Cerita Silat Baru : Oey Liong Kiam 1
baca juga
Cerita Silat Irama Pencabut Nyawa
========
Baca Juga:
- Panah Kekasih 3 Tamat (Pendekar Pedang Amarah)
- Cersil Baru Terbit : Panah Kekasih 2
- Cerita Silat Terbaru : Panah Kekasih 1
- Tamu Dari Gurun Pasir 4 Tamat Full Baca Online Kom...
- Cersil Baru : Tamu dari Gurun Pasir 3
- Cersil Top : Tamu dari Gurun Pasir 2
- Cersil Terbaru OPA : Tamu dari Gurun Pasir 1
Image Sources : Awie Dermawan
Rewrite/Edited : yoza EYD-Version @ 2018, Kolektor E-Book
OEY LIONG KIAM (Warisan Jendral Gakm Hui)
saduran : ho cing hong CETAKAN PERTAMA U.P. KRESNO 1975 JAKARTA Image Sources : Awie Dermawan
Rewrite/Edited : yoza EYD-Version @ 2018, Kolektor E-Book
.0 OEY LIONG KIAM (Warisan Jenderal Gak Hui)
Diolah Oleh : HO TJING HONG
Jilid ke 1 P UCUK pohon cemara tampak melambai-lambai ditiup angin pegunungan
yang sejuk. Bulan sabit menerangi dengan sinar keemasan tanpa terganggu
oleh kabut dan awan, bintang-bintangpun bertaburan di angkasa, Pegunungan
Go-Bie-San tampak tenteram dan damai. Semarak dengan pohon-pohon hutan
ramping menjulang, jurang-jurang yang dalam dengan tebing-tebing berbatubatu menonjol.
Dari dasar jurang Liong-houw-ya yang berbatu-batu besar dan dinding
jurang yang terdalam dan bila melihat keatas seolah-olah terkurung dalam
himpitan dinding curam, terpisah dari dunia luar. Tampaklah samar-samar
bayangan pohon-pohon cemara yang meliuk-liuk tertiup angin sejuk. Bayangan
pohon-pohon yang hanya tampak samar-samar jauh diatas seolah-olah angan
kita turut melambung ke angkasa dan hanyut terbawa terbang ke bintangbintang yang bersinar pudar.
Betapa dalamnya jurang itu hingga tak dapat terduga lagi seandainya bukan
malam terang bulan dan tiada bintang-bintang dan gelap gulita maka tiada
terkira lagi karena jurang Liong-houw-ya memang jurang yang sangat dalam.
Tiba-tiba suasana yang tenteram itu dengan tak terduga telah berubah
menjadi gaduh. Terdengar suara gemuruh, batu-batu melayang dan meluncur
ke dasar jurang. Gemuruh dan berhamburan pecahan-pecahan batu
menimbulkan kepulan-kepulan debu dan jurang yang sepi itu dengan tiba-tiba
menjadi sangat gaduh, sesaat kemudian kembali tenang dan sepi hanya suara
kericik air terdengar sangat lembut.
Ketika itu tampaklah sebuah bayangan yang bergerak menuruni tebing
jurang menuju ke suatu tempat. Rupa-rupanya bayangan itu adalah seorang
laki-laki yang bertubuh tinggi berdada bidang. Mukanya tampan dan rambutnya
yang hitam panjang digulung diatas kepala. Hanya wajah yang tampan itu
.1 kelihatan tegang seolah-olah laki-laki itu menahan rasa sakit yang mengendap
dalam tubuhnya. Dari sudut bibir dan lubang hidungnya meleleh darah segar.
Dengan langkah-langkah yang tertahan dan sempoyongan dia terus berusaha
untuk mencapai dasar jurang Liong-houw-ya.
Tatkala kepalanya terangkat dan memandang jauh keatas tebing sedang kaki
kanan menginjak sebuah batu yang menonjol, dengan tiba-tiba batu itu terlepas
dan menggelundung meluncur kebawah. Untung laki-laki itu dapat menguasai
diri dan keseimbangan tutuhnya hingga dia tidak terdorong jatuh. Namun
demikian berdesir juga jantungnya dan kembali melihat kedasar jurang yang
berbatu-batu. Kembali suasana tenang, hanya terdengar dengusan nafas laki-laki itu.
Kemudian terdengar suara jeritan tangis bayi. Jeritan tangis bayi itu makin
menyayat dan keras sekali. Laki-laki yang menuruni tebing jurang itu berhenti
lagi dan benda yang dibungkus dengan kain selimut berwarna kuning tua itu
dibukanya. Bungkusan selimut kuning tua itu sejak tadi telah dipondongnya dan
didekapnya, bahkan sekali dipandanginya dengan sinar mata sayu dan sedih.
Ternyata didalam selimut kuning tua itu adalah bayi lak-laki yang berparas
bagus berkulit halus dan montok sekali. Namun bayi itu tiada henti-hentinya
menangis. Bahkan selimut kuning tua itu kini telah bernoda darah yang telah
membeku. Dipandangnya dasar jurang yang masih terlalu dalam dan gelap. Walaupun
samar-samar sinar bulan telah menerangi dasar jurang namun tetap gelap.
Dengan menarik napas panjang laki-laki yang tampaknya sangat sedih itu
meneruskan langkahnya sangat berat dan terpeleset-peleset menuruni tebing.
Diatas batu besar tampak seorang kakek berjubah putih. Kakek yang telah
berambut putih digelung diatas kepala dengan janggutnya yang panjang dan
putih melambai ditiup angin. Wajah kakek itu sangat tenang menggambarkan
bahwa kakek itu berilmu tinggi dan sangat budiman. Seolah-olah kakek itu
menunggu ke dataongan laki-laki yang sedang menuruni tebing jurang. Sesekali
kakek berjubah putih itu mengerutkan keningnya dan memandang dengan
pandangan mata lurus kearah laki-laki yang membopong bayi terbungkus dalam
selimut kuning tua. .2 Setelah jarak mereka telah begitu dekat dan telah mencapai dasar jurang,
laki-laki itu dengan jantung berdebar telah memandang kakek berjubah putih
yang masih duduk diatas batu dengan tenang dan memandang padanya juga.
Seolah-olah ada sesuatu hal yang tertahan didalam pikiran kakek itu.
Serta merta laki laki yang memondong bayi itu merebahkan diri menjura
kearah kakek berjubah putih, sedangkan bayi dalam dekapannya itupun masih
tetap menjerit-jerit menangis.
"Locianpwee aku telah mencari-carimu". mungkin tidak sepeminum teh lagi.. .
nyawaku telah.. " seru laki-laki itu dengan suara tertekan dan terdengar sangat
sedih. "Hemmmm . . ." terdengar gumam kakek berjubah putih dan tetap duduk
diatas batu dengan tenang seolah-olah tidak peduli dengan apa yang dikatakan
orang didepannya itu. "Bencana telah menimpa keluargaku.. . . sudilah locianpwee mengulurkan
tangan dan menerima anakku ini.. . anak yang malang ini kutitipkan padamu . . ."
tersendat kata-kata itu ditenggorokan dan dilihatnya bayi dalam bungkusan kain
selimut berwarna kuning tua itu dengan perasaan sedih.
"Hemmmm.. . " terdengar sekali lagi gumam kakek berjubah putih itu. Sikapnya
masib tetap seperti tadi dan seolah-olah tidak merasakan apa-apa dengan
peruturan laki-laki yang sangat merintih dan sedih itu. Bahkan kakek berjubah
putih itu tidak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya.
Laki-laki yang tampak sangat malang dan memelas itu sekarang berlutut
dihadapan kakek berjubah putih. Ditatapnya wajah kakek itu dengan sorot mata
penuh iba dan mohon dikasihani. Sementara itu bayi dalam pelukannya itupun
telah diam dari tangisannya.
"Apapun yang akan locianpwee lakukan terhadap bocah ini aku tidak perduli.. .
terimalah.. . . atau aku lebih baik membinasakannya daripada kelak bocah ini
sengsara". seru laki-laki itu yang kedengaran suaranya sangat berputus asa dan
sedih, sekali lagi dipandangnya bayi dalam pelukan itu dengan mata sayu dan
sedih. .3 Saat itu kakek berjubah putih hanya mendengus dan pandangan matanya
dialihkan kearah sebuah batu besar yang terdapat dibelakang laki-laki yang
berlutut didepan kakek berjubah putih itu.
".. . . . . aku telah berlutut dihadapanmu dengan penuh rasa hormat dan
mengemis rasa belas kasihmu untuk bocah yang malang ini. Ternyata
Locianpwee yang terkenal arif bijaksana dan penuh rasa kasih sayang itu
ternyata sangat dingin dan hatinya beku seperti es---baiklah Locianpwee, kalau
memang kau orangtua tidak sudi menerima bayi ini lebih baik binasa bersamaku
daripada kelak menderita dan terhina--- " seru laki-laki itu. Tiba-tiba bayi dalam
pelukan tangan kanan itu kini telah dipindahkan ketangan kiri dan tahu-tahu
tangan kanan telah menggenggam sebilah pedang yang berkilauan tertimpa
sinar bulan. Kakek berjubah putih itupun merasa terkejut ketika melihat laki-laki itu
menggenggam pedang mengkilat. Berdesirlah hati kakek itu dan menarik nafas
panjang. Kemudian matanya memandang lagi kearah batu-batu dibelakang lakilaki yang menggendong bayi dan berlutut dihadapannya itu. Kemudian
pandangan mata mereka bertemu. Laki-laki yang menggenggam pedang itu
tidak tahan menatap pandangan mata kakek berjubah putih. Ditundukkannya
kepala dan dipandanginya bayi dalam gendongan tangan kiri dengan perasaan
sedih dan air mata berlinang.
Pedangnya diangkat dan akan ditikamkan kearah bayi itu, sedangkan kakek
berjubah putih akan mencegahnya tetapi matanya memandang kearah batu
besar dan menarik nafas panjang. Sekali lagi laki-laki itu tidak sampai hati untuk
membunuh anak sendiri. Walaupun dia telah memutuskan lebih baik membunuh
bayi itu daripada kelak hidup sengsara dan dihina orang. Namun dengusan nafas
kakek sakti itu sangat berpengaruh dan membuat dia menjadi lemah seolaholah tangannya terkulai. Tangan yang menggenggam hulu pedang itu gemetar
dan dipandangnya wajah kakek berjubah putih yang masih bersikap duduk
seperti semula. Seolah-olah kakek itu tidak akan mencegah niat laki-laki yang
berlutut dihadapannya itu. Walaupun tiada sepatah katapun yang terucapkan.
Ketika pandangan mereka bertemu ternyata sekali lagi laki-laki itu tidak
tahan menentang pandangan mata kakek berjubah putih.
.4 Ditundukkannya wajahnya dan memandang kearah batu-batu dasar jurang.
Batu yang berserakkan. Saat itu kakek berjubah putih memandang dengan tegas kearah batu besar
dibelakang laki-laki yang berlutut dihadapannya.
Bertepatan dengan itu laki-laki yang malang itu telah mengangkat
pedangnya dan akan ditikamkan kearah bayi dalam pondongannya.
Tiba tiba dari balik batu dibelakangnya telah berkelebat sebuah bayangan
hitam dan langsung meloncat menyerang dengan sebuah hantaman bertenaga
luar biasa kearah laki-laki yang telah putus-asa.
Terpentalah pedang dalam genggaman laki-laki itu. Sedangkan laki-laki itu
sangat terkejut mendapat serangan dengan tiba tiba dan sempat menyaksikan
pedangnya yang melayang kemudian berdentang jatuh ketanah membentur
batu dan ternyata pedang itu telah patah menjadi dua.
Bertepatan dengan itu telah berdiri, dihadapan kakek berjubah putih seorang
laki-laki bertubuh tinggi dan berdada bidang dengan wajah tegang memandang
kakek berjubah putih dan berganti-ganti memandang kearah laki-laki yang
masih tercengang dan terduduk ditanah berbatu-batu.
Laki-laki yang baru datang dan luar biasa tenaganya itu masih muda dan
berusia tidak lebih dari tiga puluhan tahun. Namun telah menguasai suatu ilmu
yang luar biasa. Kakek berjubah putih memandang dengan tersenyum kearah laki-laki gagah
yang berdiri dihadapannya itu. Dia merasa kagum dengan sikap gerakan dan
kekuatan orang yang kini berdiri di hadapannya tu.
"Bagus-bagus, luar-biasal" seru kakek itu dengan manggut seraya menatap
pandangan orang berdiri dihadapannya.
Sesaat lamanya suasana jadi sepi, hanya terdengar dengusan napas dan
desauan angin pegunungan pula gemericik air yang sangat halus. Bayi itupun
seolah-olah mengerti dan tiada jerit tangis lagi.
"Jika mata tuaku tidak salah, rupa-rupanya yang telah berdiri dihadapanku
adalah ketua Sin-ciu-sam-kiat yang pada saat ini sangat menggemparkan
.5 kalangan Kang Ouw.. . ?" tegur kakek berjubah putih dengan suara tenang kearah
laki-laki yang berdiri dihadapannya itu.
Bersamaan dengan teguran itu tampak berkeJebat dua bayangan tertimpa
sinar bulan yang samar-samar. Dua bayanyan itu langsung berdiri sejajar
dengan laki-laki yang sejak tadi berdiri dihadapan kakek berjubah putih.
Mereka adalah seorang wanita cantik jelita berusia sekirar dua puluh tahun
berparas ayu dan kulitnya kuning mulus. Sedangkan yang seorang lagi adalah
seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap dengan rambut hitam panjang sampai
kebahu serta berjambang bauk.
Kakek berjubah putih mengangkat wajahnya sesaat tetapi tetap duduk
dengan tenang diatas batu gunung didasar jurang.
Dielusnya janggut yang panjang melambai dan putih itu. Dipandanginya satu
persatu orang-orang itu. Kemudian kakek itu menarik nafas panjang seolah-olah menghalaukan suatu
kenangan yang tersimpan dalam dadanya.
"Betul tidak keliru lagi penglihatanmu!" seru laki-laki yang ditegur tadi. Tetapi
laki-laki itu masih bersikap tegang dan menyilangkan kedua lengannya didada.
Matanya yang hitam mengkilat mengawasi sikakek yang acuh tak acuh itu.
"Hem tidak kusangka kita akan bertemu di tempat ini. Ternyata dunia ini kecil
sekali sehingga kita dapat bertemu dimana saja!" seru Pek-hi-siu-si dengan
mengusap janggutnya. Ketiga orang yang kini berada dihadapan kakek berjubah putih itu adalah
Thin-siu-sam-kiat yang terdiri dari Ji Han Su atau si Tinju Baja, Siauw Liang atau
si Angin Taufan dan Pek Giok Bwee atau Dewi Gelombang, Mereka adalah murid
dari satu perguruan, tetapi ilmu dan tingkat ilmu mereka berlainan.
Ji Han Su sangat menguasai tenaga dalam dan mabir mengerahkan tenaga
dalam. Tenaga dalamnya demikian hebat dan dahsyatnya hingga hembusan
angin pukulannya saja mampu mematahkan pedang baja.
Siauw Liang sangat pintar memainkan ilmu golok. Sedemikian hebatnya ilmu
golok Siaw Liang hingga dia dapat melindungi dirinya dari percikan air hujan
.6 yang deras. Hingga dia mendapat julukan di rimba persilatan sebagai si Angin
Taufan. Sedangkan Pek Giok Bwee memiliki ilmu tenaga dalam dan meringankan
tubuh serta pandai memainkan senjata rahasia sambil meloncat memutar
tubuh. Kehebatan ilmu meringankan tubuh si cantik jelita Pek Giok Bwee itu tiada
taranya dikalangan Kang ouw.
Semenjak Sin-ciu-sam-kiat terjun di rimba persilatan, dalam waktu singkat
mereka telah menonjol dan mendapat julukan yang luar biasa.
"Sudah lama kita mendengar Pek-hi-siu-si (orang sakti berjubah putih) yang
tersohor sangat arif bijaksana disamping adalah seorang pendekar ilmu pedang
yang tiada taranya dikalangan Bulim dan selama beberapa puluh tahun telah
malang meintang dan menjagoi dikalangan persilatan" seru si jelita Pek Giok
Bwee dengan tenang, "Kita harus selalu menghormatinya dan harus menjunjung
tinggi nama kakek itu, tetapi kenyataannya setelah pertemuan ini kami menjadi
sangat kecewa karena apa yang di kabarkan orang-orang itu ternyata kosong
belaka. Kau membiarkan seseorang menjadi sangat kecewa, padahal kau dapat
berbuat sesuatu untuk menolong orang itu. Pek-hi-siu-si orang tua yang
disanjung dan dihormati orang itu ternyata adalah tidak lebih dari seorang yang
berhati beku sebeku es"
Pei Giok Bwee telah mengucapkan kata-kata yang sangat menyinggung dan
menghina kakek sakti berjubah putih itu dengan sengaja. Ia merasa sangat
gemas dan jengkel dengan sikap dingin dan acuh tak acuh kakek berjubah putih
itu kepada laki-laki yang telah menyembah-nyembah dan menggendong bayi
dihadapannya itu. Sedangkan sikakek sakti berjubah putih atau Pek-bi-siu sin yang selalu
dihormati dan disegani orang di lingkungan Kang-ouw, belum pernah dia
mendapat hinaan dan dicaci orang sedemikian tajam itu. Maka mendadak jadi
sangat terkejut dan gusarlah kakek itu. Namun demikian kakek sakti itu dapat
juga menguasai perubahan wajahnya dengan sedikit deretan garis dahinya yang
mengkerut dengan sinar mala melanya. Kemudian tersenyum.
"He Sin-ciu-sam-kiat! kita baru kali ini bertemu muka dan anrara kita tidak
ada ikatan permusuhan dan kalian belum pernah mengadu tenaga dengan aku
.7 orang tua, tetapi kalian sengaja mendatangi jurang Liong-houw-ya untuk
mencoba dan menghinaku!" bentak Pek-hi-siu-si kepada ketiga bersaudara itu.
Meskipun sikakek berjubah putih itu mengeluarkan kata-kata menantang
tetapi kata-kata itu dikeluarkan dengan tersenyum dan bernada halus, mau tak
mau ketiga pendekar itu menjadi sangat gusar. Karena seolah-olah kakek itu
tidak memandang sebelah mata padanya. Yang paling gusar adalah si Angin
Taufan atau Siauw Liang dengan wajah merah dan mata melotot meloncat
kedepan kakek yang masih tetap duduk diatas batu besar dengan tersenyumsenyum dan mengelus janggutnya.
"Pek-hi-siu-si ! Kau adalah seorang tua budiman gadungan" seru Siauw Liang
dengan suara lantang dan mata melotot sambil mengelus janggutnya yang
putih. "Pek-hi-siu-si, sebenarnya Ji Twako telah menasehati padaku untuk tidak
curut campur tangan dalam urusan ini. Namuo hati dan perasaan
kemanusiaanku tidak tahan untuk memperdengarkan orang yang malang itu
terus meratap dan memohonkan pertolonganmu. Namun kau kakek tua ternyata
berpura-pura tuli dan tidak mendengarkan kesedihan orang lain. Kau seorang
kakek sakti yang kejam dan tidak berperikemanusiaan!. Untuk bertempur
melawanmu orangtua tidak perlu kami Sin-ciu-sam-kiat bersama-sama maju.
Cukuplah aku dengan golokku Hui-to ini...!" seru Siauw Liang dengun mata melotot
dan wajah merah membara. Dengan selesainya kata-kata itu dia menggenggam
golok Hui-to ditangan kanan dan meloncat menyerang kakek berjubah putih.
Namun Pek-hi-siu-si tersenyum dan tenang, walaupun didalam hati ia
memuji akan keberanian laki-laki berambut awut-awutan dan berjambang itu.
Ketika serangan golok itu hampir menyentuh dadanya kakek itu sama sekali
tidak bergeming dari tempat duduknya. Dia hanya menggerakkan kedua jarijarinya tangan kanan kearah mata golok. Terlihatlah Siauw Ling terperanjat.
Karena kenyataan yang ditemuinya dia menikam tempat koaong dan terhuyunghuyung meluncur hampir membentur batu tempat dimana kakek itu duduk.
Pek-hi-siu-si telah menjagoi dunia persilatan selama tiga puluh tahun lebih
dengan banyak menjatuhkan lawan-lawannya. Hingga dengan demikian dia
telah mendapatkan julukan "jago pedang nomor satu" dan kini dia harus
.8 berhadapan dengan Shin ciu-sam kiat jago-jago muda yang baru muncul dan
sedang mengembangkan nama dikalangan Kang ouw. Dengan senang dan
tersenyum serta mengelus janggutnya yang putih panjang itu Pek-hi-siu-si
berseru kearah Siauw Ling.
"He Siauw Ling, aku orang tua yang keropos ini, telah mendengar kehebatan
permainan ilmu golok Hui-to mu yang luar biasa itu".
Gerakan ilmu golok Hui-to yang dapat bergerak dan menyapu lawan
bagaikan topan itu sangat luar biasa.
Namun aku orang tua tidak takabur dan sombong, tetapi aku hanya
menurutkan tantanganmu sebagai orang-orang satria yang pantang menolak
tantangan orang. Kalah dan menang itu bukan milik kita, maut ditangan Thian. Tetapi kalau
sampai kau dapat memotong putus selembar bulu badanku saja maka aku akan
menyerahkan pedang pusakaku ini padamu dan aku akan mengundurkan diri
dari kalangan Kang-ouw !" seru si kakek berjubah putih dengan suara tenang.
Suara yang bernada tenang itu diselingi dengan desahan nafas Pek-hi-siusi diarahkan kepada Siauw Liang adalah nada suara yang penuh keangkuhan
dan tantangan yang sangat menyakitkan hati Siauw Liang.
Mendengar kata-kata yang sangat memanaskan hati itu Siauw Liang yang
bersifat berangasan menjadi sangat gusar dan wajahnya merah sampai
ditelinga dan mata yang bersinar hitam itu menyala-nyala. Kelihatan sangat
bengis karena diamuk kemarahan yang meluap-luap. Kemudian meloncat
kebelakang satu langkah diatas tanah berbatu sambil tangan kanan masih
menggenggam golok Hui-to dan tangan kiri menuding kearah Pek-hi-siu-si.
"Kau boleh membual sesuka hatimu! Sekarang buktikanlah kata-katamu itu!"
bentak Siauw Liang. Begitu selesai dengan kata-katanya itu dia telah meloncat
dan golok Hui-to bergerak sangat cepat sekali menyambar Pek-hi-siu-si.
Siauw Liang menyadari sekarang dia sedang berhadapan dengan seorang
pendekar kalangan tua yang luar biasa hebat ilmu silatnya. Maka dia bermaksud
menyerang secepat mungkin sebelum lawannya sempat bersiap siaga. Dia yakin
benar serangannya itu akan berhasil dengan baik karena dia menyerang Pek bi-siu-sin dengan jurus permainan golok yang sangat dahsyat dan belum pernah
dapat dihindari oleh lawan, ialah jurus Soan-hong-cui-long atau Angin taufan
meniup gelombang yang telah membuat goloknya memancarkan cahaya
kemilau dan mengeluarkan angin yang suaranya menderu-deru gemuruh.
Pek-hi-siu-si bersikap tenang dan meloncat berdiri ditanah dua langkah
didepan batu tempat dimana kakek tadi duduk. Angin serangan golok itu
menyambar sangat deras. Kakek berjubah putih dengan tenang menggerakkan
lengan tangan kanan dan mengebutkan lengan jubahnya kearah datangnya
serangan. Ternyata hembusan lengan jubah itu luar biasa akibatnya. Angin
hembusan lengan jubah itu mampu menahan serangan golok Hui-to. Sekaligus
hembusan lengan jubah itu menampar Siauw Liang hingga laki-laki itu terlempar
mundur beberapa langkah. Selama Siauw Liang berkecimpung dikalangan Kang-ouw belum pernah
gagal serangannya dengan jurus yang sangat diandalkan itu. Jurus Soan-hong
cui-long selalu berhasil dengan baik dan lawan belum pernah dapat
menghindari serangan itu. Namun kini setelah berhadapan dengan kakek sakti
berjubah putih dia telah mengalami kenyataan pahit bahkan dirinya dapat
ditampar mundur sampai beberapa langkah kebelakang. Bukan saja Pek-hi-siusi dapat menahan bacokan Hui-tonya malah hembusan tenaga angin pukulan
lengan jubah kakek itu sangat luar biasa dan dapat memukul mundur tubuh
Siauw Liang. Dengan kenyataan itu, laki-laki berangasan itu menjadi sangat gusar dan
menggembor keras seraya meloncat dengan golok Hui-to mengarah ke arah
leher Pek-hi-siu-si. Loncatan itu sangat hebat dan keras. Namun Pek-hi-siu-si
dengan tenang menantikan datangnya serangan. Ketika serangan ujung golok
itu hampir menyentuh tenggorokan kakek sakti, dengan tiba-tiba kakek itu
menggeserkan kaki kanannya dan tubuhnya sedikit miring kekanan tangan
kanan bergerak kearah lengan Siauw Liang. Gerakan kakek itu begitu cepat dan
tiba-tiba. Siauw Liang sangat terperanjat dan dia hampir tersungkur karena dorongan
tenaga serangannya sendiri. Dengan gerakan cepat kakek itu telah menggobang
leher Siauw Liang hingga terpaksa Siauw Liang meloncat dan menggelundung
.10 ditanah berbatu-batu sampai beberapa tombak. Kemudian memutar tubuh
sambil meloncat menghadapi Pek-hi-siu-si dan tangan kanan masih
menggenggam golok Hui-to.
Kakek berjubah putih dengan mata tuanya dan kening dikerutkan
memandang Siauw Liang. Dia yakin bahwa lawannya kini menjadi sangat gusar.
Sedangkan dua orang saudara Siauw Liang hanya mengamati jalannya
pertempuran itu dengan pandangan mata penuh kekhawatiran. Karena mereka
tahu bahwa kakek itu sebenarnya bukan tandingan Siauw Liang.
Sekali lagi Siauw Liang menggembor sambil meloncat menyerang Pek-hisiu-si. Bersamaan dengan alunan gemboran yang menggema didalam jurang
Liong-houw-ya, sebuah batu besar telah hancur berkeping-keping terbentur
kepala Siauw Liang. Tampaklah Pek-hi-siu-si mengegoskan tubuhnya kesamping
dan mengebutkan lengan jubahnya kearah tubuh laki-laki itu. Begitu kepala
Siauw Liang menumbuk batu, dan batu itu hancur berantakan, maka sesaat
pemandangannya menjadi kabur pula, Namun dasar memang dia sangat keras
kepala belul-betul maka keadaannya itu tidak dirasakannya. Sekali
menggerakkan lengan tangannva maka berputarlah tubuh Siauw Liang dan
menyerang kakek itu dengan Hui-to dalam jurus Soan-hong-cui-long kearah
dada dan kaki Pek-hi-siu-si.
Kali ini kakek berjubah putih itu sangat kewalahan melayani gerakan
membadai dan luar biasa jurus-jurus yang dimainkan oleh Siauw Liang. Jurus
Soan-hong-cui-long yang sangat ganas dan luar biasa. Seolah-olah tangan
pendekar golok itu menjadi enam buah banyaknya. Semuanya bergerak sangat
cepat dan tampaklah kilatan yang menyilaukan mata. Golok Hui-to yang
tajamnya luar biasa itu tampak mengerikan dan ketika digerakkan dengan cepat
terdengarlah suara deru yang luar biasa serta angin dingin yang menyayat kulit.
Walaupun tiada tersentuh kulit Pek-hi-siu-si oleh mata golok Hui-to namun
angin sambarannya saja terasa pedih, sedangkan Siauw Liang bertambah nekad
dan meningkatkan gerakan ilmu golok jurus yang luar biasa Soan-hong-cui-long
dan mendesak terus kearah kakek berjubah putih. Kini tampaklah kakek itu
merasa kewalahan juga untuk mengadu kelincahan dan pernafasan dengan
Siauw Liang yang masih muda itu.
.11 Beberapa jurus lamanya kakek Pek-hi-siu-si melayani Siauw Liang dengan
golok Hui-to kakek itu melayani kehebatan jurus-jurus ilmu golok Siauw Liang
dengan tangan kosong. Dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh dan
kelincahan kakek Pek-hi-siu-si. Walaupun kakek itu adalah seorang kakek sakti
yang telah menjagoi dunia persilatan selama tiga puluhan tahun lebih, namun
baru kali ini dia mendapatkan musuh yang masih berusia muda tetapi sangat
luar biasa ilmunya. Biarpun sampai sekian lama belum dapat Siauw Liang menyentuh kulit Pekbi siu-sin namun kakek yang telah tua itu mandi keringat juga. Gerakan Siauw
Liang bertambah hebat dan bagaikan ular melilit-lilit dengan suara menderuderu dan angin dingin yang ditimbulkan oleh golok Hui-to. Gerakan-gerakan
cepat yang luar biasa itu bertambah mendesak Pek-hi-siu-si hingga kakek itu
mandi keringat untuk menghindari gerakan ilmu golok lawannya.
Kakek berjubah putih yang menghadapl Siauw Liang dengan tangan itu
dibuat sangat sibuk dengan menghindari bacokan-bacokan maut golok Hui-to.
Kakek itu mengegoskan tubuhnya kekanan dan kekiri, kadang-kadang
mengebutkan lengan jubahnya dan membentur serangan lawan dengan kepalan
tinju. Namun Siauw Liang tampaknya bertambah marah dan menyerang dengan
serangan yang dipengaruhi hawa kemarahan itu tanpa memperdulikan keadaan
lawan bahkan bertekad untuk membinasakan lawannya walaupun kakek itu
tanpa senjata. Karena Siauw Liang menyerang dengan sangat nekad dan untuk
menundukkan lawan yang telah nekad itu tidak mudah. Maka kakek berjubah
putih itu kini telah mengubah serangannya dan meloncat mundur tiga langkah
kemudian mencabut pedang pusakanya.
Pedang yang mengeluarkan perbawa luar biasa itu mengejutkan Siauw
Liang. Namun tidak menggentarkan laki-laki yang nekad itu. Malah Siauw Liang
tertawa gembira menyaksikan lawannya juga menggunakan pedang.
Pek-hi-siu-si berdiri dengan kuda-kuda lutut melengkung dan memitingkan
tubuh kearah lawan. Kedua lengannya disilangkan didepan seolah-olah kakek
itu sembunyi dibalik silangan lengan tangannya dari pandangan lawannya.
.12 Sedangkan pedangnya yang bersinar kuning berkilauan itu cepat melindungi
wajah keriput kakek berjubah putih.
Namun demikian kakek itu tetap tersenyum walaupun matanya yang bening
tepat memancarkan sinar mengkilat kearah Siauw Liang. Tiba-tiba Siauw Liang
menggembor dan meloncat dibarengi dengan dia meluncur dan berdiri diatas
tanah berbatu didasar jurang Liong-houw-ya itu Siauw Liang membacokkan
golok Hui-to kearah tubuh Pek-hi-siu-si.
"Tranggg.. . !" terdengar dua senjata tajam
beradu dan tampak pijaran bunga api
terpancar dari benturan senjata tajam itu.
Siauw Ling terkejut dan terlempar lima
langkah wajahnya pucat. Ternyata Pek-hisiu-si mengangkat pedangnya melindungi
bahu kanan dari bacokan Siauw Liang
ketika Siauw Liang terlempar lima langkah
kebelakang dan tampak terhuyung
menahan rasa sakit dengan wajah pucat.
Maka kakek sakti itu telah meloncat
mengubah sikap kuda-kudanya dan
menghadang serangan Siauw Liang.
Kedua orang saudara Siauw Liang menahan nafas dan khawatir. Sampai
beberapa saat mereka menunggu loncatan maut Pek-hi-siu-si, namun kaiek itu
masih tetap berdiri ditempatnya dengan melengkungkan lututnya dalam sikap
kuda-kuda dan menantikan serangan lawan.
Siauw Liang setelah dapat menguasai diri dan menarik nafas dalam,
tampaklah wajahnya dari sedikit demi sedikit telah menjadi merah menjalar
sampai ke telinganya. Detik-detik selanjutnya laki-laki yang berambut awutawutan dan berjambang itu menggembor dan meloncat menyerang Pek-hi-siusi.
Gemboran yang menggema dan keras itu menggetarkan pepohonan yang
tumbuh di lereng jurang yang terjal namun kakek berjubah putih itu tetap berdiri
.13 dengan tenang dan bersikap menunggu dengan kuda-kuda kokoh bagaikan
melekat diatas tanah berbatu-batu dasar jurang Liong-houw-ya. Ketika ujung
golok Hui-to hampir menyentuh tenggorokan kakek itu, terdengarlah dentangan
dua benda logam beradu. "Trang!" terdengar dentangan nyaring dan Pek-hi-siu-si tampak menekuk
lutut dan pedangnya menyentuh hulu golok Hui-to. Seolah-olah golok itu terhisap
dan melekat kuat sekali ke mata pedang Pek-hi-siu-si.
Bergetarlah tangan Siauw Liang. Laki-laki keras kepala itu berusaha untuk
menarik atau mendesak lawannya. Namun sampai beberapa saat tanpa dapat
bergerak bahkan tubuhnya bagaikan dialiri berjuta-juta semut dan menghantam
dadanya hingga menyesakkan pernafasan.
Siauw Liang berusaha untuk melepaskan sedotan itu dengan mengerahkan
tenaga singkang kearah goJok Hui-to. Tampaklah laki-laki itu wajahnya menjadi
tegang dan dlsusul dengan bintik-bintik keringat di wajahnya. Namun Pek-hi-siusi tetap tenang dan tersenyum menghadapi Siauw Liang yang tegang itu.
Saat itu baik Ji Han Su maupun Pek Giok Bwee menjadi tegang juga, mereka
menahan nafas khawatir akan keselamatan saudaranya. Namun mereka merasa
heran juga, ternyata kakek berjubah putih yang sukar diduga pikirannya itu tidak
bertindak lebih lanjut. Dalam keadaan Siauw Liang yang tidak berdaya itu
sebenarnya mudah untuk membinasakan, namun diluar dugaan ternyata kakek
itu hanya tersenyum dan ketika tangan Siauw Liang bergetar hebat dan wajah
laki-laki itu tampak pucat tiba-tiba terdengar jeritan bayi melengking dan
mengejutkan semua yang hadir di jurang Liong-houw-ya.
Ji Han Su dan Pek Giok Bwee meloncat menghampiri datangnya suara yang
ternyata bayi dalam pondongan laki-laki malang itu, sedangkan Iaki-laki yang
luka parah itu telah menggeletak. Ketika Ji Han Su membalikkan tubuh laki-laki
itu ternyata telah binasa dengan mata masih melotot. Saat itu juga Siauw Liang
dan Pek-hi-siu-si telah berada disisi laki-laki yang menggeletak, sedangkan Pek
Giok Bwee langsung menyambar tubuh bayi yang baru berumur sebulan itu dan
sesaat bayi itu masih menjerit menangis.
Ketika dalam pondongan Pek Giok Bwee dan dihibur dengan kemesraan
seorang ibu, lama kelamaan tangis bayi itu menjadi reda. Sedang Ji Han Su
.14 berlutut mayat laki-laki itu dan memejamkan kedua mata yang terbalik nanar.
Tampaknya sangat mengharukan, dari mulut dan hidungnya masih tampak
mengalir darah segar. Pek Giok Bwee tampak sangat sayang dengan bayi yang montok dan
sepasang matanya yang sangat jeli dengan kulit putih dan bersih. Maka dengan
diayun-ayunkan gendongan bayi itu kemudian bayi itupun terdiam dari
tangisnya. Ji Han Su dan Pek Giok Bwee telah menjadi suami isteri selama tiga tahun
dengan penuh kemesraaan, namun mereka belum dikaruniai putra, apakah
mereka telah berjodoh untuk mengangkat putera saat itu, dengan diketemukan
bayi yang telah ditinggalkan mati kedua orang tuanya itu? Memang dunia ini
penuh hal-hal yang luar biasa dan silih berganti. Kejadian-kejadian yang tidak
terduga-duga dapat terjadi dengan tiba-tiba, bahkan tanpa direncana akan
terjadi sesuatu. Pek Giok Bwee berpaling dan sepasang matanya menatap mata Ji Han Su.
Sorotan mata wanita muda dan jelita itu sudah cukup berarti bagi Ji Han Su. Jika
mereka telah memahami maksud satu dan lainnya, kiranya hanya dengan sorot
mata saja cukup pengganti seribu patah kata yang terucapkan. Maka
mengertilah Ji Han Su akan maksud isterinya yang tercinta itu, laki-laki yang
berwajah halus itu hanya tersenyum sebagai jawaban dan memahami maksud
Pek Giok Bwee. Sedangkan Siauw Liang membalikkan tubuhnya menghadap kepada kakek
berjubah putih atau Pek-hi-siu-si yang sudah berdiri lagi diatas batu besar yang
tadi, diatas batu besar itu Pek-hi-siu-si tampak bersedakep sambil tersenyumsenyum memandang kearah Siauw Liang.
"He Pek-hi-siu-si ! Kini ayah bayi itu telah binasa ! Apa yang kau perbuat
terhadap bayi yang malang itu ?!" seru Siauw Liang dengan mata berapi-api
sambil menuding kearah bayi yang dalam gendongan Pek Giok Bwee.
Tetapi kakek sakti berjubah putih atau Pek-hi-siu-si hanya tersenyum dan
memandang dengan tenang kearah Siauw Liang, seolah-olah kakek itu tidak
mendengar seruan Siauw Liang.
.15 Saat itu Siauw Liang sudah tidak dapat menahan kegusarannya lagi. Lakilaki yang berangasan itu menatap mata Pek-hi-siu-si dengan pandang mata
berapi-api karena kegusaran dan akan membentak. Tetapi Pek Giok Bwee telah
melangkah maju. "Rupanya Pek-hi-siu-si tidak merasa kasihan dengan bayi yang malang
melintang dan tidak berdosa ini. Kita sampai hati menyaksikan bayi
ditelantarkan dan menderita. Maka jika kau orangtua merasa sungkan untuk
merawat bayi ini seperti permintaan dari ayah bayi ini, maka kami Sin-ciu-samkiat yang akan merawatnya. Hanya sayang sekali bahwa setelah peristiwa ini,
selanjutnya kau tak pantas lagi dipanggil dengan Pek-hi-siu-si dan orang-orang
di kalangan Kang-ouw.. . " seru Pek Giok Bwee dengan mata menyala bening dan
sepasang bibir yang tipis merah jambu, tetapi kata-kata itu terputus sebelum
selesai terucapkan karena Pek-hi-siu-si memberikan isyarat kepada wanita
cantik itu untuk berhenti berbicara. Kemudian terdengar bentakan kakek itu
dengan suara lantang. "Apakah kalian tahu, mengapa aku menjadi sungkan untuk mengangkat
bocah itu menjadi calon muridku? Apakah kalian juga tahu siapakah musuh
besar bocah itu?" seru Pek-hi-siu-si memberondong dengan nada gusar.
Kemudian diam menunggu jawaban dari ketiga pendekar yang berdiri saling
berpandangan dihadapan kakek itu.
Tetapi ketiga orang Sin-ciu-sam-kiat tetap membisu. Mereka tidak
mengeluarkan sepatah katapun. Dengan sinar mata hitam dan tajam kakek sakti
berjubah putih itu memandang mereka. Kemudian terdengar suara kakek itu
lagi. "Aku orang tua sebenarnya bukannya tidak sudi untuk menerima bayi ini
menjadi calon muridku, tetapi aku tidak sudi kelak mendengar dan menyaksikan
dia binasa ditangan musuhnya. Padahal aku telah bersusah payah membimbing
dan melatih ilmu padanya.. .!" seru Pek-hi-siu-si dengan suara datar. Kemudian
kakek itu melirik lagi kepada ketiga pendekar yang berdiri saling berpandangan
dihadapannya. Ketiga pendekar itu tidak paham dengan maksud kakek sakti itu. Mengapa
justru kakek itu menceriterakan semuanya itu kepada mereka padahal mereka
.16 telah menyaksikan kehebatan ilmu silat dan ilmu pedang Pek-hi-siu-si. Apalagi
telah menyaksikan jurus sakti Bo-kit-sin-kong atau tenaga dalam sakti tanpa
tanding, yang ternyata telah mampu dengan mudah menahan tekanan bacokan
golok Siauw Liang. Pula dengan ilmu pedag Lik-siang-kiam-hoat atau ilmu
pedang yang benar-benar mukjizat yang telah berhasil melumpuhkan
permainan golok Siauw Liang dengan mudah. Kedua jurus ilmu pedang dan
sinkang itu yang telah berhasil mengangkat derajat kakek sakti Pek-hi-siu-si
dikalangan Kang-ouw sebagai pendekar nomor satu yang tak terkalahkan
selama tiga puluhan tahun.
Sesaat kemudian Ji Han Su melangkah dua tindak kedepan dihadapan Pekhi-siu-si berdiri dan pemimpin Sin-ciu-sam-kiat menghormat dengan
membongkokkan tubuh kearah kakek sakti itu.
"Kita sudah mendengar nama besar dan keluhuran budi Pek-hi-siu-si
dikalangan para pendekar baik dari kalangan putih maupun hitam. Tetapi jika.. . "
seru Ji-Han Su dengan suara mendatar dan sopan. Tetapi kata-kata itu tidak
diteruskan karena dipotong oleh Siauw Liang.
"Twako!" seru Siauw Liang dengan suara keras memotong, "Jangan tanya
panjang lebar lagi! Kita ingin tahu siapakah sebenarnya musuh besar bocah ini
kelak yang begitu meragukan Pek-hi-siu-si akan kemampuannya. Padahal Pekhi-siu-si telah menjagoi dunia persilatan nomor satu dikolong langit, tetapi masih
merasa khawatir juga.. . " seru Siauw Liang dengan nada mencibir dan gusar.
Mendengar kata-kata yang kurang enak itu Pek-hi-siu-si bukannya marah
atau tidak memperlihatkan kegusaran hatinya. Wajah kakek itu tetap tenang dan
tersenyum serta mengelus-elus janggutnya dan matanya yang bersinar tajam
itu memandang tajam kearah Siauw Liang.
"Hemm.. . . kalau kalian mendesak padaku untuk memberitahukan musuh
besar bocah ini yang sangat kutakuti itu, baiklah.. " seru kakek berjubah putih itu
dengan suara datar dan sabar.
Sekali lagi dipandangnya wajah ketiga pendekar yang berdiri dihadapannya
dengan sinar mata tajam dan sejuk. Ketiga orang itupun memandang Pek-hisiu-si dengan keinginan yang mendesak dan tidak sabar. Tiba-tiba Pek-hi-siu-si
.17 menundingkan jari telunjuk tangan kanan kearah langit. Dimana saat itu tampak
bulan sabit yang baru saja ditinggalkan oleh awan.
"Ciam Gwat !" seru Siauw Ling tanpa terasa dan setelah itu dia membisu
menundukkan wajahnya menatap pandang kearah batu-batu.
Ji Han Su dan Pek Giok Bwee juga terperanjat ketika mendengar seruan
Siauw Liang menyebut "Ciam Gwat" tadi. Ciam Gwat atau bulan sabit dikalangan
persilatan mempunyai arti tersendiri. Bukan dari segi keindahannya yang
syahdu. Tetapi Ciam Gwat adalah gelar seorang pendekar wanita yang maha
sakti ilmu silatnya lagi pula mempunyai sifat ganas dan keji.
Sejenak kemudian Pek Giok Bwee berpaling kearah Pek-hi-siu-si, sedangkan
bayi dalam pondongan wanita jelita itu telah tertidur dengan tenangnya.
"Kita tidak menghiraukan tentang musuh besar bayi ini, juga kita tidak
merasa gentar akan kesaktian dan kehebatan musuh besar bocah ini. Tetapi kita
telah bertekad untuk memelihara bocah ini dan akan kita didik segala macam
ilmu yang kita miiliki. Kita tidak ingin menyaksikan bayi ini terlantar di jurang
ganas ini, sedangkan urusan dikemudian hari bukan ditangan kita.. ." seru Pek
Giok Bwee dengan suara lancar dan melengking bersemangat, serta berkali-kali
menyaksikan wajah bayi yang malang dan kini telah tertidur dalam
pondongannya itu. Kemudian Pek Giok Bwee berpaling kepada Ji Han Su dan Siauw Liang
dengan kilatan sudut matanya sambil berseru "Mari kita berlalu dari jurang ini!"
"Sabar" seru Pek-hi-siu-si sambil mengangkat tangan kanan kearah mereka
bertiga, "Sebenarnya aku telah mempunyai sebuah rencana untuk memelihara
bocah itu, baiklah kalian pelihara terlebih dahulu bocah itu dengan baik dilembah
telaga Cui-ouw, sepuluh tahun lagi aku akan datang dan melanjutkan
mendidiknya..!" seru Pek-hi-siu-si dengan suara datar dan bersungguh-sungguh.
Setelah selesai dengan kata-katanya itu dia mengelus janggutnya dan
memasukkan tangan kiri kedalam saku jubahnya, keningnya berkerut seolaholah mengingat sesuatu.
Mendengar penjelasan itu ketiga Sin-ciu-sam-kiat tercengang. Mereka saling
berrpandangan dan beralih memandang Pek-hi-siu-si dengan sorot mata heran
.18 karena baru saja kakek berjubah putih itu menyatakan bahwa dia tidak sudi
memelihara bayi itu, mengapa sekarang dia telah berubah ?
"Menurut pendapatmu, kita bertiga bersama memelihara bayi ini. Kemudian
kaupun akan datang melanjutkan mendidik bocah itu dalam ilmu silat?" seru Ji
Han Su dengan suara datar dan gembira.
Pek-hi-siu-si menganggukkan kepala dan tersenyum. kemudian menyambut
dengan kata-kata pula "ya, itupun boleh, hanya aku yang sudah tua bangka ini
merasa khawatir, apakah masih sempat menurunkan ilmu silatku pada bocah
itu." gumam kakek berjubah putih dengan suara lirih dan matanya berkilat
memandang ke arah Pek Giok Bwee yang menggendong bayi malang itu.
"Haaa-haaa kau ini betul-betul sangat cerdik! Kau sengaja menjebak kita dan
kau orang tua ternyata telah berhasil. Tak usahlah kau khawatir akan usiamu,
karena usia tak dapat dijadikan naungan Thian!" seru Ji Han Su dengan suara
mendatar dan terdengar cetusan rasa gembira dan bersahabat, walaupun tidak
menghilangkan hormatnya kepada kakek itu.
Pek-hi-siu-si tersenyum mendengarkan penuturan itu. Dia merasa gembira
dan tangan kirinya yang sejak dimasakkan kedalam saku jubah itu telah
dikeluarkannya dan kakek menggenggam sesuatu benda.
"Kitab kecil ini adalah sebuah catatan tentang kelahiran bayi yang berada
dltanganmu itu" seru Pek-hi-siu-si sambil memandang kearah Pek Giok Bwee
serta memperlihatkan kitab kecil yang berada dalam genggaman tangan kiri."
Bayi itu dilahirkan dari keluarga Tong bernama Kiam Ciu. Ayah bayi yang malang
itu bernama Kim Seng dengan julukan Kun-tiat (sitinju besi) yang terkenal
dikalangan persilatan pada masa-masa puluhan tahun yang lalu" seru Pek-hisiu-si seolah-olah menerawang pandangnya jauh kedepan. Sedangkan ketiga
Shin-siu-sam-kiat bagaikan terpaku.
"Ohh Kun tiat.. ." guman Ji Han Su dan mereka memandang kearah Pek Giok
Bwee. Pek-hi-siu-si tersenyum menyaksikan semuanya iu. Kemudian melanjutkan
kata-katanya dengan suara sabar dan penuh bijaksana.
.19 "Pada dewasa itu Tong Kim Seng atau Kun tiat pernah berkali-kali datang
berkunjung kekediamanku, kemudian aku mengetahui bahwa dia telah
mengundurkan diri dari dunia persilatan. Sepuluh tahun aku tidak mendengar
beritanya lagi, tiba-tiba kini dia telah muncul dan kudengar kabar bahwa semua
keluarganya telah binasa. Keluarganya yang terdiri dari lima orang anak dan
isterinya telah binasa. Tinggal bayi yang berumur sebulan itu yang selamat, atau
berhasil diselamatkan." seru kakek itu dengan suara penuh keharuan.
Pandangan mata kakek berjubah putih itu kosong menerawang ke langit.
Hatinya sangat terharu, sedangkan ketiga bersaudara Sin-ciu-sam-kiat tidak
berani mengucapkan sepatah katapun.
"Hemmm.. . musuh besar bayi itu mempunyai ilmu silat yang luar biasa
hebatnya. Jika kita berempat mendidik bocah itu dengan tekun dan bersungguhsungguh serta penuh kasih sayang, aku yakin bahwa kelak bocah itu akan
menjadi seorang pemuda yang luar biasa. Aku telah minta kepada kalian untuk
merawat bayi itu, karena aku yang sudah tua usia ini tidak dapat merawat bayi
yang baru berusia sebulan itu. Aku belum mengundurkan diri dari dunia
persilatan karena masih banyak tugas-tugasku yang harus kuselesaikan Oleh
karena itu.. ." seru Pek-hi-siu-si dengan lancar, tetapi sebelum kata-kata itu
selesai terucapkan telah disambut oleh Siauw Liang.
"Sudahlah!" seru Siauw Liang dengan suara mendongkol. "jika rencanamu
memang tegitu, mengapa tidak sedari tadi kau katakan ?!"
"Hemmm.. ." hanya itu sambung Pek-hi-siu-si sambil tersenyum.
"Aku sudah terlanjur turun tangan dan mengadu kekuatan dan kekerasan
tulang kekebalan kulit. Baiklah kelak aku masih akan mengadakan perhitungan
denganmu?" seru Siauw Liang. Walaupun suaranya kasar dan kedengarannya
seperti marah, namun ternyata kata-kata itu diucapkan dengan selingan
senyuman yang bertambah melebar, kemudian terdengar tawa laki-laki
berangasan itu. Menyaksikan hal itu Pek-hi-siu-si turut pula tertawa dan dengan suara tawa
itulah berarti dia telah mengikat hubungan lebih erat dengan ketiga Sin-ciusam-kiat,
.20 "Maaf jika kita bertindak agak Iancang, kami Shin-chiu-sa-kiat menyatakan
hormat setinggi-tingginya kepadamu dan dengan jalan ini aku berjanji akan
memelihara dan merawat bocah ini dengan baik." seru Ji Han Su dengan
membongkok memberi hormat serta dengan suara penuh hati-hati.
"Akupun berjanji akan mewariskan ilmu silatku padanya" seru kakek berjubah
putih dengan tersenyum tetapi nada suaranya bersungguh-sungguh dan
didengarkan oleh ketiga Sin-ciu-sam-kiat dengan penuh perhatian. Mereka
menunduk dan memperhatikan kata-kata yang terulangkan oleh Pek-hi-siu-si
sebagai seorarg sakti dari golongan tua.
"Aku telah mengetahui bahwa kalian tinggal di suatu tempat di lembah telaga
Cui-ouw. Sekarang aku masih mempunyai banyak urusan dan tak dapat
menyertai kalian bertiga, Tetapi setelah lewat sepuluh tahun aku berjanji akan
menemui kalian di lembah telaga Cui-ouw. Aku mengharapkan semoga kalian
dapat memelihara bayi itu dengan baik" sambung Pek-hi-siu-si. Kemudian kakek
itu menunjuk kearah mayat Tong Kim Seng yang masih menggeletak diatas
tanah berbatu di dasar jurang Liong-houw-ya.
"Dia telah terluka parah dalam tubuhnya, telah disadarinya bahwa dirinya
akan binasa. Hanya sayangnya dia harus meninggalkan dunia yang penuh
lelakon ini dengan meninggalkan seorang bayi yang masih amat kecil dan baru
berumur satu bulan.. . sungguh suatu kejadian yang sangat memilukan hati.. .
Hemmm. Marilah kalian bantu dulu untuk mengubur jenazah Tong Kim Seng
dengan seksama" seru kakek berjubah putih dengan kerutkan kening dan
meloncat turun dari atas batu besar menghampiri tubuh Tong Kim Seng yang
telah lama menggeletak didasar jurang itu.
Setelah mengadakan upacara sembahyang secukupnya didepan kuburan
Tong Kim Seng, maka Pek-hi-siu-si mengawasi keatas dan tampaklah langit
sudah mulai terang menjelang fajar. Kakek itu mengangkat kedua tangannya
dan mengembangkan jari jemari kedua belah tangan serta memberi hormat
kepada ketiga Sin-ciu-sam-kiat.
"Nah, aku harus pergi sekarang! Selamat tinggal dan sampai kita bertemu
kembali kelak.. ." seru Pek-hi-siu-si. Bersamaan dengan berakhirnya kata-kata itu
dia telah berkelebat bagaikan terbang dan menghilang kebalik gunung.
.21 Ketiga bersaudara Sin-ciu-sam-kiat memandang kearah menghilangnya
kakek Pek-hi-siu-si. Mereka merasa kagum atas kehebatan kakek itu. Tanpa
sengaja mereka serentak berseru memuji.
"Tidak mengherankan kalau dia disegani di rimba persilatan sebagai tokoh
tua yang maha sakti. Dengan menyaksikan gerakannya itu saja kita telah dapat
mengukur betapa tingginya ilmu meringankan tubuh Pek-hi-siu-si. Marilah kita
pun harus cepat-cepat berlalu dari sini !" seru Siauw Liang sambil memutar
tubuh kearah Ji Han Su. Ji Hau Su menganggukan kepala dan menghampiri Pek Giok Bwee yang
masih menggendong bocah malang Tong Kiam Cu yang telah tertidur pulas.
Dengan langkah pasti mereka meninggalkan dasar jurang Liong-houw-ya. Paling
belakang mengiringkan kedua suami isteri itu adalah Siauw Liang, sedangkan
Pek Giok Bwee tampak berbabagia dan senang sekali mendapat seorang bayi
yang bagus dan montok itu. Ditengah jalan berkali-kali wanita cantik itu
menciumi pipi bayi dalam gendongannya itu. Namun bayi itu dengan tenang
dan pulasnya tetap memejamkan mata dan tersenyum-senyum bibirnya yang
tipis merah dan mungil itu.
Ketika itu didasar jurang Liong-houw-ya menjadi sepi. Hanya desir air
gemericik dan desau angin yang meniup daun-daun cemara mengiris suasana
sepi saat itu. Disana sini masih tampak darah membeku, ialah darah Tong Kim
Seng yang telah binasa dan membisu di dasar jurang Liong-houw-ya.
Perubahan alam begitu tertentu dan tepat pada saatnya. Maka perlahanlahan tetapi pasti bulan sabit telah pudar dan tenggelam di cakrawala Barat.
Kemudian menyusul sinar merah jambu di ufuk Timur. Mentari pagi telah
muncul menggantikan suasaaa malam yang gelap.
Demikianpun kehidupan manusia dari kegelapan berganti keterangan. Dari
sedih berganti gembira, Silih berganti dan tidaklah layak berputus asa pada saatsaat menghadapi suatu perkara dan kesedihan.
***** Tahun-tahun lelah berlalu dengan cepatnya. Semenjak pertemuan ketiga
saudara Sin-ciu-sam-kiat dengan Pek-hi-siu-si di Jurang Liong-houw-ya kini
.22 telah berlalu dengan cepatnya. Tahu-tahu telah mencapai sepuluh kali akhir
musim semi. Sinar matahari menyinari bumi dengan sinarnya yang hangat. Burungburung berkicauan diatas pepohonan yang tumbuh disekitar telaga. Diatas air
lelaga yang bening itu tampak bunga-bunga teratai yang beraneka warna.
Sedangkan sinar matahari yang menimpa air telaga dipantulkan kemilau dan
memantulkan warna-warna sangat indah.
Demikianlah pemandaagan di telaga Cui-ouw pada akhir musim semi dan
permulaan musim panas. Pemandangan yang sangat indah itu dapat
mengenaskan rasa hanyut menerawang ke alam kenangan yang sukar
dilukiskan. Suasana yang indah dan syahdu itu dengan tiba-tiba dipecahkan oleh
sesuatu keributan. Terdengarlah bentakan-bentakan dan tawa dari atas air
telaga, ternyata diatas bunga-bunga teratai diatas air telaga itu telah menjadi
suatu yang luar biasa. "Hayo larilah, kau akan lari kemana sekarang ?" seru seorang bocah
membentak sambil meloncat dari daun teratai yang satu keatas teratal yang
lain diatas air telaga bening itu. Tetapi seorang gadis cilik yang cantik telah
meloncat sangat indahnya dan mendarat dengan sangat lunak ditepi telaga.
Mereka tertawa sangat gcmbira. Ternyata kedua bocah itu sedang
bersendau gurau dan melatih ilmu merirgankan tubuh atau Ging-kang. Dengan
sangat gembira mereka berdua telah mengisi kesunyian disekitar telaga Cuiouw. Seperti juga burung-burung yang berloncatan diatas dahan-dahan pohon
Liu disekitar telaga itu. Bocah laki-laki yang berusia sekira sepuluh tahun,
wajahnya cerah dan matanya bersinar luar biasa. Dengan wajah putih bersih
dan alis membentuk golok lebar. Sedangkan bocah perempuan yang meloncat
ke darat itu adalah bocah yang sangat jelita dan halus kulitnya, pipinya montok
dengan rambut hitam kelam dan panjang. Sepasang bibirnya tipis dan merah
jambu selalu basah. Matanyapun berkilauan bagaikan kilatan golok jatuh
tertimpa sinar surya. Bocah jelita itu berumur tujuh tahun.
Mereka berdua asyik berlatih dan bercanda. Berloncatan dan lari mengitari
telaga Cui-ouw. Bahkan kadang-kadang mereka berloncatan diatas daun teratai
.23 diatas telaga. Gerakan-gerakan yang mereka lakukan sangat indah dan
mempesonakan. Kalau dibandingkan dengan umur mereka yang masih sangat
muda itu, sungguh sangat luar biasa.
Kedua bocah itu adalah kakak beradik, walaupun mereka bergembira bukan
semata-mata hanya bersenang-senang bermain-main di hari cerah. Namun
mereka sebenarnya sedang berlatih ilmu meringankan tubuh. Sikakak yang lebih
tua tiga tahun itu telah menyaksikan adiknya meloncat kedararan. Maka dengan
sekali genjot dibarengi sebuah pekikan melengking tahu-tahu bocah laki-laki itu
telah melayang dengan jurus Cian-li-piauw-biauw atau melayang diangkasa
sepanjang seribu lie, dia mengejar dan berhasil menangkap adiknya itu.
"Kau telah menangkap diriku, itu tidak mengherankan dan tidak luar biasa"
seru bocah jelita itu sambil memberengut dan mengibaskan lengan kiri yang
digenggam oleh bocah laki-laki itu. "karena . . karena koko telah banyak belajar
terlebih dahulu kepada ibu. Lagipula kalau aku dapat melepaskan diri tentu kau
menjadi gusar.. ." sambung gadis cilik dan jelita itu seraya cemberut.
Kakaknya tertawa dan terlihatlah dengan jelas-jelas sederetan gigi-giginya
yang putih dan teratur bagaikan mutiara berderet diantara sepasang bibirnya
yang tipis. "Aku tak akan menjadi bergusar hati terhadap gadis cilik yang manis seperti
kau.. " seru kakaknya seraya melepaskan genggaman lengan adiknya dan
tersenyum. "Cihhhh.. . " sahut gadis cilik yang ayu itu sambil cemberut dan memalingkan
wajahnya ke arah telaga, "sudah pintar kau sekarang!"
Setelah mereka bertengkar dan berolok-olok itu akhirnya mereka berdua
istirahat diatas sebuah batu dan rerumputan yang hijau dibawah batang pohon
liu. Bocah laki-laki itu menggigit-gigit batang rumput dan dipermainkan
dimulutnya seraya matanya memandang jauh ke tengah-tengah telaga. Sedang
gadis cilik yang jelita itu memegang jari manisnya yang tampak dilingkari
sebentuk cincin bersinar merah. Sesaat gadis itu memandang cincin yang
.24 melingkar dijari manisnya dengan senyuman yang manis sekali. Kemudian
tampaklah sepasang bibir gadis cilik itu bergerak.
"Cincin ini adalah pemberian ibu" seru gadis itu ketika diliriknya bocah lakilaki itu tampak memperhatikan cincin yang bersinar merah melingkar dijari
manis adiknya. "Ibu menceritakan padaku babwa cincin ini adalah peninggalan
nenek dan selain diwariskan kepada anak perempuan, kecuali.. ." belum selesai
kata-kata itu dipotong oleh kakaknya.
"Kecuali apa!" seru kakaknya.
"Kecuali bila tidak mempunyai anak perempuan" sambung adiknya
menjelaskan. "Oh.. jadi kalau ibu tidak melahirkan kau maka cincin itu diberikan kepadaku
bukan?" kata kakaknya sambil tersenyum.
"Kira-kira begitulah.. " seru adiknya. "aih.. . ternyata ibu lebih cinta padaku, lebih
sayang buktinya cincin ini diberikan padaku.. "
"Tidak.. tidak! Ibu menyayangi kita berdua sama besarnya. Kasih ibu kepada
kita tidak berbeda-beda, buktinya kita berdua diajarksn ilmu yang sama dan
sangat baik.. " seru kakaknya dengan tegas dan memandang wajah adiknya
dengan sinar mata penuh sayang seorang kakak.
Sedang kedua bocah itu asyik berbicara dan berdebat. Tiba-tiba dikejutkan
dengan suara ranting kering terpijak. Kemudian d.susul dengan suara tawa yang
mengejutkan. Ketika kedua bocab itu berdiri dan berhimpitan tampaklah
disamping mereka itu seorang kakek yang berwajah arif dan tenang. Kakek itu
berdiri tegap sambll mengelus-elus jenggotnya yang putih dan panjang
melambai-lambai ditiup angin musim panas.
"Ha.. ha.. ha.. bocab, bocah yang baik dan pandai. Kalian rupanya kakak
beradik yang lucu mengapakah kalian bertengkar ? Hemm.. siapakah namamu
anak-anak yang manis.. .?" seru kakek berjubah putih dan berjanggut panjang
putih melambai-lambai. "Aku Ji Tong Bwee dan ini kakaku bcrnama Ji Kiam Ciu..!" seru bocah jelita itu
dengan berani dan tdak merasa sungkan-sungkan lagi. Bocah itu berhenti
sejenak karena ketika dia memperhatikan wajah kakek itu tampak
.25 memperhatikan mereka berdua dengan sangat teliti dan mengherankan sekali.
Tetapi ketika diperhatikan bahwa kakek itu tampak kembali tersenyum maka Ji
Tong Bwee melanjutkan kata-katanya, "Aku belum pernah mengenal dan melihat
kakek. mengapakah kakek menanyakan nama kami?" setelah terhenti kata-kata
Ji Tong Bwee maka dengan mendadak kakaknya menarik tangan gadis itu dan
akan diajaknya berlalu. Tetapi tangan kakek berjubah putih itu mencegahnya.
"Kakek, kita dapat segera berlalu dari tempat ini jika kita mau" seru Ji Kiam
Ciu sambil melototkan matanya, tetapi yang menarik hati mengapa kakek
mencegah kami ?!" "Aku hanya ingin mengetahui sebetulnya kalian berdua ini anak siapa? Aku
sama sekali tidak bermaksud untuk mengganggu kalian berdua" sahut kakek itu
dengan suara ramah dan tenang suaranya.
Tiba-tiba Ji Kiam Ciu telah meloncat tinggi sekali. Bocah laki-laki itu
bermaksud melarikan diri dan meloncati melalui atas kepala kakek itu. Namun
kakek itu dengan cepat sekali telah menggerakkan tangannya tahu-tahu Ji Kiam
Ciu telah berada dalam dekapannya. Bocah itu meronta dan kedua kakinya
menendang-nendang. Kakek berjubah putih hanya tertawa-tawa sambil memondong Ji Kiam Ciu
yang meronta terus menerus dengan gerakan luar biasa. Diam-diam bocah itu
merasa cemas dan heran. Ternyata kakek tua itu mempunyai gerakan luar biasa
yang tidak terlihat oleh mata Ji Kiam Ciu. Hanya tahu-tahu dia telah berada
didalam dekapan kakek itu padahal menurut pendapatnya bahwa didunia ini
orang yang telah dia kenal sangat lihay hanyalah ibu dan pamannya yang telah
mampu mengalahkan ilmu bocah itu. Tetapi kenyataannya kini dia harus
berhadapan dengan kakek yang tampaknya sangat lemah itu ternyata
mempunyai gerakan yang sangat cepat luar biasa.
Ji Kiam Ciu merasa kurang senang diperlakukan seperti itu dan dihalanghalangi maksudnya oleh sikakek berjubah putih itu. Maka dengan berani bocah
itu membentak. "Jika kakek masih juga mencegah diriku maka aku terpaksa harus bertindak
kurang ajar kepada kakek . .!" seru Ji Kiam Ciu dengan meronta dan kakek itu
melepaskan pelukannya, hingga bocah laki-laki yang berani tetapi sopan itu
.26 terlempar beberapa tombak dan dapat berdiri dengan sangat lunak diatas
rerumputan yang halus. Kakek berjubah putih yang kini sedang berhadapan dengan Ji Kiam Ciu dan
Ji Tong Bwee dengan tenang dan tersenyum memandang kedua bocah itu.
Sambil mengelus-elus janggutnya yang panjang dan putih itu selalu matanya
yang bersinar tenteram itu mengamati segala gerak-gerik Ji Kiam Ciu.
"Bocah manja, mengapa kau ingin memukulku?!" seru kakek itu dengan
senyum yang mempesona. "Apakah kau tahu aku ini siapa dan apakah ilmu
silatmu sudah sedemikian lihaynya sehingga kau ingin mengukur kehebatan
Ilmu silatku? Tetapi baiklah, majulah dan aku ingin mengukur sampai seberapa
hebatnya ilmu pukulanmu.. .!" seru kakek berjenggot panjang itu sambil
membongkok-bongkokkan tububnya dan kedua tangannya terbentang dengan
jari-jemari terbentang pula.
Ji Kiam Ciu walaupun masih bocah berumur sepuluh tahun, namun dia
adalah seorang bocah yang berani dan berjiwa satria. Mendengar tantangan itu
sebagai seorang satria pantang mundur, Maka dengan meloncat kedepan tahutahu bocah itu teJah berdiri dihadapan si kakek berjanggut putih.
Ji Kiam Ciu telah siap siaga dengan kuda-kuda miring dan sepasang lututnya
melengkung tapi kuat melekat diatas tanah telaga. Kedua tangannya mengepal
tinju disisi tubuh dengan sikap siaga.
Ketlka diamatinya bahwa kakek berjenggot panjang itu dalam keadaan
lengah maka sekali mengembor bocah itu telah meloncat mengirimkan
tendangan dan pukulan beruntun silih berganti. Gerakan bocah itu sangat lincah
dan bagaikan tupai berloncatan sangat indah sekali.
Diam-diam kakek itu merasa kagu.m juga menyaksikan gerak indah dan
hawa pukulan luar biasa. Namun demikian kakek itupun dengan sangat tenang
ternyata dapat luput dari segala serangan Ji Kiam Ciu. Hanya angin pukulan
yang lemah dapat terasa menyerempet lengan dan wajahnya.
Ji Kiam Ciu merasa gusar juga karena beberapa jurus telah berlalu, tiada
sebuah pukulanpun yang berhasll mengenai lawannya. Maka kini bocah itu
mengikatkan ilmu pukulannya dengan meloncat mundur dua langkab kemudian
.27 menyilangkan kedua lengannya di dada. Ketika dia menarik kaki kanan digeser
kebelakang seJangkah segeralah menggembor lantang dan meloncat dengan
jurus Cui-siong-lok-hua menumbuk dada kakek berjanggut panjang dan putih
didepannya. Jurus Cui-siong-lok-hua atau angin tofan meniup bunga itu sesungguhnya
sebuah ilmu yang luar biasa hebatrya. Ilmu andalan Siauw Liang, pukulan itu
kalau sudah diyakini benar mempunyai kehebatan yang luar biasa. Apalagi
tubuh manusia sedangkan gunung saja dapat bancur lebur kalau terkena
pukulan itu. Baru seorang bocah yang masih kecil tenaganya itu saja telah terasa
perih serempetan angin pukulannya ke pipi kakek yang usilan itu. Namun kakek
itu bukannya terkejut mendapat kenyataan itu, malah dia tersenyum dan memuji.
"Bagus! BigusT' seru kakek itu seraya memutar tububnya menghadap kearah
Ji Kiam Ciu yang baru saja menginjak tanah dari loncatannya.
Ji Kiam Ciu begitu menginjak tanah segera memutar tubuh dan langsung
menyerang kakek itu dengan kaki dan tangannya. Kemudian meloncat mundur
menggeserkan kaki kanan dan sekali lagi mengirimkan pukulan dengan jurus
Cui-siong-lok-hua kearah ulu hati kakek itu. Pukulan yang memerlukan tenaga
hebat itu menarik tubuh bocah itu kedepan dan tahu-tahu tengkuknya terkena
pukulan telapak tangan lawan.
Ketika dia dapat menguasai diri kembali, kakek. itu telah lenyap dari
hadapannya. Segeralah Ji Kiam Ciu memutar tubuh dan ketika dia melihat
kelebatan tubuh kakek iiu segeralah dia menggembor. Maka bersamaan dengan
suara gemboran melengking itu tampaklah Ji Kiam Ciu meloncat. Tanpa raguragu dia mengirimkan dua pukulan sekaligus dalam jurus Liong-hong-hun-hui
atau Naga dan Cenderawasih terbang berpisah.
Jurus Liong-hong-hun-hui atau Naga dan Cendrawaaih terbang berpisah
adalah sebuah jurus pukulan dua tinju berbareng untuk memukul dua lawan
sekaligus. Serangan dengan jurus itu dilancarkan oleh Ji Kiam Ciu dengan hebat
dan gencar sekali. Ternyata bocah itu hampir sempurna melatih ilmu pukulan
yang luar biasa itu. Namun kakek berjanggot panjang dan putih itu memang bukan lawan Ji Kiam
Ciu. Sekali pukulan yang bertenaga hebat itu telah telah mendekati ulu hati dia
.28 sempat memiringkan tubuh dan ketika itu pula kakek aneh merasa kaget
ternyata lambungnya hampir saja terkeca pukulan berikutnya.
"Luar biasal" seru kakek berjanggut putih itu sambil meloncat menghindari
pukulan kembar yang luar biasa. Berkibarlah ujung baju jubah kakek berjanggut
panjang dan putih itu. Ketika dia berhasil menghindari serangan beruntun kepalan tinju berputar
bocah itu maka sempat pula orang tua itu memperhatikan kesungguhan Ji Kiam
Ciu, si kakek itu mengelus janggutnya dan tersenyum. Justeru pandangan mata
dan senyuman kakek itu yarg membuat hati Ji Kiam Ciu menjadi bertambah
penasaran. Dengan loncatan pendek dan bersiaga serta melintangkan kedua lengannya
didada. Kiam Ciu menghadang didepan lawannya. Dengan sinar mata mengkilat
tajam diawasinya gerak-gerik aneh lawannya yang sudah tua. Tampak dimata
Kiam Ciu bahwa kakek. itu sama sekali tidak mempunyai keistimewaan, namun
pada saat-saat dia mengirimkan serangan baik tendangan maupun pukulan
selalu dapat dihindari dengan cepat dan tidak terduga.
Keiika diketahuinya ada lubang kelengahan lawannya. maka segeralah
bocah iiu meloncat. Loncatan itu ringan sekali dengan mengerahkan tumit kaki
kanan kedepan mengarah tenggorokan lawan. Ji Kiam Ciu mengirimkan
tendangan dan pukulan dengan jurus Liong-hong-hun-hui dengan lebih hebat
dan cepat. "Bet-bet wut wut" terdengar suara pukulan bocah iiu menubruk sebuah
benda dan angin pukulan mcndesak kearah kakek berjanggut. Tetapi Kiam Ciu
menjadi sangat terperanjat. Karena kenyataannya pukulan tangannya serasa
memukul benda berisi pasir. Sangat berat dan dengan tidak terduga pukulan
berikutnya ternyata menyambar tempat kosong.
Kiam Ciu terhuyung karena tekanan tenaganya sendiri, hampir saja pemuda
cilik itu jatuh. Namun dengan sebuah putaran tubuh yang sangat indah Kiam Ciu
berhasil mengimbangi dan mengurangi tenaga dorong tububnya. Ketika dia
berhadapan dengan kakek itu kembali, maka tidak menunggu lawannya siap
siaga lebib lanjut. Menurut pendapat bocah cerdik itu, lebih baik dia mendahului
.29 menyerang sebelum lawan dalam keadaan siap siaga. Maka kini dia
menggembor nyaring dan meloncat.
Limbungan tubuh bocah itu begitu tinggi dan seolah-olah terbang, sedangkan
kakek itu memiringkan tubuhnya dan mengangkat tangan kanan keatas kearah
mata kaki Kiam Ciu. Ketika kepalan tinju kakek itu berbentur dengan mata kaki bocah cilik yang
bandel dan terdengarlah sutra jeritan.
"Aduh !" seru jeritan tertahan meluncur dari mulut mungil Kiam Ciu. Dengan
memutar tubuh untuk mempercepat terjunnya bocah itu telah berdiri diatas
tanah kemudian jatuh dan menggelundung kesamping.
Kakek itu menjadi heran dan terperanjat dengan perbuatan Kiam Ciu itu.
Betul-betul dia tidak tahu dengan ilmu Trenggiling itu Kiam Ciu berusaha
mengelabui mata lawan dan sebelum kakek itu menadi sadar apa yang sedang
dilakukan lawan, tahu-tahu bocah itu teiah meloncat berdiri dengan cepat dan
langsung menyerang selangkah kakek itu dengan tendangan punggung kaki
kanan. "Bagus !" seru kakek itu untung dapat segera meloncat tinggi serta
mengirimkan hantaman sisi tapak tangan kepunggung Kiam Ciu.
"Buk !" terdengar benda berat jatuh, bersamaan dengan kaki kakek itu telah
memijak kemball diatas tanah berumput halus.
Ji Kiam Ciu adalah seorang anak pemberani dan keras lepala. Walaupun dia
terjatuh, jatuhnya tidak begitu keras namun tidak urung matanya berkunangkunang dan sejenak kepalanya menjadi pening. Anak itu telah bertekad tidak
mau mengakui kalah melawan kakek berjubah putih. Dia berusaha untuk berdiri.
Ketika dia telah berhasil berdiri kembali dan tanpa membetulkan
pakaiannya yang awut-awutan dan kotor, karena didorong oleh amarah yang
telah memuncak. Maka Ji Kiam Ciu telah memasang kuda-kuda. Bocah itu
bermaksud menyerang lawannya dengan mempergunakan jurus Liong-honghun-hui atau Naga dan Cendrawasih terbang berpisah.
.30 Terlihat kakinya telah menancap kokoh diatas tanah Dalam kuda-kuda
sepasang kaki terpentang. Kemudian menekuk lutut dan meloncat kearah Pekhi-siu-si.
Bertepatan dengan loncatan itu tiba-tiba terdengar suara menegur dengan
nada suara keras dan sangat berpengaruh terhadap bocah itu.
"Tahan ! Kiam Ciu ! Jangan kurang terhadap seorang Locianpwee !"
(Bersambung Jilid 2) .31 . 0 OEY LIONG KIAM (Warisan Jenderal Gak Hui)
Diolah Oleh : HO TJING HONG
Jilid ke 2 B EGITU berbareng pula munculnya seorang laki-laki bertubuh tegap dan
berkumis tebal. Kiam Ciu begitu melihat kehadiran laki-laki itu segera
menarik kembali serangannya yang telah disalurkannya sepertiga, namun tak
urung dia terbanting. Pek-hi-siu-si waspada, dengan tangkas menyambar tubuh
Kiam Ciu yang telah limbung dan terhantam oleh kekuatannya sendiri yang tadi
telah dipersiapkan untuk menyerang kakek itu.
"Ha.. ha.. .ha.. . anak bagus" seru Pek-hi-siu-si dengan meletakkan kembali tubuh
anak itu diatas tanah dan sekilas dipandanginya anak itu sambil tersenyum dan
mata bersinar-sinar.
Sedangkan Kiam Ciu menunduk dengan wajah bersemu merah. Kemudian
menghormat orang yang menegurnya yang tiada lain adalah ayahnya ialah Ji
Han Su pemimpin ketiga Sin-ciu-sam-kiat ialah sitangan baja.
Ketika Ji Han Su berada didekat Pek-hi-siu-si segara membongkok memberi
hormat. Yang juga disambut oleh kakek berjubah putih dan berjanggut panjang
seraya tersenyum. "Tayhiap mohon dimaaf atas kelancangan bocah ini. Rupa-rupanya waktu
berlalu sangat pesat sekali. Hingga tak terasa sepuluh tahun telah berlalu. Kedua
bocah ini adalak Kiam Ciu dan yang perempuan ini adatah Tong Bwee kini
mereka telah meningkat menjadi besar dan bertambah nakal, hingga dengan
orang tua berani kurang ajar! sekali lagi aku Han Su mohon pada Tayhiap sudilah
untuk memaafkan atas kekurang ajaran Kiam Ciu !" seru Han Su sambil
menghormat. "Ha.. . .ha.. . .ha! Memang waktu berlalu sangat cepatnya dan ternyata orang she
Ji masih tidak mengubah adatnya yang suka menghormat dan merendah hati.
Bertambah tua bertambah ganteng pula dan kini karena kumismu itu tampak
lebih seram dan lebih jantan ha.. .ha.. .ha!" seru Pek-hi-siu-si.
. 1 "Ah Tayhiap berolok-olok!" seru Ji Han Su tampak menutup kumisnya.
"Janganlah kau berkata yang bukan-bukan, aku sengaja datang kemari untuk
memenuhi janjiku.. bocah itu tidak bersalah, akulah yang bersa)ah karena aku
telah menggodanya sehingga terjadi pertarungan yang hebat tadi. Haa.. haa.. ha"
seru Pek-hi-siu-si sambil memperhatikan Kiam Ciu. Kiam Ciu menundukkan
kepala dan wajahnya bersemu merah karena merasa malu. Kakek itu melangkah
menghampiri Kiam Ciu dan memegang bahu anak itu kemudian menepuknya.
Tampaklah Pek-hi-siu-si tersenyum pula dan matanya yang bening itu
tampak bersinar bergairah. Sekilas Ji Han Su dapat menyaksikan keadaan itu.
Walaupun bagaimana dada si Tangan Baja bergetar juga.
"Tayhiap aku yang bodoh mohon maaf dan petunjuk !" serunya sambil
menghormat. "Memang waktu sepuluh tahun telah berlalu sangat pesat, Namun aku telah
menyaksikan dengan mata kepala sendiri aku puas sekali bahwa hasil yang
dicapainya oleh kedua bocah itu sangat bagus" seru kakek aneh berjubah putih
Pek-hi-siu-si dan selanjutnya sambil tersenyum meneruskan kata-katanya, "aku
mengucapkan selamat kepada kalian berdua suami isteri yang telah dikaruniai
seorang anak yang jelita ini !".
Sehabis berkata begitu Pek-hi-siu-si memandang kearah Kiam Ciu dan
tersenyum. Seolah-olah kakek itu telah melihat kembali gambaran sepuluh tahun
yang lalu di dasar jurang Liong-houw-ya dimana pada masa itu seorang bayi
mungil berumur sebulan telah menggelepar-gelepar menangis, sedang ayahnya
telah binasa dengan sangat mengerikan.
Kini dihadapannya telah berdiri seorang bocah, calon pendekar yang luar
biasa hebatnya, seorang bocah yang sangai berbakat dan budinya sangat
menarik. Rupa-rupanya Pek Giok Bwee telah mendidik bocah itu dengan baik.
Lalu dengan tersenyum dan mengelus-elus jenggotnya yang putih dan panjang
kakek itu berseru. "Memang tangan wanita lembut dan dingin makhluk yang halus dan penuh
dengan curahan kasih sayang, Jika sepuluh tahun yang lalu aku tidak
menemukan kalian, hemmm . . . aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat saat
. 2 itu dan apa akan jadinya. Sekarang kenyataannya aku telah merasa puas dan
bergembira sekali menyaksikan kehebatan bocah itu.. . " seru Pek-hi-siu-si sambil
melirik kearah Kiam Ciu dengan senyuman yang lucu lekali.
Tampaklah kedua bocah itu tertawa senang juga dan mereka memandang
kearah kedua orang tua dan pamannya yang juga tersenyum-senyum gembira
dalam pertemuan itu. Maka tahulah kedua bocah itu kini bahwa kakek itu adalah
Pek-hi-siu-si yang selalu diceriterakan ayahnya maupun ibunya dan juga oleh
pamannya. "Ayo kalian berdua menghaturkan hormat kepada Twa-supee (paman guru
yang tertua) !" seru Ji Han Su memerintahkan kedua anaknya dengan suara
penub kasih sayang dan memegang bahu kedua anaknya itu.
Kiam Ciu merasa heran menyaksikan ayahnya begiiu sangat megghormati
kakek aneh itu. Maka kedua anak itupun tersipu sedangkan, Kiam Ciu yang lebih
tua telah berlutut dihadapan Pek-hi-siu-si serta menjura.
"Aku Ji Kiam Ciu yang bodoh, memberikan hormat dihadapan Twa-supee.
Aku mohon diampuni karena telah berani kurang ajar", seru Kiam Ciu dengan
suara penuh hormat kepada Pek-hi-siu-si.
Ji Tong Bwee juga berlutut disisi Kiam Ciu, tetapi gadis cilik ini tidak
mengucapkan kata-kata sepatahpun.
"Baik-baik, kau baik sekali . . . Hemmmm . . bangkitlah!" seru Pek-hi-siu-si
sambil mengusap kepala Kiam Ciu dan Tong Bwee bergantian. Dada kakek itu
tergoncang juga menahan keharuan itu tetapi dia adalah tokoh sakti yang sudah
mumpuni, maka dengan segera kakek itu dapat mengusir kegetiran dan
keterharuan yang saling menggempur dadanya itu.
Walaupun kedua bocah itu telah mendengar perintah Pek-hi-siu-si yang
terucapkan tegas dan datar itu, namun kedua bocah itu tidak berani bangkit
berdiri dan beranjak dari tempat itu. Mereka tetap masih berlutut dihadapan
Pek-hi-siu-si dan kepala mereka masih tertunduk.
Menyaksikan hal itu yang hadir ditempat itu tersenyum, mereka tersenyum
dalam angan pikiran masing-masing.
"Sudahlah kalian sudah disuruh bangkit berdiri !" seru Ji Han Su.
. 3 Kedua bocah itu telah berdiri dan mereka diajak oleh Siauw Liang dan Pek
Giok Bwee mendahului pulang, sedangkan Ji Han Su dan Pek-hi-siu-si masih
bercakap-cakap di tepi telaga yang berhawa segar itu.
"Kau telah berhasil memelihara dan mendidik anak itu dengan baik sekali.
Aku merasa sangat puas sekali.. . uh.. . uh.. . ." belum lagi kata-kata kakek itu selesai
terucapkan tiba-tiba terbatuk sambil mengerutkan keningnya.
"Twako.. . kita jarang bertemu, tetapi kini aku mengharapkan sudilah tetap
tinggal bersama kami. Sehingga kami dapat rmemelihara kesehatanmu karena
setelah kudengar Twako tadi terbatuk-batuk itu yakin bahwa twako menderita
luka dalam yang mengendap" seru Ji Han Su dengan sangat berhati-hati penuh
harapan. Saat itu Pek-hi-siu-si mmandaag Ji Han Su sambii tersenyum, kemudian
menganggukkan kepalanya. "Penglihatanmu memang tajam sekali dan kau menduga dengan tepat. Aku
memang menderita luka dalam, mujur sekali bahwa aku telah menguasai ilmu
Bo-kit-sin-kong sehingga dapat kuatasi pergolakan didalam tubuhku karena
pukulan tenaga dalam yang saling membentur. Jika engkau hanya
mengandalkan obat-obatan saja mungkin aku telah binasa karena luka dalam
ini! Aku masih bersyukur dengan demikian masih dapat menepati janjiku untuk
datang ketempat ini.. .!" seru Pek-hi-siu-si dengan suara mendatar dan bibirnya
tetap tersenyum, tiada terlupalan pula mengelus-elus janggutya yang panjang
itu. "Apakah luka dalam tubuh twako itu sudah sembuh seluruhnya?" seru Ji Han
Su sambil mengajak kakek itu untuk berjalan menuju kepondoknya seraya
berpaling kepada kakek yang berjalan perlahan-lahan.
"Sibetulnya luka ini hebat sekali" sahut Pek-hi-siu-si sambil berjalan dan
tangan kanannya memegang dada sesaat, "Tetapi janganlah kau beritahukan hal
ini kepada istrimu ataupun Siauw Liong! Aku tidak mau mereka berdua menjadi
gelisah, aku sudah tua.. . . Tetapi aku yakin bahwa aku tidak mudah lekas-lekas
mati.. . ." sambung kakek aneh itu selanjutnya dan sesaat kemudian kakek aneh
itu memandang keatas telaga yang indah dengan berkilau-kilauan pantulan
sinar matahari diatas air telaga.
. 4 Seielah kedua orang itu melewati hutan pohon bambu, mereka tiba di sebuah
lembah membentang. Pemandangan disekitar lembah itu sangat indah sekali,
terdengar burung-burung beraneka macam tengah berkicau. Didepan mereka
tampak sebuah bangunan rumah yang besar. Rumah kayu itu tampak sangat
megah dan pengkuh sekali.
Pek Giok Bwee, Siauw Liong dan kedua bocah yang telah mendahului mereka
tadi kini telah berdiri didepan pintu Seolah-olah mereka sedang menunggununggu kedatangan tamunya ini. Dengan wajah berseri-seri mereka menyambut
kedatangan mereka itu. "Selamat datang dipondok kami twako" seru Pek Giok Bwee dengan hormat
dan terlihat pula sederetan giginya yang putih kecil-kecil bagaikan mutiara dan
sejuk dipandang mata. Pek-hi-siu-si tersenyum, sekilas matanya menyapu pandang kearah kedua
bocah yaag terseyum pula. Bahagialah kakek itu bertemu dengan keluarga
bahagia itu. Selama hidupnya hingga menjadi kakek-kakek baru kali itulah
merasakan kebahagiaan yang luar biasa.
"Hemmmm . . terimakasih . . terimakasih. . . . " seru Pek-hi-siu-si sambil
manggut-manggut dan menghentikan langkahnya didepan pintu.
"Mari Twako !" seru Ji Han Su sammbil memberikan isyarat kepada kakek itu
dengan tangan kanan untuk memberikan jalan masuk kedalam pondok besar
kebanggaan keluarga Sin-ciu-sam-kiat.
Bangunan rumah itu dilihat dari luar memang tidak begitu menarik.
Tampiknya hanya mengutamakan kekuatan saja. tetapi setelah orang masuk
kedalamnya, barulah tahu babwa dalam rumah itu diatur sangat rapi dan
semarak sekali. Ternyata Pek Giok Bwee kecuali seorang wanita pendekar tetapi
juga pandai membina dan memajang rumahnya sedemikian rupa. Hingga
siapapun betah tetap tinggal didalam rumah itu.
Setelah Pek-hi-siu-si berada didalam ruang tamu sedangkan mereka semua
telah mengambil tempat duduk masing-masing. Kakek itu memandang kedua
bocah itu sambil tersenyum puas dan berkata kepada Pek Giok Bwee.
. 5 "Apakah kau mengetahui.. . kedua anak itu tadi sedang bermaln-main apa.. . ?"
seru kakek itu dengan senyum lebar.
"Blasanya mereka bermain kejar-kejaran diatas daun Teratal" jawab Pek Giok
Bwee dengan senyum yang manis sekali.
"Semula mereka bermain-main kejar-kejaran di atas daun teratai diatas
telaga kemudian mereka bertengkar . . ha ha hah.. " seru Pek-hi-siu-si dengan
tertawa dan mengelus-elus janggutnya yang putih
Mendengar kata-kata kakek itu Ji Tong Bwee terperanjat, wajahnya bersemu
merah sampai ke telinga, kemudian menyahut dan mengadu kepada ibunya
sambil cemberut. "Ibu, Twa-supee jail sekali. Kita hanya bertengkar tetapi tidak sampai
berkelahi . ." seru gadis cilik yang manis dan ayu itu sambiI cemberut kearah
Pek-hi-siu-si dan mengerling kearah Kiam Ciu.
Ji Kiam Ciu hanya menundukkan kepala memandang ke lantai dan
mempermainkan kakinya, sikap bocah itu membuat semua yang berada di
tempat itu jadi tertawa gembira.
"Twa-supee hanya menggoda kalian.. ." seru Pek Giok Bwee sambil mengusap
rambut Tong Bwee, nah . . . sekarang kalian berdua boleh bermain-main lagi
diluar dan awas.. . .! jangan kalian bertengkar!" seru Pek Giok Bwee sambil
menudingkan telunjuknya seolah-olah mengancam kedua bocah yang lucu-lucu
itu sambil tersenyum. Semua yang hadir dalam ruang tamu itu tersenyum pula. Tetapi kedua bocah
itu tertunduk malu. Mereka berdua sebenarnya lebih senang meniggalkan ruang
tanu dan menjauhkan diri dari orang-orang tua dan lebih-lebih Twa-supeenya
yang selalu menggodanya itu.
"Koko.. . . kemana kita akan bermain-main?" tanya Ji Tong Bwee setelah
sampai diluar dan berdiri dibawah pohon yang rindang dihalaman rumah.
Dengan pernyataan itu, Ji Kiam Ciu hanya berpaling mrmndang adiknya dan
tersenyum. Tetapi tidak memberikan jawaban. Ketika itu dengan tiba-tiba Ji Kiam
Ciu telah meloncat dan lari meninggalkan adiknya seorang diri. Walaupun
. 6 adiknya menjerit memanggil-manggil namun Kiam Ciu terus lari dengan
kencangnya hingga adiknya menjadi kecewa dan sangat gusar sekali hatinya.
"Hemmmmmn, koko sangat berlagak. Baiklah ! jika demikian akupun tidak
sudi menyusulnya.. ." gumam Ji Tong Bwee dengan cemberut dan tidak mau lagi
melihat kearah mana Ji Kiam Ciu tadi berlalu.
Sesaat kemudian Ji Tong Bwee memutar tubuh dan bergerak menuju
kerumah dan memutuskan untuk tidak akan mengikuti kakaknya yang angkuh
itu menurut perasaan gadis cilik yang perasa itu. Tetapi ketika sampai dekat
jendela ruang tamu, tiba-tiba telinganya mendengar sesuaiu pembicaraan yang
sangat mengejutkan dan gadis cilik itu jadi sangat tertarik untuk menguping
pembicaraan didalam. "Sebenarnya mereka berdua merupakan satu pasangan yang tepat sekali.. "
Tong Bwee dapat menduga bahwa kata-kata itu terucapkan oleb Pek-hi-siu-si.
Hati gadis itu bergetar, walaupun dia masih sangat bocah tetapi kecerdasan
otaknya dan perasaannya yang menyebabkan bocah itu tahu maksud kata-kata
Pek-hi-siu-si tadi. Memang sering sekali bocah cilik yang jelita itu merasakan bahwa kakaknya
sangat sayang pada dirinya. Hanya sayang itu memang kadang-kadang disertai
dengan sikap yang sangat ganjil. Sedangkan dia sendiri juga merasa sangat
senang dengan sikap yang sangat ganjil itu.
Ucapan Pek-hi-siu-si yang dapat didengarnya itu menimbulkan hasratnya
unuk mendengarkan lebih lanjut. Maka gadis cilik itu membatalkan niatnya untuk
masuk kedalam rumah. Saat itu dia dengan berjingkat dan berusaha untuk berhat-hati dan jangan
sampai terdengar oleh orang-orang yang berada didalam. Ji Tong Bwee
menyelinap kebawah jendela dan menguping percakapan Pek-hi-siu-si yang
berada di ruang tamu dengan tanpa curiga apa-apa.
"Bagus . . bagus sekali, kalian tclah berhasil memelihara bocah itu dengan
sempurna. juga kalian telah merahasiakan asal-usul bocah itu hingga sekarang.. ."
terdengar tegas suara Pek-hi-siu-si.
. 7 Ji Tong Bwee berdegup jantungnya mendengar kata-kata itu. Berdebar hebat
mendengar kata-kata Pek-hi-siu-si yang lembut dan bcrdesah dari dalam ruang
tamu. Dia lebih mendekat lagi dibawah jendela untuk mendengarkan lebih jelas.
"Apa yang kalian lakukan itu adalah baik sekali. Tetapi kita tidak akan
mungkin menyembunyikan rahasia itu terus menerus. Pada suatu hari kita
harus memberitahukan juga . ." sambung kakek itu dengan suara yang
bercampur dengan desahan perasaan tertahan.
Mendengar kata-kata kakek itu, hati Ji Tong Bwee jadi sangat gelisah dan
jantungya berdegup sangat kencang.
"Dia bukan saudara kandungku ?" pikir Ji Tong Bwee dengan perasaan tegang
dan dengan berhati-hati sekali dia meninggalkan tempat itu menuju kejalan
dimana tadi Kiam Ciu berlari-lari meninggalkan dirinya.
Saat Tong Bwee berlari-lari mencari kakaknya itu, bocah cerdik dan
penberani Kiam Ciu tengah duduk diatas sebuah batu dibawah sebatang pohon
yang rindang di tepi telaga. Bocah itu mencoret-coretkan ujung ranting kering
diatas tanah basah, coret-coret iiu membentuk gambar seekor naga. Saat itu Ji
Kiam Ciu merasa menyesal akan perbuataanya yang baru saja. Perbuatan yaog
mungkin menimbulkan rasa jengkel kepada adiknya, karena dia dengan serta
merta telah meninggalkan adiknya berlari dan berlari kencang sekali. Dia
merasa heran mengapa dia dapat berlaku masa bodoh kepada adiknya.
Dalam keadaan Ji Kiam Ciu sedang melamn dan berangan-angan itu,
telinganya telah mendengarkan derap langkah orang yaag bertambah dekat.
Langkah kaki itu disertai seribitan angin dan perasaan bocah itu yang telah
terlatih ditempat tenang dan sepi sangat pekat sekali.
Maka tahulah Ji Kiam Ciu bahwa dirinya telah dihampiri seseorang. Maka
dengan cepat dia telah berpaling dan ketika itu Tong Bwee telah berada
disisinya samtll tersenyum memandang kearah Ji Kiam Ciu.
"Koko . . " seru gadis cilik yang manis senyumannya itu kepada Ji Kiam Ciu, "
aku telah mendengar suatu rahasia besar.. . ?"
Saat itu Ji Kiam Ciu pura-pura tidak mendengar dan masih menggores-gores
tanah dengan ranting kering. Perbuatan itu memang yang selalu diperbuat oleh
. 8 Ji Kiaci Ciu untuk mcnggoda adiknya. Tiap saat memang mereka selalu
bertengkar, kemudian tertawa bersama dan bertengkar.
"Koko , , , kau sebenarnya bukan saudara kandungku , , !" seru gaJis cilik itu
dengan suara lantang dan nafas terengah menaban gejolak hati.
Ketika Ji Kiam Ciu mendengar kata-kata itu, barulah dia menjadi sangat
terperanjat, Maka terlonjaklah pemuda itu, dia meloncat berdiri menghampiri
Tong Bwee sambil memegang kedua bahu gadis cilik itu dan mata Ji Kiam Ciu
mendelik, menggoyang-goyangkan bahu adiknya.
"Tong Bwee.. . . apa katamu ?" seru Ji Kiam Ciu dengan mata melotot,
Tetapi gadis ilu tidak berani menentang mata kakaknya. Maka dengan wajah
tertunduk gadis cilik itu menjawab. "Aku bukan adik kandungmu, kau tidak
dilahirkan oleh ibuku.. ."
Ji Kiam Ciu mendengar kata-kata itu jadi terperanjat dan gugup sekali.
Digoncangkannya bahu Tong Bwee dan dipandanginya g.adis cilik itu dengan
penuh keheranan. "Katakanlah adikku, katakanlah apa yang kau katakan tadi?" seru Ji Kiam Ciu
dengan apa yang baru saja didengarnya tadi.
"Kau bukan saudara kandungku!" seru Ji Tong Bwee mengulaogi kata-katanya
sekali lagi. tetapi kali ini dia berani menatap wajah dan sorot mata Ji Kiam Ciu.
"baru saja aku mendengar Twa-supee bercakap-cakap dengan ayah di ruang
tamu". Ketika mendapat penjelasan itu. sesaat kemudian keadaan menjidi sepi dan
hanya terdengar desahan napas kedua bocah itu. Ji Kiam Ciu melepasksn bahu
adiknya dan memutar tubuh meninggaJkan tempat itu.
Dengan tidak mempedulikan Ji Tong Bwee yang melongo ditepi telaga dan
ditinggalkan lari dengan kencang sekali menuju kepondo. Bocah itu dengan
sangat tergesa-gesa telah menerobos masuk kedalam pondok dan langsung
menuju ke ruang tamu. Hal itu membuat orang-orang yang berada didalam
ruang itu jadi terperanjat.
. 9 "Kiam Ciu, mengapa kau . . . ?" tanya Ji Han Su dengan sangat heran melibat
tingkah laku Ji Kiam Ciu yang sangat mengejutkan.
Sesaat Ji Kiam Ciu memandang kepada ayahnya, kemudian kepada ibunya
dan kepada pamannya. Dengan pandangan mata yang sangat aneh, kemudian
dengan suara bergetar bocah itu berseru dengan hormat. "Ayah, adik bilang aku
bukan kakak kandungnya. Apakah betul ?".
Sesaat menjadi sepi, hanya terdengar nafas mereka yang berada diruangan
tamu itu saja terdengar. Kemudian angin sejuk semilir menyelinap berhembus
kedalam ruang tamu. Pek-hi-siu-si melirik kearah ketiga bersaudara Sin-ciusam-kiat. Mereka saling berpandangan dan tak menentu.
"Kiam Ciu.. . . sebetulnya pagi-pagi aku akan menceritakan hal itu padarnu.. ."
teiapi sebenarnya berat hatiku untuk menceritakan. Apa yang dikatakan adikmu
adalah benar, kau memang bukan anak kandung kami. . . kau memang tidak
dilahirkan oleh ibumu. Tetapi kau adalah anak angkat kami yang semenjak
berumur sebulan telah kami ambil sebagai anak kandung kami sendiri... . . Kau
sebenarnya bukanlah kelahiran dalam keluarga she Ji, tetapi kau adalah she.. . ."
seru Ji Han Su dengan suara tersekat dala.m tenggorokannya dan terputus
sejenak. Ji Kiam Ciu tidak menunggu iebih lanjut kata-kata dari Ji Han Su. Hati pemuda
itu merasa terguncang hebat dan sedih sekali. Dengan serta merta dia lari keluar
tanpa memperhatikan kehadiran Pek-hi-siu-si ditempat itu. Kemudian setelah
sampai diluar, segeralah dia lari terus meninggalkan halaman pondok itu masuk
kedalam hutan yang telah menghijau.
Kiam Ciu lari dan berlari terus memasuki hutan yang masih lebat. Hingga
dia tiada merasa telah seberapa jauh dia berlari meninggalkan pondok ayah
angkatnya. Pokoknya dia tidak mau tahu dan ingin lari dari kenyataan. Hingga
kini, akhirnya kaki kanan bocah itu tersandung akar pohon yang melintang
ditanah dan pemuda kecil itu jatuh bergulung ditanah berumput tebal.
Dibiarkannya dirinya menggeletak ditanah dan sebagian tububnya tertimpa
cahaya matahari yang telah menyengat sambil memejamkan matanya dia
melepaskan lelah dan pikirannya menerawang memikirkan peristiwa yang baru
saja berlalu. Hatinya tergoncang ketika mendengar bahwa ayah dan ibu yang
. 10 selama ini dianggap orangtuanya itu ternyata bukan orang tua kandung.
Teringat pula kepada paman Siauw Liang yang telah banyak mengajarkan ilmu
silat padanya dan akhirnya dia teringat kepada Ji Tong Bwee yang sangat
dicintai itu , , , semuanya membuat jantungnya berdebar hebat dan pikirannya
jadi sangat kacau. Tlba-tiba dalam keadaan itu, Kiam Ciu sangat terkejut karena seekor kelinci
hitam telah menerjang kakinya. Meskipun terkejut, teiapi dia sempat menangkap
tubuh kelinci itu dengan tangau kanannya. Saat itu dia menyaksikan bahwa kaki
kiri belakang binatang itu tampak berdarah yang telah mengential. Ketika
diamatinya ternyata tampak sebatang jarum masih menancap pada luka itu.
"Ohhh . . . kasihan , , , kelinci yang manis, tenanglah aku akan menolongmu
mcncabut jarum keparat ini dari lukamu . , , " seru Kiam Ciu dengan penuh kasih
sayang. Hati bocah itu memang welas asih dan belum pernah dia membunuh
binatang karena dia merasa kasihan kepada segala macam makhluk. Penuh
rasa kasih dan mudah terharu.
Sesaat kemudian dirobeknya pinggir bajunya setelah jarum yarg menancap
dikaki be!akang kelinci itu tercabut, lalu dibalutnya. Kelinci itupun dengan tenang
tidak meronta dalam cekalan Kiam Ciu.
Yang sangat mengherankan ternyata ketika kelinci itu diletakkan ditanah,
binatarg yang manis itu tidak mau lari. Malah tampak dari mulut binatang itu
mengeluarkan sebuah benda merah. Benda itu ternyata sebuah buah yang
berbau harum sekali. "Hey kelinci, apakah kau ingin memberikan buah ini padaku ?" seru Kiam Ciu
sambil memungut buah berwarna merah itu dan menunjukkannya kepada
binatang yang jinak dan lucu itu.
"Hemm apakah kau ingin aku makan buah ini.. ?" gumam bocah itu sambil
mencium buah yang berwarna merah dan harum sekali baunya.
Keiika itu Kiam Ciu sangat berhasrat untuk mengulum buah merah
ditangannya. K.etika hampir saja buah itu masuk ke mulutnya, terdengarlah
sebuah bentakan yang sangat mengejutkan.
. 11 "Jaugan kau makan, tahanl" bentak suara lantang dan mengejutkan.
Sejenak kemudian tampaklah sebuah kelebatan melayang didepannya
beberapa langkah. Ternyata orang itu adalah seorang kakek kira-kira berumur
tujuh puluh tahun telah berdiri dengan tegap dihadapan Kiam Ciu. Wajah kakek
itu berwarna kuning dan seram dan sepasang matanya bersinar abu-abu.
"Ayo berikan buah itu padaku ! Lekas.. . " bentak seram laki-laki itu sambil
mengulurkan tangannya kearah Kiam Ciu. Kiam Ciu sangat terkejut dan merasa
berdiri bulu kuduknya mendengarkan suara kakek yang keras besar dan
melengking tinggi. Kiam Ciu hanya melolong saja menyaksikan gerak gerik kakek
itu. Diamatinya dari kepala hingga kaki kakek itu. Tampak kakek itu bergerak
maju dengan kakinya yang timpang,
"Hay bocah bandel. apakah kau tidak mendengar permintaanku, atau
memang kau tuli dan pegal? " seru kakek itu dengan suara lebih seram
sedangkan wajahnya memperlihatkan gambaran bahwa kakek itu sangat kejam.
Sorot mata yang abu-abu itu seolah-olah pusaran maut.
"Hayo berikan lekas buah merah ditanganmu itu, atau kubinasakan dirimu
yang bandel?" bentak kakek itu dengan sejangkah maju lagi serta mengulurkan
tangan kanan untuk meraih genggaman Kiam Ciu.
Menyaksikan sikap dan suara kakek yang seram itu, lama-lama Kiam Ciu
merasa ngeri dan takut sekali. Namun demikian bocah iiu belum juga mau
menyerahkan buah merah yang berbau harum itu kepada orang yang
bertambah dekat di depannya itu. Tahu-tahu kakek seram itu telah meloncat
dan menerkam dada Kiam Ciu dengan sekali loncatan. Diangkatnya tubuh bocah
itu ditatapnya, dengan sorot tajam. Namun Kiam Ciu masih tidak perduli dan
buah merah itu tetap digenggaranya erat-erat.
Ketika itu Kiam Ciu telah meronta, tahu-tahu tubuhnya telah merosot jatuh
ketanah. Entah dibantingkan, atau karena gerakan bocah itu. Ketika kakek seram
itu menyadari bahwa bocah itu mempunyai keistimewaan gerakkan maka sekali
lagi diterkamnya. Namun dengan sigap pula Kiam Ciu meloncat dengan jurus
Pek Ciok tiauw ki atau Burung gereja terbang diudara yang telah dapat diyakini
dengan baik dari Pek Giok Bwee. Namun ternyata gerakan tangan menyambar
. 12 orang tua itu begitu cepat dan luar biasa hingga terpaksa terjambret juga ujung
baju bocah itu dan robek.
Menyaksikan gerakan hebat dan dahsyat itu maka Kiam Ciu teringat kembali
atas cerita-cerita ibunya Pek Giok Bwee. Ji Han Su maupun pamannya Siauw
Liang, orang yang mempunyai gerak dan kepandaian itu ialah berjuluk Kun-si
Mo-kun atau si Iblis jahat yang mengacau dunia.
Pada dua tahun terakhir ini, Kiam Ciu telah sering mendapat ceritera tentang
Kun-si Mo-kun ini yang telah banyak merajalela dan berbuat keji dan terkutuk
di kalangan Kang-ouw selama berpuluh-puluh tahun lamanya.
Tiba-tiba pada sekira empat puluh tahun yang silam orang berhati keji dan
ganas itu telah menghilang dari kalangan Kang-ouw. Lenyapnya Kun-si Mo-kun
dari kalangan Kang-ouw itu membuat keadaan menjadi tenang, tetapi
bersamaan dengan itu pula dikalangan Bu-lim telah kehilangan seorang tokoh
silat yang perkasa dan ilmunya sangat sempurna tetapi berjiwa arif dan
bikjaksana. Lenyaplah kedua tokoh itu bagaikan ditelan bumi dan tiada
seorangpun tahu kemana mereka pergi.
Kiam Ciu telah diberi gambaran jelas tentang ciri-ciri Kun-si Mo-kun, iblis
berwajah seram dengan sepasang mata berwarna abu-abu dan kakinya panjang
sebelah sehingga kalau berjalan agak pincang. Padahal tanda-tanda itu persis
seperti yang dimiliki oleh orang yang berada dihadapannya.
"Hey bocah ! Apakah betul-betul kau tidak mau menyerahkan buah itu!"
bentak Kun-si Mo-kun dengan wajah lebih bengis kelihatannya,
Kiam Ciu tidak menyahut, hanya dengan sebuah loncatan yang lincah bocah
itu melarikan diri. Sedangkan buah berwarna merah yang berbau harum itu
masih dalam genggamannya.
Diperlakukan seperti itu, Kun-si Mo kun menjadi sangat gusar. Sambil
menggertak giginya kakek berwajah kuning dan seram itu memutar tubuh dan
jubahnya yang kuning berkelebat melambai kemudian tampaklah kakek itu
dengan cepat telah melesat mengejar Kiam Ciu.
Sampai beberapa saat Kiam Ciu dapat mengandalkan ginkangnya dan
mengembangkan ilmu lari cepat masuk kehutan lebih dalam lagi. Berbelok-belok
. 13 diantara pohon-pohon besar dan semak belukar yang rimbun. Begiiu pula Kunsi Mo-kun berusaha untuk mengejarnya.
Karena perasaan jengkel dan gusar yang tiada tertaban lagi, Kun-si Mo-kun
menggembor nyaring berbareng dengan sebuah loncatan dan bocah itu teiah
diterkamnya. Kiam Clu terbanting ketanah dan tidak berkutik lagi!
"Aku akan serahkan buah merah yang kau minta ini !" seru Kiam Ciu sambil
meronta akan melepaskan diri, "tetapi kau jangan menggangguku lagi!"
"Haaa.. Haaaa.. .haaah.. kau telah berlaku cerdik anak bandel!" seru Kun-si Mokun dengan suara cekakakan dan menyeramkan.
Sambil melepaskan cengkeraman punggung Kiam Ciu dan bocah itu
dibanting ditanah kemudian Kun-si Mo-kun dengan sangat cepat menyambar
buah merah yang telah diperlihatkan oleh Kiam Ciu tadi, dengan cepat pula buah
itu lalu dikulumnya dalam mulut.
"Ha ha ha hahhh" kakek seram itu tertawa setelah mcnelan buah merah, kau
telah memberikan buah merah padaku, tetapi kau harus mati juga ditanganku.
Meskipun dengan menyerahkan buah merah itu kau telah menolong jiwaku.. . !"
seru iblis itu dengan suaranya yang kasar.
Kiam Ciu terperanjat mendengar kata-kata itu, namun dia adalah seorang
bocah yang berani dan cerdik, walaupun digertak akan dibunuh tetapi dengan
sikap tenang dan berkacak pinggarg didepan Kun-si Mo-kun dia berseru lantang
pula, "Mengapa kau masih ingin membunuhku ?!" seru Kiam Ciu dengan sikap
tabah berani. "Karena.. . seumur hidupku aku tidak menerima budi orang lain!" sahut Kunsi Mo-kun dengan tenang tetapi kejam.
"Hemmmm . . . " gumam Kiam Ciu dengan mata tetap memandang wajah
kuning dan seram itu tanpa takut sedikitpun.
"Aku telah terluka dalam yang sangat hebat dan hanya dengan buah merah
tadi luka itu dapat sembuh. Walaupun kau telah menolong jiwaku dengan
memberikan buah merah tadi, tetapi aku tidak sudi menerima budimu. Maka kau
. 14 harus mati ditanganku. Untuk budimu itu aku akan membunuhmu dengan cara
kematian yang cepat!" seru iblis ganas dan keji itu dengan suara lantang dan
seram kedengarannya. Ji Kiam Ciu pernah mendengar ceritera tentang kekejaman Kun-si Mo-kun
selama menjagoi dunia persilatan. Walaupun bulu kuduknya merasa bergidik,
namun bocah ini tidaklah memperlihatkan rasa takutnya didepan orang! Bahkan
tampaklah wajah bocah itu bersirat merah dan mengepalkan tinju!
Sesungguhnya dia sangat gusar mendengar penuturan orang yang tidak
mengenal budi itu! "Aku paling benci melihat orang yang keji dan jahat semacam kau ini !" seru
Kiam Ciu dengan nada suara sengit sekali, "jangan kau kira bahwa kau dapat
membunuhku dengan mudah!"
Diam-diam Kun-si Mo-kun mengagumi juga keberanian bocah itu. Namun
iblis itu dasar seorang yang berhati kejam dan keji tidak menggubris segala
seruan bocah cilik itu. "Haaa haaahhh . . . Mungkin kau belum tahu aku ini siapa, sehingga kau beranl
menantang aku sedemikian kasarnya!" seru Kun-si Mo-kun dengan suara
bernada marah menganggap ringan bocah dihadapannya.
"Aku tahu kau ini siapa! Kau adalah Kun-si Mo-kun yang terkenal kejam dan
keji dikalangan Kang-ouw. Tetapi meskipun demikian aku tetap tidak gentar akan
ancamanmu!" seru Kiam Ciu dalam keadaan siap siaga menghadapi segaia
kemungkinan yang akan dilakukan oleh Kun-si Mo-kun.
Mendengar dan menyaksikan sikap bocah berani dan cerdik itu. Kun-si Mokun menyengir. Kemudian tertawa gelak-gelak dan berseru lantang,
"Kalau kau telah tahu bahwa aku ini jahat dan terkutuk yang kau benci,
mengapa kau telah memberikan buah merah itu?" seru Kun-si Mo-kun dengan
tertawa-tawa. "Karena.. . . . Karena aku tidak begitu yakin bahwa kau adalah orang yang
begitu kejam" jawab Kiam Ciu sambil menundukan kepala, "aku mengira bahwa
cerita itu cerita tentang kejahatanmu hanyalah dilebih-lebihkan orang.. . " Kiam
Ciu menatap wajah kakek seram itu dengan mata penuh selidik.
. 15 Anehnya orang yang terkenal kejam dan keji itu kedengaran menarik nafas
panjang, seakan-akan ada sesuatu yang dipendam dalam hatinya.
"Hemmm.. . aku tidak menyangka bahwa di kolong langit ini masih ada orang
yang menganggap diriku ini tidak jahat . ." gumam Kun-si Mo-kun dengan suara
keluar dari hidungnya. Kemudian wajah kakek itu telah berubah dan memandang wajah Kiam Ciu
dengan sorot mata aneh pula, sorot mata yang lain dari saat-saat pertama dia
bertemu tadi, "Hey bocah baik, siapakah namamu ?" seru kakek itu kedengaran ramah.
"Namaku Ji . . ohh . . Tong Kiam Ciu , . . " sahut sibocah sambil menundukkan
muka. Walaupun kini kelihatannya Kiam Ciu sangat lemah, namun bocah itu
telah siaga juga, untuk menghadapi segala kemungkinan.
"Tong Kiam Ciu ? Nama yang bagus ! Nama yang bagus.. . !" kata Kun-si Mokun sambil melangkah maju selangkah dan kepalanya manggut-manggut "aku
akan ingat-ingat namamu dan kemudian hari kita pasti bertemu lagi !"
Dengan berakhirnya kata-kata itu Kun-si Mo-kun telah melangkah lagi. Tong
Kiam Ciu telah siaga sambil meloncat kesamping dan tangannya telah
mengepal disamping tubuhnya. Namun kakek itu terus saja berjalan tanpa
menoleh lagi dan meninggalkan Kiam Ciu seorang diri.
Tong Kiam Ciu termangu dengan rasa heran, karena kakek itu ternyata tidak
berbuat apa-apa dan meninggalkan dirinya begitu saja.
"Aneh.. . . sesuggguhnya dia tidak sekejam sangkaan orang" pikir Kiam Ciu
sambil membetulkan pakaiannya dan menepiskan dari kekotoran.
Beberapa saat kemudian ketika Kiam Ciu berada ditempat itu seorang dtri
dan masih membersihkan dari daun-daun dan tanah yang melekat
dipakaiannya. Terasalah hembusan angin dari arah belakang.
"Hemm.. . . kau telah nyaris dari tangan keji Kun-si Mo-kun meskipun kau telah
kehilangan biji merah yang sebenarnya sangat berguna dan sukar dicari, tetapi
kau telah menolong jiwamu sendiri . . " terdengar tiba-tiba sebuah suara dari
arah belakang punggung bocah itu,
. 16 Dengan sangat terkejut bocah itu memutar tubuh dan alangkah kagetnya
ketika diketahui yang berada di tempat itu tidak lain adalah Pek-hi-siu-si yang
tekah berdiri dengan tersenyum dan penuh rasa kasih sayang. Sambil
tersenyum mengelus janggutnya yang panjang berurai.
"Twa-supee.. . . !" seru Kiam Ciu sambil menghormat.
Pek-hi-siu-si melangkah maju mendekati Kiam Ciu yang masih membongkok
hormat, kemudian dielusnya kepala bocah itu dengan rasa haru.
"Kiam Ciu kau harus lekas-lekas pulang, Meskipun ibu dan ayahmu yang
sekarang itu adalah orangtua angkatmu. namun ternyata mereka
memandangmu sebagai anaknya sendiri. Mereka sangat menyayangimu
dengan setulus hati. Maka sekarang pulanglah. Kelak aku akan menceritakan
padamu tentang riwayat hidupmu." sejenak Pek-hi-siu-si berhenti dengan tarikan
nafas panjang. "Kau harus banyak belajar ilmu, karena banyak tugas yang harus
kau lakukan. Pula kau jangan mengecewakan harapan orangtuamu dan juga
orang-orang yang menyayangimu. Kau mempunyai musuh besar yang harus
kau binasakan kelak kalau waktunya telah tiba.. . . ."
Kemudian Kiam Ciu telah membenamkan wajahnya ke dada kakek itu,
namun tiada isak an tangis yang terdengar. Kiam Ciu telah menahan semua
perasaannya dengan ketabahan hati. Pek-hi-siu-si merangkul bocah itu dan
mengajaknya untuk pulang kepondok. Dalam pada itu tampaklah Pek-hi-siu-si
tertawa-tawa sambil menunjuk ke suatu tempat. Kedua orang itu berjalan
menuju kepondok dimana ketiga Sin-ciu-sam-kiat menantikan dengan perasaan
cemas! Begitu pula gadis cilik yang manis Ji Tong Bwee tampak sangat gelisah
dan akan keluar saja untuk mencari Kiam Ciu!
Mulai saat-saat berikutnya dan pada hari-hari berikutnya Pek-hi-siu-si telah
mengambil alih dari tangan ketiga bersaudara Sin-ciu-sam-kiat untuk
menurunkan ilmu pedang yang tiada tandingan dikalangan Kang-ouw! Kiam Ciu telah mendapat didikan langsung dari Pek-hi-siu-si selama
sembilan tahun lamanya! Hampir seluruh ilmu kakek itu telah diturunkan kepada
Tong Kiam Ciu ! Bocah itu telah mempelajarinya dengan tekun sekali. Jadi
tidaklah mengherankan kalau kakek itu merasa puas dan sangat bangga sekali!
Ternyata Kiam Ciu adalah seorang pemuda yang sangat cerdas dan cerdik
. 17 sekali. Bukan saja Pek-hi-siu-si sangat mengagumi murid satu-satunya itu. Juga
ketiga bersaudara Sin-ciu-sam-kiat merasa kagum dan sangat bersyukur akan
perkembangan Kiam Ciu itu.
Pada suatu pagi ketika itu seperti
biasanya Kiam Ciu akan berangkat berlatih
silat dan menemui gurunya. Tiba-tiba
terdengar sebuah teguran pada dirinya.
Teguran yang sangat halus dan sangat
dikenalnya. "Koko Twa-supee memerintahkan kau
untuk menemuinya dirumah besar pagi ini!"
seru suara merdu yang segera dapat dikenal
oleh Kiam Ciu adalah suara Tong Bwee adik
angkatnya yang sudah menjadi seorang gadis
remaja puteri, gadis remaja yang cantik jeliia.
Kiam Ciu tersenyum manis dan
memandang tegas kepada Tong Bwee seraya bersera "Terima kasih adik manis,
aku akan segera kesana!"
Mereka berdua dengan sangat tergesa-gesa berjalan bersama menuju ke
bangunan rumah besar. Dimana sat itu diruangan tamu telah duduk Pek-hi-siusi dan ketiga Sin-ciu-sam-kiat yang tampak tersenyum ketika menyaksikan
Kiam Ciu dan Tong Bwee memasuki ruangan.
"Kiam Ciu . . apakah kau mengetahui mengapa aku memanggilmu ?" seru
Pek-hi-siu-si sambil tersenyum dan masih duduk sambil mengelus janggutnya
yang putih dan panjang. "Kiam Ciu bersedia menerima segala perintah suhu.. . ." jawab Kiam Ciu sambil
membongkok memberi hormat.
Pek-hi-siu-si tersenyum bangga dengan matanya yang tiada mau lepas dari
mengamati pemuda dihadapannya itu. Rupa-rupanya Kiam Ciu benar-benar
telah memikat hati Pek-hi-siu-si. Seorang murid yang sangat disayanginya
disamping memang pemuda itu mempunyai latar belakang yang menyedihkan
. 18 dimasa lalunya. Maka sudah selayaknya kalau kakek itu menyayanginya dengan
ketulusan hati. Bukan saja Pek-hi-siu-si yang sangat sayang kepada Kiam Ciu
tetapi juga ketiga Sin-ciu-sam-kiat sangat bersyukur dapat turut memelihara
dan mendidiknya. "Kiam Ciu.. . . . . selama sembilan tahun teakhir ini kami berempat telah
menurunkan ilmu silat padamu. Segala ilmu yang kami punyai telah kami
ajarkan semuanya kepadamu, Ternyata kau sangat pandai dan cerdik sehingga
semua ilmu itu telah kau kuasai semua. Bahkan kami sendiri telah jauh
ketinggalan dengan ilmu yang kau miliki sekarang" Pek-hi-siu-si berseru dan
sejenak terhenti karena gangguan batuk-batuknya.
Batuk-batuk yang menyerang Pek-hi-siu-si itu adalah akibat luka dalam yang
masih mengendap dalam tubuhnya. Luka dalam itu telah diderita oleh Pek-hisiu-si selama lebih dari delapan tahun. Berkat ilmu Bo-kit-sin-kong maka dia
masih dapat bertahan. Tetapi dalam keadaan itu entah tinggal berapa lama lagi
kakek itu dapat bertahan, karena ternyata luka dalam yang dideritanya itu
sangat luar biasa. Menyaksikan hal itu Tong Kiam Ciu sangat terkejut. Karena selama dia
dibawah asuhan Pek-hi-siu-si dalam segala ilmu khususnya ilmu pedang dan
melatih Sin-kang bahkan memperdalam Siu-lan. Namun sama sekali kakek itu
tiada menyinggung sama sekali tentang luka dalam itu.
"Twa-supee . . apakah . . ?" seru Kiam Ciu dengan kerutkan kening.
"Sekarang . . . . !" Pek-hi-siu-si sambil mengangkat tangan kanan kearah Kim
Ciu, demi kepentinganmu dan juga untuk aku. Kau telah cukup membekal ilmu.
Maka sudah waktunya kau untuk memulai dengan pengabdianmu.. . . " demikian
Pek-hi-siu-si berhenti lagi dan ditatapnya wajah pemuda itu dengan helaan
napas dalam. Kiam Ciu merasa terperanjat dengan kata-kata itu, kemudian menunduk
kembali seolah-olah melihat ke ujung kaki kakek yang duduk dihadapannya
seraya menghormat. "Aku akan segera melaksanakan perintah. sekarangpun aku telah bersedia
jika itu kehendak Twa-supee" seru Kiam Ciu dengan penuh hormat dan halus.
. 19 "Kiam Ciu, kurasa kinilah saatnya kau untuk mengetahui suatu rahasia yang
selama ini kami simpan. Rahasia tentang musuh besarmu, juga musuh besar
keluargamu.. !" seru Pek-hi-siu-si. "musuh besarmu itu tiada tentu tempat
tinggalnya dan mempunyai watak yang sangat ganas.. Terus terang aku sendiri
belum pernah melihat mukanya, hanya mendengar nama gelarnya dan sepak
terjangnya serta kehebatan ilmunya dikalangan Kang-ouw. Maka kau harus
mencarinya sendiri. Carilah orang yang bergelar Ciam Gwat!" seru Pek-hi-siu-si
seolah-olah telah menjadi lega dadanya telah mengeluarkan segala apa yang
selama ini disimpannya dalam dada.
Kiam Ciu mendengarkan penuiuran gurunya itu dengan penuh perhatian.
Bergolaklah harinya penuh kegusaran dan seolah-olah pemuda itu ingin dengan
cepat meloncat untuk mencari musuh besarnya yang telah membinasakan
seluruh keluarganya itu. "Baik aku telah pahan semuanya Twa-supee" sahut Kiam Ciu.
"Tunggu! Masih ada lagi pesanku . . . " seru Pek-hi-siu-si ketika menyaksikan
pemuda itu tampak tidak sabar lagi, "Pergilah kau terlebih dahulu untuk mencari
pemimpin golongan persilatan Bu-tong dan temui Hiong Hok Totiang. Ketika aku
mengundurkan diri dari kalangan Kang-ouw aku telah menitipkan pedang
pusakaku kepadanya, Oey-Liong-Kiam (pedang pusaka naga kuning). Aku juga
berpesan kepadanya bahwa sembilan tahun kemudian pedang putaka itu akan
kuwariskan kepada seorang pemuda yang bernama Tong Kiam Ciu, dan pedang
itu akan diambilnya. Muridku Kiam Ciu, tiga bulan lagi para pemimpin partai
persilatan dan para pendekar kenamaan akan bertemu dalam Bu lim-tahwee di
puncak Ciok yong-hong diatas pegunungan Heng-san yang hanya
diselenggarakan tiap sepuluh warsa sekali. Dengan . . . dengan.. . membekal Oeyliong-kiam kau dapat mewakili aku dalam pertemuan itu" kakek itu sekali lagi
terhenti karena gangguan batuknya.
Kemudian Pek-hi-siu-si mengambil sebuah bungkusan yang terletak diatas
meja seraya melanjutkan kata-katanya ; "Didalam bungkusan ini terdapat sebuah
kitab catalan kelahiranmu yang telah kusimpan selama enam belas tahun
lamanya. Disamping kitab catatan itu terdapat juga sebuah kotak hitam yang
berisi dua belas buah golok Liu-gian-to hadiah dari pamanmu Siauw Liang. Juga
. 20 perak sebanyak seratus tahil untuk ongkos selama kau dalam perjalanan , , , "
seru Pek-hi-siu-si sampai disitu terhenti dan terbatuk lagi.
Tong Kiam Ciu menundukkan kepala dengan terharu atas segala kebaikan
itu, Dia sebenarnya tidak tega untuk meninggalkan Pek-hi-siu-si yang kelihatan
payah itu. walaupun kakek itu telah berusaba sedapat mungkin untuk
menyembunyikan penderitaan karena luka dalam. Pula pemuia itu sangat berat
untuk meninggalkan orangtua angkatnya, paman Siauw Liang dan adik angkat
yang sangat dicintainya Tong Bwee.
Bergemuruhlah dalam dada pemuda itu, berbagai-bagai perasaan
bersambung menjadi satu menghantam indranya menggempur jiwanya.
Berperanglah jiwanya antara kewajiban sebagai seorang jantan dan satria sejati,
Tiba-tiba dalam kegemuruhan kegoncangan jiwanya itu terdengar suara Pek-hisiu-si menegurnya.
"Kiam Ciu," tegur Pek-hi-siu-si datar, "dikalangan rimba persilatan nanti kau
akan mengalami banyak kejadian. Itu lebih baik bagimu untuk menambah
pengalaman dan menghayati hidup dan mendarmakan kepandaianmu untuk
sesama umat. Kau harus bersikap sabar dan berhati-hati, kenalilah dirimu
sendiri.. .". Nah kini saatnya kau harus berangkat !" sampai disitu Pek-hi-siu-si
berhenti dan memejamkan matanya menaban air mata keharuan yang tiada
terbendung lagi. Dalam keadaan itu Siauw Liang telah menghampiri Kiam Ciu dan memegang
bahu pemuda itu seraya berkata: "Kiam Ciu semenjak kau masih bayi aku sering
menggendongmu kau tahu bukan bahwa aku tidak pandai berkata panjang lebar.
Aku hanya dapat berdoa semogg kau dapat berhasil dalam segala usahamu . . . . . "
Dengan air nata berlinang Tong Kiam Ciu berlutut dihadapan Pek-hi-siu-si,
kemudian menghampiri Ji Han Su dan Pek Giok Bwee berlutut seraya berkata:
"Ayah, Ibu, aku telah melelahkanmu mengasuhku selama sembilan belas tahun
lamanya. Sekarang aku akan segera meninggalkan kalian orang budiman . . . Aku
mohon diri". demikian kata-kata iiu tidak dapat keluar dengan lancar seolah-olah
tersekat didalam kerongkongannya.
"Kiam Ciu , , " kata Pek Giok Bwee. "Aku berharap semoga kau berbesar hati
dan menghalaukan kesedihan karena perpisahan ini. Orang hidup tidak
. 21 selamanya harus berkumpul, ada waktunya kita harus bepisah. Lagi pula se!ain
kau harus menunaikan tugas baktimu, kau harus banyak mencari pengalaman
dikalangan Kang-ouw." sampai disitu Pek Giok Bwee menasehati Kiam Ciu dan
menghiburnya agar pemuda itu menghilangkan perasaan hatinya yang sedih
karena akan berpisah. WaJaupun sebenarnya Pek Giok Bwee sendiri merasakan
betapa beratnya untuk berpisah dengan pemuda itu. Karena telah sembilan
belas tahun dia mendidik dan mengasuh pemuda itu dengan penuh kasih
sayang sebagai anaknya sendiri.
"Kiam Ciu.. kau dapat segera berangkat !" seru Ji Han Su. " Semakin lama kau
berdiam diri, bertambah sedih hati ibumu nanti. Setelah kelak kau berhasil
menunaikan tugasmu aku yakin kita masih banyak waktu untuk berkumpul
kembali. Hanya pesanku, pesanku anakku.. . kau baik-baiklah menjaga dirimu!"
Setelah Ji Han Su diam, maka tempat itu jadi hening. Hanya terdengar angin
mendesau bertiup menghembus tirai ruang tamu. Saat itu juga Tong Kiam Ciu
telah bangkit perlahan-lahan. Kemudian memutar tubuh dan meninggalkan
rumah itu tanpa menoleh lagi.
Makia lama dia melangkah maka tidak lama telah sampai dihutan bambu
dan cepat-cepat ia menuju ketepian telaga Cui-ouw. Kiam Ciu berdiri dibawah
pohon Liu. Matanya nanar memandang keatas air telaga yang bening, Melihat
kembang-kembang teratai yang daunnya menghijau pemuda itu mengenangkan
masa lampau meengenangkan masa kanak-kanak dimana dia sering bermainmain di telaga dengan Tong Bwee. Masa kanak-kanak yang sangat
menyenangkan dan sangat berkesan didalam hatinya.
Lama juga pemuda itu melamun dan mengenangkan masa lampau, tetapi
lamunannya itu menjadi buyar ketika dirasanya ada seseorang yang mendekati.
Disamping itu hidungnya telah mencium bau harum yang tiada terlupakan bau
harum itu. Karena tiada lain adalah keharuman rambut Ji Tong Bwee.
Dengan tiba-tiba pula Kiam Ciu memutar tubuh dan berseru : "Moy!" Hanya
sampai disitu kemudian tiada sepatah katapun yang terucapkan. Hanya
pandangan mata mereka saling bertemu dan senyuman manis gadis itu yang
menyentuh kedalam lubuk hati Kiam Ciu.
. 22 Sembilan tahun yang lalu Kiam Ciu mencintai Tong Bwee sebagai adiknya.
Tetapi kemudian setelah mengetahui bahwa gadis itu bukan adik kandungnya
maka rasa cinta kasih itu telah berubah sangat berlainan.
Ji Tong Bwee melangkah lebih dekat dan tersenyum manja yang sangat
menyejukkan hati Kiam Ciu. Sesaat pemuda itu menarik napas panjang. Ketika
langkah kaki gadis itu bertambah dekat maka terlihatlah dengan nyata bahwa
gadis itu dikedua belah matanya yang bulat berkaca-kaca membendung luapan
tangis. "Moy . . . aku belum berpamitan padamu tadi, karena terasa berat harus
kuucapkan kata-kata perpisahan itu padamu" seru Kiam Ciu dengan senyuman
dibuat-buat, hatinya berat mengatakan kata-kata itu seolah-olah pemuda itu
akan meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Ji Tong Bwee melepaskan sebentuk cicin dari jari manisnya, sebentuk cincin
berwarna merah deiima. Kemudian gadis itu memegang tangan kanan Kiam Ciu
untuk memasukkan cincin itu ke jari kelingkingnya dan dibiarkan air matanya
membasahi pipi yang putih kemerah-merahan.
"Koko . . . aku tidak mempunyai kenangan yang lain kecuali cincin yang tiada
berharga itu. Namun aku berharap semoga koko suka memakainya terus hingga
perjumpaan kita kelak.. . ." seru Tong Bwee dengan rasa penuh keharuan harus
berpisah. "Bwee Moy.. . . cincin ini bukannya barang yang tiada berharga, tetapi cincin
ini kau berikan dengan penuh kasih sayangmu padaku. Maka percayalah bahwa
aku akan menjaganya dengan segenap jiwa dan ragaku" sambung Kiam Ciu
dengan memandangi cincin manikam merah itu dengan bergantian
memandang kearah orang yang memberikannya.
"Koko . . berangkatlah dengan hati yang tenang dan jagalah diri Koko baikbaik !" sambung gadis itu lagi dan membiarkan butiran-butiran air matanya itu
membasahi pipinya. Digenggamnya tangan gadis itn dengan sangat erat seolah-olah tidak akan
dilepaskan lagi. Diusapnya air mata yang membasahi pipi gadis itu dengan
. 23 perasaan sayang. Kemudian Kiam Ciu memutar tubuh dan meninggalkan tempat
pertemuan mereka ditepi telaga Cui-ouw dengan cepat.
Dalam sekejap saja Kiam Ciu telah berjalan jauh dan Tong Bwee
ditinggalkannya seorang diri ditepi telaga dan memandanginya hingga
bayangan Kiam Ciu lenyap dibalik bayangan pepohonan didalam hutan.
Ji Tong Bwee menghela nafas panjang dan mengusap air matanya. Dengan
langkah lesu ditinggalkannya tepian telaga itu dengan hati penuh kenangan ke
masa-masa lalu. Sedangkan Tong Kiam Ciu terus menempuh hutan menuju
kemarkas partai persilatan Bu-tong. Untuk menunaikan perintah gurunya
menemui ketua partai Bu-tong ialah Hiong Hok Totiang dan untuk minta titipan
Twa-supeenya berupa sebuah pedang pusaka yang bernama Naga Kuning, Oeyliong-kiam.
Tiada terasa Kiam Ciu telah sampai disebuah hutan di pegunungan Tay-piesan yang terletak dipropinsi Ouw pak. Hutannya yang lebat dengan perengpereng jurang yang curam dan batu-batu gunung yang besar. Tiba-tiba
terdengar suara petir menyambar dengan kilatan api yang mengerikan. Dengan
suara desau angin kencang, tiba-tiba telah turun hujan lebat sekali.
Tong Kiam Ciu yang mengenakan jubah putih telah mengembangkan ilmu
meringankan tubuh dan lari menyusup hutan. Hujan terus bertambah hebat
seolah-olah air dicurahkan dari langit disertai badai dan halilintar seolah-olah
dunia akan kiamat Suasana yang sangat mengerikan beberapa pohon telah
tumbang dan dahan-dahan besar tertimpa sambaran petir patah dan salah saiu
hampir saja menjatuhi Kiam Ciu tetapi untung pemuda berpakaian serba putih
yang telah basah kuyup itu dengan tangkas dapat meloncat menghindar
meninggalkan bekas terlalu dalam. Kiam Ciu turun mengembangkan ilmu
Ginkangnya untuk menuju kearah sebuah gua.
Karena hujan yang sangat lebat itu walaupun bagaimana Kiam Ciu butuh
kehangatan dan berteduh. Maka dengan terlihatnya mulut gua itu dia sangat
ingin secepat-cepatnya untuk mencapainya.
Dengan sebuah loncatan yang sangat indah pemuda berpakaian serba putih
itu telah berdiri didepan pintu gua. Tetapi ketika kakinya baru saja menginjak
tanah didepan pintu gua, tiba-tiba sebuah hembusan angin keras kearah dirinya.
. 24 Tahulah Klam Ciu bahwa angin yang menerpa itu adalah sangat berbahaya
mengandung hawa panas, Maka dengan mendadak pula pemuda itu melejit
diudara dan angin hembusan itu menghantam batu besar yang berada didepan
pintu gua dan terdengarlah sebuah derakkan riuh sekali dan batu besar itu
hancur. Kini tahulah Kiam Ciu bahwa angin yang menerpa keluar itu adalah
sebuah tenaga pukulan jarak jauh yang sangat luar biasa..
"Luar biasa !" seru Kiam Ciu dalam hati. Pemuda itu telah menduga bahwa
didalam gua telah ada seseorang, tetapi gegabah menyerang tanpa menegur
terlebih dahulu. "Siapa diluar!" terdengar suara tajam mengguntur dari dalam, tetapi jelas
terdengar bahwa suara itu keluar dengan sangat tertahan dan Kiam Ciu telah
dapat menduga bahwa yang berada didalam gua itu adalah seorang sakti tua
yang luar biasa. "Aku . . Tong Kiam Ciu. Aku datang akan berteduh dalam hutan lebat ini. Jika
aku telah mengganggu Locianpwee maka aku minta maaf!" sahut Kiam Ciu dari
luar dengan suara keras tetapi sopan.
Walaupun Kiam Ciu berlaku sangat merendah dan hormat tetapi ruparupanya orang yang berada didalam gua sama sekali tidak menggubris akan
kata-kata pemuda itu. Maka sekali lagi Kiam Ciu berseru,
"Locianpwee apakah aku diperbolehkan masuk?!"
"Anak muda yang diluar siapa namamu ?!" seru suara orang dari dalam gua
itu sekali lagl, "Aku bernama Tong Kiam Ciu" jawab Kiam Ciu dari luar gua dengan suara
keras dan sopan. "0hh.. . Kau Tong Kiam Ciu.. . kalau begitu kau boleh masuk!" seru suara itu
sekali lagi. Mendengar jawaban itu Tong Kiam Ciu melangkah kedepan untuk memasuki
pintu gua. Sekali lagi terasa datangnya angin pukulan yang berhawa panas dari
arah dalam gua. Tetapi kali ini Kiam Ciu sudah mengelakan serangan itu seperti
yang dilakukan diluar gua tadi. Keiika dirasakan angin pukulan itu telah dekat
maka Kiam Ciu mengangkat kedua tangannya dengan tapak tangan kedepan
. 25 sambil mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong yang telah diyakini ajaran dari Pekhi-siu-si. ternyata ilmu yang telah diyakini itu dapat membuyarkan tenaga
pukulan lawan. Kemudian Kiam Ciu melangkah lebih kedalam lagi.
Suasana didalam gua itu sangat sepi sekali samar-samar dia melihat bentuk
tubuh seorang kakek berjenggot panjang dan rambut yang awut-awutan, sedang
pakaiannya telah terkoyak-koyak dan tampak noda-noda darah.
Kakek itu tengah mengawasi Kiam Ciu dengan pandangan mata yang suram.
Sedang rambutnya yang awut-awutan bertebaran ke wajahnya tertiup angin
keras dari luar. "Rupa-rupanya kakek ini dalam keadaan terluka dalam" pikir Kiam Ciu.
"Torg Kiam Ciu?! Kau yang bernama Tong Kiam Ciu? Terimalah ini hadiahku!"
seru kakek itu diakhiri dengan sebuah pukulan dahsyat kearah dada Tong Kiam
Ciu. Tong Kiam Ciu hanya memiringkan tubuhnya sedikit tanpa membalas
menyerang. Tetapi orang tua itu mengirimkan pukulan dengan kekuatan luar
biasa, ketika pukulannya ternyata memukul tempat kosong hingga dia tidak
dapat menguasai tubuhnya lagi. Kakek itu terhuyung kedepan dan jatuh
tersungkur, dan pada saat itu juga dia memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Tetapi kakek itu lekas-lekas meloncat kembali berdiri memutar tubuh
menghadap Kiam Ciu dan tertawa cekakakan.
"Hemmmm.. . mengapa tertawa? Apakah kakek ini telah tergoncang hebat
otaknya hingga menjadi gila?" pikir Kiam Ciu dengan sangat heran memandang
kearah kakek itu. "Bo-kit-sin-kong! Tidak salah lagi kau telah dapat menguasai Bo-kit-sin-kong
dengan sempurna!" kakek itu berteriak-teriak seperti orang gila. Kemudian
menatap Kiam Ciu dengan pandangan mata seksama. "Hey, Tong Kiam Ciu
bagaimana kau dapat berada di pegunungan ini ?" sambung kakek itu dengan
kerutkan keningnya. Segala gerak dan tingkah kakek itu sangat aneh, sehingga pemuda itu
menjadi bingung dan tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang
tiba-tiba dan sangat ramah itu. Kemudian diamatinya orang tua yang berada
. 26 dihadapanya itu. Tetapi ketika matanya menyaksikan sebilah pedang yang
bergantung dipinggang kakek itu sebilah pedang kepala Naga berwarna kuning.
Diam-diam Kiam Ciu jadi terperanjat.
"Hey Tong Kiam Ciu! Apakah kau tahu aku ini sapa ?" seru kakek awut-awutan
itu dengan lantang dan tiba-tiba pula.
"Apakah Locianpwee . . . bukan Hiong Hok Totiang ?" jawab Kiam Ciu dengan
hormat dan ragu-ragu sambil mengawasi mata kakek itu.
"Ha ha-ha. dari mana kau tahu bahwa aku Hiong Hok Totiang ? Hemmm . . "
seru kakek itu dan tampak keningnya berkerut seolah-olah kakek itu sedang
menahan perasaan sakit yang luar biasa.
"Dengan melihat pedang Oey-liong-kiam yang bergantung dipinggang
Locianpwee, Locianpwee terimalah hormatku, sudilah Cianpwee memaafkan
segala kekurang ajaranku tadi.. . . " seru Tong Kiam Ciu sambil membungkuk
memberi bormat Sesaat kemudian Tong Kiam Ciu telah berlutut dihadapan Hiong Hok Totiang
dan menghormat. "Sudahlah berdirilah dan jangan terlalu banyak memakai peradatan begitu"
seru Hiong Hok Totiang sambil mengangkat bahu Kiam Ciu
Sesaat lamanya suasana menjadi sepi lengang hanya napas kedua orang
itu yang terdengar. Diluar gua masih hujan dengan lebatnya dan sesekali
gebyaran sinar halilintar menerangi dalam gua.
"Sekarang dengarlah baik-baik pesanku ini Kiam Ciu! Sebenarnya aku harus
menantikan kedatanganmu dipegurungan Bu-tong. Tetapi pada sekira setengah
bulan yang lalu aku telah menerima sepucuk surat yang menyuruhku datang di
pegunungan ini untuk menyerahkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam. Maka saat
ini aku berada disini. Apakah kau telah pergi ke pegunungan Bu-tong untuk
mencariku?" "Ya. Tetapi aku mendapat keterangan bahwa Locianpwee telah berangkat ke
pegunungan T"ay-pie-san tiga hari yang lalu.. . . "
. 27 "Hemm.. . . aku sama sekali tidak menduga kalau akan masuk perangkap. Aku
telah ditawan didalam gua ini dalam keadaan terluka dalam selama dua hari.. . "
kakek itu berhenti sebentar sambil meringis menahan rasa sakit kemudian
meneruskan; "Pedang Oey-Liong-Kiam ini adalah pedang pusaka Jenderal Gak
Hui, dikalangan Kang-ouw pedang itu termasuk pedang nomor satu di kolong
langit ini. Kini aku serahkan pedang ini kepadamu atas pesan gurumu Pek-hisiu-si dan aku minta padamu agar kau dapat menggunakannya dengan baik
pula dapat melindunginya. Nanti sekira lima belas hari lagi di puncak
pegunungan Heng-san akan diadakan pertemuan para tokoh persilatan dalam
pertemuan Bu-lim-tahwee diatas puncak Ciok yong-hong. Pesan gurumu bahwa
dengan pedang pusaka ini kau diharapkan untuk mewakilinya. Baiklah kau harus
menjunjung nama baik gurumu Pek-hi-siu-si yang telah menjagoi dunia
persilatan selama tiga puluh tahun lebih itu", kakek itu dengan menahan rasa
sakit yang amat sangat didadanya dan tampak meringis dan mengucurkan
keringat dingin. Setelah menyaksikan pedang pusaka, kemudian kakek itu merogoh dari saku
jubahnya sebuah benda mengkilat kuning selebar tiga jari tangan, diatas lebaran
berwarna kuning itu tertera ukiran seorang tojin (pendeta) tua yang berjenggot
panjang. Sambil menyerahkan benda mengkilat berwarna kuning itu Hiong Hok
Totiang berkata: "Aku kini aku sudah tidak lama lagi akan binasa, luka-lukaku
sangat hebat sekali didalam tubuh. Ohhh . . kuserahkan benda ini padamu Kiam
Ciu, benda ini adalah suatu tanda pengenal dari partai persilatan Bu-tong. Bila
kau menemui kesulitan dan menjumpai orang-orang dari partai persilatan Butong maka dengan memperhatikan tanda pengenal kuningan itu kau akan
segera mendapat bantuan . . .". Setelah kakek itu menyelesaikan kata-kata dan
menyerahkan dua benda itu kepada Kiam Ciu maka terhentilah sejenak dan
hening. Tiba-tiba terdengar kakek itu terbatuk dan meringis menahan rasa sakit
tetapi Hiong Hok Totiang memuntahkan darah bergumpal-gumpal dan
tersungkur jatuh ditanah, kedua tangannya menahan rasa sakit dengan
menekan dada. Kemudian terdengar pula jeritan panjang yang mengerikan
. 28 kakek itu menggeliat, matanya terbelalak Hiong Hok Totiang binasa dalam
keadaan yang sangat mengerikan.
Saat itu berbareng pula petir menyambar dengan suara dahsyat. Hujan
belum lagi reda. Sinar kilatan petir itu sesaat menyinari wajah Kiam Ciu yang
kelihatan tegang dan ngeri ketika menyaksikan mayat Hiong Hok Totiang dalam
keadaan yang sangat mengerikan itu. Baru saat itu dia menyaksikan seseorang
binasa dengan sangat mengerikan akibat siksaan. Sekali lagi kilatan petir itu
menerangi dekat pintu gua dimana Kiam Ciu masih merenung dekat jenasah
pemimpin partai persilatan Bu-tong.
Tetapi ketika dia menyadari bahwa masih banyak tugas yang harus
diselesaikan, maka segeralah dia menggali lubang lahat didalam gua itu untuk
merawat mayat Hiong Hok Totiang. Semuanya itu dikerjakan dengan sangat
cepat dan mengerahkan tenaganya yang luar biasa. Maka tidaklah
mengherankan kalau dalam waku tiada lama telah selesai menyempurnakan
jenazah kakek itu dengan sangat sederhana,
Setelah selesai memakamkan jenazah pemimpin Bu-tong tadi, maka pemuda
itu memutar tubuh dan masih dengan kening berkerut dan tubuhnya lesu karena
sesalan dan rasa duka atas kejadian yang mengerikan itu, Kiam Ciu
meninggalkan gua itu. Tetapi langkahnya terhenti sejenak ketika dia menyadarinya bahwa dibawah
sebatang povon yang tinggi dan rindang didepan mulut gua tampak berdiri lima
orang Iaki-laki gagah berpakaian terbuat dari kulit singa. Orang-orang itu tampak
mengawasinya, mereka tampak seram dan geram dengan sorot mata menyalanyala.
"Tentu mereka inilah yang telah menjebak dan menganiaya Hiong Hok
Totiang . . " pikir Tong Kiam Ciu sambii melirik kearah kelima orang itu.
Kemudian Tong Kiam Cu membentak kearah kelima orang itu dengan suara
lantang dan tangan menuding kearah kelima orang dihadapannya.
"Hey kalian berlima harus bertanggung jawab atas kematian Hiong Hok
Totiang! Kalian harus mengganti jiwa atas kematian Hiong Hok Totiang !" seru
Tong Kiam Ciu dengan suara lantang dan gusar.
. 29 Mendengar jeritan Kiam Ciu yang lantang dan marah itu membuat suasana
yang dingin karena hawa pegunungan dan hujan itu menjadi panas. Salah
seorang dari kelima orang itu yang bertubuh besar pendek segera meloncat
kedepan diantara kawan-kawannya sehingga kelihatan lebih nyata. Orang itu
berseru dengan suara yang tinggi dan seperti suara wanita.
"Apa katamu anak muda ? Kami harus membayar dengan nyawa ?
Seenaknya saja kau bersuara dihadapan kami, batok kepalamu yang akan kami
copoti !" bentak orang itu dengan suara melengking seperti suara wanita.
"Ayoh kita pergi !" serunya kspada keempat kawan-kawannya.
Tetapi sebelum orang-orang itu pergi meninggalkan dengan segeralah Kiam
Ciu berseru pula lebih lantang dan tandas membentak keras.
"Tunggu.. .!" bentak Kiam Ciu dengan keras dan berwibawa, "Akulah yang
mewakili Hiong Hok Totiang untuk membuat perhitungan dengan kalian !"
"Kau pernah apa dengan si keparat Totiang itu ?" seru sipendek gemuk yang
rupa-rupanya adalah pemimpin diantara keempat orang-orang yang berpakaian
kulit singa itu. "Peduli apa dengan kalian, hubunganku dengan Hiong Hok Totiang adalah
urusanku . . . !" seru Kiam Ciu dengan suara gusar, tetapi diam-diam pemuda itu
telah siap siaga. Sesaat Kiam Ciu memperhatikan gerak-gerik kelima orang yang berada
didepannya itu. Mereka tampak sangat mencurigakan sekali. Dengan berloncatan
mereka membentuk sebuah gerakan dan tahu-tahu mereka telah berdiri sederet
dihadapan Kiam Ciu. Ketika keadaan mereka telah siap sama sekali, maka mereka dengan
berbareng telah meloncat menyerang Kiam Ciu. Serangan dengan serentak
dengan loncatan dan serangan tangan berbareng keempat orang-orang
berpakaian kulit singa itu kearah dada dan bagian-bagian kelemahan Kiam Ciu.
Sedangkan Tong Kiam Ciu yang telah siaga secara diam-diam tadi kini telah
mempersiapkan sebuah hantaman kedua tinjunya untuk menggempur hardik
serangan lawan. Maka kedua tinju Kiam Ciu berbareng dengan datangnya
serangan itu memukul kedepan.
. 30 Angin pukulan yang hebat telah mendampar dan menghalaukan serangan
pihak lawan dengan hebat sekali. Angin pukulan Kiam Ciu yang dilambari tenaga
dalam luar biasa itu sangat hebat pengaruhnya terhadap kelima orang lawan
yang kelihatan seram dan tegas itu.
"Kepandaian yang dahsyat sekali !" seru laki-laki bertubuh pendek gendut itu
dengan loncatan surut kebelakang tanpa sadar. "Ternyata kau dapat menahan
serangan kami tanpa kamu menderita luka dalam! Kitapun akan menyudahi
urusan ini jika kau sudi pula menyerahkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam
kepada kami.. .!" pemimpin orang-orang itu dengan nada membujuk dan
mengulurkan tangan kanan kedepan seraya mesem.
Tong Kiam Ciu merasa yakin bahwa dia dapat menundukkan lawannya
dalam beberapa jurus saja. Maka dia sangat berani untuk menantang dan
mendamprat kelima orang berbaju kulit singa itu.
"Menyerahkan pedang ini ? Hmmm . . kau seenaknya saja berbicara. Dengan
dalih apakah kau menghendaki penyerahan senjata pusaka ini?" seru Kiam Ciu
dengan kerutkan kening dan merasa gusar. "Pedang Oey-Liong-Kiam ini adalah
pedang warisan dari guruku, maka aku lebih berhak untuk menguasai benda
ini..!" sesaat Kiam Ciu terhenti karena menyaksikan gerak mencurigakan dari
kelima orang lawannya itu.
"Lagi pula kalau aku tidak sudi menyerahkan pedang ini kalian akan berbuat
apa terhadap diriku ?" seru Kiam Ciu dengan suara dampratan keras.
"Anak muda! Kau kira bahwa kau akan dapat lolos dari perangkap kami ?"
seru laki-laki pendek bertubuh gendut itu dengan mata mengkilat dan tidak luput
mengawasi terus pedang Oey-Liong-Kiam yang bergantung dipinggang Kiam
Ciu. Pedang berhulu kepala naga berwarna kuning.
"Kalian sudah berlima, masih juga akan menggunakan perangkap untuk
menangkap diriku seorang ?" seru Kiam Ciu dengan mata melotot dan mulut
dibulatkan kearah kelima orang berbaju kulit singa itu.
Tetapi kelima orang itu kini tidak menanggapi kata-kata Kiam Ciu, seo!aholah kata-kata itu tidak didengarnya. Kelima orang itu dengan tenang telah
memutar tubuh dan dengan tenangnya meninggalkan tempat itu.
. 31 Kini Kiam Ciu menjadi sangat heran dan tidak tahu maksud orang-orang
yang berada didepannya itu. Sama sekali dia tidak memahami segala macam
sifat kelima orang yang dianggap aneh itu oleh Tong Kiam Ciu.
Sebenarnya Kiam Ciu akan meloncat menerjang kelima orang itu dengan
tendangan dan pukulannya. Bahkan dia betul-betul ingin lekas-lekas
membinasakan kelima orang itu. Karena dia yakin benar bahwa Hiong Hok
Totiang telah dibinasakan oleh kelima orang berbaju kulit singa itu, Namun
dengan tiba-tiba dia teringat pesan gurunya Pek-hi-siu-si yang memesankan
dengan sangat ditandaskan.
"Hmmm.. . kalau begitu aku harus sangat berhati-hati menghadapi lima
orang ini, aku harus sabar dan teliti untuk mengusut kelima orang ini sebelum
bertindak lebih lanjut.. . " pikir Tong Kiam Ciu dengan menahan hasratnya untuk
menerkam dan membinasakan kelima laki-laki itu.
Kelima orang itu meninggalkan depan gua dimana Hiong Hok Totiang
terkubur dan Kiam Ciu berdiri melompong dan membisu dengan menahan
gejolak amukan amarahnya. Kelima orang itu berjalan sangat cepat, kemudian
memasuki semak belukar. Ketika langkah itu berjarak lima puluh depa maka
muncullah dua orang yang berpakaian sama pula dengan kulit singa dan
menjura kepada kelima orang itu. Kemudian setelah kelima orang itu berlalu
segeralah mereka berdua meloncat kembali masuk ke dalam gerumbulan.
(Bersambung Jilid 3) . 32 . 0 OEY LIONG KIAM (Warisan Jenderal Gak Hui)
Diolah Oleh : HO TJING HONG
Jilid ke 3 K IAM CIU mengikuti jejak kelima orang iiu. Disamping dia memang berhasrat
untuk menuntut balas atas kematian Hiong Hok Totiang juga dia ingin
mendapatkan sesuatu pengalaman yang luar biasa dalam persilatan. Rahasia
berbagai peristiwa kehidupan manusia.
Tetapi segala gerak-gerik orang berpakaian kulit singa yang dipandang
sangat aneh itu, terus diintai dan diikuti oleh Kiam Ciu. Sampai akhirnya kelima
orang itu mendaki pegunungan dan ketika sampai disebuah gua empat orang
telah langsung memasuki gua dengan meninggalkan seorang diluar gua. Orang
yang ditinggalkan itu kemudian melihat kebelakang, setelah itu melompat masuk
kedalam gua juga. Tong Kiam Ciu merasa bingung juga menyaksikan keadaan itu. Dengan
tindakan berhati-hati dan mata mengawasi waspada kedalam gua itu dia
berpikir, "Jika aku turut memasuki gua ini. kemungkinan besar aku tidak akan
dapat keluar lagi dengan selamat. Lebih baik aku menunggu saja diiuar!"
demikian pikir Tong Kiam Ciu sambil meraba-raba dinding depan mukut gua
dan matanya mengamati sekeliling gua itu.
"Hay.. hi.. hi. hi.. Apakah kau tidak rasa heran kalau sebentar lagi nyawamu
akan segera kami renggut ?!" suara itu keluar dari dalam gua yang semakin
lama semakin jauh. Suara itu berpantulan bergema membentur dinding gua
tetapi alunan suara itu bertambah jauh.
Setelah suara gema itu lenyap sama sekali, maka kini keadaan menjadi
sangat hening dari menyakitkan telinga. Kemudian terdengar titikan air dari
dinding atap gua jatuh dltampungan air yang melahangi batu. Suara air itu
sangat menusuk-nusuk hati terdengarnya dan dirasakannya.
Tong Kiam Ciu masih tetap berdiri didepan pintu gua. Suasana menjadi
sangat sepi dan gelap, hujan gerimis masib rintik-rintik dan sesekali terlihat
. 1 bunga api menerangi bumi dan gelap kembali. Lebih gelap rasanya daripada
sebelum silau karena kilatan halilintar itu.
Tetapi dengian sangat mengejutkan telah terjadi. Berhamburanlah sinar
obor berjatuhan dari langit menghujani Kiam Ciu yang ma sih berhenti. Hujan
obor itu sesaat menjadi reda dan tahu-tahu telah berdiri orang-orang berpakaian
kulit singa dengan memegarg obor ditangan kanan. Mereka berjumlah dua ratus
orang banyaknya. Sangat terperanjatlah Tong Kiam Ciu menyaksikan semuanya
itu. Tetapi dia tidak bersuara hanya meningkatkan kewaspadaannya atas segala
kemungkinan yang mungkin terjadi.
Orang-orang itu telah berdiri dihadapan dan disekitar Kiam Ciu dengan sikap
mengancam, dengan memperhatikan gerak-gerik mereka itu tahulah Kiam Ciu
bahwa orang-orang itu sudah tidak sabar lagi untuk menerima tanda
penyerangan terhadap Tong Kiam Cui yang telah terjebak keatas puncak
pegunungan. Salah seorang diantata kedua ratus orang itu adalah seorang yang bertubuh
gendut dan pendek, Orang yang tadi telah berhadapan dengan Kiam Ciu didepan
gua dimana kakek Hiong Hok Totiang terkubur. Dia adalah pemimpin gerombolan
orang-orang yang mengepung Kiam Ciu saat itu.
"Hey anak muda ! Apakah sekarang kau bersedia menyerahkan pedang
pusaka Oey-Long-Kiam ? Kau memang lihay.. tetapi kau akan tewas juga
akhirnya jika berani melawan kita.. pertimbarakanlah masak-masak hal itu dan
lekas !" seru laki-laki pendek gendut itu berseru lantang. Sinar matanya
mengkilat seperti kilatan api obor ditangan anak buahnya.
"Aku belum pernah kenal dengan kalian sebelum ini, juga aku tidak akan
semudah seperti sangkamu untuk dengan begitu saja menyerahkan pedang
pusaka ini kepada siapapun. Hanya dengan melangkahi mayatku baru kalian
dapat merebut pedang ini ! Atas dasar melindungi pedang pusaka guruku inilah
aku tidak dapat sungkan-sungkan lagi untuk menghadapi kalian ?" seru Kiam Ciu
sambil menyilangkan kedua lengannya didada untuk menghadapi segala
kemungkinan yang datang dengan tiba-tiba.
"Jadi kau betkeras kepala ?" seru laki-laki gendut pendek itu dengan
membentak dan mata melotot mengeluarkan bunga api. "Kau akan menyesal
. 2 kelak !" seru pemimpin itu sekali lagi dengan mengangkat tangan memberikan
isyarat kepada orang-orang yang berdiri dibelakang Kiam Ciu untuk menyerang
berbareng. Tong Kiam Ciu tahu babwa orang-orang yang ber diri dibelakangnya telah
mendapat aba-aba untuk meyerang. Maka dengan cepat Kiam Ciu
memutar tubuh dan surut selangkah untuk memasang kuda-kuda menghadapi
serangan hebat serentak dari lawannya.
Saat itu seolah-olah jantung Kiam Ciu terbang, karena sebelumnya
dirasakannya Kiam Ciu menginjak sesuatu yang lunak kemudian seperti terhisap
Kiam Ciu terdorong kebelakang dan terperosok kedalam sebuah lubang sumur
yang dalam. Ternyata musuhnya telah memasang perangkap dengan membuat lubanglubang sumur yang ditutupinya dengan tanah dan rumput. Setiap lawan yang
masuk dalam jebakan itu akan ditimpuki dengan batu-batu keras dan besar
serta ditimbuninya hingga binasa.
Tong Kiam Ciu meronta dan berusaha
malawan timpukan batu-batu berhamburan
dan hampir membentur kepala Kiam Ciu.
Namun dengan kepalan tinju yang luar
biasa ia telah menghantam hancur batubatu yang menimbuninya dengan gigih dan
batu-batu itu berhamburan.
Beberapa saat sebelumnya Hiong Hok
Totiang atau ketua partai silat Bu-tong telah
masuk kedalam jebakan itu dan menjadi
korbannya. Tetapi berkat kehebatan ilmu
tenaga dalamnya yang hebat, maka dia
sempat bertahan. Hiong Hok Totiang yang
dianggap telab binasa itu dibiarkan tertimbun hancur dalam lubang perangkap
yang penuh batu itu, Namun Hiong Hok Totiang yang dianggap telah tewas itu.
dengan usahanya yang bersusah payah telah dapat merangkak keatas dari
lubang jebakan, semuanya itu dilakukannya pada malam hari, ia bermaksud
. 3 bersembunyi dalam gua sambil menantikan tenaga dalamnya pulih kembali
serta luka-lukanya menjadi sembuh. Terapi luka-luka yang tengah di deritanya
itu terlalu berat. Sehingga tubuh yang telah loyo dan tua itu serasa tiada tertahan lagi. Maka
ketika dia telah bertemu dengan Kiam Ciu merasa sangat senang hatinya dan
berarti satu tugasnya yang sangat diprihatintan itu dapat diselesaikannya.
Setelah kakek itu menyerahkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam kepada Tong
Kiam Ciu maka kakek itu lalu tersungkur dan binasa.
Tidak percuma Tong Kiam Ciu mempelajari ilmu sikat dari keempat gurunya.
Dengari tekun pemuda itu telah mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dari
keempat gurunya dan tanpa rasa lelah. Terutama ilmu ginkang yang telah
diturunkan oleh Pek Giok Bwee. Ilmu yang sangat luar biasa dan pada saat-saat
seperti saat terjepit ini maka Kiam Ciu segera mengembangkan ilmu
meringankan tubuh hingga dirinya tidak terseret masuk kedalam lubang jebakan
itu dengan deras dan terbanting.
Ilmu meringankan tubuh yang dulu ditelaga Cui-ouw selalu dilatihnya
bersama dengan Ji Tong Bwee ternyata kini sangat berguna dan dengan
menghentakkan kaki kanan dengan jurus Pek-yan-ciong-thian atau asap putih
membumbung kelangit sambil menghunus pedang Naga Kuning ditangan kanan
Kiam Ciu langsung meloncat menyerang musuh.
Tiba-tiba suasana disekitar gua itu menjadi gelap gulita. Orang-orang yang
memegang obor berhamburan lari sambil melemparkan obor mereka kedalam
lubang perangkap. Tong Kiam Ciu tidak berani untuk meneruskan menyerang dan menghajar
musuhnya itu sangat khawatir dengan kelicikan lawan. Dia sangat berhati-hati
dan merasa seolah-olah dirinya masih dalam pengawasan dan pengintaian
lawan. Karena Kiam Ciu tahu bahwa lawannya sangat licik kemungkinan masih
dapat terjadi dan dia dapat mati konyol dan penasaran.
"Siauwhiap (pendekar muda) ! Kau walaupun masih muda usiamu, namun
ternyata betul-betul sangat lihay, kau beruntung telah dapat terbebas dari
bahaya maut! Tetapi.. " seru sebuah suara yang sudah dikenal sejak didepan gua
. 4 dipegunungan Tay Pie san dipropiosi Ouw pak dimana pemimpin partai
persilatan Bu-tong terkubur.
"Tetapi apa!" seru Tong Kiam Ciu memotong kata-kata orang itu.
"Kita dari partai persilatan Kim-sai-pang (Singa kuning mas) tidak akan
menyerangmu lagi!" jawab laki-laki itu dengan suara tegas.
"Hey pengecut biadab!" bentak Kiam Ciu dengan suar gusar. "Kalian telah
banyak membinasakan orang-orang gagah dengan keji. Sekarang
pergunakanlah kekejianmu itu terhadapku !" seru Tong Kiam Ciu dengan
mendongak dan berseru kearah datangnya suara itu.
"Kita tidak akan menyerangmu lagi, karena partai kami mempunyai suatu
peraturan. Jika kita gagal menjebak musuh kita dilarang untuk bertindak lebih
lanjut ! Sekarang walaupun Siauwhiap minta kepada kami untuk diserang namun
kami sungkan untuk bertindak !" sambung suara itu lagi dengan datar.
Kemudian terdengar suara raungan seperti raungan singa jantan, raungan
itu bertambah jauh, semakin jauh dan sayup-sayup terdengar kemudian lenyap
sama sekali. "Hemm" aku telah sampai di markas partai Kim-sai-pang" guman Kiam Ciu
kemudian matanya menatap pedang Oey-Liong-Kiam, tampaklah kilatan kuning
memijar, kemudian terdengar pedang itu disarungkan kembali.
Tong Kiam Ciu teringat kembali tugasnya di puncak Ciok yong-hong
dipegunungan Heng-san untuk menghadiri pertemuan para pendekar Bu lim
pada pertemuan Bulim-tahwee lima belas hari lagi. Maka segeralah dia
meninggalkan tempat itu dan untuk sementara dia melupakan dulu persoalan
dengan golongan Kim-sai-pang. Dengan menarik nafas panjang pemuda itu
menyaksikan sekitar tempat dimana tadi dia terjebak. Semuanya gelap, tetapi
dia telah mengingat-ingat tempat itu dengan jelas dalam benaknya. Untuk suatu
ketika kelak dia akan kembali lagi,
Pegunungan Heng-san terletak di tengah Propinsi Ouw lam. Pegunungan itu
terdiri dari tujuh puluh lima banyaknya. Salah satu puncaknya yang sangat
terkenal diantara puncak-puncak yang lain ialah puncak Ciok yong-hong
sedangkan di kaki puncak Ciok yong-hong itu terdapat sebuah desa kecil
. 5 bernama Pek mau. Pada waktu-waktu tertentu tempat itu banyak dikunjungi
orang untuk bersembahyang, orang-orang itu berkunjung dan bersembahyang
dipuncak Ciok yong-hong dan walaupun desa Pek-mau itu adalah desa yang
kecil, namun ada dua bangunan penginapan untuk menampung para
pengunjung itu. Saat-saat cepat berlalu, dengan tiada terasa telah dua minggu berlalu.
Kesibukan didesa Pek-mau sangat luar biasa. Telah berkumpul banyak sekali
pendatang dari segala jurusan dan propinsi. Karena adalah orang-orang yang
sangat tertarik dengan segala macam yang akan terjadi diatas puncak Ciok
yong-hong. Karena sehari lagi di puncak Ciok yong-hong akan diadakan
pertemuan para tokoh persilatan dari segala penjuru. Pertemuan jago-jago silat
dari kalangan Kang-ouw itu akan diakhiri dengan pertandingan ilmu silat di
arena Bu lim tahwee. Diantara orang-orang itu tampak pula Tong Kiam Ciu dengan mendengakkan
wajahnya pemuda itu mencari penginapan. Maka segeralah pemuda
itu menghampirinya dan langsung menemui seorang pengurus. Kudanya
ditambatkan diiuar, "Saudara aku ingin bermalam disini apakah masih ada tempat satu kamar
untukku?" seru Tong Kiam Ciu dengan penuh harapan. Karena dia khawatir juga
kalau sampai kehabisan kamar melihat begitu banyaknya para pengunjung di
desa Pek-mau itu, "Hemmmm . . . tuan, selama dua hari ini terlalu banyak tamu datang. Dua
penginapan di desa ini telah penuh semua kamarnya dipesan oleh tamu-tamu.
Tetapi untuk Tuan kami dapat menyediakan sebuah kamar.." jawab pengurus
penginapan itu dengan tersenyum ramah.
"Terimakasih. Tolong berilah makan kudaku itu. Aku akan memberi tambahan
nanti" seru Tong Kiam Ciu sambil menuding kearah seekor kuda yang tertambat
didepan, Karena dalam perjalanan tadi kuda yang dipergunakan Tong Kiam Ciu
belum diberi makan. "Baik Tuan. Kami harap tuan tidak usah merasa khawatir, semuanya akan
kami lakukan dengan baik dan memuaskan" seru pengurus penginapan seraya
. 6 menghormat tamunya dan kemudian bertepuk tangan memanggil pelayan hotel
untuk mengurus segala sesuatu keperluan Tong Kiam Ciu.
Ketika Tong Kiam Ciu memutar tubuh dan bergerak untuk masuk ke ruang
tamu tampaklah beberapa orang telah mengangkat wajah dan ada pula yang
berpaling memandang pemuda itu. Namun Kiam Ciu tetap bersikap tenang saja.
Sedangkan pedang pusaka Oey-Liong-Kiam digendongnya dipunggung dan
tampak tersembul hulu naga kuning kelihatan dari bahu kanannya. Ruparupanya semua yang berada di tempat itu merasa heran menyaksikan pedang
pusaka Oey-Liong-Kiam dibawa oleh seorang pemuda belia.
Namun pemuda itu terus saja mengikuti pelayan penginapan yang
membawa dia ke kekamar yang telah disedhakab. Langkahnya tegap dan pasti,
menggambarkan bahwa pe muda itu adalah seorang pemuJa yang telah terlatih
untuk percaya kepada diri sendiri.
Sore harinya ketika Tong Kiam Ciu sedang makan sore seorang diri, tibatiba datang menghampiri ke tempat duduknya seorang pemuda yang lebih
muda dari Kiam Ciu sekira pemuda itu berumur dua puluh tahun. Pemuda itu
berwajah putih bersih, bertubuh kurus kering. Dengan hormat dan tersenyum.
"Aku bernama Li Hok Tian, orang-orang kalangan Kang ouw memanggilku
dengan sebultan Siauw kut-liong (Naga Kurus). Apakah diperbolehkan aku untuk
duduk bersama-sama dengan anda ?" seru pemuda kurus itu dengan suara
mendatar, sopan dan hormat.
Sesaat Tong Kiam C.u menatap wajah pemuda kurus itu. kemudian
tersenyum dan mempersilahkan pemuda itu untuk duduk semeja dengan Kiam
Ciu. "Aku bernama Tong Kiam Ciu. baru saja terjun kedalam dunia Kang-ouw.."
jawab Kiam Ciu dengan hormat dan ramah.
"Kuharap saudara Tong tidak bergusar hati, karena aku akan mengajukan
suatu pertanyaan. Dimanakah saudara Tong memperoleh pedang pusaka Oey
liong-kiam itu ?" seru Siauw kut-liong dengan berterus terang.
"Saudara Li, bukankah kita baru saja ber kenalan ? kukira pertanyaanmu itu
melewati batas kesopanin !" seru Kiam Ciu sambil menatap wajah pemuda
. 7 dihadapannya. Kemudian Kiam Ciu acuh tak acuh dan menyuapkan
hidangannya. "Saudara Tong, kukira apa yang kulakukan ini bukan suatu kelancangan.
Apakah kau sudah tak tahu aku ini siapa ?" seru pemuda kurus itu seraya
menjulurkan kedua jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan kearah tangan
Kiam Ciu yang sedang mengumpit makanannya. Pemuda itu mencoba tenaga
dalam Kiam Ciu. Perbuatan kedua pemuda itu diperhatikan oleh para tamu. Terutama
diperhatikan betul-betul dengan seksama oleh seorang pemuda yang
berpakaian compang camping, rambutnya terurai dibiarkan menggerai dibahu
bahkan sebagian menyibak ke wajahnya. Pemuda itu duduk di suaiu sudut
menghadap kearah dimana Kiam Ciu duduk.
Sebetulnya Li Hok Tian atau Siauw kut-liong adalah murid kesayangan Hiong
Hok Totiang. Li Hok Tian telah turun kedunia persilatan dan berkelana
dikaiangan kangouw selama dua tabun. Partai persilatan Bu-tong sangat
termashur dengan ilmu pedangnya, Semenjak berkelana dikalangan Kangouw
Li Hok Tian hanya menemui dua orang pendekar yang kuat. Sedangkan musuhmusuh lainnya dia kalahkan dengan ilmu pedangnya Hui-liong-cit kiamsut atau
jurus naga terbang sehingga dikalangan Kangouw dia mendapat gelar si Naga
Kurus atau Siauw kut-liong.
Setelah merasakan tekanan sumpit Tong Kiam Ciu dia merasa terperanjat.
Karena dia belum peroab dipermainkan sedemikian rupa oleh siapapun. Maka
dengan sangat gusar dan merasakan dia ingin segera melabrak Kiam Ciu.
pemuda yang baru saja dikenalnya itu. Tetapi sesaat kemudian ketika matanya
melirik kearah hulu pedang yang bersembul dibahu Kiam Ciu pemuda kurus itu
menjadi sangsi dan dia tersenyum.
"Pedang Oey-liong-kiam itu telah dititipkan oleh Pek-hi-siu-si kepada Hiong
Hok Totiang pemimpin partai persilatan Bu-tong dan beliau adalah guruku." seru
Li Hok Tian dengan jelas dan tegas.
"Ohhh.. saudara Li adalah murid Hiong Hok Totiang ?. Adapun tentang pedang
ini sebetulnya aku ingin ceriterakan kepada warga mandala partai Bu-tong,
sewaktu-waktu bila aku mengunjungi markas partai Bu-tong. Sama sekali tidak
. 8 diduga bahwa hari ini aku dapat berjumpa dengan saudara Li disini. Marilah
persoalan ini kita bicarakan dengan tenang!" seru Kiam Ciu dengan suara penuh
keramahan dan berhati-hati.
Sementara itu terliha.lah perubahan wajah Li Hok Tian, kelihatanlah pemuda
kurus itu agak tenang sedikit.
"Pedang pusaka ini aku terima dari tangan guru saudara Li hanya sayang
sekali Hong Hok Totiang telah wafat, dan sebelum menutup mata beliau telah.."
seru Kiam Ciu menjelaskan terputus.
"Hah? Guruku telah binasa, apatah kau yang telah membunuh ?" desak Li Hok
Tian dengan suara gusar sekail.
Stelah berkata demikian Li Hok Tian meloncat berdiri dan langsung
mengirimkan serangan dengan dua jari tangan kanan menuju kearah kedua
mata Kiam Ciu. Tetapi Kiam Ciu memiringVan tubuhnya seraya membentak
lantang. "Saudara Li ! Tunggu dulu, sabar ! Kau jangan keliru, jangan salah paham dan
salah terka ! Gurumu telah dianiaya oleh orang-orang dari partai Kim-sai-pang.
Sebelum gurumu wafat, beliau telah memberikan pening kuningan ini kepadaku!"
Kiam Ciu merogoh sakunya dan mengubah mencari benda sebesar tiga jari
tangan berwarna kuning. Sebuah benda pengenal dari partai Bu-tong. Seketika
itu wajahnya pias dan berkeringat karena benda itu telah lenyap dari
sakunya. "Ohh.. mungkin pening kuningan itu jatuh ketika aku dikepung oleh
partai Kim-sai-pang?" pikir Kiam Ciu dengan diam-diam dan masih mencari
pening itu dalam sakunya.
"Kau dapat menipu terhadap orang lain. tetapi terhadapku kau jangan harap
dan sekali sekali jangan mencoba menipuku. Kau harus membayar dengan
nyawa untuk menebus kematian suhuku.!" gemboran itu diakhiri dengan sebuah
loncatan seraya mengirimkan tendagan ke arah Kiam Ciu.
Mendapat serangan yang datangnya dengan tiba-tiba itu, Kiam Ciu tampak
agak gugup. Tetapi segera telah berubah berdirinya dengan menarik lalu
geserkan kaki kanan hingga semuanya sangat berubah.
"Tahan dulu !" bentak Kiam Ciu menbentangkan kedua tangannya didepan.
. 9 Tetapi Li Hok Tian telah melompat dari tampak sangat gusar sekali sehingga
kursi dan meja bergelimpangan dilantai,
"Saudara Li tahan dulu ! kau harus bertindak dengan kepala dingin, atau kau
akan menyesal dikemudian hari !" seru Kiam Ciu.
Siauw Kut Liong terus menyerang tanpa dapat menahan gejolak hatinya
yang dirangsang oleh amarah yang meluap. Sedangkan Tong Kiam Ciu telah
menyadari bahwa si Naga Kurus itu hanya salah paham, maka Kiam Ciu tidak
mau membalas menyerangnya. Hanya dengan gesit Kiam Ciu mengelakkan tiap
serangan yang datang. Kemudian untuk menghindari segala kemungkinan yang
tidak diinginkan maka pemuda itu lalu dengan gesit lelah meloncat melalui
jendela keluar dari ruang dalam hotel itu, loncatan dengan menggunakan ilmu
Hu-liong-jauw-jit atau Naga terbang melalui matahari.
Tetapi Li Hok Tian tak kalah gesitnya. Dengan Sekali loncatan pula telah
menyambar lengan kanan Kiam Ciu dan mengirimkan sebuah gablokan kearah
punggung Kiam Ciu. Secepat kilat pula Kiam Ciu telah memutar tubuh dan berhasil membuyarkan
serangan Li Hok Tian dan menyambar baju si Naga Kurus sambil membentak
lantang. "Saudara Li ! Kau janganlah salah paham jika aku nanti dapat menemukan
logam pengenal itu maka aku dapat membuktikan bahwa aku tidak berdusta.
Kuharap kelak kau tidak mengejar-ngejar aku lagi.. !" Setelah berseru
demikian Kam Ciu telah melepaskan cengkeramannya dan lari kearah kuda
putihnya. Saat itu banyak orang yang telah menyaksikan serangan-serangan yang
diiancarkan oleh Li Hok Tian dapat dihindari oleh Kiam Ciu. Walaupun Kiam Ciu
telah bertindak dengan bijaksana tidak membuat malu lawannya. Namun karena
terlalu banyak orang yang menyaksikan itu hingga Li Hok Tian menjadi sangat
malu dan bertambah gusar, maka tetap mengejarnya dan membentak kearah
Kiam Ciu. "Tahan ! Terima seranganku !" seru Li Hok Tian sambil menggerakkan tangan
kanan dan terdengarlah desingan-desingan.
. 10 Bersamaan dengan meluncurnya bentakkan itu, Li Hok Tian telah
melemparkan senjata rahasia yang berupa cincin besi sejumlah enam buah
telah meluncur mengarah ketubuh Kiam Ciu. Sedangkan pemuda itu sedang
memegang pelana kudanya. Tong Kiam Ciu telah mendengarkan datang nya serangan keenam cincin
besi yang berdesing kearah enam tempat kelemahan Kiam Ciu. Tetapi pemuda
itu sengaja tidak akan menghindari datagnya serangan rahasia itu. Kiam Ciu
sengaja memang akao memamerkan kepada Li Hok Tian kehebatan ilmu Bu teksin-kang. Maka dengan mengembangkan ilmu andalannya itu yang dirangkapi
dengan tenaga dalam dan terdengarlah suara "Duk ! berturut-tueut enam kali.
Ternyata sangat luar biasa keenam cincin besi itu mental balik kearah
majikannya. Menyaksikan kilatan keenam senjita rahasia cincin besi yang balik
menyerang dirinya, maka Li Hok Tian menjadi sangat terperanjat. Maka dengan
sigap pemuda itu melocnat kesamping dan melindungi ketiga jalan darah yang
pokok untuk menghindari serangan senjata rahasianya sendiri yang dipukul
balik dengan kehebatan Bu tek sin-kang oleh Kiam Ciu. Para penonton hampir
serentak berseru kagum. Begitu pula LI Hok Tian merasa kagum juga akan
kehebatan Kiam Ciu. Karena baru kali ini pemuda yang bergelar si Naga Kurus
atau Siauw kut liong serangan senjata rahasianya gagai bahkan dapat dipukul
balik oleh pihak lawan. Karena sangat tergesa-gesa itu si Naga Kurus atau Siauw Kut Liong hingga
terhuyung hampir jatuh bahkan seperti orang yang tengah mabuk arak. Pada
saat itulah Kiam Ciu menghentakkan kakinya dan melompat kepunggung kuda
putihnya, dengan sekali gerak kuda itu telah meloncat bagaikan terbang
meninggalkan rumah penginapan.
Diantara orang-orang yang hadlir ditempat itu terdengar ada yang nyeletuk
memuji dengan nada suara penuh kekaguman.
"Ohh . . Hui-hong-bu-liu (Angin topan menghembus pohon Liu) suatu jurus
yang sangat hebat!" . 11 Memang apa yang dilakukan oleh Tong Kiam Ciu adalah Jurus Hui-hong-buliu yang telah dilancarkan oleh Kiam Ciu. Ilmu yang telah diwarisinya dari Siauw
Liang. Tetapi yang sangat mengherankan justru yang berseru kagum itu adalah
seorang pemuda yang berpakaian compang-camping dan berambut awutawutan terurai bahkan sebagian rambutnya ada beberapa lembar menyibak
kedepan. Sehingga kelihatan terkadang pemuda itu menyibakkan rambutnya
kebelakang. Tong Kiam Ciu terus membedalkan kudanya. Dari desa Pek-mau terus
menerobos masuk kedalam hutan lebat dikaki pegunungan Heng san. Saat itu
bulan purnama yang bundar dan terang bersih sedang berkembang menyinari
mayapada. Tanpa penghalang mendung segumpalpun.
Kuda putih yang gagah dan Kiam Ciu dengan tenang telah duduk diatas
punggung kuda itu. Dipandangnya puncak Ciok yong-hong dengan tarikkan nafas
panjang dan terasalah kesegaran hawa sejuk pegunungan malam itu. Sesekali
terasa angin semilir menyentuh kulit halus pemuda itu.
Tong Kiam Ciu menarik tali kekang kudanya, pendengarannya yang telah
terlatih menangkap suatu suara yang aneh didalam hutan. Maka dengan sangat
berhati-hati diperhatikannya sekitar tempat itu dengan teliti. Dengan cepat dia
mengalihkan pandangannya kearah suatu tempat lebih kurang seratus depa
dari tempatnya mengintai. Apa yang dilihatnya menarik perhatian pemuda itu.
Tampak seorang laki-laki yang bertubuh tinggi besar dengan berjambang
bauk tetapi kepalanya botak, laki-laki botak itu tampak seolah-olah sedang
memikirkan sesuatu yang sangat berat. Tampak sebilah pedang terpancang
dipunggung laki-laki itu. Tetapi tiba-tiba orang itu mencabut pedangnya dan
berseru lantang dan "Crak !" terdengar suara bacokkan tahu-tahu pohon kecil
didepan laki-laki itu telah roboh dan putus. Kemudian dengan gerak memutar
dan cepat laksana kilat pedangnya telah meluncur di udara, kearah sebatang
pohon yang terletak sekira sepuluh depa jauhnya.
Sungguh sangat mengagumkan bahwa pedang itu bagaikan dikendalikan
oleh suatu kekuatan gaib telah memutari pohon besar itu dan meluncur balik
. 12 kearah laki-laki yang melemparkannya. Permainan pedang itu adalah ilmu Huiki la-ki.
"Wah, beul-betul suatu ilmu pedang yang baik dan sangat mengagumkan.
Sungguh hebat kepandaian orang itu, kalau tidak salah orang itu adalah Eng Ciok
Taysu pemimpin partai persilatan Siauw-lim dipropinsi Hokkian. Aku sering
mendapat ceritera dari Twa-supee, dengan kepandaiannya itu dia dapat
memenggal kepala lawan dari jarak jauh" demikian pikir Tong Kiam Ciu dengan
diam-diam dalam persembunyiannya.
Kemudian tampak laki-laki yang berpakaian pendeta itu dalam keadaan
siaga seperti tadi. Kelebatan senjatanya dibarengi dengau robohnya sebatang
pohon besar disamping laki-laki gundul itu. Kemudian meloncat kesamping dan
beberapa kali membacokan pedangnya pada sebatang pohon itu dapat roboh.
"Hemmm.. . setelah beberapa kali baru pohon ini roboh. Sungguh aku telah
tua. Ternyata Eng Ciok sekarang sudah bukan Eng Ciok puluhan tahun yang lalu.
Kini untuk merobohkan sebatang pohon yang tidak berapa besar saja
memerlukan terlalu banyak, tenaga.. " gumam pendeta gundul itu dengan suara
yang ditujukan kepada dirinya sendiri.
Sesaat kemudian dia mendogak ke langit dan menyaksikan bulan purnama
yang bersinar terang dengan bintang-bintang bertaburan diangkasa tanpa
diganggu oleh mega dan mendung.
"Sepuluh tahun yang lalu aku tidak berhasil merebut pedang pusaka Oeyliong-kiam yang tersohor merupakan pedang nomor satu dikolong langit. Jika
kali ini aku juga tidak berbasil merebutnya, maka runtuhlah namaku sebagai
pemimpin pariai Siauw-lim dan aku tidak akan punya muka untuk mengampuni
saudara-saudara seperguruan dan murid-muridku" gumam taysu seorang diri.
"Hemmm.. tidak salah dugaanku. Ternyata betul-betul orang itu adalah
pemimpin partau persilatan Siauw-Lim. Tetapi mengapa dia mengeluh
sedemikian rupa, apakah kepandaiannya sekarang dirasakannya telah
menurun?" pikir Tong Kiam Ciu sambil mengelus-elus pedangnya yang masih
terpampang dipunggung, Terapi tiba-tiba kudanya meringkik keras dan
mengejutkan Tong Kiam Ciu sendiri.
. 13 Mendengar ringkikan kuda itu Eng Ciok Taysu menegur.
Tetapi kakek itu tidak menghadap kearah Tong Kiam Ciu. Pemimpin Siauwlim itu menghadap kearah yang berlainan.
Berbareng dengan berhentinya suara teguran taysu itu terdengarlah suara
tertawa terbahak-bahak. Kemudian muncullah seorang laki-laki berumur
setengah abad. Laki-laki itu mengenakan jubah berwarna kuning. berwajah
muram dan matanya sipit, bermulat lebar dan hidungnya seperti bawang merah.
Tahu-tahu laki-laki setengah abad umurnya itu telah berada didepan Eng Ciok
Taysu. "Hey.. kepala gundul !" bentak orrang itu, kau berlagak betul, baru saja kau
tiba di tempat ini tahu-tahu kau telah memamerkan kepandaianmu! Kau seolaholah mearasa yakin bahha kau akan memperoleh pedang pusaka Oey-liongkiam. Kau sudah begitu tua. mengapa begitu bodoh ingin juga turut
memperebutkan pedang pusaka itu? ! Kalau begitu tujuanmu taysu. bukankah
kedatanganmu ke puncak Ciok yong-hong dalam pertemuan Bu lim Tahwee
berarti mengantarkan nyawa?" seru orang yang baru datang dan berhidung
seperti bawang merah itu kemudian diselingi dengan senyuman lebar.
Kemudian terdengarlah orang itu tertawa terbahak-bahak yang bersifat
sangat menyakitkan hati Eng Ciok Taysu. Orang yang berhidung
bagaikan bawang merah itu tiada lain adalah Kiat Koan yang angkuh, dia adalah
pemimpin partai persilatan Kong-tong.
"Hemmm.. . jika aku tidak akan mampu untuk merebut pedang itu, apakah kau
kira bahwa kau akan mampu untuk merebutnya?"
"Betul, aku pasti dapat merebut pedang itu!" seru Kiat Koan dengan nada
penuh kecongkakan . "Meskipun kau adalah seorahg tokoh persilatan yang penuh dengan
perbuatan-perbuatan kotor dimasa lampau tetapi jika ternyata kau dapat
merebut pedang itu maka aku bersumpah akan menjura tiga kali dihadapanmu!"
seru Eng Ciok Taysu dengan suara sinis.
"Hey kepala gundul, aku tiada gunanya berdebat denganmu! Karena ternyata
kau memang pandai berbicara. Aku telah datang ke puncak Ciok yong-hong
. 14 untuk mengambil bagian dalam penemuan Bu lim-tahwee. Satu-satunya orang
yang paling kusegani adalah Pek-hi-siu-si. Tetapi aku tahu bahwa delapan tahun
yang lalu kakek itu telah mendapat luka dalam yang sangat hebat. dan dia telah
menyerahkan pedang Oey-liong-kiam kepada Hiong Hok Totiang dengan
demikian dia telah mengundurkan diri. Selama beberapa tahun ini aku telah giat
melatih dan memperdalam ilmu Bu sa ciang (tinju sapu jagad) maka kini aku
merasa yakin dapat merobohkan para pendekar termasuk kau sendiri!" seru Kiat
Koan dengan suara sombong dan senyumannya yang lebar memuakkan.
"Aiii.. Congkak benar si hidung bawang ini" pikir Tong Kiam Ciu "dia membual
seenaknya saja, apakah dia menyangka bahwa dirinya yang paling jago di
kolong langit ini ?!"
Pada saat itu tampaklah suatu perubahan pada diri sipendeta, sama sekali
dia tidak dapat meneriakan kata-kata sombong dan sangat merendah orang lain
itu. Maka sangat gusarlah hati Eng Ciok Taysu.
"Hayo iblis hidung bawang ! Sebetulnya siapa yang pandai bicara ? Aku atau
kau !" seru Eng Ciok Taysu dengan gusar.
"Hah ? Tidak perlu kita terlalu banyak bicara. Jika kau masih meragukan ilmu
Bu sa ciang kau dapat mencobanya !" seru Kiat Koan dengan nada suara
menantarg dan gusar. Saat itu bulan masih memancarkan sinarnya yang terang dengan beriburibu bintang berhamburan di langit.
Ketika mendengar kata-kata yang pedas dan bersifat menantang itu
tersinggunglah kesabaran Eng Ciok Taysu. Maka kakek gundul itu segera
memperbaiki kuda-kudanya sambil melangkah satu tindak. Dengan sorot mata
menyala Eng Ciok Taysu memandang sihidung bawang. Rupa-rupanya
pertarungan hebat diantara kedua orang itu tidak dapat dihindari lagi.
Dalam detik yang panas dan menegangkan itu, tiba-tiba tampak dua buah
bayangan tetah melayang dibarengi dengan seribitan angin sejuk. Bayangan itu
telah datang dengan tiba-tiba dan tampak dua orang yang telah berdiri
diantara kedua orang yang akan mengadakan pertandingan mengadu tebalnya
kulit kerasnya tulang dengan saling bersikeras.
. 15 Bayangan yang satu adalah seorang laki-laki tua berpakaian seperti seorang
pelajar, rambut dan jenggotnya telah putih, dipunggungnya terpampang sebilah
pedang. Kakek itu yang terkenal dengan gelar Tie kiam suseng (si mahasiswa
berpedang baja) pemimpin partai persilatan Tie kiam bun yang bernama Pek
Giok Tong. Sedangkan bayangan yang satunya lagi adalah seorang rahib wanita yang
berwajah kejam dan bersenjata tongkat. Dikalangan persilatan dia dikenai
sebagai Siok-soat Shin-si.
Eng Ciok Taysu maupun Liat Kiat Koan merasa sangat terperanjat ketika
menyaksikan kedatangan kedua orang tokoh itu.
Dengan pandangan mata penuh keheranan Kiat Koan memperhatikan
kedatangan kedua orang itu dan berpikir, "Aneh, kakek dan nenek itu belum
pernah datang ke puncak Ciok yong-hong untuk turut serta menghadiri
pertemuan Bulim Tahwee. Tetapi sekarang.. . . "
Tie kiam su-seng tidak memperhatikan sama sekali keadaan pemimpin
partai Kong-tong yang congkak itu. Ia hanya tersenyum dan mengangkat kedua
tangannya menghaturkan hormat kepada Eng Ciok Taysu seraya berkata:
"Eng Ciok Taysu. kita sudah lama tidak saling berjumpa. apakah Taysu baikbaik saja ? Taysu tidak perlu bertengkar dengan sihidung bawang itu. Jika betulbetul memang dia adalah seorang jago, maka dia dapat membuktikan kehebatan
itu di puncak Ciok-yong hong nanti. Saat ini aku mempunyai suatu perkara yang
akan dirundingkan dengan Taysu, maka sebaiknya kita cepat-cepat
meninggalkan tempat ini sekarang !" seru kakek Pek Giok Tong.
Eng Ciok Taysu membalas hormat orang itu kemudian mengangkat
wajahnya dan berseru dengan suara ramah dan sopan.
"Sama sekali aku tidak menduga akan pertemuan ini. Aku tak pernah
memimpikan akan bertemu dengan saudara Pek dan Siok-soat Shin-ni ditempat
ini. Saat ini kurasa sudah pada waktunya kita harus cepat-cepat meninggalkan
tempat ini. Ayolah kita lekas meninggalkan tempat ini "
Kemudian tanpa menghiraukan lagi kepada Liat Kiat Koan, mereka bertiga
segera berlalu dari tempat itu.
. 16 Diperlakukan seperti itu Liat Kiat Koan merasa gusar dan sangat mendongkol
sekali. Tetapi si Hidung Bawang itu masih sempat mendengar ketiga orang itu
menyebut- Ang-tok-ouw atau telaga Ang-tok dan kota Pek-seng.
"Kota Pek-seng. Apakah kitab ilmu silat Pek-seng betul-betul berada dikota
Pek-seng ?" pikir Liat Kiat Koan sambil berjalan dengan menundukkan kepala
menuju kepuncak Ciok yong-hong.
***** Pegunungan Heng san dengan puncaknya yang bernama Ciok yong-hong.
Ciok yong-hong adalah sebuah dataran tinggi seluas sekira seratus depa persegi
ditumbuhi oleh rumput yang hijau dan tebal. Terdapat jurang yang sangat
curam. Tiga sisi jurang itu terdapat hutan pohon beringin yang sangat rindang.
Memang tempat yang sangat mengagumkan dan tidak banyak terdapat di
tempat lainnya. Puncak Ciok yong-hong mempunyai keistimewaan
tersendiri. Dibawah sinar bulan purnama yang terang benderang itu tampaklah
bayangan orang-orang yang mengupengi lapangan rumput hijau. Mereka terdiri
dari tokoh-tokoh persilatan segala aliran. Baik aliran tua maupun muda yang
telah menjagoi dunia persilatan puluhan tahun sampai para pendekar yang
belum berpengalaman lama di dunia Bu-lim. Tetapi mereka telah bertemu dalam
pertemuan Bu-lim-tahwee di puncak Ciok yong-hong dengan penuh hikmad.
Mereka itu adalah orang-oramg dari dunia Kang-ouw yang datang karena
pertemuan itu untuk turut serta dalam perebutan pedang pusaka Oey-liongkiam. Meskipun sebagian besar adalah tokoh-tokoh tua dan berpengalaman
namun ada juga yang datang ke tempat itu hanya untuk mencari pengalaman
dan pengetahuan mereka saja. Mengingat bahwa mereka untuk memperebutkan
pedang pusaka Oey-liong-kiam harus berhadapan dengan tokoh-tokoh sakti dan
berkepandaian tinggi. Adapun bagi mereka yang pernah datang untuk yang kesekian kalinya dalam
pertemuan Bu-lim tahwee kali ini banyak dikunjungi dengan luar biasa sekali.
Tetapi mereka belum menyaksikan kehadiran Pek-hi-siu-si yang telah keluar
sebagai pemerang pada pertemuan yang lalu Pek-hi-siu-si yang berhasil
memboyong pedang pusaka Naga kuning itu dari puncak Ciok yong-hong. Saat
. 17 itu mereka juga belum melihat Eng Ciok Taysu, Hiong Hok Totiang dan pendekarpendekar lainnya yang mempunyai ilmu hampir setarap dengan Pek-hi-siu-si.
Sebelum fajar menyingsing Liat Kiat Koan telah datang dan menghormat
kepada para hadirin yang berjubal di tempat itu. Pemimpin partai persilatan
Kong-tong itu menghormat dengan sikapnya yang angkuh sekali dan tampak
menjengkelkan. "Bukankah si gundul kakek dan nenek tadi telah mendahului menuju
kepuncak ini. Tetapi kemana perginya mereka itu ? Apakah mereka menuju ke
Ang-tok-ouw ?" pikir Liat Kiat Koan sambil matanya memandang ke mana-mana
mencari-cari ketiga orang itu.
Tetapi sesaat kemudian kakek Eng Ciok Taysu telah datang karena itu
dengan langkah tenang dan pasti mendekati orang-orang lan yang bergerumbel
menantikan pertandingan segera dimulai.
"Tidak diduga bahwa ternyata kau sangat terlambat !" seru Kiat Koan, katakata itu dilontarkan dengan nada mengejek, "kemana kawan-kawanmu tadi,
apakah mereka merasa gentar ? Juga kenapa pula Pek-hi-siu-si, mengapa belum
kelihatan berada di tempat ini ? Jika Pek-hi-siu-si merasa gentar dan takut
datang disini tetapi Hiong Hok Totiang yang telah me nyimpan titipan pedang
itu harus pula sudah berada ditempat ini" seru Kiat Koan dengan nada suara
seenaknya sendiri, congkak dan mencibir.
"Siapa bilang tidak berani datang!" bentak Kiam Ciu dengan gusar.
Suara bentakan yang keras dan berani itu ternyata mengejutkan semua
yang haditr dipuncak Ciok-yong-hong. Semuanya memandang kearah Kiam Ciu.
Mereka merasa heran dengan tertampaknya seorang pemuda tampan dan
masih sangat muda dengan pakaian serba putih perak sedang berdiri dengan
tenang dan bersidakep di bawah pohon beringin yang rindang, sedang di
punggungnya terpampang menyembul sebilah pedang pusaka. Pedang yang
selalu dijadikan perebutan dikalangan Kang-ouw, Pedang Oey-Liong-Kiam.
Kedatangan Tong Kiam Ciu membuat segenap orang yang menaruh simpati
kepada pemuda itu merasa sayang dan merasa sangat heran. Heran karena
dengan cara bagaimana pemuda itu dapat tiba ditempat pertemuan Bu lim
. 18 tahwee. Sayang dan cemas bahwa usia pemuda tampan itu masih sangat muda
dan belum berpengalaman. Jika dia harus bertarung dengan jago-jago dari
golongan tua yang lihay dan ulung seperti Eng Ciok Taysu, Pek Giok Tong atau
si mahasiswa berpedang baja, juga masih banyak lagi tokoh-tokoh tua lainnya,
Bukankah kedatangannya di tempat itu hanya untuk mengantarkan nyawa
belaka. Ketika menyaksikan munculnya seorang pemuda tampan berpakaian serba
putih bagaikan perak itu, Liat Kiat Koan tertawa tergelak-gelak.
"Haaaa-haaaa.. kukira jago silai yang macam apa. Tidak tahunya hanyalah
seorang pemuda yang masih ingusan. Sudahlah kau akhiri sampai disini
ketololanmu, kau berlututlah di hadapanku dan serahkanlah pedang pusaka Oeyliong-kiam kepadaku. Aku akan mengampuni nyawamu tanpa mengucurkan
setetes darahpun dari tubuhmu!" seru Liat Kiat Koan sambil menyeringai kearah
Tong Kiam Ciu. Pemuda itu tampak tenang-tenang saja, lalu sambil menatap kearah wajah
Liar Kiat Koan dia berseru.
"Eng Ciok Taysu pernah mengatakan bahwa kau terlalu banyak berbuat
kekejian yang terkutuk!. Jika kau menhendaki pedang pusaka Oey-liong-kiam
maka kupersilahkan kau untuk mengambilnya sendiri!" seru Kiam Ciu dengan
suara halus mendatar tetapi cukup tajam.
Mendapat tantangan yang demikian rupa dari seorang pemuda yang pantas
menjadi anaknya itu, Liat Kiat Koan adalah seorang pemimpin partai persilatan
yang cukup besar, tak dapat lagi menahan kegusaran. Denjan tiba-tiba hawa
kemarahan telah berkobar-kobar membakar kesabaran dan kebijaksanaannya.
"Hay anak muda! Terimalah serangan awas" bentak Liat Kiat Koan sambil
mengirimkan serangan tinjunya kearah dada Kiam Ciu dengan jurus pukulan
Hong-ki-in-yong atau Angin bergerak mega melayang.
Tetapi Kiam Ciu tidak berusaha untuk menghindari serangan pukuan tinju
itu. Malah tampaklah pemuda itu melangkah maju seolah-olah memapaki
serangan lawannya dan membiarkan pukulan itu menumbuk dadanya. Kiam Ciu
mengan kat kedua tinu untuk balas menyerang.
. 19 Benturan adu tenaga dalam itu mengakibatkan suara ledakan dan tampaklah
hal yang luar biasa. Liat Kiat Koan terpental sampai beberapa langkah
kebelakang dengan tindakan berat.
Semua yang hadir di tempat itu merasa kagum dan bergumam memuji
kehebatan Kiam Ciu. Ternyata hanya dalam permainan satu jurus saja, pemimpin
partai persilatan Kong-tong telah dapat dirubuhkan oleh seorang pemuda yang
tampaknya masih sangat muda dan belum berpengalaman. Padahal Liat Kiat
Koan seorang tokoh luar-biasa dan kejam, ternyata dapat dipermainkan oleh
seorang pemuda yang belum berpengalaman.
"Hay Liat Kiat Koan kau telah turut serta dalam pertemuan Bu lim-tahwee
ini, apakah kau tidak mengetahui peraturan Bu-lim?" tegur Eng Ciok Taysu
dengan suara lantang dan tegas.
Liat Kiat Koan merasa sangat malu dan gusar sekali karena telah
dipermainkan oleh Kiam Ciu dan hingga terhuyung hampir kehilangan
keseimbangannya. Ketika mendengar teguran dari Eng Ciok Taysu, maka dia
menjadi sangat marah sekali dat sambil menghunus pedang dia membentak:
"Hay gundul! Peraturan apa yang harus aku ketahui ?" bentak Kiat Koan
dengan congkak, "Dalam dunia Kang-ouw siapa yang tangguh maka dialah yang
selalu betul. Maka hari ini bukanlah siapa yang betul dalam hal ini"
"Aku tidak merasa gembira untuk bertarung denganmu !" sahut Eng Ciok
Taysu, "aku hanya merasa kecewa terhadap partai Kong-tong yang tidak
mengenal petaiuran Bu lim dan aku lebih kecewa lagi justru ketololan itu telah
sengaja dipamerkah dihadapan orang gagah dalam pertempuran ini oleh
pemimpin partai itu sendiri !" seru Eng Ciok Taysu dengan nada tajam dan
menghina. Setelah kakek itu mengakhiri kata-katanya, Kiat Koan sudah hendak
menyerangnya, tetapi tiba-tiba Tong Kiam Ciu telah meloncat kedepan dan
menghormat kepada Eng Ciok Taysu seraya berseru dengan sopan.
"Taysu . . sebenarnya Liat Kiat Koan ingin menghajarku. Biarlah persoalan
dengan orang ini aku yang menghadapinya!" setelah selesai dengan kata-kata
. 20 itu sekali lagi pemuda itu membongkok dan memutar tubuh berpaling kepada
Liat Kiat Koan. "Jika kau memang tidak mengindahkan peraturan. ayolah serang aku !" seru
Tong Kiam Ciu dengan suara lantang menantang.
"Haa..ha.hahh ternyata kau sudah bosan hidup dan menginginkan tusukan
pedang !" seru Liat Kiat Koan dengan suara congkak.
"Aku tidak takabur, tetapi untuk melayani orang semacam dirimu ini. kurasa
dengan kedua belah tangan kosong ini saja sudah cukup." kata Tong Kiam Ciu
sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi.
Apa yang diucapkan oleh Tong Kiam Ciu itu sangat sederhana dan biasa.
Tetapi Liat Kiat Koan merasa sangat gusar hingga tubuhnya menjadi gemetar
karena menahan gejolak kemarahannya itu, karena dia menganggap bahwa
Kiam Ciu sangat menghina dirinya. Maka dengan luapan gejolak kemarahan
yang tak terbendung lagi, Liat Kiat Koan telah meloncat menyerang dada Kiam
Ciu dengan jeritan kemarahan.
Tetapi Tong Kiam Ciu dengan tenang hanya mengegoskan tubuhnya
kesamping sedikit. Karena gerakan tiba-tiba Kiam Ciu itu sehingga lawannya
terhuyung membacok tempat kosong. Dalam keadaan itu maka dengan sigap
pula tangan kanan Kiam Ciu menghantam bahu kanan Kiat Koan, sehingga lakilaki kasar dan sombong itu terpaksa harus menggelundung kesamping
menghindari serargan Kiam Ciu yang berbahaya itu.
"Bagus !" seru Liat Kiat Koan dengan tidak sengaja memuji Kiam Ciu.
Sesaat kemudian dengan pura-pura terhuyung Liat Kiat Koan membalas
mengirimkan pukulan tinju tangan kiri kearah Kiam Ciu dengan mempergunakan
jurus Hui-Ing-pok-ciu atau Burung elang menerkam anak ayam. Tampaklah
kelebatan tangan kiri yang menyerang Kiam Ciu jari jemarinya mengembang
untuk mencengkeram tenggorokkan lawan.
Dengan bersikap tenang dan waspada Kiam Ciu memiringkan tubuh dan
meloncat kebelakang dua langkah sambil melindungi dadanya dengan lengan
menyilang. Kiam Ciu menyadari bahwa lawannya adalah seorang yang berilmu
. 21 luar biasa dan disamping kehebatan ilmunya Liat Kiat Koan ini mempunyai
watak yang sangat licik sekail
Maka loncatan Kiam Ciu kebelakang itu dibarengi dengan sebuah tangkisan.
Ternyata serangan tangan kiri Liat Kiat Koan itu hanyalah suatu siasat
pancingan belaka. Dengan kecepatan luar biasa laki-laki itu telah meloncat keatas dengan
maksud melampaui kepala Kiam Ciu dan mengarah hulu pedang Oey-liong-kiam
yang terpapang dipunggung Kiam Ciu.
Tetapi betapa kagetnya Kiat Koan ketika menerima kenyataan yang sangat
luar biasa dan cepat sekali. Kiam Ciu dengan gerakkan yang sangat luar biasa
telah mengangkat kedua tapak tangannya menghadap kelangit. Berbareng
dengan itu kedua tapak tangan telah melekat ke tapak kaki Kiat Koan hingga
tidak sempat untuk berbuat apa-apa. Yang dirasakannya dirinya telah
melambung karena lontaran keras. Hingga Kiat Koan terbanting ditanah.
"Wuutt !" terdengar sebuah sambaran lengan baju pemuda itu kearah wajah
Kiat Koan, tamparan lengan baju yang sangat hebat dan bertenaga luar biasa
hingga laki-laki itu terjengkang.
"Aduhhh !" teriak Kiat Kan sambil meloncat kebelakang membuang diri
beberapa langkah dan tangan kirinya memegang pipi yang terasa panas.
Tenaga dalam sakti yang memang betul-betul luar biasa yang telah dikuasai
oleh Tong Kiam Ciu yang ternyata sangat berguna. Kiam Ciu telah menghajar
Kiat Koan dengan hebat, tetapi Kiat Koan tidak mengucurkan darah diri lukanya.
Luka yang tidak mengucurkan darah itu sebenarnya malah sukar untuk
diobati. Tamparan maut itu memang tidak nampak luar biaia, tetapi memang
disengaja oleh Kiam Ciu untuk mengajar adat kepada orang yang bersifat
sombong dan tidak menghargai orang lain itu.
Orang-orang yang berada ditempat itu hampir serentak memuji kehebatan
Kiam Ciu. Diantara orang itu tampik pula seorang laki-laki yang berpakaian
compang camping yang tampak selalu mengikuti jejak Kiam Ciu.
. 22 Liat Kiat Koan menerima kenyataan kehebatan Kiam Ciu dengan perasaan
sangat gusar sekali. Pada saat itu dia belum merasakan akibat dari tamparan
Kiam Ciu tadi. Bahkan dia menjadi sangat marah sekali.
Dengan mengembangkan jurus Hong-lui-kiam-kie atau Badai dan Geledek
saling menyambar, Liat Kiat Koan menyerang lagi. Serangannya yang didasari
oleh gejolak kemarahan yang luar biasa melupakan itu membuat semua yang
dimaksudkan meleset. Bacokan dan tusukan pedangnya ternyata hanya menyambar tempat
kosong belaka, sedangkan Kiam Ciu nampak memiringkan tubuhnya sambil
melindungi dada dengan menyilangkan kedua tapak tangan.
Dengan gerakkan cepat sekali Kiam Ciu memutar tubuh dan sisa tapak
tangannya menghantam bahu Kiat Koan. Hantaman itu dapat dihindari oleh
lawan dengan menggelundung ketanah beberapa kali menjauh. Kemudian Kiat
Koan meloncat berdiri dan menyerang lagi dengan serangan pedang kearah
dada Kiam Ciu. Kembali Kiat Koan menyerang Kiam Ciu dengan jurus Hong-lui-kiam-kie.
Kiam Ciu meloncat kebelakang dua langkah dan serangan membadai Kiat Koan
mendesak terus. Tetapi lor.ca tan kebelakang Kiam Ciu itu hinya ?uatu lo?ca ran
untuk membetulkan porsinya saja, ketika tu aukan ujuDg pedang Kiat Koan
hampir meoyen tuh ulu hati Kiam Cju, maki pemuda itu dengan gerakkan
meloncat dan cepat sekali sarnbil mei g hantamkan tinju bajanya kepergelangan
tangan Kiat Koan yang menggenggam pedang.
"Dess! Trang . . aduh!" terdengar suara-suara berbareng. Tampaklah tangan
kanan Kiat Koan terkulai sedangkan tangan kiri menggenggam pergelangan
tangan kanan dan pedangnya telah menggeletak ditanah patah menjadi dua.
Tampaklah Kiat Koan melompat kebelskang kira-kira lima langkah sambil
menggenggam pergelangan tangannya. Laki-laki congkak itu merasa khawatir
kalau sampai mendapat tamparan lagi dari Kiam Ciu. Dengan mata memandang
penuh kekaguman kepada anak muda itu Kiat Koan berusaha memulihkan rasa
nyeri ditangan kanannya. Sedangkan Kiam Ciu hanya berdiri memperhatikan
Liat Kiat Koan dengan tersenyum-senyum dan wajahnya berseri.
. 23 Hampir berbareng pula segenap hadirin di lapangan rumput dipuncak Ciok
yong-hong berseru kagum atas kelihayan pemuda tampan yang membekal
pedang pusaka Jendral Gak Hui ialah pedang Oey-liong-Kiam. Kemudian Eng Ciok
Taysu telah melangkah ditengah-tengah arena. Laki-laki gundul itu merasa
sangat kagum atas kesudahan pertempuran yang luar biasa itu. Mulai saat itu
dia berjanji tidak akan lagi menginginkan untuk turut memperebutkan pedang
pusaka Oey-liong-kiam. "Saudara-saudara sekalian! Kita sekalian yangb telah mendatangi pertemuan
Bulim tahwee, harus mentaati segala macam peraturan Bu lim. Tetapi
pertemuan ini ternyata telah dikacau oleh seseorang yang tidak mau menaati
segala peraturan itu !" Eng Ciok Taysu berhenti sejenak. dia menunggu reaksi
dari ucapannya itu. Tetapi segenap hadirin tetap tenang dan tidak ada yang
memberikan reaksi. Maka kakek itu lalu meneruskan kata-katanya:
"Kini aku ingin mengajukan sebuah usul dalam pertemuan orang-orang
gagah hari ini. Kita tidak akan memperebutkan lagi pedang pusaka nomor satu
dikolong langit Oey-liong-kiam. Tetapi kita.. .kita akan membicarakan tentang
sebuah kitab pusaka. Saudara-saudara sekalian, tentunya saudara-saudara telah
mengetahui sebuah telaga yang bernama Ang-tok-ouw yarg terletak dlsebelah
Utara Propensi Anhwee. Didalam telaga itu terdapat reruntuhan kota kuno yang
bernama Pek seng. Di kota itulah katanya terdapat sebuab kitab kuno ilmu silat
yang didahamnya tertulis ilmu merawat tubuh agar menjadi kuat dan awet
muda serta kebal terhadap senjata tajam dan racun. Juga telah memuat
pelajaran ilmu silat yang luar biasa hebatnya. Inilah usulku : Barang siapa yang
berhasil memperoleh kitab pusaka itu maka dialah pula yang berhak atas
pedang pusaka Oey-liang-kiam, sebagai imbalan atas kemampuannya mendapat
kitab pusaka Pek Seng itu !" sesaat Eng Ciok Taysu terhenti.
"Kini kita tidak akan memperebutkan pedang pusaka Oey-liang-kiam yang
berada ditangan Tong Kiam Ciu Siawhiap, Pendekar muda ini baru saja telah
membuktikan bahwa untuk saat ini dialah yang pantas melindungi pedang
pusaka Oey-liang-kiam itu.!" Eng Ciok Taysu berhenti sampai disini usulnya dan
menyerahkan kepada pendapat hadirin semuanya.
. 24
Pada umumnya segenap hadirin menyetujul usul kakek itu. Kedatangan Pek
Giok Tong dan Siok soat Shin-ni ditempat itu bukannya untuk turut
memperebutkan pedang pusaka Oey-liang-kiam. Mereka berdua datang di
dataran tinggi puncak Ciok-yong-hong untuk mengajak Eng Ciok Taysu untuk
mencari kitab pusaka seperti yang diutarakan tadi. Hanya mereka merasa
khawatir kalau sampai kitab pusaka itu jatuh ketangan golongan hitam yang
kejam dan keji tindak tanduknya. Karena merasa khawatir dan telah mendengar
khabar bahwa dikalangan Bu-lim telah muncul seseorang yang sangat lihay,
orang itu telah datang dari propinsi dekat tapal batas dan bermaksud untuk
mencari kitab kuno Pek-seng. Banyak orang telah menjadi korban. Dia terkenal
dengan nama "Kwa Sit". Itulah salah satu sebab hingga Pek Giok Tong dan Sioksoat Shin-ni dalam pertemuan Bu lim tahwee. Ialah disamping mereka datang
untuk mengajak Eng Ciok Taysu untuk mencari kitab pusaka kuno Pek-seng,
Mereka juga ingin menggabungkan semua orang yang telah berada dipadang
rumput itu untuk mengepung bersama Kwa Sit. Kwa Sit yang terkenal sangat
lihay. Eng Ciok Taysu telah berhasil mengajukan usul didepan pertemuan kaum
gagah dari segala aliran itu. Ternyata usul itu dapat diterima dengan saksama.
Perebutan pusaka Oey-liang-kiam ditunda dulu. Tetapi dia ragu-ragu apakah
dia akan berhasil mengajakkan kepada segenap hadirin untuk serentak dan
beramai-ramai untuk menangkap dan menggempur orang she Kwa.
"Hadirin sekalian itulah usulku dan sekarang kuharapkan agar saudarasaudara sekalian menyiarkan berita ini, barang siapa yang ingin merebut
pedang pusaka Oey-liang-kiam. harap mereka terlebih dahulu pergi ke telaga
Ang-tok-ouw untuk mencari kitab Pek-seng.. " seru Eng Ciok Taysu dengan cukup
keras dan wajah berseri penuh keyakinan.
Tetapi belum lagi Eng Ciok Taysu selesai mengucapian kata-kata itu dengan
tiba-tiba Liat Kiat Koan meloncat menerkam Tong Kiam Ciu yang tengah
memperhatikan dan tekun mengikuti pembicaraan Eng Ciok Taysu. Sebelum
menerkam tadi Liat Kiat Koan telah melemparkan kewajah Kiam Ciu seraup
benda-benda hitam yang ternyata adalah jarum-jarum yang sangat beracun
dengan jurus Bu-sa-to-ciang atau Tinju Sapu Jagad. Senjata rahasia yang paling
keji dan terampuh. . 25 "Awas!" seru Eng Ciok Taysn dengan suara lantang kearah Kiam Ciu.
Toog Kiam Ciu merasa terkejut sekali dan dengan gerak lincah dia telah
meloncat menghindari serangan senjata rahasia jarum beracun itu. Namun
walaupun bagaimana gerakan kelincahan pemuda itu, luput pula beberapa buah
jarum telah mengeram ditubuhnya.
Karena jumlah jarum yang dikerahkan dengan ilmu Bu-sa-to-ciang oleh Liat
Kiat Koan itu sangat banyak, maka tidak mungkin bagi Kiam Ciu untuk
menghalau semuanya walau bagaimana hebatnyapun ilmu pemuda itu.
Beberapa saat kemudian terasalah matanya berkunang-kunang, jarum-jarum
yang telah membenam dalam daging pemuda itu telah mulai menjalankan
tugasnya dan mengadakan reaksinya. Racun ganas itu telah menyerap dalam
darah dan sedikit demi sedikit telah menguasai simpul-simpul syarafnya
menghantam ke otak dan jantung Kiam Ciu dengan cepat.
Suasana ditempat itu menjadi gaduh akibat dari asap hitam yang telah
dikeluarkan dari jarum-jarum berbisi Liat Kiat Koan itu. Sedangkan Kiam Ciu
telah menotok jatuh terduduk dengan tubuh lunglai, secara lamat-lamat
kesadarannya masih ada, pendengarannya masih dapat menangkap kegaduhan
secara lemah sekali. Tetapi sekilas pandangan matanya masih dapat melihat
kelebatan bayangan Liat Kiat Koan menyambar pedang Oey-liong-kiam yang
terpampang dipunggung Kiam Ciu. Tetapi pemuda iiu sudah tidak dapat berbuat
apa-apa. Dia hanya pasrah dan sebelum kesadarannya hilang sama sekali dia
mendengar bentakan Liat Kiat Koan.
"Hey Cong San Lokoay! Jangan kau bermaksud memancing diair
keruh!" Kemudian Tong Kiam Ciu telah menjadi sangat lemah sendi-sendi tulangnya.
Barulah pemuda itu teringat dengan ilmu Bo-kit-sin-kong. Dengan memusatkan
pikiran dan mengerahkan Bo-kit-sin-kong, namun racun telah menyarap lebih
kedalam lagi dan menghantam kesadaran pemuda itu hingga tiada gunanya lagi
mengerahkan Sinkang yang maha hebat itu. Semuanya telah menjadi gelap dan
dia telah tidak mendengarkan apa-apa lagi, setelah itu dia merasakan tubuhnya
diangkat seseorang dan Tong Kiam Ciu tidak ingat sama sekali.
. 26 Sampai berapa lama pemuda itu dalam keadaan pingsan tidak
mengetahuinya. Hanya saat itu telah lewat terlalu lama sekali kemudian dengan
cepat Kiam Ciu membuka kelopak matanya. Ketika baru saja dia membuka
kelopak matanya tiba-tiba sebuah suara yang parau kedengarannya telah
menegur. "Hey bocah cilik ! Sudah lama sekali tidak bertemu ! Kau sekarang
ternyata sudah besar dan dewasa, apakah kau masih ingat padaku.. ?!" seru
seorang laki-laki berwajah kuning dan tersenyum kepada Kiam Ciu.
Suara orang itu seperti pernah dikenalnya tetapi sampai sekian saat pemuda
itu belum ingat dimana dan kapan dia pernah bertemu dengan orang itu.
Sedangkan kepalanya masih terkadang terasa pening.
Tiba-tiba ketika Kiam Ciu mengamati orang tua yang berdiri disampingnya
dan terlihat pedang pusaka Oey-liong-kiam. Maka dengan tidak berpikir panjang
lagi Kiam Ciu telah mengerahkan tenaga Sin-kang dan berusaha untuk meloncat
menerkam orang yang memegang pedang pusaka Oey-liong-kiam dan kini
tengah tersenyum-senyum dengan wajah yang sangat mengerikan itu.
Tetapi ternyata loncatan itu justru mengakibatkan suatu rasa yang lebih
parah lagi. Kiam Ciu ternyata tidak dapat menggerakkan tubuhnya. Justru
gerakkannya itu membuat seluruh tubuhnya bagaikan dipotong-potong dan
nyeri sekali. Kiam Ciu terkulai lemah tetapi dari mulutnya tidak keluar sebuah rintihanpun.
Dipandanginya kakek itu dengan mata penuh rasa keheranan karena seolaholah Kiam Ciu pernah bertemu dengan kakek itu. Tetapi lupa-lupa ingat.
Hingga lama Kiam Ciu memandang kakek itu dengan kening berkerut.
Sedangkan kakek berwajah kuning itu tersenyum membiarkan pemuda itu
penuh tanda tanya. Hingga sesaat Kiam Ciu mengingat-ingat, ketika tiba-tiba dia
menjadi kaget berbareng girang. Ternyata orang itu adalah sikakek berwajah
kuning mengerikan yang pernah merampas buah merah sembilan tahun yang
lalu ialah kakek Kun-si Mo-kun.
"Locianpwee !" seru Tong Kiam Ciu dengan suara tertahan.
. 27 "Heh hee hehh.. Hemmm.. sudah sembilan tahun ya ? Sudah lama sekali.
Selama itu aku sudah mengelilingi dunia mengelilinfi dunia he.he.he" kata kakek
itu seraya tertawa-tawa lucu, kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan
sesuatu sejenis akar dan diperlihatkan kepada Kiam Ciu.
"Inilah hasilnya , , , dari jerih payahku mengelilingi pelosok dunia ini selama
sembilan tahun lamanya. Akar ini bernama Lok-bwee-kim-keng.hemm.. akar ini
khasiatnya sama hebatnya dengan buah merah yang pernah kau berikan
kepadaku dulu. Hee.. hehhee.. aku sama sekali tidak menyangka bahwa hari ini
dapat bertemu denganmu dan dapat membalas budimu itu.. heh.hee heeheh.
Selama ini aku merasa tidak tenang karena berhutang nyawa denganmu
jebeng.. " kata-kata kakek itu sangat sederhana tetapi mengharukan hati Kiam
Ciu dalam keadaan seperti sekarang itu. Kemudian Kun-sif Mo-kun mencium
akar yang digenggam ditangan kanan itu.
"Siapa namamu jebeng ? Nanti dulu kuingat-ingat ya . .Tong. Tong . hingga
lama sekali tetapi kakek itu belum menemukan kelanjutan perpanjangan nama
pemuda itu. "Kiam Ciu !" seru pemuda itu meneruskan. "Ohhh iya. Tong Kiam Ciu. Nama
yang bagut sekali ! Makin tua makin tumpul otakku ini rasanya.. hee..hee..heh"
sambung Kun-si Mo-kun dengan tertawa-tawa riang.
"Mengapa Locianpwee juga berada disini?" tegur Kiam Ciu.
"Heeee heee aku berhak berada dimana saja bukan?" jawab Kun-si Mo-kun
dengan sangat lucu sekali.
"Hey bocah Kiam Ctu, apakah kau tahu mengapa aku bersusah payah untuk
mendapatkan akar ini?" tegur Kun-si Mo-kun.
"Mungkin Locianpwee ingin menjadi lebih lihay lagi!" jawiab Kiam Ciu dengan
tegas dan memperhatikan sorot mata kakek itu dalam-dalam.
"Heeee heee dengan tak langsung tebakkanmu itu betul juga, dipuncak Hionglo-hong di pegunungan Bu kong-san yang terletak di Propinsi Sansi, terdapat
satu lembah itu tersembunyi sebuah kitab pusaka yang bernama Kiam-si-bukong (ilmu silat sakti) tetapi dilembah itu terdapat serangga-serangga berbisa
yang sangat ganas. Sehingga siapapun yarg menghendaki kitab pusaka itu
. 28 selalu menemui kebinasaan dilembah itu karena bisa serangga-serangga itu.
Kitab itu begitu besar daya tariknya, sehingga jago-jago silat kenamaan dan jago
silat aneh seperti Ji-lui sam-ki, Thian-hia-ji-kun, Tok giam lo dam Ciam Gwat.. "
belum selesai kata-kata kakek itu ditukas oleh Tong Kiam Ciu dengan suara
lantang dan terperanjat. "Ciam Gwat ?" seru Kiam Ciu dengan perubahan wajah meradang.
"Ya ! Apakah kau pernah melihat atau mengenalnya ?" sambung Kun-si Mokun dengan sorot mata mendesak.
"Tidak ! E.. maksudku belum !" jawab Kiam Ciu gugup.
"Kau agaknya menjadi baru mendengar namanya saja ? Hee-heh-heh-heee"
sambung Kun-si Mo-kun menyelidik dan curiga.
"Aku hanya pernah mendengar bahwa Ciam Cwat adalah jago silat luar biasa
yang kejam !" sambung Kiam Ciu ingin tahu lebih lanjut.
"Apakah kau percaya bahwa dia betul-betul kejam?" sambung Kun-si-Mo-kun
sambil memandang kearah Kiam Ciu dengan tajam.
"Ya!" seru pemuda itu dengan singkat dan tegas.
"Ya? Tetapi meagapa tentang cerita diriku bahwa kau tidak merasa yakin
benar-benar bahwa aku seorang yang kejam?" seru Kun-si Mo-kun.
Kiam Ciu tertunduk tidak dapat menjawab seolah-olah pemuda itu tersudut
pada suatu persoalan. "Sudahlah, sudahlah, aku akan melanjutkan ceritaku yang barusan tadi", sela
kakek (Bersambung Jilid 4) . 29 . 0 OEY LIONG KIAM (Warisan Jenderal Gak Hui)
Diolah Oleh : HO TJING HONG
Jilid ke 4 K UN-SI MOKUN. Ternyata kitab pusaka itu juga menarikku. Itulah sebabnya
aku berusaha dengan bersusah payah untuk mendapatkan akar ini. Aku
sudah merasa tidak takut lagi terhadap segala macam bisa walau yang
bagaimana ganasnyapun. Tetapi aku telah tua untuk apa segala macan itu, kitab
pusaka yang aneh dan segala ilmu silat yang luar biasa semuanya tidak ada
artinya lagi bagiku. Tadi aku menyaksikan kau telah mengalahkan si Hidung
Bawang tadi. Maka aku berkeyakinan bahwa kau adalah seorang pemuda yang
berkepandaian tinggi. Kau sangat berbakat dan kau masih muda maka kau harus
memiliki kitab itu.. ." seru Kun-si Mo-kun orang aneh yang luar biasa.
Lalu kakek itu mematahkan akar
Lok-bwee-kim-keng. Kemudian akar
yang berada dii tangan kanan
dimasukkan kedalam mulut Tong Kiam
Ciu. Sedangkan yang sebagian lagi dia
genggam dalam tangan kiri dan berseru:
"Kunyahlah akar itu Kiam Ciu !
Setelah kau mengunyah dan menelan
akar Lok-bwee-kim-keng, bukan saja
racun yang mengendap dan menjalar
dalam tubuhmu itu akan musnah,
bahkan kau akan menjadi kebal
terhadap racun yang manapun dan
bagaimana ganasnyapu. Kemudian.. yang sebagian ini simpanlah baik-baik,
mungkin kelak berguna !" seru kakek itu seraya menyodorkan keratan potongan
akar Lok-bwee-kim-keng kepada Kiam Ciu sambil tersenyum tetapi wajahnya
bersungguh-sungguh. . 1 "Terima kasih Locianpwee" seru Kiam Ciu sambil mengunyah akar dalam
mulutnya dan tangan kanan menerima uluran Kun-si Mo-kun.
"Jika kau tidak ingin mencari kitab sakti Kiam-si-bu-kong itupun tidak menjadi
persoalan bagiku. Namun kini yang jelas aku telah membalas budi dan hutang
nyawa padamu. Nah Kiam Ciu terimalah kembali pedang pusaka Oey-liong-kiam
ini jagalah baik-baik jangan sampai jatuh ke tangan orang yang keji.. " sambil
menyodorkan pedang itu ketangan Kiam Ciu yang telah menerimanya pula
dengan tangan dua. Kemudian kakek itu menepuk bahu Kiam Ciu sambil
melanjutkan kata-kata : "Nah anak baik Kiam Ciu, sampai diiini dulu dikemudian hari mungkin kita
masih dapat bertemu lagi.. .aku.. harus pergi sekarang . ." seru Kun-si Mo-kun
dengan suara datar dan tercekat haru.
Setelah meletakkan pedang pusaka Naga Kuning atau Oey-liong-kiam di
tangan Tong Kiam Ciu, Kun-si Mo-kun memutar tubuh dan bergerak
meninggalkan Tong Kiam Ciu dengan langkahnya yang pincang.
Kiam Ciu menyaksikan itu dengan hati penuh keharuan. Pemuda itu merasa
sangat terharu menyaksikan sikap Kun-si Mo-kun yang budiman.
"Locianpwee tunggu dulu ! Lo.. ." seru Kiam Ciu dengan tekanan rasa haru dan
pilu, namun Kun-si Mo-kun sudah lenyap. Sungguh keliru dan terlalu kejam dunia
ini memberikan suatu penilaian hanya dari suatu sudut, seorang yang budiman
separti itu mengapa dicap sebagai seorang yang kejam dan keji . ." pikir Tong
Kiam Ciu sambil merenungi tempat nan jauh dimana kakek budiman itu tadi
telah lenyap. Setelah tenang sejenak maka Tong Kiam Ciu melanjutkan mengunyah akar
Lok-bwee-kim-keng. Akar yang tampaknya sangat jelek tu ternyata sangat
harum baunya. Setelah dikunyah-kunyah menjadi lembut maka ditelannya
dengan susah payah. Tetapi akhirnya akar itu tertelan juga. Mula-mula darahnya
dan urat syarafnya seperti terangsang. Kemudian Kiam Ciu mengerahkan
tenaga Bo-kit-sin-kong. Terasalah seluruh tubuhnya seperti dilalui berjuta-juta
semut. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh pemuda itu bagaikan mandi
keringat dan dari mulutnya telah keluar asap berbau amis.
. 2 Dari sedikit demi sedikit maka berkuranglah rasa nyeri dan ngilu disetiap
persendian, kemudian rasa lemahnya telah berkurang. Kini dicobanya untuk
menggerak-gerakan tangan dan kakinya. Sesaat kemudian terasalah seluruh
derita akibat racun si Hidung Bawang itu telah lenyap dan Kiam Ciu telah dapat
berdiri serta telah pulih seperti sedia kala. Sungguh akar Lok-bwee-kim-keng
sangat manjur dan hebat. Ketika angin sejuk bertiup halus membuat wajah
Kiam Ciu, maka pemuda itu tampak berseri. Diperhatikannya keadaan disekitar
tempat itu. Tiba-tiba telinganya menangkap ringkikan seekor kuda. Wajah Kiam
Ciu bertambah cerah dan bergirang hati. Karena dia yakin bahwa ringkikan kuda
itu adalah ringkikan kuda putih miliknya. Kiam Ciu berdiri dan menggeliat
ditangan kanan tergenggam pedang pusaka Naga-Kuning. Dihampirinya kuda
putih yang tampak menggerak-gerakan kepalanya dan mengais-ngaiskan kaki
depannya. "Ohh . . Putih . ternyata kau masih berada disini" seru Kiam Ciu sambil
menghampiri kuda itu. Setelah dekat dielusnya leher kuda jantan itu yang
tampak sangat manja. Ketika Kiam Ciu naik ke puncak Ciok yong-hong tadi telah menambalkan
kudanya pada sebatang pohon yang rindang. Sekarang setelah berjalan
beberapa saat dan dia telah menjadi sehat dan segar kembali sesuatu yang
menyulitkan telah terpecah dengan adanya kuda kesayangan itu masih berada
di tempatnya tanpa kurang suatu apa.
Terdengar sekali lagi kuda putih itu meringkik, tetapi ringkikannya kali ini
tampak berlainan dengan ringkikan yang tadi. Mata kuda itu tampak gelisah dan
mendekati liar. Kiam Ciu berusaha membujuk dan mengelus-elus leher kuda itu.
Namun siputih tidak juga mau tenang seolah-olah ada sesuatu yang
mengintainya. Kiam Ciu menyandang pedang pusaka Naga Kuning kepunggungnya.
Membetulkan ikat pinggangnya dan meraba saku meneliti akar Lok-bwee-kimkeng pemberian dari Kun-si Mo-kun.
Sesaat Kiam Ciu tersenyum. Kemudian mengelus leher kudanya dan sekali
lagi membujuknya.
. 3 "Sabar putih sabar kita akan segera berangkat dan meninggalkan lereng
terkutuk ini.. ." bisik Kiam Ciu kepada kudanya.
Tetapi kuda itu seolah-olahh tidak mendengarkan bujukan itu. Tampak lebih
gelisah lagi. Akhirnya Kiam Ciu berpikir bahwa tempat itu pasti ada binatang
buas yang baunya tercium oleh kudanya itu.
Maka Kiam Ciu kini siap siaga menjaga segala kemungkinan. Dia berusaha
untuk selekas-lekasnya meninggalkan tempat itu. Namun baru beranjak
beberapa langkah untuk melepaskas tali kekang yang terikat pada batang
pohon hutan itu, tiba-tiba kuda putih itu tampak lebih liar dan tampak sangat
ketakutan. Dari semak belukar berlompatanlah lima orang yang mengenakan kedok
kulit singa. Mereka itu ialah lima orang anggota partai Kim-sai-pang.
Kiam Ciu mendengar keresekan-keresekan yang ditimbulkan oleh kelima
orang yang baru muncul itu. Lagipula mereka berdiri tidak begitu jauh dari
tempat dimana Kiam Ciu menahan langkahnya. Dengan sangat tenang Kiam Ciu
yang tengah mengulurkan tangan kanan dan akan melepaskan tali kekang
kudanya tertahan juga. Kemudian memutar tubuh menghadap kearah orangorang Kim-sai-pang yang telah berdiri berjajar. Kiam Ciu agak terkejut dan
bergetar keras dadanya "Anak muda kau sungguh sangat beruntung. Kau telah terbebas dari
perangkap kami dan kini terbebas pula dari kebinasaan !" seru salah seorang
diantara kelima pendatang itu, "tapi jangan kau terburu menepuk dada dan
tertawa girang. Kami orang-orang Kim-sai-pang tidak akan membiarkan kau
berlalu kali ini !" "Hem rupa-rupanya mereka telah membuntutiku dari ketika aku dalam
keadaan lemah sepanjang malam mereka telah tahu. Tetapi mereka
mengapa tidak mau menyergapku dalam keadaan lemah ?" pikir Kiam Ciu
sambil mengamati orang-orang itu persatu, "Kalau saja mereka memang
bersifat satria itulah baik sekali !"
"Hey anak muda mengapa kau longang-longong seperti orang bingung ?"
seru salah seorang diantara kelima orang-orang berkedok singa itu.
. 4 Sesaat Kiam Ciu jadi malu. Kemudian terseyum.
"Ohh. selamat pagi saudara. Rupa-rupanya dunia ini bagi kita hanya sempit.
Kemana-mana kita selalu bertemu. Dulu aku pernah beruntung dapat bebas dari
perangkapmu dan selamat! Tetapi aku kehilangan sebuah pening kuningan dari
partai Bu-tong yang kuduga terjatuh ketika mengbadapl kalian. Apakah kalian
menemukannya ? Sebenarnya aku akan pergi mencari markas partai Kim-saipang untuk menanyakan hal pening kuningan itu !" seru Kiam Ciu sambil
menghormat. Sejenak suasana menjadi sepi. Mereka terdiam. Kiam Ciu memandang
pemimpin partai persilatan Kim-sai-pang dengan berharap.
"Ya kami memang menemukan pening kuningan itu!" tiba-tiba terdengar
orang itu berseru. "Tetapi untuk mendapatkan kembali benda itu kau harus memenuhi syarat
kami !" "Kalau begitu, katakanlah syarat apa yang harus kupenuhi ?" seru Kiam Ciu
dengan mendesak. "Sabar dulu, kau tentunya paham maksud kami ! Kami dari kalangan
silat.. . . lalu kalau kau dapat menerobos kepungan kami barulah kau bebas dan
dapat menerima pening itu kembali !" seru pemimpin partai Kim-sai-pang
dengan suara lantang dan pasti.
Sesaat Kiam Ciu tertegun. Dalam hati dan mengeluh karena dia tidak senang dengan segala kekerasan, apalagi dia tidak merasa mempunyai persoalan dan
permusuhan dengan partai Kim-sai-pang.
"Aku baru saja turun gunung dan belum berapa lama berkecimpung di dunia
Kang-ouw. Tetapi mengapa orang-orang partai Kim-sai-pang selalu
menyusahkan diriku. Aku tidak merasa menanam permusuhan dan diantara kita
tidak ada dendam mendendam. Ataukah aku pernah berbuat salah yang
menyinggung partai Kim-sai-pang ?" seru Kiam Ciu.
"Ya, kau harus dengarkan sekali lagi, bahwa karena pedang pusaka Naga
Kuning itu maka kami selalu mengejar-ngejarmu. Karena Oey-Liong-Kiam itulah
. 5 sumber malapetaka yang selalu akan kau alami !" seru pemimpin partai Kimsai pang.
Kemudian dengan satu isyarat tangan kanan disusul dengan menyambarnya
keempat orang lain dalam sikap mengurung Tong Kiam Ciu, Saat itu sebenarnya
Kiam Ciu akan menyahut kata-kata pemimpin Kim-sai-pang itu. Namun belum
lagi Kiam Ciu mengucapkan kata-kata, ternyata orang itu telah meloncat
menerkam dada Kiam Ciu. Untung Kiam Ciu waspada. Dengan memiringkan tubuh dan mengebutkan
kedua lengan jubahnya maka keempat lawannya terpental begitu juga pemimpin
Kim-sai-pang yang akan menerkam dada Kiam Ciu jadi terhuyung hampir
tersungkur. Kiam Ciu tidak merasa mempunyai ikatan permusuhan dan dendam. Maka
sama sekali dia tidak bermaksud untuk melukainya. Kiam Ciu menghadapi
kelima orang Kim-sai-pang itu dengan tangan kosong. Dia sering menghindar
dengan mengandalkan kelincahan dan ilmu meringankan tubuhnya.
Tampaklah Kiam Ciu bagaikan berterbangan dan berloncatan dengan cepat
dan terhindar dari serangan-serangan kelima lawannya. Sampai beberapa jurus
lamanya pertempuran itu telah berlalu, tetapi tiada sebuah pukulanpun yang
mengenai tubuh Kiam Ciu. Seolah-olah pemuda itu bagaikan terombang-ambing
gelombang samudra. Sedangkan kelima orang Kim-sai-pang itu menyerang
bagaikan badai membentur-bentur batu karang dengan dahsyat.
Serangan mereka serentak dan terlatih. Namun Kiam Ciu walaupun seorang
anak muda yang baru terjun dikalangan Kang-ouw, ternyata dapat mengatasi
segala ilmu yang dikeluarkan oleh lawannya. Karena pihak lawan tidak
mempergunakan senjata, maka Kiam Ciu tetap bertahan untuk mengatasi
lawannya dengan tangan kosong.
Kelima orang itu merasa penasaran dan merasa seolah-olah dipandang
ringan ilmu silat partainya. Maka dengan satu isyarat lagi kelima orang itu tahutahu telah menggenggam pedang yang berhulu aneh. Hulu pedang mereka
seperti singa dan berkuku. Jadi mereka dapat menyerang lawan dengan mata
pedang maupun mencakar dengan hulu pedang yang berkuku sangat beracun
itu. . 6 Karena terdesak dengan serangan-serangan kelima lawan yang bersenjata
itu. Maka Kiam Ciu meloncat mundur beberapa tindak, kemudian mencabut OeyLiong-Kiam. Untuk pertima kalinya Kiam Ciu selama memiliki pedang pusaka itu
untuk mempergunakannya. Tetapi dia tidak bermaksud untuk membinasakan lawannya. Ketika pedang
pusaka Naga Kuning itu tercabut, terdengar kelima orang lawannya
mengeluarkan pujian tertahan. Kilatan kuning memancar dari mata pedang,
kemudian Kiam Ciu mengeluarkan pedang itu dengan permainan jurus Liksiang-kiam-hoat ilmu melindungi diri dari taufan.
Gerakkan jurus Lik-siang-kiam-hoat tetnyata sangat hebat dan berkelebatan
kian kemari hingga tampaknya hanya bagaikan gulungan-gulungan kuning yang
sangat menyilaukan mata, Sedangkan angin yang ditimbulkan karena gerakan
itu sangat luar biasa pula.
Jurus Lik-siang-kiam-hoat itu adalah ajaran kakek Pek-hi-siu-si yang telah
puluhan tahun menjagoi Bu lim, ternyata telah sangat dipahami oleh Kiam Ciu
dengan sempurna. Menyaksikan kehebatan permanan pedang pemuda itu, maka kelima orang
Kim-sai-pang telah berloncatan menghindar. Mereka merasa tidak mampu untuk
menghadapi serangan dan babatan pedang yang sangat cepat itu. Maka dengan
mengandalkan ilmu meringankan tubuh dan kelincahan kelima orang itu
menghindar. Kiam Ciu, mendesak terus. Namun pemuda itu tidak bermaksud untuk
membunuh lawannya. Apalagi karena dia menang tidak merasa mempunyai
ikatan permusuhan dan dendam Serangan-serangan yang dilancarkan hanya
sebagian tenaga saja. Namun sudah cukup dimengerti oleh lawannya yang kini
tidak dapat berbuat banyak kecuali hanya menghindar selalu.
Sebuah gerakan membabat telah dilancarkan oleh Kiam Ciu.
"Breet!" terdengar sesuatu robek.
"Aii..!" terdengar suara terkejut dan tertahan.
. 7 Beriamaan dengan itu telah terlihat ilmu orang itu berdiri jauh dan
memunggungi Kiam Ciu. Pedang mereka terlepas. Kulit Singa yang menutupi
kepala mereka terobek. Hingga rambutnya tergerai.
"Hah ?" seru Kiam Ciu tertahan.
Saat utu Kiam Ciu dapat melihat dengan pandangan mata sekilas. Ternyata
mereka berlima itu terdiri dari wanita-wanita semuanya. Lebih-lebih pemimpin
orang-orang itu adalah seorang gadis yang jelita. Rambut mereka yang hitam
berombak itu telah terlepas dari ikatan.
Maka tidaklah mengherankan bila mereka itu terdiri dari orang-orang yang
bertubuh pendek dan bersuara seperti suara wanita. Karena memang ternyata
orang itu adalah wanita semuanya.
Kiam Ciu menahan serangannya dan tertegun mengawasi kelima lawannya
yang kelihatan telah menyerah dan tidak mengadakan serangan lagi. Bahkan
pemimpin Kim-sai-pang iru tampak sangat masgul karena dapat dikalahkan oleh
Kiam Ciu hanya dalam beberapa jurus saja.
Sambil memutar tubuh untuk berlalu dari tempat itu, pemimpin partai silat
Kim-sai-pang melemparkan pening kuning milik partai Bu-tong kearah Kiam Ciu.
Lalu pemuda itu memungutnya dengan hati gembira bercampur heran
menyaksikan keanehan kelima orang Kim-sai-pang itu.
"Hemm, memag dunia ini penuh keanehan yang belum pernah kulihat" kata
Kiacn Ciu dalam hati. Setelah Kiam Ciu mengamati benda yang terbuat dari kuningan itu, maka
disimpannya baik-baik dalam sakunya. Kemudian menghampiri kuda putih dan
tali kekang yang terikat pada sebatang pohon itu lalu dilepaskannya. Kuda putih
itu tampak sangat senang, Dijilatinya tangan Kiam Ciu yang tengah melepaskan
buhulan tali kekang pada sebatang pohon hutan. Kemudian disarungkannya
kembali pedang pusaka Naga Kuning atau Oey-Liong-Kiam kedalam sarungnya.
Setelah merapikan pakaian dan letak Oey-Liong-Kiam, maka dituntunnya
kuda putih itu untuk meninggalkan pegunungan Heng-san. turun ke lembah dan
untuk meneruskan perjalanan.
. 8 Angin bertiup semilir dan sejuk sekali. Dalam pada itu Kiam Ciu
merenungkan kejadian baru-baru ini dialaminya. Pengalamannya dengan OeyLiong-Kiam. Pedang pusaka yang luar biasa itu ternyata memang banyak
mendatangkan bencana. Tetapi Kiam Ciu telah bertekad untuk menjaga dan
memelihara pedang pusaka itu.
Dengan perasaan enggan untuk menyusahkan kudanya, maka Kiam Ciu lalu
moloncat ke punggung kuda putih itu. Dengan sekali loncat dia telah duduk
diatas pelana kulit berukir di punggung kuda putih itu kemudian menarik tali
kekang dan mengeprak sanggurdi hingga siputih mengangkat kaki depan dan
meloncat lari. Kuda putih yang ditunggangi oleh Kiam Ciu ternyata mempunyai
ketangkasan yang luar biasa seolah-olah seperti telah terlatih dengan untuk
perjalanan didaerah pegunungan. Ternyata dalam waktu yang tidak terlalu lama
telah berhasil meninggalkan lereng gunung. Memasuki tapal batas propiusi
Angwei. Seperti juga kepergian orang-orang dari kalangan partai Kim-sai-pang,
begitu juga Kiam Ciu semuanya telah ditinggalkan dengan begitu saja. Dengan
cepat tanpa meninggalkan jejak.
Tiba-tiba telinga Kiam Ciu yang telah terlatih menangkap derapan sayupsayuo suara kaki kuda. Beberapa taat kemudian suara derap kaki kuda itu
bertambah banyak dan bertambah jelas.
"Hey orang desa minggir ! Aku mau lewat !" terdengar sebuah teguran yang
bernada lantang dan kasar sekali.
Semula Kiam Ciu tidak menyangka yang ditegur itu adalah dirinya. Ketika
dia memalingkan tubuh dan menyaksikan sebuah kereta dengan beberapa
orang laki-laki berkuda dan bertubuh tinggi besar.
Sebenarnya telinga Kiam Ciu tidak bisa mendapat dampratan yang kasar itu.
Namun untuk menjaga ketenangan ditempat yang baru dimasukinya itu, maka
Kiam Ciu mau juga akhirnya mengalah dan menarik tali kekang yang kiri dan
kuda itu menurut untuk berjalan dipinggir.
. 9 Kiam Ciu menghentikan kudanya dan memandang kearah kepulan debu
yang menyusul dua penurjang kuda terdahulu. Terdengar derekkan dan
bertambah dekat ternyata sebuah kereta berukir indah yang ditarik oleh empat
ekor kuda telah mendekatl dan meluncur diatas jalan besar berdebu itu dengan
pesatnya. Hingga debu dijalan raya itu bagaikan dihamburkan berterbangan membuat
Kiam Ciu terbatuk-batuk. Kemudian terdengar suara jejak kuda semakin
mendekat ternyata empat orang penunggang kuda yang juga mengenakan
seragam sepertii dua penunggang kuda yang terdahulu.
Mereka menggunakan jalan raya seenaknya sendiri bagaikan jalan miliknya
pribadi dengan tidak menghiraukan kepentingan orang lain.
Tong Kiam Ciu menjadi bergusar hati. Maka dikepraknja sanggurdi kuda itu
dan tumit Kiam Ciu membentur perut kudanya. Dengan tali kekang mengencang
maka siputih melompat kemudian bagaikan anak panah terlepas busur, maka
dengan cepat dan pesat sekali mengejar rombongan yang berada di didepannya.
Dalam waktu seperminum teh, rombongan itu telah terkejar. Ketika jarak
antara Kiam Ciu dengan rombongan itu begitu dekat, tersiarlah bau harum. Suatu
getaran aneh telah menjalar kedada pemuda itu. Kemudian dia menyadari
bahwa yang berada dalam kereta kuda itu adalah seorang wanita, Kiam Ciu
teringat akan adiknya yang ditinggalkan.
Sesaat kemudian Kiam Ciu telah mengendorkan tali kekang dan kuda putih
itu telah mengendorkan pula larinya. Bersamaan dengan itu pula orang-orang
yang mengawal kereta itu turut memperlambat kecepatan lari kudanya. Bahkan
kereta indah itupun berhenti.
Ketika Kiam Ciu menghentikan kudanya, tampaklah orang-orang pengawal
kereta itu telah bersikap seram dan berusaha untuk menyerang Kiam Ciu. Maka
pemuda itu waspada, memperhatikan gerak-gerik mata orang-orang yang
menghampirinya itu Salah seorang pengawal itu telah menghadang di tengah jalan. Ditangan
kanan orang itu terlihat sebuan kipas baja. Wajah orang itu tampak bengis tanpa
kompromi. Matanya yang bersinar hitam tajam melotot kearah Kiam Ciu.
. 10 "Hey anak muda, mengapa kau mengejar kita?? Apakah kau tidak melihat
bahwa hari ini Nyonya Besar berkenan untuk melalui jalan raya ini?!" seru orang
yang menggenggam kipas baja dengan suara seram.
"Nyonya besar dari mana yang ingin menggunakan jalan raya ini ?" seru
Kiam Ciu dengan balas tak acuh memandang ringan.
Hal itu membuat laki laki yang memegang kipas baja itu menjadi sangat
bergusar hati. Matanya melotot dan kumisnya yang lebat dan kasar itu seolaholah berdiri dan mengijuk.
"Matamu buta ? Kau tidak mengenal Nyonya Besar dari istana Shi-san-kong!"
seru laki-laki itu dengan bentakan kasar.
Nyonya Besar dari istana Shi-san-kong adalah seorang wanita muda jelita
dan kaya raya. Wanita itu juga mempunyai kepandaian ilmu silat yang tidak
rendah. Karena harta yang berlimpah-limpah maka dia berhasil menyewa
beberapa orang jago silat untuk mengawalnya.
Mendapat jawaban laki-laki yang memegang kipas baja itu. Kiam Ciu
tersenyum. Kemudian dia memeriksa laki-laki itu dengan matanya yang
menyelidik dan sempat bertatapan pandang.
"Aku hanya mengetahui bahwa jalan raya ini milik orang banyak ! Milik
umum jadi bukan milik orang-orang tersebut ! Sedangkan aku melarikan kudaku
bermaksud untuk mengejar kalian !" seru Kiam Ciu menegaskan dengan nada
suara mendatar dan tenang.
Mendapat jawaban itu pengawal istana Shi-san-kong menjadi bergusar hati.
Dengan mengernyitkan alisnya dia membelalakkan sepasang matanya. Laki laki
yang bersenjata kipas baja itu lalu membentak.
"Kurang ajar! Apakah kau tidak mendengar peringatanku?!" seru laki-laki
bersenjata kipas baja itu dengan geram.
"Ya. aku medengarnya Tetapi aku samakali tidak menyangka bahwa aku
dilarang untuk berjalan diatas jalanan umum ini !" jawab Kiam Ciu sambil
tersenyum-senyum. . 11 Menyaksikan keadaan Kiam Ciu itu laki-laki bersenjata kipas baja menjadi
bertambah gusar. Seolah-olah dia disindir dengan kata-kata tajam oleh Kiam Ciu.
Akhirnya pengawal itu sekilas melihat Oey-Liong-Kiam yang disandang
dipunggung Kiam Ciu. Ketika itu maka dengan sombong dan membanggakan
diri pengawal itu telah membentangkan kipas bajanya, kemudian melantang
Kiam Ciu. "Oho !" kukira siapa kau anak muda ! Ternyata kau adalah Tong Kiam Ciu
yang pernah bikin ribut memperlihatkan kelihayanmu dalam pertemuan Bu lim
tahwee diatas puncak gunung Ciok-yong-hong beberapa hari yang lalu. Tetapi
kini aku ingin mencoba kelihayanmu !" seru laki-laki pengawal istana Shin-sankong.
Pengawai itu hanya mengetahui bahwa dalam pertemuan Bu lim tahwee
beberapa hari berselang Kiam Ciu diserang secara keji oleh Liat Kiat Koan.
Dalam serangan itu, Kiam Ciu jatuh pingsan. Maka pengawal itu berpendapat
bahwa Kiam Ciu hanyalah seorang pemuda yang ambisius dan ilmu silatnya tak
seberapa tinggi. Maka dia menilai rendah ilmu silat pemuda itu. Hingga dia
berani untuk menantangnya.
Namun kenyataannya Kiam Ctu memang pemuda yang tidak ingin ribut?.
Karena pemuda itu merasa masih banyak tugas yang harus dijalankannya. Maka
dia ingin menyudahi perkara ini dan segera berlalu untuk menghindari
bentrokan. Tetapi sikap mengalah dan tidak ingin bentrok itu ditafsirkan oleh pengawal
itu sebagai sikap seorang pemuda yang lemah dan hanya berilmu rendah. Maka
bertambah berani dan sombonglah pengawal itu.
"Tuan besar dari istana Shin-san-Kong ! Aku menjelaskan padamu bahwa
aku tidak sengaja mengejar dan mencari keributan ! seru Kiam Ciu sambil
menghormat. Bagi seorang yang berhati tulus dan budiman, kata-kata yang diucapkannya
dan penuh sopan santun itu akan meredakan hati dan damai. Tetapi bagi
pengawal istana Shin-san-kong malah menambah kemarahannya dan
membentak dengan mata merah menyala.
. 12 "Kurang ajar kau.. Hei Kiam Ciu rupa-rupanya kau hanya pembual dan pandai
berbicara ! Tetapi ternyata kau takut menghadapi aku !" seru pengawal iatana
Shin-san-Kong dengan sangat lantang dan marahnya.
"Twako ! Jangan mengulur-ulr waktu terhadap cecurut busuk itu ! Biarlah aku
yang menghadapinya!" terdengar salah seorang pengawal itu mencampuri
urusan itu. Rupa-rupanya sejak tadi orang itu telah menahan hati dan tak
terkekang lagi. Mendengar seruan itu, akhiryna kesabaran Tong Kiam Ciu terpancing juga.
Pemuda itu turun dari punggung kudanya dan berdiri dengan sikap perwira,
kemudian memandang kearah orang-orang yang berada dihadapannya dengan
sinar matanya. "Aku Tong Kiam Ciu tidak ingin mencari keributan ! Tetapi jika kalian mau
mencari gara-gara aku bersedia melayaninya !" seru Tong Kiam Ciu dengan
suara tegas, "Nah.. bersiap-siaplah untuk menghadapiku kalian dapat memilih
cara satu lawan atau kalian bersama-sama mengerebutku!"
"Aku yang akan berhadapan denganmu!" seru pengawal yang bersenjata
kipas baja itu seraya meloncat kedepan.
Orang-orang yang lainnya minggir dan menyaksikan pertempuran itu,
sebenarnya mereka juga ingin menggempur serentak. Namun rata tinggi hati
mereka yang menyebabkan mereka tidak mau mengerubut Kiam Ciu. Kiam Ciu
telah waspada, maka ketika menyaksikan bahwa lawannya telah siap pula, Kiam
Ciu segera memasang kuda-kuda.
Dengan sekali loncatan pengawal itu telah memukulkan kipas bajanya
kearah leher Kiam Ciu. Namun Tong Kiam Ciu memiringkan tubuhnya dan
menekuk lutut. Tangan kanan membentuk pedang.
"Tahan.. !" terdengar suara seorang wanita yang sangat halus.
Rupa-rupanya tekanan suara wanita itu dapat menggetarkan jantung lakilaku. Tenyata pengawal dan Kiam Viu juga menurut untuk menghentikan
serangan mereka, Ternyata wanita itu adalah wanita yang berada dalam kereta
indah itu. . 13 "Tunggu dulu, aku ingin menyaksikannya !" seru wanita yang berwajah
sangat jelita dengan kulitan kuning langsat dan giginya bagaikan mutiara
berjajar. Kehadiran wanita jelita itu membuat kedua orang yang akan bertempur
untuk sesaat tertegun mematung. Wanita muda dan jelita itu mengenakan
pakaian yang berwarna dadu, wajahnya tampak sangat jelita lebih mirip dengan
bidadari daripada manusia. Gerak-geriknya sangat mempesonakan dan
menggiurkan. Keempat pengawal itu segera membongkok memberikan hormat kearah
kehadiran wanita jelita itu.
Setelah memperhatikan Tong Kiam Ciu sejenak, maka wanita itu lalu
menghampiri Kiam Ciu yang juga tampak terpesona dan lupa daratan
menyaksikan kecantikan wanita muda itu. Bahkan pada saat itu untuk sesaat
Kiam Ciu telah melupakan adiknya Ji Tong Bwee.
Dengan gerak gerik yang memikat dan suara yang bernada merayu, wanita
itu berseru kearah Tong Kiam Ciu.
"Hmmm.. . rupa-rupanya kau ini adalah Tong Kiam Ciu yang memiliki ilmu
Giok-ciang-cui-kiam (Tinju baja mematahkan pedang) !" seru wanita jelita itu
sambil tersenyum. Suara yang halus dan merayu itu mengandung pujian, schingga Kiam Ciu
yang masih sangat muda dan hijau dalam hal asmara itu jadi tertunduk malu.
Sesaat kemudian wanita jelita itu membalikkan tubuhnya menghadapi kedua
orang pengawalnya yang tadi telah menantang Kiam Ciu. Kemudian berseru
kearah kedua pengawal itu.
"Kalian berdua ! Kalian telah mengikutiku selama beberapa hari ini dan aku
yakin betul bahwa kalian berdua telah mengetahui betul peraturan istana kita!"
seru wanita jelita itu Kini suara yang merdu dan penuh daya perayu itu telah lenyap dan berubah
merjadi lantang dan meninggi. Disusul dengan hormat dan suara takut oleh
kedua pengawal itu. . 14 "Siocia kita mengetahui betul peraturan itu."
Peraturan istapa Shin-san-kong itu ialah barangsiapa telah menjadi
pengawal wanita itu harus dapat membuktikan bahwa mereka dapat menjaga
keselamatan wanita itu dan dapat menghapuskan segala rintangan. Padahal
sekarang mereka berhadapan dengan Tong Kiam Ciu. Berarti mereka harus
menghadapi pemuda itu. Kalau mereka tidak dapat mengalahkan Kiam Ciu
berarti mereka kehilangan pekerjaan. Laki-laki yang bersenjata kipas baja itu
tidak mau kehilangan pekerjaan yang enak itu.
Maka dia akan segera menyelesaikan Kiam Ciu dan akan membuktikan
bahwa dia adalah pengawal yang baik. Maka segeralah dia siap siaga untuk
bertempur. Dikalangan Kang ouw sebenarnya kemunculan wanita jelita itu telah tersiar.
Karena wanita jelita itu mempunyai ilmu tinggi pula ialah sebuah ilmu pelenyap
sukma yang bernama Pan-Yok-sin-im atau suara melenyapkan sukma. Orang
belum ada yang menyaksikan kehebatan ilmu silatnya dan juga tidak
mengetahui dia berasal dari mana. Sedangkan orang-orang hanya mengetahui
bahwa dia adalah Nyonya besar dari istana Shin-san-kong. Wanita jelita yang
selalu berkereta. juga selalu mendapat pengawalan.
Wanita jelita dari Istana Shin-san-kong itu selalu menarik perhatian
dikalangan para pendekar. Bahkan dalam rimba persilatan wanita jelita selalu
menjadi teka-teki. Karena belum jelas maksudnya dalam lingkungan Bu-lim,
walaupun dia seorang wanita yang sangat lihay ilmu silatnya tetapi tidak pernah
terjun dalam Kang-ouw. Yang jelas menjadi sangat terpengaruh ialah para pendekar-pemdekar
muda karena kejelitaan wanita itu. Bahkan karena memandang kejelitaan itu
mereka rela berkorban apa saja asal dapat selalu berdekatan dengan Nyonya
besar diri istana Shin-san-kong. Maka tiadalah mcngherankan kalau mereka itu
telah banyak berkorban harta maupun kekasih bahkan nyawa. Karena para
pendekar muda itu bukan hanya sekedar mengharapkan selalu berdekatan
dengan nyonya besar dari istana Shin-san-kong tetapi mereka mengharapkan
lebih dari itu. Mereka mengharapkan untuk menjadi kekasih yang tersayang.
. 15 Dalam keadaan itu maka tiadalah mengherankan kalau diantara para
pendekar muda itu hingga terjadi persaingan bahkan permusuhan. Kadangkadang menimbulkan korban jiwa juga.
Sedangkab nyonya besar yang jelita itu karena sudah terbiasa dan
menyadari keadaannya yang menjadi pujaan dan selalu disanjung oleh para
pendekar muda yang tampan dan gagah, maka terbiasalah wanita itu
menyaksikan segala kekerasan dan pertumpahan darah. Sehingga hatinya tiada
merasa puas kalau tidak menyaksikan perkelahian.
Maka dia telah menetapkan peraturan yang luar biasa bagi para pendekar
muda yang telah menyerah kepadanya. Pendekar muda yang telah takluk
karena terbuai oleh kecantikan dan kemerduan suara wanita jelita itu. Nyonya
besar dari istana Shin-san-kong menetapkan bahwa seseorang dapat selalu
menjadi pengawalnya kalau dapat membuktikan keperkasaan dihadapannya.
Sedangkan bagi pengawal yang telah kalah dianggap tidak berguna lagi dan
harus keluar atau dikeluarkan. Begitu pula bagi para pengawal yang
membangkang perintah, orang-orang yang tidak patuh itu akan segera
dipecatnya. Kecantikan wanita itu sangat luar biasa. Maka tidakhb mengherankan kalau
kecantikannya itu mempesonakan banyak para pendekar muda yang saling
bersaing untuk merebut hati dan simpati wanita jelita dari istana Shin-san-kong
itu. Tong Kiam Ciu juga sangat terpesona menyaksikan kejelitaan wanita itu.
Bahkan mata pemuda itu tiada berkedip, apalagi ketika menyaksikan gerak-gerik
wanita itu yang sangat menarik.
"Hemmm, tidaklah mengherankan kalau banyak para pemuda yang masuk
kedalam perangkapmu! Memang kecantikannya sangat luar biasa dan
mempesonakan.. . ." pikir Kiam Ciu. Karena terus saja dia sendiri sangat tertarik
dan mengagumi kecantikan, tetapi dia adalah ibarat bunga mawar yang banyak
berduri.. . . Lalu tampaklah wanita jelita itu melangkah mundur dan dengan suara yang
bernada perintah kearah kedua orang pengawalnya itu.
. 16 "Nah! Sekarang dapat berkelahi! Aku akan melihatnya!" seru nyonya besar
dari istana Shin-san-kong dengan suara lantang tetapi mata bersinar-sinar
mengkilat penuh gairah. Dengan hati berat Tong Kiam Ciu telah nyahut kata-kata itu.
"Aku Tong Kiam Ciu, selama sepuluh tahun telah menekuni ilmu silat. Ilmu
silatku tidak untuk dipertontonkan, apa lagi untuk melukai dan menyiksa orang
lain yang tidak ada ikatan permusuhan. Menyesal sekali, aku tidak dapat
melaksanakan perintahmu!" seru Kiam Ciu dengan lantang dan pasti.
Setelah itu Kiam Ciu memutar dan bermaksud untuk menghampiri kudanya
dan akan meneruskan perjalanan.
Penolakan yang diucapkan oleh Kiam Ciu dengan suara bernada tegas dan
berani itu membuat para pengawal maupun sinyonya besar itu tidak pernah
mendapat tantangan dan penolakan. Semua perintahnya selalu diturut. Apalagi
para pendekar muda yang sebaya dengan Kiam Ciu. Ia selalu dipuja dan segala
tutur katanya. Baru saja Kiam Ciu siap siaga menghadapi serangan sikipas baja, tiba-tiba
telinganya menangkap suara seruan yang datangnya dari mulut wanita itu.
"Tunggu dulu.. !" seru wanita muda itu dengan suara lantang.
Kiam Ciu sebenarnya akan bersikeras melawan pengaruh seruan wanita itu
Namun ternyata tidak mampu, karena perintah itu ternyata mempunyai
pengaruh luar biasa sekali. Entah karena apa Kiam Ciu merasa semangatnya
hilang dan seluruh tubuhnya menjadi lemas.
"Oh ! Dia telah melancarkan ilmu Pan-yo-shin-im. Celaka !" pikir Kiam Ciu
dengan penuh khawatir. Setelah dia dapat mengusir pengaruh ilmu lawan, segeralah dia meloncat
kearah kudanya dan langsung meloncat ke punggung kuda putih itu. Dengan
tidak berpikir panjang lebar segeralah dia mengeprak kudanya untuk menjauhi
tempat itu. Sedangkan wanita muda yang jelita itu merasa heran karena llmu Pan-yoshin-im ternyata tidak mampu menahan Kiam Ciu.
. 17 "Hmm.. . Tong K.iam Ciu, baiklah kau menang untuk kali ini. Tetapi waspadalah
dilain waktu kau akan jatuh ketanganku !" pikir wanita itu dengan mengawasi
kearah punggung Kiam Ciu yang bertambah jauh karena memacu kudanya
melanjutkan perjalanan. Selama dalam petualangannya untuk memikat laki-laki, baru kali ini dia
merasa kecewa karena kenyataannya bahwa Kiam Ciu tidak mudah
ditundukkan. Sedangkan Kiam Ciu telah melarikan kudanya untuk lari sejauhjauhnya dari wanita jelita Itu. Kiaos Ciu bersyukur bahwa dia dapat lotos dari
cengkeraman asmara wanita jelita istana Shin-san-kong. Karena pemuda itu
yakin bahwa dengan terlibatnya dalam skandal itu berarti akan menggagalkan
segala tugas yang telah dirintisnya dengan bersusah payah.
Namun demikian, dia tidaklah terlalu lengah. Karena dia tahu bahwa nyonya
besar dari istana Shin-san-kong itu adalah seorang wanita jelita yang ganas
dan sakti. Dengan kewaspadaan itu maka Kiam Ciu meneruskan perjalanannya.
Walaupun demikian dia juga tidak mampu untuk mengusir bayangan wajah jelita
wanita itu dari ingatannya.
Kiam Ciu terus memacu kudanya tanpa memperdulikan keadaan sekitarnya.
Hawa dingin telah terasa, ketika itu barulah Kiam Ciu mengangkat kepala dan
memandang keadaan disekitarnya. Barulah dia menyadari bahwa telah masuk
kedalam sebuab hutan yang lebat. Pohon-pohon dalam butan Itu telab bertiup,
tiba-tiba Kiam Ciu mengeluh.
"Ohh.. terlalu jauh aku mengambil jalan.. .kini aku berada di hutan bagian
mana? Mudah-mudahan ada tanda-tanda yang dapat kuturutkan.. ." pikir Kiam
Ciu. Tetapi belum sampat pemuda iiu memikirkan hal-hal yang bakal
ditempuhnya. Matanya yang tajam itu dapat menangkap suatu benda yang
melayang kearah dirinya. Benda berwarna putih itu meluncur dengan cepat
kearah dirinya. Maka dengan tangkas pula Kiam Ciu menangkap benda iiu.
Benda yang berwarna putih itu ternyata adalah selembar kertas yang dilipat
sangat kecil. Kertas yang terlipat-lipat itu dilemparkan oleh seseorang kepada
Kiam Ciu. Ketika Kiam Ciu menangkap kertas itu buru-buru dibukanya dan
dilihatnya, ternyata kertas itu bergambarkan wajah seorang gadis yang cantik
. 18 berumur kurang lebh lima belas tahunan.. Kiam Ciu mengangkat wajahnya dan
melihat kearah orang yang melemparnya itu sambil mengejar kearah orang itu
maka kertas itu masih ditentangnya.
Ternyata orang melempar kertas tadi adalah seorang pemuda berwajah
pucat dan bertubuh tinggi berambut panjang meriyap. Ilmu meringankan tubuh
pemuda itu sangat hebat. Kiam Ciu menghentikan pengejarannya. Karena dia
merasa tidak mengerti maksud pemuda itu maka Kiam Ciu lalu menghentikan
kudanya dan bayangan pemuda itu terus melesat hilang. Sekali lagi
dipardanginya kertas yang menggambarkan wanita jelita itu. Kemudian
dilipatnya dan dimasukkan kedalam saku bajunya.
Hanya sejenak Kiam Ciu mengerutkan keningnya memikirkan teka-teki
kertas bergambar wajah gadis itu. Namun sampai sedemikian lama dia tidak
tapat memecahkan teka-teki itu. Maka dihalaukannya persoalan itu dari
pikirannya. Dia mempunyai pokok tujuan dan tugas yang harus dapat
diselesaikannya untuk memenuhi harapan-harapan gurunya.
Maka Kiam Ciu kini menggertak tali kekang kudanya dan kuda putih
kesayangannya itu meloncat meninggalkan hutan itu. Beberapa li pemuda itu
menempuh perjaanan, tiba-tiba telinganya menangkap suara rintihan seseorang.
Rintihan itu terdengar sayup-sayup tertiup angin,
Karena watak Kiam Ciu welas asih dan memegang teguh keperwiraan maka
ketika mendengar rintihan itu dia tidak dapat tinggal diam saja. Segeralah dia
menarik tali kekang kudanya kearah datangnya suara itu. Ketika suara itu
terdengar nyata benair, segeralah Kiam Ciu turun dari punggung kuda putihnya.
Diperhatikannya seorang laki-laki yang tengah menelungkup ditanah dia
memegangi perutnya sambil merintih-rintih. Tampak bahwa orang itu sangat
menderita, Kiam Ciu menghampiri dan memegang bahu orang itu. Kemudian
menegurnya dengan suara menghibur.
"Mengapakah kau.. ? Apakah aku dapat menolongmu ?" bisik Kiam Ciu sambil
membongkok. Tetapi orang itu dengan tiba-tiba menghentikan rintihan dan loncat berdiri.
Kemudian menyerang Kiam Ciu dengan sebilah golok.
. 19 Gerakannya sangat cepat sekali. Namun Kiam Ciu dapat menghindarinya
pula dengan cepat. Maka melesatlah serangan ttu menusuk tempat kosong, dan
orang itu dengan cepat pula memutar tubuh menghadap kearah Kiam Ciu dengn
golok mengkilap tetap tergenggam di tangan kanan.
"Tahan ! Aku Kiam Ciu bermaksud baik untuk menolongmu, tetapi ternyata
kau menyerangku dengan keji apakah maksudmu?" seru Kiam Ciu heran dan
mengamati keadaan orang itu dengan penuh waspada.
Tetapi orang itu tidak menjawabnya, bahkan kini menyerang lagi dengan
lebih dahsyat dalam jurus Long-li-ciu atau mendorong perahu dalam ombak.
Laki-laki itu meloncat sambil menikamkan goloknya ke leher Tong Kiam Ciu.
Tetapi Kiam Ciu dengan tenang dan waspa da telah berkelit. Dengan jurus
Kim-siok-liong atau Gunting mas menggunting ekor naga, pemuda itu
membelokkan tubuhnya dan ujung golok orang itu menikam angin hingga tubuh
laki-laki itu limbung. Kiam Ciu dengan gerakkan cepat sekali menotok siku lakilaki itu.
"Aduh ! Trang..!" terdengar luara jeritan berbareng dengan suara dentangan
nyaring goiok yang dipegang laki-laki itu terlepas jatuh.
Namun Kiam Ciu tidak merasa mempunyai ikatan dendam permusuhan
dengan laki-laki itu. Maka walaupun lawan dalam keadaan seperti itu, dia tetap
diam dan tidak bermaksud membunuhnya. Sedangkan laki-laki itu telah
meloncat satu tindak sambil memegang pergelangan tangannya dan
mengamati Kiam Ciu. "Tong Kiam Ciu, aku tidak dapat melawanmu dengan senjata. Apakah kau
bersedia berkelahi dengan tangan kosong!" seru laki-laki itu.
Kiam Ciu tidak menjawab tantangan itu, dia hanya tersenyum dan
menyarungkan pedang. Kemudlan siap siaga menghadapi serangan lawan.
Laki-laki itu telah memasang kuda-kuda. Kemudian setelah melihat bahwa
Kiam Ciu menyarungkan pedangnya, maka tantangannya berani diterima dan
langsung dia menyerang dengan sepasang tangannya membentuk cakaran.
Laki-laki itu meloncat bagaikin terbang mengarah tubuh Kiam Ciu. Bertepatan
. 20 dengan loncatan itu pula Kiam Ciu menyaksikan kelebatan bayangan bertubuh
kurus dan tinggi. Akhirnya Kiam Ciu berkeyakinan bahwa kelebatan bayangan itu tak lain
adalah Li Hok Tian yang telah meminjam tenaga orang yang tengah dihadapinya
itu untuk membinasakan Kiam Ciu.
Dalam perkelahian itu Kian Ciu telah mengingat kembali cerita gurunya
tentang seorang jago silat yang mempunyai keahlian mempernakan golok dan
orang itu buta. Kemudian mengangkat murid yang telah dipeliharanya sejak
kecil. Namun akhirnya guru yang buta matanya tetapi baik hatinya itu menjadi
sangat kecewa. Murid tunggalnya yang bernama Pit Ki itu kemudian telah
mengkhianatinya. Pit Ki telah merajalela, menyebar kejahatan dan keji.
Disamping Pit Ki berhati keji juga bersifat curang dan licik. Ketika itu ternyata
menyerang Kiam Ciu tidak dengan tangan kosong benar-benar. Tetapi
melancarkan serangannya dengan lima butir bola baja yang beracun, lima
bagian yang terlemah dan berbahaya pada tubuh Kiam Ciu yang diarahnya
untuk kebinasaan pemuda itu. Muka ketika pemuda itu dengan cepat dapat
menangkap kilatan senjata rahasia itu, Kiam Ciu mengerahkan ilmu Bo-kit-sinkong dan menggerakan tinju tangan kanan kearaa benda-benda yang tengah
meluncur itu. Hantaman dahsyat yang dilambari ilmu Bo-kit-sin-kong itu begitu hebatnya
meluncur dan menggempur kedepan. Lima butir bola besi itu telah terhalau dan
Pit Ki sendiri terdorong ke belakang beberapa langkah. Untung tidak terjengkang.
Berbareng dengan itu terdengar pula sebuah jeritan tinggi. Tahu-tahu
tampak seorang kakek yang berambut panjang digelung dan berwarna putih
seluruhnya. Kakek itu tampaknya buta dan berdiri diantara Pit Ki dan Kiam Ciu.
Li Hok Tian yang sejak tadi menyaksikan jalannya pertempuran antara Kiam
Ciu dengan Pit Ki dan bersembunyi dibaiik batu besar. Kini orang itu keluar dari
persembunyiannya dan ingin menyaksikan kakek buta itu.
Tong Kiam Ciu yakin bahwa kakek itu adalah guru Pit Ki. Sedangkan Pit Ki
sendiri untuk sesaat masih ternganga dan wajahnya masih pucat memandang
kearah kakek itu bergantian memandang Kiam Ciu. Tetapi ketika semuanya telah
. 21 dapat dikuasai dan warna merah membersit di wajahnya barulah laki-laki itu
terseru : "Suhu! Kukira siapa tadi yang datang.. .!" seru Pit Ki dengan suara gugup dan
berlutut di hadapan gurunya.
"Ya.. benar aku yang datang, ternyata kau tidak silap dan masih mau
mengakui aku sebagai suhumu.." sambung kakek itu sambil tersenyum dan
mengangguk kearah Pit Ki.
Saat itu baik Kiam Ciu maupun Li Hok Tian terdiam. Kekek berambut putih
itupun sama sekai! tidak mempedulikan orang lain. Dia mengutamakan
urusannya. Ialah hubungan antara guru dan murid. Urusan perguruan yang
sangat mendesak dan harus lekas-lekas diselesaikan.
"Pit Ki.. aku telah memelihara kau semenjat kau masih anak-anak. kupelihara
dengan penuh kasih sayang dan harapan. Sebenarnya aku menaruh harapan
besar kepadamu. Tetapi.. . tetapi kau telah minggat dari rumahku. Kau telah turun
gunung dengan tujuan untuk menumpuk harta kekayaan dan mencari nama
besar. Kau telah tersesat terlalu jauh. Aku telah mendengar dalam beberapa hari
saja kau telah banyak membunuh jago-jago silat dikalangan Kang-ouw! Kau
membunuh mereka dengan cara licik dan keji. Perbuatanmu itu sangat terkutuk
Pit Ki ! Jika kau masih memandang aku sebagai guru dan masih menghormati,
marilah ikuti aku kembali ke gunung. Aku dapat mengampuni segala
kesalahanmu. Aku dapat mengampuni perbuatan-perbuatanmu yang lampau !"
seru kakek itu dan menunggu jawaban dari muridnya itu.
Namun sampai beberapa saat kakek itu menunggu tidak mendengar
jawaban Pit Ki. Seaat suasana menjadi lengang tetapi tegang.
"Aku menyuruhmu untuk ikut pulang ke gunung! Apakah kau tidak
mendengarnya?" seru kakek itu dengan suara lantang dan membentak.
Pit Ki meloncat berdiri dan memandang suhunya serta menyahut.
"Suhu.. . aku tidak mau turut!" seru Pit Ki dengan suara keras.
"Hai ! Jadi kau membangkang?" seru kakek itu dengan mulut melongo.
. 22 Tiba-tiba Pit Ki telah mencabut goloknya Dengan sebuah loncatan dia telah
menyerang gurunya. Serangan yang keji mengarah jalan darah kematian
suhunya yang selama belasan tahun mengasuh dengan kasih sayang.
Perbuatan itu membuat Tong Kiam Ciu maupun Li Hok Tian jadi terperanjat
sekali. Sikakek buta meloncat kesamping menghindar serangan itu. Kakek itu
memiringkan tubuhnya dan memaki kearah Pit Ki.
"Kau berani menyerang dan akan membunuhku ?!" seru kakek itu. Sambil
membentak lantang dan meloncat menerkam kearah Pit Ki. Pit Ki sama sekali
tidak menduga akan gerakkan itu, Tanpa terduga goloknya telah jatuh ke tangan
suhunya. "Bunuhlah aku sekarang juga!" seru Pit Ki yang tidak berdaya itu.
Namun kakek buta itu tidak ingin membunuh muridnya itu. Sejenak biji mata
kakek itu bergerak-gerak. Wajihnya berubah tampak sangat tua dan
membayangkan kepedihan yang luar biasa.
Diangkatnya golok Pit Ki, kening kakek itu berkerut. Kemudian golok itu
dicentilnya dengan jari telunjuk. Terdengar deringan nyaring dan dentangan
benda jatuh. Golok itu telah terputus menjadi dua.
"Nah, kau perhatikan golokmu ini Pit Ki. Seperti golok ini jugalah hubungan
kita selanjutnya. Antara aku dengan kau sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.
kau bukan lagi sebagai muridku !" seru kakek itu.
Kemudian hulu golok itu dilemparkan ketanah, bersamaan itu pula kakek itu
berkelebat menghilang, hanya angin hembusan yang terasa sejuk menerpa
wajah mereka yang berada ditempat itu. Pit Ki dan Li Hok Tian terpesona
menyaksikan semua kejadian yang diperbuat kakek iiu.
Pada saat itu maka segeralah Kiam Ciu dengan diam-diam menghampiri
kudanya. Kemudian menyemplaknya duduk dipunggung kuda itu. Dia tidak mau
berurusan dengan kedua yang tidak karuan itu dan ingin segera berlalu dari
tempat iiu. Ketika tali kekang kudanya ditarik dan dibentakan maka kuda itu telah
mengetahui maksud tuannya. Segeralah kuda putih yang cerdik itu
. 23 meninggalkan tempat pertempuran dan memasuki hutan, meninggalkan kedua
orang itu dalam keadaan terpesona. Kiam Ciu meninggalkan mereka dengan
diam-diam. Sepanjang malam Kiam Ciu menempuh rimba lebat dan gelap, mata dan
telinganya tidak pernah ferlena. Dia selalu waspada, karena dia tahu bahwa
didalam hutan itu sering terjadi hal-hal diluar dugaan. Binatang maupun orangorang jahat yang selalu mengintai siapapun adanya yang berani menempuh
dalam hutan lebat itu. Sebenarnya Kiam Ciu akan menyerahkan pening kuningan partai Bu-tong
kepada Li Hok Tian. Namun ketika menyaksikan perbuatan Li Hok Tian yang
kejam itu, niat K.iam Ciu lalu diurungkannya. Kini dia bertekad untuk pergi ke
markas besar partai Bu-tong. Dia akan menemui pemimpin Bu-tong Pay dan
akan menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya. Dalam perjalanan itu
dengan tiada terasa dia telah berjalan jauh sekali. Hawa sejuk menjelang pagi
telah menyentuh-nyentuh kulit tubuh pemuda itu. Barulah sadar Kiam Ciu ketika
terdengar suara burung hutan yang ramai berkicau Ditariknya tali kekang dan
kuda itu berhenti. Kiam Ciu menarik nafas panjang.
Segar dan bau harum kembang-kembang tertiup angin. Kiam Ciu
memeriksa keadaan disekelllingnya. Semunya dalam keadaan tenang dan
burung-burung bergembira. Kemudian Kiam Ciu melanjutkan langkahnya!
Mengentak kudanya untuk melanjutkan perjalnan! Tiada lama kemudian,
tampaklah sebuah bangunan tua yang sebagian telah menjadi reruntuhan !.
Selelah Kiam Ciu menghampiri bangunan itu maka segeralah menghentikan
kudanya dan pemuda itu turun dari punggung kudanya, Diperiksanya keadaan
itu. Kuda putihnya dibiarkan lepas dan mencari makan merenggut rumputrumput muda yang banyak terdapat disekeliling bangunan itu., Sedangkan Kiam
Ciu bermaksud untuk beristirahat sebentar,
Sambil menggigit-gigit bunga rumput dan menggeletak dengan berbantalkan
tapak tangannya, Kiam Ciu istirahat dan memandang keatas. Walaupun langit
lerhalang oleh dedaunan namun pemuda itu tetap memandanginya. ! Anganangannya melayang-layang menyusup dicelah dedaunan dan menyembul
keangkasa diantara mega-mega! Kiam Ciu kembali teringat kertas yang
. 24 bergambarkan gadis umur lima belasan! Kertas itu lalu dikeluarkannya dari
dalam saku, dipandarginya gambar itu.
Kiam Ciu berusaha untuk memecahkan teka-teki gambar gadis itu. Namun
smpai sekian lamanya dia tidak berhasil. Bahkan yang terbayang kini gambaran
wajah adiknya Ji Tong Bwee. Kiam Ciu berusaha untuk memejamkan mata.
Namun bayangan peristiwa-peristiwa yang baru dialaminya mengganggu terus.
Hingga pemuda itu sukar sekali unuk menghalau gangguan bayangan itu.
Dalam keadaan itu tiba-tiba dia menangkap suara langkah mendekatinya.
Langkah yang sangat halus itu bertambah dekat. Maka Kiam Ciu lalu bangun
dan memeriksa keadaan disekeliling bangunan itu. Ternyata langkah itu telah
lenyap. Kiam Ciu berhenti sejenak dan memasang ketajaman telinganya untuk
mendengarkan Iangkah-langkah yang tadi didengarnya itu. Namun Iangkahlangkah itu telah lenyap.
Kembali pemuda itu ke tempat semula dan bermaksud untuk meneruskan
beristirahat. Dibaringkan tubuhnya diatas rerumputan yang tebal. Ketika
matanya memandang keatap bangunan itu, dia terperanjat ketika dia
menyaksikan seorang pemuda yang mengenakan pakaian compang-camping
dan rambutnya panjang terurai. Pemuda yang duduk ongkang-ongkang diatap
rumah bobrok itu tampak tersenyum.
"Hey apakah kau yang melemparku dengan kertas bergambar gadis Itu?"
seru Kiam Ciu sambil meloncat berdiri.
"Ya.. . hahaha" seru pemuda itu.
"Apa maksudmu kau melempar dengan gambar itu ?" seru Kiam Ciu.
"Hemmm gambar itu adalah milikku maka aku datang kesini akan minta
gambar itu kembali.. . !" seru pemuda gembel itu sambil mengulurkan tangan
kanan kearah Kiam Ciu. "Enak saja kau telah membuat otakku pusing karena teka-teki itu, Kini dengan
seenakmu lalu minta kembali gambar itu. Aku belum dapat memecahkan tekateki yang kau berikan kepadaku itu. Jangan kau bermimpi akan mendapatkan
kembali gambar itu sebelum kau menerangkan maksudnya.. . " seru Kiam Ciu
. 25 sambil menuding kearah pemuda gembel yang masih tetap duduk diatas
genting dengan tenangnya.
"Tetapi kertas bergambar itu adalah milikku, maka kini aku mengharapkan
kau untuk mengembalikan kepadaku!" seru pemuda itu sambil mengulurkan
tangan kanannya. "Kau telah membuat seseorang tenggelam dalam suatu teka-teki. Maka
sebagai penghormatan kau harus memberikan penjelasan tentang arti teka-eki
itu!" seru Kiam Ciu dengan muka merah.
"Tetapi kertas itu kertasku! Mana berikan padaku !" seru pemuda itu
"Kalau kau belum memberikan jawaban teka-teki itu padaku, jangan kau
harapkan bahwa aku akan mengembalikan kertas ini padamu!" seru Kiam Ciu
bersungguh-sungguh. "Jika kau sangat mengharapkan jawabannya.. . inilah jawabannya !" seru
pemuda itu sambil meloncat turun dari atas atap rumah bobrok itu kemudian
meloncat pula bagaikan kilat dia telah menghilang.
Kiam Ciu dengan tangkas telah menangkap lemparan itu. Ternyata kertas
yang dilipat sangat ringkas. Kemudian Kiam Ciu membuka lipatan itu. Ternyata
adalah sebuah wurat yang berisi pisau.
"Awas! Penganiayaan! Berbahaya!"
Tullsan-tulisan singkat tetapi cukup berarti itu meupakan kesan padanya.
Akhirnya Kiam Ciu menyadari bahwa pemuda gembel yang aneh itu ternyata
berusaha untuk menolongnya. Ternyata pemuda itu bermaksud baik walaupun
sebelumnya dia belum pernah mengenal dan saling berbicarapun belum. Maka
diamatinya sekali lagi. diulanginya untuk membacanya.
"Hemmm rupa-rupaya dia berusaha untuk menolongku dari bencana. Mulamula dia telah melemparkan kertas bergambarkan seorang gadis dia telah
berusaha memperingatkan kepadaku akan jebakan Pil Ki yang keji itu, kemudian
aku lebih waspada lagi. Siapakah dia yang sebenarnya ?" pikir Kiam Ciu sambil
memasukkan kertas peringatan itu kedalam saku bajjuya.
. 26 Sebenarnya memang Tong Kiam Ciu banyak yang mencintai. Apalagi ketika
diketahui oleh tokoh-tokoh persilatatan bahwa Kiam Ciu akan naik kepuncak
gunung Ciok-yong-hong untuk turut serta dalam pertemuan orang-orang gagah
pada pesta Bu-lim-tahwee dan kelihatan bahwa Kiam Ciu membawa-bawa
pedang Oey-Liong-Kiam, maka dia selalu diincar oleh tokoh persilatan itu. Namun
Kiam Ciu sama sekali tidak menyadarinya. Bahwa segala peristiwa itu rangkaiberangkai sangat panjang dan tiada berkesudahan.
Dengan tetap tenang-tenang saja seolah-olah tidak ada apa-apa, maka Kiam
Ciu telah bersiul memanggil kudanya; Kuda putih itu memperdengarkan
ringkikannya dan berderap mendekati Kiam Ciu. Setellah menggeser-geserkan
kepalanya kelengan pemuda itu dan Kiam Ciu mengelus kepala kudanya
tersenyum. "Putih ayolah kita meneruskan perjalanan" bisik Kiam Ciu. Kuda itu seperti
tahu apa yang dikatakan tuannya dan memperdengarkan suara ringkikan
tertahan beberapa kali, bagaikan jawaban kata-kata Kiam Ciu.
Akhirnya Kiam Ciu meloncat kepunggurg kuda putih itu. Tali kekangnya
dibentakkan dan kuda itu melompat lari. Walaupui bagaimana pemuda itu masih
memikirkan kata-kata yang tertulis pada surat yang dilemparkan oleh gembel
itu, Namun dia sam a sekali tidak tahu apa maksudnya.
Tiba-tiba Kiam Ciu mencium bau daging dipanggang. Seketika itu juga
perutnya terasa sangat lapar. Maka diputar langkah kudanya menuju keasap
sedap yang melaparkan perut itu. Apa agi hampir dua hari Kiam Ciu tidak makan.
Setelah mencium bau daging dibakar itu, perutnya merasa sangat lapar sekali.
Belum seberapa jauh dia telah melihat kepulan alap. Setelah bertambah
dekat terlihatlah seorang kakek pendek yang tengah membakar dua potong kaki
babi. Dihampirinya kakek itu. Asap sedap mengepul dan mempengaruhi selera
Kiam Ciu. Laparnya hampir tak tertahan.
Laki-laki bertubuh gendut pendek dan berwajah kejam itu tetap tenang. Dia
terus memanggang dua buah kaki babi itu diatas api yang membara.
Kedatangan Kiam Ciu tidak mengejutkannya. Rupa-rupanya laki-laki itu telah
mengetahui maksud kedatangan Kiam Ciu.
. 27 "Apakah kau lapar ? Tetapi kawanku itu biar makan dulu!" seru laki-laki
pendek dan gendut itu sekilas memandang kearah Kiam Ciu. Kemudian
menunduk lagi mengamati paha panggangnya. Sepotong daging panggang telah
dilemparkan ke arah seekor ular belang.
"Ayo turun dari kudamu, kita dapat makan bersama-sama!" seru laki-laki itu
dan terus dia sendiri sibuk memotong daging panggang itu dan melahapnya.
"Terima kasih Locianpwe.. " seru Kiam Ciu sambil dengan tergesa-gesa turun
dari atas pelana kudanya dan menghampiri laki-laki itu, kemudian mengambil
sepotong daging panggang dan dimakannya.
Kedua orang itu belum saling mengenai. Mereka telah makan bersama
dalam keadaan lapar. Kiam Ciu mengauggap orang pendek yang berwajah kejam
itu ternyata seorang yang baik hati.
Setelah laki-laki itu merasa kenyang dia telah berhenti makan. Tangannya
yang berminyak itu diusap-usapkannya ke betis dan di gosok-gosokannya ke
rumput. Kemudian mengusap mulutnya dengan jubahnya. Ular belang itupun
telah selesai menelan daging panggang. Kemudian ular belang itu disimpannya
dibalik jubah laki-laki gendut dan pendek itu.
"Aku telah kenyang, maka akan segera mininggalkan tempat ini. Tetapi kalau
kau masih merasa kurang, disana kau dapat mengambinya !" seru laki-laki itu
sambil menunjukkan ke satu tempat.
Kiam Ciu agak terperanjat dengan kata-kata itu kemudian dia mengajukan
pertanyaan ingin mengetabui nama laki-laki itu.
"Tetapi siapakah nama Locianpwee ?" seru Kiam Ciu.
Laki-laki itu menahan langkahnya, kemudian berpaling kearah Kiam Ciu dan
wajahnya yang bengis itu kini tampak agak cerah.
"Oh.. . kau tanyakan namaku? Apakah perlu itu bagimu anak muda ?"
"Ya sangat perlu, karena kebaikan hatimu telah memberikan daging
panggang ini . . " seru Kiam Ciu.
"Jadi hanya karena daging itu kau ingin mengetahui namaku ?"
"Oh . , , bukan iiu maksudku . . ." sahut Kiam Ciu gugup.
. 28 "Baiklah kau dengar, kau dengar namaku.. . , Aku bernama Tok Giam Lo !"
Kiam Ciu tampak terpaku, matanya terbeliak karena terkejut mendengar
nama itu, karena nama itu sudah sering didengarnya.
"Oh , , , jadi . , , jadi Locianpwee bernama Tok Giam Lo ? Nama itu sudah sejak
lama kudengar nama besar dan malang melintang di kalangan Kang-ouw,
namun mengapa kini kutemui sebagai pencuri kepunyaan orang lain" jawab
Kiam Ciu dengan terheran-heran dan memandang laki-laki itu dengan sorot
mata tak mengerti. "Kalau kau sudah mengetahui siapa diriku, mengapa kini kau berani mencela.
Untuk kesalahanmu itu kau harus menerima hukumanku tiga kali pukulan ! seru
Tok Giam Lo. "Oh, jika apa yang kukatakan tadi dianggap tidak betul. Maka aku bersedia
untuk menerima pukulan sebagai hukuman , , , " jawab Kiam Ciu.
Tanpa banyak berbicara lagi, Tok Giam Lo sudah siap untuk mengirimkan
pukulan tiga kali kearah tubuh Kiam Ciu.
Tetapi Kiam Ciu telah siap siaga dengan ilmu Bo-kit-sin-kong untuk
menangkis pukulan Tok Giam Lo yang berhati sewenang-wenang itu.
Karena pemuda itu telah menduga dan masih mengingat cerita gurunya
tentang Tok Giam Lo itu seorang tokoh yang berjiwa keji dan suka berbuat
sewenang-wenang, Tok Giam Lo mempuryai kehebatan ilmu racun dan bisa
yang sangat ganas. "Buk !" terdengar suara dua kekuatan berbentur.
Tok Giam Lo terlempar surut beberapa langkah. Dia sangat terperanjat
menyaksikan kenyataan itu. Ternyata Kiam Ciu yang masih sangat muda itu
telah dapat menguasai Bo-kit-sin-kong sangat sempurna. Setelah mendapat
kenyataan itu, maka laki-laki pendek itu jadi beringas.
Kini dia telah siap siaga untuk memukul kembali dengan ilmu Sin-kang yang
lebih hebat dan dapat menghancurkan gunung. Wajahnya tampak lebih bengis
lagi. Menggerakkan tinjunya yang mengepal dimuka dadanya dengan kerut
kemerut dahi dan matanya melotot.
. 29 Ketika Tok Giam Lo meloncat menyerang dengan pukulan tangannya kedada
Kiam Ciu, pemuda itu menarik kakinya selangkah kebelakang, kemudian
memukulkan tangan kanan kedepan. Belum lagi Tok Giam Lo sampai dihadapan
Kiam Ciu, dia telah terkena angin pukulan Kiam Ciu hingga terpental balik lima
tindak. Wajah Tok Giam Lo jadi bertambah beringas dan marah sekali.
Dia meloncat dan mengembangkan kesepuluh jari jemarinya untuk
menyerang Kiam Ciu. Dari ujung jari jemari itu tampak mengepul asap beracun.
Kiam Ciu terperanjat ketika hidungnya mencium bau amis. Dia telah
menduga bahwa Tok Giam Lo telah mempergunakan racun. Belum sempat dia
berpikir lebib lanjut tahu-tahu tubuhnya menjadi panas, kemudian beralih dingin
hingga dia menggigil kedinginan. Sejenak kemudian dia merasakan kehilangan
tenaga menjadi sangat lemah sekali. Kiam Ciu tidak berdaya, tubuhnya loyo dan
mukanya tampak sangat pucat sekali.
Tok Giam Lo kemudian menahan serangannya. Dia menghampiri Kiam Ciu
yang sudah tidak berdaya itu. Sambil tertawa dengan bangga dia berseru dan
mencibir Kiam Ciu. "Hahahah.. . . Aku kira kau ini adalah seorang jaro silat yang sangat hebat..
ha..ha..ha.. tidak tahunya hanyalah seekor ayam gorokan belaka ha ha ha ! Kau
telah menghinp bawa beracun yang keluar dari ujung jariku. Dalam waktu
pendek kau dan kudamu akan binasa bersama. Di jagat ini tiada seorangpun
yang dapat menawarkan pengaruh racanku. Kecuali . . aku sendiri , , , ha
hahahhha , , ," terdengar tawa itu bertambah meninggi kedengarannya sangat
menyakitkan hati. Karena Kiam Ciu sedang mengerahkan Bo-kit-sin-kong maka dia diam saja.
Kiam Ciu berusaha untuk menghalau pengaruh racun. Tok Giam Lo lenyap dari
pandangan mata, barulah Kiam Clu merasa lega. Karena racun itu sudah lenyap
pula. Pengaruh racun yang membuat Kiam Ciu jadi lumpuh untuk beberapa saat
lamanya. Tetapi nasib malang yang menimpa diri kudanya. Kuda itu ternyata tidak
dapat menahan pergaruh racun Tok Giam Lo. Setelah menghisap hawa beracun,
kuda putih itu jauh pingsan kemudian binasa. Kiam Ciu telah berdiri kembali dan
menghampiri kudanya yang telah mati. Dengan hati pedih dielus kepala kuda
. 30 putih itu. Seolah-olah dia tengah membujuknya. Kemudian bangkai kuda itu lalu
dikuburnya. Setelah menguburkan kudanya yang terkena racun itu, Kiam Ciu
meneruskan perjalanan. Dia belum tahu kemana yang akan ditujunya. Yang
penting kini dia harus meninggalkan tempat itu selekas-lekasnya.
Dengan tak terasa Kiam Ciu telah sampai di sebuah gubuk yang telah
terlantar. Karena tubuhnya masih merasa agak lemah, maka segeralah berhenti
dan duduk didepan gubuk yang tidak terawat itu. Kiam Ciu telah kembali menjadi
tenang dan kembali bayangan-bayangan kejadian yang telah dialaminya selama
sehari semalam itu. Teringatlah kejadian-kejadian yang telah dialaminya: wanita
muda yang jelita, kemudian Pit Ki yang keranjingan nama dan kekayaan,
kemudian seorang pemuda gembel yang rambutnya terurai, akhirnya
pertemuannya dengan Tok Giam Lo yang kejam itu.
Dengan tak sengaja dia telah memasukkan tangannya kedalam saku.
Didalam saku itu dia meraba batang akar Lok-bwee-kim-keng.
"Dengan akar kering ini aku dapat terbebas dari pengaruh segala macam
racun dan bisa. Aku harus lekas-lekas sampai ke kota Pek seng. Kemudian pergi
ke lembah Si-kok.. . " pikir Kiam Ciu dan menarik nafas panjang kemudian merasa
keadaan tubuhnya yang telah kembali segar.
Demikianlah Kiam Ciu telah mengambil keputusan untuk pergi ke puncak
Hiang-la hong di pegunungan Bu-tong dan terus ke lembah Si-kok yang sangat
ditakuti oleh para jago-jago silat.
Tiba-tiba Kiam Ciu mendengar suara langkah kaki yang bertambah dekat
Sementara itu hidung Kiam Ciu yang tajam penciumannya itu telah mencium
bau harum. Dia telah memastikan bahwa orang yang mendekatinya itu pastilah
seorang wanita. Karena bau wangi itu adalah bau harum-haruman yang biasa
dipakai oleh wanita. "Tong Kiam Ciu ! Tong Kiam Ciu kau berada dimana ?!" terdengar suara
wanita memanggil-manggil nama pemuda itu.
(Bersambung Jilid 5) . 31 . 0 OEY LIONG KIAM (Warisan Jenderal Gak Hui)
Diolah Oleh : HO TJING HONG
Jilid ke 5 N AMUN Kiam Ciu telah kenal dengan irama dan nada suara itu. Sejenak
berdebar hati Kiam Cu mendengar suara iiu. Namun kemudian dia telah
ingat menguasai diri kembali. Segeralah dia mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong
agar ia menjadi kebal terhadap pengaruh rayuan wanita jelita yang kini telah
mendatanginya itu. "Tong Kiam Ciu. mengapakah kau menjauhkan diri dari padaku ? Sekarang
tiada orang lain, kita hanya berdua saja kan kita bebas untuk bercakap-cakap
dan berbuat apapun tiada orang lain yang mengganggu lagi." bujuk wanita jelita
itu sangat manis dan lunak sekali.
Namun pengaruh ilmu Bo-kit-sin-kong telah menguasai Kiam Ciu. Pemuda
itu tanpa berbicara telah mengamatinya. Ditatap wajah wanita muda itu dengan
mulut tetap membisu. Karena kekakuan dari Kiam Ciu itu maka wanita muda
yang jelita dan menggairahkan itu jadi bergusar hati.
"Sio Cin ! Ambil pedangku ! Ambil pedangku !" seru wanita muda dan jelita
itu. Dengan serentak tampaklah tiga orang telah berloncatan ditempat itu.
Seorang wanita muda membaw sebilah pedang yang bersarung. Kelihatan pula
dua orang pendekar yang telah dikenai oleh Kiam Ciu.
Mereka yaitu ialah Pit Ki dan Li Bok Tian Mereka telah terdiri menghampiri
wanita muda itu. Mereka bertiga menantikan perintah tuannya.
"Hmmm.. . rupa-rupanya Pit Ki dan Li Hok Tian telah dapat menundukkan para
pengawnl wanita itu dan sekarang dia terpilih sebagai pengawalnya". pikir Kiam
Ciu dan memandang kearah kedua pendekar itu.
. 1 Kedua laki-laki itu memandang Kiam Ciu dengan sinar mata beringas. Tetapi
mereka tidak berani berbuat lebih lanjut sebelum mendapat perintah wanita
muda itu. Wanita muda itu mengambil pedangnya dan berdiri dalam sikap menantang
kearah Kiam Ciu. "Semenjak aku terjun dikalangan Kang-ouw pedangku ini belum pernah
keluar dari sarungnya. Sekarang aku cabut pedang ini dari sarungnya!" seru
wanita muda itu dan tampaklah mata pedang yang baru saja dicabut itu.
Sekilas Kiam Ciu mengawasinya tetapi pemuda iiu masih tetap membisu
dan masih terus mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong. Wanita itu bertambah gusar
dan membentak lagi. "Aku ingin mencoba kehebatan ilmu pedangmu dan kehebatan Oey Liong
Kiam !" seru wanita itu, dibarengi dengan berakhirnya kata-kata itu dia telah
menusuk kearah Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu melompat kebelakang satu tindak. Tusukan pedang wanita itu
mengenai tempat kosong. Tetapi wanita muda itu tidak meneruskan
serangannya. Kemudian wanita jelita itu tersenyum dan menegurnya.
"Anak bandel ! Mengapa kau tidak membalas menyerang dengan
pedangmu?" Tetapi Tong Kiam Ciu tidak membalasnya. Pemuda itu hanya menatap mata
wanita muda itu serta menahan amarahnya. Ketika itu wanita muda dan jelita
itu telah menghampirinya dan membujuk.
"Hey Tong Kiam Ciu, mengapa kau selalu membisu. Apakah kau mendapat
luka dalam !" bisik waniia muda itu seraya menghampirinya.
Belum lagi wanita muda itu menyentuh kulit Kiam Ciu, tahu-tahu pemuda itu
telah menggerakkan tangan kanan dan memukul kearah wanita itu hingga
terpental karena angin pukulannya.
Diam-diam wanita jelita itu merasa heran karena kehebatan Kiam Ciu yang
tidak terpengaruh ilmu Pan-yok-sin-im atau ilmu Suara melenyapkan sukma
. 2 yang telah dilancarkannya itu. Dia berpikir apakah ilmunya itu sudah tidak
berguna lagi. Menyaksikan wanita muda dan jelita yang selalu dipuja-pujanya itu telah
diperlakukan sedemikian rupa oleh Kiam Ciu, maka tanpa menunggu perintah Li
Hok Tian telah memukulkan ilmu pukulan mautnya kearah kepala Kiam Ciu
dengan tenaga penuh. Namun Kiam Ciu dapat berkelit dengan cepat dan
meloncat beberapa tindak, dan tidak berusaha untuk membalas atau
mengimbangi perbuatan Li Hok Tian itu.
Sejak tadi Kiam Ciu telah mengerahkan Ilmu Bo-kit-sin-kong yang
mengutamakan penyaluran tenaga dalam segenap pembuluh darahnya. Maka
tidaklah mengherankan kalau pemuda itu bagaikan mandi. Tubuhnya basah
kuyup dan Kiam Ciu meloncat kebelakang sambil menahan luka dalam yang
dideritanya akibat pertempuran dengan Tok Giam Lo tadi.
Tiada seberapa lama tampaklah darah meleleh dari lubang hidung dan sudut
mulut pemuda itu. Menyaksikan keadaan Kiam Ciu itu maka kini Li Hok Tian
tertawa gelak-gelak. Dibarengi dengan meluncurnya enam butir bola besi beracun yang
dilemparkan oleh Pit Ki. Serangan Pit Ki itu sangat cepat hingga Kiam Ciu tidak sempat lagi untuk
mengelakkannya. Namun bertepatan dengan meluncurnya butiran-butiran bola
beracun itu kearah tubuh Kiam Ciu, tampaklah wanita muda itu mengebutkan
lengan bajunya kearah benda-benda itu.
Wanita muda itu berhasil menghalaukan ke enam bola. Kiam Ciu terhindar
dari timpukan senjata rahasia yang ganas yang dilemparkan oleh Pit Ki.
Namun sebaliknya, baik Pit Ki maupun Li Hot Tian menjadi sangat heran
menyaksikan sikap wanita muda itu, karena sebelumnya wanita muda itu telah
mengejar-ngejar Kiam Ciu dan akans memberikan hajaran kepada pemuda itu.
Tetapi sekarang mengapa justru menolongnya ?.
"Hey mengapa kalian menyerang Kiam Ciu tanpa perintahku !" seru wanita
itu dengan suara lantang.
. 3 Baik Pit Ki maupun Li Hok Tian tidik berani menyahut. Mereka hanya
menundukkan kepala untuk menghindari tatapan mata wanita jelita itu. Mereka
berdua memang sungguh-sungguh telah dibuat tidak berdaya dan menjadi
sangat lunak sekali. Selanjutnya wanita itu telah menghampiri Kiam Ciu dan membujuk,
"Tong Kiam Ciu, rupa-rupanya kau telah mendapat luka dalam hingga kau
mengeluarkan darah dari hidung dan mulut. Marilah kutolong"." lalu betul-betul
wanita muda itu memegang lengan kanan pemuda itu. tampaknya sangat mesra
kekali seolah-olah Kiam Ciu itu adalah kekasihnya.
Namun pemuda itu tetap berkeras hati untut tidak memperdulikan bujukan
dan rayuan wanita muda itu. Dengan sigap sekali wanita itu telah menotok jalan
darah didekat jantung Kiam Ciu. Hingga pemuda itu tidak berdaya.
Wanita muda itu berpendapat bahwa dia tidak mammpu untuk mengalahkan
dan menundukkan Kiam Ciu dengan ilmu Pan-yok-sin-im. Maka kini dia terpaksa
harus berbuat itu. Dia harus menotok jalan darah dan melumpuhkan pemuda itu
hingga tidak berdaya. Setelah pemuda yang keras hati itu tidak terdaya lagi, maka dia bertekad
untuk menolong memulihkan tenaga dan semangat, serta menyembuhkan luka
dalam Kiam Ciu. Maka dengan tidak menghiraukan keadaan disekitarnya, wanita
itu telah membopong tubuh Kiam Ciu untuk dibawa ke keretanya yang sejak tadi
telah menunggu dipinggir jalan.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu merasa sangat heran sekali,
Mereka ialah para pengikut pengawal dan pengiring wanita itu, merasa heran
mengapa majikannya sudi membopong Kiam Ciu, Lebih-lebih lagi Pit Ki dan Li
Hok Tian merasa heran dan bercampur cemburu menyaksikan kejadian itu.
Dengan sangat berhati-hati wanita muda itu meletakkan Kiam Ciu kedalam
keretanya! Dari dalam saku bajunya dikeluarkan dua butir pil yang berwarna
perak. Kemudian pil itu disuapkannya ke mulut Kiam Ciu. Pil yang berwarna
perak itu bernama Cin-leng-sai-wan. Adalah pil yang mempunyai khasiat luar
biasa untuk mengembalikan tenaga dalam dan mengobati luka dalam. Pil itu
. 4 adalah pemberian ibunya, semuanya berjumlah enam butir dan kini tinggal
empat butir! Kiam Ciu setelah menelan dua butir pil Cin-leng-sai-wan itu maka dia
menjadi tertidur sangat pulasnya! Bahkan dia bermimpi sangat mengasyikkan
hingga tiada terasa goncangan-goncangan tubuhnya karena kereta yang
ditumpanginya. Wanita jelita itu terus menungguinya dengan tekun dan
tersenyum-senyum gembira.
Beberapa saat kemudian barulah Kiam Ciu tersadar bangun. Ketika itu terasa
seseorang telah mengulapi keringat diwajahnya, ketika Kiam Ciu membuka
kelopak matanya yang terlihat adalah wanita muda dan jelita itu, dengan
tersenyum manis sekali mengawasinya.
Kiam Ciu merasa bahwa dirinya sudah kem bali sehat dan semangatnya
pulih kembali. Maka dengan serentak pula dia telah membuka pintu kereta dan
meloncat keluar. Kiam Ciu lari memasuki hutan.
Pit Ki dan Li Hok Tian memburunya. Namun wanita muda itu berseru
melarang. "Biarkan dia pergi !" seru wanita muda itu dengan suara lantang.
Kedua jaso silat yang kini telah betul-betul terjerat dan menjadi budak wanita
muda itu tak berani membantah lagi. Dengan perasaan gemas dan cemburu
namun mereka tak berani membantah lagi perintah wanita itu. Bagaikan anjinganjing yang tak berguna, mereka menurut.
Wanita muda itu berdiri diambang pintu kereta yang tengah berhenti
dipinggir jalan. Matanya mengikuti panggung Kiam Ciu yang bertambah jauh dan
memasuki hutan kemudian menghilang.
"Hemmm Kiam Ciu, kau betul-betul seperti seekor kuda liar yang sukar untuk
dijinakkan. Sekali ini aku gagal lagi untuk menguasai kau tetapi lain waktu aku
pasti berhasil.. ."" pikir wanita jelita itu sambil memandang kedalam hutan yang
menelan Kiam Ciu. Wanita itu memutar tubuh kemudian tersenyum menatap pedang Oey Liong
Kiam yang ditinggalkan oleh Kiam Ciu.
. 5 "Aku tak usah bersusah payah mencarinya lagi. Kau pasti akan kembali
kepadaku untuk menanyakan pedang pusaka ini" bisik wanita itu sambil
mengelus-elus hulu pedang pusaka itu.
Semua pengawal dan pengiring wanita itu tiada yang berani berbicara.
Mereka sangat patuh dan takut untuk mengeluarkan pendapat. Begitu juga Pit
Ki dan Li Hok Tian. Mereka membisu dan hanya berbicara dengan hati mereka
sendiri-sendiri. Sedangkan Tong Kiam Ciu yang tidak ingin memperhatikan dan tidak ingin
terlibat dalam jaringan wanita itu telah berusaha dengan sekuat tenaga untuk
menghindarinya. Kini untuk yang sekian kalinya Kiam Ciu dapat terlepas dari
jaring-jaring wanita muda dan jelita itu.
Kiam Ciu tahu bahwa dirinya tidak ada yang mengikutinya. Maka dia merasa
sangat bergirang hati. Ketika dia melihat kearah kanan maka tampaklah
bangunan gubuk yang sadah tidak terpelihara lagi. Dihampirinya gubuk itu,
Ditempat itu tadi dia telah beristirahat sebelum kedatangan wanita jelita dan
yang selalu mengejar-ngejarnya itu.
Maka kini Kiam Ciu berhenti dan berteduh ditempat itu. Dia hendak
bermaksud untuk beristirahat dan memulihkan kembali tenaganya. Karena pil
Gin leng-sai-gwat-wan maka luka dalamnya telah sembuh. Sebenarnya Kiam Ciu
harus berterima kasih kepada penolongnya. Ialah wanita muda yang berkereta
indah itu. Namun hatinya keras dan selalu berhati-hati dalam urusan itu. Karena
dia tahu cita-citanya akan kandas karena urusan wanita. Lebih-lebih wanita
muda itu tampak luar biasa.
Kembalilah dia terkenang wajah wanita jelita yang menolong mengobati luka
dalam dengan pil Cin-leng-sai-wan. Tetapi dengan segera dia menghalaukan
bayangan itu dari ingatannya.
"Bunga mawar itu sangat indah tetapi banyak durinya " dengusnya seorang
diri dan tersenyum sambil memandang langit, "aku harus berhati-hati.. . "
Tak terasa tangan Kiam Ciu meraba cincin yang melingkar di jari manisnya,
Cincin pemberian adiknya Ji Tong Bwee, Kiam Ciu membayangkan adiknya yang
mungil, cantik dan jelita serta menyenangkan itu. Kemudian teringat akan
. 6 pedang pusaka Oey Liong Kiam yang selalu dibawanya kemana-mana itu,
Pedang itu lalu diraihnya. Alangkah terperanjatnya Kiam Ciu ketika meraba hulu
pedang itu ternyata lain bukannya Oey Liong Kiam. Dengan perasaan gugup
Kiam Ciu bangun dari pembaringannya dan dipegangnya pedang itu. Diamatinya
pedang itu, kemudian dicabutnya ternyata Kim-kang-sai-giok-kiam atau pedang
baja biasa, Dia yakin bahwa Oey Liong telah ditukar oleh wanita yang berkereta
itu. "Sungguh-sungguh wanita yang selalu membuat celaka saja" gumam Kiam
Ciu dan mengeluh. Dia masih teringat pesan suhunya bahwa dia harus menjaga Oey Liong Kiam
dengan berhati-hati. Tetapi kini ternyata pedang itu telah hilang lalu apa kata
suhunya nanti? Pedang itu harus dapat kembali lagi.
Diamatinya Kim-kang-sai-giok-kiam sekali lagi. Terlintas pula wajah wanita
muda yang jelita itu. Kiam Ciu jadi gelisah. Bagaimana nanti dia akan
menghadapi suhunya kalau dia tidak membawa pedang pusaka Oey Liong Kiam
itu ? Kemana pula dia akan mencari wanita berkereta itu ? Berbagai pertanyaan
silih berganti. Hatinya bertambah gelisah. Sebenarnya ditempat itu Kiam Ciu
bermaksud untuk tidur dan istirahat, tetapi karena kegelisahan hatinya dia tidak
dapat tidur. Didalam hutan dan ditempat yang terpencil itu suasananya sangat sunyi.
Pada saat itu mendung telah menebal, kilat gemerlapan bersambung-sambung.
Kemudian turun hujan. Angin deras menggebu-gebu pepohonan.
Dalam suasana hujan itu, tiba-tiba Kiam Ciu menangkap suara gerisik
ranting-ranting terpijak. Ketika Kiam Ciu memasang tajam pendengarannya,
maka terdengarlah dua orang yang tengah bercakap-cakap sambil berjalan
dibawah bujan dalam hutan ditempat yang tiada begitu jauh dari tempat dimana
Kiam Ciu berteduh itu. "Bagaimana sekarang? Hujan ini bertambah besar juga, pakaianku sudah
basah kuyup semuanya. Padahal untuk mencapai kuil Pao-yan-ta masih sepuluh
lie lagi jauhnya. Apakah kita berteduh di rumah bobrok itu dulu sambil
menunggu hujan reda?" seru seseorang.
. 7 Kiam Ciu duduk dan mengamati kedua orang yang mendatangi tempat
dimana dia sedang berteduh itu.
"Betul, betul", sahut yang lain dengan juara bersugguh-sungguh, "kau tak usah
merasa kuatir dan gelisah. Partai silatku mempunyai peraturan yang sangat
keras. Maka sejak kudirikan selama dua puluh tahun ini belum pernah ada yang
berani melanggarnya. Berita tentang peta itu kuterima dari muridku, maka aku
berani menjamin kalau berita itu benar. Hanya saja untuk mendapatkannya kita
harus sampai selekasnya di kuil itu dan kita dapat mengambilnya"" seru orang
itu dengan suara menekankan keyakinan.
Mereka itu ialah Eng Ciok Taysu dan Tie Kiam-su-seng. Dua orang tokoh silat
yang ternama pada masa itu.
"Betul begitu. Tetapi karena tempat penyimpanan peta rahasia Pek-seng itu
dapat diketahui oleh muridnya, apakah tidak mungkin kalau tempat itu diketahui
juga oleb orang lain ? Jangan-jangan kita terlambat !" seru Eng Ciok Taysu raguragu.
"Makanya kita harus cepat-cepat dan tidak usah berteduh !" seru Tie-kiamsu-seng bersungguh-sungguh.
"Peta rahasia Pek-seng itu sangat penting bagi partai silat Siauw-lim. Jika
kita berhasil memperolehnya, aku takkan melupakan jasa-jasamu. Dengan kitab
Pek seng ditangan, maka sama saja kita mempunyai Oey liong kiam dan dapat
menjagoi dikalangan Bu lim." seru Eng Ciok Taysu dengan bersemangat.
Mendengar percakapan kedua orang itu Kiam Ciu merasa girang sesali.
Ternyata dengan tidak sengaja dia telah mendapat petunjuk dimana letak kuil
Pao-yan-ta. Ternyata letaknya sudah dekat sekali.
Kiam Ciu juga sudah mengetahui bahwa peta rahasia penyimpanan kitab
Pek seng itu terpendam didalam kuil Pao-yan-ta dan dijaga sangat kuat. Selama
puluhan tahun tak ada seorangpun yang sanggup untuk merebutnya. Namun
Kiam Ciu juja ingin mencobanya.
Dalam percakapan antara Eng Ciok Taysu dengan Tie kiam su-seng, Kiam
Ciu dapat menarik kesimpulan bahwa Eng Ciok Taysu ingin menjadikan partai
silat Siauw-lim menjadi partai silat yang menjagoi dan tak terkalahkan di
. 8 kalangan Bu lim, Maka sudah selayaknya kalau kakek itu dengan nekad dan
berani untuk menempuh kuil Pao-yan-ta yang terkenal itu.
"Sute.." semenjak kau mendirikan pariai silat Tie kiam, kau sudah tidak
menaruh perhatian sama sekali dengan partai silatku, Olah karena itu, jika kau
menganggap bahwa kau tidak perlu mengikutiku, maka kukira kau lebih baik
tidak usah ikut dan aku dapat pergi sendirl I" seru Eng Ciok Taysu.
Namun mereka berjalan terus. Mereka tetap berdua. Tampak seperti dua
orang sahabat yang saling membutuhkan dan tiada keretakan. Entahlah kalau
sikap itu hanya sikap berpura-pura dari ketua partai silat Tie kiam.
Sebenarnya mereka memang bersaudara seperguruan. Ketika puluhan
tahun yang lalu ketua partai Siauw-lim meninggal dunia. Pimpinan partai silat
Siauw-lim diserahkan kepada Eng Ciok Taysu. Sebenarnya yang sangat
mengharapkan untuk menjadi pimpinan Siauw-lim-pay itu ialah Tia-kiamsuseng. Kenyataannya dia memang malas dan ilmu silatnya dibawah ilmu Eng
Ciok Taysu. Maka karena peristiwa itu menjadi kecewa. Namun tidak dapat berbuat apaapa! Maka dia lalu pergi menyingkirkan diri dan berlatih sendiri untuk
menambah kekurangannya! Beberapa tahun kemudian dia telah sempurna dan
merasa kuat. Maka dia lalu mendirikan partai silat sendiri yang diberi nama Tie
kiam-pay. Akibat dari perpecahan itu melemahkan partai Siauw-lim. Sehingga Eng Ciok
Taysu harus berusaha dengan susah payah untuk menegakkan kekuatan Siauwlim-pay kembali.
Bertepatan pula pada saat itu muncul seorang jago silat yang luar biasa
ilmunya. Dengan mengandalkan ilmu Bo-kit-sin-kong pendekar luar biasa yang
berpakaian serba putih itu telah berhasil menjagoi dunia persilatan. Bahkan dia
telah berhasil merebut Oey-liong-kiam. Perebutan senjata pusaka itu diadakan
setiap sepuluh tahun sekali dalam pertemuan yang diberi nama Bu Lim Ta Hwee,
sedangkan pendekar yang berpakaian serba putih dan terkalahkan itu ialah guru
Kiam Ciu yang terkenal dengan sebutan Pek-hi-siu-si.
. 9 Perpecahan di kalangan Siauw-lim-pay rupa-rupanya hampir berakhir,
terbukti dengan kesadaran Tie kiam su-seng yang sengaja menghadap kepada
Eng Ciok Taysu sangat tertarik dengan kitab silat Pek seng itu,
Maka dengan tidak menghiraukan hujan dan panas dia telah berjalan untuk
menuju ke kuil Pao-yan-ta dimana menurut kabar dari murid Tie kiam dalam
kuil tersimpan peta rahasia tempat penyimpanan kitab pusaka Pek seng itu.
"Suheng, jika kau mendesak untuk meneruskan perjalanan, akupun tidak
berkeberatan, suheng tak usah menjadi gusar hati" seru Tie-kiam su-seng.
Suara kedua orang itu bertambah jauh kedengarannya. Mereka telah
meninggalkan tempat itu dan melalui tempat dimana Kiam Ciu berteduh.
Kebetulan juga hujan telah bereda, tinggal gerimis lembut. kedua saudara
seperguruan itu menuju kekuil Pao-yan-ta.
Ketika Kiam Ciu yakin bahwa orang-orang itu telah berjalan jauh. Maka dia
lalu keluar dari rumah itu dan memanjat pohon untuk melihat kedua orang tadi,
ketika diperhatikan ternyata mereka telah jauh, maka Kiam Ciu segera meloncat
dan mengikuti jejak mereka.
Kiam Ciu sendiri juga akan menuju kekuil Pao-yan-ta mempunyai tujuan
yang sama dengan kedua orang itu. Maka dengan berhati-hati sekali Kiam Ciu
mengikuti jejak mereka berdua.
Tiada lama kemudian mereka telah sampai di kaki sebuah pegunungan itu.
Tampak sebuah bangunan kuil yang megah, disamping kuil itu terdapat sebuah
bangunan pagoda. Eng Ciok Taysu Tie-kiam-su-seng berhenti sejenak. Mereka memandang
keatas puncak pegunungan itu dengan mata melotot dan heran. Karena
dipuncak pegunungan itu tampak berpuluh-puluh obor. Eng Ciok Taysu
memandang kearah sutenya. Seolah-olah dia mengatakan bahwa rahasia peta
Pek seng telah diketahui orang banyak. Tie kiam su-seng maklum dengan
pandangan mata itu. Kiam Ciu juga tertahan langkahnya. Namun dia tetap bersembunyi, karena
dia tidak mau membuat kegaduhan dan berisik dalam tugasnya itu. Dia harus
mendapatkan peta itu tanpa banyak keributan.
. 10 Suasana diatas puncak pegunungan itu sangat gaduh sekali. Banyak sekali
orang-orang dari suku Biauw yang membawa obor dan bersenjata lengkap
sedang mengepung kuil Pao-yan-ta. Tetapi Eng Ciok Taysu dan Tie kiam su-seng
bertekad untuk mendaki juga.
Kuil Pao-yan-ta terletak diatas puncak pegunungan. Sangat luar biasa
bangunannya dan di samping kuil itu dibangun juga sebuah pagoda yang
berpintu satu dan terletak dibagian bawah.
Setelah tiba diatas, mereka dapat menyaksikan banyak sekali orang-orang
dari suku Biauw yang tengah berusaha untuk menggempur kedalam kuil itu.
Mereka bersenjata dan bertubuh sangat kuai, Sebentar-sebentar terdengar
suara tertawa dari dalam kuil itu. Tampak beberapa orang telah binasa dan
menggeletak dengan kepala pecah dan otaknya bercampur darah meleleh.
"Kalau aku tidak salah dengar suara tawa itu adalah suara tertawanya Kwa
Si Lokoay" bisik Eng Ciok Taysu kepada Tie kiam su-seng. "Lihay benar ilmu
silatnya. Coba sute perhatikan sudah berapa banyak orang-orang Biauw itu yang
binasa . . ." "Betul juga, rupa-rupanya tidak mudah lagi bagi kita untuk merebut kitab Pekseng" jawab Tie kiam-suseng tegas dan was-was.
Beberapa saat kemudian tampaklah sebuah kelebatan bayangan, Tahu-tahu
didepan pintu kuil itu telah berdiri Tok Giam Lo yang berwajah bengis dan
bertambah tampak bengis karena sinar obor itu. Kakek yang bertubuh pendek
itu menantang kearah orang-orang Biauw.
"Bah! Karena obor kalian aku jadi terganggu! Hayo menyingkir semua kalau
masih ingin hidup!" seru Tok Giam Lo sambil mengirimkan pukulan Im-hong
ciang kearah orang-orang didepannya. Mereka berjungkalan !
Orang-orang suku Biauw merasa ngeri melihat kehebatan pukulan beracun
Tok Giam Lo itu. Mereka melarikan diri dan meninggalkan kawannnya yang telah
binasa. Kemudian Tok Giam Lo meloncat agak ke belakang sambil berkacak
pinggang menantang kearah kuil. Menantang Kwa Si Lokoay dengan suara
lantang dan penuh keberanian.
. 11 "Hay Kwa Si Lokoayl Aku telah menyaksikan ilmu silatmu yang luar biasa
itu. Kau ternyata dapat membinasakan beberapa orang suku Biauw hanya dari
dalam kuil saja. Aku Tok Giam Lo telah datang kesini dengan maksud untuk
mengambil peta rahasia Pek seng. Jika kau bersedia untuk menyerahkan peta
itu padaku, maka kita dapat bersahabat dan kesalamatanmu kujamin!" seru Tok
Giam Lo dengan suara lantang.
"Aku mengerti ucapanmu! Memang peta Pek seng berada didalam pagoda
ini, tersimpan didalam guci abu jenazah suhuku. Aku segan untuk bersahabat
denganmu, karena menurut pendapatku kau mempunyai watak tidak baik. Jika
kau memang mempunyai kepandaian, maka kau dapat mencobanya untuk
mengambil kedalam !" seru dari dalam dengan suara bergema.
Tok Giam Lo masih kurang puas dengan jawaban itu. Dia telah menghampiri
pintu itu dan berseru lagi.
"Hey.. kau !" Apakah kau tidak menyadari bahwa kau telah menyekap diri
didalam pagoda itu untuk menjaga peta Pek-seng selama lima puluh tahun ?
Ilmu Pek seng sama sekali tidak ada artinya dan tak kau pergunakan apa-apa.
Maka jika kau menyerahkan peta rahasia Pek-seng itu kepadaku kau akan kuajak
bergembira dan mengembara menikmati keindahan dan kemuliaan tahu ?" seru
Tok Giam Lo dengan lantang.
Kwa Si Lokoay tidak menjawab apa-apa. Hanya tidak lama kemudian Tok
Giam Lo terdorong kebelakang. Karena ternyata terasa suatu tenaga hembusan
hebat dari dalam pagoda itu yang dilancarkan oleh Kwa Si Lokoay.
"Hey Tok Giam Lo itu suatu peringatan bagimu ! Jika kau masih membandel
maka jiwamu akan segera melayang diatas puncak gunungan ini !"" seru Kwa
Si Lokoay dengan suara lantang.
"Hah !" sahut Tok Giam Lo "Jika kau menganggap dapat membunuhku dengan
mudah itu maka kau adalah ibarat katak dalam sumur. Apakah belum tahu aku
ini siapa ? Aku dapat mengirim kau keakhirat hanya dalam pertempuran dua
jurus saja !" seru Tok Giam Lo.
. 12 "Hey kau ! kini palang besi pintu pagoda ini telah kuhancurkan !" seru Tok
Giam Lo dengan suara lantang. "Kalau kau tidak berani keluar kau tunggulah aku
akan masuk dan menyeretmu keluar !"
Begitu selesai kata-kata Tok Giam Lo, tahu-tahu ada sesosok tubuh telah
meloncat dari dalam pagoda. Tok Giam Lo terkejut dan mundur beberapa
langkah. Bukan saja Tok Giam Lo yang merasa terperanjat menyaksikan
kehadiran Kwa Si Lokoay yang menyeramkan itu, tetapi juga Eng Ciok Taysu, Tie
Kiam su-seng, dan juga Tong Kiam Ciu yang masih bersembunyi merasa kagum
dan terpesona. Orang yang baru menerjang keluar itu bertubuh ceking dengan rambut
terurai berwarna putih seluruhnya. Wajahnya kerut merut tetapi matanya
memancarkan sinar aneh yang memukau. Tangannya seolah-olah melebihi
betis panjangnya, seperii seekor kera. Mirip kera daripada manusia.
"Hay jahanam-jika aku tidak memberikan pelajaran padamu, kau tidak akan
tahu aku ini siapa !" seru Kwa Si Lokoay dengan gusar.
Kwa Si Lokoay mengangkat kedua tangannya. Tok Gam Lo merasakan
tubuhnya tertarik kedepan. Dia yakin bahwa kakek itu telah menyerang dengan
ilmu Bo sing-kong ki atau tenaga gaib tanpa bentuk. Juga tidaklah mengherankan
kalau orang-orang Biauw banyak yang binasa dan terbentur dinding pagoda
karena sedotan tenaga sakti kakek itu.
Mendapat kenyataan itu maka dengan cepat pula Tok Giam Lo telah
melancarkanilomu Cit Sing Lian Hua Po Hoat atau langkah gaib, untuk
menghindari serangan lawan kemudian dia melancarkan serangan susulan
dengan membentangkan ilmu Hong Ciang kearah Kwa Si Lokoay.
Dengan susah payah Tok Giam Lo menghadapi serangan Kwa Si Lokoay.
Ilmu Bon sing-kong ki memang sangat hebat, sehingga dengan susah payah Tok
Giam Lo dapat mengatasinya kemudian mengirimkan ilmu pukulan beracunnya
kearah kakek itu. Begitu pula Kwa Si Lokoay merasakan hahwa serangan
pembalasan itu mempunyai tenaga gempur yang luar biasa.
. 13 Maka kakek itu meloncat kesamping untuk menghindari serangan lawan.
Angin pukulan menyambar lengan jubah kakek itu. Namun dengan kebutkan
lengan jubahnya maka serangan Tok Giam Lo dapat terhalau.
Sambil berloncatan dan bergerak selalu Tok Giam Lo mencari kelengahan
lawannya. Seolah-olah dia ingin membuat kakek itu menjadi pusing karena
gerakannya itu. Namun kenyataannya, Kwa Si Lokoay tetap tenang dan waspada.
Karena dia telah banyak makan garam dalam pertempuran. walaupun dia telah
menyekap diri didalam pagoda itu puluhan tahun.
Tok Giam Lo selalu waspada pula akan serangan dalam yang luar biasa dari
ilmu Bo sing-kong ki yang tidak kentara itu. Namun begitu dia terengah juga.
Kwa Si Lokoay telah menggerakan kedua lengannya kearah Tok Giam Lo orang
bertubuh pendek gemuk itu bertahan dan dengan susah payah mengerahkan
ilmu Cit Sing Lian Hua Po Hoat untuk menghindari serangan tenaga sinkang Kwa
Si Lokoay itu. Hingga mandi keringatan dan wajahnya menjadi merah padam,
dia bertahan. Tiba-tiba kakek itu membentak keras dan Tok Giam Lo terjengkang sampai
beberapa tindak jauhnya. Namun begitu dia sempat pula mengirimkan pukulan
Im-hong ciang kearah kakek itu.
Kwa Si Lokoay meloncat dan akan menerkam Tok Giam Lo. Namun laki-laki
gendut yang barwajah dan berwatak keji itu telah melemparkan ular belangnya
kearah Kwa Si Lok.ay. Ular berbisa ganas itu telah melilit betis dan tangan Kwa
Si Lokoay. Bersamaan dengan keadaan itu tampaklah dua tubuh berkelebat menerjang
masuk kedalam pagoda. Tok Giam Lo menahan rasa sakit didadanya dan
meloncat menerkam orang yang baru menerobos masuk itu: Orang yang
diterkam oleh Tok Giam Lo itu tiada lain ialah Eng Ciok Taysu.
Begitu pula Kwa Si Lokoay meloncat menerkam bayangan-bayangan yang
satunya lagi yang tiada lain adalah Tie kiam-suseng. Tubuh otang itu
dibantingkannya ketanah dan hampir saja tidak berdaya.
. 14 Mereka telah mengambil kesempatan itu untuk menerobos masuk dan akan
mengambil peta rahasia penyimpan kitab Pek seng didalam kuil itu. Namun
mereka keburu ketahuan oleh kedua orang yang tengah bertempur itu.
Ular belang milik Tok Giam Lo telah binasa. Hancur tubuh ular itu terkena
pukulan Kwa Si Lokoay. Namun kakek itu juga tiada luput terkena gigitan
beracun ular belang itu. Tong Kiam Ciu yang sejak tadi bersembunyi dalam kesempatan itu juga
berhasil masuk kedalam pagoda. Bahkan dia menyaksikan kelebatan orang lain
yaug menerobos masuk kedalam pagoda itu juga.
Terdengar Kwa Si Lokoay membentak degan suara lantang!. Suara bentakan
itu terdengar sangat menyeramkan dan berpengaruh hebat terhadap orangorang yang berada didalam pagoda itu.
"Sekarang siapa lagi yang berani nekad masuk kedalam pagoda ini akan
kuhancur leburkan dengan pukulanku ini!" seru kakek itu dan membuktikan katakatanya. Dengan Ilmu Bon sing-kong ki kakek itu memukul tanah didepannya.
Terdengarlah sekonyong-konyong gerakan hebat tanah bercampur batu
berhamburan kemudian tampaklah tanah dalam pagoda itu berlobang dan
dalam. Semua yang menyaksikan kejadian itu merasa ngeri.
Tok Giam Lo mengenal bahwa kakek itu telah terkena racun bisa ular belang
yang sengat ganas. Namun karena kehebatan Ilmu Bon sing-kong ki maka kakek
itu masih sempat bertahan terhadap bisa ular belang yang sangat ganas itu.
Suasana didalam pagoda itu menjadi sangat tegang. Tiba-tiba didalam
ketegangan itu terdengar suara tertawa dari arah dalam pagoda. Semua orang
terperanjat dan menjadi kagum.
Tiada seberapa lama tampaklah Tong Kiam Ciu telab meloncat dan berdiri
dihadapan Kwa Si Lokoay. Menyaksikan kehadiran Kiam Ciu di tempat itu Eng
Ciok Taysu merasa heran, begitu juga Tok Giam Lo merasa heran karena dia
semula menyangka bahwa Kiam Ciu telah binasa terkera racun.
Namun Kiam Ciu tidak memperdulikaa mereka semua itu Dia menghadap
Kwa Si Lokoay dan berseru dengan suara lantang tetapi hormat.
"Locianpwee pagoda ini telah kemasukan orang !" seru Kiam Ciu.
. 15 Kwa Si Lokoay terperanjat menyaksikan anak muda itu, apalagi ketika
mendengar kata-kata pemuda itu. Maka kakek itu terbeliak dan wajahnya yang
putih itu bagaikan menyala.
"Apa yang kau katakan anak muda ? Kau berdusta !" seru Kwa Si Lokoay
dengan suara keras dan gusar.
"Locianpwee aku tidak berdusta !" seru Kiam Ciu menegaskan lagi.
"Hey anak muda kau tahu berbicara dengan siapa ? Jika apa yang kau
katakan itu dusta, kau akan binasa ditempat ini !" seru Kwa Si Lokoay dengan
mata melotot dan membara.
"Locianpwee boleh periksa kedalam. Aku akan menunggu ditempai ini jika
ternyata kata-kataku adalah dusta, aku bersedia menerima hukuman ditempat
ini !" seru Kiam Ciu dengan suara tegas dan meyakinkan.
Saat itu Kwa Si Lokoay menempelkan telinganya kedinding pagoda. Seketika
itu tampaklah perubahan wajah kakek itu. Tanpa membuang waktu lagi kakek
itu telah memutar tubuh dan mengebut lengan jubahnya berkelebat masuk
kedalam pagoda itu. Menyaksikan hal itu Tok Giam Lo merasa gelisah. Dia ingin mengikuti masuk
kedalam pagoda itu. Namun Kiam Ciu menahannya.
"Hey anak muda ! Kau terlalu besar nyalimu berani mencegahku!" seru Tok
Giam Lo dengan suara bengis karena gusar.
Tong Kiam Ciu tidak mengimbangi kegusaran laki-laki bertubuh gendut itu.
Dia tersenyum dan memandang dengan tenang kewajah Tok Giam Lo, tetapi Tok
Giam Lo tampak melototkan matanya.
"Sudahlah . . . aku tidak mau melawan orang yang sudah luka !" seru Tong
Kiam Ciu sambil tersenyum.
Tetapi Tok Giam Lo menjadi bertambah gusar dan langsung mengirimkan
sebuah pukulan kearah dada Tong Kiam Ciu.
Kiam Ciu telah siap siaga dengan ilmu Bo-kit-sin-kong, ketika hawa serangan
pukulan Tok Giam Lo hampir menyentuh dadanya, pemuda itu memiringkan
tubuhnya sediktt dan serangan itu berlalu.
. 16 Tok Giam Lo menjadl penasaran menyaksikan serangannya dapat dielakan
dengan mudah oleh Kiam Ciu, maka dia segera melompat memasang kuda-kuda
dan mengembangkan kesepuluh jari-jemarinya. Dari kuda-kudanya tampaklah
semburat merah dan kepulan asap yang sangat tipis sekali. Tok Giam Lo
berusaha untuk melukai Kiam Ciu untuk memasukkan racun. Namun Kiam Ciu
pernah bertempur melawan Tok Giam Lo, jadi dia telah mempunyai pengalaman
menghadapi lawannya itu. Maka dia mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong untuk
melawan pengaruh ilmu Han-tok-bo-kong yang dilancarkan oleh Tok Giam Lo
itu. Dengan gerakan-gerakan bagaikan akan mencengkeram Tok Giam Lo
mengerahkan ilmu Han-tok-bo-kong. Dari ujung jari jemarinya tampak sinar
merah yang menyerang kearah Kiam Ciu. Sinar merah yang berhawa panas dan
ganas itu sangat berbahaya. Maka dengan jeritan lantang Kiam Ciu meloncat
kebelakang. Begitu kakinya menginjak tanah maka pemuda itu melancarkan sebuah
pukulan dahsyat bertenaga penuh kearah Tok Giam Lo. Karena tubuh Tok Giam
Lo telah mendapat luka dalam akibat bertempur dengan Kwa Si Lokoay maka
dorongan serangan Kiam Ciu itu tak dapat ditahan lagi.
Tok Giam Lo terjengkang di tanah, wajahnya menjadi merah padam dan malu
sekali mendapatkan kenyataan itu, ketika Tok Giam Lo terbatuk ternyata
mulutnya memuntahkan darah segar.
Tok Giam Lo adalah seorang tokoh yang kesohor kehebatan ilmu silatnya.
Dia adalah seorang tokoh silat dari lembah lblis yang telah puluhan tahun
malang melintang didunta Kang-ouw. kini dapat dijatuhkan oleh seorang anak
muda yang belum punya nama.
Eng Ciok Taysu menyaksikan pertempuran yang hanya satu jurus itu menjadi
sangat kagum, ternyata Kiam Ciu mempunyai kehebatan juga.
"Hey luar biasa lihaynya ilmu silat Kiam Ciu ini. Maka tidak mengherankan
kalau dia berani melawan pemimpin partai silat Kong-tong dalam pertemuan
Bu-lim-ta-hwee beberapa hari yang telah lalu" pikir Eng Ciok Taysu.
. 17 Kemudian Tong Kiam Ciu melirik arah Eng Ciok Taysu yang kelihatan gelisah,
tanpa menunggu waktu lagi Kiam Ciu segera menegurnya.
"Locianpwee apakah kau juga ingin masuk kedalam pagoda ?" seru Kiam Ciu
dengan suara lunak tetapi bernada ancaman.
Mendengar teguran itu Eng Ciok Taysu menjadi gugup, kemudian balas
menanyakan kepada Kiam Ciu.
"Tong Siawhiap aku tidak melihat pedang Oey Liong Kiam dipinggangmu.
Apakah pedang nomor wahid dikolong langit itu telah jatuh ketangan orang lain?"
tegur Eng Ciok Taysu sambil mengerutkan kening dan menantikan jawaban.
Tong Kiam Ciu mendengar pertanyaan itu jadi tersenyum getir. Kemudian
dia menyahut. "Locianpwee, pedang Oey Liong Kiam itu bukan pedang untuk pamer? Kurasa
tidak harus kubawa-bawa kemana saja tetapi aku pasti membawanya dalam
pertemuan Bu-lim-tahwee nanti !" seru Kiam Ciu tegas.
Sebenarnya pikiran Kiam Ciu sedang kacau kalau mengingat pedang Oey
Liong Kiam itu jatuh ketangan wanita yang berkereta itu, namun dia telah
bertekad untuk mengambilnya segera.
Pada saat itu juga terdengar suara gaduh dari dalam pagoda. Kemudian
disusul dengan munculnya Kwa Si Lokoay dengan sempoyongan dan
memondong guci dan wajahnya berkeringat serta pucat pasi.
Tok Giam Lo yang masih dalam keadaan terduduk dan terluka itu, ketika
menyaksikan Kwa Si Lokoay membawa guci itu segeralah dia meloncat dan
merebut guci dari tangan kakek itu.
Anehnya Kwa Si Lokoay diam saja, kakek itu tidak berusaha untuk bertahan
atau mempertahanka. Tetapi keringat mengucur dari kening dan wajah kakek
itu. Eng Ciok Taysu maupun Tie-ktam-suseng juga meresa heran akan sikap
kakek itu. Tok Giam Lo tidak sabar lagi, maka segeralah guci itu dihancurkannya. Debu
berhamburan. Tetapi peta Pek seng tidak tampak. Yang terdapat didalam guci
itu hanyalah seekor burung yang terbuat dari perak.
. 18 "Hah ? Gan Hua Liong sudah datang kesini !" seru Tok Giam Lo. Kemudian
orang itu meloncat pergi meninggalkan puncak gunung itu.
Seruan terperanjat Tok Giam Lo itu terdengar juga oleh Eng Ciok Taysu dan
Tie Kiam suseng. Maka segerlah mereka berpaling kearah Tong Kiam Ciu.
"Rupa-rupanya peta Pek-seng itu telah didahului orang lain. Kurasa tak ada
gunanya lagi kita berada disini. Ayolah lekas kita berlalu dari tempat ini !" seru
Eng Ciok Taysu kepada Kiam Ciu.
Tong Kiam Ciu menganggukan kepala dan melangkah mengikuti kedua jago
silat itu untuk meninggalkan puncak gunung.
Akhirnya tinggallah Kwa Si Lokoay seorang diri didepan pagoda itu. Kakek
itu tertawa gelak-gelak seperti orang kehilangan ingatan. Mendengar itu maka
Tong Kiam Ciu memalingkan kepala dan memandang kearah sikakek itu.
Sedangkan Eng Ciok Taysu dan Tie-kiam-suseng tak memperdulikan keadaan
itu. Tong Kiam Ciu yang berhati welas asih itu ternyata merasa tidak sampai
hati menyaksikan keadaan Kwa Si Lokoay yang dianggapnya tidak wajar atau
mungkin berobah ingatan. Maka Kiam Ciu kembali menghampiri kakek itu dan
bertanya. "Locianpwee, apakah aku dapat menolongmu ?" seru Kiam Ciu setelah dekat
dengan kakek itu. Akhirnya Kwa Si Lokoay berhenti tertawa dan menatap kearah Kiam Ciu.
Menatap dalam-dalam kewajah pemuda itu. Hingga beberapa saat kakek itu
memperhatikan Kiam Ciu. Kemudian terdengar tawanya lagi.
"Ha-ha-ha-ha. . . . apakah kau merasa heran anak muda ? Ketahuilah bahwa
sesungguhnya aku ini adalah Gan Hua Liong atau siburung perak !" seru kakek
itu kepada Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu merasa kaget dengan keterangan itu, tetapi kakek itu
mengulangi lagi gelarnya dan akhirnya Kiam Ciu yakin juga.
. 19 Gan Hua Liong yang merasa bahwa ajalnya tinggal sedikit itu. Maka dia
berbicara dengan sangat tergesa-gesa untik menjelaskan beberapa hal kepada
Kiam Ciu. "Seperti katamu bahwa pagoda ini telah kemasukan orang dan orang itu
telah kubinasakan. Aku pernah menjagoi kalangan Kang-ouw. Tetapi karena
kesalahan-kesalahanku, aku dipenjarakan didalam pagoda ini. Ketika guruku
akan meninggal dunia dia telah menyerahkan peta rahasia kitab Pek-seng
kepadaku, dengan pesan untuk diserahkan kepada seseorang yang luhur
budinya. Oh.. . aku telah terkena bisa ular ganas itu dan aku rasa tak dapat hidup
lebih lama lagi.. ." kakek itu berhenti sejenak dan wajahnya tampak berkeringat
terlalu banyak. Kiam Ciu menyaksikan itu dengan hati iba, tetapi kakek itu tampak berkeras
kepala tidak mau ditolong.
"Hari iai aku telah melihat sikapmu dan aku yakin bahwa kau adalah seorang
jago silat yang luhur budimu. Maka aku serahkan peta Pek-seng ini kepadamu
untuk mengambil kitab pusaka ilmu silat Pek-seng !"
Kakek itu mengulurkan tangannya dan menyerahkan peta Pek-seng yang
terbungkus dengan sutera. Dengan terharu Kiam Ciu menerima pemberian kakek
itu. "Tetapi aku mempunyai satu permintaan yang harus kau penuhi" tertahan
lagi karena kakek itu menahan rasa sakit.
Ketika menyaksikan keadaan itu, maka Kiam Ciu segera mengeluarkan
rumput obat Lok-bwe-kim-keng dan diserahkan kepada kakek itu.
"Locianpwee aku mempunyai . , , " seru Kiam Ciu sambil mengulurkan tangan
untuk menyerahkan ramuan obat itu.
Tetapi Gan Hua Liong membentak:
"Kau jangan banyak bicara ! Dengar baik-baik pesanku !"
"Tetapi Locianpwee, batang Lok-bwee-kim-keng ini dapat . . " desak Kiam Ciu
menyodorkan obatnya kepada kakek itu.
"Diam kataku !" seru kakek itu membentak.
. 20 Kiam Ciu mengkeret dan menundukkan mukanya. Dia tidak tahu maksud
kakek itu. Kakek yang aneh dan baru kali ini ditemui oleh Kiam Ciu.
"Anak muda kau jangan bergusar hati. Aku tahu khasiat batang Lok-bwee
kim-keng itu dapat menolong jiwaku dan memusnahkan pengaruh racun dalam
tubuhku. Tetapi aku sudah ingin mati, maka tugas akan kuserahkan padamu!
Sekarang kau tahu?" seru kakek itu bersungguh-sungguh dengan suara yang
telah bernada lemah. Mendengar perjelasan itu maka akhirnya Kiam Ciu mengerti. Maka kini dia
menundukkan kepala dan mengangguk.
"Nah, kini dengarlah baik-baik pesanku ini. Ketika suhuku akan meninggal
dunia beliau telah mengatakan bahwa cucu perempuanku telah ditawan di kota
Pek-seng. Terkurung di suatu tempat. Jika kau pergi kesana kau harus bebaskan
dia. Tugas ini mungkin sukar dan berbahaya, namun aku yakin bahwa kau dapat
melaksanakannya" suara kakek itu sudah sangat lemah kedengarannya.
Tiada lama kemudian setelah kata-kata terakhir itu tampaklah kakek itu
memuntahkan darah terhuyung-huyung dan jatuh terjungkal dihadapan Tong
Kiam Ciu. Dengan sekali loncat Tong Kiam Ciu telah memasukkan batang Lok-bweekim-keng ke mulut kakek itu, tetapi mulut kakek itu telah terkancing rapat.
Setelah berkelojotan sejenak maka kakek itu telah menghembuskan nafas yang
terakhir. Tong Kiam Ciu lalu merawat jenazah Gan Hua Liong kemudian menguburnya.
Setelah mengadakan upacara penguburan yang sangat sederhana maka Kiam
Ciu lalu masuk kedalam kuil untuk bermalam.
Walaupun malam itu mata Kiam Ciu sukar untuk dipejamkan, karena dia
mengenangkan pengalaman sepanjang hari. Tetapi akhirnya dia terlena.
Ketika telinganya sayup-sayup menangkap suara kicauan burung. Maka dia
agak terperanjat juga. Dirabanya saku jubah untuk meyakinkan babwa peta Pekseng itu masih ada. Hatinya merasa lega dan Kiam Ciu segera meloncat bangun.
Ketika kesadarannya telah penuh kembali, barulah dia menuju kepintu kuil.
. 21 Kiam Ciu menyadari dia harus cepat-cepat ke kota Pek-seng, dan sebelum
semuanya berantakan harus dapat menemukan kitab pusaka Pek-seng itu. Maka
segeralah dia mendorong batu penghalang didepan pintu kul Pao-yan-ta. Setelah
dia melompati lubang besar yang dibuat oleh Kwa Si Lokoay maka simpailah
pemuda itu di depan pagoda Pao-yan-ta. Terciumlah hawa sejuk pegunungan
yang tertiup angin semilir.
Matahari tampak bersinar dengan berkas sinarnya yang menembus diselasela dedaunan di puncak pegunungan itu. Sekian lama Kiam Ciu memandang
kearah makam Kwa Si Lokoay. Seolah-olah dia berjanji, kemudian tampak lengan
jubahnya bergerak. Tahu-tahu pemuda itu telah melesat dan meninggalkan kuil
yang bersejarah, kuil itu membisu dan tetap angker penuh keagungan.
Kiam Ciu telah memperhitungkan untuk menujuj ke kota Pek-seng. Dia harus
seIekas-lekasnya sampai di kota itu sebelum tokoh-tokoh lain tiba di tempat
penyimpanan kitab pusaka Pek-seng. Karena kitab pusaka Pek Seng itu yang
kini sedang dicari oleh tokoh persilatan.
Dapat dibayangkan betapa hebatnya ilmu silat Pek Seng itu. Hingga sebagian
besar tokoh Bu Lim sangat mengilerkan kitab pusaka itu. Karena mereka
berpendapat, kalau toh mereka tidak berhasil merebut pedang pusaka Oey Liong
Kiam tetapi dapat mendapatkan ilmu silat Pek Seng, itu sama saja hebatnya.
Ilmu silat Pek Seng Itu tiada terkalahkan. Sangat hebat dan langka.
Tong Kiam Ciu telah berhasil mendapatkan peta Pek Seng itu. Maka suatu
milik yang luar biasa didapat dengan jalan yang sangat mudah tanpa mengadu
kekuatan dan tanpa pertumpahan darah. Suatu yang jarang dapat terjadi. Maka
dia sangat berhati-hati. Waspada akan kemungkinan-kemungkinan yang bakal
terjadi pada saat-saat yang sangat penting dimana dia nanti akan mengambil
kitab pusaka Pek Seng. Dirabanya sekali lagi saku kanan dimana peta Pek-Seng
itu tersimpan. Tanpa sengaja Tong Kiam Ciu menarik nafas panjang.
Dengan meningkatkan ilmu meringankan dan tubuh berlari cepat Kiam Ciu
cepat menuruni gunung dan melompati jurang-jurang yang menganga. Dengan
tidak memakan waktu terlalu lama dia telah tiba disebuah kota kecil dalam
propensi An-Hwei. Dalam kota kecil itu terdapat dua buah rumah makan yang
telah buka. . 22 Namun perjalanan yang telah dilakukan oleh Kiam Ciu pagi itu sangat cepat.
Hingga sampai di kota kecil itu masih dalam keadaan sepi sekali. Hanya
beberapa orang saja yang tampak di jalanan menuju ke pasar. Sinar matahari
yang menembusi kota lewat pintu gerbang karena matahari masih sangat
rendah. Bayangan rumah-rumah dan pepohonan masih tampak memanjang.
Kiam Ciu memandang kedua rumah makan itu, lalu dia melangkah menuju
kesaah satu rumah makan itu.
Ketika dia menginjakkan kaki didepan pintu rumah makan itu, sejenak
memandang kedalam. Keadaan masih sangat sepi. Beberapa kursi dan bangku
masih terbalik tertumpuk dengan meja. Namun seorang pelayan rumah makan
itu ketika mengetahui kedatangan Kiam Ciu dengan sangat tergopoh-gopoh
menurunkan kursi dan menyiapkan tempat di dekat jendela untuk tamunya yang
baru datang itu. Kiam Ciu melangkah masuk dan menuju ke tempat yang telah disediakan
dan pelayan itu menghormat dengan membongkok-bongkok hormat. Tempat
yang telah disediakannya adalah dua buah kursi. Kiam Ciu tidak begitu
mengacuhkan keadaan itu. Beberapa pelayan rumah makan itu telah
mempersiaphan tempat. Kiam Ciu hanya ingin makan pagi dan segera akan
melanjutkan perjalanan. "Selamat pagi anak muda. Rupa-rupanya kau sangat lelah dan apakah kami
dapat menolongmu ?" seru pelayan itu dengan hormat dan mendekati tempat
dimana Kiam Ciu duduk. Kiam Ciu tersenyum mendapat kehormatan dan teguran yang sopan itu.
Diam-diam dia sangat memuji kesopanan pelayan rumah makan itu. Maka
sambil tersenyum pula Kiam Ctu memesan makanan.
Beberapa saat kemudian Kiam Ciu melihat seorang nenek masuk kedalam
rumah makan itu. Ketika pandangan mata mereka beradu, nenek itu tersenyum.
Kiam Ciu juga tersenyum. Tahu-tahu nenek itu telah duduk di kursi dekat tempat
duduk Kiam Ciu. Mereka berdua saling berpandangan. Tiada lama kemudian pesanan
makanan telah dihidangkan. Nenek itupun mendapat makaiau yang sama
. 23 dengan makanan yang dipesan Kiam Ciu. Karena pelayan rumah makan itu
berpendapat bahwa nenek yang baru masuk itu adalah keluarga Kiam Ciu.
Nenek itu makan dengan lahap dan cepat sekali. Ketika makanan yang
berada didepannya telah dlsantap habis maka nenek itu lalu berdiri sambil
berbicara kepada Kiam Ciu.
"Teruskanlah kau anak muda makan dan minum. Aku akan segera berlalu
karena masih banyak urusan yang harus kuselesaikan !" bisik nenek itu kepada
Kiam Ciu dan segera berlalu menunggu dan tanpa memberikan kesempatan
kepada Kiam Ciu untuk berbicara lagi.
Kiam Ciu hanya memandangnya dengan mulut melompong kearah
punggung nenek itu. Baru ketika pelayan rumah makan itu mendekati. Kiam Ctu
dapat berbicara kepada pelayan itu.
"Berapa ?" Kiam Ciu menanyakan harga makanan yang telah dimakannya itu
sambil berdiri. "Tujuh , , " jawab pelayan itu seraya memberesi meja.
"Hah ? Tujuh apa?" tanya Kiam Ciu heran. "Ya tujuh Yen. untuk makan dan
minum berdua , , " jawab pelayan itu dengan hormat dan tersenyum.
"Berdua ? Oh , , " Kiam Ciu segera menghentikan kata-katanya dan merogoh
kantongya mengeluarkan uang tujuh Yen.
Ada-ada saja pengalaman yang telah dialami oleh Tong Kiam Ciu beberapa
hari belakangan ini. Semuanya aneh dan lucu. Setelah membayar semua harga
makanan itu dan memberikan persen kepada pelayan, maka Kiam Ciu lalu
meninggalkan rumah makan itu. Dia bermaksud untuk cepat meninggalkan kota kecil itu dan menuju ke kota Pek-seng.
Tetapi baru beberapa saat dia berjalan, di sebuah tempat yang sepi serta
terlindung dia dihadang oleh nenek tadi, Kiam Ciu menahan langkahnya dan
memperhatikan nenek itu. "Locianpwee ada urusan apa menahanku ?" tanya Kiam Ciu tenang.
. 24 "Aku mendapat laporan bahwa kau menghina muridku ?" nenek itu
menyiratkan sinar mata dari kedua matanya yang bersinar tajam kearah Kiam
Ciu. Ketika itu Kiam Ciu juga sedang memperhatikan. Matanya tidak tahan
menentang mata netek itu, kemudian Kiam Ciu teringat ceritera suhunya bahwa
dirimba persilatan ada tokoh tua yang aneh, ialah seorang pendekar wanita
yang mempunyai ilmu silat yang sangat llhay sekali. Maka Kiam Ciu lalu meregur
dengan hormat "Apakah Locianpwee ini bergelar Shin Kai Lolo ?" tanya Kiam Ciu,
"Oh ternyata kau telah mengenal nama gelarku. Nah, sekarang aku harapkan
kau suka mengembalikan gambarku !" seru nenek itu sambil mengulurkan
tangan kanan kearah Tong Kiam Ciu.
Tong Kiam Ciu teringat kembali dengan peristiwa didalam hutan, ketika
seorang anak muda yang berambut awut-awutan menimpuknya dengan kertas
bergambar gadis muda, kemudian gambar ituu disimpan baik-baik oleh Kiam
Ciu karena dia ingin mengetahui makna gambar yang ditimpukkan kepada
dirinya itu. "Oh, jadi anak muda itu adalah murid Locianpwee? Maafkan aku, aku sama
sekali tidak bermaksud untuk menghinanya. Aku Tong Kiam Ciu sama sekali
tidak bermaksud menghinanya, malah karena jasa-jasanya itu aku dapat
berhati-hati dari bencana. Aku sangat berterima kasih kepada murid
Locianpwee dan tidak bermaksud untuk menghinanya." jawab Kiam Ciu dengan
hormat dan ramah. "Ya aku tidak butuh keterangan panjang lebar. Sekarang gambar itu kuminta
kembali. Karena gambar itu aku yang membuatnya, maka kini serahkanlah
kepadaku!" seru nenek itu sambil menyodorkan tangan kanan kearah Kiam Ciu.
Sebenarnya Kiam Ciu memang merasa heran akan sikap nenek itu. Maka tanpa
berpikir panjang lagi dia lalu meraba saku jubahnya dan dikeluarkannya lipatan
kertas bergambar gadis jelita. Gambar itu lalu diserahkannya kepada Shin Kai
Lolo. Nenek aneh itu menerimanya. Kemudian tanpa meninggalkan pesan
berlalu. . 25 "Hemmu sama anehnya guru dan murid"." gumam Kiam Ciu sambil
memperhatikan kepergian nenek itu.
Kemudian Kiam Ciu meneruskan perjalanan. Setelah berjalan sampai
beberapa saat, terdengarlah suara derap kaki kuda. Dari arah depan tampak
kepulan debu. Dua titik hitam mendekat! Titik itu sejajar seolah-olah mereka
berlomba dan kebetulan mempunyai kecepatan yang sama.
Kiam Ciu memandang kearah dua ekor kuda yang bertambah dekat itu,
kemudian lebih jelas lagi. Dua ekor kuda putih yang sangat bagus dan pakaian
kuda itupun tampak sangat bagus. Diatas punggung kuda itu tampak masingmasing seorang gadis yang berparas jelita dengan kulit kuning dan segar, kuda
itu mendekati Kiam Ciu, yang seekor pakaiannya serba perak sedangkan
penunggangnya membekal senjata golok di pinggangnya Sedangkan satunya
lagi berpakaian serba emas sedangkan yang menungganginya membekal
senjata pedang. Semula Kiam Ciu sangat mengagumi kegagahan kuda putih itu, kemudian
mengagumi kemulusan dan kejelitaan kedua gadis penunggang kuda itu,
bagaikan bidadari-bidadari yang turun dari angkasa dan mengendarai kuda
sembrani. Tetapi ketika bertambah dekat ternyata kedua gadis itu dengan
sengaja menghadap didepan Kiam Ciu, hingga pemuda itu terpaksa menghindar
jangan sampai ditubruk kuda mereka.
"Siocia, . . . maaf, mengapa menghadangku ?" tanya Kiam C;u dengan
membongkok hormat. "Adikku ingin mencoba ilmu pedangmu, karena kami melihat kau membawa
pedang dipunggungmu!" seru wanita yang bersenjata golok dan gadis itu masih
duduk diatas puoggung kudanya.
"Oh, . . maaf siocia, Aku hanyalah seorang pengemhara yang tiada berilmu
mana berani melawan bertanding ilmu pedang, Adapun, pedang yang kubawa
ini hanya untuk melindungi diri dari binatang buas saja" jawab Kiam Ciu bernada
sopan dan menghormat. Namun kedua gadis itu memandang Kiam Ciu dengan mata penuh terpesona,
Seolah-olah mereka tidak mendengarkan kata-kata yang terucapkan dari mulut
. 26 Kiam Ciu. Maka sekali lagi pemuda itu meneruskan kata-katanya sambil
menghormat. "Karena itu aku , , ijinkanlah untuk berlalu siocia , , !" seru Kiam Ciu sambil
membongkok dan melangkah maju
"Tunggu !" seru gadis itu "Bukankah kau ini Tong Kiam Ciu yang telah berhasil
menguasai Oey Liong Kiam ? Maka jika kau tidak mau bertanding melawan
adikku, jangan kau harapkan kau dapat berlalu dengan mudah !" Kata-kata itu
terucapkan dengan tegas tidak hanya bermain-main atau gertakan.
Kiam Ciu tampak terperanjat juga mendengar nada kata-kata yang bersikap
menantang itu. Namun dia maklum kini bahwa namanya telah banyak dikenal
orang karena gara-gara pedang Oey Liong Kiam pada pertemuan orang-orang
gagah pada Bu Lim Tahwee. Namun pedang Oey Liong Kiam telah terlepas dari
tangan Kiam Ciu belum ada orang yang tahu. Itu suatu keuntungan besar bagi
Kiam Ciu. Menilik cara dandanannya terang bahwa kedua gadis itu adalah dari suku
Biauw. Suku Biauw yang dipimpin oleh Kwi Ong atau si Raja Iblis, menurut kabar
bahwa Kwi Ong memang sengaja memimpin orang-orangnya untuk mengganas
kedaerah lain merembes dan mengacau. Kwi Ong memang sengaja untuk
menguasai daerah lain serta menyebar luaskan wilayahnya. Raja Iblis yang
berilmu sangat lihay. Namun untuk menghadapi mereka itu bilamana terpaksa
Kiam Ciu juga tidak merasa gentar.
"Siocia, aku dan kalian berdua tidak mempunyai tali permusuhan. Urusanku
masih banyak maka ijinkanlah aku untuk meneruskan perjalanan dengan damai."
seru Kiam Ciu. Tetapi saat itu diseberang lain tampak ada seorang yang menerobos semak
belukar kemudian sempoyongan jatuh dan bangun lagi menyusuri jalan raya,
tetapi orang itu jatuh lagi.
Untuk sesaat kedua gadis yang menghadang Kiam Ciu itu tertegun. Mereka
tidak menjawab seruan Kiam Ciu. Tiba-tiba gadis yang lebih muda dan
bersenjata pedang berseru:
"Cici ayo kita lihat orang itu".
. 27 Gadis yang bersenjata golok memandang Kiam Ciu seraya berseru; "kau
dapat menunggangi kudaku. Ayo kita lihat orang itu !"
Bersamaan dengan selesainya kata-kata itu maka segeralah gadis itu
meloncat turun dari punggung kudanya dan langsung meloncat kebelakang
adiknya membonceng. Sedangkan Kiam Ciu telah berada pula dlpunggung kuda
milik gadis itu. Ketiga orang itu segera memacu kudanya mendekati orang yang telah
tersungkur dipinggir jalan. Mereka masih duduk dipunggung kudanya ketika
berada dekat sekali dengan tubuh yang menggeletak dan bermandikan darah
serta pakaian terkoyak-koyak itu.
Yang meloncat turun dari punggung kuda, adalah Kiam Ciu. Pemuda itu
segera menghampiri dan membalikkan tubuh orang yang menggeletak itu.
Ketika Kiam Ciu menyaksikan wajah orang itu dia betul-betul sangat terperanjat
hingga terpekik tertahan memanggil nama orang itu.
"Pit Ki !" Kiam Ciu tertahan.
Namun suara itu cukup terdengar oleh kedua gadis. Merekapun lalu turun
dari punggung kuda dan menghampiri Kiam Ciu! Setelah melihat keadaan Pit Ki
sejenak, maka gadis itu yang tua berseru kepada Kiam Ciu.
"Ohhh apakah dia ini kawanmu?" tegurnya, tampak wajah gadis itu
membayangkan rasa belas kasihan.
Kiam Ciu tidak menjawab. Pemuda itu menatap wajah Pit Ki yang telah pucat.
Sudah terang bahwa laki-laki itu mendapat luka yang berat. Mungkin tidak akan
tertolong jiwanya. Dalam keadaan itu tiba-tiba Pit Ki membuka mata. Ketika dia melihat bahwa
orang yang berada didekatnya itu ternyata Tong Kiam Ciu. ialah seseorang yang
pernah akan dibunuhnya dengan cara keji. Maka dengan penuh penyerahan Pit
Ki memejamkan mata kembali. Dia telah pasrah karena tidak dapat berbuat apaapa lagi.
Kiam Ciu memikirkan nasib Pit Ki dan akan menolongnya. Tiba-tiba gadis
yang bersenjata golok itu telah menyentuh lengan Kiam Ciu dan menyodorkan
sebungkus bubuk dan dua butir pil.
. 28 "Ini adalah bubuk Lo-hua-leog isa (bubuk obat dewa) untuk menyembuhkan
luka dibagian luar, sedangkan pil ini adalah untuk diminum guna
menyembuhkan luka dibagian dalam. Aku yakin dengan obat-obat ini kawanmu
akan segera dapat tertolong !"
Kiam Ciu menerima dua jenis obat itu, ialah bungkusan yang berisi bubuk
Lo-hoa-leng-tan dan dua butir pil untuk menolong jiwa Pit Ki. Pemuda itu
menarik nafas panjang dan merasa sangat bersyukur serta terharu sekali
dengan sikap kedua tadi yang disangka sangat sombong itu. Namun
kenyataannya gadis itu berjiwa mulia dan mempunyai sifat perikemanusiaan
yang dalam juga, karena telah mendapat petunjuk-petunjuk itu tadi Kiam Ciu
segera mengobatkannya. Setelah selesai dia segera berdiri dan memberi hormat kepada kedua gadis
itu seraya mengucapkan rasa terima kasihnya.
"Aku menghaturkan rasa hormat dan terima kasih atas kebaikan hati siocia.
Untuk selanjutnya perkenankanlah kami berlalu dari tempat ini karena aku akan
menyelamatkan jiwa kawanku ini.. ." seru Kiam Ciu sambil menghormat.
"Baiklah, baiklah ! Menurut pendapatku aku akan menunggang kuda berdua
dengan adikku, Sedangkan kudaku dapat kau pakai !" seru gadis yang lebih tua
seraya siap-siap mendekati kuda adiknya.
"Tet.. tetapi.." seru Kiam Ciu gugup.
"Tetapi apa lagi ?" seru gadis itu berpaling kearah Kiam Ciu.
"Tetapi dengan cara bagaimana aku mengembalikan kudamu. Atau kemana
kita dapat mengembalikan kudamu nanti?" seru Kiam Ciu.
"Oh.. itu? Kau dapat mengembalikan kudaku ke desa Sing-kiauw-cong kirakra sepuluh lie jauhnya dari sini!" jawab gadis itu.
"Baiklah." jawab Kiam Ciu.
Kedua sadis itu telah berada dipunggung kuda. Baru saja tali kekang di
tangan kanan ditarik hingga kepala kuda putih itu terangkat ke kanan. Namun
belum lagi kaki kuda itu melangkah maju, tiba-tiba Kiam Ciu berseru lantang
tetapi penuh sopan dan hormat,
. 29 "Socia! Malam ini juga aku akan mengembalikan kuda. Tetapi siapakah nama
Siocia berdua?" Kiam Ciu berseru sambil menghormat.
"Aku ternama Gin Ciu dan adikku ini bernama Kim Ciu. Kalau kau telah sampai
di desa Sing-kiauw-cong maka kau akan mudah mencari namaku. Karena
semua orang telah mengenal namaku dan nama adikku", seru gadis yang tua
dan ternyata bernama Gin Ciu itu.
Rupa-rupanya memang sudah suratan takdir bahwa umur Pit Ki tidak
panjang hanya pendek. Dalam perjalanan untuk mencari tempat penginapan, Pit
Ki telah menghembuskan nafas penghabisan. Tong Kiam Ciu kecewa.
Sebenarnya dia ingin menolong orarg itu dengan sepenuh hati. Tetapi kehendak
Thian tidak dapat dibantah lagi
Setelah mengetahui bahwa Pik Ki tidak dapat ditolong lagi, maka segeralah
Tong Kiam Ctu menyempurnakan mayat orang itu, dikubir secara sederhana.
Beberapa saat kemudian Tong Kiam Ciu telah terdiri sambil memandang
kemakam Pit Ki yang d.beri tanda sebuah batu. Maksud Kiam Ciu segera
meninggakan tempat itu menuju ke kota Pek-seng.
Beberapa langkah kemudian terdengar ringkikkan kuda. Kiam Ciu yang
pikirannya sedang kalut itu terhenti!. Dipandanginya kuda itu dan dia teringat
kembali dengan janjinya kepada Gin Ciu.. Malam ini dia harus mengembalikan
kuda itu ke desa Sing-kiauw-cong.
Tanpa menunda waktu lagi Kiam Ciu lalu menghampiri kuda putih itu,
kemudian meloncat ke punggung kuda dan dikepraknya, kemudian tampaklah
kuda itu lari dengan laju menerobos hutan lebat itu.
Samar-samar tampak gerbang desa Sing-kiauw-cong. Maka lari kudanya
bertambah kencang seolah Kiam Ciu sedang terburu-buru. Karena pemuda ini
ingin lekas sampai didesa itu mengembalikan kuda dan meneruskan
perjalanannya. Ketika sampai didepan gerbang yang pengkuh itu dia berhenti. Diketukketuknya pintu gerbang berkayu tebal itu namun dari dalam tiada jawaban.
Diperiksanya benteng yang melindungi desa itu ternyata sangat tinggi dan kuat.
Hati Tong Kiam Ciu jadi gelisah dan didorong oleh emosi pula maka gelisahlah
. 30 pemuda itu. Dicobanya sekali lagi untuk mengetuk gerbang itu. Namun hasilnya
sama saja. Tiada jawaban dari dalam.
Ketika Kiam Ciu berpikir bahwa waktunya akan habis hanya untuk menunggu
terbukanya pintu gerbang itu, maka dia lalu mengambil keputusan untuk
merobohkan pintu gerbang itu saja dan menerobos masuk.
Dengan mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong, Tong Kiam Ciu menebak kedepan
kearah pintu gerbang itu. Terdengar derakkan hebat dan pintu yang terbuat dari
papan tebal itu pecah dan roboh. Maka Kiam Ciu menghentakkan kaki kudanya.
Kuda putih itu meloncat kedepan dan menerobos pintu gerbang yang telah
rusak itu. Tetapi baru beberapa langkah terlihat sebuah kelebatan bayangan dan
tampak seseorang berdiri ditengah jalan menahannya.
"Tunggu dulu! Aku bernama Lee Cun, saudara seperguruan dengan Gin Ciu
dan Kim Ciu. Aku dlperintahkan oleh suhu untuk menerima kedatanganmu..!" seru
orang itu dengan hormat dan tersenyum.
Kiam Ciu memandang orang yang berdiri di depannya dan memegang tali
kekang kudanya itu. Diamati dari rambut sampai ke kaki. Barulah Kiam Ciu
menyahutnya dengan sopan pula.
"Aku merasa menyesal babwa aku harus merobohkan pintu gerbang itu! Aku
ielab lama menunggu dan mengetuk pintu serta memanggil-manggil tetapi dari
dalam tiada jawaban! Kedatanganku kemari hanya untuk mengembalikan kuda
ini yaog kupinjam dari Gin Ciu Siocia. Lalu urusan tidak ada. Maka setelah kuda
ini kuserahkan kepadamu, aku untuk berlalu!" seru Kiam Ciu sambil meloncat
berdiri ditanah dan akan meninggalkan tempat itu!
"Tunggu dulu ! Suhu Kwi Ong sedang menantikan kedatanganmu di ruang
tengah!" seru Lee Cun sambiI meloncat berdiri didepan Kiam Ciu.
"Aku tidak ada urusan dengan suhumu. Maka aku tidak akan menemuinya !"
seru Kiam Ciu akan melangkah.
Tetapi Lee Cun menaban dan meneruskan kata-katanya.
. 31 "Tetapi ini adalah peraturan kita, barang siapa yang telah memasuki tempat
ini harus menghadap dulu kepada suhu !" seru Lee Cun.
"Jika aku tidak sudi menghadap suhumu, kau dapat berbuat apa ?" seru Tong
Kiam Ciu dengan suara seenaknya dan merendahkan Lee Cun.
Mendengar jawaban Kiam Ciu yang bernada menantang itu, maka Lee Cun
kini merubah sikapnya menjadi ramah dan lunak sekali.
"Begini, aku tidak bermaksud berkelahi melawan kau. Tetapi, ada seseorang
yang kecewa jika kau tidak mau masuk dulu, Gin Ciu telah meminjamkan
kudanya kepadamu, jika hanya untuk menemui saja kau tidak sudi apakah itu
tidak akan mengecewakannya ?" seru Lee Cun dengan berhati-hati sekali dan
mengarah-arah kelemahan hati pemuda itu.
Ketika ternyata Kiam Ciu tampak agak jinak pula tetapi tiada jawaban dari
pemuda itu maka Lee Cun meneruskan kata-katanya.
"Jika kau tidak akan membuat persoalan ini menjadi ruwet dan membuat
suatu yang tidak menyenangkan dikemudian bari. Ialah kau tidak ingin membuat
tali permusuhan antara kau dan suhuku, maka sebaiknyalah kau masuk dan
menemui guruku. Baru kemudian menemui Gin Ciu yang juga menunggumu.."
sambung Lee Cun dengan penuh harapan semoga bujukannya itu dapat
mengena. Benar juga Tong Kiam Ciu termakan dengan kata-kata Lee Cun itu.
Tampaklah kini Tong Kiam Ciu tersenyum dan memandang kearah Lee Cun
sambil mengangkat bahunya dan tersenyum.
(Bersambung Jilid 6) . 32 . 0 OEY LIONG KIAM (Warisan Jenderal Gak Hui)
Diolah Oleh : HO TJING HONG
Jilid ke 6 B AIKLAH ! Sebenarnya aku mempunyai banyak urusan yang harus segera
kuselesaikan. Maka aku sangat berterima kasih dengan kebaikan hati Gin Ciu
Siocia untuk meminjamkan kuda itu dan setelah kuserahkan kembali kuda itu
maka aku akan cepat-cepat berlalu. Yah. kalau memang aku harus menemui Gin
Ciu Siocia baikiah !" seru Kiam Ciu dengan nada suara lunak sekali.
Tampaklah Lee Cun girang sekali ketika mendengar kata-kata itu. Dia dapat
menyelesaikan tugasnya dengan baik sekali. Memang semula dia akan berbuat
kasar terhadap Kiam Ciu. Tetapi itu menyalahi perintah suhunya. Dia harus dapat
mengatur cara untuk membawa Kiam Ciu menghadap tanpa kekerasan. Seolaholah semuanya itu tidak ada apa-apa yang perlu dikhawatirkan.
Setelah Tong Kiam Ciu menyanggupi untuk menghadap Kwi Ong. Maka
segeralah kedua orang itu berjalan bersama. Tetapi ketika sampai di sebuah
gerbang lagi. Lee Cun berhenti. Tong Kiam Ciu juga berhenti memandang kearah
Lee Cun dengan heran. "Tong Siauwhiap, aku mengantarmu hanya sampai disini saja. Nanti setelah
kau keluar dari gerbang ini kau akan melihat pohon bambu, kau berjalanlah
dikanan pohon bambu itu kemudian berbelok ke kanan, kau akan melihat sebuah
batu, dari batu itu kau berbeloklah ke kiri ! Kemudian kau akan melihat semak
belukar, jangan teruskan perjalananmu tetapi kau harus mundur lima langkah,
kemudian kau melihat pohon cemara maka teruslah berjalan nanti kau akan
disambut oleh seseorang. Nah, Tong Siawhiap hanya petunjuk-petunjuk saja!"
seru Lee Cun dan mengangkat tangan kanan memberi selamat kepada Kiam
Ciu. Tong Kiam Ciu mengangkat tangan pula. Mereka berpisah sampai dipintu
gerbang itu. Lee Cun memutar tubuh dan kembali kearah gerbang sedangkan
Tong Kiam Ciu melangkah memasuki gerbang itu.
. 1 Sebenarnya Kwi Ong adalah pemimpin dari orang-orang suku Biauw.
Seorang yang mempunyai Ilmu silat yang sangat tinggi dan berhati keras serta
bersifat kejam. Dia datang dari daerah selatan dengan memimpin orang-orang
suku bangsa Biauw. Kwi Ong bermaksud untuk merebut kitab pusaka ilmu silat
Pek-seng. Disepanjang perjalanan itu dia belum pernah bertemu dengan lawan
yang benar-benar tangguh. Semua lawan-lawannya dalam perjalanannya itu
ternyata dapat dikalahkan dengan sangat mudah, sehingga dia berpendapat
bahwa orang-orang jajo silat dari daerah tengah itu hanyalah jago godokan
belaka. Dia menganggap bahwa cukuplah semua pekerjaan diselesaikan oleh muridmuridnya saja. Tidak perlu dia sendiri turun tangan kalau banya untuk
menghadapi jago godokan itu. Maka ia telah mengutus dua-puluh muridnya
menuju kekuil Pao-yan-ta untuk merebut peta Pek-seng. Tetapi orang-orang
suku Biauw yang dikirimkan kekuil Pao-yan-ta itu tidak pernah kunjung kembali.
Maka karena ingin mendapat berita dengan secepatnya. Diutuslah Gin Ciu dan
Kim Ciu menuju ke kuil Pao-yan-ta.
Ketika kakak beradik itu pulang. maka didapat berita bahwa kedua puluh
orang utusannya itu telah binasa. Memang sudah menjadi sifat Kwi Ong, dia
sangat kejam, pemarah dan keji pula. Dengan cara apapun dia sanggup berbuat
asal dapat membinasakan lawannya. Bukan hanya berilmu silat tinggi, tetapi
banyak pula akalnya yang keji maupun licik.
Apalagi ketika mendengar cerita tentang Tong Kiam Ciu, seorang pendekar
muda yang berilmu tinggi dan berhasil merebut pedang Oey Liong Kiam serta
menguasai peta Pek-seng. Kwi Ong telah mengatur siasat untuk memancing
Tong Kiam Ciu. Kwi Ong ingin berhadapan sendiri dengan pendekar muda yang
liehay itu. Tong Kiam Ciu tidak menduga sama sekali dengan maksud itu. Dia adalah
seorang pemuda yang berhati jujur. Maka dia menganggap bahwa semua orang
mempunyai sifat jujur pula. Tanpa ragu-ragu lagi Tong Kiam Ciu melangkah.
Semua yang diterangkan oleh Lee Cun terbukli semuanya. Dia melihat taman
bunga melihat pohon bambu dan melihat semuanya yang diterangkan oleh Lee
Cun. Kianm Ciu menurutkan saja semua petunjuk itu.
. 2 Saat itu bulan telah mengembang diangkasa, dengan sinarnya yang redup
dan hawa dingin. Tong Kiam Ciu mengingat-ngingat petunjuk Lee Cun. Kini telah
sampai di hutan cemara, katanya ada seseorang yang menjemputnya. Sampai
beberapa langkah dan dia memasang pendengarannya belum juga terdengar
seseorang menegur. Serta tiada seorangpun yang ditemui sejak tadi.
Tetapi ketika itu dengan tiba-tiba ada suara seseorang menegurnya dari
arah belakang. Tong Kiam Ciu menahan langkahnya dan memutar tubuh kearah
datangnya suara itu. "Siapa itu ?" suara itu menegur lagi.
"Aku Tong Kiam Ciu datang kesini bermaksud untuk mengembalikan kuda
milik Gin Ciu Siocia !" seru Kiam Ciu sambil mengamati bayangan orang yang
tidak begitu terang. Kemudian terdengar suara orang tertawa. Ketika itu bulan agak terang
tersembul dari selumutan kabut. Maka Kiam Ciu dapat menyaksikan wajah orang
yang berada tiada jauh dari dirinya itu. Ternyata orang itu telah tua dan
berwajah bengis serta pucat. Rambutnya putih tetapi suaranya masih terdengar
nyaring sekali. Partanda bahwa orang itu mempunyai ilmu Lwe-kang yang tinggi.
"Aku ini Kwi Ong, pemimpin suku Biauw dari selatan. Aku telah membawa
orang-orangku suku bangsa Biauw dari daerah Biauw ciang menuju kedaerah
tengah ini untuk sesuatu keperluan "Hey, Tong Kiamt Ciu, apakah benar bahwa
peta Pek-seng jatuh ditanganmu ?" seru Kwi Ong dengan suara lantang dan
memandang ringan pemuda didepannya itu.
Tong Kiam Ciu adalah seorang pemuda yang masih polos. Dia bersifat jujur,
maka pemuda itu lalu menjawab dengan apa adanya.
"Jika kau orang tua telah mengetahui, mengapa kau masib bertanya ?" seru
Kiam Ciu dengan memandang kearab orang itu dan hati-hati.
"Ha-ha-ha-hah ! Ternyata kau bernyali besar anak muda !" seru Kwi Ong.
Mendengar suara tawa orang tua itu diam-diam Tong Kiam Ciu telah dapat
mengukur sampai dimana kekuatan dan kehebatan tenaga dalam orang yang
berdiri dihadapannya itu.
. 3 "Aku Kwi Ong telah datang didaerah tengah ini untuk merebut peta Pek seng.
Aku telah menghadapi banyak orang-orang gagah di daerah tengah ini kini
mereka sedang bergabung untuk menghadapi diriku ha ha ha ! Nah kini aku
memberitahukan kepadamu anak muda ! Bahwa yang telah masuk dalam
perangkapku bukannya kau seorang diri, tetapi sebelum kau terperangkap disini.
aku telah menjebak pula seorang ialah Siok Siat Shin Ni yang lihay itu. Maka kau
dengar baik-baik kata-kataku, jika kau masih mengharapkan hari cerah maka
serahkanlah peta Pek-seng itu kepadaku. tetapi kalau tidak kau akan mati konyol
ditempat ini !" seru Kwi Ong dengan suara sombong dan memandang rendah
orang yang didepannya itu.
Mendengar ancaman itu Tong Kiam Ciu tidak merasa gentar. Maka dengan
sikap menantang dan penuh kewaspadaan Tong Kiam Ciu berseru.
"Hey Kwi Ong ! Ternyata kau sendiri tidak mampu untuk mengambil peta Pek
seng dengan kekuatan ! Sekarang peta itu telah jatuh ketanganku. Kalau kau
memang benar-benar menginginkan peta itu marilah kau datang kepadaku!"
seru Tong Kiam Ciu sambil berkacak pinggang menantang kearah Kwi Ong.
Mendengar kata-kata tegas dari seorang jago silat yang masih sangat muda
itu, Kwi Ong merasa terperaniat juga.
"Tong Kiam Ciu, apakah kau tidak menyayangkan masa mudamu kalau
sampai kau mati muda begini ? Kau tidak akan luput dari seranganku juga Soanhong-li-bu-ceng (menyerang laksana angin taupan dialam kabut) kau akan mati
konyol !" seru Kwi Ong.
Begitu selesai dengan kata-katanya itu Kwi Ong mengerahkan ilmunya untuk
menyerang Kiam Ciu. Pemuda itu tidak merasa gentar, maka Kiam Ciu
memasang kuda-kuda dan menantikan serangan lawan.
Tahu-tahu dalam hutan cemara itu menjadi gelap dan tampak kabut putih
telah menebal menutup pemandangan. Kiam Ciu tidak dapat melihat Kwi Ong
lagi. Ditajamkannya semua inderanya untuk menghadapi setangan lawan.
Namun Kwi Ong tetap tidak tampak bahkan tiada suara nafaspun yang terdengar
kecuali nafasnya sendiri.
. 4 Didepan Kiam Ciu ada sekuntum bunga yang sangat menarik hati sejak tadi.
Kini dalam suasana kabut itu, bunga yang berada didepannya sangat harum
baunya. Terciumlah oleh Kiam Ciu bau harum bunga didepannya, bunga yang
sangat menarik hati, Dipandangnya bunga itu lebih lama lagi. Tiba-tiba kepala
Kiam Ciu menjadi sangat pening. Barulah dia menyadari babwa ialah serangan
ilmu Soan-hong-li-bu-ceng. Semula Kiam Ciu menyangka kalau Kwi Ong akan
menyerang dengan ilmu silat. Hingga dia bersiap-siap untuk menghadapi
serangan lawan. Untuk mengatasi serangan gelap hawa beracun itu, maka Kiam Ciu
mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong. Hingga bergetarlah tubuh pemuda itu. Dalam
hati dia mengeluh karena kurang kewaspadaan atas kelicikan lawan. Karena
mengerahkan tenaga dalam dengan sangat hebatnya itu, hingga Kiam Ciu
berkeringat. Ternyata racun itu sangat hebat. Hingga tubub Kiam Ciu bergetar
hebat. Namun pemuda itu berusaha untuk bertahan berdiri tegap dan
mengerahkan Bo-kit-sin-kong melawan kekuatan racun Kwi Ong.
Namun tubuh Kiam Ciu bergetar hebat hingga mandi keringat. Racun
serangan Kwi Ong itu ternyata hebat sekali. Sedikit demi sedikit tubuh Kiam Ciu
menjadi lemas juga, keadaan tubuhnya telah menjadi lemah dan Kiam Ciu
bertahan untuk berdiri dan tidak jatuh pingsan. Namun kekuatannya telah
berkurang dan tahu-tahu menjadi sangat lemah sekali, Kiam Ciu limbung dan
akan jatuh. Tiba-tiba dia merasakan tubuhnya ditahan oleh seseorang. Kiam Ciu sempat
melihat orang yang memapahnya itu tiada lain ialah Gin Ciu. Gadis jelita yang
memberikan kudanya dan kini berusaha untuk menolongnya. Ketika pandangan
mereka bertemu, gadis itu tersenyum manis sekali. Tetapi kepala Kiam Ciu sudah
sangat pening berserta rasa berdenyut sekujur kepalanya "Tong Kim Ciu, apakah
kau tidak terluka ?" tanya Gin Ciu.
Tong Kiam Ciu tersenyum dengan penuh rasa terima kasih atas pertolongan
gadis itu. Kemudian terdengar dengusan Gin Ciu menarik nafas dan berkata lagi.
"Dengan bersusah payah aku membujuk Lee Cun untuk mencegatmu dan
memberitahukan jebakan itu serta cara bagaimana untuk menghindari serangan
Soan-hong-li-bu-ceng. Tetapi ternyata kau tidak mengindahkannya, hampir saja
. 5 kau mati konyol. Tetapi ilmu apakah yang hingga kau hanya jatuh pingsan?" seru
Gin Ciu heran. "Oh . . . terima kasih atas pertolonganmu . . ." Tong Kiam Ciu tidak dapat
meneruskan kata-katanya. Diam-diam pemuda itu telah memuji kecantikan Gin Ciu serta kebaikan
hatinya. Maka pemuda itu hanyalah memandang dengan sinar mata bercahaya.
Rasa pening dikepalanya telah dapat diatasinya. Kini dia telah hampir dapat
memulihkan kembali tenaganya dan berusaha untuk berdiri dan membebaskan
diri dari pelukan Gin Ciu.
"Tak lama lagi suasana akan menjadi terang, Ayolah ikut aku. Tadi Lee Cun
telah memberikan keterangan-keterangan kepadamu cara-cara untuk melewati
perangkap itu. Kalau keterangan-keterangannya itu diketahui oleh suhu, maka
celakalah dia. Kini kau telah selamat dari racun ganas itu maka marilah cepatcepat kita tinggalkan tempat ini sebelum menjadi terang kembali ! Jika kita
diketahui oleh suhuku maka.. . sudahlah ayoh kita cepat-cepat meninggalkan
perangkap ini !" seru gadis itu seraya menyambar tangan kanan Kiam Ciu dan
ditariknya pemuda itu. Tong Kiam Ciu yakin bahwa gadis itu berusaha menolongnya. Maka dia
menurut saja kemanapun dibawa oleh Gin Ciu.
"Nah, beberapa langkah lagi kita telah dapat keluar dan perangkap. Aku tidak
usah mengantarmu, kau dapat berjalan sendiri. Siapa sangka bahwa suhu
mempunyai tabiatnya sangat kejam. Aku telah belajar ilmu silat pada beliau
selama sepulun tahun, Akhir-akhir ini kuperhatikan memang banyak perubahan
dan tabiatnya sangat ganjil. Walaupun suhu seorang yang kejam tetapi dia
mempunyai keistimewian. Ialah dia selalu menepati janjinya. Kalau seandainya
beliau mengatakan tidak akan mengganggumu, maka beliau benar benar
mecepatinya . . . . Nah sudahlah selamat jalan kita berpisah disini dulu..!" seru gadis
itu dengan suara yang terdengar berat.
"Tet . . . tetapi" seru Tong Kiam Ciu terputus-putus.
"Tetapi apa ?" tanya Gin Ciu pula sambil memutar tubuh memandang kepada
Kiam Ciu dan tersenyum dengan kening berkerut.
. 6 "Kau ?" sambung Kiam Ciu bernada bertanya.
"Oh, apakah kau ingin mengetahui riwayat hidupku ? Dengarlah banwa
ayahku adalah seorang suku Gin-san-tong di daerah Biauw ciang. Tetapi ibuku
adalah ketururan Han. Maka mengetahui adat istiadat orang-orang didaerah
pertengahan ini. Orang-orang Biauw selalu berterus terang . . ." sambung Gin Ciu
dengan terbersit warna merah diwajahnya.
Tetapi Gin Ciu tidak dapat meneruskan kisahnya, karena dia menangkap
suara ejekan tiada jauh dari tempat itu. Begitu juga Kiam Ciu merasa terperanjat
mendengar teguran dari tempat yang tiada jauh dari mereka berdua itu.
Tong Kiam Ciu menjadi terperanjat ketika tiba-tiba saja di depannya telah
terbentang suatu ruangan yang sangat luas dan penjagaan yang sangat kuat
dan bersenjata lengkap sekali. Padahal tadi tempat itu terselubung oleh kabut
tebal dan tidak kelihatan dengan nyata. Tiba-tiba saja disekitarnya kini menjadi
terang. "Mengapa tidak lekas-lekas menghadap? Apakah aku harus memaksa
kalian?" terdengar suara menggelegar serak dan tajam.
Bagaikan seorang anak yang berbuat kesalahan, Gin Ciu melangkah dengan
kepala menunduk. Gadis itu menurut perintah dari dalam ruangan untuk
menghadap Kwi Ong. Dengan kepala tertunduk dia berjalan diantara para
pengawal suku bangsa Biauw yang bersenjata lengkap.
Kiam Ciu menyaksikan hal itu merasa was-was. Maka dia lalu mengikuti Gin
Ciu dari belakang. Dia merasa khawatir kalau gadis itu mendapat hukuman berat.
Maka diikutinya dengan tujuan untuk melindunginya dimana nanti diperlukan.
Keadaan di tempat itu sudah sangat terang. Matahari telah menyinarkan
sinar paginya menerobos celah-celah hutan.
Suasana yang sangat lengang dan tenang sekali. Semua mata tertuju kearah
kedua orang yang sedang memasuki ruangan itu, Gin Cin dan Tong Kiam Ciu.
Diujung jalan itu telah duduk di kursi kebanggaannya seorarg laki-laki
berwajah seram dan berambut putih. Matanya bersinar hitam menyala-nyala.
Disebelah kiri berdiri Kim Ciu dan disebelah kanan berdiri Lee Cun dengan wajah
yang kurang sedap pula kelihatannya. Selain dua pendamping itu ada pula
. 7 seoraag laki-laki yang berperawakan kokoh dengan wajah bengis pula. Laki-laki
itu berumur kurang lebih tiga puluhan. Tampaklah wajahnya yang bengis itu
bertambah seram disertai senyum-senyum mencibir kearah kedua orang yang
baru menghadap itu. Begitu sampai dihadapan Kwi Ong segeralah Gin Ciu berlutut.
"Suhu !" seru Gin Ciu seraya menjura.
"Bah ! Apakah kau masih menanggap aku ini suhumu ?" seru laki-laki yang
duduk diatas kursi kayu berukiran kepala naga itu dengan suara tajam dan
memaki, "bukankah kau telah membangkang dan tidak menghiraukan
peraturan?" Kwi Ong berhenti sejenak.
Sesaat suasana menjadi sangat sepi. Semuanya menjadi tegang dan tiada
seorangpun yang berani berbicara kalau mengetahui Kwi Ong sedang dalam
keadaan marah begitu. Seolah-olah mereka tiada berani mengeluarkan suara,
bahkan bernapaspun sangat berhati-hati.
"Aku telah mendidik dan mengangkatmu menadi murid selama sepuluh
tahun. Tentunya kau telah mengerti semua peraturan dan larangan partai
persilatan yang kupimpin, tetapi kenyataannya kau telah berani melanggar!"
seru Kwi Ong pula dengan keras.
"Suhu". aku merata bersalah. Murid mengakui segala kesalahan, kini telah
siap menunggu hukuman yang akan dijatuhkan atas diriku. Tetapi . . ." seru Gin
Ciu sambil menjura, Kemudian gadis itu tidak sanggup meneruskan kata-katanya
karena berderai tangisnya,
Menyaksikan keadaan kakaknya itu Kim Ciu menghiba juga, maka gadis
pengawal Kwi Ong itu segera menghadap Kwi Ong dan berlutut dihadapannya.
"Suhu ! Ciciku telah mengabdikan diri kepada suhu selama sepuluh tahun
dengan patuh dan tidak pernah membuat pelanggaran dan kesalahan. Baru kali
ini dia berbuat salah, maka sudilah suhu untuk mengampuninya..!" seru Kim Ciu
dengan menjura pula. Begitu pula Lee Cun juga telah berada disamping Kim Ciu dan menjura
kepada Kwi Ong seraya menghaturkan maksudnya.
. 8 "Jika suhu tidak dapat menerima permohonan kami, kami mengharapkan
sukalah suhu memandang jasa ayahnya. Lagi pula kalau suhu tetap
menghukumnya dia akan menjadi seorang yeng cacad seumur hidupnya. Maka
ajaran suhu tidak ada gunanya lagi . . ." Usul Lee Cun dengan menegaskan dan
kata-kata yang menghiba. "Diam!" bentak Kwi Ong dengan suara lantang dan menggema.
Sesaat pemimpin suku Biauw itu terdiam. Matanya membelalak merah
menatap orang-orang yang berada dihadapannya itu.
"Kalian telah lama mengikutiku. masakan kalian tidak mengetahui tabiatku?"
seru Kwi Oig dengan suara tajam.
Tetapi Kim Ciu masih berani menyahut kata-kata suhunya! Karena dia sangat
mencintai kakaknya! Dia berusaha untuk mengelakkan kakaknya dari hukuman
yang mengerikan yang mungkin terjadi!
"Suhu! Jika ciciku tidak diampuni, maka akan . . . . . . ." kata-kata Kim Ciu tertahan
oleh bentakan Kwi Ong yang berwibawa.
"Diam ! kalian semua bangun !" bentak Kwi Ong.
Saat itu Kim Ciu meloncat tepat dihadapan suhunya seraya mencium
kakinya. Sambil menghiba dan memohonkan belas kasih suhunya.
"Suhu . . . . suhu . . . . . " ampunilah ciciku"
Tetapi Kwi Ong tidak menghiraukan kata-kata itu! Dengan wajah merah
membara kaki yang sedang dipeluk dan dicium oleh Kim Ciu itu digerakkannya
dengan keras. Kim Ciu terpelanting lima langkah dan terjerembab! Kemudian
Kwi Ong mengirimkan pukulan kearah kepala Gin Ciu. Angin pukulan itu kalau
sampai mengenai sasarannya akan hancur kepalanya dan setidak-tidaknya
akan menjadi cacad seumur hidup kehilangan akal seperti orang gila.
Menyaksikan semua kekejaman Kwi Ong itu, Tong Kiam Ciu segera meloncat
kedepan dan memapaki serangan pukulan Kwi Ong itu. Tangkisan Tong Kiam
Ciu ternyata tepat. Tampak Kwi Ong terhenyak dengan memegang kepalanya
pening. Kwi Ong heran menyaksikan dan merasakan kehebatan tenaga lwe-kang
anak muda itu. . 9 Kini semua orang memandang kearah Tong Kam Ciu, Namun Kwi Ong masih
nekad akan mengirimkan pukulan hukuman kepada Gin Ciu. Tong Kiam Ciu
membentak. "Tahan !" seru Kiam Ciu sambil mengangkat tangan kanan.
Ternyaia pemuda itu mengirimkan serangan jurus Pan-wan kiat-cit atau Palu
baja-mematahkan dahan. Kini Kiam Ciu dan Kwi Ong berhada-hadapan hanya
berjarak satu langkah jauhnya. Tong Kiam Ciu menudingkan tangan sambil
berseru. "Ternyata cerita orang tentang dirimu benar juga, kau adalah manusia
terkejam yang kujumpai dldunia ini, Kekejamanmu melebihi binatang. Kau telah
bermaksud membunuh atau membuat cacad muridmu yang telah mengikutimu
selama sepuluh tabun dengan setia. Perbuatanmu itu melebihi perbuatan
binatang buas !" seru Tong Kiam Ciu dengan gutar.
Dua orang murid lainnya yang berdiri dibelakang Kwi Ong setelah
mendengar suhurya dicaci dan dikatakan seperti binatang oleh Tong Kiam Ciu
itu dia menjadi gusar sekali. Tetapi untuk menyerang dan mencampuri urusan
itu di hadapan suhunya dia tidak berani.
Gin Ciu yang nyaris dari malapetaka dan mendengar kata-kata Kiam Ciu itu
menjadi sangat terharu. Dia kagum dengan keberanian pemuda itu dalam saatsaat yang sangat mengerikan dan suhunya dalam keadaan marah. Ternyata hati
Kiam Ciu sangat mulia dan tabah. Gin Ciu merasakan bahwa pandangan dan
perasaannya terhadap keperwiraan Kiam Ciu tidaklah meleset. Tetapi dia
merasa sangat khawatir, jangan-jangan nanti dia akan dibinasakan oleh suhunya
yang berilmu lihay itu. Maka tampak gelisahlah Gin Ciu setelah memikirkan nasib Kiam Ciu itu. Dia
harus berusaha untuk mencegah jangan sampai Tong Kiam Ciu dapat
dicederakan oleh suhunya nanti.
"Anak muda, ketahuilah bahwa peraturan partai silatku tidak membenarkan
muridnya yang manapun melanggarnya. Peraturan kami sangat keras. Maka
persoalan ini adalah persoalan kami, kau tidak berhak untuk campur tangan
dalam urusan ini !" seru Kwi Ong dengan tegas.
. 10 "Hah !" sambung Tong Kiam Ciu, "diantara orang-orang Han tidak membiarkan
perbuatan yang tidak senonoh. Maka aku akan menghadapi kau untuk mencegah
kekejamanmu. Meskipun Untuk itu aku harus hancur lepur. Lebih baik hancur
daripada menyaksikan kejahatan dan kekejaman didepan mataku !" seru Tong
Kiam Ciu dengan bersungguh-sungguh.
Selama ini Kwi Ong belum pernah menyaksikan seorang anak muda yang
seberani Tong Kiam Ciu. Dalam hati kakek kejam itu mengagumi keberanian dan
ketegasan Kiam Ciu. "Jadi kau akan turut campur tangan dalam urusanku ?!" bentak Kwi Ong
dengan suara keras dan nyaring, "Aku mengagumi keberaniamu, karena
menghargai keberanianmu itu aku akan menghadapimu dengan sarat. Jika kau
dapat menahan serangan-seranganku sebanyak sepuluh jurus maka aku akan
mengampuni Gin Ciu. Bukan saja mengampuni Gin Ciu tetapi kau akan kuantar
keluar diri perangkap ini dan membebaskan tiga jago silat dari kurungan
perangkapku !" seru Kwi Ong dengan diselingi pandangan tajam dan senyumsenyum bibirnya.
Dimata Kwi Ong memandang Tong Kiam Ciu hanya bermodalkan keberanian
dan ilmunya pastilah belum seberapa. Dia yakin bahwa Kiam Ciu takkan mungkin
dapat melawannya dalam dua jurus pasti telah dapat dihancurkannya.
Mendengar penuturan Kwi Ong tadi bahwa didalam perangkap Kwi Ong itu
telah terkurung tiga orang jago silat bukan hanya Siok-soat Shin-ni. Lalu dua
orang lainnya lagi siapa?. Maka Tong Kiam Ciu dengan tenang menjawabnya:
"Baiklah aku akan melawanmu dengan syarat-syarat tadi !"
"Ha ha hah ! Inilah yang orang katakan kau bermata buta anak muda ! Jalan
ke surga kau tidak tahu, tetapi ke neraka yang tiada pintunya kau berusaha
untuk memasukinya. Nah, sekarang terimalah hajaranku ini!" seru Kwi Ong
dengan suara lantang dan meremehkan.
Tetapi ketika Gin Ciu melihat sikap suhunya itu, segeralah gadis itu meloncat
dan memeluk kaki suhunya seraya meratap.
"Suhu . . . suhu . . jantan bunuh dia. Akun yang bersalah maka bunuhlah aku!"
seru gadis itu dengan meratap.
. 11 Tetapi Kwi Ong yang berwatak kasar itu sudah terlanjur menentukan
sikapnya sendiri. Maka dengan satu gerakan cepat bagaikan kilat dia telah
menggerakkan kakinya dan Gin Ciu terlempar jauh serta jatuh tertelungkup
mencium lantai. "Anak sambal ! Pergi ! Jangka merintangi aku lagi !" seru Kwi Ong.
Gin Ciu dalam keadaan terluka dalam memuntahkan darah. Tong Kiam Ciu
meloncat menubruk gadis itu untuk menolongnya. Tetapi dua bayangan telah
mendahuluinya. "Cici mengapa kau masih juga.. ." Kim Ciu menubruk cicinya seraya meratapi
dengan tersedu-sedu. Gin Ciu mengusap rambut adiknya dengan bibir tersenyum seolah-olah tidak
dirasakannya luka didalam tubuh gadis itu. Kemudian jari telunjuk tangan kanan
ditekankannya ke mulut adiknya serta menggelengkan kepala seolah-olah dia
melarang adiknya jangan bicara lagi.
Dalam pada itu tampak sebuah bayangan pula terjun karena itu. Seorang
jago silat suku bangsa Biauw telah berdiri dihadapan Kiam Ciu.
"Aku Pak Lu menantangmu anak muda. Tidak usah suhuku turun tangan
cukup aku serorang sanggup untuk menghadapimu !" seru laki-laki itu dengan
suara lantang dan sinar mata tajam.
Tong Kiam Ciu haaya tersenyum menyaksikan sikap orang didepannya itu.
Sejenak dia memandaag kearah Gin Ciu kemudian Kwi Ong dan ditatapnya wajah
laki-laki yang bernama Pak Lu.
"Aku bersedia bertempur melawan siapa saja !" seru Kiam Ciu.
Mendengar jawaban itu hati Pak Lu bertambah gusar. Dengan loncatan
panjang dia menyerang Kiam Ciu kemudian mengirimkan pukulan kearah kepala
Kiam Ciu. Tetapi dengan jurus Gwat-ji-sing-koan (Bulan berpindah dan bintang
berputar) Tong Kiam Ciu menangkis serangan itu dengan tangan kiri. Kemudian
tangan kirinya mengirimkan pukulan kearah dada Pak Lu.
Secepat kilat Pak Lu meloncat kesamping menghindari serangan Kiam Ciu
sambil merundukkan kepalanya. Namun serangan Kiam Ciu tidak urung
. 12 mengenai pundaknya juga. Setelah merasakan bahwa serangan lawan ternyata
hebat juga, maka dengan sigap pula Pak Lu menarik senjatanya yang berupa
rantai baja dari pinggangnya.
Pak Lu memutar-mutarkan senjata rantai baja itu. Suaranya mendesingdesing dan menimbulkan angin yang terasa dingin. Tampaknya sangat cepat
sekali permainan senjata rantai itu.
Tong Kiam Ciu bergerak dengan teratur dan matanya waspada mengamati
gerakan-gerakan senjata lawan itu. Dengan sebuah loncatan pula Pak Lu
menyerang Tong Kiam Ciu sambil menyabetkan rantainya.
Serangan itu dapat dielakkan dengan cepat, sambil meloncat mundur Tong
Kiam Ciu mencabut pedang Kim-kong-sai-giok-kiam. Kemudian dengan jurus
Lik-cing-kiam hoat dia menusuk lambung Pak Lu dengan cepat sekali. Serangan
yang tiada terduga itu ternyata berhasil.
"Crak ! Aduh !" terdengar suara tusukan pedang itu berbareng dengan jeritan
Pak Lu dan muncratnya darah segar dari lambung laki-laki itu kemudian tubuh
laki-laki itu limbung. Rantainya masih tergenggam dan akhirnya terjatuh didepan
Tong Kiam Ciu. Semua yang berada di tempat itu untuk sesaat terpaku terpesona
menyaksikan kecepatan permainan pedang Tong Kiam Ciu itu. Begitu pula Kwi
Ong merasa kagum dengan ilmu pedang anak muda itu. Yang paling kelihatan
bergembira adalah Gin Ciu dan Kim Ciu, karena kedua gadis itu kini merasa yakin
bahwa Kiam Ciu pasti dapat menghadapi suhunya dalam sepuluh jurus.
Pak Lu yang bersifat keras kepala itu telah bangun kembali. Dengan tubuh
condong dia berusaha untuk membinasakan Kiam Ciu Namur Tong Kiam Ciu
tidak melawan, pemuda itu hanya berusaha untuk meloncat kesamping
menghindari ayunan senjata rantai baja. Bersamaan mengayunnya senjata itu,
maka robohlah Pak Lu dan binasa.
Menyaksikan kejadian itu, beberapa orang pengawal suku Biauw itu telah
maju untuk membantu Pak Lu. Tetapi Kwi Ong mengangkat tangan dan
mencegahnya. Orang-orang itu membatalkan niatnya dan dengan patuh mundur
tetapi hati mereka kecewa.
. 13 "Hey Tong Kiam Ciu ! Ilmu pedangmu ternyata hebat juga. Sekarang.. . . ." seru
Kwi Ong dia mencari-cari, kemudian memandang kearah Kim Ciu. "ambil pedang
cicimu !" Kim Ciu ragu-ragu untuk mengambil pedang cicinyi. Dia tidak tahu harus
bersikap bagaimana. Sehingga dia ragu-ragu untuk menyerahkan pedang itu
kepada suhunya. "Lekas !" seru Kwi Ong dengan suara lantang membentak.
Kim Ciu terpaksa mengambil pedang Gin Ciu dan berdiri kemudian
menyerahkan pedang itu kepada suhunya.
Kwi Ong menerima pedang itu, kemudian memandang kearah Gin Ciu dan
berseru : "Gin Ciu aku memberikan kesempatan kepadamu untuk menebus
kesalahanmu. Dengan pedang ini kau harus dapat melukai Tong Kiam Ciu. Jika
kau dapat melukainya maka aku akan mengampunimu !"
Kemudian Kwi Ong menoleh kearah Tong Kiam Ciu.
"Tong Kiam Ciu kau dengar baik-baik! Kau, harus melawan gadis itu! Jika kau
kalah kau harus binasa..!" seru Kwi Ong kemudian melemparkan pedang itu
kemuka Gin Ciu. Kakek sakti yang keji itu telah tahu gelagat bahwa muridnya dengan diamdiam telah jatuh cinta kepada Tong Kiam Ciu. Maka dia harus mencegahnya.
Karena dengan hubungan cinta itu cita-cita Kwi Ong akan mengalami kegagalan.
Dia memaksakan Gin Ciu untuk melawan Kiam Ciu. Jika gadis ini ingin hidup
maka dia harus berani melawan orang yang dicintai itu. Karena Kwi Ong yakin
kalau seseorang itu pastilah takut mati ! Apalah artinya cinta itu, orang pasti
lebih cinta kepada dirinya sendiri.
Tetapi kenyataannya diluar dugaan kakek itu. Gin Ciu telah memungut
pedangnya dan berdiri. Kemudian ia berseru kepada suhunya.
"Suhu ! Aku telah mengaku salah dan bersedia menerima hukuman. Tetapi
mengapa suhu memaksa diriku untuk melawan dia ?" seru Gin Ciu.
Kwi Ong mendengar seruan gadis itu jadi bertambah gusar. Maka dengan
mata melotot dia membentak kearah Gin Ciu. Sedangkan Gin Ciu sudah
. 14 kehabisan akal dan tidak berani untuk mendurhakai untuk kedua kali terhadap
suhunya. Maka lebih baik dia binasa ditangannya sendiri. Pedang itu diangkatnya
dan dia bermaksud untuk menggorok lehernya sendiri. Namun dengan tangkas
Tong Kiam Ciu mengirimkan hantaman sisi tapak tangan kiri kearah siku Gin Ciu.
Pedang terlempar jatuh. "Oh jadi kau mau membunuh diri?"
'Tidak ! Kau harus mati dengan menanggung siksaan terlebih dahulu !" seru
Kwi Ong dengan mencibir. Suasana menjadi sangat tegang. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Begitu
juga Tong Kiam Ciu yang sudah merasa muak dengan menyaksikan sikap Kwi
Ong yang keterlaluan dan keji itu.
"Hey Tong Kiam Ciu. cabut pedangmu dan hadapi aku. Dalam sepuluh jurus
akan kubuktikan bahwa kau tidak berarti apa-apa bagiku !" seru Kwi Ong dengan
nada suara sombong sekali.
Mendengar hinaan itu hati Tong Kiam Ciu sangat panas. Maka segeralah
pemuda itu mencabut pedang Kiam-kong-sai-giok-kiam. Dia telah bertekad
untuk membinasakan Kwi Ong.
"Dan pengkhianat itu akan menyaksikan kau binasa ditanganku!" sahut Kwi
Ong dengan nada penuh kepastian.
Tong Kiam Ciu meloncat menyerang dengan pedangnya. Kwi Ong tidak
sampat mengelakkan serangan itu. Karena serangan pemuda itu dengan tibatiba dan cepat sekali. Walaupun begitu ujung pedang Kiam Ciu berhasil juga
mengenai dada Kwi Ong. Namun kakek itu ternyata tidak menderita luka
sedikitpun. "Oh, rupa-rupanya kakek itu mempunyai ilmu kekebalan!" pikir Kiam Ciu
dengan waspada pula telah mengerahkan Ilmu Bo-kit-sin-kong untuk menjaga
kemungkinan serangan keji yang dilancarkan oleh Kwi Ong dengan tiba-tiba.
Sambil memutar tubuh Kiam Ciu mengirimkan serangan dengan jurus Sangliong-pi-ji atau sepasang naga membentangkan sayap. Tampak Kiam Ciu sambil
meloncat memutarkan pedangnya dan menyerang lawan dengan gerakan
sangat cepat sekali. . 15 Tetapi Kwi Ong dengan pedang Gin Kiam ditangan kanan telah terlebih
dahulu menyerang dengan jurus Ngo-hong-tiauw-yang atau lima ekor burung
cenderawasih berpaling ke matahari. Terlihatlah kakek itu berloncatan lincah
sekali. Menghindar atau menyerang Tong Kiam Ciu, sambil matanya mendelik
menantikan kelengahan lawan.
Pertempuran sudah berjalan sampai dua jurus. Kwi Ong merasa heran sekali
ternyata Kiam Ciu tangguh juga, ilmu Ngo-hong-tiauw-yang pemimpin suku
Biauw itu ternyata belum dapat melukai Tong Kiam Ciu.
"Hemm, bocah ini ternyata mempunyai Ilmu Bo-kit-sin-kong. Kalau tidak
mana mungkin dia selalu luput dari seranganku" pikir Kwi Ong.
Kemudian dengan satu gerakkan cepat sekali kakek itu telah menerkam
leher Tong Kiam Ciu dengan tangan kiri. Dibarengi teriakkan dan melancarkan
ilmu Tai-lik-kim-kong eng-jiauw-kang (ilmu cakaran garuda sakti). Ilmu
cengkaraman itu didahului dengan dorongan yang maha dahsyat, sehingga
Tong Kiam Ciu tidak dapat maju. Pemuda itu terdesak mundur teras. Akhirnya
Tong Kiam Ciu terdorong jatuh ketanah dengan kepala terasa pening setali.
"Oh celaka, baru berhasil melawan tiga jurus aku sudah dapat dijatuhkan. Apa
mungkin aku melawan sampai sepuluh jurus" pikir Kiam Ciu dengan cemas.
Pada saat itu juga Kwi Ong telah melemparkan pedangnya kearah tubuh
Kiam Ciu, Namun Kiam Ciu tidak sempat untuk mengelakkan serangan yang
datangnya dengan tiba-tiba dan tidak terduga itu.
Sebuah jeritan dan dibarengi sesosok tubuh melayang kemudian jatuh
ketanah dengtn bermandikan darah. Sosok tubuh itu tiada lain adalah tubuh Gin
Ciu yang telah lebih waspada akan muslihat gurunya dan gadis itu bermaksud
untuk melindungi Kiam Ciu dari tikaman pedang.
Gin Ciu menggeletak dengan pedang tertancap ditubuhnya, Kiam Ciu
mendekap dan menangisinya. Tong Kiam Ciu meloncat berdiri dan berseru.
"Bedebah keji Urusan kita belum selesai !" seru Kiam Ciu sambil meloncat
menerkam Kwi Ong. . 16 Tetapi Kwi Ong dengan cepat mengelak dan meloncat kesamping, Kiam Ciu
menerkam tempat kosong hingga sempoyongan hampir tidak dapat menguasai
tubuhnya dan hampir tertelungkup jatuh.
Kwi Ong telah memperhitungkan kejadian itu. Maka dengan sekali loncat dan
cepat sekali dia telah mencabut pedang Gin-kiam dari tubuh Gin Ciu dan
langsung memutar tubuh menyerang punggung Tong Kiam Ciu.
Menyaksikan itu Kim Ciu menjerit memperingatkan Kiam Ciu. Mendengar
seruan itu dengan cepat Kiam Ciu menjatuhkan diri menggelundung di tanah
untuk menghindari bacokan pedang Kwi Ong.
Orang yang berjiwa kasar dan keji itu menjadi sangat gusar karena usahanya
untuk membinasakan Tong Kiam Ciu dapat dihalang-halangi lagi. Kegagalannya
kali ini sangat menggusarkan hatinya. Kwi Ong segera memperbaiki
serangannya. Namun Tong Kiam Ciu telah meloncat dengan pedang Kim-kong-sai-giokkiam di tangan kanan menyerang tangan Kwi Ong yang menggenggam pedang
Gin Kiam dengan jurus Giok-ciang-cui-kiam.
"Trang!" terdengar suara dentangan nyaring,
"Oh!" terdengar pula suara tertahan meluncur dari mulut Kwi Ong.
Pedang Gin Kiam terputus jadi dua, dan ujungnya jatuh ke tanah. Ternyata
serangan Tong Kiam Ciu sangat hebat. Menyaksikan pedangnya terkutung itu
dia merasa sangat gusar sekali. Maka dengan mengembangkan ilmu Tai-likkim-kong eng-jiauw-kang dan hembusan angin dari kelima jari-jemari tangan
kirinya yang dahsyat sekali menyerang Kiam Ciu.
Tong Kiam Ciu mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong untuk menahan serangan
lawannya itu. Namun serangan tenaga dalam lawan itu sangat luar biasa
hebatnya. Selain terdorong juga mulai dia kehilangan tenaganya dan menjadi
sangat lemah. Kemudian kedua matanya menjadi sangat kabur. Terhuyung
tubuh Kiam Ciu limbung tiada bertenaga dan tiada mampu lagi untuk berdiri.
Akhirnya dia terjatuh jua.
"ha-ha-ha ! Anak ingusan yang sombong !" seru Kwi Ong dengan bangga dan
telah yakin dia dapat mambinasakan Kiam Ciu.
. 17 Dengan langkah perlahan-lahan dia mendekati tubuh Kiam Ciu yang sudah
tidak bertenaga lagi. Pemuda itu hanya mendengarkan semua suara tetapi todak
berdaya lagi untuk melawannya.
Kwi Ong melangkah dengan langkah-langkah pasti. Pedang yang lelah
buntung itu dilemparkan ke lantai menimbulkan suara dentaman nyaring.
Kemudian kedua belah tangannya membentuk cengkeraman dengan mata
melotot akan menerkam leher Kiam Ciu. Wajah Kwi Ong tampak seram sekali.
Tong Kiam Ciu telah pasrah dan menunggu ajalnya tiba !
Tiba-tiba dari atas telah melayang sesosok tubuh dan berdiri diantara Kiam
Ciu dan Kwi Ong. Orang yang baru datang dan berdiri menengahi dua orang
yang sedang bertempur itu adalah seorang nenek yang berpakaian compangcamping. Nenek itu ialah Shin Kai Lolo.
Dengan tenang nenek itu memandang kearah Gin Ciu yang telah tewas.
Kemudian menarik nafas panjang dan mengeluh.
"Hemmm . . . sayang sekali aku datang terlambat" seru wanita tua itu dengan
suara seenaknya. Kemudian berpaling kearah Kiam Ciu. Melangkah mendekati
Tong Kiam Ciu dan memijit leher pemuda itu. Cara membebaskan jalan darah
yang luar biasa itu sangat mengagumkan.
Kwi Ong bagaikan kena pesona hingga tidak berbuat apa-apa dan
memandang nenek itu dengan mata tak berkedip dan mulut ternganga tanpa
disadarinya. Begitu pula semua orang yang berada ditempat itu menjadi terpaku
dan terpesona. Dalam beberapa saat kemudian Tong Kiam Ciu telah terbebas jalan
darahnya. Kembali dia dapat menguasai keadaan dan meloncat berdiri. Setelah
itu memberi hormat dengan membongkokan tubuhnya kearah nenek Shin Kai
Lolo. Sembari tersenyum penuh rasa terima kasih.
Berbareng dengan itu pula Kwi Ong telah tersadar dari pengaruh pesona
Shin Kai Lolo. Maka segeralah dia menegur dan marah.
"Hey tua bangka ! Kau ini siapa dan darimana kau datang ?" seru Kwi Ong
dengan suara gusar sekali.
"Itu urusanku sendiri, kau tak perlu menanya!"
. 18 "Kau telah datang ke markasku, aku berhak menanya !" seru Kwi Ong
membentak nenek itu dengan mata melotot.
"Hi-hi-hi-hik!" nenek itu tertawa nyekikik. "Desa Sing-Kiauw-Cong ini bukan
daerahmu ! Kau telah datang ke tempat ini dan merampasnya !"
Kemudian nenek itu terdiam sejenak. Kwi Ong akan membuka mulut untuk
mendamprat Shin Kai Lolo yang lancang dan mencampuri urusannya. Namun
nenek itu telah mendahului berbicara.
"Kau telah memasang perangkap Soan-hong-li-bu-ceng dan kau telah
berhasil menangkap beberapa orang jago silat. Namun kau tidak akan dapat
menjebakku ! Karena perangkapmu ternyata mudah sekail untuk dilepasnya asal
asal mengingat-ngingat kunci rahsianya. Ialah menjumpai pohon bambu
membelok kekanan, menjumpai batu memhelok kekiri, menjumpai semak
belukar berjalan mundur lima langkah dan menjumpai pohon cemara berjalan
maju. Ya bukan ? Hee he-he he perangkap soal kecil !" seru nenek itu dengan
tertawa-tawa. Nenek itu diam lalu dia memandang Kwi Ong sejenak. Kemudian
memandang kearah Gin Ciu dan berseru lagi.
"Aku datang kesini untuk mencari tiga orang kawanku. Kalau seandainya aku
datang lebih pagi, gadis itu tidak akan binasa!" seru nenek itu yang
menampakkan sesalannya atas kematiannya Gin Ciu itu.
Kemudian Shin Kai Lolo menepuk tangan. Bertepatan dengan berakhirnya
tepukan tangan itu maka tampaklah kelebatan bayangan tiga sosok tubuh terjun
di arena pertempuran itu.
Eng Ciok Taysu kemudian Tie kiam-su-seng dan seorang lagi jago silat
wanita Siok-siat-Shin-Ni. Semua yang berada ditempat itu terperanjat dengan
munculnya ketiga orang itu. Karena ketiga orang itu adalah tawanan Kwi Ong
yang disekap dalam tempat tertutup.
"Kau, sekalian telah berani menerjang masuk kemarkasku. Maka kalian
jangan harapkan dapat keluar dengan selamat dari perangkapku!" seru Kwi Ong
kemudian tampak kakek keji itu meloncat menyerang Shin Kai Lolo.
. 19 Namun nenek itu hanya tertawa-tawa seenaknya menerima serangan itu. .
Seolah-olah memandang ringan ilmu lawannya. Serangan-serangan yang
dilancarkan dengan cepat dan bertubi-tubi itu telah dipapaki oleh nenek itu
dengan mendorongkan kedua tinjunya bergantian, Ternyata serangan tinju Kwi
Ong dapat dibuyarkannya. Shin Kai Lo!o yang pernah menggemparkan dunia Kang-ouw beberapa puluh
tahun lamanya itu, saat itu sedang menguji kehebatan serta kelihayan ilmu silai
Kwi Ong yang keji. Dia telah mengukur sampai dimana kehebatan ilmu siiat
kepala suku Biauw itu. Kemudian Kwi Ong mengerahkan ilmu Tai-lik-kim-kong
eng-jiauw-kang, semua orang menyaksikan pertempuran dua orang jago silat
dari kalangan tua yang hampir seimbang ilmunya itu dengan penuh kekaguman
dan menahan nafas. Karena serangan-serangannya dapat dielakkan dengan tepat. Lagi pula Shin
Kai Lolo menghindari seranganp-serangan itu sambil tertawa, maka Kwi Ong
merasakan dirinya dipandang ringan oleh lawan, Kwi Ong mengerahkan
seganap kekuatan dan ilmunya yang sangat diandalkan itu untuk
membinasakan lawan. Dengan meningkatnya kemarahan Kwi Ong itu. maka kini serangan kakek itu
bertambah dahsyat. Kini terasa angin cengkeraman yang berhawa panas
menyerang Shin Kai Lolo. Serangan itu bertambah mendesak. Diam-diam nenek
yang cerdik itu telah dapat mengukur ilmu lawannya. Ternyata Kwi Ong berada
setingkat diatasnya, Maka nenek itu lalu berseru menahan serangan lawan
"Tunggu! Kita hentikan dulu pertempuran ini !"
"Apa ?! Apakah kau sudah gentar melawan aku?" seru Kwi Ong sambil
mengejek Shin Kai Lolo. "Hee-hee-he Aku tidak takut, kau Kwi Ong telah datang di daerah
pertengahan, maka aku yakin bahwa kita akan sering bertemu lagi, ya bukan ?!"
seru Shin Kai Lolo tampak tenang kata-katanya.
"Aku sudah katakan bahwa kalian tidak akan dapat keluar hidup-hidup dari
tempat ini!" seru Kwi Ong dengan lantang.
Mendengar jawaban itu Shin Kai Lolo harus menggunakan siasat.
. 20 "Kau terkenal sebagai raja iblis, kekejaman serta kekejianmu membuktikan
bahwa kau adalah makhluk yag durhaka ! Walaupun begitu kau terkenal sebagai
iblis yang senantiasa memegang janji !" seru Shin Kai Lolo dengan suara
bersungguh-sungguh. Pujian sebagai iblis yang memegang janji itu membesarkan hati Kwi Ong.
Maka kakek kejam dan keji itu lalu berseru.
"Aku belum pernah mengingkari janji !"
Tong Kiam Ciu akhirnya mengambil kesimpulan bahwa dia harus lekas
berlalu dari te,pat itu, Karena dia masih banyak urusan yang harus
diselesaikannya. Sedangkan pertempuran antara Kwi Ong dengan Shin Kai Lolo
iiu akan berlarut-larut lama sekali. Maka Kiam Ciu akan meengambil kesempatan
itu untuk menyelinap pergi meninggalkan tempat itu, Namun niatnya itu
akhirnya diurungkannya ketika dia mendengar Kwi Ong berseru lantang.
Walaupun begitu Kiam Ciu tetap bertekad dikemudian hari dia akan mencari Kwi
Ong untuk membalaskan dendam atas kematian Gin Ciu serta menumpas
kekejian selanjutnya itu.
"Kali ini kalian kuampuni, karena kalian dapat menahan serangan ilmu Tailik-kim-kong eng-jiauw-kang !" seru Kwi Ong kepada orang-orang yang berada
ditempat itu termasuk Kiam Ciu.
Mereka saling berpandangan. Belum lagi mereka mengeluarkan kata-kata
tiba-tiba terdengar Kwi Ong berseru lagi kepada orangnya sendiri dengan nada
memerintah. "Buka jalan ! Antarkan orang-orang ini keluar !" seru Kwi Ong.
Seorang pengawal telah berada didepan dan mempersilahkan Shin Kai Lolo
untuk mengikutinya. Yang juga diikuti oleh ketiga jago silat dan juga Tong Kiam
Ciu. Mereka akan keluar dari perangkap raja iblis itu.
Dengan mudah mereka telah dapat keluar dengan selamat dari perangkap
Soan-hong-li-bu-ceng yang telah dibuat oleh siraja iblis itu.
Setelah sampai diluar Tong Kiam Ciu lalu membongkok hormat kepada Shin
Kai Lolo, seraya pemuda itu berseru dengan hormatnya.
. 21 "Locianpwee kau telah menolong jiwaku. Budimu takkan kulupakan untuk
selama-lamanya, kini perkenalkanlah aku untuk melanjutkan perjalananku dan
untuk menyelesaikan tugas-tugas yag masih banyak itu" seru Kiam Ciu dengan
suara halus dan sopan sekali.
Sesat kemudian berpaling kearah Eng Ciok Taysu, Tue Kiam suseng dan Siok
Siat Shin-ni, kemudian berkata pula kepada mereka itu.
"Karena aku masih berpisah dari kalian"
banyak urusan. maka perkenankanlah aku untuk
Setenarnya pemuda itu agak merasa berat untuk pergi begitu saja setelah
mendapat pertolongan dari Shin Kai Lolo itu. Namun tugasnya masih banyak,
maka memaksa pemuda itu untuk berpisah.
"Tong Kiam Clu masih mengendap luka dalam. Maka marilah ikut aku! Lagi
pula muridku . . . ." seru nenek Shin Kai Lolo. Kata-kata itu tidak diteruskannya
karena diperhatikannya ternyata Kiam Ciu teiah pergi jauh.
Tong Kiam Ciu sama sekali tidak menghiraukan lagi bujukan Shin Kai Lolo
itu. Dia telah bertekad untuk menuju kelembah Si-kok!
Tanpa menoleh lagi kebelakang pemuda itu memisahkan diri dari
rombongan keempat tokoh-tokoh angkatan tua itu. Tong Kiam Ciu bertekad untuk
segera mencapai lembah Si-Kok. Walaupun jalan-jalan sangat sukar ditempuh
lagi pula matahari semakin tinggi menjulang, namun tekad pemuda itu yang
memperkuat dirinya untuk menempuh segala rintangan. Pemuda itu berjalan
dengan langkah-langkah santai tetapi pasti menuju kearah barat daya.
Pegunungan Bu-kong-san telah tampak. Pegunungan itun tampak megah dan
angker. Puncak-puncaknya menjulang tinggi, lebih-lebih puncaknya yang
bernama Hiong-lu-hong yang tertinggi, seolah-olah mencakar langit.
Pada suatu hari Tong Kiam Ciu telah mendekati puncak tertinggi itu
kemudian berhentu sejenak dan memandang keatas. Ia mengeluh dalam hati
sambil memandangi puncak pegunungan yang tertinggi itu.
"Hemmm . . . . aku berkelana sudah lama sekali. Tetapi lembah Si-Kok belum
juga kutemukan. Menurut keterangan puncak itu tiada jauh dari puncak Hiong-
. 22 lu-hong ini . . . " pikir Kiam Ciu sambil memandang puncak itu dan melihat kiri
kanan. Suasana saat itu sangat sepi. Hanya terdengar desau angin meniup daundaun liu. Kiam Ciu mengamati keadaan sekitar tempat itu. Tetapi tiba-tiba dari
arah samping terdengar suara keresekan. Maka Kiam Ciu dengan cepat pula
memutar tubuh dan menghadap kearah datangnya suara itu. Sekejapan terlihat
sesuatu yang bergerak. Ketika diperhatikannya ternyata seekor ular yang
berwarna hitam melata dengan cepatnya menjauhi tempat Kiam Ciu berdiri.
Segeralah Kiam Ciu mencabut pedang Kim-kong-sai-giok-kiam dan
mengejar ular besar itu, namun ular itu mempunyai kecepatan luar biasa. Terus
melata menjauh dan kebawah gunung. Sedangkan Kiam Ciu dengan berloncatan
diatas batu mengubernya. Ketika sampai dikaki gunung, segeralah ular itu masuk kedalam mulut guha.
Kiam Ciu bermaksud untuk mengejarnya terus. Teapi ketika pemuda itu sampai
diambang mulut guha segeralah terhenti, karena bau anyir dan busuk
berhembus dari dalam guha kemudian matanya tertumbuk dengan suatu
pemandangan yang sangat mengerikan. Tulang kerangka manusia berserakan
di tempat itu. "Oh.. . apakah tempat ini yang dinamakan lembah Si-kok ? (Lembah maut)
diluar guha saja sudah begini banyak kerangka manusia, apalagi didalam guha"
pikir Kiam Ciu dengan memandang sekeliling tempat itu.
Sekilas terlihat banyak sekali ular-ular didalam guba itu. Maka Kiam Ciu lalu
berpikir lagi. Ular-ular itu telah mendekati Kiam Ciu.
"Jika aku diserang oleh sekian banyaknya ular-ular berbisa ini aku dapat mati
konyol ditempati ini" pikir Kiam Ciu dan menoleh kebelakang untuk mengambil
langkah. Tetapi ketika ular-ular itu bertambah dekat Kiam Ciu, dengan tiba-tiba
mereka berhenti, kemudian beberapa ekor telah memutar kepala dan
mengundurkan diri menjauhi Kiam Ciu. Perbuatan itu disusul lagi oleh kawanan
ular lainnya. . 23 Kiam Ciu memandang kekaran kiri, dia merasa heran dan seolah-olah ada
sesuatu yang menakutkan hingga membuat ular-ular itu lari terbirit-birit
menjauhi Kiam Ciu. Diantara ular-ular yang beraneka warna itu, terdapat juga seekor ular besar
yang berwarna keemas-emasan kulitnya mengkilat. Ular yang berwarna emas
itu tidak mau lari jauh. Dia hanya melingkar dan mengarahkan moncongnya
kearah Kiam Ciu seolah-olah dia sedang siap siaga menghadapi serangan Tong
Kiam Ciu. Tong Kiam Ciu masih teeheran-heran menyaksikan kejadian itu. Dia sama
sekali tidak menduga bahwa karena ia telah memakan akar kering Lok-bwee
kim-keng dan karena daya itu menyiarkan bau yang kurang disukai oleh
kawanan ular-ular berbisa itu.
Ular emas itu masih tetap melingkar ditanah menantikan serangan Kiam Ciu.
Sedangkan Kiam Ciu sendiri masih memperhitungkan kalau tidak akan mampu
untuk menghadapi sekian banyaknya ular-ular berbisa. Walaupun sebagian
besar dari kawanan ular itu telah lari menjauh. Tetapi dia yakin kalau terjadi
sesuatu ular-ular itu akan balik kembali dan mengeroyoknya.
Ketika Kiam Ciu dalam keadaan terheran dan menimbang-nimbag itu, tibatiba dikejutkan oleh suatu suara dari atas tebing. Suara yang sangat aneh.
Dengan cepat Kiam Ciu meloncat kesamping tampaklah seoraag nenek merayap
dari atas jurang menuju kelembah itu. Nenek yang sudah sangat tua usianya itu
menuruni tebing itu dengan sikap seperti seekor cicak. Cepat sekali.
Begitu sampai di lembah Si-Kok, segeralah dia merangkak dengan cepat dan
menyerang ular emas yang telah siap siaga itu. Ketika merasakan dirinya
diserang itu maka segeralah tersembur bisa ganas dari ular emas itu. Tetapi
nenek itu rupa-rupanya telah kebal terhadap segala macam bisa,
Nenek itu meloncat dan menerkam kepala ular emas. Kemudian ular itu
menggeliat dan cengkeraman itu terlepas. Nenek tadi meloncat kekiri dihantam
oleh ular emas itu. Tetapi hantaman itu tidak menemui sasaran karena nenek
itu telah mendahului meloncat kesamping. Dia berusaha untuk menerkam kepala
ular emas itu. . 24 Namun ular emas itu berusaha untuk menghindarkan diri dari cengkeraman
nenek aneh itu. Kepala ular emas itu terangkat dan terbuka lebar sedangkan
dari mului yang berlidah bercabang itu tersembur hawa beracun. Nenek aneh
itu bukannya menghindar, malahan menyerang dan menerkam kepala ular
besar itu. Ular itu berusaha untuk melepaskan diri dari cwngkeraman lawannya.
Dengan dengusan hebat kemudian satu pukulan ekor yang keras itu telah
melontarkan nenek aneh itu ke dinding guha.
Tetapi dengan cepat nenek itu memutar tubuh dan meloncat kembali,
Menerkam kepala ular itu dan nenek itu menyemburkan asap hitam dari
mulutnya kemoncong ular emas itu. Seketika ular itu tidak berdaya, kemudian
dihempaskan oleh nenek aneh itu, Tampak ular emas itu tak bertenaga lagi.
Ketika menyaksikan lawannya sudah tidak berdaya lagi, maka nenek itu
segera merangkak kedinding jurang. Memandang dengan puas dia tertawa
cekikikan. Seolah-olah dia merasa bangga dengan hasil kemenangannya itu.
Tong Kiam Ciu masih mematung saja dengan terpesona menyaksikan nenek
yang aneh itu. Pertempuran antara nenek aneh dan ular emas besar itu disaksikan oleh
Tong Kiam Ciu dengan penuh ketakjuban. Ternyata nenek aneh yang tampaknya
tidak berguna dan sudah sangat tua itu mempunyai ilmu yang luar biasa.
"Hebat! Hebat sekali. Jika aku dapat menguasai ilmu yang dimiliki oleh nenek
itu aku pasti dapat membinasakan iblis Kwi Ong" pikir Kiam Ciu dan matanya
berseri-seri memandang nenek aneh itu.
Kemudian dia mengingat-ngingat jurus-jurus yang dimainkan oleh nenek itu
ternyaia serupa benar dengan jurus-jurus Bo-kit-sin-kong. Hanya bedanya kalau
ilmu nenek itu dapat menyemburkan hawa beracun, tetapi ilmu Bo-kit-sin-kong
dapat mengeluarkan tenaga gaib yang dapat menahan serangan beracun. Dua
kekuatan yang saling bertentangan.
Tanpa terasa Tong Kiam Ciu berseru ketika dia mengenangkan alangkah
baikinya dan luar biasanya kedua ilmu itu bila digabungkan.
. 25 "Hemmm . . . . . . . jika nenek itu mau mengajarkan ilmunya kepadaku aku yakin
kalau aku dapat membasmi para jago-jago silat yang tersesat" terluncur katakata itu dari mulut Kiam Ciu.
Nenek aneh itu menegurnya dengan suaranya yang masih nyaring.
"Apa yang kau katakan tadi anak muda ?" seru nenek itu.
"Jika nenek sudi mengajarkan ilmu silat yang kau lancarkan untuk
menyerang ular emas tadi, aku sangat berterima kasih !" sambung Kiam Ciu
dengan hormat. Nenek itu menyegir ketika mendengar ucapan Kiam Ciu.
"Sebenarnya aku hidup di dunia ini sudah sangat lama. Bosan aku umurku
sudah tak terbilang tahunnya lagi. Mungkin nenek moyangmu tidak akan tahu
menghitung berapa umurku hee-hee-hee aku sebenarnya sangat doyan otak
manusia. Tetapi sudah lama aku tidak makan otak manusia, karena ular-ular itu
telah mendahului menyerang dan membunuh orang-orang yang tiba di lembah
ini. Ular-ular itu dengan serakah telah menyantap daging dan otak manusia
hingga tinggal tulang-tulang kerangkanya saja. Tetapi bagiku sama saja, didalam
tubuh ular itu terdapat otak manusia juga, maka kumakan daging ular itu . . . . . hihi-hi hi."
Tong Kiam Ciu mendengar cerita nenek itn jadi terkejut dan terbelalak.
Kemudian nenek itu sambil tertawa cekikikan.
"hee-he-he.be.-Rupa-rupanya kau juga takut mati ?! Kau takut kalau kuterkam
hi.. hi.. .hi..hi.. hih. Aku tidak sembarangan makan manusia, Sebelum orang itu
kumakan otaknya, dia kuberi kesempatan dulu untuk beberapa hari mengariku
berbicara sopan. Kau jangan khawatir semua korbanku mati dengan perlahan
dan tiada terasa lama sekali. Mula-mula dia akan merasa seperti mengantuk
kemudian dia akan seperti tertidur yang sangat nyaman sekali" seru nenek aneh
itu dengan tertawa seram.
"Kau dapat berbicara sesuka hatimu Tetapi kau telah banyak menjumpai
banyak orang di lembah ini, tentunya kau telah banyak belajar dengan mereka,
setidak-tidaknya kau telah mengenal sifat perkemanusiaan, Aku yakin bahwa
semua orang pasti takut mati. Begitu juga aku. Tetapi yang paling kutakutkan
. 26 ialah mati sebelum aku dapat menunaikan tugas dan kewajibanku . . . ." sambung
Kiam Ciu. "Jika kau mengenai bahwa kau akan banyak menemui halangan dan bahaya
mengapa kau masih juga datang ke lembah Si-kok ?" seru nenek itu lagi dengan
menuding kearah Kiam Ciu.
"Kun-si Mo-kun telah memberitahukan padaku, bahwa aku dapat belajar ilmu
silat yang maha sakti dilembah Si-kok ini, kalau aku dapat mempelajari ilmu silat
yang maha sakti itu, maka aku yakin bahwa aku dapat membasmi kejahatannya"
seru Kiam Ciu sambil melirik kearah ular mas yang tidak bergerak-gerak lagi.
"Aku telah menyaksikan locianpwee menghadapi dan mengalahkan ular besar
itu, maka aku berkeyakinan bahwa locianpweelah orangnya yang dapat
mengajarkan ilmu silat sakti itu di lembah Si-Kok ini.!"
"Aku hanya mengusir ular itu. Sebentar lagi ular itu akan bangun dan segera
akan menyingkir. Aku belu[WU1]m menggunakan ilmu menerkam yang
sebenarnya sangat hebat. Aku dapat mengajarkan ilmu silat padamu anak muda.
Tetapi dengan satu syarat yang harus kau penuhi ! Jika dapat memenuhi syarat
itu, aku akan selalu membantumu untuk membinasakan musush-musuhmu!"
seru nenek itu dengan suara nyaring mata berkilauan.
Mendengar kata-kata nenek itu Kiam Ciu bergirang hati. Kemudian nenek itu
meneruskan kata-katanya. "Disuatu tempat tiada jauh dari sini sekira seratus langkah, kau akan
menemukan sesuatu pengkolan pertama, kemudian kau akan menemukan dua
buah patung dari batu. Dibawah salah satu patung besar yang terbuat dari baja
itu kau akan menemukan sebuah kitab yang memuat catatan ilmu silat Pek-jit
hui-sat (Sinar mataharl menyebabkan maut). Yang kulancarkan untuk
menaklukan ular tadi ialah ilmu dari kitab itu, kalau ilmu itu dilancarkan dengan
menggunakan pedang maka kehebatannya luar biasa !" nenek itu menghela
napas dan berhenti sejenak.
Tong Kiam Ciu tidak mau mengganggu nenek itu. Diam-diam dan telinganya
mendengarkan kata-kata nenek itu dengan bersungguh-sungguh.
. 27 Kemudian nenek itu melanjutkan kata-katanya: "Masih ada satu kitab lagi
dengan cacatan ilmu silat Kai Thian Pik-tee (membuka langit membongkar bumi)
jurus-jurusnya lebih mudah dilancarkan. tetapi kehebatannya seratus kali lebih
hebat. Nah anak muda, sekarang kau kupersilahkan untuk pergi dan mencari
kitab-kitab itu, nanti setelah lewat tiga hari aku akan menjumpaimu !" seru nenek
itu sambil mengisyaratkan kepada Tong Kiam Ciu dengan tangannya.
Kemudian nenek Itu memutar tubuhnya dan merayap naik ke tebing jurang
bagaikan cicak. Tong Kiam Ciu memandang kearah nenek itu dengan rasa
kagum. Kemudian dia memasukkan pedang Kim-kong-sai-giok-kiam kedalam
sarangnya. Lalu pemuda itu memutar tubuh melangkah menuju kearah kedua
patung itu terletak. Tong Kiam Ciu berjalan menurut petunjuk nenek aneh itu. Setelah mendapat
seratus langkah maka dia sampai disuatu pengkolan. Kemudian tampak semak
belukar yang sangat tinggi dan lebat sekali. Diamatinya tempat itu dan dicarinya
dua buah patung batu. Ketika ditemukan patung-patung yang besar itu, hatinya
menjadi sangat girang. Dipandanginya patung-patung itu. Akhirnya dia telah menentukan salah satu
patung itu yang di bawahnya dijadikan tempat untuk menyimpan kitab pusaka
ilmu silat seperti petunjuk nenek aneh.
Dicabutnya pedang Kim-kong-sai-giok kiam untuk menggali tanah dibawah
patung itu. Dengan harapan penuh pemuda itu ingin mendapatkan kedua kitab
pusaka iimu silat. Sepanjang hari Kiam Ciu menggali tanah dan batu dibawah patung besar
hingga patung itu menjadi doyong. Namun ternyata kitab-kitab seperti dikatakan
oleh nenek jiu tiada diketemukan. Kemudian patung itu tiada dapat berdiri lagi
karena bagian bawahnya telah digali hingga menjadi roboh. Untung Kiam Ciu
tidak tertimpa dan pemuda iyu dengan tangkas meloncat menghindar.
Dengan tubuh berkeringat sepanjang hari dan sepanjang malam pemuda itu
telah menggali. Namun belum menemukan barang yang dicari-carinya.
. 28 Dipandanginya lobang besar itu. Kemudian memandang kearah patung yang
telah roboh dan patah kepalanya itu. Sambil mengibaskan pakaiannya yang
kotor Tong Kiam Ciu mendengus kesal.
Dicobanya untuk menggali bawah patung yang satunya lagi. Seperti juga
penggalian pada dasar patung yang pertama. Sepanjang hari dan sepanjang
malam hingga pemuda itu tidak teringat untuk makan dan minum karena
pikirannya hanya memikirkan kedua buah kitab pusaka itu saja. Tahu-tahu Tong
Kiam Ciu telah berada ditempai itu tanpa makan minum selama dua hari dua
malam. Tiap menggali yang ditemukannya hanyalah batu-batu dan tanah saja.
Sedangkan benda-benda yang dituturkan oleh nenek aneh itu tidak ada. Hanya
sekali-sekali jika merasa letih dia istirahat dan berpikir. Kemudian merasa
cemas. "Hey . . . . dua hari telah lewat! Tetapi aku belum berhasil menemukan kitab
itu. Celaka. . . ." Tong Kiam Ciu berbicara dengan dirinya sendiri. Kemudian
menggali lagi. Hari yang ketiga telah tiba. Tetapi Kiam Ciu belum menemukan kitab itu.
Namun semangat pemuda itu masih tetap ada dan terus menggali dan hanya
kadang-kadang saja dia beristirahat sambil menyeka keringat didahinya. Tibatiba ketika Kiam Ciu mengangkat mukanya dan menghapus keringat didahinya
dia melihat nenek yang aneh itu datang.
"Hay, kau betul-betul seorang pemuda yang tolol. Hari ini adalah hari yang
ketiga. Kalau kau tidak dapat menemukan kitab itu mengapa kau tidak lari saja
meninggalkan tempat ini. Kau akan kubunuh karena pada hari yang ketiga ini
kau belum menemutan kitab itu" seru nenek itu dengan suara nyaring dan
mengejek. "Bagiku mati atau hidup itu tidak menjadi soal. kupandang kematian itu
sebagai hal yang remeh saja !" setu Kiam Ciu dengan tenang dan menghentikan
penggaliannya. "Aku memberikan satu kesempatan lagi kepadamu, kuberi waktu satu tahun.
Ini aku membawakan makanan untukmu. sudah hampir riga hari tiga malam
. 29 kau tidak makan. Makanlah !" seru nenek itu dengan nada tenang seolah-olah
tidak berperasaan. Tong Kiam Clu menerima makanan itu. Memberi hormat dan rasa terima
kasih, kemudian dengan lahapnya dia menghabiskan makanan itu.
"Selelah kenyang dan sekiranya diijinkan, aku akan segera berlalu dari
lembah ini, Nanti setelah lewat satu tahun aku akan kembali lagi dilembah ini"
seru KIam Ciu sehabis makan dan berdiri menghormat nenek itu.
"Ya, baiklah kau sekarang dapat berlalu dari lembab ini !" seru nenek Itu.
Kiam Ciu telah berlalu, Nenek itu memandang kearah punggung Kiam Ciu
yang semakim menjauh itu. Tampaklah nenek aneh itu menggeleng-gelengkan
kepalanya, suatu keanehan terbersit dimata nenek itu.
Dengan mengerahkan ilmu Bo-kit-sin-kong serta pengaruh akar Lok-bweekim-keng, maka Kiam Ciu dapat menempuh lembah dan memasuki gua maut
itu dengan selamat. Walaupun sepanjang jalan sering dia bertemu dengan ular
ular besar dan berbisa ganas. Tetapi Kiam Ciu Tidak mendapat cidera apa-apa,
Bahkan ular-ular itu banyak yang menjauhinya,
Sambil mengerahkan ilmu Gin kang serta berlari cepat, Kiam Ciu telah keluar
dari lembah Si-kok dan memanjat tebing puncak Hiong-lu-hong. Kemudian
dengan cepat pula telah menjauhi pegunungan Bu-kong.
Selama dalam perjalanan menjauhi pegunungan Bu-kong-san itu. Kiam Ciu
sedang membuat rencana. Mana urusan yang harus diutamakan terlebih dahulu.
Dia harus menebus sakit hati ayahnya, merebut pedang Oey Liong Kiam,
menumpas Kwi Ong yang telah membunuh Gin Ciu, kemudian untuk mencari
kitab pusaka Pek-seng. Urusan perjodohan adiknya Tong Bwee dan mengemban
semua amanah guru-gurunya.
Setelah itu barulah dia menemukan jalan yang harus ditempuh terlebih
dahulu ialah Mencari Git Siocia atau si Nyonya besar berkereta itu yang telah
membawa pedang Oey Liong Kiam. Dia harus merebutnya kembali, barulah
kemudian mencari kitab pusaka ilmu silat Peng-seng di kota Pek seng.
. 30 Karena seharian dia telah berjalan maka untuk sesaat Kiam Ciu bermaksud
istirahat. Ketika melihat sebatang pohon yang rindang, Maka, dia ingin sekali
istirahat dibawah pohon itu.
Sambil bersandar pada batang pohon dipinggir jalanan itu. Dia teringat peta
Pek seng Kiam Ciu lalu mengeluarkan peta itu dan diamatinya kertas itu. Tetapi
dia tidak melihat suatu gambaran. Akhirnya diingat pesan Kwa Si Lokoay bahwa
untuk melihat gambar peta Pek-seng itu harus berada ditempat yang gelap.
Maka peta itu lalu dilipat kembali dan dimasukkan kedaiam saku jubahnya.
Tiba-tiba dia teringat kembali kepada nenek Shin Kai Lolo. Dia akan mencari
dulu nenek itu. Ternyata nenek aneh itu mempunyai hati mulia juga. Beberapa
kali telah menolong dirinya begitu juga muridnya seorang pemuda yang
berambut panjang terurai itu tidak kurang anehnya dari Shin-Kai Lolo itu sendiri.
Ketika Kiam Ciu sedang mengenangkan peristiwa-peristiwa yang pernah
dialaminya tiba-tiba matanya meuangkap sebuah bayangan berkelebat
mendekatinya. Kiam Ciu segera meloncat berdiri. Tahu-tahu didepannya telah
berdiri seorang pemuda yang masih sangat muda belia.
"Siapa kau ?" seru Kiam Ciu sambil bersikap waspada.
"Maaf kalau aku mengganggumu. Namaku Ceng Yun Leng. Aku telah mencari
seseorang disegenap penjuru. Tetapi hingga kini belum berhasil kujumpai. Orang
itu ialah seorang gadis jelita, dialah tunanganku. Kami telah bertengkar dan salah
paham, hingga tunanganku itu meninggalkan aku hingga kini kucari-cari belum
ketemu, Akhirnya aku mendengar kabar berita bahwa seorang pendekar yang
masih sangat muda telah menyimpan gambar itu, apakah Thaihiap ini telah
melibat gambar yang kami maksudkan ? Karena menurut ciri-cirinya yang
kuterima bahwa pendekar muda yang selalu membawa pedang dipunggungnya
itu persis seperti anda. Kalau aku membuat kekeliruan maka sudilah
memaafkan!" seru Ceng Yun Leng sambil menghormat.
Tong Kiam Ciu tersenyum mendengar penuturan itu. Dia memandang
pemuda itu dengan pandangan menyelidik.
"Memang sekali aku pernah ditimpuk dengan kertas lipatan oleh seorang
pemuda yang berambut panjang dan aneh itu ternyata adalah muridnya Shin
. 31 Kai Lolo. Aku belum tahu sebenarnya siapa pemuda aneh itu . . . ?" seru Kiam
Ciu. Tampaklah perubahan wajah pemuda yang baru datang itu ketika
mendengarkan kata-kata Kiam Ciu tadi. Dengan nada kegirangan pemuda itu
menyahut kata-kata Kiam Ciu.
(Bersambung Jilid 7) .
Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan