Selasa, 31 Juli 2018

Cersil Pendekar 6 Tamat

=======
baca juga

“Dewi Suling…!” beberapa orang perwira
menduga ketika mendengar suara itu dan melihat
bayangan …..
“Tangkap penjahat “
“Kepung….!”
Makin ributlah keadaan di situ ketika Dewi
Suling yang sudah melayang terus menyelinap
kemudian jarum jarumnya ia hamburkan dengan
royal sekali. Akan tetapi ia tidak mau
sembarangan membunuh pasukan biasa. Ia
memilih korban dan sebagian basar yang
terjungkal oleh jarum jarumaya adalah para
perwira !
Dewi Suling maklum bahwa kalau ia tidak cepat
cepat pergi, keadaannya akan berbahaya sekali.
Tak mungkin ia seorang diri melawan ratusan
bahkan seribu lebih pasukan di dalam benteng!
Maka ia lalu menyimpan sulingnya, menyelinap
507
dan menggunakan kesempatan selagi keadaan
kacau balau para perwira dan wanita tawanan lari
berserabutan, ia berhasil menerobos keluar
melalui pintu gerbang kecil sebelah kiri,
membunuh lima orang penjaga nya. Ketika
pasukan menyerbu ke situ bayangan Dewi Suling
sudah tak tampak lagi, ditelan kegelapan hutan
hutan di luar tembok benteng.
JILID XII
DEMIKIANLAH karena telah mendengar
percakapan antara perwira di Thian an bun yang
hendak menyerbu barisan pejuang di dalam hutan
maka ketika pasukan bekas pekerja paksa yang
dipimpin oleh Ouwyang Tek, Gui Siong, Lauw Ci
Sian dan Tan Li Ceng, dikurung kemudian dibantu
oleh pasukan di bawah pimpinan Ie Bhok dan Cui
Hwa Hwa. Dewi Suling dapat datang membantu
mereka dan mengamuk dengan hebatnya. Bahkan
ketika pasukan pejuang itu melarikan diri dari
dalam hutan untuk menuju ke daerah pegunungan
di sebelah barat Thian an bun ia pun diam diam
mengikuti pasukan ini untuk menjaga keamanan.
Ketika ia menyaksikan betapa akrab hubungan
antara Ouwyang Tek dan Lauw Ci Sian, dan antara
Gui Siong dan Tan Li Ceng diam diam tersenyum
girang dan bersukur di dalam hatinya bahwa dua
orang pemuda yang pernah ia rindukan dan
kagumi sampai sekarang itu telah memperoleh
pilihan hati masing masing, dan ia mengakui
bahwa pilihannya tidak keliru karena dua gadis
508
murid Tho tee kong Liong Losu itu adalah dara
dara jelita dan perkasa.
Pagi keesokan harinya, pasukan pejuang ini
sudah harus bertempur lagi melawan lima puluh
orang penjaga yang melakukan perondaan di
pegunungan itu. Ketika pasukan Mongol ini tiba di
dekat telaga, tiba tiba mereka disergap oleh para
pejuang dan terjadilah lagi perang yang amat seru
dan hebat. Keadaan pasukan Mongol itu masih
segar dan pasukan itu pun merupakan pasukan
pengawal pilihan dipimpin oleh beberapa orang
perwira Mongol yang kosen. Sebaliknya para
pejuang sudah amat lelah, semalam suntuk
melakukan perjalanan sehabis berperang mati
matian. Untung bahwa di situ selain ada Ouwyang
Tek, Gui Song, Ci Sian dar Li Ceng yang gagah
perkasa, terdapat pula Dewi Suling yang
mengamuk bagaikan seekor naga betina sehingga
sepak terjangnya membangkitkan semangat para
pejuang. Dan pada saat ramai ramainya
pertempuran, muncullah pasukan pengemis sabuk
merah dipimpin sendiri oleh ketuanya, Ang Kwi
Han! Munculnya pasukan pengemis ini merupakan
tanda kehancuran bagi para perajurit Mongol.
Ketika perang selesai dengan robohnya seluruh
anggauta pasukan Mongol, barulah sermüá
pejuang melihat bahwa diantara mereka terdapat
pula Liem Siok Lan, gadis perkasa yang telah
mereka kenal itu ! Tentu saja Ang Kwi Han dan
anak buahnya merasa tidak enak bertemu dengan
gadis ini, juga anak buah Ie Bhok terutama sekali
Cui Hwa Hwa. Akan tetapi dasar Liem Siok Lan
orang gadis yang tidak perdulian, tak kenal takut
509
dan dasar wataknya rlang jenaka, ia tidak perduli
melihat muka yang cemberut kepadanya itu. Akan
tetapi sambil tersenyum rlang ia menyambut
uluran tangan Lauw Ci Sian dan Tan Li Ceng yang
tersenyum dan berkata kepadanya, “Sungguh
bahagia bagi kami dapat bertemu dengan Sian li
Eng cu yang terkenal di seluruh dunia kang ouw!
Dan memang tepat sekali julukan adik, engkau
amat cantik dan manis seperti bidadari !”
Siok Lan menyambar tangan Tan Li Ceng dan
mencela, “Wah wah, siapa tidak melihat sepak
terjangmu tadi ketika mengamuk? Aku masih
kalah jauh, dan engkau menyebutku adik? Ah,
aku melihat engkau tidak lebih tua dari pada aku,
bukankah begitu, enci Ci Sian?”
Dua orang gadis murid Tho tee kong Liong Losu
ini menjadi gembira dan senang sekali kepada Siok
Lan yang bersikap demikian polos dan ramah
jenaka. Segera mereka menjadi sahabat sahabat
baik bercakap cakap dan bersenda gurau. Melihat
ini, mereka yang mendongkol terhadap Sian li Eng
cu, makin merasa tidak enak dan menahan
perasaan mereka. Betapapun juga, Siok Lan telah
membuktikan bahwa gadis inipun ikut berjuang
melawan penjajah, bahkan pernah dijadikan
tawanan penting. Di samping kenyataan ini, juga
mereka semua masih menghormati kakek gadis ini,
yaitu Thian te Sin kiam yang terkenal sebagai
bekas pejuang besar.
Demikianlah, pendekar muda muda yang
perkasa itu berkumpul dalam sebuah pasukan
pejuang yang kuat dan mereka ini bersama
510
pasukannya cukup memusingkan para perwira di
Thian an bun. Apalagi setelah kematian Panglima
Ban Ciang disusul oleh kematian kematian para
perwira lainnya yang hampir terjadi setiap malam.
Kematian kematian aneh yang selalu diawali
lengking tangis mengerikan dan kadang kadang
disertai tulisan darah si korban pada dinding
benteng atau pada permukaan bendera bahwa
selama para perwira Mongol menindas kaum
pekerja paksa dan menculik wanita wanita muda,
maka pembunuhan pembunuhan terhadap para
perwira akan dilanjutkan terus?
Tentu saja semua pembunuhan gelap ini
dilakukan oleh Dewi Suling yang dibantu orang
orang pandai dalam pasukan pejuang itu seperti
Cui Hwa Hwa, Ang Kwi Han, kedua orang pemuda
perkasa murid Siauw bin mo Hap Tojin dan kedua
orang gadis perkasa murid Tho tee kong Liong
Losu, tidak ketinggalan pula Sian li Eng cu Liem
Siok Lan. Selain orang orang gagah ini sering kali
muncul pula secara diam diam Pendekar Cengeng!
Hal ini di ketahui ketika pada suatu malam,
mereka, termasuk pula Dewi Suling mendengar
lengking yang jauh lebih tinggi dan kuat dari pada
lengking yang ia keluarkan kemudian melihat
bayangan putih berkelebat memasuki benteng
Thian an bun dan disusul dengan suara hiruk
pikuk dan geger di dalam benteng lalu kelihatan
asap mengebul di sebelah kiri benteng. Kemudian,
kembali bayangan putih berkelebat tak jauh dari
tempat mereka bersembunyi, lalu turun dan
melepaskan dua orang gadis tawanan yang telah
berhasil diselamatkannya, kemudian sekali
511
berkelebat bayangan itu lenyap. Ditinggalkannya
dua orang gadis tawanan itu di dekat tempat para
pejuang bersembunyi menunjukkan bahwa
pendekar besar itu telah tahu di mana mereka
bersembunyi !
“Yu taihiap….!” Hampir berbareng Ouwyang Tek
dan Gui Siong berseru memanggil.
“Ahh, Pendekar Cengeng ! Kenapa tidak
bergabung dengan kami?” Ang Kwi Han ketua para
pengemis Ang kin Kaipang juga berseru dengan
suaranya yang parau dan nyaring.
“Pendekar Cengeng….!” Dewi Suling juga
memanggil akan tetapi perlahan dan agaknya
mengeluarkan panggilan ini tanga disadari karena
ia kelihatan tercengang kemudian berdiri
termenung.
Semua ini terdengar dan tampak oleh Siok Lan
yang berdebar debar jantungnya. Kiranya benar
Pendekar Cengeng yang kadang kadang muncul
secara rahasia. Tentu telah disampaikan oleh Aliok
segala perasaan bencinya terhadap pendekar itu.
Tampak pula olehnya betapa munculnya pendekar
itu yang hanya sebentar membuat Ci Sian dan Li
Ceng menundukkan muka dan sama sekali tidak
bergerak, seperti orang takut takut atau malu malu
!
Kemudian dari jauh sekali namun dengan suara
yang menggetar tanda bahwa suara itu dikemudian
khikang yang bebat, terdengar si Pendekar
Cengeng menjawab, “Harap cuwi kembali ke hutan,
di sini berbahaya. Aku telah membunuh panglima
mereka yang baru, karena panglima itu kejam.
512
Hormatku kepada semua teman yang gagah
perkasa. Lain waktu aku akan mengunjungi cuwi
di hutan.....!”
Karena dari dalam benteng terdengar suara
ribut ribut dan keadaan memang amat berbahaya
kalau pasukan di dalam benteng itu mengadakan
pengejaran keluar, maka para pejuang ini lalu
pulang ke tempat persembunyian mereka di hutan
sambil membawa serta dua orang gadis remaja
yang tadinya menjadi tawanan dan berhasil
dibebaskan oleh Pendekar Cengeng.
Di dalam perjalanan kembali ke hutan ini,
suasana menjadi sunyi. Seperti biasanya, Dewi
Suling tidak tampak lagi. Memang semenjak
bersama diantara para pejuang, Dewi Suling selalu
menjauhkan diri, hanya bersatu dikala
menghadapi musuh saja. Agaknya wanita ini
maklum bahwa para pejuang itu agak segan
berdekatan dengan dia, maka ia tahu diri dan
selalu menjauhkan diri dari siapapun juga
sungguhpun pada hakekatnya, para pejuang
kagum kepadanya juga bahwa Ouwyang Tek dan
Gui Siong dua orang yang pernah menjadi korban
keganasannya di waktu dahulu itu kini tidak lagi
mendendam atau membencinya.
“Li Ceng, siapakah sebetulnya Pendekar
Cengeng itu? Bukankah dia yang bernama Yu Lee?
Dia itu orang macam apa sehingga gerak geriknya
begitu aneh seperti setan, dan mengapa tidak mau
menemui kita ?” Ditengah perjalanan Siok Lan
berbisik kepada Li Ceng.
513
Gadis cantik berpakaian pria itu menghela
napas panjang. “Ahhhh, siapa orangnya dapat
mengikuti gerak gerik seekor naga terbang di
angkasa yang amat sakti itu? Dia adalah seorang
pendekar yang pada masa kini tiada keduanya Siok
Lan. Dan jangan sekali kali kau menyebutnya
seperti setan karena dia adalah seorang pendekar
besar dan budiman…”
“Pendekar besar apa? Budiman apanya? Aku
anggap dia hanya seorang yang sombong.... !”
Ucapan Siok Lan ini dikeluarkan dengan nada
marah dan agak keras sehingga Ci Sian menengok
dengan mata terbelalak lalu berkata, “Shh… adik
Siok Lan, jangan berkata demikian ! Dia amat
sakti, mungkin sekarang juga dapat mendengarkan
kata katamu !”
Siok Lan makin panas perutnya. Ia
membusungkan dada dan berkata, “Habis, kalau
dia bisa mendengar mau apa dia? Aku sih tidak
takut pada seorang sombong!”
Liauw Ci Sian dan Tan Li Ceng hanya dapat
saling pandang! Untung bahwa yang lain lain agak
berjauhan, sehingga tidak dapat mendengar betapa
Siok Lan memaki maki …………………………
Mereka ini paling dekat pengaulannya dengan Siok
Lan dan telah mengenal Sian li Eng cu sebagai
seorang gadis yang berwatak polos, jujur, berani
mati dan juga aneh, mudah marah dan mudah
gembira, lincah jenaka akan tetapi juga amat
perasa. Mereka tidak bicara lagi karena khawatir
kalau kalau Siok Lan akan menjadi jadi dalam
514
kemarahannya yang aneh terhadap Pendekar
Cengeng.
Malam hari Siok Lan tidak dapat tidur. Hatinya
gelisah kalau ia memikirkan Aliok. Mengapa
sampai begitu lamanya pelayannya itu tidak
muncul? Dan mengapa pula Pendekar Cengeng
yang sudah muncul itu seolah olah selalu
menghindarkan diri dari padanya? Menurut Li
Ceng, sudah beberapa kali selama ini Pendekar
Cengeng menemui para pejuang, bahkan mengatur
siasat bersama sama mereka. Perjuangan mereka
berhasil baik. Sudah tiga kali semenjak Panglima
Ban Ciang dibunuh Dewi Suling, panglima
panglima baru yang menjabat sebagai komandan
Thian an bun, dapat mereka bunuh sehingga
sekarang kabarnya kota raja mengirimkan seorang
panglima yang selain amat lihai ilmunya juga tidak
kejam seperti panglima panglima yang lain.
Panglima baru ini yang namanya Ouw Beng Tat,
bekas panglima kerajaan Sung selatan adalah
orang tokoh besar dalam dunia kang ouw karena
dia adalah seorang berilmu tinggi dan dahulu
terkenal membela kerajaan Sung Selatan. Setelah
kerajaan Sung jatuh, fihak Mongol yang melihat
seorang yang amat benguna ini tidak
membunuhnya begitu saja, melainkan berhasil
membujuknya dan mengangkat orang yang pandai
ini sebagai seorang panglima di kota raja. Kini,
melihat keadaan Thian an bun yang didorong
dorong oleh kaum pejuang, kaisar sendiri
mengutus Ouw beng Tat untuk menenteramkan
keadaan di Thian an bun dan menjaga agar
515
pekerjaan penggalian terusan itu dilaksanakan
dengan baik.
Ouw Beng Tat dapat ditundukkan karena orang
gagah ini amat kagum terhadap Jengis Khan,
pendiri kerajaan Mongol yang juga adalah seorang
gagah perkasa yang sukar dicari bandingnya. Ia
dapat menghargai pengangkatan dirinya dan ketika
menerima tugas di Thian an bun ia segera
mengambil langkah langkah penting. Pertama tama
ia menurunkan perintah dan peringatan tegas
terhadap semua perajurit agar tidak lagi
menangkapi wanita wanita, bahkan wanita wanita
yang masih dikeram di situ semua dibebaskan,
mendapat pesangon dan dikirim pulang ke
kampung masing masing. Untuk keperluan para
perwira anak buahnya, ia memerintahkan agar
dicarikan wanita wanita pelacur yang dipekerjakan
di Thian an bun. Panglima yang pandai ini
mengerti kalau kebutuhan jasmani para pasukan
tidak dipenuhi sukar mencegah terjadinya
gangguan terhadap wanita wanita baik baik, selain
ini, langkah kedua yang amat penting telah pula
diambilnya yaitu memperbaiki jaminan bagi kaum
pekerja paksa. Mereka ini tentu saja tidak
mendapat upah, akan tetapi setidaknya, jaminan
hidup bagi mereka dicukupi setiap hari mendapat
makan dan cara bekerja diatur secara bergilir !
Tindakan ini amat menguntungkan pemerintah
Goan sendiri, karena setelah para pekerja
mendapat makan cukup dan istirahat cukup, daya
kerja mereka meningkat. Juga jangka waktu kerja
paksa ini diatur, yang lama dibebaskan untuk
diganti yang baru, sedangkan istilahnya juga
516
dirobah, bukan lagi kerja paksa, melainkan kerja
bakti !
Memang harus diakui, perjuangan orang orang
gagah yang masih menyembunyikan diri di hutan
hutan sebelah barat Thian an bun berhasil amat
baik. Tentu saja mereka tidaklah mungkin dapat
mengusir penjajah atau mengalahkan barisan
penjajah yang amat banyak itu. Namun memang
bukan itu tujuan utama mereka melainkan
disesuaikan dengan keadaan mereka yang hanya
terdiri dari ratusan orang. Tujuan mereka adalah
mencegah terjadinya penindasan penindasan dan
menolong rakyat. Kalau keadaan rakyat tidak
tertindas lagi, dan kalau mereka dapat bergabung
dengan barisan pejuang lain yang lebih besar,
barulah mungkin mereka akan memikirkan
perjuangan untuk membebaskan tanah air dari
tangan penjajah.
Siok Lan melamun seorang diri di dalam hutan.
Biasanya ia tidur bersama Li Ceng d Ci Sian di
bawah sebatang pohon besar akan tetapi malam
itu ia menyendiri di tempat gelap. Hatinya risau
mengingat Aliok, juga penasaran mengingat
Pendekar Cengeng. Malam malam yang lalu ia
tidak begitu sedih karena terhibur oleh pekerjaan
mengacau Thian an bun. Akan tetapi semenjak
Ouw Beng Tat merobah peraturan dan
memperketat penjagaan, para pejuang menjadi
menganggur dan mulai ia teringat akan urusan
pribadi, ia harus menemui Pendekar Cengeng !
Ia teringat akan cerita Li Ceng bahwa pendekar
itu kalau datang di waktu malam, datang dan pergi
517
tanpa di ketahui orang lain kecuali mereka yang
hendak dijumpainya. Teringat akan ini, Siok Lan
lalu bangkit dan bergerak menyelinap di antara
pohon pohon dan malam yang gelap. Biarlah
pikirnya, aku akan melakukan perondaan dan
pergintaian. Masa aku tidak akan dapat bertemu
dengan nya? Kalau ia datang menemui seseorang
di hutan ini, tentu aku akan dapat melihatnya dan
aku akan keluar, langsung menantangnya! Atau
terus saja menyerangnya? Jantungnya berdebar
dan tanpa disadarinya lagi, jari tangan kanannya
meraba gagang pedangnya.
Malam itu tidak terlalu gelap. Sinar bulan
menerobos di antara celah celah daun pohon dan
Siok Lan dapat melihat ke depan dalam jarak
sepuluh tombak. Ia terus menyelidik dan
menyelinap di tempat tempat gelap. Para pejuang
sudah banyak yang tidur dan hanya mereka yang
bertugas jaga saja yang masih berdiri di tempat
penjagaan dan ada pula yang meronda. Akan tetapi
tak seorangpun dapat melihat Siok Lan yang
bergerak hati hati dan melangkah dengan kaki
ringan sekali.
Tiba tiba gadis ini menghentikan gerakan nya
karena ia melihat sesosok bayangan putih
berkelebat cepat di sebelah depan. Tubuh yang
ramping dan pakaian yang putih itu segera
dikenalnya baik baik. Dewi Suling! Hatinya
berdebar. Juga Dewi Suling bergerak seperti dia,
tidak sewajarnya berjalan biasa melainkan
menyelinap dan dengan hati hati seperti orang
hendak mengintai. Ia lalu diam diam mengikuti
dari belakang dan cepat menyelinap di balik pohon
518
ketika ia melihat Dewi Suling melayang naik ke
atas pohon dan diam tak bergerak. Kagum ia
menyaksikan cara Dewi Suling melompat ke atas
pohon, separti burung saja. Harus diakuinya
bahwa di antara para pejuang yang berkumpul di
hutan itu hanya ada tiga orang yang lebih tinggi
ilmunya daripadanya. Pertama adalah Cui Hwa
Hwa kedua Ang Kwi Han dan ketiga adalah Dewi
Suling. Terutama Dewi Suling ini yang ia tahu
amat lihai, lebih lihai daripada Cui Hwa Hwa atau
Ang Kwi Han !
Kini tahulah ia bahwa Dewi Suling diam diam
juga mengintai, seperti dia dan jantungnya
berdebar tegang ketika ia melihat seorang bertubuh
tinggi tegap berpakaian putih berdiri menghadapi
Ouwyang Tek dan Gui Siong. Agaknya mereka
bertiga sedang bicara dengan keras nadanya
seperti orang bertengkar. Sayang pada saat itu,
orang yang berpakaian putih itu memutar tubuh
sehingga membelakanginya, akan tetapi biarpun ia
hanya melihat dari belakang, ia menduga bahwa
dia itulah orang yang dicari cari. Dialah Pendekar
Cengeng ! Dan ia makin yakin akan kebenaran nya
ketika mendengar Ouwyang Tek menyebut “Yu
taihiap” kepada orang itu. Dialah Si Pendekar
Cengeng Yu Lee tunangan nya yang amat sombong
terhadap dirinya ! Ingin ia melompat dan
menerjang orang sombong itu, akan tetapi betapa
ia dapat melakukan hal ini kalau Pendekar
Cengeng sedang bercakap cakap dengan dua orang
pemuda itu dan di situ terdapat pula Dewi Suling
yang mengintai? Sama halnya dengan membuka
kedok sendiri. Tidak, ia harus menanti, dan
519
percakapan antara mereka bertigapun amat
menarik hatinya. Seperti halnya dengan Dewi
Suling yang berdiam di atas pohon tak bengerak
Siok Lan pun diam tak bergerak di balik batang
pohon, agak jauh di belakang Dewi Suling.
Terdengar olehnya orang berpakaian putih itu
berkata setelah menarik napas panjang, suaranya
halus, “Sudahlah, harap jiwi sudahi saja urusan ini
dan harap jangan mendesak aku yang tidak
merasa bersalah.”
Ouwyang Tek membantah, suaranya tidak
sabar, “Memang, Yu taihiap. Kami berduapun tidak
menyalahkan taihiap. Ketika itu, kedua nona Ci
Sian dan Li Ceng tertawan penjahat dan tentu
akan mengalami bencana hebat kalau tidak taihiap
menolong mereka. Akan tetapi…” Pemuda tinggi
besar yang tak pandai bicara ini tak dapat
melanjutkan kata katanya, termanggu manggu dan
mengepal ngepal tinju nya yang besar. “Pendeknya,
Yu taihiap harap sudi menerima mereka menjadi
isteri isteri taihiap, kalau tidak….”
“Kalau tidak bagaimana, saudara Ouwyang'“
Pendekar Cengeng bertanya nada suara nya
membayangkan kekesalan hati.
“Terpaksa kami menantang taihiap untuk
menyelesaikan urusan ini di ujung senjata! Kami
rela mati….”
Melihat keadaan suhengnya yang sukar bicara
itu Gui Siong melangkah maju dan dia berkata,
suaranya lancar dan ramah tidak seperti Ouwyang
Tek, namun mengandung ketegasan, “Harap Yu
taihiap suka mempertimbangkan. Kedua orang
520
nona itu adalah nona nona yang suci dan gagah
perkasa. Taihiap telah menolong mereka berdua
ketika ditawan dan dalam keadaan telanjang bulat.
Sebagai dua orang nona yang suci, tentu saja hal
ini bukan urusan kecil. Bagi mereka, terlihat oleh
seorang pria dalam keadaan seperti itu merupakan
hal yang hanya dapat ditebus dengan nyawa
kecuali kalau yang melihatnya adalah calon suami
mereka. Maka, sekali lagi, kami berdua mohon
dengan hormat supaya taihiap melimpahkan
kebijaksanaan, sudilah memperisteri mereka untuk
mencuci aib dan noda itu Kami berdua sudah
bersumpah untuk membereskan urusan ini, kalau
perlu kami sanggup berkorban nyawa di depan
taihiap demi kebahagiaan kedua orang nona itu.”
“Hemm…. mana ada aturan seperti ini? Jiwi
(kalian) terang mencinta mereka berdua, mengapa
memaksa aku harus memperisteri mereka? Tidak
saudara Ouwyang dan saudara Gui aku tidak
mungkin dapat menerima permintaan kalian ini.
Ketahuilah, bahwa urusan jodoh bukan urusan
sembarangan. Kalian mencinta mereka dan aku
dapat menduga bahwa merekapun mercinta kalian,
kenapa tidak kalian berdua yang menjadi suami
mereka?”
“Apakah taihiap tidak mencinta mereka?” tanya
Ouwyang Tek tidak percaya. Masa di dunia ini ada
laki laki yang tidak mencinta dua orang murid
Liong Losu itu, terutama Lauw Ci Sian !
“Hemm…. akupun seorang manusia biasa
saudara Ouwyang. Kalau kalian dapat mencinta
orang akupun dapat. Dan aku… aku sudah
521
mempunyai pilihan hati sendiri tak mungkin aku
menikah dengan orang lain, apalagi dengan kedua
orang yang menjadi pilihan hati jiwi !”
“Tidak ! Keputusan kami sudah pasti ! Yu
taihiap harus mengawini mereka untuk menebus
dia dari malu, kalau tidak mau, terpaksa malam ini
juga kita selesaikan di ujung senjata.”
“Betul seperti yang dikatakan suheng, Yu
taihiap. Tekad kami suuah bulat, malam inilah
keputusan terakhir. Tinggal taihiap pilih, menerima
mereka sebagai isteri atau… taihiap harus
membunuh kami berdua lebih dulu sebelum dapat
menolak mereka begitu saja !” kata Gui Siong.
Pendekar Cengeng kelihatan marah. “Hemm....
kalian ini orang orang muda yang keras kepala tapi
bodoh. Hentikan permainan gila ini !”
“Apakah Yu taihiap takut menghadapi kami
berdua? Kalau takut dan merasa tidak adil biarlah
kami maju seorang demi seorang sungguhpun
dengan maju berdua kami masih bukan
tandinganmu.” Kata Ouwyang Tek
Kini Pendekar Cengeng menjadi marah.
“Baiklah kalian yang minta, bukan aku. Nah, mari
kita main main sebentar!”
Berdebar jantung Siok Lan. Dia tidak tahu apa
urusannya maka sampai terjadi peristiwa yang
membingungkan itu. Apakah… apakah Pendekar
Cengeng tunangannya itu selain sombong tidak
memandang mata kepadanya juga telah melakukan
sesuatu terhadap Ci Lian dan Li Ceng? Karena
kalau hanya menolong mereka dalam keadaan
522
telanjang bulat begitu taja tidak mungkin dua
orang muda yang mencinta dua orang gadis itu
begitu bernafsu menantang Pendekar Cengeng.
Tidak tentu Pendekar Cengeng telah melakukan
pelanggaran susila. Ah Celaka benar. Tunangan
nya ini biarpun seorang pendkar ternyata seorang
laki laki cabul! Naik sedu sedam dari dadanya akan
tetapi Siok Lan menahan nya dan terus mengintai.
Ia melihat ke atas di mana tadi Dewi Suling
bersembunyi akan tetapi alangkah herannya ketika
ia tidak lagi melihat adanya wanita itu yang entah
sejak kapan telah pergi agaknya, ia tidak
memperdulikau lagi kepada Dewi Suling yang telah
lenyap, melainkan mencurahkan perhatiannya ke
depan dengan jantung berdebar. Dua orang murid
Siauw bin mo Hap Tojin itu telah mengeluarkan
senjata mereka, yaitu pedang yang mengeluarkan
sinar berkilau tertimpa cahaya bulan. Di lain fihak
Pendekar Cengeng sudah memungut sebatang
ranting pohon yang banyak terdapat di bawah
pohon.
“Harap keluarkan senjatamu, Yu taihiap !
Ataukah engkau begitu sombong dan memandang
rendah kami sehingga hendak menghadapi pedang
kami dengan ranting itu?” Tanya Ouwyang Tek.
“Hemm, harap kau jangan memandang rendah
ranting di tanganku, saudara Ouwyang ! Atau
barangkali engkau belum mendengar akan imu
silatku Ta kwi tung hwat?”
Mendengar Pendekar Cenceng menyebut nama
ilmu Silat Memukul iblis itu, marahlah Ouwyang
Tek, yang mengira bahwa pendekar itu
523
menyamakannya dengan iblis. “Bagus! Kau lihat
pedangku !” Dengan gerakan dahsyat Oawyang Tek
menerjang dengan pedangnya, diikuti, oleh
sutenya.
Siok Lan menonton dengan jantung berdebar. Ia
melihat betapa gerakan pedang Oawyang Tek benar
benar dahsyat dan mengandung tenaga amat besar
setiap melakukan penyerangan. Adapun ilmu
pedang Gui Siong juga indah dan berbahaya sekali,
gerak geriknya halus akan tetap mengandung
banyak gerak tipu yang menyesatkan lawan.
Pantaslah Ouwyang Tek memiliki ilmu pedang yang
disebut Pek hui kiam hoat (Ilmu Pedang Kilat)
sedangkan Gui Siong memiliki ilmu pedang Bi
ciong kiamhoat (Ilmu Pedang Menyesatkan)
sehingga ilmupedang mereka itu memiliki sifat sifat
yang berbeda, bahkan bertentangan. Ia diam diam
harus mengakui bahwa kalau dia dikeroyok oleh
dua pemuda itu, akan sukarlah baginya untuk
mencapai kemenangan sungguhpun kalau
melawan satu sama satu, ia masih sanggup
mengatasi mereka. Apalagi kini Pendekar Cengeng
hanya menghadapi mereka dengan sebatang
ranting kayu ! Jantungnya berdebar penuh
kekhawatiran. Laki laki yang dikeroyok itu adalah
tunangannya! Yang yang dicalonkan menjadi
jodohnya ! Akan tetapi alangkah bencinya ia
kepada orang ini.
Pertandingan sudah dimulai dan Siok Lan
menjadi bengong karena kaget, heran dan kagum.
Ia hanya melihat tubuh laki laki berpakaian putih
itu berggerak gerak sedikit, akan tetapi ranting di
tangannya membentuk lingkaran lingkaran aneh
524
yang membuat kedua sinar pedang lawan selalu
menyeleweng arah nya ! Dan hebatnya Pendekar
Cengeng seolah olah tidak berpindah tempat, atau
lebih tepat lagi, tidak pernah memutar
kedudukannya sehingga begitu lama Sok Lan
belum juga dapat melihat wajah laki kaki itu
karena di dalam pergerakannya menghadapi dua
orang lawan tangguh, Pendekar Cengeng itu selalu
membelakanginya !
Makin lama makin seru kedua orang muda itu
menerjang. Setelah lewat lima puluh jurus dan
pedang mereka lama sekali belum dapat
menyentuh ujung baju Pendekar Cengeng, kedua
orang muda itu mulai menjadi penasaran sekali.
Mereka sudah cukup maklum akan kehebatan
Perdekar Cengeng, dan mereka sudah tahu pula
bahwa mereka tidak akan menang melawan
pendekar sakti itu. Akan tetapi, mereka berdua
memegang pedang sedangkan Pendekar Cengeng
hanya mainkan sebatang rating kayu kecil
bagaimana kini mereka sama sekali tidak berdaya
dan setiap penyerangan mereka selalu
menyeleweng arahnya? Benar benarkah mereka
terlalu lemah dan bodoh! Bukan hanya itu saja
malah kadang batang ranting itu tiba tiba
menyelinap dan mengancam dengan totokan ke
arah tubuh mereka bagian belakang padahal
lawan mereka masih berada di depan mereka!
“Yu taihiap, lekas jatuhkan aku kalau kau
mampu,” Ouwyang Tek marah karena merasa
dipermainkan.
525
“Yu taihiap, aku akan mengadu nyawa dengan
mu!” teriak Gui Siong.
Dua orang muda itu kini lebih hebat
menggerakkan pedang dan sama sekali tidak
memperdulikan keselamatan tubuh sendiri.
Menghadapi dua orang muda yang kepandainnya
juga tinggi dan amat nekad ini, Pendekar Cengeng
kewalahan juga dan kini terpaksa ia kadang
kadang menggunakan lengan kiri nya
disampokkan ke depan. Namun hebat bukan main
tenaga sampokan ini, karena setap kali sampokan
membuat lawan terhuyung ke belakang dan gagal
serangannya. Memang itu bukanlah sembarangan
pukulan melainkan ilmu pukulan Sin kong ciang
(Pukul Sinar Sakti).
Kembali Siok Lan kagum setengah mati.
Tunangannya itu benar benar hebat dan kalau dia
melawan Pendekar Cengeng, sudah pasti ia akan
kalah dalam waktu singkat! Alangkah akan
bahagia … hatinya memiliki seorang tunangan yn g
demikian gagah perkasa, akan tetapi… hatinya
menjadi panas karena teringat betapa Yu Lee tidak
pernah muncul dan memberi kabar sehingga
menyusahkan hati keluarga nya dan membikin dia
malu dan merasa terhina.
“Sudahlah, Jiwi harap menghabisi urusan ini
sekian saja. Kalau perlu sekarang juga aku akan
meninggalkan tempat ini….”
“'Tidak ! Engkau harus dapat membunuh kami
lebih dulu !” kata Gui Siong.
526
“Kalau engkau pergi melarikan diri, kami akan
menggorok leher sendiri di sini !” kata pula
Ouwyang Tek.
Yu Lee atau Pendekar Cengeng itu terkejut
sekali. Kiranya dua orang ini benar benar sudah
bertekad untuk membunuhnya kalau dia tidak
mau untuk menjadi suami dua orang gadis cantik
murid Liong Losu! Dan ia tahu bahwa kata kata
yang keluar dari mulut seorang seperti Ouwyang
Tek bukanlah ancaman kosong elaka. Mungkin dia
akan membunuh diri disitu kalau ia meninggalkan
mereka.
Pada saat itu, berkelebat bayangan putih dan
tahu tahu Dewi Suling telah berada disitu, berseru
keras,
“Berhenti bertempur antara kawan sendiri…!”
“Cui siauw Sianli (Dewi Suling ) harap jangan
mencampuri urusan kami ! Ini urusan pribadi !”
bentak Ouwyang Tek marah.
“Aku tidak mencampuri urusan pribadi siapa
siapa, hanya saat ini musuh datang menyerbu!
Aku melihat adik Ci Sian dan adik Ceng ditawan
musuh.”
“Apa…? Di mana… !!?” terakan ini keluar dari
mulut Gui Siong dan Ouwywg Tek hampir
berbareng.
“Lekas kalian tolong! Terlalu banyak lawan
tangguh tadi sehingga aku tidak sempat menolong.
Di pondok sebelah kiri dari sini... kalian lekas
tolong!”
527
Belum habis ucapan Dewi Suling, dua orang
muda itu sudah berlari cepat seperti berlumba
menuju ke arah pondok kecil yang dijadikan
tempat jaga di sebelah kiri hanya sejauh satu li
dari situ. Mereka mengerahkan seluruh ginkang
mereka untuk cepat cepat dapat menolong dua
orang gadis yang menjadi pujaan hati mereka.
Dalam waktu yang sebentar saja Ouwyang Tek
dan Gui Siong telah tiba di luar pondok. Mereka
melihat sinar api di dalam pondok akan tetapi
kedaannya sunyi saja sehingga mereka semakin
curiga. Setelah bertukar pandang mereka
menerjang pintu pondok dengan pedang di tangan.
Sekali tendang saja, pintu pondok itu jebol dan
mereka melompat masuk dan… keduanya berdiri
terbelalak dengan muka pucat. Apakah yang
mereka lihat? Lauw Ci sian dan Tan Li Ceng benar
benar berada dalam pondok itu, di atas
pembaringan rebah terlentang tak dapat berkutik
sama sekali, agaknya tertotok, dan yang lebih
hebat lagi kedua orang gadis itu berada dalam
keadaan telanjang bulat sama sekali, tubuh
mereka yang berkulit putih itu tidak tertutup
sehelai benang pun, nampak jelas di bawah sinar
lampu yang dibesarkan!
Ouwyang Tek dan Gui Siong tertegun, juga
terpesona, kemudian mereka sadar, saling pandang
lalu keduanya menubruk maju. Otomatis Gui
Siong melompat ke dekat Li Ceng sedangkan
Ouwyang Tek melompat ke dekat Ci Sian, melihat
betapa pakaian kedua gadis itu sudah hancur
berkeping keping di bawah pembaringan, mereka
sudah cepat merenggut baju luar mereka dan
528
menyelimutkan baju luar pada kedua orang gadis
itu, kemudian membebaskan totokan mereka.
Ci Sian dan Li Ceng mengeluh. Kalau tadi
mereka rebah terlentang dengan air mata
membasahi pipi, kini mereka terisak perlahan.
“Apakah yang terjadi? Mana musuh…?” Tanya
Ouwyang Tek, matanya liar memandang ke kanan
kiri.
“Siapa yang melakukan ini adik Li Ceng?
Siapa…? Biar kurobek dadanya........!” bentak Gui
Siong.
Ci Sian dan Li Ceng turun dari pembaringan
membetulkan letak jubah luar yang cukup besar
dan panjang menutupi tubuh mereka dari leher
sampai ke lutut. Mereka menyusut air mata
kemudian Ci Sian menggeleng kepala, berkata
perlahan.
“Kami tertipu.. tidak ada musuh....”
“Apa? Apa artinya ini? Mengapa? Siapa?”
Ouwyang Tek main beringas.
Li Ceng terguguk, lalu menghela napas panjang.
“Kami tidak mengerti, akan tetapi... enci Ma Ji Nio
yang melakukau ini kepada kami. Dia… dia secara
tiba tiba menotok kami, membawa kami ke sini
kemudian merobek robek pakaian kami lalu
pergi….”
“Akan tetapi, mengapa mereka melakukan
perbuatan terkutuk ini…?” tanya Ouwyang Tek
dengan membelalakkan matanya.
529
“Dan dia pula yang memberi tahu kepada kami
bahwa kalian ditawan musuh !” kata pula Gui
Siong terheran heran.
“Aaaah… begitukah?” Kata Ci Sian yang sudah
bertukar pandang dengan Li Ceng, kemudian
keduanya menundukkan kepalanya.
“Bagaimana? Mengapa?” Ouwyang Tek dan Gui
Siong mendesak.
“Kurasa, kami mengerti sekarang… jiwi twako…
dan ah, dia telah membuka mata kami, betapa
bodohnya kami berdua selama ini.”
Mendengar ucapan Li Ceng ini, kedua orang
muda itu makin bingung. Mereka saling pandang
seolah olah akan dapat keterangan dari pandang
mata masing masing akan tetapi ternyata
keduanya berpandang kosong.
“Apa artinya ini?” desak Gui Siong kepada Li
Ceng. “Ceng moi, kau berijah penjelasan jangan
membikin bingung kami.”
“Terima kasih kepada enci Ma i Nio.....” kata Ci
Sian dan ketika pandang matanya bertemu dengan
pandang mata Ouwyang Tek cepat menundukkan
muka sambil tersenyum malu malu.
“Apakah kalian tidak dapat menerka?
Bukankah kalian tadi melihat… melihat keadaan
kami?” kata Li Ceng.
Gui Siong mengangguk angguk, akan tetapi dia
belum mengerti. “Habis mengapa kalian begitu ?”
Li Ceng melotot kepada nya, “Eh, masih belum
mengerti? Apakah yang kalian lihat tadi?”
530
“Apa ..? Apa…? Penglihatan indah, eh….” Gui
Siong makin bingung karena Li Ceng tiba tiba
memandang marah. “Maafkan, maksudku eh…
kalian dalam keadaan telanjang bulat, oooohh !
Mengerti aku sekarang!” Gui Siong menepuk
dahinya sendiri. Kemudian ia memegang lengan
suhengnya. “Suheng, Dewi Suling sengaja menipu
kita, sengaja menotok dan menelanjangi kedua
orang nona agar kita dapat melihat mereka
telanjang, ah.. betapa bodohnya kita berempat
selama ini.”
Akan tetapi Ouwyang Tek tidaklah secerdas Gui
Siong. Dia masih terlongo dan tidak mengerti.
“Kalau sudah begitu, mengapa?”
Ci Sian dengan halus menerangkan. “Ouw yang
koko, bukankah engkau sudah melihat aku dalam
keadaan teperti yang pernah terlihat Pendekar
Cengeng, bahkan lebih lagi karena aku terlentang
dan api begitu terang.... bukankah aku harus
membunuhmu atau ......”
“Haiiiit! Benar juga! Tidak membunuhku karena
aku calon suami!” ouwyang Tek yang kini sudah
sadar lalu memeluk Ci Sian yang balas memeluk
pria yang dikasihinya itu penuh kebahagiaan. Juga
Gui Siong sudah merangkul dan mendekap kepala
gadis yang dikasihinya itu ke dada, seolah olah dia
takut kalau kalau ia akan kehilangan wanita
pujaan hatinya. Mereka saling peluk di dalam
pondok itu, tak bergerak gerak, penuh
kebahagiaan, tidak malu malu lagi, dan sampai api
padam karena kehabisan minyak mereka tidak
sadar dan masih saling peluk!
531
Adapun Siok Lan yang mengintai dari balik
pohon, tadi kaget sekali mendengar ucapan Dewi
Suling tentang serbuan musuh. Akan tetapi ia
tidak bergerak dari tempatnya dan kini ia
menyaksikan adegan yang dianggapnya lebih aneh
daripada tadi, Dewi Suling kini berdiri di depan
Pendekar Cengeng yang masih berdiri
membelakanginya. Ia dapat melihat jelas wajah
Dewi Suling, tersinar bulan tampak putih
kemerahan, dengan sepasang mata seperti bintang
memandang Pendekar Cengeng, kemudian
tersenyum memperlihatkan deretan gigi yang putih
berkilau.
“Ah, Dewi Suling, engkau membohongi mereka,
apa maksudmu? Engkau tadi mengintai lalu pergi
dan kembali dengan berita bohong. Apa
kehendakmu? Selama ini aku mendengar akan
sepak terjangmu engkau telah berobah sama
sekali. Hatiku amat bersyukur mendengar itu,
akan tetapi mengapa malam ini agaknya kambuh
kembali penyakitmu?”
“Yu taihiap........ Yu koko ....... jangan salah
sangka aku hanya ingin membuka mata mereka
dan mata kedua gadis itu betapa bodoh mereka
menyusahkan engkau. Dan tadi…
sesungguhnyakah kata katamu terhadap kedua
orang muda itu, ataukah hanya untuk alasan
mencari jalan keluar saja?”
“Apa maksudmu?”
“Yu taihiap, benar benarkah engkau telah
mempunyai pilihan hati? Ahhh, betapa jantungku
ini menggetar seperti hendak pecah. Yu taihiap,
532
harap lekas katakan, engkau orang yang paling
kuharapkan di dunia ini… yang sekaligus telah
merobah hidupku… katakanlah secara retus
terang, siapakah wanita yang telah kau cinta itu?
Apakah mungkin dia itu... aku orangnya? Aku
seorang wanita hina, akan tetapi aku mencintaimu.
Yu koko, aku… aku bersedia melakukan apa saja
untuk mu.''
Siok Lan yang mengintai dan dapat melihat
Dewi Snling, memandang dengan mata terbelalak.
Ia melihat wajah Dewi Suling yang cantik kini
menjadi pucat sekali, matanya mengeluarkan
pandangan sayu bahkan wanita itu kini telah
menjatuhkan diri berlutut di depan Pendekar
Cengeng, kedua lengannya dikembangkan,
sikapnya penuh permohonan, dan minta
dikasihani, Siok Lan menggigit bibirnya. Wah,
tunangannya ini benar benar digilai banyak
perempuan! Macam apa sih wajahnya? Ingin Sekali
ia melihat wajahnya, akan tetapi Pendekar Cengeng
sejak tadi tidak pernah menghadap ke arahnya.
Untuk meloncat keluar, ia merasa tidak enak dan
malu karena akan ketahuan bahwa ia menjadi
pergintai. Kini ia melihat Pendekar Cengeng
mengulurkan kedua tangan dan memegang kedua
tangan Dewi Suling. Ia merasa heran sekali
mengapa secara tiba tiba hatinya menjadi panas!
Tidak senang ia menyaksikan mereka saling
memegang tangan.
Hanya sebentar Pendekar Cengeng memegang
tangan Dewi Suling karena tadi ia memegangnya
untuk membangunkan wanita itu. Terdengar
suaranya halus dan terharu, akan tetapi penuh
533
wibawa, “Bangkitlah Dewi Suling dan sadarlah…!
Sayang sekali bahwa yang kumaksudkan bukanlah
engkau orangnya. Dia seorang gadis yang paling
hebat di dunia ini, paling cantik, paling pandai,
juga paling keras hati dan ...... pendeknya, dalam
pandanganku dia merupakan seorang wanita yang
paling mulia di dunia ini. Dan itu hanya berarti
bahwa aku mencintainya, Dewi Suling. Engkau
tentu mengerti akan perasaanku ini.....”
Dewi Suling menundukkan mukanya dan Siok
Lan melihat betapa air mata berlinang turun dari
kedua mata Dewi Suling. Akan tetapi dia sendiri
menahan air matanya yang juga sudah
memanaskan matanya. Tidak, dia tidak boleh
menangis seperti Dewi Suling! Mengapa mesti
menangis? Biar Pendekar Cengeng mencinta
seribu orang wanita lain, dia tidak perduli? Dia
membencinya! Wanita paling cantik, paling pandai,
paling keras hati? Huhh, dasar laki laki mata
keranjang tidak setia kepada ikatan janji!
Dewi Suling sudah bangkit dan terdengar
suaranya lemah, “Sudah kukhawatirkan
demikian… memang aku tidak berharga untuk
mu....... dan hidupku hanya untuk menebus dosa
dosaku, betapa mungkin Tuhan akan memberi
karunia kebahagiaan kepada seorang penuh dosa
dan noda seperti aku? Maafkan kelancanganku
tadi Yu taihiap…“
“Ah, Dewi Suling, aku sama seali tidak
menganggapmu demikian. Akulah yang minta maaf
telah mengecewakan hatimu.”
534
Akan tetapi dengan suara isak tertahan. Dewi
Suling sudah berkelebat lenyap di atas pohon dan
hanya sebentar daun daun pohon bergerak. Siok
Lan menanti sampai bayangan Dewi Suling lenyap,
kemudian ia menoleh ke arah Pendekar Cengeng,
ternyata laki laki itupun sudah berjalan pergi.
“Heii…! Kau...!! Tunggu….!” Ia berseru sambil
melompat keluar dan mencabut pedangnya.
Akan tetapi bayangan di sebelah depan itu tidak
pernah menengok dan terus saja bergerak maju.
“Heiii....! Pendekar Cengeng! Yu Lee… ! Berhenti
kau........!”
Siok Lan berseru dengan suara nyaring namun
bayangan itu tetap tidak menengok dan terus lari
ke depan, Siok Lan makin marah dan mengejar
sambil mengerahkan ginkang, mempengunakan
ilmu lari cepat Cou sang hui (Terbang di Atas
Rumput) sehingga tubuhnya bergerak cepat bukan
main seperti larinya seekor rusa betina muda.
Akan tetapi tetap saja jarak antara dia dan si
bayangan putih tidak pernah berkurang jauh.
“Heiii…! Pendekar Cengeng! Yu Lee….
Berhenti kau, kalau tidak mau berhenti kumaki
kau!” kembali ia berteriak setelah mengejar lebih
sejam lamanya.
Tetap saja orang yang dikejarnya tidak mau
berhenti, menengokpun tidak, seolah olah tidak
tahu bahwa ada orang mengejarnya. Padahal tidak
mungkin dia tidak tahu karena betapapun
cepatnya Siok Lan mengejar tak pernah gadis itu
dapat menyusul.
535
“Pendekar Cengeng ngeng ngeng! Laki laki
sombong ! Laki laki pengecut Kau! Kalau memang
pendekar dan .memiliki kepandaian, hayo berhenti
dan bertanding sampai sejuta jurus melawan aku !
Ini aku Sian li Eng cu Liem Siok Lan sudah datang
hendak mengambil nyawamu! Hayo berhenti kau,
Yu Lee....!
Akan tetapi yang dimakinya tetap lari sampai
keluar dari hutan, naik turun gunung dan Siok
Lan yang mengejarnya tidak tahu lagi dimana
mereka kini berada. Mereka berlari lari sampai
hampir pagi dan ia tidak ingat lagi berapa
banyaknya hutan yang dilaluinya. Menjelang pagi,
bayangan putih itu berkelebat lenyap di dalam
sebuah hutan. Siok Lan mencari cari, akhirnya
gadis ini menjatuhkan diri di bawah sebatang
pohon dan menangis! Ia menangis sesenggukan,
sampai benguncang guncang pundaknya terguguk
karena hatinya merasa tidak keruan.
Kemarahannya menjulang ke langit, bercampur
kekecewaan, gemas dan juga malu. Tanpa
bertempur sekalipun sudah jelas bahwa dia kalah.
Baru mengejar saja sampai semalam suntuk tidak
dapat menyusul. Semua perasaan yang berkumpul
itu ditambah oleh kelelahan yang hebat.
Baru terasa kini betapa napasnya sudah
terengah engah, seluruh tubuhnya berpeluh, dua
kakinya lemas sekali. Akhirnya Siok yang
mencurahkan kegemasan dan kelelahannya
dengan menangis mengguguk itu ter…. pula di
bawah pohon, tidur nyenyak dengan kedua pipi
masih basah air mata dan dari dadanya kadang
536
kadang keluar isak sesegukan, sisa tangis tanpa
disadarinya.
Siok Lan menggeliat setelah mengejap
ngejapkan matanya. Perutnya terasa lapar sekali
dan ketika ia membuka mata, ia menggunakan
tangan menutupi matanya yang menjadi silau oleh
sinar matahari yang menembus celah celah daun
pohon. Kiranya matahari telah naik tinggi! Tiba
tiba ia teringat akan si bayangan putih yang
dikejarnya. Matanya mendadak menjadi beringas
dan bergerak gerak! Kedua biji matanya mencari
cari ke kanan kiri. Ketika ia melihat seorang laki
laki berpakai putih duduk tak jauh dari tempat ia
rebah secepat kilat ia meloncat bangun sambil
mencabut pedangnya dan menodongkan pedang
kepada orang itu.
“Eh..... eh....nona... mau apa ini.....??”
Siok Lan membelalakkan mata dan tangan yang
memegang pedang menjadi terkulai, pedangnya
cepat disarungkan kembali dan ia lalu duduk
menghadapi orang itu dengan alis berkerut dan
pandang mata penuh teg…
“Aliok, minggat ke mana saja engkau selama
ini?”
Aliok, atau Yu Lee tersenyum. Alangkah
rindunya ia selama ini kepada Siok Lan. Rindu
yang ditahan tahannya karena ketika ia menjadi
Pendekar Cengeng, tentu saja ia tidak mau
menemui gadis ini yang ia tahu akan mrah sekali
dan akan timbul heboh apabila rengetahui bahwa
dialah sebenarnya si Pendekar Cengeng. Sering kali
di dalam hutan, jika gadis ini sudah tidur pulas,
537
barulah ia secara diam diam berani mencintai dan
memandang gadis kekasihnya simpai berjam jam
tanpa mengenal bosan. Sekarang, begitu berjumpa,
sadis itu sudah menegurnya dengan galak, dan
justeru watak inilah yang membuat ia tergila gila,
membuat cintanya makin mesra dan mendalam.
“Maafkan saya, nona. Karena selalu terjadi
pertempuran pertempuran, maka Yu taihiap
melarang saya untuk keluar dari tempat
persembunyian, khawatir kalau kalau saya kena
celaka, harap nona maafkan saya. Sekarang,
setelah pertempuran mereda, baru saya berani
keluar….”
“Hemmm, agaknya kau lebih senang bersama
kongcumu itu daripada bersama aku, ya?”
Yu Lee menggerutkau kening dan cepat
menjawab, “Ah, mana bisa begitu, nona? Nona
tentu lebih maklum betapa rindu… eh, betapa
inginnya hati saya untuk bersama dengan nona
....... “
Melihat sikap pemuda itu, kemarahan Sio Lan
mencair. “Eh, bagaimana dengan luka di dadamu?
Sudah sembuhkah ?”
Pertanyaan tiba tiba yang memperlihatkan
perhatian terhadap dirinya ini membuat Yu Lee
girang dan terharu. “Sudah, sudah sembuh, nona.”
“Betulkah? Coba kulihat sebentar, takut kalau
kalau masih berbahaya bekasnya.”
Yu Lee tidak membantah, lalu membuka
bajunya, memperlihatkan dadanya yang berkulit
putih bersih dan lebar. Jelas tampak tenaga
538
membayang di balik kulit dada bersembunyi
diantara daging dan otot yang kuat, Siok Lan
memandang dan melihat bahwa luka itu benar
benar telah sembuh, hampir tak tampak bekasnya.
Hatinya menjadi lega dan untuk sejenak ia tak
dapat menahan kekaguman membayang di dalam
pandang matanya melihat dada yang kuat itu.
“Hemm, sudah sembuh. Sukurlah.” Ia melihat
pemuda itu mengancingkan bajunyn dan diam
diam merasa heran bagaimana seorang pelayan
dapat memiliki dada yang demikian kuat dan
bidang.
“Bagaimana nona bisa sampai di tempat ini?
Tempat ini adalah tempat persembunyian saya dan
jauh dari hutan di mana teman seperjuangan nona
tinggal !”
Tiba tiba saja Siok Lan seperti diingatkan akan
Pendekar Cengeng dan matanya berubah beringas.
“Di mana dia?” Tiba tiba ia membentak.
“Eh, siapa maksud nona?”
“Siapa lagi kalau bukan kongcumu itu,
Pendekar Cengeng laki laki sombong dan
pengecut? Tadi aku mengejarnya dan ia lenyap di
hutan ini. Hayo katakan, Aliok dimanakah dia?”
Yu Lee menghela napas panjang, kemudian
berkata, “Nona, mengapa nona demikian membenci
Yu kongcu? Tidakkah nona dapat memaafkannya?
Kuharap nona sudi memandang mukaku dan…
biarlah saya yang mintakan ampun untuk…“
Siok Lan memandang wajah pelayannya yang
memandang kepadanya penuh permohonan, penuh
539
kasih sayang, penuh kemesraan. Tiba tiba warna
merah menyelimuti muka gadis ini dan ia tidak
dapat menahan lagi pertemuan pandang mata
mereka. Ia teringat akan pernyataan cinta kasih
pemuda ini ketika mereka duduk beradu punggung
di atas kuda. Masih teringat di telinganya semenjak
itu, dan sekarangpun ia seperti mendengar suara
pemuda ini menggetar penuh perasaan, “Aku
mencinta nona dengan seluruh jiwaragaku,
biarpun berkorban nyawa sekalipun untuk nona,
aku rela….“ kemudian terbayang di pelupuk
matanya betapa pemuda ini telah memeluk dan
mencium mulutnya ketika menghadapi maut.
“Nona Siok Lan sudilah nona mengampuni
Yu Lee?”
Siok Lan mengangkat muka sehingga kembali
pandangan mereka saling bertemu, bertaut dan
saling melekat sampai lama, kemudian Siok Lan
mengeras hatinya, menggeleng kepala dan berkata.
“Tidak ! Aku harus membunuhnya….“
“Nona….”
“Aliok, tidak mengertikah engkau? Aku harus
membunuhnya, karena kalau tidak… kalau tidak
kubunuh dia....... bagaimana aku dapat….?”
“Apa makaudmu, nona? Teruskanlah !”
Siok Lan memandang dengan penuh perasaan,
matanya bersinar sinar menyatakan isi hatinya.
Betapa ia akan menyambut cinta kasih Aliok yang
telah ia terima dan balas dalam hatinya itu kalau
ia masih menjadi calon isteri Pendekar Cengeng?
Akan tetapi Aliok agaknya tidak mengerti dan amat
540
beratlah rasanya lidah gadis itu untuk
menerangkan dengan kata kata. Karena jengah dan
malu, Siok Lan mengalihkan pandang mata ke atas
tiba tiba wajahnya berubah pucat dan mulutnya
berseru.
“Aiihhh ! Kong kong (kakek) berada dalam
bahaya dan perlu bantuan !”
Yu Lee terkejut dan menengok ke belakang ke
arah langit dan ia masih sempat melihat
meluncurnya panah api yang berwarna merah.
“Aliok aku harus membantunya !” Siok Lan
sudah meloncat dan lari.
“Nona, kau tunggu aku….!”
“Kau boleh menyusul aku. Aku harus cepat
cepat menolong konn kong. Kau ikuti saja jurusan
ini” Siok Lan menunjuk ke depan ke arah
meluncurnya anak panah tadi tanpa
mengendurkan larinya. Tentu saja ia tidak tahu
betapa mudahnya Yu Lee menyusulnya, bahkan
mendahuluinya.
Apakah yang terjadi di hutan yang dijadikan
sarang kaum pejuang? Benarkah dugaan Siok Lan
bahwa kakeknya berada dalam bahaya di tempat
itu ketika ia melihat tanda anak panah api
melayang di udara ?
Malam hari itu, para pejuang yang sudah lama
tidak bertempur dan menganggap bahwa keadaan
mulai berangsur baik setelah markas Thian an bun
dipimpin oleh panglimanya yang baru, yaitu Ouw
541
Beng Tat, agak jengah dan sebagian besar tidur
nyenyak. Mungkin hanya ada lima orang saja di
antara para pejuang yang pada malam hari itu
tidak tidur sama sekali, tenggelam dalam perasaan
hati masing masing. Mereka ini tentu saja adalah
Ouwyang Tek yang bercakap cakap dan berkasih
kasihan dengan Lauw Ci Sian, Gui Siong dengan
Tan Li Ceng, dan Dewi Suling yang duduk
termenung seorang diri, kadang kadang menghela
napas panjang, kadang kadang terisak perlahan
menangisi nasibnya.
Matahari telah naik tinggi ketika pada keesokan
harinya para pejuang ini mulai dengan kesibukan
masing masing. Ada yang mandi atau mencuci
muka di sungai, ada yang membuat api untuk
memasak air, nasi dan lain lain, ada yang mencuci
pakaian. Mereka sama sekali tidak ada yang tahu
bahwa menjelang pagi tadi pasukan besar telah
bergerak dengan rahasia, mengepung tempat itu,
dipimpin langsung oleh Panglima Ouw Beng Tat
sendiri bersama para pembantunya, yaitu perwira
perwira perkasa dan pilihan dari barisan pengawal
istana ! Maka, dapat dibayangkan betapa terkejut
dan paniknya para pejuang ini ketika tiba tiba
terdengar bunyi terompet dan tambur yang hiruk
pikuk di sekeliling hutan kemudian tampak bala
tentara Mongol dengan pakaian seragam bersenjata
lengkap muncul dari segenap penjuru, mengurung
tempat itu seperti sebuah dinding tebal, dihitung
sepintas lalu tidak akan kurang dari tiga ratus
orang! Ada barisan tombak, ada barisan panah
yang sudah tiap, ada pula yang memegang senjata
542
aneh meraka yang menggiriskan para pejuang,
yaitu bola bola peledak!
Betapapnn kaget dan paniknya para pejuang,
mereka itu adalah orang orang yang sudah siap
mempertaruhkan nyawa untuk perjuangan
mereka, maka terdengarlah seruan di antara
mereka. “Siaaaappp…! Anjing anjing Mongol
datang….!” Dan berserabutanlah mereka itu lari
mencari senjata masing masing.
“Tahan semua senjata ! Kalau kalian melawan,
kalian akan kami basmi habis!” Bentakan ini
nyaring sekali sehingga terdengar menggema dan
mengandung wibawa besar sehingga banyak kaum
pejuang menjadi gentar memandang panglima yang
tinggi besar itu. Biarpun belum pernah
mengenalnya, namun para pejuang dapat menduga
dia inilah yang bernama Ouw Beng Tat. Dugaan itu
memang benar. Yang berseru tadi adalah Ouw
Beng Tat. Biarpun usianya sudah tua, lewat enam
puluh tahun, namun tubuhnya yang tinggi besar
itu masih kelihatan gagah. Pakaiannya indah,
disebelah luar tertutup dengan pakaian perang
yang berlapis sisik sisik baja di bagian dada, perut,
lengan dan paha. Sebatang pedang panjang
tengantung di pinggang kiri sedangkan di pinggang
kanan dan depan dada terdapat kantong kantong
senjata rahasianya yang terkenal sekali, yaitu
hiang leng piauw semacan sebuah senjata piauw
yang memakai kerincingan. Kalau senjata ini
dilontarkan menyerang lawan, akan terdengar
bunyi berdencing nyaring makin lama makin keras
dan suara ini dapat membuat lawan menjadi panik
dan kurang waspada sehingga dapat dirobohkan
543
dengan piauw kedua atau ketiga yang menyusul
cepat.
Selain tinggi besar, juga wajah Ouw Beng Tat
membayangkan kekuatan. Sepasang mata nya
yang lebar itu bundar dan biji matanya menjendul
keluar, seolah olah mata itu sukar dipejamkan.
Mukanya bundar tampan, kumis nya lebat namun
dipotong pendek, demikian pula jenggotnya,
hidungnya besar mulutnya lebar. Ia mirip sekali
dengan Thio Hwi, tokoh dalam cerita Sam Kok
yang juga merupakan seorang panglima yang
kosen dan sukar dicari bandingannya.
”Siapa takut padamu!” Bentakan ini di
keluarkan oleh Ouwyang Tek yang sudah tiba
disitu bersama Lauw Ci Sian, diikuti oleh Gui
Siang dan Tan Li Ceng. Ouwyang Tek membentak
sambil menghampiri Ouw Beng Tat, menyerangnya
dengan pukulan tangan kanan ke arah dada
panglima tinggi besar itu. Ouw Beng Tat tertawa
parau, tidak bergerak dari tempatnya hanya lengan
kirinya saja menangkis dan.... tubuh Ouwyang Tek
terlempar ke belakang sampai tiga meter lebih!
Lauw Ci Sian menjadi marah dan sudah menerjang
pula, diikuti oleh Tan Li Ceng dan Gui Siong.
Mereka bertiga melawan secara beruntun
menyerang dengan pukulan pukulan ampuh, akan
tetapi panglima tua itu masih tetap tertawa dan
hanya menggerakkan ke dua lengannya menangkis
dan beruntun pula tubuh ketiga orang muda ini
terlempar seperti halnya Ouwyang Tek tadi!
Namun empat orang muda yang tabah ini tidak
menjadi gentar, mereka melompat bangun sambil
544
mancabut pedang masing masing. Juga teman
teman mereka sudah bersiap siap, ketiga Huang ho
Sam liong yang pada waktu itu sudah berkumpul
di situ, Cui Hwa Hwa dan lain lain, sudah siap
untuk melawan mati matian,
akan tetapi tiba tiba Dewi Suling berbisik
kepada mereka.
“Harap sabar dan tenang, jangan sembrono."
Mereka semua tidak suka kepada Dewi Suling
mengingat akan watak dan perbuatan wanita ini
dahulu, akan tetapi mereka harus mengakui
bahwa Dewi Suling sudah amat banyak jasanya
dalam perjuangan, dan mereka maklum pula
bahwa diantara mereka semua Dewi Suling
merupakan orang yang paling tinggi ilmu
kepandaiannya, maka mereka sedikit banyak
menjadi segan dan mendengar bisikan itu, mereka
taat dan tak seorangpun berani bergerak.
Dengan pandang mata yang tajam Dewi Suling
menyapu keadaan musuh dan risaulah hatinya.
Benar benar mnsuh amat lihai dapat melakukan
pengepungan secara diam diam dan tahu tahu
mereka semua telah terkurung rapat. Jumlah
musuh sedikitnya tiga kali lebih banyak dan
keadaan sungguh mengkhawatirkan. Jalan satu
satunya harus dapat membekuk atau merobohkan
para pemimpinnya, terutama panglima tinggi besar
itu sendiri, untuk melumpuhkan semangat para
perajurit musuh. Maka diam diam ia mengerahkan
sinkangnya, tangan kanan menggenggam ujung
suling erat erat dan secara tiba tiba tubuhnya
telah menyambar dengan kecepatan luar biasa
545
sekali ke arah Panglima Ouw Beng Tat. Yang
terdengar hanyalah lengking nyaring mengerikan
dan bayangan putih berkelebat didahului sinar
merah suling di tangannya. Semua orang dari fihak
musuh maupun fi'hak pejuang terkejut dan
kagum.
“Trang trang trang… Weess….!”
Tiga kali terdengar suara nyaring ketika suling
dan pedang di tangan Ouw Beng Tat bertemu cepat
sekali, disusul muncratnya bunga api kemudian
tahu tahu tubuh Dewi Suling terlempar ke
belakang sampai lima meter lebih dan ketika turun
ke atas tanah ia agak terhuyung dan mukanya
berubah! Dalam segebrakan saja ternyatalah
bahwa Dewi Suling bukan tandingan panglima
yang kosen itu..
“Ha, ha, ha, ha !“ Panglima Ouw Beng Tat
tertawa bergelak. Gerakan kakek ini amat
mengagumkan karena orang tidak dapat mengikuti
kecepatannya mencabut dan menyarungkan
kembali pedangnya dalam menghadapi terjangan
Dewi Suling tadi. Seolah olah ia tidak pernah
mencabut pedang, begitu cepatnya pedang itu
kembali ke sarung pedang yang tengantung di
pinggang kiri! “Ha, ha, ha! Tentu engkaulah yang
disebut Dewi Suling, yang telah membunuh
Panglima Ban Ciang. Hemm dengan kepandaian
seperti itu saja, jangan harap kau akan dapat
membunuhku! Kalau aku mau, apa sukarnya
menumpas kalian kaum pemberontak ini? Kalau
aku menghendaki, tidak seorangpun diantara
kalian yang dapat lolos hidup hidup !” Kembali ia
546
tertawa, suara ketawanya keras penuh nada
mengejek.
Dewi Suling yang maklum akan kehebatan
kepandaian panglima tinggi besar ini, menoleh ke
kanan kiri mencari cari Pendekar Cengeng. Bahkan
mulutnya tanpa disadari mengeluh, “Ah, dia tidak
berada di sini… telah pergi....... “
Ouwyang Tek dan Gui Siong saling pandang.
Mereka berdua maklum siapa yang dimaksudkan
Dewi Suling karena mereka pun tahu bahwa untuk
menghadapi lawan selihai Panglima Ouw Beng Tat
ini, mereka hanya dapat mengandalkan Pendekar
Cengeng. Akan tetapi, Pendekar Cengeng itu tidak
tampak mata hidungnya dan kedua orang pemuda
ini merasa menyesal sekali karena mereka dapat
menduga bahwa pendekar itu tentu pergi karena
urusan semalam, karena telah mereka tantang
bertanding sampai mati! Karena penyesaalan ini,
kedua orang muda itu maju dan hampir berbareng
membentak ke arah musuh.
“Kami berdua tidak takut! Hayo bunuhlah kalau
mau bunuh !”
Lauw Ci Sian dan Tan Li Ceng sudah
mendengar penuturan kekasih masing masing
akan peristiwa semalam maka keduanya kini
mengerti betapa besar penyesalan hati kekasih
mereka. Mereka saling pandang dan diam diam
mereka sadar bahwa kesalahan kedua orang
pemuda terhadap Pendekar Cengeng itu adalah
kesalahan yang menjadi akibat dari sikap mereka
berdua, dari sikap mereka berdua, dari pada
kebodohan mereka berdua sehingga membuat dua
547
orang pemuda yang mencinta mereka itu berlaku
nekad seperti itu. Kini melihat kekasih mereka
nekad menghadapi musuh yang amat tangguh,
mereka berkuda cepat maju dan menyambung.
“Kami akan melawan sampai mati!”
Melihat dua pasang orang muda itu dengan
pedang di tangan siap bertempur dengan semangat
meluap meluap, pada hal tadi mereka telah
mengenal kesaktiannya. Panglima Ouw Beng Tat
diam diam menjadi kagum dan mengerti mengapa
pasukan Mongol berkali kali mengalami pukulan
hebat, kiranya kaum pemberontak dipimpin oleh
pemuda pemuda yang begini besar semangat dan
keberaniannya. Ia menghela napas panjang dan
berkata.
“Hemm, sayang orang muda muda seperti
kalian, yang belum banyak menikmati hidup,
membuang nyawa sia sia, hanya karena menuruti
jiwa petualang.......” Panglima tua ini teringat
betapa dia sendiri hanya mempunyai seorang
putera akan tetapi anaknya itu meninggal dunia
ketika baru berusia enam tahun karena penyakit.
Kalau anaknya itu hidup, kiranya sudah sebesar
pemuda pemuda yang gagah perkasa ini !
Andaikata anaknya itu hidup, belum tentu ia kini
menjadi panglima kerajaan Mongol!
Melihat keraguan Panglima Ouw Beng Tat Dewi
Suling yang cerdik segera maju dan berkata
lantang.
“Ouw ciangkun! Engkau tentu sudah tahu
bahwa kami kaum pejuang memperjuangkan nasib
para pekerja paksa dan para wanita tak berdosa,
548
kami mengacau dan memusuhi pasukan pasukan
Mongol karena mereka menyengsarakan rakyat tak
berdosa, menyuruh rakyat bekerja sampai mati
dan menyiksa mereka, menculik dan memperkosa
wanita wanita tak berdosa. Semenjak engkau
memimpin Thian an bun kami sudah mendengar
akan perubahan perubahan yang kau lakukan ke
arah kebaikan nasib rakyat yang dipekerjakan,
juga tidak ada lagi penculikan penculikan, bahkan
wanita wanita yang dikeram di dalam benteng telah
kau bebaskan dan suruh antar pulang. Mengingat
akan kebaikan kebaikan yang kau lakukan itulah
maka kami para pejuang berdiam diri, tidak
memusuhi benteng Thian an bun selama kau
menjadi pemimpin di sana. Akan tetapi mengapa
kini secara pengecut sekali engkau diam diam
membawa barisan besar mengepung kami?”
“Hemm, manusia manusia sombong, bocah
bocah tak tahu diri!” Ouw Beng Tat menjawab
dengan suara lantang. Apakah kalian kira bahwa
peraturan peraturan yang kuadakan di Thian an
bun itu menjadi tanda bahwa aku takut kepada
kalian? Ha ha ha! Sama sekali tidak, bukan bocah
nakal ! Memang para panglima yang lalu kurang
becus mengatur. Memang sengaja aku
mendiamkan kalian semenjak aku datang karena
yang penting adalah mengatur keadaan di Thian an
bun untuk memperlancar jalannya pekerjaan
menggali terusan. Sekarang, setelah semua lancar
barulah aku teringat kepada kalian dan karena
kalian ini anak anak yang memberontak, harus
diberi hukuman! Sekarang pilih saja, kalian semua
549
kutumpas sampai habis, tak seorangpun lolos,
atau memenuhi syarat yang kuajukan !”
Para pejuang menjadi panas telinganya
mendengar ucapan yang memandang rendah
mereka itu Ie Cu Lin, oraag tertua dari Huang ho
Sam liong, yang beralis putih dengan marah lalu
melangkah maju dan menudingkan telunjuknya.
“Ouw Beng Tat, kita tua sama tua, jangan kau
bicara seperti terhadap anak anak ! Engkau boleh
jadi gagah perkasa, akan tetapi sudah terbukti
engkau mengabdi kepada penjajah asing! Kami
biarpun tidak berani menyebut diri pandai masih
memiliki jiwa patriot. Aku Ie Cu Lin rela
mengorbankan nyawa untuk tanah air dan bangsa,
aku menantang kau bertanding sampai mati “
“Ha ha ha, cecunguk yang tak tahu malu! Siapa
tidak mengenalmu? Engkau orang tertua Hoang ho
Sam liong? Kepala bajak! Bangsa bajak yang
kerjanya hanya membajak dan mengganggu rakyat,
masih berani bilang seorang patriot? Sungguh tak
tahu malu, seperti seekor harimau yang keluar tak
lain hanya gonggongan menjijikan !
Ie Cu Lin tak dapat menahan kemarahannya
lagi. Ia melompat maju menerjang dengan
senjatanya diikuti Ie Kiok Soe dan Ie Bhok kedua
orang adiknya. Dengan senjata di tangan, tiga
orang Hoang ho Sam liong ini menerjang dari
depan penun kemarahan. Agaknya, Panglima Ouw
Beng Tat sudah lebih dahulu memesan anak
buahnya tidak bergerak kalau tidak diperintah,
atau memang para anak buahnya amat takut
kepada pemimpin baru ini. Buktinya melihat tiga
550
orang penerjang hebat dan mengancam
keselamatan pemimpin mereka semua memandang
tajam. Kiranya semua perajurit dan perwira itu
sudah seratus prosen percaya akan kesaktian
pemimpin mereka yang benar benar hebat dan
terbukti.
Ketika ketiga orang saudara Ie itu menerjang
maju. Ouw Beng Tat masih tertawa dan sama
sekali tidak bersiap siap menyambut. Akan tetapi
tiba tiba kelihatan tangan kiri kakek itu bergerak,
terdengar suara berkerincing nyaring sekali dan
tampak sinar berkilauan menyambar ke depan dari
tangan kiri panglima itu, menyambar ke arah tiga
orang Huang ho Sam liong yang berturut turut
terjungkal sambil berseru kaget dan kesakitan,
senjata di tangan mereka terlepas dan mereka
berkelojntan sebentar lalu tak bergerak lagi,
tampak di dahi mereka, tepat di antara kedua
mata, sudah tertusuk senjata senjata rahasia
ampuh itu yang menancap sampai dalam
memecahkan balok kepala menembus otak?
Peristiwa itu terlalu hebat sehingga kedua fihak
sampai tercengang. Huang ho Sam liong bukanlah
orang orang lemah. Sebaliknya dari pada itu
mereka adalah orang orang yang telah memiliki
tingkat kepandaian tinggi, akan tetapi dalam
segebrakan saja mereka tewas oleh piauw piauw
panglima itu. Padahal kalau tiga orang itu diserang
senjata piauw oleh lawan biasa, senjata piauw itu
tentu dengan mudah dapat mereka elakan atau
tangkis. Melihat ini saja makin yakin hati Dewi
Suling bahwa Panglima Ouw Beng Tat benar benar
merupakan tandingan yang amat berat !
551
Pada taat itu, selagi para pejuang menjadi
gelisah dan sudah mengambil keputusan untuk
membela diri dengan mati matian, akan tetapi
terdengar ledakan bertubi tubi tidak begitu keras,
akan tetani tampaklah di angkasa anak panah
berapi, Ouw Beng Tat hanya mengerling ke atas
sedikit lalu ia mendesak.
“Dewi Suling agaknya engkau yang menjadi
pemimpin di sini. Dengarlah syaratku. Aku tidak
menumpas semua pemberontak karena mereka itu
tidak tahu apa yang mereka lakukan. Aku hanya
ingin menangkap semua pemimpinnya untuk
mempertanggungjawabkan pemberontakan mereka
di depan pengadilan kaisar. Adapun para anak
buah, akan diampuni nyawanya asal suka kembali
bekerja, membantu penggalian terusan dan tidak
usah khawatir lagi, kini mereka dijamin dan kalau
sudah habis waktu kerja, mereka akan
dipulangkan ke kampung dan diberi pesangon.”
Dewi Suling merasa ragu ragu untuk menjawab.
Ia menyesal sekali mengapa Pendekar Cengeng
tidak berada di situ. Kalau ada, tentu pendekar itu
mampu mencari jalan keluar, atau setidaknya
mengimbangi kelihaian Panglima Ouw Beng Tat ini.
Kalau dia menolak syarat itu, berarti semua
pejuang yang berada di situ akan tewas semua !
Kalau ia menerima, dia dan banyak teman akan
ditangkap. Dia sendiri tidak perduli kalau ia
ditangkap atau terbunuh sekalipun, akan tetapi
bagaimana dia tega untuk membiarkan Ouwyang
Tek, Gui Siong dan dua orang nona kekasih
mereka yang sedang menghadapi hidup bahagia
memadu kasih itu ditangkap dan dihukum pula?
552
Selagi Dewi Suling ragu ragu dan bingung tiba
tiba terdengar suara ketawa nyaring dari atas
pohon yang berdekatan dengan tempat itu. “Ha ha
ha ! Ouw Beng Tat sungguh tak tahu malu,
mengabdi kepada orang Mongol mengkhianati
bangsa sendiri!”
Ucapan ini disusul melayangnya tiga bayangan
orang dari atas pohon melalui kepala orang orang
dan turun ke depan Ouw Beng Tat.
Semua orang memandang dan dua pasang
orang yang sedang gelisah itu segera berseru
girang, “Suhu…”
“Ha! Bagus sekali. Thian te Sin kiam sudah
tiba!” Seru Ang Kwi Han atau Ang Kai ong ketua
Ang kin Kai pang dengan suara lega. Sejak tadi
kakek pengemis ini diam saja dan dia yang
merupakan orang kedua dalam pasukan pejuang
yang memiliki ilmu kepandaian tinggi disamping
Dewi Suling, tadi diam diam telah memberi isyarat
kepada anak buahnya dan sudah siap siap
mengeroyok Panglima Ouw Beng Tat yang kosen.
Memang, yang datang itu adalah tiga orang
kakek yang memiliki gerakan seringan burung.
Orang pertama adalah Thian te Sin kiam Liem
Kwat Ek, kakek atau juga guru dari Liem Siok Lan,
seorang tokoh ilmu pedang yang amat terkenal,
sejajar dengan nama besar Yu kiam sin. Kakek ini
usianya sudah tua, rambutnya sudah putih
tubuhnya tinggi kurus, akan tegapi sinar mata
yang tajam membayangkan kekerasan hati dan
kegagahan. Adapun orang kedua adalah Tho tee
kong Liong Losu, hwesio gendut bertelanjang dada,
553
tenang dan serius, kini memandang kepada kedua
orang muridnya dengan alis berkerut, akan tetapi
menjadi lega ketika melihat bahwa dua orang
muridnya dalam keadaan sehat dan selamat.
Adapun orang ketiga, adalah Siauw bin mo Hap
Tojin yang usianya juga sudah amat tua, tujuh
puluh tahun lebih akan tetapi sikapnya gembira
dan jenaka masih seperti dulu, muka nya makin
tua makin kehijauan, matanya makin sipit
sehingga hampir terpejam, akan tetapi mulutnya
tersenyum senyum, tangan kiri memegang guci
arak yang menghamburkan bau harum, pedang
bututnya masih menempel di punggung.
Sebetulnya, sudah agak lama tiga orang sakti
ini datang dan melihat ketika pasukan pejuang
dikurung oleh barisan besar yang dipimpin sendiri
oleh Ouw Beng Tat, mereka bertiga kaget dan
khawatir. Mereka Cukup maklum akan kelihaian
Ouw Beng Tat. Lebih lebih lagi Thian te Sin kiam
Liem Kwat Ek yang tidak melihat cucunya di
antara para pejuang hatinya amat gelisah. Maka ia
lalu melepaskan panah apinya untuk memberi
tanda agar kalau cucunya berada di sekitar tempat
itu dapat maklum bawa dia telah datang. Dan
memang betul panah apinya terlihat oleh Siok Lan,
akan tetapi waktu itu Siok Lan berada di tempat
yang jauh sehingga tidak dapat cepat cepat tiba di
situ.
Melihat munculnya tua orang kakek yang
dikenalnya dengan baik ini Ouw Beng Tat tertawa
lalu menjura dan berkata dengan suara gembira.
“Wah, kalian bertiga kakek kakek tua bangka
kiranya masih hidup? Ha ha ha sungguh lucu
554
sekali dapat berjumpa dengan kawan kawan lama
dalam keadaan seperti ini. Ha ha ha ha !”
Thian te Sin kiam Liem Kwat Ek yang lebih tua
daripada semua tokoh yang berada disini,
menudingkan telunjuk ke arah Ouw Beng Tat dan
suaranya tegas dan bernada marah ketika ia
berkata.
“Ouw Beng Tat, antara engkau, kami bertiga
dan mendiang Yu kiam sian, dahulu terjalin
persahabatan erat sebagai teman teman
seperjuangan melawan orang orang Mongol,
bahkan kami berempat boleh dibilang menjadi
anak buahmu ketika engkau masih menjadi
seorang Panglima Sung yang gagah perkasa dan
kami berempat menjadi pejuang sukarela
menentang penjajah. Siapa mengira, engkau dapat
terbujuk dan menjadi kaki tangan kerajaan
Mongol, dan kini malah tidak segan segan
menentang para pejuang bangsa sendiri ! Ouw Bag
Tat, aku tadi telah mendengar semua. Sekarang
jelas bahwa di antara kita harus menyambung
nyawa. Sahabat sahabat pejuang semua…!
Bersiaplah, bentuk lingkaran menghadapi musuh!
Kita satu lawan tiga akan tetapi tidak perlu takut.
Mempertaruhkan nyawa demi tanah air dan
bangsa.....!” Kakek itu masih bersemangat dan
teriakannya mengingatkan orang akan sepak
terjangnya di waktu muda dahulu.
Bangkitlah semangat para pejuang dan
otomatis mereka bergerak, membentuk barisan
lingkaran untuk menghadapi musuh yang sudah
mengepung mereka. Melihat ini Ouw Beng Tat
555
tertawa terbahak bahak. “Ha ha na, Liem Kwat Ek,
ternyata nyalimu masih belum lenyap dan engkau
tak pernah tua! Ketahuilah, seorang bijaksana
harus dapat menyesuaikan diri dengan keadaan,
melawan secara membabi buta tanpa perhitungan
bukanlah laku seorang bijaksana, melainkan
seorang tolol! Aku adalah seorang panglima yang
bertanggung jawab dan setia kepada tugas dan
kedudukanku. Aku harus membasmi setiap orang
pemberontak. Akan tetapi aku masih mengingat
bangsa sendiri, maka aku mengajukan usul. Para
anak buah pemberontak dapat kuterima menjadi
pekerja pekerja kembali dan diampuni dosa dosa
mereka. Akan tetapi pemimpin pemimpinnya
termasuk engkau, Siauw bin mo dan Tho tee kong,
harus menyerahkan diri untuk kujadikan tawaran
ke kota raja !”
“Hem, apakah kaukira demikian mudah kau
akan dapat menangkap kami? Ha ha ha, panglima
anjing bangsa Mongol, cobalah kau tangkap Siauw
bin mo !” kata kakek muka hijau Hap Tojin sambil
tertawa tawa mengejek
“Bagus! Sekarang biarlah aku menghadapi
kalian dengan aturan dunia persilatan! Kalau aku
mengerahkan barisanku, tentu kalian semua akan
terbasmi habis dan aku tidak menghendaki ini.
Sekarang biarlah kita mengadu kepandaian antara
para pemimpin pemberontak dengan aku dan para
perwira bawahanku. Kalau kalian kalah, anak
buah kalian harus menurut menjadi pekerja
pekerja kembali, sebaliknya kalau aku dan teman
temanku kalah, biarlah kalian semua kubiarkan
556
bebas dan aku tidak akan mengerahkan
barisanku.”
''Nah, itu barulah ucapan seorang gagah. Ouw
Beng Tat kiranya engkau masih ingat akan sopan
santun dunia kang ouw. Nah, sekarang aku Ang
Kwi Han ketua Ang kin Kai pang yang akan
menjadi pelopor melawanmu. Lihat pedangku.“
Kakek yang berpakaian aneh itu meloncat maju.
tongkatnya bergerak dan tahu tahu tongkat itu
sudah berubah. Sebatang pedang dengan ronce
ronce merah, gerakannya cepat sekali dan
pedangnya mengeluarkan angin berkesiutan.
Memang kakek ini terkenal denga ilmu pedang
Soan hong kiam (Pedang Angin) dan dengan ilmu
pedang inilah maka Ang kin Kai pang menjadi
terkenal. Tingkat Kepandaian Ang Kwi Han sudah
amat tinggi dan kiranya hanya Dewi Suling seorang
diantara para pejuang yang dapat mengimbangi
kepandaiannya. Kalau tadi ketua pengemis ini
tidak segera turun tangan adalah karena dia
merupakan seorang yang banyak pengalamannya
dan tidak sembrono. Ia tahu bahwa Ouw Beng Tat
amat kosen, dan baru setelah kini ia melihat
datangnya tiga orang teman yang kepandaiannya
boleh diandalkan sungguhpun masih diragukan
apakah dapat menang menghadapi panglima itu, ia
maju lebih dulu untuk membuktikan bahwa dia
adalah seorang pejuang yang pantang mundur dan
rela mempertaruhkan nyawa !
“Wirrr… trang…!!” Pedang angin yang amat
cepat gerakannya dari Ang Kwi Han tahu tahu
telah tertangkis oleh pedaag panjang di tangan
Ouw Beng Tat dan begitu api muncrat ke kanan
557
kiri akibat benturan kedua pedang itu tampak Ouw
Beng Tat mundur dua langkah, akan tetapi pangcu
(ketua) itu terhuyung dan mukanya berubah agak
pucat.
“Ha ha ha ! Ang kai ong (Raja Pengemis Ang )
memang tidak bernama kosong belaka !”
“Yang lain lain dapat dihadapi perwira perwira,
akan tetapi engkau Dewi Suling, Siau bin mo, Tho
tee kong dan Thian te Sin kiam sendiri adalah
lawan lawanku. Kalian berlima boleh maju
bersama, boleh maju berbareng agar dapat
membuktikan kelihaian Ouw Beng Tak, ha ha ha !”
Sungguh sombong sekali ucapan panglima itu,
akan tetapi Thian te Sin kiam dan dua orang kakek
lain, yaitu Siauw bin mo dan Tho tee kong maklum
bahwa kesombongan itu bukan kosong belaka.
Mereka ini tahu bahwa memang ilmu kepandaian
Ouw Beng Tat amat tinggi maklum dahulupun
mendiang Yu kiam sian masih tidak dapat
menandinginya! Andai kata mereka berlima
sekalipun, belum tentu mereka berlima akan dapat
dengan mudah mengalahkan Beng Tat. Akan tetapi
sebagai orang orang gagah mereka agak segan
untuk melakukan pengeroyokan, terutama sekali
Thian te Sin kiam yang sudah memiliki nama
besar sebagai seorang tokoh pedang yang
bertingkat tinggi. Turun tangan mengeroyok berarti
mencoreng muka sendiri dan merendahkan derajat
mencemarkan nama sendiri.
Akan tetapi, hati dan pendirian Tho tee kong
Liong Losu dan Siauw bin mo Hap Tojin tidaklah
558
sakeras Thian te Sin kiam. Mereka berdua ini dulu
pernah berjuang di bawah pimpinan Ouw Beng Tat
dan sudah maklum betapa tinggi ilmu panglima
itu, maka kini menyaksikan Ang Kwi Han
bertanding dan dalam beberapa jurus saja sudah
tertindih dan tertekan mereka berseru keras dan
meloncat maju, Tho tee kong Liong Losu
menggerakkan tongkat hwesio di tagannya dan
senjata yang berat ini sudah mengaung ngaung
seperti seekor naga mengamuk. Adapun Siauw bin
mo Hap Tojin sambil tertawa tawa, sudah
mencabut pedangnya dan tampaklah segulung
sinar pedang berkilauan menyambar nyambar dan
mengurung Ouw Beng Tat.
JILID XIII
“HA Ha Ha bagus sekali ! Hap Tojin dan Liong
Losu, puluhan tahun yang lalu kita berteman, kini
berlawan. Memang hidup harus berganti ganti,
banyak bumbu baru gembira ! Ha ha ha !”
Pada saat tiga orang kakek itu mengeroyok Ouw
Beng Tat, sesosok bayangan berkelebat memasuki
tempat itu dengan cara seperti tiga orang kakek
tadi, yaitu melompat dari pohon. Bayangan itu
bukan lain adalah Siok Lan yang segera
menghampiri Thian te Sin kiam dan berseru.
“Kong kong…. (kakek) !”
Sejenak pandang mata kakek ini berseri dan ia
menggandeng tangan cucunya, lalu ia memandang
lagi ke arah pertandingan dengan mata
mengandung kekhawatiran.
559
“Kong kong, mari kita bantu mereka….”
“Stttt.... jangan sembrono Siok Lan. Engkau
tidak boleh sembarangan turun tangan, takkan ada
gunanya.”
Siok Lan memandang bengong dan melihat
betapa panglima tinggi besar itu biarpun dikeroyok
tiga namun ternyata pedangnya hebat bukan main.
Tubuhnya yang tinggi besar itu berdiri kokoh kuat
seperti menara besi, pedangnya bergerak dengan
tenaga yang menggetar getar, terasa sampai jauh
angin sambaran pedangnya dan betapapun juga
akan lihainya tiga orang kakek yang
mengeroyoknya, namun tidak pernah senjata tiga
orang ini dapat menyentuh. Tiap kali tertangkis
pedang di tangan Ouw Beng Tat bahkan tongkat
Liong Losu yang berat disertai tenaganya yang kuat
sekalipun terpental dan hampir terlepas dari
pegangan !
“Kong kong….“ Siok Lan berbisik lagi, “tiga
orang kakek itu takkan menang, kenapa kong kong
tidak membantu mereka ...?”
“Ha ha ha! Tepat sekali desakan cucumu, Thian
te Sin kiam. Hayo kau maju dan bantulah. Kau
juga Dewi Suling !”
Siok Lan terkejut. Dia bicara bisik bisik kepada
kakeknya, dan panglima itu sedang bertempur
dikeroyok tiga orang kakek lihai, namun masih
dapat mendengarnya dan menjawab. Sungguh
hebat panglima tua itu!
“Aku tidak akan melakukan pengeroyokan Siok
Lan.”
560
“Apakah…. kong kong sanggup
menandinginya….?”
“Sukar menangkan dia…. akan tetapi aku tidak
takut. Kalau semua teman kalah, biarlah
kuserahkan selembar nyawa dan tubuh tua ini “
“Kong kong…”
“Stttt, mati hidup bukan apa apa lagi bagi
seorang tua bangka seperti aku. Akan tetapi
berbeda lagi dengan engkau, maka janganlah
engkau sembrono. Apakah kau sudah bertemu
dengan dia?”
“Siapa, kong kong?”
“Siapa lagi, Yu Lee tentu… bukanlah kau pergi
mencari dia ?”
Merah wajah Siok Lan dan dia menggeleng
kepala, tidak menjawab. Ditanya tentang Yu Lee
atau Pendekar Cengeng, teringat ia kepada Aliok
dan timbul kekhawatirannya. Aliok tadi berlari lari
menyusulnya bagaimana kalau terlangkap oleh
pasukan musuh? Akan tetapi karena pasukan
musuh tidak atau belum bergerak menanti
perintah Panglima Ouw Beng Tat agaknya
kekhawatirannya hilang dan ketika ia menolah ke
kanan kiri dan belakang, ia terheran heran melihat
Aliok sudah menyelinap di antara anak buah
pejuang ! Kalau saja keadaan tidak demikian
menegangkan, tentu ia akan merasa heran
bagaimana Aliok dapat sedemikian cepatnya
menyusul ke situ padahal tadi ia mempergunakan
ilmu lari cepat.
561
Kakenya tidak bertanya lagi, juga Siok Lan lupa
akan Aliok ketika melihat betapa pertandingan
sudah mencapai puncaknya. Baru kurang lebih
tiga puluh jurus berlangsung, akan tetapi keadaan
tiga orang kakek itu sudah payah ! Mereka kini
terus terhimpit dm tertekan oleh sinar pedang
Panglima Ouw Beng Tat yang makin lama makin
lebar gulungan sinarnya.
“Pengkhianat keji biar kau rasakan pedang ku !”
Yang berteriak nyaring ini adalah Cui Hwa Hwa
yang agaknya tidak dapat menahan kemarahan
hatinya lagi. Wanita ini sudah meloncat ke depan
dan Thian te Sin kim dan Dewi Suling terkejut,
hendak mencegah namun terlambat. Terdengar
jerit mengerikan ketika terdengar suara
kerincingan dan seperti keadaan tiga orang Hoang
ho Sam liong tadi, tubuh Cui Hwa Hwa roboh
berkelojotan, sebatang piauw menancap di antara
kedua matanya dan ia tewas tak lama kemudian!
Sungguh hebat kepandaian Panglima Ouw Beng
Tat, Cui Hwa Hva terhitung orang lihai, jauh lebih
lihai daripada tiga Huang ho Sam liong namun
tetap saja ia tidak dapat menghindarkan diri dari
serangan tiga batang piauw berkerincing yang
sekaligus menyambarnya tadi. Ia dapat
menghindarkan yang dua batang, namun piauw
ketiga tak dapat ia hindarkan lagi.
Sambil tertawa Ouw Beng Tat mempercepat
gerakan pedangnya dan Ang Kwi Han berseru
perlahan, terhuyung ke belakang dan lengan
kirinya sebatas liku terlepas dan jatuh ke atas
tanah ! Lengannya telah terbabat pedang Ouw
Beng Tat ! Namun luar biasa sekali kegairahannya
562
dan daya tahan ketua Ang kin Kai pang ini, karena
sambil mengeluarkan suara gerengan ia menubruk
maju dengan nekat, pedangnya bergerak cepat
sekali. Ouw Beng Tat mundur dan menangkis,
tangan kirinya kembali diayun dan tiga batang
piauw menancap di antara mata leher dan ulu hati
ketua pengemis itu yang segera roboh tak berkutik
lagi.
“Auuuuggghhh…!!” Suara ini terdengar bergema
keluar dari kerongkongan puluhan orang anggauta
Ang kin Kai pang dan mereka sudah gatal gatal
tangan untuk menerjang maju. Melihat ini Dewi
Suling cepat mengangkat lengan ke atas dan
berseru.
“Saudara saudara angauta kai pang harap
tenang ! Orang gagah selalu memegang teguh janji !
Kita sudah berjanji, diwakili liem locianpwe tadi
untuk mengadu kepandaian antara pimpinan.
Tidak sorangpun anak buah boleh turun tangan
tanpa komando !”
Memang Dewi Suling paling disegani oleh para
pejuang maka para pengemis yang menyaksikan
sendiri betapa pangcu mereka terbunuh, menahan
kemarahan dan hanya dapat mencucurkan air
mata sambil merawat jenazah ketua mereka seperti
yang dilakukan oleh anggauta anggauta Huang ho
Sam liong terhadap ketua mereka dan terhadap
jenazah Cui Hwa Hwa tadi.
Setelah Ang Kwi Han tewas, tentu saja Siauw
bin mo Hap Tojin dan Tho tee kong Liong Losu
menjadi makin repot menghadapi Ouw Beng Tat.
Panglima ini tertawa tawa mengejek lalu berkata.
563
“Mengingat akan persahabatan kita, tidaklah lebih
baik kalian menyerah saja daripada mati konyol di
ujung senjataku?”
“Omitohud pinceng tidak takut menghadapi
kematian,” kata Tho tee kong sambil terus
menggerakkan tongkatnya.
“He, he, he, Ouw Beng Tat panglima boneka.
Siapa takut mati? Kalau kami mati di tanganmu,
apa kau kira engkau kelak tidak akan mampus
juga? Kami akan mati sebagai pejuang pejuang
bangsa akan tetapi kelak engkau mampus sebagai
pengkhianat, namamu akan tercemar sampai tujuh
turunan ha ha ha!”
Marahlah Ouw Beng Tat. Ia megeluarkan suara
gerengan yang menbuat seluruh tempat itu
tergetar, pedangnya berkelebat menyilaukan mata.
Akan tetapi kedua orang kakek gagah perkasa itu
tidak gentar, menyambutnya dengan senjata
masing masing, bahkan tongkat di tangan Tho tee
kong berhasil “menyusup” masuk dan menggebuk
pundak kiri Ouw Beng Tat.
“Bukkk !” Tho tee kong terkejut ketika merasa
betapa tongkatnya membalik dan tangannya sakit
sakit. Akan tetapi iapun girang ketika melihat Ouw
Beng Tat terguilng roboh, ia mengira bahwa
biarpun tubuh itu kebal dan dilindungi pakaian
sisik besi, namun tenaga pukulan tongkatnya
membuat panglima itu terguling ia dan Hap Tojin
menubruk maju untuk mengirim serangan maut.
“Awas…!” Dewi Suling menjerit.
564
“Mundur…!” Thian te Sin kiam
memperingatkan.
Namun terlambat karena kedua orang tua yang
sudah mulai lelah itu sudah terlanjur menubruk ke
depan. Pada saat itu, tangan kiri Ouw Beng Tat
yang rebah miring diayun dan belasan batang
piauw berkerincing menyambar cepat sekali dari
jarak dekat ke arah dua orang kakek ini. Tho tee
kong dan Siauw bin mo terkejut, berusaha
memutar senjata melindungi tubuh, akan tetapi
tidak semua piauw dapat mereka tangkis. Sebatang
piauw menancap di lambung Tho tee kong dan
sebatang lagi menancap leher Hap Tojin. Mereka
terhuyung huyung lalu roboh.
“Pengkhianat keji rasakan pembalasanku !”
Teriakan ini keluar dan mulut Tan Li Ceng yang
diikuti oleh Ci Sian, Gui Siong dan juga Ouwyang
Tek. Empat orang muda yang melihat suhu mereka
roboh itu tak dapat menahan diri lagi dan sudah
mencabut senjata dan menerjang ke depan.
“Tahan… awas...!!” Dewi Suling menjerit,
tubuhnya melayang ke depan dan suling nya
diputar cepat di.depan empat orang muda itu yang
terancam oleh belasan batang piauw yang
menyambar sambil mengeluarkan suara kerincing
riuh rendah membisingkan telinga.
“Cring, cring, cring, cring….!!”
Belasan batang piauw itu beterbangan kena
sampokan suling Dewi Suling, akan tetapi sebatang
piauw masih meleset dan menancap di bahu kiri
Dewi Suling, membuat wanita ini terhuyung
huyung. Tan Li Ceng cepat memeluknya dan
565
membawanya mundur, di mana Dewi Suling
mengeluarkan obat dan mengomel.
“Kalian berempat ini apa sudah bosan hidup?
Lebih baik mengurus suhu kalian dan berusaha
mengobati.”
Empat orang muda itu menjadi pucat. Mereka
maklum bahwa kalau tidak ada Dewi Suling, tadi
mereka sendiri tidak akan mampu menyelamatkan
diri dari pada sambaran belasan batang piauw
yang hebat itu, Dewi Suling diam diam juga kaget
dan kagum, sambil memandang ke arah empat
orang muda yang kini menolong guru masing
masing yang masih belum tewas. Dewi Suling
dapat menduga bahwa nyawa dua orang kakek itu
takkan dapat tertolong lagi. Hal ini ia ketahui dari
hebatnya sambaran piauw yang ditangkis,
sulingnya yang menangkis piauw piauw itu sampai
tergetar hebat, berarti bahwa piauw itu
disambitkan dengan tenaga dahsyat sekali,
sepuluh kali lebih hebat daripada senjata senjata
rahasia yang dipergunakan ahli senjata rahasia.
Pantas saja kalau Huang ho Sam liong bertiga, Cui
Hwa Hwa, Ang Kwi Han. Orang orang yang begitu
lihai tak ada yang dapat menyelamatkan diri
daripada sambaran piauw dari tangan Ouw Beng
Tat.
“Suhu...!” Tan Li Ceng dan Lauw Ci Sian
menangisi guru mereka yang menggigit bibir.
“Suhu….!” Gui Siong dan Ouwyang Tek juga
memanggil gurunya perlahan dengan hati hancur.
Mereka melihat betapa guru mereka itu dalam
keadaan terancam mati masih tersenyum senyum
566
memandang mereka, namun jelas bahwa luka
suhu mereka itu takkan dapat ditolong lagi. Piauw
itu menancap dalam dalam di leher sehingga untuk
mencabutnya malah mengkhawatirkan.
“Bagaimana… dengan mereka...?” Siauw bin mo
menoleh ke arah kedua orang gadis murid Liong
Losu. “Kulihat… kalian berempat... hemm…
bagaimana….?”
Melihat betapa sukarnya suhunya bicara
dengan leher seperti tercekik karena tertancap
piauw itu. Gui Siong yang maklum akan watak
suhunya, menjadi terharu dan tidak tega. Ia
maklum bahwa sebelum mati gurunya ingin
bertanya tentang usul perjodohan mereka dengan
murid murid Liong Losu!
“Mereka setuju suhu ! Kami berempat tinggal
menanti ijin suhu…” Gui Siong berkata dengan
muka merah dan menahan air mata.
“Ha ha ha…! Ha ha ha ! Setuju … setuju…!”
Dan Siauw bin mo Hap Tojin tertawa terus sampai
akhirnya berhenti sama sekali karena napasnya
telah putus !
Tho tee kong Liong Losu keadaannya tidak lebih
baik daripada Hap Tojin. Piauw menancap di
lambung dekat jantung dan piauw yang
mengandung racun hebat itu sudah meracuni
semua darahnya, ia terengah engah dan hanya
membuka mata ketika mendengar suara ketawa
terakhir Hap Tojin.
“Apa maksudnya….?” Ia bertanya kepada tan Li
Ceng.
567
Tan Li Ceng maklum betapa pentingnya
menyampaikan berita baik kepada suhunya yang
dahulu merasa amat kecewa oleh penolakan
mereka, maka kini dengan memberanikan hati
menekan rasa malu ia berbisik di dekat telinga
suhunya “Suhu… kami berdua sudah sepakat
menjadi.... jodoh kedua muridnya….”
“Omitohud… lega hatiku…. ahh, Siauw bin mo,
engkau benar… hidup tidaklah begitu
membosankan kalau hati kita lega ….“ Hwesio ini
menghela napas panjang berkali kali dan keadaan
sungguh sebaliknya daripada Hap Tojin. Kalau
sahabatnya itu mati sambil tertawa tawa hwesio ini
mati sambil menghela napas!
Ketika melihat betapa para pejuang
menyaksikan kematian dua orang kakek itu
dengan terharu dan suasana menjadi kosong
mengharukan sejenak, Ouw Beng Tat lalu tertawa
dan berkata keras.
“Apakah kalian masih berkeras kepala, tidak
mau menyerah dan ingin mati konyol seperti yang
lain lain? Thin te Sin kiam, sudah terlalu banyak
tenaga tenaga baik mati konyol karena keras hati
dan kepala batunya. Yang kupandang hanya lima
orang di antara kalian yang patut melawanku.
Yang tiga sudah tewas, seorang sudah terluka,
tinggal engkau. Apakah engkau tidak dapat melihat
gelagat dan menyerah saja? Hemm, jangan kaukira
aku Ouw Beng Tat seorang yang berhati kejam.
Sesungguhnya aku menangis dalam hati harus
membunuh bekas bekas sahabat baik. Akan tetapi
karena keadaan memaksa, apa boleh buat. Harap
568
saja kau orang tua berpemandangan lebih luas dan
aku sudah akan merasa puas kalau dapat
menggiringkan engkau, Dewi Suling dan empat
orang anak muda itu sebagai pimpinan
pemberontak ke kota raja,”
Saking marahnya. Thian te Sin kiam tidak
menjawab melainkan perlahan lahan tangan nya
bergerak dan pedang yang sudah belasan tahun
menganggur itu dicabutnya. Melihat ini Siok Lan
memegang lengan kong kongnya.
“Kong kong, biarlah aku melawannya,” kata
gadis itu.
“Ha ha ha, Thian te Sin kiam. Engkau sudah
terlalu tua untuk berkelahi. Lebih baik engkau
menyerah dan aku berjanji tidak akan melawan
cucumu yang gagah ini. Selain itu, jangan mengira
bahwa mereka yang kutawan dan kubawa ke kota
raja tentu akan dihukum mati. Tidak sama sekali.
Karena kerajaan Goan amat bijaksana dan dapat
menghargai tenaga orang orang pandai dan….“
“Tutup mulutmu, Ouw Beng Tat ! Aku tidak
sudi menjadi pengkhianat, lebih baik seribu kali
mati daripada hidup menjadi pengkhianat bangsa
seperti engkau !” teriak Thian te Sin kiam dan
dadanya bergelombang saking marahnya. Kakek ini
menggerakkan pedangnya, diputar putar di atas
kepala dan terpaksa Siok Lan mundur dan
memandang kakeknya penuh kegelisahan. Lawan
terlampau lihai dan kakeknya itu biarpun dahulu
terkenal sebagai seorang pendekar pedang yang
sukar dicari bandingnya, namun sejak dahulu
569
sudah kalah tinggi ilmunya oleh Ouw Beng Tat,
dan sekarang sudah amat tua dan mulai lemah.
“Thian te Sin kiam sungguh sungguh engkau
bodoh dan keras kepala! Engkau membikin hatiku
merasa tidak enak sekali. Bagaimana aku dapat
senang kalau harus mengadu pedang dengan orang
yang dahulu menjadi anak buahku dan sudah
banyak jasanya? Liem Kwat Ek, sabelum kita
bertanding pedang, kau cobalah hadapi senjata
rahasiaku. Kalau kau cukup tangguh menghadapi
piauw piauwku, barulah kau berharga untuk
bertanding pedang denganku.”
Setelah berkata demikian, kedua tangan Ouw
Beng Tat bergerak dan pedangnya yang sudah
dipegangnya tahu tahu sudah kembali ke sarang
pedang. Tangan kiri dan kanan kini merogoh piauw
dari kantong kantong piauw di pinggang kanan dan
dada, dan begitu kedua tangan bergerak ke depan
dan terdengarlah suara nyaring dan hiruk pikuk
bunyi kerincingan dibarengi dengan
menyambarnya puluhan batang piauw yang
menyambar ke arah jalan darah di seluruh tubuh
Thian te Sin kiam !
“Cring, cring, cring, cring, cring...... !!”
Hebat gerakan pedang Thian te Sin kiam.
Biarpun ia sudah tua, namun sekali kakek ini
memutar pedang tubuhnya seolah olah dilindungi
benteng baja yang dibentuk oleh gulungan sinar
sinar pedang yang berkeredepan menyilaukan
mata. Sambaran dua puluh piauw itu semua dapat
ia runtuhkan dengan tangkisan pedangnya.
Biarpun semua piauw runtuh namun diam diam
570
Thian te Sin kiam terkejut bukan main karena
lengan kanannya yang memegang pedang seperti
lumpuh rasanya saking kuatnya tenaga yang
terkandung dalam senjata rahasia yang kecil
seperti itu sehingga ketika menangkis tadi terpaksa
ia mengerahkan seluruh tenaganya.
“Ha ha ha, hebat kau! Coba terima ini !”
Kembali terdengar suara berkerincingan nyaring
sekali lebih nyaring dari pada tadi dan yang
berkelebat menyambar adalah tujuh batang piauw
yang terbang menjadi satu dengan kecepatan luar
biasa menuju dada Thian te Sin kiam. Kakek ini
tidak dapat mengelak lagi terpaksa menangkis
dengan pedangnya sambil mengeratkan tenaga.
“Tranggg...!” Tujuh batang piauw yang menjadi
satu itu terpukul runtuh akau tetapi pedang itu
sendiri terlepas dari pegangan tangan Thian te Sin
kiam! Kiranya tujuh batang piauw itu mengandung
tenaga yang amat dahsyat sehingga tidak kuat
Thian te Sin kiam menahan pedangnya yang
terlepas dan runtuh bersama tujuh batang piauw
yang ditangkis nya, Ouw Beng Tat tertawa tawa
dan kini kedua tangannya melempar lemparkan
piauw ke arah Thian te Sin kiam membuat kakek
ini terpaksa mengandalkan kegesitan tubuhnya
untuk mengelak dan berloncatan ke sana ke mari.
“Ha ha ha, engkau takkan dapat menghindar
dari piauwku Liem Kwat Ek, akan tetapi kalau kau
meayerah aku akan mengampuni nyawamu !”
“Kau boleh pergi ke neraka, Ouw Beng Tat !
Bunuhlah ako kalau kau mampu, aku tidak takut
mati !”
571
Ouw Beng Tat menjadi marah dan sengaja ia
melepaskan sebatang piauw dengan pengerahan
tenaga khusus, tidak seperti piauw piauw lain yang
dilepas hanya untuk mempermainkan jago pedang
tua itu, Piauw ini luar biasa sekali, menyambar
cepat dan terdengarlah Thian te Sin kiam Liem
Kwat Ek mengeluh dan tubuhnya terhuyung,
Piauw itu telah menyerempet pahanya. Biarpun
tidak hebat luka nya, namun membuat kakinya
setengah lumpuh karena pengarah racun yang
terkandung di ujung piauw.
“Ha, ha, ha, kau masih belum menyerah? Ingin
semua kubunuh termasuk cucumu.”
“Lebih baik kami mati semua daripada
menyerah, manusia busuk !” Siok Lan memaki
sambil menolong kakeknya.
Dewi Suling yang sudah mengobati bahu
kirinya meloncat dan berteriak, suaranya lantang,
“Ouw Beng Tat, jangan kira bahwa kami adalah
orang orang pengecut seperti engkau ! Kami akan
melawan sampai titik darah terakhir, dan selelah
kami para pimpinan tewas jangan mengira bahwa
anak buah kami akan suka tunduk begitu saja.
Merekapun adalah patriot patriot sejati, orang
orang gagah yang memilih kematian daripada
menjadi abdi penjajah terkutuk !”
Ucapan ini bukan merupakan pengingkaran
janji, melainkan merupakan pembakaran semangat
yang sengaja diucapkan Dewi Suling setelah
menyaksikan betapa fihaknya akan kalah.
Ucapannya disambut sorak sorak riuh dan
gemuruh oleh para anak buah pasukan pejuang
572
yang mengacung acungkan senjata. “Kami lawan !
Kami lawan sampai mati …!!”
Tadinya para anak buah pasukan pejuang
sudah mengendur semangat juangnya, gentar
karena menyaksikan betapa fihak pimpinan
mereka banyak yang tewas. Terutama sekali anak
buah Ang kin Kai pang yang kehilangan ketuanya,
anak buah Huang ho Sam liong yang kematian tiga
orang pemimpin dan hanya anak buah pimpinan
Ouwyang tek, Gui Siong, Lauw Ci Sian dan Tan Li
Ceng saja, bekas bekerja paksa itulah yang masih
bersemangat tinggi.
Akan tetapi melihat sikap Thian te Sin kiam
yang biarpun sudah tua namun masih
bersemangat baja, dan sikap Dewi Suling yang
gagah perkasa timbul kembali semangat mereka
sehingga dengan suara bulat mereka bertekad
untuk melawan sampai titik darah orang terakhir !
Melihat sikap semua pejuang ini, kemarahan
Ouw Beng Tat tak dapat ditahan lagi. Ia
menggerakkan tangan hendak mengeluarkan
perintah membasmi semua pemberontak yang
dianggapnya tak tahu diri itu, akan tetapi sebelum
mengeluarkan aba aba tiba tiba terdengar
bentakan nyaring.
“Ouw Tat clankkun sebagi seorang panglima
tinggi seperti engkau, apakah tidak malu menjilat
ludah yang dikeluarkannya sendiri ?”
Kagetlah Ouw Beng Tat dan kini ia memandang.
Yang menegurnya itu adalan seorang pemuda
tampan dan gagah, berpakaian putih ………… yang
berdiri menghadapinya dengan tatap mata tajam
573
dan sikap garang, menudingkan senjata yang
berada di tangan pemuda ini berbentuk sebatang
ranting kayu kecil yang yang masih ada dua helai
daunnya di ujung ranting. Ia tidak mengenal
pemuda ini juga tidak melihat ada diantara para
pimpinan pemberontak. Sikap dan pakaian
pemuda ini, seperti memang biasa saja, sama
sekali tidak menimbulkan kesan, akan tetapi
pandang matanya demikian mengerikan, tajam
menem bus jantung dan penuh keangkeran.
“Hm, siapa engkau dan apa artinya ucapan
yang lancang tadi?” Ouw Beng Tat membentak,
suara nya mengguntur karena ia marah sekali.
Kalau seorang tokoh besar seperti Thian te Sin
kiam masih tidak mampu melawannya apa pula
pemuda sederhana ini? Ouw Beng Tat bukanlah
seorang pengecut dan kejam terhadap bangsa
seperti yang ia katakan . Dia merasa tidak senang
harus bertanding melawan bekas sahabat
seperjuangan dahulu, hatinya sakit karena ia
harus membunuh orang orang seperti Hap Tojin
dan Liong Losu bekas anak buahnya. Akan tetapi,
dia orang yang setia akan tugasnya. Sikap nya
menghadapi para pemberontak adalah sikap yang
menyayang bangsa dan bekas sahabat, maka ia
tidak begitu saja membasmi mereka yang
sesungguhnya sudah betada di dalam telapak
tangannya, melainkan ia mengajukan usul
bertanding agar mereka itu dapat ia taklukkan
tanpa pembunuhan, atau kalaupun ada
pembunuhan, tidaklah banyak. Tentu saja dia
bukan seorang bodoh dan sembrono. Adanya dia
berani menantang bertanding adalah karena dia
574
yakin bahwa di antara para pimpinan pemberontak
itu tidak seorangpun dapat mengalahkannya ! Kini
ada seorang pemuda yang berani menantangnya.
Biarpun ia belum mengenalnya dan belum
mengetahui sampai di mana kelihaiannya, akan
tetapi tentu saja ia memandang rendah. Pemuda
ini usianya tentu takkan lebih dari dua puluh lima
tahun, sepandai pandainya juga mana mungkin
mampu melawan dia yang pengalamannya saja
sudah lebih lama dari pada usia si pemuda?
“Namaku tidak menjadi soal, Ouw ciangkun,
akan tetapi perlu kau ketahui bahwa aku adalah
seorang di antara para pejuang. Ucapanku tadi
tidak lancang, karena sesungguhnya amat
memalukan kalau seorang panglima seperti engkau
menjilat ludah sendiri. Bukankah engkau janjikan
kebebasan apabila kau kalah dalam pertandingan?
Nah, pertandingan belum juga habis engkau sudah
hendak mengerahkan pasukan untuk membasmi
kaum pemberontak.”
“Apa kau bilang ? belum habis ? Eh, orang
muda dengarkan dengan kata kataku. Semua
pimpinan pemberontak sudah ku kalahkan. Siapa
lagi yang masih berani melawan aku ? Hayo, siapa
lagi orangnya di antara para pemberontak yang
berani menghadapi pedang dan piauwku? Siapa
berani bertanding dengan panglima besar Ouw
Beng Tat?”
Pemuda itu dengan sikap tenang lalu berkata,
mengejutkan dan mengherankan Ouw Beng Tat
dan semua anak buahnya. “Akulah yang akan
melawanmu, Ouw ciangkun !”
575
“Aliok…! Jangan…. kau nanti mati…!”
Yang menjerit ini adalah Siok Lan. Gadis yang
sudah jatuh cinta kepada bekas “pelayan” ini
begitu kaget dan khawatir mendengar ucapan Yu
Lee sehingga ia menjerit dan dengan tak
disadarinya lagi ia sudah meloncat dan lari
meninggalkan kakeknya, menghampiri Yu Lee dan
memegang lengan pemuda itu . “Aliok, apa kau
gila? Kau hendak melawan dia ? Banyak jalan
kematian, mengapa memilih mati konyol ! Dia
bukan lawanmu. Biarlah aku yang menggantikan
mu ! Hayo, Ouw Beng Tat, kau lawan aku saja !”
Gadis ini dengan sikap gagah mencabut pedang.
Yu Lee tersenyum, memegang kedua lengan
gadis itu, berkata dengan suara halus dan penuh
perasaan. “Adik, Siok Lan, harap kau mundur,
ah…. kau tenang tenang saja, Aliokmu ini tidak
akan mudah saja dibunuh orang….”
Siok Lan hendak meronta akan tetapi alangkah
heran dan kagetnya ketika ia merasa betapa kedua
lengannya sama sekali tidak dapat digerakkan
dalam genggaman tangan bekas pelayannya itu. Ia
penasaran dan mengerahkan seluruh sinking di
tubuhnya disalurkan ke arah kedua lengan,
namun sia sia, sedikit pun ia tidak dapat
bergeming. Dengan keheranan menjadi jadi ia
mengangkat muka menatap wajah pemuda itu
yang tersenyum senyum kepadanya.
“Siok Lan….!” Panggilan ini datang dari mulut
Thian te Sin kiam.
“Kong kongmu memanggil, kau kesanalah dan
tenangkan hatimu, moi moi…..!”
576
Semua peristiwa ini demikian mengherankan
dan mengejutkan hati Siok Lan. Ia merasa seperti
dalam mimpi. Aliok menyebut “adik” dengan
sebutan begitu mesra, Aliok memegang kedua
lengannya dan ia sama sekali tidak mampu
bargerak. Aliok kini menantang untuk bertanding
melawan Panglima Ouw Beng Tat yang demikian
lihai sehingga kakeknya sendiripun tidak mampu
mengalahkannya! Seperti dalam mimpi, mendengar
kata kata terakhir Aliok. Siok Lan lalu berjalan
perlahan menghampiri kakeknya.
Thian te Sin kiam yang pahanya terluka itu
sudah ditolong oleh Dewi Suling yang menaruhkan
obat dan membalutnya . Kini kakek ini sudah
bangkit berdiri memandang cucunya dengan mata
tertbelalak dan segera ia menegur Siok Lan begitu
gadis itu datang dekat.
“Siok Lan ! Bagaimana engkau begitu berani
kurang ajar? Kau… kau menyebut dia… Aliok? Apa
apaan ini ? Siapa itu Aliok ?”
“Dia Aliok pelayanku, kong kong… “ kata Siok
Lan terheran heran melihat betapa kong kongnya
itu memandangnya dengan mata terbelalak seperti
itu.
“Apa? Pel… pe. ... pelayanmu? Dia….
pelayanmu? Ha, ha, ha, ha ! Setua ini baru kali ini
aku mendengar urusan begini lucu dan gila
ha ha, ha, ha. ha….!” Kakek itu tertawa terbahak
bahak sehingga mengejutkan semua orang yang
memandangnya dengan khawatir, takut kalau
kalau kakek itu menjadi gila karena menyesal
melihat fihaknya menderita kekalahan. Tubuhnya
577
bergoyang dan Siok Lan cepat memegang lengan
kakeknya.
“Kong kong…. Mengapa….?”
Thian te Sin kiam memeluk cucunya
menghentikan tertawanya ketika sadar bahwa
sikapnya itu mengherankan semua orang.
“Diamlah, dan kau lihat saja. Lihat baik baik
dan kau akan mengerti, cucuku,” katanya. Yu Lee
juga menengok ke arah mereka dan ketika bertemu
pandang dengan Siok Lan. mengedipkan sebelah
matanya.
Ouw Beng Tat juga mendengar percakapan
antara kakek dan cucunya itu, maka ia tertawa.
“Ha ha ha, kiranya engkau ini pelayan cucu Thian
te Sin kiam? Seorang pelayan berani
menantangku? Apakah kau sudah gila ?”
“Ouw ciangkun, sudah kukatakan tidak perduli
aku siapa, akan tetapi saat ini aku mewakili semua
pejuang menghadapimu. Asal saja engkau tidak
menjilat ludah sendiri. Kalau kau kalah terhadap
aku, engkau akan membebaskan semua pejuang
yang berada di sini. Benarkah itu?”
Ouw Beng Tat menjadi penasaran. Dia seorang
panglima besar, bagaimana ia harus merendahkan
diri melawan seorang….. pelayan? Selain Ouw Beng
Tat, juga Siok Lan terheran heran, bahkan
mendongkol kepada Aliok. Gilakah Aliok ! Mewakili
semua pejuang? Mencari mati konyol ?
“Thian te Sin kiam, benarkan pemuda ini
menjadi wakil kalian?”
578
Tliiar te Sin kiam tertawa lebar dan
mengangguk, “Benar, lawanlah dia kalau memang
engkau lihai Ouw Beng Tat ! Sekali ini eugkau
akan mendapat malu !”
Ouw Beng Tat masih penasaran dan menoleh ke
arah Dewi Suling yang sejak tadi menundukkan
mukanya yang menjadi pucat mendengar
percakapan antara Thian te Sin kiam dan cucunya
tentang pemuda yang ia kenal sebagai Yu Lee Si
Pendekar Cengeng, satu satunya pria yang
dicintainya dan yang telah menolak cintanya itu.
“Dewi Suling, engkau juga setuju pemuda ini
menjadi wakil kalian dan kalau dia kalah dariku,
kalian semua akan tunduk akan semua
keputusanku ?”
“Dia memang wakil tunggal kami Ouw
ciangkun. Dialah jago kami yang sejak tadi kami
nanti nanti!” jawab Dewi Suling tanpa ragu ragu
lagi.
Siok Lan melongo. Gilakah semua orang ini?
Ataukah dia yang sudah gila dan telinganya tidak
dapat menangkap ucapan orang dengan benar lagi?
Namun Ouw Beng Tat masih juga meragu. Ia
tidak ingin dipermainkan dan dikatakan pengecut
merendahkan diri hanya berani melawan seorang
pelayan rendah. Maka ia berkata kepada Yu Lee.
“Orang muda, sebelum aku melawanmu hendak
kulihat apakah kau cukup berharga untuk menjadi
lawanku! Ia menoleh ke belakang dan berkata
kepada seorang perwira gemuk pendek yang
memegang sebatang cambuk besi. “Kau wakili aku,
hancurkan kepala budak hina ini !”
579
Perwira gedut pendek itu adalah seorang tokoh
pengawal istana, saorang ahli silat yang bertenaga
besar dan senjata nya itu, sebatang cambuk besi,
amatlah hebatnya. Cambuk itu terbuat daripada
baja lemas panjangnya tidak kurang dari tiga
meter. Dengan senyum mengejek perwira itu
melangkah maju cambuknya digerakkan dan
diputar putar di atas kepala menimbulkan suara
meledak ledak keras sekali seperti halilintar.
Yu Lee maklum bahwa senjatanya, yaitu
sebatang ranting berani menghadapi segala macam
senjata keras, kecuali cambuk yang lemas, karena
ada bahayanya ranting itu akan terbabat putus
oleh cambuk yang lemas sifat nya. Maka ia lalu
menyelipkan rantingnya di pinggang, lalu bertolak
pinggang ambil berkata “Baiklah Ouw ciangkun.
Aku akan menghadapi pembantu mu ini dengan
tangan kosong!”
Ucapan ini tentu saja dianggap tekebur oleh
fihak lawan, dan memang ini yang diharapkan Yu
Lee agar tidak diketahui orang akan rahasia
kelemahan senjatanya yang amat sederhana ini.
Siok Lan menjadi pucat, menganggap bahwa Aliok
benar benar miring otaknya.
Perwira gendut itu marah sekali, merasa
dipandang rendah dan dihina. Maka sambil
berseru keras ia mengerang maju sambil
menggerakkan cambuknya ………..
“Tar tar tar…..” cambuk baja itu melecut lecut
dan ujungnya menari nari di atas kepala Yu Lee,
seolah olah mengancam hendak benar benar
menghancurkan kepala pemuda yang tampak
580
tenang saja itu. Melihat betapa pemuda itu tenang
tenang saja menghadapi ancaman ancaman ujung
cambuknya, si perwira gendut makin marah dan
dengan bentakan keras ia kini benar benar
menyerang. Ujung cambuknya menyambar ke arah
jalan darah di leher Yu Lee setelah meledak dengan
suara nyaring.
Namun dengan amat mudanya Yu Lee
mengelak. Ujung cambuk terus menyambar
nyambar dan terjadilah pemandangan yang
membuat Siok Lan melongo. “Pelayannya” itu kini
bergerak gerak indah sekali, indah dan cepatnya
sampai membuat mata nya kabur dan kepalanya
pening. Itulah ginkang yang jarang ia saksikan.
Tubuh pemuda itu seolah olah berubah menjadi
asap, begitu ringannya ia bergerak, seolah olah
ujung cambuk yang menyambar nyambar itu lebih
dulu membuat tubuhnya melayang sebelum tiba
sehingga tak pernah satu kalipun ujung cambuk
dapat menyentuh bajunya yang putih kasar.
Benarkah itu Aliok, pelayannya? Kalau begitu,
selama ini dia seperti seorsng buta, tidak melihat
bahwa pelayannya itu sesungguhnya memiliki ilmu
kepandaian yang jauh lebih tinggi dari pada dia
sendiri! Akan tetapi mengapa Aliok berpura pura
bodoh? Dan kakeknya mengapa terkejut
mendengar bahwa Aliok pelayan dan seakan akan
telah mangenal pelayannya itu? Mengapa pula
semua pejuang , termasuk Dewi Suling, secara
sewajarnya menerima Aliok sebagai jago mereika,
seolah olah sudah mengenalnya dengan baik dan
tahu akan kepandaiannya?
581
Akan tetapi Siok Lan terpaksa harus
menghentikan keheranannya karena ia amat
tertarik menonton pertandingan itu. Yu Lee yang
tadinya berloncatan menghindarkan diri dari
sambaran sambaran cambuk, kini tiba tiba berdiri
tegak dengan kedua kaki di pentang lebar dan
kedua tangan bertolak pinggang, menanti
datangnya serangan musuh ! Perwira gendut itu
berseru girang dan juga beringas, cambuknya
menyambar ke arah dada Yu Lee. Pemuda ini tadi
memang sengaja mengelak terus untuk mengenal
dasar gerakan ilmu cambuk lawan. Kini ia sudah
dapat mengukur dan mengenal, maka ia berdiri
tegak menanti datangnya cambuk. Begitu ujung
cambuk sudah dekat dengan kulit dadanya tangan
kanannya meraih dan ujung cambuk itu telah
ditangkapnya dengan mudah.
Perwira itu marah membetot betot sekuat
tenaga untuk merampas kembali senjatanya,
namun sia sia belaka, ujung cambuk baja itu tak
dapat terlepas dari genggaman tangannya Yu Lee.
Kembali si perwira mengerahkan tenaganya yang
besar, sampai mulutnya mengeluarkan suara “ah
ah uh uh” dan tiba tiba Yu Lee melepaskan ujung
cambuk itu bukan hanya dilepaskan begitu saja,
melainkan ia lontarkan dengan pengerahan tenaga
sinkang di tangannya. Ujung cambak melesat ke
depan, ke arah tubuh perwira gendut yang
terhuyun huyung ke belakang karena dorongan
tangannya yang membetot tadi tanpa dapat
dielakkan lagi ujung cambuk yang berubah
menjadi seperti anak panah yang meluncur cepat
ini menusuk perutnya.
582
“Crattt….!” Ujung cambuk dari baja itu
menusuk perut terus menembus punggung.
Perwira gendut itu terjengkang dan berkelojotan,
mengeluarkan suara seperti seekor babi
disembelih.
Melihat temannya roboh tewas, enam orang
perwira Mongol tanpa diperintah lagi sudah
meloncat maju dan langsung menyerang Yu Lee.
Pemuda ini berseru “Bagus !” dan ranting yang tadi
terselip di pinggang sudah dicabutnya dan
mulailah ia manghadapi pengeroyokan enam orang
perwira yang bersenjata pedang dan golok itu.
“Curang…! Curang ...!” teriak Siok Lan. Tidak
perduli pemuda itu Aliok si pelayan atau bukan,
namun sudah jelas bahwa antara pemuda itu dan
dia ada tali percintaan yang membuat ia siap
membelanya. Dengan pedang di tangan ia hendak
menyerbu, akan tatapi tiba tiba lengannya di
pegang kakeknya yang berbisik.
“Jangan bergerak, kau lihat saja. Dia tidak
akan kalah….”
Siok Lan melihat ke sekelilingnya dan semua
pejuang menonton pertandingan itu dengan wajah
tenang, ia menoleh kepada kakeknya dan berkata,
“Kong kong, apakah aku mimpi? Apakah dia itu
bukan Aliok pelayanku?”
“Sssttt, kau lihat saja dan kau akan mengerti.”
Siok Lan menyimpan pedangnya kembali lalu
menonton dengan jantung berdebar tegang.
Pelayannya ini benar benar hebat bukan main
sungguh jauh dari dugaannya. Memang pernah ia
583
mengira bahwa sedikit banyak Aliok tentu memiliki
kepandaian ilmu silat sebagai bekas pelayan
keluarga Dewa Pedang Yu. Akan tetapi tidak
dengan tingkat setinggi itu ! Kini mengertilah ia
bahwa Aliok dahulu itu bukan secara kebetulan
saja dapat mempermainkan Cui Hwa Hwa, dan
mulailah ia mengerti pula yang memundurkan para
tokoh pengemis Ang kin Kai pang bahkan yang
mengundurkan ketuanya yang sekarang sudah
tewas di tangan Ouw Beng Tat, bukan lain adalah
pelayannya ini. Itulah pelayannya tentu telah
membantunya secara diam diam dan teringat akan
ini semua otomatis bulu kuduk Siok Lan
meremang dan ia merasa malu kepada diri sendiri!
Kemudian teringat ia betapa Aliok pernah
menciumnya di atas kuda, dan kini bukan hanya
bulu tengkuknya yang meremang, bahkan semua
bulu tubuhnya bangkit dan pipinya berubah
menjadi merah sekali sampai leher dan telinganya!
Selain ini Yu Lee harus benar benar
mengeluarkan kepandaiannya. Ia tahu bahwa
kalau ia tidak mampu merobohkan enam orang
pengeroyoknya dalam waktu singkat. Panglima
Ouw Bang Tat akan memandang rendah
kepadanya dan usahanya menolong para pejuang
akan gagal. Ouw Beng Tat adalah seorang yang
gagah perkasa yarg tentu akan memegang janjinya
asal saja ia dapat memperlihatkan bahwa dia
cukup lihai dan patut untuk menandingi panglima
itu. Ia harus mendatangkan kesan tinggi dalam
pandangan panglima itu. Oleh karena ini begitu
melihat enam orang pengeroyoknya maju
menerjangnya tanpa banyak aturan lagi karena
584
marah menyaksikan kematian seorang kawan
mereka, Yu Lee lalu mengeluarkan suara
melengking nyaring tubuhnya mendadak lenyap
berubah menjadi bayangan putih yang melengking
lengking, tongkat ranting di tangannya menjadi
gulungan sinar kehijauan yang melingkar lingkar
dan mengurung para pengeroyoknya. Bagaikan
beruntun terdengar jerit jerit disusul robohnya
keenam orang pengeroyoknya. Ketika orang
melihat, masih pening oleh gerakan yang amat
cepat itu, ternyata enam orang perwira itu telah
mati karena totokan totokan maut dan Yu Lee
berdiri memegang ranting memandang ketujuh
orang korbannya dengan pipi basah air mata!
“Pendekar Cengeng….” seruan ini mengandung
rasa takut dan gentar, keluar dari mulut para anak
buah pasukan Mongol.
Pucat wajah Siok Lan. Ia berdiri dengan jari jari
…… di depan bibir, mata terbelalak memandang ke
arah “Aliok”, jantung berdebr tidak karuan.
Akhirnya ia terisak dan bibir mengeluarkan bisikan
lirih “Dia.... dia…. Aliok….. dia Pendekar Cengeng
……..!”
“Siok Lan…. Siok Lan ….!” Thian te Sin
kiam memanggil, akan tetapi gadis itu telah lenyap
menerobos diantara kepungan tentara musuh yang
tidak menghalanginya karena mereka semua
sedang tegang memandang ke arah Pedekar
Cengeng. Thian te Sin kiam hendak mengejar, akan
tetapi ia terhnyung dan tentu roboh terguling
karena luka di pahanya kalau saja lengannya tidak
cepat cepat disambar oleh Dewi Suling.
585
“Harap locianpwe tenang, kita menghadapi
urusan yang lebih gawat. Biarkanlah, adik Siok
Lan sedang bingung dan kaget, kalau sudah beres
akan kususul dia.”
Thian te Sin kiam mengangguk dan menghela
napas panjang, memandang lagi ke arah Yu Lee
yang kini berhadapan dengan Panglima Ouw Beng
Tat. Suara pemuda itu halus akan tetapi penuh
wibawa ketika ia berkata kepada panglima tinggi
besar itu.
“Terpaksa aku merobohkan pembantu
pembantumu, Ouw ciangkun. Engkau telah
menewaskan tujuh orang teman kami, dan aku
telah menewaskan tujuh orang pembantu mu,
berarti keadaan kita seri, tidak ada yang lebih
unggul.”
Ouw Beng Tat memandang dengan sinar mata
penuh kekaguman, juga penasaran. Ia
mengangguk angguk dan berkata, “Hemm, tidak
apa. Mereka mati sebagai orang orang gagah
seperti juga teman temanmu. Jadi kiranya engkau
ini Pendekar Cengeng? Engkau cucu Yu Tiang Sin
yang terlepas dari cengkeraman maut yang disebar
oleh Hek siauw Kui bo? Hemm, bocah, siapa
namamu?”
“Nama saya Yu Lee, di waktu kecil pernah kong
kong bercerita tentang kegagahan Ouw ciangkun.
Karena itu, bisalah saya mewakili mendiang kong
kong, mohon kebijaksanaan ciangkun untuk
membebaskan semua pejuang yang ada di sini.”
“Ha ha ha ! Jangan terkebur, orang muda ! Apa
kaukira setelah berhasil mengalahkan tujuh orang
586
pembantuku yang masih bodoh, kau dapat
membuat hati Ouw Beng Tat menjadi jerih? Ha ha
ha biar ada lima orang muda seperti engkau aku
masih belum mau tunduk dan tetap
mempertahankan perintahku, yaitu menawan
kalian semua yang memimpin pemberontakan ini,
termasuk engkau Pendekar Cengeng.”
Berkerut alis Yu Lee sudah ia duga bahwa
panglima yang keras hati ini tidak akan mudah
dapat ditundukkan dengan kata kata. Maka iapun
lalu berkata, suaranya nyaring tegas.
“Kalau begitu, terpaksa aku menantangma Ouw
ciangkun ”
“Bagus! Memang keadaan kita masih seri
bukan? Nah, sekarang tinggal pertandingan
terakhir. Engkau cukup berharga untuk menjadi
lawanku. Kalau sekali ini engkau kalah olehku
mati atau hidup, maka fihakmu barus tunduk dan
taat kepada perintahku tadi.”
“Baik, kami berjanji !” Tiba tiba Thian te Sin
kiam berseru. “Akan tetapi, bagaimana kalau kau
yang kalah oleh Pendekar Cengeng Ouw Beng Tat?”
“Ha ha ha! Tak mungkin sekali itu ! Akan tetapi
seandainya aku kalah, kalian semua boleh bebas,
aku akan menarik mundur tentaraku?” Ouw Beng
Tat masih memandang rendah lawannya sehingga
ia katakan bahwa kalau ia kalah ia masih mampu
menarik mundur tentaranya, berarti ia kalah
dalam keadaan seri, ia tidak percaya bahwa orang
muda itu mampu menewaskannya !
587
“Kalau begitu mulailah, ciangkun omongan
orang gagah sudah dikeluarkan, sekali keluar, biar
dunia kiamat takkan dilanggarnya !” kata Yu Lee.
“Aku sudah mulai awas…..”
“Cet cet cet cet cet…..!!”
Sinar berkilauan menyambar nyambar dari
kedua tangan panglima tua itu, bagaikan kilat
berkelebat menyerang Yu Lee. disusul suara
berkerincingan nyaring memenuhi udara.
Sedikitnya ada tiga puluh batang piauw
menyambar secara bertubi tubi tidak hanya ke
arah belasan jalan darah di sebelah depan tubuh
Yu Lee, bahkan sebagian pula menyambar ke
kanan kiri dan atas menutup jalan keluar jika
pemuda itu hendak mengelak. Satu satunya jalan
mengelak bagi Yu Lee hanyalah masuk ke dalam
bumi, akan tetapi, bagaimana mungkin hal ini ia
lakukan ? Bahaya maut mengancam diri pemuda
itu, kuku kuku cengkeraman maut menjangkaunya
dari segenap penjuru.
Thian te Sin kiam sendiri sampai menahan
napas menyaksikan hebatnya serangan piauw ini,
jauh lebih hebat daripada yang pernah ia saksikan
selama hidupnya. Juga Dewi Suling sampai
menjadi pucat mukanya karena wanita ini cukup
maklum betapa sukarnya menyelamatkan diri dari
sambaran piauw yang susul menyusul itu.
Yu Lee bukan tidak tahu akan kelihaian senjata
rahasia lawan, juga ia tidak berani memandang
rendah. Pemuda ini sudah sejak tadi mengerahkan
sinkang di tubuhnya sampai tubuhnya
mengeluarkan getaran, hawa sakti yang dahsyat,
588
terutama sekali pada Kedua lengannya. Tangan
kanan yang memegang ranting bergerak cepat
memukul atau memecut ke arah piauw piauw yang
berdatangan sedangkan tangng kiri dengan jari jari
terbuka melakukan gerakan sakti Sin kong ciang di
dorongkan ke arah depan. Hebat sekali
kesudahannya. Barang kecil yang bergerak cepat
itu ……. menyambut setiap piauw yang menyambar
dan begitu terpukul ujung ranting, piauw piauw itu
membalik dengan kecepatan lebih cepat lagi ada
yang membentur piauw piauw lainnya ada pula
yang terus menyerang Ouw Beng Tat. Sedangkan
piauw piauw lainnya yang terkena hawa pukulan
tangan kiri Yu Lee runtuh dan mencelat ke kanan
kiri !
Ouw Beng Tat memandang terbelalak sambil
menyambar beberapa piauw yang di “retour” oleh
Yu Lee. Mukanya berubah dan ia berkata seperti
diluar kehendaknya
“Ilmu silat Tu kui tung hoat…… ilmu pukulan
Sin kong ciang ….. Hei, Pendekar Cengeng ada
hubungan apa engkau dengan Han ong ya (
sebutan untuk Raja Muda Han it Kong ) ?”
“Sin kong ciang Han It Kong adalah suhu ku
yang mulia,” jab Yu Lee.
Panglima itu menggerakkan alisnya, wajah nya
menjadi agak pucat, “Ah.... ! Kiranya begitu ?
Sungguh tidak kebetulan bagiku ! Han ong ya
adalah bekas junjunganku, juga setengah guruku
karena beliaulah yang memberi banyak petunjuk
dan bimbingan kepadaku. Andaikata Han ong ya
sendiri yang kini datang menghadapikn, aku Ouw
589
Beng Tat bukan seorang yang tak kenal budi. Aku
akan menyerahkan jiwa ragaku kepada beliau…”
Terkejut juga Yu Lee mendengar pengakuan ini.
Gurunya dahulu tidak pernah bicara tentang
panglima yang kosen ini. Yu Lee seorang pemuda
cerdik, ia hendak menggunakan kesempatan itu
demi keuntungan teman temannya, maka cepat ia
menjura dan berkata, “Nah, kalau begitu, kita
adalah orang orang sendiri, bahkan ciangkun
masih terhitung suheng (kakak seperguruan)
dariku. Mengingat akan budi suhu, hendaknya
ciangkun sudi mengalah dan membebaskan semua
pejuang agar diantara kita tidak usah ada
pertentangan lagi.”
Ouw Beng Tat termenung sampai agak lama.
Semua orang menanti dengan hati cemas dan
penuh harapan. Akan tetapi panglima itu
menggeleng kepala dan berkata, suara nya tegas
dan parau.
“Tidak bisa ! Tidak bisa ! Pertama, kalau aku
membatalkan pertandingan, orang akan
menyangka bahwa aku Ouw Beng Tat takut
bertanding melawan Pendekar Cengeng! Kedua,
aku berhutang budi kepada Han ong ya, bukan
kepada muridnya. Ketiga aku masih belum yakin
karena belum ada bukti bahwa engkau adalah
murid Han ong ya.”
“Ouw ciangkun, engkau sudah menyaksikan Tu
kui tung hwat dan Sin kong ciang, bukti apa lagi
yang engkau kehendaki?”
“Hemm, belum meyakinkan. Kalau engkau
benar murid tersayang Han ong ya, engkau tentu
590
akan dapat mengalahkan aku, barulah aku akan
percaya bahwa engkau murid Han ong ya!”
Panas juga hati Yu Lee. Orang ini tak mungkin
dapat diajak berunding secara damai lagi, pikirnya,
maka dengan sikap dingin ia berkata, “Begitukah
kehendakmu? Nah menunggu apa lagi? Aku
sudah siap menghadapimu Ouw ciangkun.”
“Singgg …!” Pedang yang tercabut itu
mengeluarkan suara mendesing keras dan nyaring.
Baru sekarang Ouw Beng Tat benar benar hendak
menggunakan kepandaiannya, tadi semua lawan ia
robohkan hanya deagan serangan senjata
rahasianya yang ampuh saja. Pedang itu masih
menggetar ujungnya ketika ia pegang dengan
tangan kanan di atas kepala dengan lengan
melengkung adapun tangan kiri meraba dada
sendiri, dekat kantong piauw, kedua kaki
memasang kuda kuda, siap menerjang maju,
sepasang matanya memandang tajam ke arah Yu
Lee.
Pendekar Cengeng yang maklum akan kelihaian
lawan, juga tidak mau memandang rendah. Ia
segera memasang kuda kuda, ranting yang
dipegang tangan kanan itu melintang di dada,
tangan kiri dengan jari jari terbuka miring di depan
dahi, kedua kaki di pentang lebar depan belakang,
matanya memandang tajam ke depan, dicurahkan
kepada gerakan lawan yang akan datang. Melihat
tangan kiri lawan, pemuda ini maklum bahwa
betapapun berbahaya pedang panjang lawan itu
namun yang lebih berbahaya lagi adalah tangan
591
kiri yang setiap saat, dalam detik detik tak terduga,
dapat menyambitkan piauw dari kantong itu.
Di lain fihak, Ouw Beng Tat kini tidak lagi
berani memandang rendah pemuda ini. Kalau
benar pemuda ini murid terkasih Han It Kong akan
sukarlah baginya untuk mencapai kemenangan, ia
sudah tahu betapa hebatnya ilmu ilmu Sin kong
ciang dan Ta kui tung hoat yang tak mungkin ia
dapat tandingi. Dia pernah digembleng Han It Kong
ketika men jadi anak buah raja muda perkasa itu,
akan tetapi karena bukan muridnya, maka raja
muda itu tidak menurunkan kepadanya kedua
macam ilmu kesaktian yang menjadi inti dari pada
Han It Kong itu. Ia tahu bahwa ranting kecil itu
lebih berbahaya dari pada senjata macam apapun
juga, maka ia tidak mau memandang ringan apa
lagi tangan kiri yang terbuka itu karena ilmu
pukulan Sin kong ciang amat dahsyat dan sudah
mengangkat tinggi nama besar Han It Kong di
dunia kang ouw.
Semua orang menahan napas menyaksikan
kedua orang jago, yang seorang muda yang seorang
tua dan saling berhadapan memasang kuda kuda
tanpa bergerak atau berkedip sedikit pun. Ouw
Beng Tat maklum bahwa pemuda itu amat hati
hati, tentu tidak akan suka menyerangnya terlebih
dahulu ia menanti saat yang baik menanti pemuda
itu berkedip atau bergerak salah satu bagian
syarafnya. Namun betapa kagum hatinya
menyaksikan pemuda itu diam tak bergerak seperti
arca batu sikap nya tenang sekali dan teguh kokoh
kuat sukar dicari kelemahannya. Maka ia lalu
berteriak keras sekali dan mulailah ia menerjang
592
dengan gerakan dahsyat pedangnya berdesing
desing ketika ia gerakkan dalam penyerangan
berantai, yaitu pedangnya itu berputaran seper
kitiran angin, demikian cepatnya sehingga
membentuk segalung sinar yang berkeredepan dan
bertubi tubi menyambar ke arah tubuh Yu Lee.
Pemuda itu menggunakan keringanan
tubuhnya bergerak lincah mengelak setiap kali
gerakan gerakan sinar pedang itu menyambar ke
arahnya, akan tetapi karena pedang itu berputar
cepat maka tiap kali dielakkan sudah datang lagi,
membuat pemuda itu sibuk dan terdesak dalam
usahanya menghindarkan diri ini Yu Lee maklum
bahwa tidak baik bagi kedudukannya kalau
mengelak terus, maka bergeraklah rantingnya,
bukan langsung menangkis pedang melainkan
pada sepersepuluh detik setelah pedang
menyambar lewat pengelakannya, rantingnya
meluncur menotok pergelangan tangan yang
memegang pedang. Totokan bukan sembarangan
totokan, melainkan totokan dari jurus ilmu
Tongkat Ta kui tung hoat sehingga kalau mengenai
sasaran, biarpun orang selihai Ouw Beng Tat tentu
akan melepaskan pedangnya karena urat nadinya
putus !
Ouw Beng Tat mengenal bahaya. Cepat ia
menarik tangannya dan berhentilah putaran
pedangnya. Namun tidak berhenti serangan nya.
Sambil menarik tangan ia menggerakkan
pergelangan tangan dan pedangnya dari atas
menyambar ke bawah, mengancam leher Yu Lee
dengan bacokan dahsyat yang mengeluarkan suara
berdesing. Kembali Yu Lee dengan mudahnya
593
mengelak cepat dan sinar bergulung gulung dari
gerakan rantingnya yang melakukan serangan
balasan bertubi tubi mengurung semua gerakan
tubuh Ouw Beng Tat. Kini panglima itulah yang
menjadi sibuk sekali, mengelak dan menangkis
karena ia maklum betapapun kecilnya ranting itu,
namun sekali ia tersentuh, akan celakalah dia. Ia
menggertak gigi dan memutar pedang melindungi
tubuh, pedangnya seolah olah berubah menjadi
benteng baja yang menyelimuti dirinya.
Makin lama makin seru pertandingan itu,
makin dahsyat dan berjalan cepat sekali sehingga
dalam waktu tidak berapa lama mereka saling
serang sebanyak lima puluh jurus! Keduanya diam
diam merasa kagum dan harus mengakui bahwa
baru sekali ini mereka menghadapi lawan yang
benar benar hebat. Bagi Yu Lee, baru pertama kali
ini ia menghadapi lawan yang benar benar
tangguh, yang dapat menandingi Ta kui tung hwat
sampai lima puluh jurus. Sebaliknya Ouw Beng Tat
yang melakukan pertandingan entah berapa ribu
kali selama ia hidup, harus mengakui pula bahwa
belum pernah ia menghadapi lawan semuda
Pendekar cengeng dengan kepandaian sehebat itu.
Makin lama Ouw Beng Tat menjadi makin
penasaran. Betapapun lihai pemuda lawannya ini
bahkan biarpun dia murid Han It Kong sekalipun,
pemuda ini belum lahir ketika ia sudah jagoan!
Masa ia tidak mampu mengalahkannya? Dengan
hati penuh kemarahan dan penasaran ouw Beng
Tat mengeluarkan seruan nyaring dan menerjang
dengan mempercepat gerakannya. Tubujnya yang
tinggi besar sampai lenyap terbungkus gulungan
594
sinar pedangnya yang membentuk lingkaran
lingkaran lebar! Yu Lee mengimbanginya dan
terdengarlah lengking panjang kemudian lenyap
pula bentuk tubuh pendekar sakti ini, terbungkus
sinar kehijauan dari ranting yang diputar cepat.
Yang tampak kini hanya dua gulungan sinar saling
belit, saling tindih saling himpit dan hanya kadang
kadang tampak bayangan tubuh mereka atau
berkelebatnya kaki yang menginjak tanah
menimbulkan debu mengebul di sekeliling tempat
itu. Saking hebatnya hawa sakti yang keluar dari
dua gulungan sinar itu daun daun pohon yang
berdekatan melayang layang turun dengan gagang
yang cepat seperti dibabat dengan senjata yang
tajam !
“Siingggg…. plakkkk…. Plakkkk…. Brettt….!!”
Tidak ada yang dapat mengikuti jalannya
pertandingan dengan jelas, bahkan dua orang sakti
seperti Dewi Suling dan Thian te Sin kiam juga
menjadi pening menyaksikan pertandingan itu dan
berusaha mengikuti dengan pandangan mata.
Tahu tahu kini keduanya mencelat ke belakang
gulungan sinar lenyap dan tampak Ouw Beng Tat
menyumpah dan meraba paha kirinya. Belakang
pahanya tampak karena celananya telah robek
kulit paha itu terdapat guratan membiru. Kiranya
ranting dengan ilmu tongkat Ta kui tung hwat
telah membuktikan keampuhannya, yaitu dapat
menerjang tubuh belakang lawan dari depan.
Biarpun hanya terobek celananya dan tergurat
kulitnya namun hal ini cukup mengagetkan Ouw
Beng Tat sehingga ia meloncat ke belakang yang
diturut pula oleh Yu Lee. Pemuda ini amat hati
595
hati, tidak mau sembarangan mendesak karena
loncatan musuh ke belakang itu dapat juga
dijadikan perangkap. Kini mereka saling
berhadapan agak jauh, terpisah kurang lebih
sepuluh meter. Kembali separti tadi pada saat awal
pertandingan mereka saling pandang dengan sinar
mata tajam. Hanya tampak perbedaan pada
keduanya Yu Lee agak berubah wajahnya, agak
pucat tetapi sikapnya masih teriang, tidak tampak
napasnya terengah, juga hanya pada leher dan
dahinya saja agak basah oleh peluh. Di lain fihak,
Ouw Beng Tat kelihatan merah sekali mukanya,
merah karena marah, muka penuh dengan
keringat yang masih menetes netes turun,
napasnya agak terengah engah.
“Kau hebat, Pendekar Cengeng. Akan tetapi
jangan tertawa dulu, kau lihat seranganku!” Tiba
tiba panglima itu mengeluarkan suara gerengan
yang seperti harimau marah, keluar dari perut
melalui kerongkongannya. Tubuh nya melayang ke
atas, lalu menukik ke depan tangan kirinya
borgerak cepat. “Cat cat cat cat!” tujuh batang
piauw mengeluarkan suara berkerincingan ketika
menyambar ke bawah ke arah Yu Lee yang menjadi
terkejut sekali. Di serang dari jarak begitu dekat
dengan ancaman piauw dan pedang musuh, benar
benar tidak boleh dibuat main main. Ia mengelak,
lalu menjatuhkan diri bergulingan, akan tetapi
setiap saat menghadap ke atas, mengelak lagi dan
ketika pedang lawan datang menyambar, ia
menangkis dari samping dengan rantingnya,
meminjam tenaga lawan ini untuk mencelat ke atas
bangun berdiri dan pada saat terakhir, dengan
596
pukulan Sin kong Ciang ia berhasil meruntuhkan
sebatang piauw yang menyusul paling akhir.
Serangan hebat itu gagal dan dengan seruan
kecewa, tiba tiba panglima itu menggulingkan diri,
terus kini bergulingan ke arah Yu Lee, tangan
kirinya tetap bergerak dan, “cat cat cat…!” kembali
tujuh batang piauw menyambar ke arah pemuda
itu, kini dari bawah menyambar ke arah bagian
bagian tubuh terpenting lalu disusul tubuhnya
sendiri mencelat ka atas menyusul serangan tujuh
batang piauw itu dengan babatan pedangnya!
Hebat bukan main serangan tujuh batang
piauw itu, lebih berbahaya dari pada jurus pertama
yang menyerang dari atas tadi. Yu Lee maklum
bahwa ia menghadapi saat yang gawat, terutama
sekali oleh susulan serangan pedang yang
membebat, cepat mengerahkan sinkang,
disalurkan ke arah ranting di tangannya lalu dari
samping ia menangkis, terus menggunakan tenaga
menempel dan mendorong pedang lawan,
menambah tenaga luncuran pedang sehingga
pedang itu menyeleweng ke kiri dan membabat
lengan Ouw Beng Tat yang kiri! Cepat bukan main
terjadinya sehingga sukar diduga dan sukar pula
diikuti dengan pandangan mata. Tujuh batang
piauw dapat dielakkan oleh Yu Lee dan dikebut
dengan pukulan Sin kong ciang, akan tetapi
kiranya panglima tua itu masih menyembunyikan
sebatang piauw lagi yang dengan jari jari tangan
kiri disentil sedemikian rupa sehingga piauw itu
menyambar ke dada Yu Lee! Yu Lee yang sedang
mengerahkan tenaga menempel pedang dan
modorong, kaget dan miringkan tubuhnya.
597
“Capp…. crokk ….!!”
Ouw Beng Tat mengeluarkan teriakan serak
seperti suara binatang liar, tangan kiri nya sebatas
pergelangan tangan telah terbabat putus oleh
pedangnya sendiri sehingga ia terhuyung huyung
ke belakang, wajahnya pucat memandang
lengannya yang sudah buntung, darah muncrat
muncrat. Sebaliknya, biarpun sudah miringkan
tubuh, Yu Lee masih tak dapat menghindarkan
piauw itu yang menancap di bahu kanannya.
Pemuda inipun terhuyung huyung ke belakang,
mencabut piauw dan membuangnya. Darah
mengucar dari bahunya, akan tetapi tentu saja
keadaannya tidak sehebat Ouw Beng Tat.
“Tangan kirimu terlalu jahat .... terpaksa
dilenyapkan… ciangkun….!” kata Yu Lee terengah
engah menahan rasa nyeri di bahunya. “Apakah
ciangkun masih belum mau mengalah ?”
Sejenak Ouw Beng Tat diam, melotot dan
menggereng gereng perlahan, kemudian ia
membungkuk menyambar tangan kirinya yang
menggeletak di atas tanah itu dengan tangan
kanan setelah menggigit padangnya, memandang
tangan itu sebentar lalu mengantonginya. Setelah
itu, dengan darah dingin ia menotok jalan darah di
lengan kirinya menghentikan aliran darah sehingga
tidak mengucur keluar dan menotok jalan darah
yang mengurangi rasa nyeri, kemudian mengambil
pula pedangnya di tangan kanan.
“Belum ….! Aku belum kalah........ hayo
teruskan.......!” Setelah berkata demikian, ia
menggunakan pedangnya menubruk maju.
598
“Luar biasa sekali engkau ciangkun !” Seru Yu
Lee. Pemuda ini, seperti juga semua orang yang
menyaksikan pertandingan hebat itu me mandang
penuh kagum kepada pangltma tua itu yang benar
besar amat gagah perkasa.
Terpaksa pamuda ini menghadapi lawannya
dengan tenang. Setelah kini lawannya tak dapat
lagi menggunakan tangan kiri untuk menyerang
dengan piauw tentu saja dia jauh lebih unggul.
Biarpun pundaknya terluka piauw tadi namun Yu
Lee masih cukup kuat untuk menggerakkan
ranting menangkis pedang, kemudian tangan
kirinya menyusul dengan pukulan Sin kong ciang.
Pukulan yang tidak menyentuh kulit lawan, namun
hawa pukulan sakti itu cukup hebat sehingga Ouw
Beng Tat terjengkang dan terguling guling !
“Masih belum cukupkah ciangkun?” tanya Yu
Lee, suaranya sunsguh sungguh, sama sekali tidak
mengandung maksud mengejek.
“Aku belum kalah…” Ouw Beng Tat sudah
meloncat bangun lagi sambil menyerang hebat.
Panglima tua ini merasa betapa tubuh nya lemas,
separoh tubuh bagian kiri sakit menusuk nusuk
jantung, akan tetapi sesuai dengan wataknya yang
pantang mundur dan pantang menyerah selama ia
masih mampu melawan, ia terus nekad menerjang,
Yu Lee merasa kagum juga penasaran. Kakek ini
benar benar keras hati dan keras kepala, pikir nya,
ia maklum bahwa kalau kakek ini belum dibikin
tak berdaya, tentu takkan mau mengaku kalah.
Pedang yang panjang itu menyambar dengan
kekuatan dan kecepatan dahsyat yang sukar untuk
599
dihindarkan oleh lawan pandai sekalipun. Namun
Yu Lee yang bersikap tenang itu sengaja berlaku
lambat. Baru setelah pedang menyambar dekat
leher ia secara tiba tiba merendahkan tubuhnya
dan tongkat ranting di tangannya menyambar,
tatapi sekali ini menotok ketiak kanan lawan
hingga pedang yang dipegang tangan yang tertotok
ini terlepas. Tangan kirinya cepat mendorong
dengan Sin kong ciang dan hanya menyentuh
sedikit dada Ouw Beng Tat, namun sekali ini
cukuplah. Pedang panglima itu terampas dan
tubuh yang tinggi itu terjengkang lalu terbanting ke
atas tanah!
Ouw Beng Tat mengeluh perlahan, berusaha
bangkit akan tetapi tidak sanggup, sehingga ia
hanya mampu duduk sambil mengelus elus
dadanya dengan tangan kanan. Napasaya serasa
terhenti oleh sentuhan pukulan Sin kong ciang
tadi. Satelah napasnya agak normal kembali, ia
memandang Yu Lee dan berkata suaranya
tersendat sendat.
“…. kau hebat... Sin kong ciam dan Ta kui tung
hwat benar benar hebat... engkau benar
muridnya… murid Han ong ya.... aku mengaku
kalah.....”
Yu Lee menjura dengan hormat, “Ouw ciangkun
juga hebat, gagah perkasa sukar dicari
bandingannya. Apakah sekarang ciangkun suka
membebaskan teman pejuang yang berada di sini
ini?”
Ouw Beng Tat menarik napas panjang. “Aku
seorang panglima, membebaskan para
600
pemberontak berarti sebuah kedosaan terhadap
pemerintah dan biarlah aku akan hadapi
hukumannya karena akupun seorang yang
menjunjung kegagahan dan tidak akan menjilat
ludah kembali. Aku telah berjanji…. aku sudah
kalah …. orang muda, kau ajaklah teman temanmu
pergi dari sini..... kubebaskan kalian…. “
“Terima kasih, Ouw ciangkun.” Yu Lee menjura
lalu ia menghampiri teman temannya dan minta
kepada mereka supaya cepat cepat pergi
meninggalkan hutan ini.
Ketika para pejuang itu dengan pimpinan
masing masing membawa teman yang terluka dan
………. mereka meninggalkan …….. didiamkan saja
oleh pasukan Mongol. Yu Lee ditegur oleh Thian te
Sin kiam.
“Mengapa engkau mengaku sebagai Aliok
kepada Siok Lan ? Ah, apa pula artinya sandiwara
itu…..”
Yu Lee yang sejak tadi mencari dengan matanya
………. pertanyaan ini karena memerlukan jawaban
panjang lebar, bahkan ia balas bertanya,
“Liem locianpwe, di mana dia ?”
“Hemnm, dia telah pergi melarikan diri ke
selatan sana setelah mendapat kenyataan bahwa
pelayannya Aliok itu tarnyata adalah Pendekar
Cengeng, Dewi Suling tadi telah menyusulnya...... “
“Ah, maaf locianpwe. Saya harus mengejar nya
!” Setelah berkata demikian, tubuh Yu Lee
berkelebat dan lenyap dari depan kakek itu.
601
Thian te Sin kiam Liem Kwat Ek menggeleng
geleng kepala sambil menarik napas panjang.
Teringat ia akan semua pengalamannya di masa
muda dahulu dan tahulah ia apa yang sedang
dirasakan oleh orang orang muda itu, maka sambil
berjalan perlahan agak terpincang meninggalkan
tempat itu bersama para pejuang lainnya ia
berkata perlahan seorang diri, “ hem … orang
muda.... dan cinta….”
Sian li Eng cu Liem Siok Lan lari secepatnya
sambil menangis terisak isak, air matanya
bercucuran seperti air hujan menuruni kedua
pipinya tanpa ia perdulikan. Ada butir butir air
mata yang setiba di pipi, di kanan kiri mulut,
menyeleweng mengikuti lekuk pipi terus ke ujung
bibirnya, terasa asin, tetapi inipun tidak ia
perdulikan dan ia lari terus
Hatinya terasa tidak keruan. Dia sendiri tidak
tahu mengapa ia menangis dan melarikan diri !
Kalau ia meneliti perasaan hati dan jalan
pikirannya, ia bisa gila! Betapa tidak? Dia
seharusnya merasa girang mendapat kenyataan
bahwa Aliok pemuda yang dicintainya itu ternyata
bukanlah seorang pelayan biasa saja, dan juga
bukan seorang bodoh, melainkan dialah pendekar
sakti yang dikagumi semua orang, yaitu Pendekar
Cengeng, itulah sebetulnya pribadi Aliok yang
hanya sebuah nama samaran saja. Dan Yu Lee
atau pendekar Cengeng ini jelas mencintainya,
sudah pernah menciumnya sudah beberapa kail
602
melindunginya, membelanya, berkorban untuk
nya, membiarkan dadanya terluka untuknya.
Semestinya ia girang dm bahagia Akan tetapi,
Pendekar Cengeng adalah oraug yang selama ini ia
benci sekali karena telah menganggap dan
memandang rendah kepadanya sebagai seorang
calon jodoh. Mengapa Yu Lee berpura, pura
menjadi Aliok? Apakah semua itu bukan untuk
mempermainkannya? Untuk mengejek? Dan
terhadap Aliok ia sudah mengungkapkan semua
perasaan bencinya kepada Yu Lee ! Alangkuh
memalukan hal ini! Dia merasa girang, jaga marah
juga malu! Beberapa kali Siok Lan berhenti dan
mem banting banting kaki sambil menangis, lalu
teringat kalau kalau ia dikejar “pelayan” itu maka
ia lari lagi secepatnya. Ia lari tanpa tujuan dan
tidak lagi lurus menuju ke selatan, melainkan
membelok belok tidak karuan karena dia sendiri
tidak tahu harus pergi ka mana, pokoknya asal lari
pergi menjauhi laki laki yang ducinta dan
dibencinya, yang menimbulkan gembira dan marah
itu.
Dalam keadaan kacau perasaan dan pikirannya
seperti itu, Siok Lan kehilangan kewaspadaannya.
Ia tidak tahu bahwa sejak tadi ada belasan pasang
mata memandangnya dan ada belasan orang
mengikuti setiap gerak geriknya lalu
membayanginya. Ia tidak tahu bahwa makin lama
ia tersesat makin jauh di daerah yang sama sekali
tidak dikenalnya, tanpa tujuan. Ia terus berlari dan
berjalan sampai hari menjadi hampir gelap dan
daerah yang dilaluinya makin lama makin liar dan
tidak tampak seorangpun manusia.
603
Sesungguhnya gadis ini bagaikan seekor katak
telah memasuki guha sarang ular berbisa. Daerah
itu menjadi tempat rahasia di mana orang orang
yang bertugas sebagai mata mata pemerintah
Mongol bersarang.
Memang pemerintah Mongol amat pandai.
Selain mengandalkan pasukan pasukannya yang
besar dan kuat, juga pemerintah berhasil menarik
hati orang orang pandai. Diantara orang orang
pindai ini ada yang diangkat menjadi petugas sipil
maupun militer seperti halnya Ouw Beng Tat, akan
tetapi ada pula yang diberi tugas untuk bekerja
sebagai penyelidik dan mata mata rahasia sehingga
tidak saja pemerintah penjajah ini dapat
mengetahui semua peristiwa dan keadaan para
pejuang yang mereka sebut pemberontak juga
dapat mengetahui keadaan sehingga mudah untuk
kelak menindasnya.
Diantara sekian banyak pasukan mata mata
yang bekerja secara rahasia ada kelompok yang
bersarang di daerah yang kini dimasuki Siok Lan
tanpa disadarinya itu ! Semenjak ia masuk daerah
ini, ia telah diikuti secara diam diam oleh belasan
orang yang bergerak ringan dan gesit, tanda bahwa
mereka itu memiliki kepandaiannya yang tinggi
juga. Akan tetapi agaknya mereka ini menerima
tugaas rahasia sehingga tidak turun tangan
menangkap atau menawan Siok Lan hanya
mengikuti dari jauh dan meneliti untuk mendapat
kepastian bahwa gadis ini memasuki daerah itu
seorang diri saja tidak membawa kawan kawan
seperjuangan.
604
Siok Lan merasa lelah dan lapar. Hari sudah
mulai gelap, ia memasuki hutan dan bermaksud
mencari pengisi perut dan air minum. Selagi ia
celingukan mencari cari dengan pandang matanya,
dari jauh tampak berkelebat bayangan dua orang
dan terdengar orang memanggil.
“Sian li Eng cu ….!”
Siok Lan meraba gagang pedangnya, siap
menghadapi segala kemungkinan. Akan tetapi
setelah dua sosok bayangan itu mendekat, ia
melepaskan gagang pedangnya dan memandang
dengan hati lega. Kiranya yang muncul itu adalah
seorang pemuda tampan berbaju biru, berusia dua
puluh sembilan tahun, yaitu Pui Tiong murid Kim
hong pay yang pernah ia temui dalam perjamuan di
tempat Hoang ho San liong. Adapun orang kedua
adalah Can Bwee, suci pemuda itu yang berusia
tiga puluh tahun, pendiam dan cantik.
“Ah, kiranya ji wi (kalian) yang memanggil,
sampai terkejut hatiku. Eh, bagaimana ji wi dapat
tiba tiba muncul di tempat sunyi ini? Dan kenapa
ji wi tidak muncul ketika kami para pejuang
menghadapi musuh dan hampir saja terbasmi
habis?”
Pui Tiong menjura dan berkata. “Ah, nona tidak
tahu barangkali. Memang kami dan kawan kawan
seperjuangan menjadikan tempat ini markas kami.
Kami mendengar tentang pertempuran
pertempuran di sana, akan tetapi karena kami
sendiri menghadapi musuh disebelah sini, kami
belum dapat membantu.”
605
Can Bwee menggandeng tangan Siok Lan
“Marilah, adik yang gagah. Mari singgah di tempat
kami, makan minum sambil bercerita. Aku ingin
mendengar bagaimana keadaan teman teman
seperjuangan di sana. Aku mendengar di sana
pasukaa pejuang diperkuat oleh Pendekar Cengeng
dan Dewi Suling? Apakah mereka banyak berhasil
mengacau Thian an bun? Dan setelah Thian an
bun dipimpin Ouw ciangkun, mengapa tidak ada
gerakan lagi?”
Siok Lan adalah seorang gadis yang masih
belum dapat meneliti dan mengenal watak orang, ia
tidak merasa heran melihat betapa Can Bwee yang
biasanya pendiam itu kini dapat bersikap ramah
dan sekaligus menghujankan pertanyaan demikian
banyak seperti lagak seorang penceloteh yang
cerewet.
Ia membiarkan dirinya ditarik karena kata kata
“makan minum” tadi membangkitkan seleranya
dan membuat perutnya makin lapar, lehernya
makin haus. “Memang di sana ada Pendeka
Cengeng dan Dewi Suling, tapi….. tapi baru saja
kami disergap dan dikurung oleh pasukan besar
yang dipimpin sendiri oleh Ouw beng Tat.”
“Ahhh??” Enci adik seperguruan itu saling
pandang kemudian Can Bwee mempercepat
langkahnya sambil menggandeng Siok Lan. “Adik
Siok Lan marilah kita cepat cepat ke markas dan di
sana kau ceritakanlah semua nya tentu amat
menarik ceritamu. Marilah.”
Mereka bergegas memasuki hutan yang gelap
dan di tengah hutan itu terdapat sebuah pondok
606
besar. Ke pondok itulah mereka ini masuk. Hanya
ada tiga orang yang bersikap seperti pelayan
berada di pondok dan melayani mereka makan
minum. Siok Lan memandang ke kanan kiri. “Di
mana teman teman seperjuanganmu?”
“Ah, pasukan kami tidak berapa besar dan
mereka itu berpencaran di dalam hutan. Biarlah
kupanggil mereka yang kebetulan berada dekat
pondok ini !” Kata Pui Tiong sambil berdiri. Dia
membawa dua buah jari ke dalam mulutnya lalu
bersuit keras sekali tiga kali kemudian ia baru
daduk lagi.
Tak lama kemodian, bermunculan belasan
orang dari pintu pondok. Mereka ini rata rata
masih muda, dan delapan orang laki laki dan
empat orang wanita yang usianya antara dua
puluh lima sampai tiga puluh tahun sikap mereka
rata rata gagah dan tangkas sehingga Siok Lan
memandang kagum. Ia bangkit berdiri dan
memberi hormat yang dibalas oleh semua orang.
Seorang diantara mereka berkata, “Harap Sian li
Eng cu banyak baik dan silakan mengaso dan
makan minum.”
Siok Lan tersenyum dan duduk kembali.
Belasan orang itu lalu mengaso di dalam pondok.
Ada yang berdiri bersandar ke dinding ada yang
jongkok, dan duduk di mana saja dan ada pula
yang …..
“Silakan, nona!” kata Pui Tiong
“Eh bagaimana aku bisa makan minum sendiri?
Hayo kalian semua menemani aku!”
607
“Kami semua sudah makan. Biarlah suci dan
aku saja menemanimu. Marilah.”
Siok Lan bukanlah seorang pemalu! Karena
memang ia lapar dan haus, ia segera mulai
menyikat hidangan di atas meja dan
mendorongnya masuk ke perut dengan arak atau
minuman teh yang disediakan di situ. Pui Tiong
dan Can Bwee menemaninya hanya minum saja
karena sudah makan. Sambil makan minum,
mulailah Siok Lan menceritakan keadaan
pertempmn di hutan yang dijadikan sarang
pejuang. Ia menceritakan betapa para pejuang
suka akan perubahan peraturan yang diadakan
Ouw Beng Tat maka tidak mengacau di Thian an
bun lagi. Kemudian dia menceritakan munculnya
Ouw Beng Tat dengan pasukan besar yang
mengurung pasukan pejuang, kemudian tentang
pertandingan perorangan di mana Ouw Beng Tat
menewaskan tujuh orang pemimpin pejuang.
Diceritakan pula tentang munculnya Pendekar
Cengeng dan dalam menceritakan sepak terjang
Pendekar Cengeng ini, Siok Lan mengandung
kebanggaan !
“Hebat sekali Pendekar Cengeng jauh lebih
hebat dari pada Ouw Beng Tat!” kata Siok Lan
dengan mata bersinar sinar karena pada saat ia
berkata itu ia menganggap bahwa Pendekar
Cengeng adalah tunangannya. “Dengan kesaktian
nya yang hebat ia membalas dan membunuh tujuh
orang perwira pembantu Ouw Beng Tat dalam
waktu singkat! Kemudian Pendekar Cengeng
menantang Ouw Beng Tat untuk bertanding
dengan taruhan bahwa jika Ouw Beng Tat kalah,
608
panglima itu harus membebaskan semua pejuang
yang terkurung.
“Aiihhh….!” Can Bwee mengeluarkan seruan
kaget, akan tetapi cepat disambungnya dengan
kata kata berlawanan, “Bagus sekali! Pendekar
Cengeng benar benar hebat sekali! Kemudian
bagaimana? Siapa yang kalah....? “
“Tentu saja Pendekar Cengeng menang. Akan
tetapi aku tidak tahu, aku lalu pergi meninggalkan
tempat itu, hanya aku yakin dia pasti menang….. “
JILID XIV
MEREKA telah selesai makan dan Siok Lan
merasa amat lelah dan mengantuk. Dua kali ia
menguap, ditutupnya mulut dengan punggung
tangan.
“Selain Pendekar Cengeng dan Dewi Suling,
siapa lagi di antara tokoh pejuang yang hadir di
sana?”
Pertanyaan Pui Tiong ini mengandung desakan,
seolah olah pemuda ini tidak perduli bahwa Siok
Lan sudah amat lelah dan mengantuk, akan tetapi
Siok Lan tak meroperhatikan ini hanya
menganggap bahwa cerita nya amat menarik hati
dan orang muda yang baik hati hati itu.
“Kakekku juga datang bersama Siauw bin mo
dan Tho tee kong yang menjadi korban….”
“Thian te Sin kiam juga di sana...???” Ucapan
ini terdengar dari luar pondok dan masuklah
seorang tosu yang tinggi kurus dan bermuka
609
kuning Siok Lan tidak mengenal tosu itu dan
memandang tak acuh mengira bahwa ini tentu
seorang diantar teman seperjuangan yang berada
di situ. Akan tetapi Pui Tiong dan Can Bwee
bangkit dan menjura sambil berkata hormat.
“Suhu…”
Siok Lan terkejut dan memandang penuh
perhatian. Dia sudah pernah bertemu dengan tosu
ini ketika tosu ini berkunjung kepada kakaknya,
akan tetapi hal itu sudah terjadi tujuh tahun yang
lalu sehingga ia sudah hampir upa. Kini barulah ia
tahu bahwa tosu ini adalah Gwat Kong Tosu dan ia
mulai teringat. Sudah banyak ia mendengar perihal
tosu bekas murid Kun lun pai yang pernah
“menyeleweng” ini dari kakeknya dn segera ia
berbangkit untuk menjura dan berkata,
“Harap totiang banyak baik…” Akan tetapi tiba
tiba Siok Lan mengeluh, tubuhnya menjadi lemas
dan ia terhuyung. Can Bwee cepat memeluknya
dan Siok Lan sudah lemas dipelukan Can Bwee,
setengah pingsan, kepalanya pening sekali dan
segala apa tampak berputaran sehingga cepat
cepat ia meramkan mata. Biarpun ia sudah lemas,
akan tetapi lapat lapat telinganya masih dapat
menangkap percakapan mereka. Terdengar suara
tosu itu.
“Bagus, kalian sudah dapat merobohkannya
Masukkan di dalam sumur kering, akan tetapi jaga
jangan sampai mati kelaparan. Dengan dia sebagai
umpan, kita akan dapat mengangkap Thian te Sin
kiam dan terutama sekai Pendekar Cengeng !”
610
“Baik, suhu. Memang tujuan kita adalah
menangkap Thian te Sin kiam dan terutama
Pendekar Cengeng.” Terdengar Pui Tiong berkata.
Kemudian Siok Lan yang menjadi terkejut
mendengar ini berusaha meronta, akan tetapi tahu
tahu ia merasakan tubuhnya tak dapat bergerak
karena ditotok oleh Can Bwee. Kini mengertilah ia
bahwa di dalam makanan itu dicampuri obut bius,
dalam keadaan tertotok dan setengah pingsan Siok
Lan masih dapat mengetahui dia dibawa ke sebelah
belakang pondok dan setelah dimasukau sebuah
karung, tubuhnya lalu dikerek masuk ke dalam
sumur yang amat dalam. Akhirnya ia pingsan
setelah tubuhnya menyentuh dasar sumur yang
gelap sekali.
Ketika Siok Lan siuman dari pingsan, ternyata
malam telah berganti pagi. Ada sedikit sinar
matahari pagi memasuki sumur itu sehingga ia
dapat memperhatikan keadaan di mana ia berada.
Tubuhnya sudah dapat digerakkan, kepalanya
tidak pening lagi ini tandanya bahwa obat bius
yang tercampur dalam makanannya malam tadi
tidaklah berbahaya, dan bahwa totokan itu sudah
buyar sendiri ketika ia tidur setengah pingsan. Di
dekatnya tampak sebuah panci tertutup berisi
makanan dan sebuah botol berisi air minum. Akan
tetapi ia tidak perdulikan makanan dan minuman
ini, lalu meloncat bangun. Pedangnya sudah tidak
ada, tentu dirampas.
“Keparat jahanam…..!” Ia mengutuk, tahu
sekarang bahwa Pui Tiong dan Can Bwee adalah
pengkhianat pengkhianat yang berpura pura
611
menjadi pejuang. Juga guru mereka itu. Dan ia
dapat menduga bahwa orang orang muda yang
mengaku pejuang itu tentulah anak murid Kim
hong pai dan bahwa Kim hong pai tentu membantu
pemerintah Mongol! Kiranya kehadiran Pui Tiong
dan Can Bwee sebagai “anggauta” pejuang yang
baru itu hanyalah penyeludupan belaka. Dan ia
kini ditawan sebagai umpan untuk menjebak
kakeknya dan Pendekar Cengeng.
“Terkutuk tujuh turunan !” kembali ia memaki
sambil memperhatikan dasar sumur. Ternyata
biarpun di atasnya tidak begitu lebar hanya
bergaris tengah satu setengah meter, namun dasar
sumur ini amat lebar, bergaris tengah tidak kurang
dari empat meter. Mungkin sumur buatan yang
sengaja dipergunakan untuk mengeram tawanan.
Amat dalam sumur itu entah berapa meter sukar
ditaksir, akan tetapi dari bawah tampak tinggi
sekali mulut sumur itu sehingga keadaannya
mengerikan. Hanya seekor burung saja yang
agaknya akan dapat keluar dari dalam sumur !
“Pengkhianat terkutuk! pengecut jahanam!”
Siok Lan memaki maki dengan suara keras sambil
mendongak memandang ke mulut sumur di atas,
kemudian menghela napas panjang dan duduk
bersila di tengah dasar sumur untuk memulihkan
tenaga dan menenteramkan hati. Ia perlu
memulihkan tenaganya, perlu ia menenteramkan
hatinya karena ia tahu bahwa ia menghadapi
bahaya maut. Seluruh dinding sumur itu di bagian
bawahnya, setinggi empat meter lebih, terlapis besi
sehingga tidak mungkinlah baginya untuk
menggali, pendeknya tidak ada jalan keluar lagi
612
baginya ! Akan tetapi ia yakin bahwa ia tidak akan
dibunuh, setidaknya dalam beberapa lama ini
karena kalau mereka menghendaki nyawanya,
tentu dengan mudah ia sudah dibunuh ketika
pingsan. Pula, ia dilawan untuk memancing Thian
te Sin kiam dan Pendekar Cengeng, maka ia belum
putus asa.
Demikianlah dengan amat tekunnya Siok Lan
bersamadhi dan perlahan napasnya menjadi
normal kembali dan tubuhnya terasa hangat dan
segar, pikirannya tidak kacau balau lagi. Kini yang
dipikir olehnya hanya mencegah agar kedua orang
itu terutama sekali kakek nya tentu saja, tidak
sampai terjebak. Ia harus dapat memperingaktan
kedua orang itu apabila mereka muncul di mulut
sumur. Setelah hatinya tenang ia membuka tutup
panci dan mulailah ia mengisi parutnya dengan
makanan dan minuman air. Ia perlu menjaga
kesehatannya dan tidak perdulikan apakah
makanan dan minuman itu diberi racun. Dan
ternyata tidak, karena memang apa perlunya
meracuni seorang tawanan yang sudah tak berdaya
apa apa lagi?
Yu Lee menggunakan kepandaiannya untuk
berlari cepat. Hatinya terasa tidak enak karena ia
belum dapat menyusul Siok Lan. Kini ia tahu
bahwa ia tidak akan dapat menyembunyikan
rahasia dirinya lagi. Kinilah tiba saatnya harus
berterus terang kepada gadis yang dicintainya itu.
Dahulupun ia sama sekali tidak bermaksud
membohong dan mempermainkan Siok Lan, hanya
613
untuk mercegah agar gadis yang keras hati itu
tidak memusuhinya, maka terpaksa ia terus
menggunakan nama samaran di depan Siok Lan.
Semalam suntuk Yu Lee tak pernah berhenti
mencari. Karena tidak ada tanda tanda yang
ditinggalkan sebagai jejak gadis itu, ia tersesat
jauh, kembali lagi mencari di sekeliling tempat
yang ia duga dapat dicapai oleh Siok Lan pada
malam itu, namun sia sia belaka. Barulah pada
pagi harinya, ketika mata hari telah bersinar, ia
melihat sesuatu yang amat mengguncangkan
hatinya. Pedang Siok Lan menggeletak diatas
tanah, di luar sebuah hutan !
“Lan moi…!” ia berbisik. Jantungnya berdebar
sambil dipungutnya pedang itu diteliti. Tak salah
lagi. inilah pedang kekasihnya. Sudah lama ia
berdekatan dengan gadis itu se hingga hafal
olehnya semua benda milik nona itu Dari
pakaiannya sampai pita rambutnya, sepatu dan
pedang perak serta jarum peraknya.
Ia mengenl bahwa kalau nona itu sudah
melepaskan pedang, berarti dia telah kalah dalam
menghadapi lawan. Ia meloncat bangun, mencari
cari dengan pandang matanya.
“Akhh...!” ia melihat sebatang jarum, jarum
perak berkilauan di atas tanah tertimpa sinar
matahari pagi. Cepat ia meloncat dan dipungutnya
jarum itu. Jarum milik Siok Lan ! Ternyata bukan
hanya sebarang, disebelah depan ada lagi dan
terus ada lagi terpisah kira kira sepuluh meter.
Jarum itu seperti tercecer atau memang sengaja
dilempar lempar untuk meninggalkan jejak! Makin
614
berdebar jantung Yu Lee. Ia tahu betapa cerdiknya
kekasihnya itu. Mungkin Siok Lan kalah oleh
musuh, tertawan dan sengaja melempar lemparkan
jarum nya agar dia dapat mengikuti jejaknya.
Jejak itu masuk ke dalam hutan yang besar !
Akhirnya jarum itu habis dan sebagai gantinya
tampaklah sehelai kain, robekan kain yang kecil
sekali hanya setengah jari lebarnya ! Yu Lee
meneliti dan hatinya gelisah. Robekan kain dari
baju Siok Lan ! Tidak salah lagi. Siok Lan ditahan
musuh dan meninggalkan jarum jarumnya dan
kemudian setelah jarum jarumnya habis, gadis ini
mulai merobek robek bajunya dan meninggalkan
robekan robekan baju ini di sepanjang jalan !
“Lan moi… !” Kembali ia mengeluh dan kini ia
dapat maju dengan lebih cepat karena robekan
robekan kain itu lebih mudah ditemukan. Jejak itu
membawa masuk sampai ke tengah hutan dan tiba
tiba tampaklah olehnya pondok di tengah hutan itu
dan robekan kain pun habis sampai di depan
pondok.
Yu Lee menjadi marah dan juga timbul
harapannya untuk menemukan Siok Lan di dalam
pondok ia mengerahkan sinkangnya kemudian
telah meloncat ia telah meluncur ke depan,
ditendangnya pintu pondok dan ia melompat
masuk. Pondok itu kosong, dan di sekitar
pondokpun kosong, tidak ada bayangan seorang
pun manusia. Ia menjadi kecewa dan penasaran.
Ditelitinya tanah di sebelah belakang dan tampak
olehnya jejak jejak kaki manusia. Jejak sepatu dan
kaki itu besar tanda bahwa itu adalah jejak kaki
615
seorang pria. Jelas jejak itu yang terus ia ikuti.
Jejak itu berhenti sampai di dekat sebuah sumur
dan di tempat sunyi itu di dekat sumur, terdapat
sepulung tali.
Yu Lee cepat menghampiri mulut sumur dan
menjenguk ke bawah. Ia merasa ngeri. Alangkah
dalamnya snmur ini pikirnya, tidak seperti sumur
biasa sempit dan amat dalam lima enam kali
sedalam sumur biasa. Akan tetapi mengapa tidak
ada airnya? Tiba tiba ia bergidik. Tentu tempat
tahanan !
“Siok Lan......!!” ia berteriak memanggil ke
dalam sumur, dan alangkah girangnya ketika ia
melihat bayangan manusia di bawah, di tengah
dasar sumur kemudian dari dalam sumur itu
terdengar suara Siok Lan nyaring sekali akan tetapi
terbungkus gema suara yang membuat suara itu
tidak dapat terdengar jelas oleh Yu Lee dari atas
sumur. Dari atas, Yu Lee hanya melihat bayangan
manusia di bawah itu, tidak begitu jelas hanya
tampak warna hijau pupus dan hal ini saja sudah
meyakinkan hatinya ia tahu warna itu adalah
warna kesayangan Siok Lan sehingga boleh
dibilang semua pakaian gadis itu berwarna hijau
pupus. Juga robekan robekan kain yang
menuntunnya ke tempat itu juga berwarna hijau
pupus.
“Tunggulah dan tenangkan hatimu, moi moi…
Aku akau menolongmu….!”
Yu Lee meneliti keadaan d sekeliling tempat itu.
Ia harus berhati hati dan menghindarkan jebakan
musuh ia meloncat ke atas pohon yang tertinggi di
616
situ dan dari atas puncak ia melakukan
pemeriksaan. Sunyi sekitar tempat itu tidak
tampak bayangan manusia, hanya berkelebatnya
binatang binatang hutan yang mencari makan dan
burung burung beterbangan di antata pohon
pobon. Ia merasa lega lalu meloncat turun kembali,
kemudian tanpa ragu ragu sedikitpun, ia
mengambil gulungan tali dan mengikatkan
ujungnya ke batang pohon yang tumbuh dekat
sumur. Dilepasnya gulungan tali memasuki sumur
dan ternyata bahwa tali itu panjang sekali, namun
tidak cukup panjang untuk mencapai dasar
sumur.
“Lan moi….! Dipatkah kau mencapai ujung
tali?” Yu Lee berseru keras dan nyaring, akan
tetapi ia sendiri tidak dapat mendengar suaranya
karena segera tersusul suara gema yang riuh
rendah.
Dilihatnya bayangan kecil di bawah itu bergerak
gerak dan meloncat loncat akan tetapi tetap saja
tidak dapat mencapai ujung tali yang tergantung
itu, Yu Lee kembali mencari cari dengan paandang
matanya Tidak ada benda untuk menyambung tali
itu, dan kalau ia harus mencari lebih dulu, akan
terlalu lama Siok Lan harus cepat cepat ditolong,
dikeluarkan dari dalam sumur. Ia harus memasuki
sumur itu. Melihat dinding sumur ia parcaya
bahwa dengan ilmu Sin kong ciang ia dapat
merayap ke atas kembali sampai dapat mencapai
tali, atau kalau perlu, sampai ke mulut sumur.
Siapa tahu di bawah sana Siok Lan terancam
bahaya maut !
617
Tanpa ragu ragu Yu Lee lalu menyambar tali
yang tergantung ke dalam sumur itu dan cepat
merayap turun melalui tali itu. Terdengar olehnya
betapa suara suara dari bawah makin nyaring,
seolah olah gadis di bawab itu berkata kata dalam
keadaan tegang. Akan tatapi telinganya yang
penuh dengan gema suara yang tidak karuan itu
membuat ia tidak dapat menangkap kata kata Siok
Lan dan mengira bahwa gadis itu menyuruh ia
cepat cepat menolongnya. Karena berpikir
demikian, Yu Lee mempercepat gerakannya
meluncur turun sehingga ia tiba di ujung tali.
Kiranya ujung tali itu masih agak jauh dari dasar
sumur. Pantas saja Siok Lan tidak dapat
mencapainya. Kini mulailah ia mendengar ucapan
gadis itu.
“Ah, kiranya engkau... Kukira kong kong….!
Kau pergilah....! Cepat kau kembali ke atas...... kau
sedang terjebak.....!”
Yu Lee terkejut. Selagi ia tidak tahu harus
kembali ke atas atau terus ke bawah, tiba tiba
terdengar suara ketawa terbahak dari atas.
Sesosok bayangan kelihatan di mulut sumur dan
sekali bayangan itu menggerakkan tangan, tali itu
putus dan tuhuh Yu Lee melayang ke bawah. Yu
Lee cepat mengerahkan ginkangnya dan ia berhasil
menusukkan jari jari tangannya ke dinding sumur,
kemudian ia merayap turun sambil menyelidiki
keadaan dinding yang ternyata di bagian bawah
kurang lebih empat meter tingginya dilapisi baja. Ia
meloncat dan berada di dasar sumur, berhadapan
dengan Siok Lan.
618
Mereka saling pandang, kini sinar matahari
sudah cukup banyak memasuki sumur sehingga
mereka dapat sailng pandang dengan jelas. Sejenak
mereka lupa bahwa mereka berada di dasar sumur,
lupa bahwa mereka berada dalam ancaman
bencana dan maut. Yang teringat dan tampak
hanya orang yang berdiri di depannya. Akhirnya,
Siok Lan terisak dan membanting bantingkan
kakinya, mulutnya berkata gemetar.
“Kau… !Kau…! Ah, betapa benciku padamu !”
Ya Lee menundukkan mukanya. “Adik Siok Lan
kau maafkanlah aku… hanya bila terpaksa aku
telah …. telah membodohimu seolah olah
mempermainkanmu….”
Makin marah tampaknya gadis itu. Kini dua
titik air mata meloncat ke atas pipinya yang
kemerahan. Ia mengertak gigi dengan gemas lalu
melangkah maju, tangan kanannya menyambar,
“Plakk plakk plakk…!!!” Tiga kali pipi Yu Lee
ditamparnya dengan keras sehingga ada bekas
tapak tangan merah membayang di pipi pamuda
itu.
“Kau….! Kau….! Tidak hanya memandang
rendah keluargaku, mengingkari janji orang tua,
acuh tak acuh karena merasa sebagai seorang
berderajat tinggi dan berkepandaian tinggi. Semua
itu masih ditambah dengan mempermainkan aku,
diam diam menertawakanku, membuat aku seperti
seorang badut menggelikan ! Kau ...!.... kau…!”
Siok Lan lalu menutupi muknya dengan kedua
tangan dan menangis !
619
Sejenak Yu Lee memandang bengong. Pipinya
yang kini masih terasa panas akan tamparan keras
tadi, akan tetapi hatinya mencair melihat Siok Lan
menangis seperti itu. Gadis yang keras hati ini,
yang seperti api, kiranya dapat menangis seperti
seorang wanita yang cengeng. Hatinya mencair dan
terharu sehingga tak dapat tahan lagi air
matanyapun berhamburan turun.
“Lan moi…. engkau tidak tahu, engkau telah
keliru menduga. Aku sama sekail tidak pernah
memandang rendah keluargamu, apalagi
mengingkari janji. Aku bersumpah, sebelum
bertemu dengan engkau sebelum engkau
menceritakan tentang hubungan keluargamu
dengan keluargaku aku tidak tahu! Agaknya
keluargaku tidak sempat menceritakan hal itu
kepadaku keburu taerbasmi habis….!” Yu Lee
berhenti dan menyusut air matanya. Kini Siok Lan
sudah melepaskan tangannya dan dengan muka
basah memandang kepadanya. “Setelah mendengar
dari penuturanmu, aku mencari keluargamu, aku
menghadap ayah dan kong kongmu kuceriterakan
semua.....dan aku minta maaf ... kong kongmu
tahu akan semua hal. Lan moi, sungguh aku Yu
Lee biarlah dikutuk Thian kalau tadinya
mengetahui akan ikatan jodoh itu dan
mengabaikan mu. Adapun tentang Aliok .....
tadinya aku tidak sengaja memparmainkanmu…
kita bertemu di kuburan keluargaku, terhadap
para musuh aku mengaku pelayan, kau datang
membantuku.... kemudian kau menyatakan
bencimu terhadap Yu Lee, tentu saja aku terus
620
menyamar sebagai Aliok, karena aku ..... karena
aku mencintaimu moi moi.”
Berubah pandangan Siok Lan Matanya redup
setengah terpejam. Pipinya masih basah dan
seperti tadi ketkka ia menampar, kini iapun
melangkah maju dan merangkul leher Yu Lee
Diusapnya pipi yang masih merah bekas tamparan
tadi, kemudian ia menarik leher yang diraihnya itu
mencium pipi yang tadi ditamparnya.
“Aliok… kau maafkan aku....... aku pun
mencintaimu, Aliok…”
Yu Lee mengeluarkan suara setengah menangis
setengah tertawa. Ia memeluk dan mendekap
kepala gadis iiu, diangkatnya muka itu dan
diciumnya mata yang terpejam, mulur yang masih
menahan isak.
“Siok Lan, jangan kau menggodaku terus aku
sudah minta ampun…. kau adalah Liem Siok Lan
dan aku adalah Yu Lee. Engkau tunanganku calon
tsteriku.... bagaimana mungkin kau tergila gila
kepada Aliok... ?”
Siok Lan membuka matanya dan ia bersandar
kepada dada yang bidang itu lalu katanya manja,
“Biar aku tunangan Yu Lee sejak kecil, aku
tidak mencinta Yu Lee. Buat apa pemuda yang
cengeng itu? Biar pendekar besar, akan tetapi
Pendekar Cengeng. Aku mencintai Aliok…”
“Lan moi hentikan itu ! Aku bisa cemburu
kepada Aliok si pelayan tolol ! Biarpun tolol ia setia
dan mencintaiku!”
621
“Sudah, sudah, biar sekarang kuoper kesetiaan
dan kecintaan Aliok. Kalau tidak aku akan datangi
Aliok dan akan kubunuh dia karena cemburu!”
Siok Lan tersenyum manja dan mereka saling
rangkul penuh kemesraan, lupa bahwa mereka
masih berada di dasar sumur. Sampai lama
mereka terbuai cinta kasih yang meng gelora yang
mereka terima seperti bunga di musim kering
menerima turunnya hujan pertama. Ketika
mendengar bergemanya suara ketawa dari atas
sumur barulah mereka terkejut, sadar akan
keadaan mereka dan otomatis meraka saling
melepaskan pelukan.
“Lan moi, kita harus keluar dari sini !”
“Bagaimana, koko? Bagaimana mungkin….”
“Jangan khawatir. Aku akan menggunakan Sin
kong ciang sehingga dapat merayap melalui
dinding sumur. Kauikatkan ujung tali ini pada
pinggangmu dan kaupun merayap naik kubantu
dengan tali ini.” Yu Lee memungut tali yang tadi
dipotong dari atas dan jatuh ke dasar sumur.
Siok Lan cepat mengikatkan ujung tali pada
pinggangnya ia mempunyai kepercayaan
sepenuhnya kepada Yu Lee. Bukankah pemuda ini
Aliok, pemuda yang amat mencintainya dan amat
setia kepadanya dan yang rela membelanya dengan
seluruh jiwa raganya? Bukankah pemuda ini juga
Yu Lee si Pendekar Cengeng yang memiliki
kesaktian hebat?
Yu Lee lalu mengunakan kedua tangan nya
yang diisi getaran hawa sakti dari Sin kong ciang
622
untuk mulai merayap naik. Dengan tingkat
kepandaiannya biarpun tidak sekuat dan secepat
Yu Lee, Siok Lan juga dapat melakukan ilmu
merayap seperti itu akan tetapi untuk melakukan
hal itu dia akan terlaju banyak membuang tenaga
dalam, ia menanti sampai Yu Lee berada agak
tinggi sehingga ia dapat menggantung dan merayap
naik melalui tali yang akan dipanjatnya.
“Awas…!!” Tiba tiba Yu Lee yang baru merayap
setinggi tiga meter itu berseru kaget dan meloncat
turun kembali, mengejutkan Siok Lan. Tanpa
memberi penjelasan lagi karena tidak sempat lagi,
Yu Lee menabrak Siok Lan dan membawa gadis itu
tiarap di atas tanah di dasar sumur.
Tiga buah benda yang dilontarkan dari atas
terbanting di atas dasar sumur mengeluarkan
suara ledakan tiga kali dan....... asap putih
mengebul tebal, memenuhi tempat itu.
“Gas racun...! Tahan napas....!” Yu Lee berseru
sambil mendekap kepala kekasihnya yang ia
lindungi dengan tubuhnya.
Yu Lee dan Siok Lan menahan napas dan
terbaring mepet di dinding lubang sumur itu di
bagian atas sempit di bagian bawah lebar sehingga
dengan mepet di dinding, mereka tidak tampak
dari atas dan tidak diserang senjata rahasia Akan
tetapi betapapun saktinya, Yu Lee dan terutama
Siok Lan hanyalah manusia manusia biasa saja.
Bagaimana mungkin mereka dapat menahan napas
sampai berjam jam? Benda yang meledak dan
mengandung gas yang dilemparkan dari atas itu
adalah buatan Mongol diisi racun pembius yang
623
kuat, yang dibuat oleh Gwat Kong Tosu. Kakek
ketua Kim hong pai ini selain lihai ilmu silatnya
juga terkenal sebagai ahli racun. Dan kini benda
benda itu terus dilempar ke bawah sehingga asap
tebal tak pernah mengurang. Akhirnya setelah
melindungi Siok Lan yang sudah pingsan lebih
dulu, Yu Lee tidak kuat menahan lagi, ia terengah
dan asap memasuki paru paru berikut bau harum
yang aneh dan pingsanlah Pendekar Cengeng
dengan tubuh masih melindungi tubuh
kekasihnya.
Siok Lan sadar lebih dahulu dari pada
pingsannya. Gadis ini membuka matanya da
menggerakkan kaki tangannya akan tetapi kaki
tangannya terikat. Ia kini sadar betul dan
mendapatkan dirinya tidak berada di dasar sumur
lagi, melainkan di dalam pondok rebah di atas
sebuah dipan bambu. Di sudut ia melihat Yu Lee
rebah pula masih pingsan dan dalam keadaan
terikat kaki tangannya pula. Dan di situ penuh
dengan murid Kim hong pai, juga tampak Gwat
Kong Tosu ketua Kim hong pai duduk di atas kursi.
Siok Lan mengerahkan tenaga, berusaha
meronta dan memberontak agar terlepas dari
belenggu kaki tangan. Namun sia sia karena
ternyata selain dibelenggu juga tubuhnya dalam
keadaan tertotok sehingga kaki tangannya menjadi
setengah lumpuh, tak dapat ia mengerahkan sin
kang. Maka dengan kemarahan meluap ia menoleh
ke arah Gwat Kong Tosu yang tertawa melihat ia
berusaha meronta tadi, lalu memaki, “Engkau tosu
tua bangka keparat ! Siapa menduga bahwa
engkau sekarang menjadi seorang jahat yang
624
terkutuk, curang dan pengecut. Kalau kong kong
tahu...... ah betapa dia akan heran, kecewa dan
marah!”
“Ha ha ha…! cucu Liem Kwat Ek mulutnya
sungguh tajam, seperti kakeknya! Juateru
mengingat akan ketajaman mulut kakekmu dahulu
yang membuat pinto (aku) terlempar keluar dari
Kun lun pai, maka hari ini engkau yang membayar,
bocah! Engkau dan Pendekar Cengeng kekasihmu,
ha ha ha…”
Tiba tiba kedua pipi Siok Lan menjadi merah
sekali teringat akan keadaannya dengan Yu Lee
yang tadi saling menumpahkan kasih sayang dan
agaknya kakek keparat ini mengetahuinya, maka
kini ia diam saja tidak mau bicara lagi.
Gwat Kong Tosu lalu mengeluarkan dua batang
jarum yang berwarna hijau. Sambil tersenyum ia
berkata lagi kepada Siok Lan yang membuang
muka tidak mau memandang nya. “He he he, nona
muda! Kini hanya ada dua jalan bagi kalian.
Pertama, menaluk dan tunduk kepada pemerintah
Goan sehingga selain memperoleh kebebasan, juga
tentu akan diberi kedudukan yang sesuai dengan
kepandaian kalian. Terutama Pendekar Cenceng.
Jalan kedua adalah jalan maut jika kalian menolak
karena andaikata kalian dapat membebaskan diri
sekalipun, kalian tidak mampu menyelamatkan
nyawa dari jarum jarumku ini Ha ha Ha !”
Mau tidak mau Siok Lan menoleh ke arah dipan
bambu di mana Pendekar Cengeng menggeletak
pingsan ketika ia mendengar kakek itu melangkah
meaghampiri tunangannya. Matanya terbelalak dan
625
mukanya menjadi pucat sekali ketika melihat
betapa Gwat Kong Tosu menusukkan jarum ke
arah punggung Yu Lee yang masih pingsan.
“Kau tua bangka iblis pengecut ! Kalau berani
lepaskan belenggu dan mari kita bertanding
sampai mampus !” Siok Lan meronta ronta lagi dan
memaki maki akan tetapi tentu saja semua itu sia
sia belaka karena rontaannya itu hanya
menghasilkan sedikit gerak pada kaki tangannya.
Kemudian sambil tersenyum lebar Gwa Kong Tosu
menghampiri, dengan tangan kiri mendorong
tubuhnya miring dan tiba tiba Siok Lan merasa
punggungnya sakit dan panas ketika kakek itu
menusukkan jarum kedua ke punggung gadis ini.
Jarum itu ditusukkan sampai dalam sehingga
ujungnya rata dengan kulit punggung ! Pada saat
Siok Lan menggigit bibir menahan rasa nyeri ini
terdengar Yu Lee mengerang perlahan dan kini
pemuda itupun sudah siuman dari pingsannya.
Tiba tiba suara Yu Lee terhenti dan pemuda itu
sudah tahu akan keadaan dirinya dan kini
memandang ke arah Gwat Kong Tosu dengan mata
tajam. Terdengar suara Yu Lee penuh ketenangan.
“Gwat Kong Totiang, sebagai ketua Kim hong
pai tentu totiang tidak melakukan sesuatu hal
dengan sembrono dan selalu ada maksud dan
dasarnya yang kuat. Totiang menawan nona Liem
Siok Lan kemudian menjebak aku menggunakan
gas beracun, kemudian kalau aku tidak salah,
menusukkan jarum racun ngo tok ciam ke
punggungku. Apakah artinya semua ini?”
626
Ada sinar kagum terbayang di wujah tosu itu.
Pemuda ini benar benar hebat, pikirnya begitu
siuman dari pingsan telah mengetahui segalanya
dan sikap serta kata katanya demikian tenang
seperti seorang tokoh yang sudah berpengalaman
puluhan tahun saja. Benar benar merupakan
tenaga yang hebat kalau mau disuruh mengabdi
kepada pemerintah Goan.
“Ah, Yu taihiap benar benar mengagumkan.
Setelah mengenal ngo tok ciam (jarum lima racun)
yang lihai tentu maklum bahwa selain dari pinto,
tidak ada obat penawarnya terhadap racun itu.
Sedangkan untuk menyedotnya, tak mungkin
dilakukan dengan mulut karena hal ini akan
menewaskan si penyedotnya. Jelas bahwa nyawa
kalian berdua berada di tangan pinto dan kalian
tidak perlu dibelenggu lagi. Ha ha ha !” Gwat Kong
Tosu melangkah maju, menggerakkan tangan
beberapa kali ke arah belenggu kaki tangan Yu Lee
yang segera terbebas. Demikian pula kakek ini
membebaskan Siok Lan dari pada belenggu dan
totokan.
Siok Lan menjadi beringas. Begitu kaki
tangarmya bebs ia meloncat turun dan menerjang
ke arah Gwat Kong Tosu.
“Lan moi, jangan…. !”
Siok Lan terguling roboh tanpa disentuh Gwat
Kong Tosu dan cepat cepat Yu Lee menghampiri
dan mengangkatnya bangun. Wajah Siok Lan
pucat. Tadi ketika ia meanerjang maju. Ia
mengerahkan lweekang dari pusar naik ka atas,
akan tetapi tiba tiba ketika hawa lewat di
627
punggung, punggungnya itu seperti dibakar
membuat seluruh tubuhnya lemas dan ia terguling.
Kini Yu Lee yang memegang pundaknya berkata
halus dan perlahan, “Lan moi kita berada dalam
cengkeraman racun hebat, jangan kau
mengerahkan tenaga. Tenang dan bersabarlah
kurasa Gwat Kong Totiang tidak mempunyai niat
jahak terhadap kita.”
“Tidak punya niat buruk apa? Monyet tua
bangka hina dan tak tahu malu ini. Dia hendak
memaksa kita menjadi kaki tangan penjajah, si
keparat !”
Gwat Kong Tosu tetap tenang dan tersenyum,
sama sekali tidak memperdulikan kemarahan Siok
Lan yang memaki makinya ia menghadapi Yu Lee
dan berkata. “Yu taihiap seorang yang
berpandangan luas. Naik turunnya kerajaan dan
kaisar adalah urusan yang sudah ditentukan
Tuhan. Manusia mana mampu mencegah
kehendak Tuhan? Sudah ditakdirkan bahwa
pemerintah Goan timbul, maka sudah menjadi
kewajiban kita orang orang gagah untuk
mendukung kehendak Tuhan ini dan membantu
pemerintah baru mengatur ketenangan dan
tenteraman. Ouw ciangkun adalah seorang
demikian gagah perkasa, namun beliau dapat
melihat kenyataan dan….”
“Cukup, lotiang Dalam hal ini, kita berbeda
pendapat dan akan sia sia belaka kalau totiang
hendak membujuk kami. Kami tetap tidak rela
menyaksikan negara dan bangsa dijajah bangsa
Mongol, dan andaikata kami tidak berdaya
628
menentang sekalipun, di dalam hati kami tetap
akan menentang. Kurasa semua orang gagah
berpendapat demikian dan hanya menanti saat dan
kesempatan untuk mengusir penjajah dari tanah
air.”
“Wah, kau keras kepala dan sombong seperti
kakekmu Yu Tiang Sin. Yu Lee, apakah kau belum
sadar bahwa nyawamu berada di telapak
tanganku? Tidak akan sayangkah engkau yang
masih muda ini mati secara konyol dan sia sia?
Dan tunanganmu ini? Bukankah kau
mencintainya? Relakah kau melihat tunanganmu
yang kau cinta ini mati konyoi pula ?”
Yu Lee tersenyum sambil memandang
kekasihnya, “Totiang, engkau agaknya tidak dapat
menyelami jiwa orang orang gagah sejati, juga tidak
pernah tahu agaknya akan isi hati dua orang yang
saling mencinta! Ketahuilah betapa besar
bahayanya, namun seorang gagah lebih baik mati
daripada mengkhianati tanah air dan bangsanya
sendiri dan dua orang yang saling mencinta dengan
murni lebih rela melihat kekasihnya tewas sebagai
seorang patriot dari pada hidup makmur sebagai
seorang pengkhianat. Sadarlah bahwa kami berdua
mati demi tanah air kami, totiang.”
Siok Lan girang dan bangga sekali kepada
kekasihnya. Sungguh cocok dengan isi hatinya.
Maka ia memandang Yu Lee dengan sinai mata
penuh cinta kasih mesra, bibirnya tersenyum
matanya membasah ia rela seribu kali mati
bersama kekasihnya yang hebat ini !
629
Gwat Kong Toeu menjadi marah. Ia merasa
mukanya seperti ditampar. Teringat ia akan semua
pengalamannya dahulu. Dahulu ketika ia menjadi
murid Kun lun pai, ia melakukan pelanggaran,
yaitu ia melakukan hubungan jina dengan seorang
wanita yang tinggal di lereng, wanita yang sudah
menjadi isteri seorang petani. Ketika si petani,
suami wanita itu, mempergoki perbuatan mereka,
dalam keadaan tertangkap basah dan gugup ia
memukul dada petani itu sehingga si petani
menderita luka dalam. Kemudian si petani bertemu
dengan Liem Kwat Ek yang merupakan seorang
murid Kun lun pai yang gagah, melaporkan
perbuatannya itu kepada pimpinan Kun lun pai
sehingga ia lalu ditendang keluar dari Kun lun pai
dengan tidak hormat ia mendendam sakit hati dan
perasaan akan tetapi hal ini ditahan dan
disembunyikan pada hatilnya, ia seolah olah
menyesali kedosaannya, bersikap haik terhadap
Kun lun pai maupun terhadap Liem Kwat Ek.
Bahkan ketika terjadi pergolakan ia ikut pula
menentang gelombang orang Mongol dan membawa
semua muridnya untuk melakukan perlawanan
bersama para pejuang lainnya. Akan tetapi setelah
melihat betapa kekuasaan Mongol makin kuat, ia
lalu “membalik”. Dahulu ia dihina Liem Kwat Ek,
sekarang kembali ia merasa dihina oleh cucu
musuh besarnya itu bersama tunangannya.
“Seret mereka keluar! Ikat pada tonggak di
tengah lapangan! Biarkan mereka kepanasan dan
kehausan. Kalau masih berkepala batu, kita seret
ke kota raja sebagai tawanan !” katanya lalu
melangkah keluar dan pondok dengan muka
630
sebentar pucat sebentar merah. Para murid Kim
hong pai yang kini kesemuanya telah menjadi kaki
tangan pemerintah Mongol, lalu menangkap Yu Lee
dan Siok Lan yang tidak berani melakukan
perlawanan. Dua orang muda ini lalu diikat pada
tonggak yang berdiri di sebuah lapangan luas yang
pohon pohonnya telah ditebang semua. Tempat itu
terbuka dan matahari dapat menimpa tempat itu
sepenuhnya, Yu Lee dan Siok Lau diikat pada
tonggak yang membelakangi Hati mereka girang
karena dengan demikian jari jari tangan mereka
dapat saling sentuh dan selama mereka itu
berdekatan, hati mereka besar. Kemudian mereka
ditinggalkan serta diawasi dari jauh. Anak buah
Kim hong pai maklum akan kehebatan racun ngo
tok ciam. Sekali memasuki tubuh lawan, hanya
guru mereka saja yang mampu
menyelamatkannya. Andaikata dua orang itu
terbebas sekalipun dari mereka, tetap saja
keduanya takkan terbebas dari maut.
“Koko .... benarkah kita tidak ada harapan
untuk hidup lagi?”
Yu Lee yang pada lahirnya tetap tenang itu,
menekan perasaannya ia terharu dan merasa
kasihan kepada kekasihnya. Masih begitu muda,
begitu cantik jelita dan sekali ini agaknya memang
tiada harapan lagi. “Jangan hilang harapan selama
kita masih hidup, Lan moi. Memang racun ngo tok
ciam hebat sekali. Akan tetapi, belum tentu tidak
dapat disembuhkan. Kau tenang saja, biarpun kita
tidak boleh mengerahkan lweekang, agaknya
dengan tenaga luar aku dapat melepaskan
belenggu tangan kita. Akan tetapi, mereka tentu
631
mengintai dan menjaga, maka kita tunggu sampai
malam nanti.”
Sehari itu penderitaan kedua orang muda ini
amat hebat. Panas amat teriknya dan sejak mereka
terjerumus ke dalam sumur malam tadi, mereka
merasa amat lelah, lapar dan haus. Kelelahan dan
kelaparan masih dapat mereka tahan akan tetapi
rasa haus benar benar amat menyiksa. Leher
terasa kering mencekik, mulut kering dan napas
mereka serak, melihat penderitaan kekasihnya. Yu
Lee menjadi kasihan sekali. Biarpun Siok Lan tidak
pernah mengeluh dan tidak pernah nenyatakan
rasa hausnya yang dapat membuat orang menjadi
gila, namun Yu Lee maklum bahwa tentu gadis itu
tidak beda dengan keadaannya, dicekik dan disiksa
oleh rasa haus.
“Lan moi…..”
“Hemmm….” Suara Siok Lan lemah dan hanya
berbisik.
“Engkau lelah dan lapar....?”
“Tidak, koko. Hanya…. haus setengah mati !”
Dalam mengucapkan kata kata ini, terdengar
kemarahan gadis itu, marah kepada musuh
musuhnya yang membuatnya sengsara.
“Memang akupun haus. Akan tetapi kita harus
bersabar, moi moi. Eh, baru kemarin aku
mendapatkan sebuah tomat yang masaknya bukan
main karena lapar ku makan buah itu. Wah,
seluruh urat dalam mulutku sampai kaku karena
masamnya. Tahukah engkau buah yang lebih
masam dari pada buah tomat yang ini ?”
632
Siok Lan mengingat ingat segala buah masam
yang dikenalnya. Kemudian ia menyebutkan
beberapa macam buah dan akhirnya mengomel,
“Koko, bagaimana sih engkau ini! Dalam keadaan
begini masih membicarakan… heee, mendadak
mulutku menjadi basah mengingat buah buah
masam itu...!” Siok Lan meegecap ngecap mulutnya
dan menelan ludah sendiri sehingga
kerongkongannya tidak sekering tadi. Kini
mengertilah ia akan akal tunangannya itu. Dengan
mengingat buah maasam timbul air liur yang
membasahi mulut dan biarpun hal ini bukan
merupakan pertolongan besar, namun sedikitnya
mencegah mulut dan kerongkongan menjadi
kering.
Setelah hari berganti senja, Gwat Kong Tosu
datang membawa secawan besar air jernih. Sambil
memegangi cawan itu ia berkata, “Bagaimana,
apakah kalian masih juga berkeras kepala ?”
“Totiang, engkau seorang tosu yang
menyeleweng daripada kebenaran. Sudah bulat
keputusan kami, lebih baik mati sebagai seorang
gagah dari pada hidup seperti engkau, seorang
pengkhianat pengecut!” kata Yu Lee.
“Tosu bau yang terkutuk ! Biar berpakaian
begitu namun lebih jahat dari pada iblis, lebih keji
dan hina diripida semua penjahat yang paling hina
!” Siok Lan yaog lebih pandai memaki itu
menyambung.
Gwat Kong Tosu tertawa dan minum air dari
cawan sampai air itu tertumpah. Siok Lan dan Yu
Lee yang menoleh ke arah tosu itu mau tidak mau
633
menelan ludah yang tidak ada lagi, akan tetapi
kekerasan hati mereka dapat mengatasi keinginan
ini dan mereka membuang muka.
“Baik, kalian memang lebih suka sengsara !”
gerutu kakek itu lalu memerintahkan anak
muridnya, “Jaga mereka baik baik, biarkan malam
ini mereka menderita terus, besok baru kita seret
mereka ke kota raja. Dan bagaimana yang mencari
Pui Tiong dan Can Bwee?”
“Sudah teecu cari ke mana mana tidak ada
suhu.”
“Goblok, hayo cari lagi. Bukankah tadipun
mereka ikut berjaga jaga?”
Kembaii Siok Lan dan Yu Lee ditinggal dan
dijaga dari jauh. Setelah malam tiba, Yu Lee
berbisik. “Moi moi akan kulepaskan ikatan ini.
Kalau sudah bebas, biar aku melarikan diri ke
selatan, memancang mereka mengejarku agar
engkau dapat melarikan diri, sebaliknya engkau
lari ke barat, memasuki hutan yang lebih lebat….”
“Tidak ! Aku tidak mau berpisah dari
sampingmu, toto. Kita berdua sudah keracunan,
tinggal menanti mati. Kalau matipun, aku ingin
bersamamu”
“Moi moi….” Yu Lee terharu dan terisak.
“Ihhh....! Engkau tidak boleh lagi meruntuhkan
air mata, koko. Kalau tetap begitu, aku selamanya
tidak akan mencinta Yu Lee, melainkan lebih
mencinta Aliok. Aku tidak suka melihat.... eh,
kekasihku cengeng !”
634
Mau tak mau Yu Lee tersenyum. Dengan Siok
Lan disampingnya, dunia ini akan selalu
merupakan sebuah tempat yang menyenangkan
dan menggembirakan sehingga iapun tidak akan
mendapat kesempatan untuk menangis lagi. Iapun
maklum akan kekerasan hati Siok Lan, dibujuk
dipaksa pun akan percuma.
“Baiklah kita lari bersama mudah mudahan
dapat melarikan diri dalam gelap. Jika Thian
menghendaki kita akan berhasil.”
Yu Lee lalu mulai berusaha mematahkan
ikatan. Biarpun ia tidak berani mengerahkan
sinkangnya karena hal ini berarti akan membuat
racun di punggungnya mengamuk, namun tubuh
pemuda ini tergembleng sejak kecil sehingga dia
memiliki otot yang kuat. Setelah berusaha
beberapa lama, akhirnya jari jari tangannya
berhasil merenggut lepas ikatan tangannya. Ia
masih membelakangi Siok Lan ketika ia mulai
berusaha membebaskan kekasihnya. Ia melakukan
hal ini secara diam diam tidak berani merobah
kedudukan karena tahu bahwa mereka diawasi
orang orang Kim hong pai dari jauh. Setelah bebas,
keduanya berdiri diam beberapa lama untuk
membiarkan jalan darah di pergelangan tangan
pulih kembali. !
“Sekarang.....!” bisik Yu Lee dan sambil
menggandeng tangan kekasihnya, pemuda ini lalu
mengajak Siok Lan lari dari situ. Keduanya tidak
berani mempergunakan ginkang karena hal ini pun
akan mencelakakan mereka, maka mereka hanya
lari dengan menggunakan otot otot kaki saja.
635
“Heii, mau lari ke mana….?”
Dua orang muda itu lari ke arah selatan dan
muncullah empat orang murid Kim hong pai yang
menjaga di selatan. Yang lain lain juga melihat
kedua orang itu lari, akan tetapi karena mereka
semua sudah maklum akan akibat racun ngo tok
ciam, mereka memandang rendah dua orang muda
itu yang tidak mungkin lagi mempergunakan
tenaga dalam mereka. Inilah yang menyebabkan
mereka menjaga di tempat masing masing dan
menyerahkan kepada empat orang saudara mereka
yang menjaga di selatan untuk menangkap kembali
dua orang tawanan itu.
Andaikata Yu Lee dapat bergerak dan
mempergunakan hawa sakti tubuhnya seperti
biasa, jangankan hanya empat orang murid Kim
hong pai, biar ada empat puluh orang sekalipun
tentu dapat ia atasi dengan mudah. Bahkan Siok
Lan sendiri saja akan dapat mengalahkan empat
orang ini dengan mudah. Akan tetapi mereka kini
terpaksa hanya mengandalkan tenaga kasar
tangan kaki mereka, bahkan kegesitan mereka,
banyak berkurang karena tidak dapat
menggunakan ginkang. Mereka bergerak dan
empat orang itu roboh, akan tetapi dapat cepat
meloncat bangkit kembali dan menyerang kalang
kabut mengeroyok dan menubruk dari kanan kiri.
Yu Lee mempergunakan ilmu silatnya, mengelak
dan membalas, akan tetapi pukulan tenaga kasar
tidak mempengaruhi empat orang anak buah Kim
hong pai yang sudah terlatih itu. Siok Lan marah
dan menerjang maju, dalam hatinya hendak sekali
serang menewaskan empat orang lawan lunak itu.
636
Saking marahnya ia terlupa dan dalam
penyerangannya ini ia mengerahkan lweekangnya.
“Desss dessss….!” Dua orang pengeroyok roboh
dengan kepala pecah terkena pukulan tangan Siok
Lan, akan tetapi gadis itu menjerit dan roboh,
muntah darah!
Yu Lee terkejut sekali, cepat berjongkok hendak
menolong kekasihnya. Saat itu dipergunakan oleh
dua orang murid Kim hong pai yang lain untuk
menerjangnya, membuat Yu Lee terguling guling
dan luka di punggung nya menghebat. Pemuda
inipun pingsan di samping Siok Lan.
Pada saat itu, berkelebat bayangan putih dan
terdengar teriakan ngeri dua orang Kim hong pai
tadi yang roboh tak bergerak lagi, mati seperti dua
orang temannya yang terbunuh oleh Siok Lan.
bayangan putih ini bukan lain adalah Dewi Suling
yang cepat menyambar tubuh Yu Lee dan Siok Lan,
lalu meloncat dan menghilang di dalam gelap.
“Kejar…. ! Tangkap….!”
Gegerlah orang orang Kim hong pai. Obor obor
dinyalakan dan mereka ini dipimpin oleh Gwat
Kong Tosu yang marah marah lalu melakukan
pengejaran. Akan tetapi gerakan Dewi Suling cepat
sekali. Wanita sakti itu sudah lenyap dan para
anggauta Kim hong pai lalu mencari cari diseluruh
hutan. Jauh dipinggir hutan diantara para pencari
ini menemukan mayat dua orang saudara mereka
yang merupakan murid murid terpandai dari Gwat
Kong Tosu yaitu Pui Tiong dan Can Bwee !
637
Apakah yang telah terjadi? Siapa pembunuh
Pui Tiong dan Can Bwee, dua orang murid pilihan
Kim hong pai yang telah berhasil menjebak Siok
Lan dan Yu Lee? Dan mengapa pula Dewi Suling
yang tadinya mengajar Siok Lan dpat muncul tiba
tiba di malam hari itu?
Pembunuh kedua orang murid Kim hong pai itu
bukan lain adalah Dewi Suling. Seperti telah kita
ketahui Dewi Suling membantu Thian te Sin kiam
pergi mengejar dan mencari Siok Lan yang
melarikan diri. Karena jarak diantara mereka amat
jauh Dewi suling tidak tahu ke mana perginya Siok
Lan dan ia mencari cari sampai menyeleweng jauh.
Ia melampaui hutan di mana Siok Lan ditawan,
kemudian setelah amat jauh tersesat, ia kembali
lagi dan sore hari itu di pinggir hutan ia melihat
berkelebatnya dua orang manusia. Ia cepat
menyelinap dan mengintai, kemudian berindap
menghampiri ketika mendengar suara pria dan
wanita bersenda gurau dan ketawa cekikikan.
Kiranya dua bayangan itu adalah Pui Tiong dan
Can Bwee. Dua orang muda yang masih saudara
seperguruan ini kiranya mempunyai hubungan
cinta secara rahasia. Kini di tempat yang mereka
anggap sunyi tidak ada manusia lain itu, mereka
dapat menumpahkan cinta kasih mereka dengan
bebas. Mereka bersembunyi di balik rumpun
bunga, bercakap cakap dan becumbu mesra. Tentu
orang akan merasa heran sekali kalau melihat
betapa di tempat umum kedua orang ini saling
menghormat dan seolah olah tidak ada hubungan
apa apa di antara mereka. Pui Tiong sebagai sute
638
yang baik dan Can Bwee sebagai suci yang
pendiam.
Namun Dewi Suling tidak heran, hanya marah
bukan main ketika mendengar percakapan mereka
karena mereka membicarakan Siok Lan dan Yu
Lee.
“Kau gila! Kaukira aku tertarik kepada Sian li
Eng cu? Huh, biar dia cantik dia amat galak dan
dibandingkan dengan engkau, kekasihku bagaikan
bumi dan langit. Sepatutnya engkau yang tertarik
kepada Pendekar Cengeng….” kata Pui Tiong
sambil mencium bibir Can Bwee.
Sejenak mereka tenggelam dalam kemesraan,
kemudian Can Bwee melepaskan diri dan mencubit
dagu Pui Tiong sambil berkata cemberut. “Cih kau
cemburu? Kalau aku tertarik kepada segala laki
laki, masa aku masih sudi melayanimu? Kau tahu
betapa besar cintaku kepadamu, betapa setiaku
…..” Kembali mereka berpelukan.
Dewi Suling menanti dengan sabar. Ia ingin
mendengar tentang Siok Lan yang dicari cari nya
dan tentang Yu Lee yang juga sudah mengejar dan
agaknya pendekar itu lebih beruntung, lebih dulu
bertemu dengan Siok Lan.
“Hi hik, gadis cantik itu tidak cantik lagi
sekarang. Kulihat tadi betapa dia kehausan.
Kenapa suhu tidak membunuh saja Siok Lan dan
Pendekar Cengeng? Mengapa mesti menanti nanti
lagi?”
“Ihhh, kenapa kau begini bodoh,....?”
639
Can Bwee mencubitnya “Kurang ajar, aku ini
kakak seperguruanmu, tahu? Kau berani memaki
bodoh?”
Pui Tiong cepat cepat berlutut, “Ampun kan
aku, suciku yang manis…..”
“Cih… ceriwis kau… !” Kembali mereka
bercumbuan sehingga hampir saja Dewi Suling
kehabisan kesabarannya.
“Suhu mengharapkan mereka. Terutama
Pendekar Cengeng suka takluk dan membantu
pemerintah. Kalau suhu berhasil, bukan kecil jasa
Kim hong pai terhadap pemerintah.“
“Ah mana mungkin! Dia keras kepala apa lagi
gadis galak itu. Orang orang macam mereka lebih
baik lekas dibunuh, karena kalau sampai terlepas
dapat menimbulkan kekacauan,”
“Mana mungkin terlepas?” Pui Tiong
membantah “Kau mengerti sendiri, orang yang
sudah terkena ngo tok ciam, apalagi di tusukkan
pada jalan darah di punggung seperti mereka itu
tentu akan mati kalau tidak ditolong oleh suhu
sendiri. Mereka itu terpaksa harus menakluk kalau
tidak mau mati. Andaiakata dapat lolos juga tentu
mati. Siapa orangnya mau menolong? Ngo tok ciam
itu hanya dapat dicabut dengan mulut dan
menggunakan khikang dan sinkang juga racunnya
dapat disedot keluar dengan pengerahkan sin kang
yang tinggi. Akan tetapi penyedotnya tentu akan
mati dan siapa mau mengobati mereka secara
begitu? Kecuali hanya suhu yang tahu cara
mengobatinya, sedangkan kita sendiri saja tidak
640
diberi tahu akan rahasia penyembuhan Ngo tok
ciam itu,”
Sudah cukup bagi Dewi Suling percakapan itu.
Ia tahu bahwa Siok Lan dari Yu Lee tertawan
musuh dan telah terluka hebat, berada di ambang
pintu kematian. Marahlah Dewi Suling. Terdengar
suara melengking ketika ia meloncat ke balik
semak semak rumpun kembang itu disusul jeritan
mengerikan dari kedua orang muda yang sedang
bermain cinta, berkasih kasihan dengan mesra itu
tak dapat menghindarkan diri dari pada serangan
maut Dewi Suling!
Dewi Suling lalu memasuki hutan itu dan
mencari cari. Akhirnya ia melihat betapa Yu Lee
dan Siok Lan berusaha melarikan diri dan
dikeroyok empat orang anak murid Kim hong pai.
Ia terheran heran menyaksikan kelemahan dua
orang itu, padahal ia tahu bahwa orang orang Kim
hong pai itu tidak dapat dianggap lihai. Melihat
betapa Siok Lan yang menyerang dengan
pengerahan sinkang lalu roboh sendiri muntah
darah. Mengertilah Dewi Suling bahwa dua orang
itu telah keracunan hebat sehingga tidak boleh
mengerahkan sinkang dan mengertilah ia mengapa
dua orang itu kelihatan begitu lemah. Maka ia
cepat turun tangan membunuh dua orang Kim
hong pai dan menyambar tubuh kedua orang itu
yang dikempitnya dengan kedua lengan lalu ia
meloncat dan melarikan diri dengan cepat.
Dewi Suling maklum bahwa keadaan dua orang
itu amat berbahaya, sungguhpun ia belum tahu
pasti apa sebabnya dan mengapa mereda
641
keracunan karena ia belum mendapat waktu dan
kesempatan untuk memeriksa, ia harus lebih
dahulu menyelamatkan diri mereka dari
pengejaran orang orang Kim hong pai yang ia tahu
diketuai oleh Gwat Kong Tosu yang cukup lihai.
Maka ia lari terus semalam itu tak pernah
berhenti, keluar masuk hutan dan naik turun
gunung. Setelah malam berganti pagi dan matahari
telah bersinar, ia tiba di dalam sebuah hutan yang
liar. Barulah ia berhenti menurunkan dua orang
itu dari kempitannya dan merebahkan mereka di
atas tanah berumput. Dan mulailah ia memeriksa
mereka yang masih pingsan, ketika ia menemukan
jarum yang menancap di punggung dan melihat
betapa kulit dan daging sekitar luka itu hitam
kehijauan, ia terkejut sekali.
Dewi Suling juga tahu akan racun karena
gurunya, Hek siauw Kui bo adalah seorang ahli
racun pula, dan iapun ahli menggunakan jarum
jarum beracun. Akan tetapi baru sekarang ia
menyaksikan akibat racun yang begini hebat.
Mukanya menjadi pucat ketika ia teringat akan
cerita gurunya akan hebatnya lima racun ngo tok
yang dicampur tehineca menjadi adonan racun
yang amat jahat. Untuk menyedot racun ngo tok
ini, hanyalah dapat dilalukan dengan pertolongan
batu pek seng (bintang putih). Kalau disedot
dengan mulut mempergunakan sin kang, akan
berhasil juga akan tetapi selain harus
mengerahkan sinkang yang amat kuat, juga racun
itu sedemikian bebatnya sehingga kalau memasuki
mulut si penyedot, tentu ia akan mati !
642
Sejenak Dewi Suling memandang wajah Yu Lee
yang masih rebah pingsan. Wajah yang semenjak
ia kembali ke jalan benar, selalu menjadi kembang
mimpi, selalu terkenang dan teringat. Wajah orang
yang amat dikasihinya, ia melihat betapa wajah Yu
Lee yang pingsan itu tenang seperti orang sudah
mati. Tak tertahankan lagi ia menubruk pundak
dan terisak, menciumi muka pemuda itu.
Kemudian keharuan hatina rela dan ia menoleh
kearah Siok Lan. Gadis yang masih remaja, segar
dan bersih. Sungguh tepat menjadi isteri Yu Lee,
pikirnya. Tidak, ia tidak cemburu, tidak iri hati.
Dia memang sama sekali tidak patut bersanding
dengan Yu Lee. Teringat ia akan semua
perbuatannya di masa muda, jantungnya terasa
hendak putus. Dia dahulu jahat, jahat sekali. Dia
telah kotor, tak mungkin dicuci bersih sehingga
patut menjadi sisihan Yu Lee. Biar di cuci dengan
perbuatan perbuatan baik sekalipun! Ia harus
mempertanggung jawabkan segala perbuatannya di
depan Thian! Dan Yu Lee akan sengsara hidupnya
kalau kehilangan Siok Lan.
Makin dipikir, makin nelangsa hatinya dan
tanpa ragu ragu lagi, bahkan agak beringas seperti
laku orang nekad, ia lalu membungkuk, merobek
baju Siok Lan yang ia miringkan tubuhnya,
kemudian menempelkan mulutnya pada luka di
punggung Siok Lan. Ia menahan napas,
mengerahkan khikang dan menyalurkan sinkang
menyedot luka itu sampai mulutnya terasa beku.
Cepat ia meludahkan darah biasa yang
mengandung racun itu, kemudian menyedot lagi.
643
Tiga kali ia menyedot sampai akhirnya darah yang
disedotnya adalah darah merah yang segar.
Pening kepala Dewi Suling. Pandangan matanya
berkunang, mulutnya kaku tak dapat di gerakkan.
Lidahnya mengembung hampir memenuhi mulut.
Mukanya berubah agak kehijauan. Ia cepat
meninggalkan tubuh Siok Lan yang ia tahu telah
terbebas daripada cengkeraman maut, lalu ia
bersila bersemadi mengatur napas, nrrenyedot
sebanyaknya hawa segar dan berusaha menentang
racun yang mulai menguasainya. Setelah
kepalanya tidak begitu pening lagi dan ia telah
dapat memulihkan tenaganya ia lalu menghampiri
tubuh Yu Lee yang masih rebah terlentang. Ia
mendorong miring tubuh laki laki yang dicintainya
ini, dibuka bajunya dan dikecupnya luka itu,
seperti tadi ia menggigit jarum mencabutnya
keluar. Alangkah kagetnya ke'ika ia mendapat
kenyataan bahwa luka di punggung Yu Lee lebih
berat dari pada luka di punggung Siok Lan.
Agaknya ketua Kim hong pai yang tahu bahwa
pemuda ini amat lihai, menusukkan jarum yang
lebih banyak racunnya di punggung pemuda ini.
Dewi Suling mengerahkan tenaganya menyedot.
Baru setelah tujuh kali menyedot racun itu habis
dan ia menyedot darah segar
“Ahh….“ Yu Lee mengeluh membuka mata dan
bangkit duduk. Begitu melihat Dewi Suling duduk
di dekatnya dan muka wanita ini kehitaman,
mulutnya membengkak ia kaget sekali dan tahulah
ia akan apa yang telah dilalukan telah dilakukan
wanita ini. Ia melirik ke arah Siok Lan. Gadis itu
644
sudah sembuh pula mukanya tidak
membayangkan keracunan, napas nya teratur, dan
dalam tidur pulas
“Kau….?”
Dewi Suling yang duduk bersila meramkau
mata dan bangkit duduk, Yu Lee bergidik. Mata
itupun bersinar kehitaman, penuh hawa racun!
Dewi Suling menggoyang kepala berkata lemah
suaranya pelo karena lidahnya membengkak.
“Himpun tenagamu.... bersamadhi …. lekas….”
Yu Lee maklum bahwa keadaannyapun sudah
selamat dan pada cengkeraman bahaya akan tetapi
ia masih lemah iapun maklum dengan sekali
pandang saja bahwa tidak ada kekuataan manusia
di dunia ini yang dapat menolong Dewi Suling yang
seolah.olah telah mengoper semua hawa beracun
dari tubuh dia dan Siok Lan. Bukan main terharu
hatinya, akan tetapi ia tidak mau menyia nyiakan
pengorbankan Dewi Suling, ia lalu berisila dan
duduk bersamadhi untuk memulihkan tenaga.
Akan tetapi betapa sukarnya sekali ini
mengheningkan cipta. Air mata mengalir dari
kedua pipinya, membasahi kedua pipinya.
Perbuatan dan pengorbanan Dewi Suling selalu
teringat dan terbayang, ia membuka matanya
kembali lalu merangkul wanita itu, teringat akan
cinta kasih yang demikian besar ia mencium dahi
Dewi Suilng.
Dewi Suling membuka mata dan meneteslah
beberapa air matanya, mulut yang bengkak itu
mencoba tersenyum, lalu menggeleng kepala lagi,
minta dengan pandangan matanya agar Yu Lee
645
bersamadhi. Pemuda itu setelah mencium dahi
dengan penuh perasaan sukur, terbaru dan
berterima kasih, lalu duduk bersamadhl dan kali
ini ia berhasil.
Siok Lan mengeluh perlahan, membuka mata
dan pertama tama yang dilihatnya adalah Dewi
Suling yang bermuka kehitaman dan bermulut
bengkak, duduk bersila tak jauh dari situ. Ia
terkejut sekali, dan segera menoleh ke arah kiri di
mana ia lihat Yu Lee juga duduk bersamadhi.
Wajah kekasihnya itu terang dan tenang, jelas
telah bersih dari pada hawa racun ia menengok
keadaannya sendiri, melihat bajunya yang robek,
cepat cepat dibenarkan, lalu meraba punggung dan
tahulah ia bahwa, iapun telah sembuh, terbebas
dari pada racun! Ia mencoba pernapasannya,
menahan napas mengerahkan sinkang. Ia benar
benar telah sembuh! Rasa girang menyelubungi
hatinya akan tetapi begitu ia memandang kembali
kepada Dewi Suling, wajahnya menjadi pucat.
Mengertilah Siok Lao, tentu Dewi Suling telah
menolong dia dan Yu Lee, menolng dengan jalan
menyedot racun dari luka luka mereka. Dewi
Suling menolong mereka dan mengorbankan
dirinya, ia bergidik. Wajah Dewi Suling yang
semula cantik manis itu kini jadi mengerikan,
seperti wajah iblis sendiri! Karena tahu bahwa dua
orang itu bersamadhi, Siok Lan pun lalu bersila
dan meramkan mata mengatur pernapasan
memulihkan tenaga.
Belum lama mereka bersamadhi, terdengar
suara banyak orang dan tahu tahu Gwat Kong
Tosu bersama dua puluh orang anak muridnya
646
telah mengurung tempat itu! Tosu ini begitu
melihat keadaan tiga orang duduk bersila, maklum
bahwa racunnya telah dipunahkan oleh wanita
yang kini keracunan hebat.
“Dia Dewi Suling…..!” kata seorang di antara
anak buahnya.
Marahlah Gwat Kong Tosu “Tangkap….!”
Akan tetapi tiba tiba wanita bermuka iblis itu
meloncat ke atas, terdengar suara melengking
hebat dan belasan batang jarum berhamburan
menyerang kepada mereka yang mengurung, empat
orang anak murid Kim hong pai menjerit dan roboh
tak dapat bangkit kembali. Gwat Kong Tosu setelah
menyampok jarum jarum dengan ujung lengan
bajunya, mencabut pedang dan menerjang Dewi
Suling. Murid muridnya membantu dan
dikeroyoklah Dewi Suling.
Akan tetapi Dewi Suling yang mukanya berubah
seperti setan itu berkelahi dengan kenekatan luar
biasa, kenekatan orang yang tahu bahwa ia akan
mati. Dalam beberapa gebrakan saja, tiga orang
anak murid Kim hong pai lainnya terguling oleh
hantaman dan totokan sulingnya. Akan tetapi Dewi
Suling pundak nya tergores ujung pedang Gwat
Kong Tosu.
Yu Lee dan Siok Lan juga sudah meloncat
bangun, akan tetapi mereka itu masih lemah
sekali, masih belum dapat mempergunakan
kekuatan dalam. Kini mereka dikurung dan di
keroyok sehingga Yu Lee dan Siok Lan tidak dapat
membantu Dewi Suling seperti yang mereka
kehendaki.
647
Dewi Suling mengamuk makin hebat, akan
tetapi kini kepalanya pening sekali, kedua kakinya
gemetaran dan berkali kali ia terkena pedang Gwat
Kong Tosu dan murid muridnya. Seluruh
pakaiannya robek robek berikut kulitnya dan
tubuhnya sudah penuh luka akan tetapi ia masih
terus mengamuk dan bunyi melengking itu makin
lama makin jarang. Akhirnya Dewi Suling
terhuyung huyung, tubuhnya basah semua oleh
darah, suling masih terpegang di tangannya,
pakaiannya yang putih kini menjadl merah. Ia
terhuyung ke belakang, didesak Gwat Kong Tosu.
Pada saat itu, terdengar bentakan keras, “Gwat
Kong, kau benar benar telah menyeleweng jauh!”
Dan berkelebatlah bayangan orang yang
mempergunakan pedang menangkis pedang Gwat
Kong Tosu. Ternyata bayangan ini adalah Thian te
Sin kiam yang datang menyusul bersama empat
orang muda perkasa, yaitu Ouwyang Tek, Gui
Siong, Lauw Ci Sian dan Tan Li Ceng. Empat orang
muda ini mengamuk dengan pedang masing
masing, membuat para anak murid Kim hong pai
yang tadi mengeroyok Yu Lee dan Siok Lan menjadi
kacau balau dan banyak yang roboh. Dewi Suling
sejenak berdiri memandang pertandingan dahsyat
antara Gwat Kong Tosu melawan Thian te Sin kiam
yang mendesaknya, kemudian ia tersenyum dan
roboh terguling !
Pertempuran itu tidak berlangsung lama, Gwat
Kong Tosu, bekas anak murid Kun lun pai, tentu
saja tidak dapat mengatasi ilmu pedang Thian te
Sin kiam Liem Kwat Ek seorang tokoh Kun lun
yang lebih tinggi tingkatnya. Belum sampai tiga
648
puluh jurus pedang Thian te Sin kiam telah
menusuk amblas ke dalam dadanya, dan ketika
pedang di cabut, ketua Kim hong pai itu berteriak
keras roboh berkelojotan. Anak anak muridnya
pun kocar kacir dan akhirnya tak seorangpun
diantara mereka dapat lolos, semua tewas dalam
tangan Thian te Sin kiam dan empat orang muda
yang gagah.
Yu Lee dan Siok Lan menghampiri Dewi Suling
berlutut di dekat tubuh wanita itu. Yu Lee
mengangkat kepala Dewi Suling dan
menyandarkannya di dadanya. Dewi Suling berada
dalam keadaan mengerikan sekali. Siok Lan terisak
menangis, tidak tega menyaksikan wanita yang
telah mengorbankan diri untuknya dan untuk
kekasihnya ini. Dewi Suling menggerakkan bibir,
terpaksa Yu Lee dan Siok Lan mendekatkan telinga
Bibir yang membengkak itu berbisik lirih
“... bahagialah … kalian … aku hanya…. Minta
…. doa ... semoga Thian sudi .... mengampuni
dosa dosaku.” Tubuh itu lemas dan napasnyapun
terhenti.
Sejenak Yu Lee meramkan mata mencegah air
matanya, akan tetapi tetap saja air mata nya
mengalir turun. Siok Lan sudah menangis terisak
dan terdengar suara Yu Lee perlahan.
“Dewi Suling…. biarlah air mataku ini
merupakan tangis penghabisan kali, tanda
untukmu. Engkau pernah menyeleweng, akan
tetapi engkau mengakhiri hidupmu sebagai
seorang gagah seorang budiman dan seorang
649
pejuang … semoga Thian mengampuni dosa dosa
mu..”
Jenazah Dewi Suling …. dan Thian te Sin kiam
menghela napas panjang mendengar pengalaman
mereka yang amat mengharukan dan pengorbanan
Dewi Suling. Kemudian bersama mereka
meninggalkan tempat itu.
Keadaan para pekerja kini menjadi jauh lebih
baik dan karenanya pemberontak pemberontak
juga berkurang banyak. Hal ini bukan berarti
bahwa para pendekar dan patriot rela tanah airnya
dijajah bangsa Mongol, hanya karena belum
terdapat kerjasama baik maka mereka belum juga
berhasl menggulingkan pemerintahan penjajah.
Semangat perjuangan tak pernah terlepas dari
benak budi masing masing.
Dengan upacara sederhana, Yu Lee si Pendekar
Cengeng menikah dengan Sian li Eng cu Liem Siok
Lan. Hidup bahagia di San si. Adapun Ouwyang
Tek dan Gui Siong menjadi pengantin kembar
dengan Lauw Ci Sian dan Tan Li Ceng, dirayakan
oleh orang tua Tan Li ceng yang agak mampu
keadaannya.
Demikianlah cerita ini selesai sampai di sini,
dengan catatan ………betapapun jauh manusia
menyeleweng dari pada kebenaran dan tersesat
dalam kemaksiatan, masih belum terlambat
baginya kalau SEKARANG JUGA dia sadar akan
segala penyelewengannya, bertaubat tidak akan
mengulangi semua kemaksiatan, dan kejahatan
lalu memutar kemudi hidup sembilan puluh
derajat dibelokkan ke arah pemupukan kebaikan
650
antara manusia. Pengarang berpendapat bahwa
jauh lebih baik, baik bagi diri pribadi maupun bagi
keluarga, mengawali hidup dalam penyelewengan,
namun mengakhirinya dalam kebaikan dari pada
mengawali hidup dalam kebaikan namun
mengakhirinya dalam kejahatan. Betapapun juga
tentu saja paling baik adalah kalau manusia dapat
selama hidupnya dapat membersihkan diri dari
pada kemaksiatan dan hidup sebagai hamba
kebajikan dan memupuk kasih sayang antara
manusia. Jalan menuju kemaksiatan itu mudah
dan yang menuju kebajikan itu sukar. Sukar?
Memang, akan tetapi hidup adalah belajar, dan
marilah bersama pengarang kita ini belajar hidup
benar dan haik! Mudah mudahan !
TAMAT

Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf
kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments