menerjang
kalang kabut kepada Dewi Suling dengan
kemarahan meluap luap. Akan tetapi begitu Dewi
Suling memutar suling merahnya itu, semua
terjangan pemuda itu dapat dibendung dan
kembali Tan Li Ceng terdesak serta terkurung oleh
sinar merah yang bergulung gulung dan melingkar
lingkar. Juga saputangan merah yang harum
sudah siap di tangan kirinya, Tan Li Ceng berlaku
hati hati, bersilat dengan cepat serta mengerahkan
semua ilmu silat dan tenaganya, juga waspada
168
menjaga diri dari serangan saputangun merah itu
yang sewaktu waktu bisa dikebutkan ke mukanya
Betapapun juga, suling di tangan musuhnya itu
benar benar amat lihai, sepasang pedangnya tak
bisa balas menyerang lagi hanya di pergunakan
buat melindangi tubuhnya.
“Omitohud…!” Tiba tiba terdengar seruan dan
dari pintu belakang muncul seorang hwesio tua
yang perutnya gendut sekali. Sebagian perutnya
yang di atas terbuka sebab bwesio ini memang
tidak berbaju sehinngga dada serta separah
perutnya itu telanjang. Wajahnya muram dan
alisnya sudah putih. Di lengan kanannya hwesio
ini mencekal sebuah tongkat berkepala naga.
Kalau hwesio ini muncul sambil mengeluarkan
seruan memuja Budha, tetapi orang kedua yang
tiba bersamanya sudah mencabut pedang terus
menyerbu ke depan. Orang ini ialah seorang gadis
manis berpakaian serba hijau berusia sekitar dua
pulah tahun, bertubuh langsing. Pedang
tunggalnya berderak cepat sekakli dan begitu
menyerbu, pedangnya berkelebat menusuk ke arah
lambung kanan Dewi Suling.
“Trang..!!” Pedang di tangan sadis baju hijau itu
membalik lalu ia berseru kaget, sama sekali tidak
mengira bahwa Dewi Suling demikian kuat
tangkisanya. Di lain fihak Dewi Suling mendapat
kenyataan bahwa gadis baju hijau yang baru tiba
ini memiliki sinking sedikitnya tak kalah oleh
pemuda tampan itu, maka ia berlaku hati hati lalu
meloncat mundur.
169
"Suci.. suhu… harap bantu aku membasmi iblis
betina ini!” Tan Li Ceng berseru girang melihat
munculnya dua orang itu.
"Sumoi, jangan khawatir lblis ini takkan bisa
lolos" jawab gadis baju hijau sambil menerjang lagi.
Lalu disusul oleh Tan Li Ceng yang berbesar hati
melihat munculnya guru serta kakak
seperguruannya.
“Trang trang trang…!” Tangkisan suling merah
kali ini amat kerasnya sehinga baik Tan Li Ceng
maupun gadis baju hijau itu terhuyung huyung
mundur. Dewi Suling berdiri dengan suling
melintang di depan dada, mukanya pucat dan
matanya terbelalak ketika memandang Tan Li
Ceng, telunjuk tangan kirinya menunjuk ke arah
muka bekas lawannya.
"Engkau…. Engkau… wanita ….? "
Tadi ketika Dewi Suling mendengar pemuda
tampan itu nenyebut suci kemudian oleh si kakak
seperguruannya disebut sumoi (adik perempuan
seperguruan) ia kaget seperti di sambar halilintar.
Saking kaget dan herannya ia masih penasaran
dan setelah menangkis, kini ia meyakinkan hatinya
dengan pertanyaan itu.
"Cih, perempuan tak tahu nalu dan gila !
Hatimu sudah begitu kotor sehingga matamu buta
tak dapat melihat mana wanita mana laki laki !”
bentak Tan Li Ceng yang sesungguh nya adalah
seorang gadis cantik jelita berusia delapan belas
tahun. Sebagai anak tunggal, Tan Li Ceng amat
dimanja dan karena sudah lajimnya pada jaman
itu orang orang tua ingin sekali mempunyai anak
170
laki laki. Li Ceng diberi pakaian laki laki untuk
mengurangi kecewa ayah ibunya.
Mendengar ini muka yang pucat dari Dewi
Suling berubah marah sekali, sepasang matanya
menjadi muram dan hatinya diliputi kekecewaan
besar. Harus ia akui bahwa ia tadi jatuh cinta
sungguh sungguh kepada “pemuda” ini dan kalau
ia berhasil, ia akan menghentikan petualangan
dengan pemuda pemuda lainnya dan ingin hidup
selamanya di samping “pemuda” yang dicintainya
ini. Sekarang semua harapan itu buyar seperti
asap tertiup angin dan selain rasa kecewa, ia juga
merasa malu sekali dan marah.
“Mampuslah!” Bentaknya dengan kemarahan
meluap luap. Rasa cinta kasihnya yang mendalam
terhadap “pemuda” itu kini berubah menjadi
kebencian yang amat sangat, yang dapat
dipuaskan hanya dengan pembunuhan.
Serangannya hebat bukan main sehingga enci adik
seperguruan itu cepat memutar senjata untuk
menangkis.
“Omitohud... pinceng mana dapat mendiamkan
iblis betina mengganas?” Hwesio tua guru kedua
orang gadis itu berseru dan tongkatnya meayang.
Dewi suling kaget bukan main. Ia sedang sibuk
dengan serangannya, dan kini enci adik
seperguruan itu juga balas menyerang. Secara tiba
tiba ia mendengar desir angin yang demikian
dahsyat yang ditimbulkan oleh tongkat panjang,
maka cepat ia meloncat sambil memutar sulingnya.
Namun, karena ia harus melindungi terjangan
pedang kedua gadis lawannya, dan karena hwesio
171
itu menerjang pada saat ia dalam kedudukan
kurang kuat elakannya tidak sepenuhnya berhasil.
"Bukk!" Ujung tongkat menggebuk
punggungnya. Untung Dewi Suling secepat kilat
sudah miringkan tubub sambil mengerahkan
sinkang ke punggung untuk melawan gebukan ini,
kalau tidak tentu tulang punggungnya bisa patah
patah! Betapapun juga ia masih terlempar dan
jatuh bergulingan, ia terus menggulingkan tubuh
mendekati pintu, kemudian meloncat bangun
sambil memutar suling.
“Gundul keparat! Siapa kau?” Bentaknya.
"Hemm, pinceng Liong Losu, selamanya anti
kejahatan !”
“Tho tee kong …!” Dewi Suling berseru keras
dengan kaget. Gurunya sudah berpesan agar hati
hati kalau bertemu dua orang, yaitu pertama
adalah Tho tee kong Liong Losu si Malaikat Bumi
ini, dan kedua adalah Siauw bin mo Hap Tojin si
Setan Tertawa yang menjadi guru kedua orang
muda yang pernah digodanya. Kini mendengar
hwesio guru kedua orang ini adalah Tho tee kong ia
tahu bahwa keadaannya amat berbahaya kalau ia
melanjutkan pertandingan. Apalagi punggungnya
sudah terluka, sungguhpun hanya merupakan
luka di luar saja.
Sambil meloncat ia mengeluarkan lengking
mengerikan dan pada saat itu tubuhnya sudah
melayang keluar dari pintu.
172
“Iblis betina hendak lari ke mana?" Tan Li Ceng
dan encinya yang bernama Lauw Ci Sian berbareng
membentak marah dan berlumba untuk mengejar.
"Awas.... !” Bentak guru mereka yang sudah
melompat maju dan memutar tongkat.
Dua orang gedis itu terkejut dan merebahkan
diri. Sinar hijsu menyambar di atas tubuh mereka
dan lenyap memasuki dinding. Itulah jarum jarum
hijau yang beracun. Beberapa jarum runtuh oleh
putaran tongkat Liong Losu.
“Kejar…!" Tan Li Ceng yang masih gemas
terhadap Dewi Suling, meloncat keluar disusul
kakak sepeguruannya.
Hwesio tua dan dua orang muridnya itu
mengerahkan ginkang dan melakukan pensgejaran
dengan ilmu lari cepat. Akn tetapi Dewi Suling
sudah lari juuh sekali, kemudian iblis betina itu
meloncat ke dalam sebuah perahu dan
meluncurlah perahunya bagaikan anak panah
terlepas dari busurnya. Guru dan dua orang
muridnya itupun mencari perahu dan terus
melakukan pengejaran.
Tho tee kong Liong Losu adalah seorang
pendeta yang selain berwatak aneh dan berjiwa
pendekar juga seorang yang berhati hati memilih
murid.
Ia tidak pernah mempunyai murid, hanya lima
belas tahun yang lalu ketika ia dan Siauw bin mo
Hap Tojin gagal membela keluarga Yu Kiam sian
dan melihat beapa pendekar sakti Sin kong ciang
Han In Kong mengambil Yu Lee sebagai murid,
173
maka ia mengambil keputusan buat mencari murid
berbakat, sebagai seorang pendeta Budha yang
menempuh hidup suci, Tho tee kong Liong Losu
mempunyai perangai yang halus, maka sesuai
dengan sifatnya ini ialah murid murid wanita.
Maka ia lalu memilih dua orang anak perempuan
sebagai muridnya.
Murid pertama ialah Lauw Ci Sian, seorang
anak perempuan yatim piatu berusia delapan
tahun. Murid kedua adalah Tan Li Ceng anak
perempuan tunggal Tan Kiat pemilik toko obat.
Sesuai pula dengan bakat masing masing, ia
memberikan ilmu pedang tunggal untuk Lauw Ci
Sian serta siang kiam (pedang berganda) buat Tan
Li Ceng, Selama dua belass tahun ia mendidik
kedua orang muridnya itu sehingga mereka
memperoleh ilmu silat yang tinggi serta jarang
menemui tandingannya di antara orang orang
muda jagoan di jeman itu.
Setelah belajar selama dua belas tahun. Tan Li
Ceng yang mempunyai kebiasaan berpakaian
seperti pria itu ialu kembili ke An keng tempat
tinggal ayahnya. Oleh sebab itulah di An keng ia
merupakan seorang “pemuda” baru saja terlihat
oleh Dewi Suling waktu itu. Dan kebetulan pula
malam itu Tho tee kong Liong Losu berserta murid
pertamanya datang berkunjung serta terus malam
itu juga mendatangi rumah Tan Li Ceng.
Kenapa begitu kebetulan? Tidak lain setelah
begitu hwesio tua itu tiba An keng sore tadi lalu
pergi ke kuil yang dihuni oleh lima orang nikouw
174
serta mendengar akan sepak terjang Dewi Suling.
Maka itu buru buru hwesio ini bersama
muridnya mendatangi rumah muridnya yang
kedua untuk nanti diajak bersama sama mencari
serta membasmi Dewi Suling. Tak disangka iblis
betina yang dicari carinya itu justeru berada di
rumah Tan Li Ceng yang disangkanya pria !
Sementara itu, dengan hati gemas Dewi Suling
cepat cepat modayung perahunya pulang ke tempat
tinggal gurunya di Istana Air. Ia telah terluka,
biarpun tidak berat, akan tetapi buat melawan Tho
tee kong serta kedua orang muridnya sendirian, ia
merasa tidak kuat. Ia harus melaporkan kepada
gurunya soal munculnya musuh besar itu. Dan
kekecewaan karena ternyata Tan Li Ceng adalah
seorang gadis membuat ia kehilangan semangat
buat bersenang senang dan bermain main di An
keng.
Malam lelah berganti fajar ketika Dewi suling
naik ke darat dan menarik perahu kecilnya ke
darat pula. Ia heran melihat betapa sepinya daerah
Istana Air. Akan tetapi baru saja ia lari beberapa
meter jauhnya, dari kanan kiri berlompatan keluar
penjaga yang bersenjata lengkap, bahkan seorang
penjaga membentaknya, “Siapa….!”
“Goblok… buka matamu lebar lebar ! Minta
mampus ?” Dewi Suling balas membentak dengan
perasaan mendongkol.
“Ahhh… ampun Siocia ! Ampunkan hamba… di
dalam gelap ini mana hamba bisa mengenali
Siocia? Taunio memerintahkan agar penjagaan
175
diperketat sebab dikhawatirkan datangnya musuh
yang akan menolong tawanan. Maka kami
melakukan penjagaan ketat sambil bersembunyi.”
Lenyap kemarahan Dewi Suling segera ia
tertarik sekali. "Tahanan sipakah orangnya? berani
betul masuk ke sini sampai tertawan.?”
“Seorang pemuda luar biasa, Siocia. Yang ce Su
go maupun Ngo tayhiap (pendekar Ngo Cun Sam)
tak bisa mengalahkannya. Baru Setelah Toanio
sendiri turun tangan, dia bisa ditawan di ruangan
berlatih silat.”
“Pemuda? Siapa…?” Dewi Suling bertanya
heran. Kalau sampai pemuda itu harus dikalahkan
gurunya di dalam tian bu thia ( Ruangan silat),
berarti gurunya tak kuat melawan dan perlu
dengan bantuan alat2 rahasia di tian bu thia.
Alangkah hebatnya kepandaian pemuda itu!
"Entahlah, Siocia Hamba tidak tahu namanya.
Hanya mendengar bahwa dia itu masih
26 -27 tidak ada
Ia telah keluar dari tian bu thia menghilang ke
dalam gelap.
Sementara itu, Tho tee kong Liong Losu
bersama dua orang muridnya Lauw Ci Sian serta
Tan Li Ceng dengan perahu mereka sudah tiba
pula di daerah Istana Air. Melihat perahu kecil
Dewi suling di darat serta melihat pula tembok
bangunan yang besar mereka lalu mendaratkan
perahu dan berlompatan memasuki hutan.
176
"Kita haru berhati hati dan membagi tugas."
kata Liong Losu. "Dinding itu tebal dan kuat, tentu
penjagaannya juga… Awas !!”
Pada waktu itu dari belakang berhamburan
senjata rahasia banyak sekali. Dua orang gadis itu
sudah sejak tadi memegang pedangnya masing
masing lalu cepat mambalikkan tubuh memutar
senjata mereka sehingga terdengar bunyi trang
trang ketika senjata senjata rahasia itu tersampok
berjatuhan.
Liong Losu tahu bahwa senjata senjata rahasia
itu dilepakkan oleh oang orang berkepandaian
biasa saja, ia cuma menggerakkan tangan kirinya
menangkap lalu melemparkannya kembali ke arah
dari mana datangnya tadi.
"Aduh….! Aug…! Ahhh…!” Terdengar jeritan
jeritan dari dalam gelap sebab termakan senjata
rahasia sendiri. Kemudian bermunculan keluar
belasan orang tinggi besar, mereka adalah
anggauta anggauta bajak sungai yang ditugaskan
menjaga di situ. Tadi mereka melihat pendaratan
tiga orang ini akan tetapi mereka sengaja
membiarkan mereka memasuki daerah dekat
dinding Istana Air, baru mereka turun tangan dan
menghujankan senjata rahasia. Alangkah kaget
dan marah hati mereka ketika serangan gelap itu
gagal, bahkan sebaliknya tiga orang teman mereka
roboh. Obor dinyalakan dan berkilauanlah senjata
mereka ketika menyerbu tiga orang tersebut.
Namun, sial nasib para pembajak sungai itu.
Mereka ini seperti segerombolan nyamuk
menerjang api. Begitu Liong Losu menggerakkan
177
tongkatnya dan kedua orang muridnya
menggerakkan pedang dalam waktu beberapa
menit saja mereka sudah roboh tak dapat bangun
kembali.
“Terang di sini sarang Dewi suling dan kaki
tangnnya Kita bagi tugas, kalian berdua menyerbu
dari kanan sana, pineng dari kiri. Dengan demikian
kita memotong jalan keluar mencegah dia
melarikan diri. Dia sudah terluka, tentu kalian
cukup kuat mengatasinya.”
Bagaikan tiga ekor burung malam, guru dan
murid ini melayang naik ke atas dinding dan
memasuki daerah bangunan Istana Air. Liang Losu
melompat ke atas genteng sebelah kiri dan dua
orang gadis itu lari ke kanan yang menjadi bagian
belakang bangunan itu, kemudian melompat pula
ke atas genteng.
Sayang sekali bahwa Liong Losu tidak tahu
akan kejadian sebenarnya dari Istana Air, tidak
tahu bahwa Dewi Suling adalah murid terkasih
Hek siauw Kui bo dan lebih lebih tidak tahu bahwa
di dalam Istana Air yang megah itu berdiam nenek
iblis yang sakti ini ! Kalau ia tahu, tidak nanti ia
membiarkan dua orang muridnya berpisah dari
sampingnya di sarang nenek iblis yang amat lihai
itu.
Dengan ketabahan yang timbul dari percaya
kepada kepandaian sendiri, dua orang pendekar
wanita remaja itu berlompatan di atas genteng dan
langsung menyelidik di bagian belakang ruangan
gedung yang besar dan indah itu. Kemudian
melihat sebuah taman di belakang gedang, mereka
178
melayang turun dan menyelinap di dalam
bayangan pohon, kemudian berindap indap
memasuki ruangan belakang yang diterangi
remang remang.
Dengan sigap mereka berlari ke ruangan ini,
pedang di tangan dan mata memandang ke
sekeliling mencari cari pintu mana yang akan
mereka serbu untuk mencari Dewi Suling atau
menghadapi kaki tangannya.
Tiba tiba terdengar suara ketawa terbahak dan
muncullah empat orang laki laki tinggi besar
memegang golok berat dan seorang kakek
berjenggot putih panjang.
“Ji te (adik kedua), matamu tajam sekali, dalam
gelap begini mengenal gadis cantik jelita. Mereka
ini benar benar muda serta jelita, ha ha ha !" Song
Kai berkata sambil melihat tubuh kedua orang
gadis remaja itu dengan mata melotot. Lalu empat
orang Yang ce Su go itu tertawa tawa cengar cengir
kurang ajar.
“Su wi (tuan berempat) harap jangan sembrono.
Gadis gadis itu bukan orang sambarangan” kata
Ngo Cun Sam.
“Benar benar Ji te bermata tajam ! Kalau bukan
kau yang berkata dua orang gadis cantik, aku
tentu tidak akan mengenal dia ini sebagai seorarrg
gadis. Pantas saja tampan bukan main !" kata pula
Song Kai tanpa memperdulikan peringatan Ngo
Cun Sam terus menuding telunjuk kirinya ke arah
Tan Li Ceng.
179
"Ha, ha, ha, twako, aku seorang ahli
perempuan, mana bisa tidak dapat membedakan
pinggul laki laki dan pinggul perempuan? Lihat
saja pundak dan dadanya, kemudian lihat
tangannya.”
Ternyata kalau Dewi Suling yang telah gila laki
laki tidak mengenal Tan Li Ceng, sekarang keempat
Yang ce Su go yang gila perempuan itu südah bisa
mengenalinya sebagai seorang gadis.
Tan Li Ceng yang telah menjadi bahan
percakapan kurang ajar itu sudah tak bisa
menahan kemarahannya pula. Sambil berseru
keras ia memutar sepasang pedangnya, tetus
menyerang Song Kai xerta adiknya, yang bermata
tajam tadi. Melihat gerakan adik sepergurüannya,
Lauw Ci Sian juga menyerang dua orang auggauta
Yang ce Su go lainnya.
"Trang trang..! Aihh… lihay juga…!”
Song Kai berseru kaget sebab ketika ia dan
adiknya menagkis sepasang pedang Tan Li Ceng,
dengan kecepatan yang sukar diduga pedang itu
mental ke bawah dan membabat ke arah perut
mereka dari kanan kiri seperti kilat menyambar.
Untung Song Kai cepat mengelak mundur bersama
adiknya tetapi ba ju mereka tetap rerobek ujung
pedang. Nyaris kulit perut mereka robek! Kini
mereka tidak berani main main dan harus
mengakui kebenaran yang diterangkan kakek
jenggot putih Ngo Cun Sam tadi. Juga dua orang
Yang Ce Su go lainnya telah sibuk memutar serta
memainkan senjata karena terkurung oleh sinar
180
pedang yang bergulung gulung di tangan Lauw Ci
Sian, gadis baju hijau.
Pertempuran berlangsung seru dan mati matian
karena sambaran pedang dan golok yang
berdesingan serta bersiuran bunyinya itu
merupakan bayangan bayangan tangan elmaut
yang mengerikan, Yang ce Su go boleh menjagoi di
Sungai Yang ce tetapi kini berhadapan dengan dua
orang murid Tho tee kong, mereka terdesak dan
gerakan golok mereka terkurung serta tertindih
sinar sinar pedang kedua gadis itu
Tiba tiba Lauw Ci Sian terkejut sekali karena
merasa ada hawa pukulan yang amat kuat
menerjangnya dari belakang, ia bisa menduga
tentu kakek jerngot putih itu yang menyerangnya
karena sudah sejak tadi ia melihat bahwa kakek
inilah yang terlihay di antara musuh musuhnya.
Cepat gadis lihai ini miringkan bahuhnya
mengangkat sebelah kaki meloncat terus
menendang sementara pedangnya berkelebat te kiri
melindangi tubuhnya dari serangan kedua golok.
Akan tetapi alangkah kagetnya ketika tiba tiba
kakinya yang menendang itu kena ditangkap oleh
kakek jenggot putih ! Sebagai seorang ahli pedang
yang lihai biarpun kaki kirinya tertangkap, namun
ia dapat mencenderungkan tubuhnya ke depan
sambil membebatkan pedang ke arah pergelangan
tangan Ngo Cun Sam.
"Uhhh…!” Kakek itu berseru kaget dan kagum
sekali. Terpaksa ia menarik pulang tangannya
sambil melepaskan pegangan. Ynag ce Su go sudah
menerjang dengan sambaran golok mereka. Golok
181
itu datangnya dari kanan kiri, ketika ditangkis
pedang, dua batang golok itu membuat gerakan
menggunting sehingga pedang Lauw Ci Sian
terjepit. Gadis itu tidak menjadi gugup, cepat
tangan kirinya mendorong sambil kaki kirinya
melangkah maju.
“Dukkk… ! Aduh…!” Seorang di antara kedua
Yang ce Su go terjengkang roboh karena dadanya
terkena pukulan tangan yang halus namun
mengandang tenaga sinkang hebat itu.
Akan tetapi pada detik pukulan Lauw Ci Sian
mengenai sasaran, gadis ini terkejut sekali karena
tiba tiba pinggangnya dipeluk orang dari belakang !
Sebelum ia sempat bergerak, golok lawan kedua
sudah menyambar dari depan. Terpakia ia
menangkis dengan pedang dan pada saat itu Ngo
Cun Sam yang memeluk pinggangnya telah
menangkap tangan kirinya dan terus ditelikung ke
belakang, ilmu gulat kakek ini hebat, maka berada
dalam cengkeraman kakek ini Lauw Cl Sian sama
sekali tak dapat berkutik lagi dan tangan kanannya
yang memegang pedang dapat ditendang lawan
sehingga pedangnya terlepas dan ia tertangkap !
Sebelum gadis itu dapat meronta. Ngo Cun Sam
sudah mengeluarkan tali kulit yang amat kuat dan
membelenggu tangan Liuw Ci Sian kemudian
menendang belakang lututnya sehingga Lauw Ci
Sian roboh terguling.
Tan Li Ceng yang melihat robohnya sucinya dia
menjadi marah sekali. Namun ia tidak dapat
menolong karena pada saat itu orang ketiga Yang
ce Su go juga sudah maju menerjang sehingga ia
182
kini dikeroyok tiga. Orang keempat masih duduk
dan meringis kesakitan sambil mengurut urut
dadanya yang tertonjok tadi.
Tan Li Ceng mengamuk nekad. Sepasang
pedangnya berkelebatan seperti dua ekor naga
sakti mengamuk. Namun tiga orang lawannya juga
bukan orang lemah. Tadi ketika menghadapi dua
orang lawan ia masih dapat mendesak, akan tetapi
sekarang ditambah seorang lawan dan melihat
kakak seperguruannya roboh, ia menjadi gelisah
dan berbalik terdesak hebat.
Lebih celaka lagi baginya, Ngo Cun Sam
kembali menubruknya dari belakang selagi kedua
pedang nya sibuk menangkis tiga batang golok,
dan sekali kena diterkam ia dapat ditelikung dan
pedangnya di rampas, lalu iapun dibelenggu dan
ditendang roboh. Dua orang gadis perkasa itu kini
rebab di atas lantai dengan mata melotot penuh
kebencian. Tan Li Ceng malah segera
mengeluarkan suaranya memaki maki !
"Hemm, dua orang gadis ini lihai. Akn harus
cepat melapor kepada Toanio,” kata Ngo Cun Sam.
Harap su wi suka menjaga agar mereka jangan
melarikan diri atau tertolong teman temannya.
Siapa tahu masih ada kawan kawannya.”
Setelah Ngo Cnn Sam lari untuk melapor
kepada Hek siauw Kuì bo, Song Bau orang termuda
Yang ce Su go yang terpukul roboh tadi, kini sudah
dapat bangkit dan ia mengambil golok nya lalu
melangkah maju. Dengan gemas ia mengangkat
golok untuk dibacokkan ke leher Lauw Ci Sian.
Lauw Ci Sian yang menghadapi ancaman maut
183
dengan mata terbelalak, sedikitpun tidak takut,
berkedip pun tidak.
Akan tetapi Song Kag memegang lengan
adiknya. "Eh goblok! Apakah engknu sebodoh Ngo
Cun Sam? Dia boleh jadi sudah pikun dan
kehilangan semangat, akan tatapi bagi kita, dua
orang cantik jelita seperti ini masa harus
diserahkan kepada Toanio untuk dibunuh atau
kau bunuh begitu saja? Sebelum dibunuh, kita
akan bersenang senang sampai puas lebih dulu.
Ha, ha, ha ! Hayo lekas bawa mereka ke tempat
kita.” Song Kai lalu menyambar tubuh Lauw Ci
Sian dan memondongnya
“Bagaimana kalau Toanio marah?” Seorang
adiknya meragu.
“Bodot ! Kenapa marah? Kita tidak akan
membebaskan mereka !”
Orang kedua Yang ce Su go mengerti akan
maksud kakaknya maka sambil tertawa iapun lalu
memondong tubuh Tan Li Ceng yang berusaha
meronta dan menendangkan kakinya. Akan tetapi
karena kedua tangannya terbelenggu dan laki laki
itu amat kaut, ia tidak berdya dan dapat di
pondong sambil memaki maki.
"Ha, ha, ha, kuda betina ini liar dan ganas
sekali. Biar aku yang menjinakkanya, ha, ha..!”
kata orang kedua yang memondong nya. Empat
orang Yang ce Su go itu lalu melarikan dua orang
gadis tadi ke dalam kamar mereka yang berada
disebelah belakang Istana Air.
184
Terdengar suara empat orang Yang ce Su go itu
teritawa tawa dan juga terdengar makian makian
dua orang gadis yang tertawan, menggema di
dalam gelap.
Yu Lee mengeluarkan keluhan perlahan dan
bulu matanya bergerak gerak, tiba tiba ia menekan
urat urat syarafnya yang akan bergerak, menahan
dirinya yang hentak meloncat. Ia merasa ada
tangan halus membelai rambutnya, bahkan
kemudian hidungnya mencium bau harum. Ketika
terasa olehnya sebuah bibir yang basah melekat di
pipinya, ia terkejut lalu membuka sedikit matanya.
Dari balik bulu matanya ia melihat bahwa yang
sedang mencium dan membelai rambutnya penuh
kasih sayang itu adalah Dewi Suling.
Yu Lee biarpun masih muda namun ia amal
cerdik serta berpikiran luas. Karena ia merasa
bebas dan tubuhnya segar ia bisa menduga
tentulah Dewi Suling yang menolongnya, selaiu ia
siapa lagi yang berani melakukan nya?
Pikiran inilah yang membuat Yu Lee tidak
berontak secara kasar serta di dalam hatinya ia
merasa bersyukur dan amat berterima kasih.
“Aku cinta padamu,…. Oh, betapa cinta ku
kepadamu…!”
Bisikan dari mulut Dewi Suling ini hampir
membuat Yu Lee pingsan lagi ! Ia menggunakan
kepandaiannya untuk menekan perasaan sehingga
jalan darahnya normal dan pernapasannya halus
185
seperti tadi ketika ia berada dalam keadaan pulas
atau pingsan!
Pada saat itu, daun pintu kamar yang terkunci
dari dalam diketuk. Dewi Suling mengangkat
mukanya dari pipi Yu Lee, menengok lalu
menghardik. Kalau tadi bisikannya halus merayu,
kini hardikan nya galak dan keras.
“Setan mana berani menggodaku? Siapa kau? "
“Ampun, Siocia " Terdengar suara laki laki
dari luar. "Hamba diutus Toanio untut memanggil
Siocia. Malam ini Istana Air di serbu oleb musuh
kuat. Bantuan Siocia diperlukan!"
"Ahhh… !" Dewi Suling berseru kecewa lalu
membungkuk lagi mencium bibir Yu Lee sambil
berkata,
“Tidurlah yang tenang dulu, kekasihku!”
Kemudian ia menyambar pedangnya dan keluar
dari kamar menutup kembali serta mengunci dari
luar.
Seolah olah sebuah batu besar yang terlepas
dari menindih perasaan jantung Yu Lee. Lalu
segera menggerakkan kaki tangannya. Hanya
serasa sedikit perih dan sakit di beberapa bagian
luka di mukanya dan tubuhnya, namun untung
lukanya sudah kering dan sembuh. Masih tampak
olehnya obat bubuk putih si atas luka luka itu
maka ia makin berterima kasih kepada Dewi
Suling. Akan tetapi mendengar laporan tadi bahwa
Istana Air diserbu musuh ia menduga duga siapa
yang menyerbu ini. Cepat ia menyamber
pakaiannya yang tertumpuk di sudut pembaringan,
186
memakainya dengan cepat sekali lalu ia menuju ke
arah daun pintu.
Mudah saja baginya buat mendorong daun
pintu secara paksa sehingga terbuka, kemudian ia
meloncat keluar. Teringat bahwa ia tidak
bersenjata, ia lalu meloncat keluar, ke dalam
taman lalu mematahkan sebatang ranting dari
sebuah pohon. Kemudian ia melompat ke atas
genteng melakukan pengintaian.
Suara ketawa tawa dan jerit makian wanita
yang terdengar dari bangunan di sebelah belakang
Istana Air, inenarik perhatiannya lalu seperti
seekor burung garuda ia berlari secepatnya
bagaikan terbang, kemudian ia meloncat ke atas
genteng, dan melihat ke bawah. Apa yang
dilihatnya di dalam kamar di bawah itu membuat
darahnya mendadak menjadi panas sekali. Dua
orang gadis muda remaja yang terikat kedua
tangannya sedang mronta ronta serta memaki
maki, sedangkan enpat orang laki laki yang ia
ketahui sebagai Yang ce Su go sambil tertawa tawa
merenggut dan merobek robek pakaian dua orang
gadis itu sehingga mereka bedua kini menjadi
telanjang bulat!
"Iblis keji bunuhlah kami !” teriak gadis yang
memaki maki tadi sambil meramkan mata.
"Ya, bunuhlah kami… bunuh saja kami !” teriak
gadis kedua dengan air mata bercucuran. Dua
orang gadis itu memaki maki dan tidak takut
melawan maut, akan tetapi ancaman yang mereka
hadapi ini jauh lebih mengerikan daripada maut
sendiri !
187
Akan tetapi empat orang itu cuma tertawa tawa
dan laksana singa kelaparan sedang
memperebutkan dua ekor domba gemuk, lalu
berbareng mereka maju menubruk dengan nafsu
seekor binatang meluap luap,
"Manusia binatang….. !!”
Seruan ini disusul menyambarnya tubuh Yu
Lee ke bawah melalui genteng serta sebelum
satupun diantara tangan empat orang Yang ce Su
go itu dapat menyentuh tubuh dua orang gadis itu
yang telanjang bulat, Yu Lee sudah
menghantamkan tangan kiri yang terbuka jari
jarinya kearah mereka, membuat mereka bagaikan
disambar petir dan terlempar kesana kemari !
Kepala mereka terasa pening dan pandang mata
berputar putar dan sampai beberapa lama mereka
tak dapat bangun. Masih untung bagi mereka
bahwa pemuda itu hanya menghantam mereka
dengan hawa pukulannya saja karena kalau
tersentuh tangan yang penuh dengan ilmu Sin
kong ciang (Tangan Sinar Saki) itu tentu tubuh
mereka tak bernyawa lagi!
Yu Lee cepat mengambil pakaian luar dua orang
gadi itu yang tadi hanya dilepaskan dan tidak
dirobek robek seperti pakaian dalam mereka,
melemparkan dua perngkat pakaian itu kepada
mereka sehingga menutup dua orang gadis itu,
kemudian dua kali tangannya bergerak, tali kulit
yang membelenggu tangan Lauw Ci Sian dan Tan
Li Ceng putus putus semua!
Lauw Ci Sian dan Tau Li Ceng yang melihat
pemuda pakaian putih itu sengaja membalikan
188
tubuh membelakangi mereka, dengan muka merah
sekali cepat cepat mengenakan pakaian luar
mereka kemudian sambil berseru bagaikan seekor
harimau Tan Li Ceng meloncat ke depan Song Kai
dan kakinya terayun.
“Dess...!” Tubuh Song Kai terlempar seperti bola
membentur dinding di mana ia roboh dan
mengaduh aduh.
“Bukk!" Lauw Ci Sian juga menendang
bergantian dua orang Yang ce So go yang
menelanjanginya. Bagaikan dua ekor harimau
betina yang marah mereka menghantam dan
menendangi empat orang Yang ce Su go.
Empat orang kepala bajak sungai itu biarpun
sekarang telah sadar, namun begitu melihat Yu Lee
berdiri disitu dengan tegak dan gagah, semangat
mereka telah melayang dan keberanian mereka
lenyap seperti diterbangkan angin. Bahkan kini
mereka merintih rintih, mengaduh aduh karena
hajaran dua orang gadis itu, kemudian tanpa malu
malu lagi mereka berempat berlutut mengangguk
anggukkan kepala seperti ayam makan padi sambil
minta minta ampun !
Adapun Yu Lee bengong terlongong ketika
melihat bahwa dua orang gadis itu ternyata pandai
ilmu silat! Bukan hanya pandai, malah ahli benar
dan jelas bahwa tingkat kepandaian mereka jauh di
atas tingkat empat orang bajak itu! Saking
herannya, ia hanya bengong saja dan tak dapar
dicegah ketika dengan tiba tiba Tan Li Ceng
menyambar sebatang golok empat orang itu yang
tercecer karena dihajar, kemudian sambil memaki
189
maki disamping terisak menangis, gadis ini empat
kali menggerakkan golok dan… empat buah kepala
manusia menggelinding di atas lantai dan empat
batang tubuh menyemburkan darah dari leher
yang buntung !
“Ahhh…!”
Mendengar suara ini, Tan Li Ceng yang beringas
dan Lauw Ci Sian yang biarpun marah tidak
seganas adik seperguruannya, cepat membalikkan
tubuh dan.. mareka berdua kini yang menjadi
bengong melihat betapa pemuda gagah perkasa
yang telah menolong mereka itu kiní berdri sambil
menangis mengusap usap mata dengan ujung
lengan baju.
"Ihhh! Kau kenapa… “ Tan Li Ceng saking
herannya melangkah maju memegang tangan Yu
Lee dan mengguncang guncangkannya.
"In kong (tuan penolong) apakah artinya ini…?"
Lauw Ci Sian yang lebih mengenal aturan jasa
bertanya saking herannya…. “ahhhh tidak apa
apa…. ah, mengapa manusia dibunuh seperti itu
.....! Akan tetapi…. Eh, eh, mereka memang
jahat… dan aku tidak tahu.......!” Kembali ia
menangis ! Memang luar biasa pemuda ini.
Agaknya peristiwa hebat yang terjadi lima belas
tahun lalu, malapetaka yang menimpa keluarganya
dan yang merenggut nyawa semua keluarganya,
telah mengguncang perasaan pemuda ini sehingga
perasaannya menjadi amat halus dan mudah
tergetar mudah terharu dan tidak tega melihat
manusia terbunuh walaupun ia yakin benar bahwa
empat orang Yang ce Su go ini memang sudah
190
sepatutnya kalau dihukum mati Akan tetapi
karena sama sekai tidak tahu akan keadaaan
dirinya, maka ia menjawab dengan gagap dan
bingung.
"Ah, lekas kita cari suhu!” Tiba tiba Tan Li Ccng
berkata teringat akan guru nya yang memasuki
Istana Air itu dari depan, Sambil bertkata demikian
gadis ini menggerakkan tubuh meloncat keluar
dari dalam kamar melalui lubang atap yang dibuat
oleh Yu Lee tadi.
Lauw Ci Sian mengerling ke arah Yu Lee dan
kebetulan pemuda inipun memandangnya.
Gadis ini tersipu menunduk dengan sepasang
pipi merah, kemudian menghela napas panjang
untuk menekan perasaan yang tidak karuan,
jantungnya yang berdebar debar dan meronta
ronta lalu sekali menggenjot kan kedua kakinya,
tubuhnya sudah melayang mengikuti adik
sepeguruannya.
Yu Lee sejenak tercengang menyaksikan
gerakan dua orang gadis itu yang cukup lincah,
lalu ia pun melayang naik ke atas genteng dan
berkelebat menembus kegelapan malam hendak
mencari musuh besarnya, Hek siauw Kui bo. Kalau
teringat betapa ia dirawat Dewi Suling selama
sehari semalam, karena malam kemarin ia roboh,
hatinya merasa amat tidak enak.
Dewi Suling adalah murid Hek siauw Kui bo.
HeK siauw Kui bo boleh jadi adalah musuh
besarnya pembasmi keluarganya yang harus ia
lenyapkan dari muka bumi. Akan tetapi muridnya
Dewi Suling biarpun ia tahu betul juga bukan
191
seorang baik baik akan tetapi harus ia akui telah
menjadi penolongnya, bahkan telah
menyelamatkan nyawanya !
Kenyataan ini membuat ia menjadi bingung
ketika ia berlompatan di atas genteng mengikuti
dua bayangan gadis cantik yang baru saja
dibantunya itu.
"Suci… dia… dia hebat sekali….” Bisik Tan Li
Ceng ketika melihat bayangan kakak
seperguruannya berkelebat di sampingnya.
Lauw Ci Sian yang lari seperti orang kehilangan
semangat atau seperti dalam keadaan melamun itu
terkejut dan menjawab gagap "… eh, apa…? Ya….
betul." Kemudian mengatupkan bibir rapat dan
menarik napas panjang dari hidugnya yang
mancung.
"Kenapa tidak tanyakan namanya?" Kembali
Tan Li Ceng berkata.
"Soal itu… hemm…. eh, dengar itu sumoi?"
Kedunya berhenti sebentar dan mendengar
suara riuh di sebelah depan Istana Air. Malam
telah mulai menjelang pagi dan di antara
keremangan cuaca fajar, mereka melihat
berkelebatnya banyak orang di depan bangunan
megah itu, juga banyak orang memegang obor.
Menduga bahwa suhu nya tentu beraba di situ
mereka lalu meloncat dan berlari cepat sekali ke
arah depan bangunan.
Dari atas genteng mengintai dan alangkah kaget
hati mereka melihat betapa guru mereka dibantu
seorang tosu bermuka hijau yang bersenjata
192
pedang butut, sedang mengeroyok seorang nenek
yang amat lihai. Biarpun guru mereka sudah
mengamuk dengan tongkatnya dan tosu itupun
ilmu pedangnya amat aneh serta cepat, tetapi
ternyata masih terdesak oleh suling hitam di
tangan nenek itu, suling hitam yang bergulung
gulung menjadi sinar hitam satu mengeluarkan
suara melengking lengking yang menyayat hati.
"Hek siauw Kui bo…!" bisik Lauw Ci Sian.
Sebagai murid Tho tee kong Liong Losu, tentu saja
mereka sudah diceritakan oleh guru mereka
perihal nenek iblis yng amat jahat dan sakti ini.
Mereka tak menduga sama sekali bahwa
mereka bisa bertemu dengan nenek sakti ini
disarang Dewi Suling. Meeka cerdik sekail dan kini
melihat betapa Dewi Suling yang cantik jelita itu
dikeroyok kedua orang pemuda tampan bersenjata
pedang mereka bisa menduga bahwa tentulah Dewi
Suling ini yang lihai tetapi cabul adalah murid Hek
siauw Kui bo si iblis wanita itu.
Lalu mereka melayang turun sambil mencabut
pedang mereka yang tadi mereka temukan di
dalam kamar, kemudian menerjang Hek siauw Kui
bo membantu guru mereka serta si tosu yang
kewalahan.
"Ci Sian! Li Ceng! Kau bantulah dua orang
murid Siauw bin mo itu merobohkan Cui siauw
Sianli si kuntilanak!" teriak Liong Losu karena
selain ia tahu bahwa bisa berbahaya kalau
membantunya sebab saking lihainya Hek slauw
Kui bo juga ia tadi telah melihat bahwa dua orang
pemuda murid sahabatnya itupun terdesak hebat
193
oleh Dewi Suling yang melawan sambil tertawa
tawa mengejek.
Kembali dua orang gadis itu terkejut. Kiranya
tosu yang lihai itu adalah Siuw bin mo Hap Tojin
yang suka disebut sebut oleh guru mereka sebagai
seorang sahabat baik. Dan kedua orang pemuda
itu yang tengah bertempur mati matian melawan
Dewi Suling adalah dua orang murid Siauw bin mo
Hap Tojin.
Mereka cepat menengok dan memang betul dua
orarg pemuda itu terdesak hebat serta terancam
bahaya karena dikeroyok pula oleh puluhan orang
anak buah Dewi Suling yang telah mengepungnya
dan sebagian bersorak sorak melihat betapa empat
orang musuh itu terdesak hebat oleh Toanio
(nyonya besar) dan Siocia (nona) mereka !
Sambil berseru keras sebab masih marah dan
teringat akan penghinaan yang mereka tadi alami,
Tan Li Ceng lalu memutar tubuhnya dan terus
menerjang Dewi Suling yang tengah melawan Ouw
yang Tek dan Gui Siong dua orang murid Siauw
bin mo yang dulu pernah dipermainkan oleh Dewi
Suling. Melihat adik seperguruannya mengeroyok,
Lauw Ci Sian juga terus ikut mengeroyok Dewi
Suling.
"Hi, hi, hi ! Dua orang bagus, kalian mendapat
bantuan dua orang budak budak cilik ini? Hi, hi,
mereka tidak cukup berharga buat melawanku !"
Dewi Suling menyambut kedua pengeroyok baru ini
dengan kibasan sulingnya yang membuat sinar
panjang sehingga dua orang gadis itu kaget sekali
194
lalu melompat mundur memutar pedang
melindungi diri masing masing.
Dewi Suling mengeluarkan suara melengking
keras disusul suara ketawanya lalu berkata,
"Kawan kawan semua, hayo kalian sambut dua
orang budak ini dan kalau tertawan, kuserahkan
kepada kalian untuk bersenang senang!”
Mendengar ini, para pimpinan bajak bajak
sungai menjadi girang sekali. Mereka terus
bersorak dan menyerbu ke depan dengan senjata
mereka sehingga dalam waktu singkat saja Tan Li
Ceng dan Lauw Ci Sian telah terkurung dan
dikeroyok oleh dua puluh orang lebih bajak sungai
yang sudah mengilar melihat kecantikan dua orang
gadis yang dijanjikan mau diserahkan kepada
mereka oleh Dewi Suling.
Pertempuran kini terpecah menjadi tiga bagian.
Siauw bin mo Hap Tojin dan Tho tee kong Liong
Losu sibuk melawan Hek siauw Kui bo. Ouw yang
Tek dan Gui Siong terdesak dan repot melayani
suling merah Dewi Suling, sedangkan Tan Li Ceng
dan Lauw Ci Sian dikeroyok puluhan bajak yang
biarpun kepandaian mereka tidak tinggi tetapi
jumlah mereka amat banyak sehingga dua orang
gadis itu menjadi repot juga.
Di luar kepungan itu masih terdengar banyak
bajak yang memegang obor sambil mengepung
serta bersorak sorak memberi "hati" kepada kawan
kawan mereka.
"Hemm Hap Tojin dan Liong Losu, dua orang
pendeta menjemukan ! Kalian ini sudah tua
bangka mengapa tidak mau menantikan mati baik
195
baik saja di tempat pertapaan, sebaliknya datang
ke sini untuk mati konyol. Menjemukan sekali !”
kata Hek siauw Kui bo sambil menahan tongkat
dan pedang musuh di dalam waktu cuma beberapa
detik saja dengan suling hitamnya. Hebat tenaga
sakti wanita tua ini karena tongkat dan pedang
dari kedua orang lawannya seperti melekat dan tak
dapat ditarik kembali
"Ha, ha, ha ! Hek siauw Kui bo jangan tekebur.
Pinto (aku) tidak ingin mati lebih dulu, karena
pinto ingin tertawa gembira melihat engkau kelak
tersiksa di dalam neraka Bukankah begitu, hwesio
gendut? Nenek macam Hek siauw Kui bo ini
bukankah kelak dipanggang dalam api neraka?”
jawab Siauw bin mo Hap Tojin yang selalu terwatak
riang gembira.
Wajah Liong Losu yang serius itu mengerutkan
kening. “Memang dia ini jahat dan tentu akan di
hukum, semoga saja dia insaf dan menyesali dosa
sendiri lalu bertobat. Omitohud ….!”
Hek siauw Kui bo marah bukan main. Dua
orang lawannya itu terang tidak akan mampu
menang melawannya, namun masih mengeluarkan
kata kata yang ia anggap menghinanya. Maka ia
lalu melangkah mundur dan menarik sulingnya,
kemudian terdengar ia melengking nyaring seperti
lolong serigala kelaparan dan sulingnya bergerak
lebih cepat dari tadi mengeluarkan suaru
melengking tinggi. Dua orang pendeta tua itu tidak
bermain main lagi dan cepat menggerakkan senjata
melindangi diri dan balas menyerang hebat.
196
Dewi Suling juga tertawa tawa mengejek. “Kalau
kalian berjanji mau menakluk, melempar pedang
dan berlutut, mencium ujung jariku tujuh kali, aku
mau mengampuni kalian dan selanjutnya
menjadikan kalian pelayan pelayan pribadiku.
Enak dan senang bukan? Eh, kalan boleh setiap
hari melayani aku hi, hi, hi hik !”
Saking marah dan jemunya. Ouw yang Tek dan
Gui Siong tak dapat menjawab, hanya berseru
marah dan menerjang makin hebat. Namun wanita
cantik baju merah itu hanya tertawa tawa, bahkan
dengan gerakan yang aneh sekali menyeluap
diantara sambaran sinar pedang lawan dan tahu
tahu ujung sulingnya telah menotok ke arah
pergelangan tangan dua orang lawannya secara
bertubi tubi.
Dua orang pemuda itu kaget sekali dan cepat
menarik kembali serangan mereka akan tetapi
tangan kiri Dewi Saling sempat mengelus dan
mencubit dagu Gui Siong yang halus dan putih
sambil tertawa terkekeh genit. Kesembronoan nya
ini hampir mencelakakannyaa, karena dengan
nekad Gui Siong lalu menusukkan pedangnya
tanpa melindangi diri lagi untuk mengadu nyawa
dengan si wanita yang dibencinya itu.
"Aihhh…!" Dewi Guling menangkis keras
sehingga pedang itu terpental akan tetapi tangan
kiri Gui Siong menghantam dan walaupun ia
sudah cepat mencelat, pundaknya masih terpukul,
membuatnya terhuyung ke belakang.
Seperti bernyala sepasang sinar mata Dewi
Suling, "Keparat, kalian sudah bosan hidup. Nah
197
mampuslah !” Kini ia menerjang maju dan
sulingnya, mengeluarkan bunyi melengking seperti
yang keluar dari suling hitam gurunya.
Sementara itu Tan Li Ceng dan Lauw Ci Sian
juga repot sekali. Tadinya mereka mengamuk
ganas dan merobohkan beberapa orang bajak,
akan tetapi empat orang roboh, delapan orang
maju menggantikan dan karena mereka itu
menyerang sambil mengurung, kedua orang tadi ini
akhirnya hanya mampu melindangi tubuh dari
hujan senjata, sukar mencari kesempatan untuk
balas menyerang.
"Hua, ha, ha, nona cantik. Lebih baik menyerah
dan melayani kami sampai puas, ha ha !" Suara
yang kurang ajar terdengar disela sela sorak sorak
menjemukan, membuat dua orang gadis itu makin
marah dan mengambil keputusau untuk melawan
sampai titik darah penghabisan.
Pagi telah tiba dan suara ysng terdengar di tepi
Sungai Yang ce di saat itu amat riuh gemuruh,
seolah olah semua iblis dan setan penghuni sungai
itu muncul dan berpesta pora ditempat itu.
Semua orang gagah yang menyerbu Istana Air
kini berada dalam keadaan terdesak karena fihak
lawan lebih unggul.
Tiba tiba terdengar suara yang menyayat hati,
suara lengking tangis yang amat keras, orang
terisak isak seperti yang menangis akan tetapi
suara ini mengatasi semua suara hiruk pikuk
bahkan mengatasi suara suling dari suling hitam
Hek siauw Kui bo dan suling merah Dewi Suling!
Hebat sekali suara yang tinggi nyaring ini sehingga
198
belasan orang bajak yang tidak memiliki ilmu
lwekang sudah roboh terguling ! Hek siauw Ku bo
dan Dewi Suling terkejut bukan main dan hati
mereka menjadi gentar.
Sesosok bayangan putih berkelebat dari atas
serta sebatang tongkat kecil menahan suling hitam
Hek siauw Kui bo, digetarkan dan.... tubuh Hek
siauw Kui bo terhuyung mundur dengan wajah
pucat ! Pemuda baju putih murid Sin kong ciang
Han It Kong yang ia takuti dan tadinya telah
tertawan di ruangan silat itu kini telah berdiri di
depannya.
Yu Lee dengan tenang menjura di depan kedua
orang pendeta itu sambil berkata “Hap Totiang
serta Liong Losu harap sudi berlaku murah dan
menyerahkan Hek siauw Kui bo kepada teecu
(murid), sebab teeculah yang berhak melawannya.”
Dua orang pendeta itu tadi merasa kaget, heran
serta kagum, betapa seorang pemuda berpakaian
putih ini hanya memakai sebatang tongkat mampu
membikin mundur Hek siuw Kui bo, membuat
mereka teringat kepada Sin kong ciang Han It Kong
serta otomatis mereka juga teringat akan bocah
cengeng cucu Yu Tiang Sin yang diambil murid
oleh pendekar sakti itu.
“Omitohud…..! Kiranya Yu kongcu yang sudah
datang….!” kata Liong Losu.
"Ha ha ha ! Cucu Yu Tiang Sin… Eh, namamu
Yu Lee, bukan? Ha ha ha, si bocah cengeng! Hei,
dengar baik baik Hek siauw Kui bo kini ajalmu tiba
di tangan Pendekar Cengeng buat menebus
199
dosamu terhadap keluarga Yu Tiang Sin
sahabatku, ha, ha, ha !”
Hek Siauw Kui bo marah sekali. Biarpun ia
maklum akan kelihaian Yu Lee, tetapi ia bukan
seorang penakut.
Hek siauw Koi bo terlalu percaya kepada
kepandaian sendiri dan kini ia harus nekad
bertempur mati matian. Cepat ia meniup sulingnya
dan serangkum sinar hitam menyambar ke arah
tujuh belas jalan darah di bagian depan tubuh Yu
Lee. Tetapi pemuda itu dengan kalemnya membuka
tangan kiri serta jari jarinya yang terbuka itu
mendorong dan…. sinar hitam itu runtuh lalu
lenyap membawa jarum jarum halus amblas ke
dalam tanah.
Kembali dua orang pendeta itu kaget serta
kagum. Kali ini mereka merasa yakin betul akan
kesaktian pemuda murid Han It Kong ini yang pasti
bisa menandingi Hek Siauw Kui bo, dua orang
pendeta ini lalu berpaling dan menyerbu Dewi
Suling yang tengah bikin repot dua orang pemuda
itu.
"Ouw yang Tek ! Gui Siong ! Kalian lekas bantu
dua orang nona itu, hajar semua penjahat !” kata
Siauw bin mo Hap Tojin kepada dua orang
muridnya itu.
Ouw yang Tek dan Gui Siong girang melihat
guru mereka yang tadi melawan nenek sakti, kini
tiba bersama hwesio Liong Losu menghadapi Dewi
Suling. Mereka segera melompat mundur lalu
menyerbu puluhan bajak yang mengeroyok kedua
orang gadis yang melawan mati matian itu.
200
Cerai berailah para pengerok dan keempat
orang muda itu menjadi senang dan terus
mengamuk seperti empat ekor burung garuda
menyambar nyambar sehingga pengeroyoknya
berlari serabutan, di dalam gelanggang tempat
mengeroyok empat orang muda itu.
Begitu dua orang pendeta itu datang
menyerbunya, Dewi Suling ……. sudah mendengar
dari gurunya……………………… orang musuh lama
gurunya …. Hap Tojin dan Tho tee kong ternyata
ilmu mereka ………. memiliki tenaga sakti
yang…………………………… tidak menjadi gentar
lalu menyambut serangan mereka dengan ilmu
silatnya yang ganas sekali.
"Omitohud, nona ini tidak kalah ganas oleh
gurunya !” Liong Losu menarik napas panjang
penuh penyesalan ketika menangkis suling itu
dengan tongkatnya. Ia merasa menyesal mengapa
seorang nona begini muda cantik, yang sepatutnya
menjadi seorang isteri dan ibu muda yang tercinta
penuh kasih sayang dari suami dan anak
anaknya, tetapi justeru menjadi seorang wanita
seperti iblis ganasnya.
"Ha, ha, ha, hwesio tua bangka, kau masih
merasa sayang, ya? Ha, ha! Aku berani bertaruh
potong kepala dengan tongkatmu, bahwa iblis
betina ini tentu tidak kalah jahat oleh gurunya,
mungkin lebih jahat serta lebih cabul. Hina sekali.
Ha, ha, ha!"
Dewi Suling marah seperti dibakar hatinya!
mengeluarkan pekik keras lalu menerjang mati
matian, tetapi kedua musuhnya adalah pendeta
201
pendeta yng lihai ilmu silatnya dan pertahanan
mereka seperti batu karang yang kokoh kuat serta
tidak takut diterjang ombak membadai.
Yung paling hebat adalah pertandingan antara
Yu Lee dan Hek siauw Kui bo. Dua orang musuh
besar itu kini berhadapan serta bertempur dalam
dalam keadaan yang menentukan, kalah atau
menang, mati atau hidup. Maklum akan kesaktian
lawan, Yu Lee terus saja memakai ilmu dari
gurunya, yaitu Ta kwi Tung hoat (Ilmu Tongkat
Penakluk Iblis) yang hebat. Dan tangannya kini
memegang sebatang ranting yang biarpun
terdengar aneh, namun sesungguhnya lah bahwa
yang dipgangnya ini merupakan satu satunya
senjata yang paling tepat untuk permainan ilmu
silat Ta kwi tung hoat. Dengan rantingnya ini, Yu
Lee jauh lebih hebat dan berbahaya dari pada
ketika ia melayani Hek Siauw Kui bo dengan
pedang di tangan kemarin dulu. Pedang adalah
sebatang benda baja yang keras, dan biarpun ia
sudah menggunakan ilmu pedang berdasarkan
ilmu Tongkat Pemukul iblis, namun masih tetap
…… ilmu ini adalah ilmu tonpkat, maka ……..lebih
tepat dan enak dimainkan …….. memegang
tongkat. Dan tongkat yang dipegangnya, sebatang
benda lemas,…….. dapat menerima penyaluran
tenaga serta hawa saktinya sehinggs dalam hal
“……….” Dan “menggetar” ranting ini jauh
lebih……… daripada sebatang pedang.
Hek siauw Kui bo melawan dengan….. nekad.
Wanita tua ini memang ……… sulingnya yang
sudah membinasakan lebih dari seribu orang itu
202
kini bargerak cepat, lenyap berubah menjadi
kilatan sinar yang bergulung gulung hitam.
Ia bernafsu sekali buat merobohkan pemuda
ini, sebab maklum bahwa pemuda ini merupakan
batu perintang yang berbahaya baginya. Sekali ia
dapat merobohkan pemuda ini, yang lain lain bisa
mudah dibereskannya. Sambil menerjang, ia
mengeluarkan suara melengking yang merupakan
ilmu terseandiri buat melemahkankan semangat
lawan.
Tetapi Yu Lee dengan tenang melayani,
tongkatnya telah mempunyai gerakan mantap serta
setiap jurus serangan musuh dapat ia punahkan,
mulailah ia mengerahkan semua tenaga serta
perhatian buat memainkan jurus jurus yang
mengurung dan memikat.
Jurus jurus inilah yang ditakuti Hek siauw Kui
bo serta membuatnya kewalahan, karena dulu
ketika melawan Han It Kong, ia pun repot oleh
jurus ini, jurus yang membuat tongkat pemuda itu
kadang kadang tanpa ia ketahui telah mengancam
tubuhnya bagian belakang walaupun pemuda ini
menyerang dari depan !
Hek siauw Kui bo yang menjadi repot sekali
karena tekanan tekanan jurus yang aneh ini serta
beberapa kali hampir saja jalan darah di
punggungnya terkena totokan ujung ranting, ia
lalu mendapat akal. Ia berseru keras serta segera
merobab gerakan, kini memainkan yang ia sebut
Naga Siluman Membela ……..
Gerakan jurus ini betul betul hebat sekali.
Sulingnya berubah menjadi gulungan sinar hitam
203
membuat lingkaran lingkaran seperti angka
delapan berputaran melingkari seluruh tubuhnya
sehingga tidak saja bagian depan yang terlindung,
tetapi di bagian belakang juga terlindung oleh sinar
suling itu!
Benar saja cara bertahan seperti ini membuat
jurus yang dimainkan Yu Lee mulai dapat
terbendung bahayanya.
"Bagus…! Hebat kau, Hek siauw Kui bo!” Mau
tidak mau Yu Lee memuji karena merasa baru
sekali ini selama hidupnya ia bertemu musuh yang
begini lihai serta kosen.
"Mampuslah setan cilik !” Hek siauw Kui bo
memekik keras dan kalau sulingnya kini telah
melindungi tubuhnya menjadi tameng baja, lalu
tangan kirinya bergerak gerak memukul ke arah
dada Yu Lee dengan gerak pukulan tenaga dalam
beracun! Ilmu pukulan Siauw hiat ciang
(Tangan………) semacam ilmu pukulan yang
amat…….. hawa beracun yang disalurkan dalam
pukulan ini bisa membuat orang yang
………….dengan darah menjadi kering ………Hawa
panas yang keluar dari telapak tangan kiri nenek
itu menyambar serta terasa panas oleh diri Yu Lee.
Pemuda ini terkejut, tetapi dengan tenang ia lalu
menahan napas menyalurkan hawa saktinya,
membiarkan dadanya terpukul akan tetapi dengan
cepat sekali tangan kirinya mengetok siku musuh
yang kiri.
"Dess….takkk !"
Hek Siauw Kui bo menjerit kesakitan karena
biarpun pukulannya tepat mengenai dada
204
lawannya, tetapi tulang sikunya juga patah oleh
ketukan jari tangan pemuda itu. Yu Lee terlempar
sampai empat meter lalu terjatuh roboh, tetapi ia
sudah melompat bangkit lagi dengan muka agak
pucat. Sementara itu Hek siauw Kui bo meringis
kesakitan, sejenak termangu, terus sambil
memekik keras tubuhnya melayang naik ke atas
genteng. Tangan kirinya lumpuh dan tangan kanan
masih tetap mencekal suling hitamnya.
“Kui bo hendak lari ke mana kau? " Yu Lee juga
melompat untuk mengejar ke atas genteng. Pada
saat tubuh pemuda ini melayang Hek siauw Kui bo
membalikkan tubuhnya dan dari suling yang
ditiupnya menyambar sinar hitam kehijauan yang
amat berbahaya itu. Jarum jarum beracun !
Yu Lee memutar rantingnya menangkis dan
begitu kedua kakinya hinggap di atas genteng,
nenek itu telah menerjangnya. Mereka melanjutkan
pertandingan di atas genteng Istana Air. Sinar
matahari telah menerangi tempat itu dan kini
pertandingan antara kedua musuh besar itu terjadi
di atas genteng disinari cahaya matahari pagi.
JILID VI
DALAM keadaan sehat saja Hek siauw Kui bo
sudah terdesak hebat oleh Yu Lee, apalagi
sekarang dalam keadaan tulang lengan kirinya
patah, biarpun ia bermain suling dengan tangan
kanan namun ia membutuhkan tangan kirinya
sebagai imbangan gerakan dan juga sebagai
pancingan, ancaman, tangkisan atau serangan.
Dengan lumpuhnya lengan kirinya, ia kehilangan
205
hampir setengah kesaktiannya dan sebentar saja ia
sudah mandi keringat dingin dan menjadi pucat
sekali.
“Yu Tiang Sin! Kenapa bukan engkau sendiri
yang datang membunuhku?” Tiba tiba nenek itu
menjerit dengan suara menyayat hati.
Mendengar ini teringatlah Yu Lee akan
kakeknya, akan ayah bundanya, paman bibinya,
dan saudara saudaranya yang terbunuh iblis ini
dan tak tertahankan lagi ia menangis terisak isak.
Air matanya membanjir ke atas pipinya dan tentu
saja menghalangi pandang matanya.
Dalam keadaan seperti itu, Hek siauw Kui bo
tidak menyia nyiakan waktu. Sulingnya berkelebat
menusuk leher Yu Lee dengan kecepatan yang tak
mungkin dapat dihindarkan lagi. Ya Lee terkejut,
cepat membuang diri kesamping sambil tongkatnya
bergerak dari bawah. Namun patukan suling hitam
itu masih mengenai pundaknya dan darah muncrat
dari daging di atas pundak kirinya.
Akan tetapi Hek siauw Kui bo roboh terguling
sambil menjerit ngeri. Ternyata pada detik yang
bersamaan, ujung ranting di tangan Yu Lee telah
berhasil menotok jalan darah di ulu hatinya
membuat tubuhnya seketika menjadi lemas dan ia
tidak kuat berdiri lagi!
Yu Lee dengan tangan kiri memegangi pundak
dan tangan kanan memegang ranting dengan air
mata bercucuran, melangkah maju di atas genteng
menghampiri lawannya yang masih memegang
suling hitamnya akan tetapi sudah tak berdaya,
rebah miring dan mendekam di atas ganteng.
206
Dua pasang mata bertemu pandang, yang
sepasang penuh kebencian bercampur ketakutan,
yang sepasang lagi penuh kebencian bercampur
keharuan.
Tangan yang memegang ranting menggigil.
Tiba tiba terjadi perubahan pada Wajah Hek
siauw Kui bo. Kini sinar kebenciannya lenyap yang
tinggal hanya ketakutan. Tubuhnya menggigil
mukanya pucat sekali dan bibirnya bergerak gerak
“Jangan ….! Jangan siksa aku…! ah jangan
siksa aku….!”
Ketika Yu Lee melangkah maju setindak lagi,
Hek siauw Kui bo menggerakkan sulingnya dengan
sisa tenaga terakhir ia mengetuk kepalanya sendiri.
Terdengar suara “krakk !” dan kepala nenek iblis
ini pecah! darah dan otaknya berhamburan,
nyawanya melayang entah ke mana!
Yu Lee berdiri dengan muka pucat memandang
mayat musuhnya, kemudian dengan air mata
berlinang ia berdongak ke atas dan memandang
angkasa yang amat indah, dimana awan putih
berarak disinari cahaya kemerahan matahari pagi.
Dalam pandangan mata yang dibikin suram
oleh air matanya, ia melihat seolah olah awan awan
putih itu membentuk wajah kakeknya, Si Dewa
Pedang, wajah ayahnya, wajah ibunya, wajah
paman dan bibi serta saudara saudaranya.
Mereka itu seolah olah tersenyum kepadanya.
Ketika cahaya matahari melenyapkan bayangan
wajah wajah itu, ia menunduk dan terngiang kata
gurunya.
Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments