Kho Ping Hoo : Sepasang Pedang IBlis 6 Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf Kho Ping Hoo : Sepasang Pedang IBlis 6
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan
Pada keesokan harinya, pelarian-pelarian yang tergesa sehingga tiada kesempatan menguburkan kawankawan
mereka yang tewas, melihat bahwa lima buah kapal besar itu melakukan pengejaran. Mereka
menjadi panik, akan tetapi Ciok Lin dengan tenang memberi aba-aba, menjadi petunjuk jalan paling depan.
Perahu-perahu itu memasuki sekumpulan es terapung yang seperti bukit-bukit kecil. Mereka mengambil
jalan berbelak-belok, jalan yang hanya diketahui oleh Ciok Lin.
Lima buah kapal itu mengejar, namun terpaksa mereka menghentikan pengejaran mereka karena kapalkapal
yang besar itu terhalang oleh bukit-bukit es dan tidak mungkin memasuki jalan air sempit di antara
bukit-bukit es itu. Dengan penasaran Bhong Ji Kun lalu memerintahkan anak buahnya mendarat lagi di
Pulau Es. Yang ada di situ hanyalah mayat-mayat kedua pihak yang bergelimpangan. Pondok-pondok kecil
dibakar, istana dirampok, dikuras habis benda-benda berharga dari istana itu, kemudian istana itu dibakar
habis! Tamatlah istana Pulau Es, dan pulau itu kini tampak menyedihkan sekali, menjadi gundul karena
pohon-pohon yang tidak berapa banyak tumbuh di situ ikut pula terbakar habis!
Dengan marah sekali karena semua usahanya gagal bahkan kehilangan banyak pasukan, kerusakan
kapal-kapal, dan hanya mendapatkan barang-barang rampasan berupa harta benda yang tidak seberapa,
tanpa ada benda-benda pusaka yang diharapkan, Bhong Ji Kun memerintahkan anak buahnya berlayar
pulang ke daratan.
Sementara itu, Phoa Ciok Lin membawa anak buahnya ke daratan pulau, akan tetapi sebelah utara dan
mereka bersembunyi di pantai yang penuh dengan tebing-tebing curam dan goa-goa yang sunyi. Tempat
persembunyian yang paling aman dan tempat itu pun hanya diketahui oleh Pendekar Super Sakti.
Setelah mengantar sisa anak buah Pulau Es ke tempat persembunyianya, Bun Beng lalu berpamit. Kwi
Hong mengerutkan alisnya ketika dia dipamiti. Mereka berdiri di tepi laut dan wajah gadis itu masih muram
penuh kedukaan memikirkan nasib Pulau Es.
"Engkau hendak pergi ke manakah, Bun Beng?" Tanyanya, suaranya gemetar dan pandang matanya sayu.
Bun Beng hanya mengira bahwa sikap gadis ini karena kedukaannya.
"Aku hendak pergi ke kota raja. Aku harus dapat merampas kembali Hok-mo-kiam yahg dahulu dicuri oleh
Tan-siucai dan Maharya, juga aku harus membuat perhitungan dengan mereka yang telah membunuh
Suhu. Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun, Thian Tok Lama, Thai Li Lama, Bhe Ti Kong, bukan hanya karena
telah membunuh Suhu, akan tetapi juga karena penyerbuan mereka ke Pulau Es."
Kwi Hong menghela napas panjang. Ingin sekali dia ikut bersama pemuda ini, akan tetapi dia maklum
bahwa hal itu tidak pantas, maka dia lalu melepaskan sarung pedang Li-mo-kiam dari pinggangnya,
menyerahkannya kepada Bun Beng sambil berkata, "Kau terimalah kembali pedang ini, Bun Beng. Pedang
ini perlu bagimu untuk melaksanakan tugasmu yang amat berbahaya itu. Mereka adalah orang sakti dan..."
"Tidak usah, Kwi Hong. Aku telah memberikan pedang itu padamu, bagaimana dapat kuterima kembali?
Ataukah... engkau tidak suka menerima pemberianku?"
"Tidak sama sekali, akan tetapi..."
"Sudahlah. Kau bersama Bibi Phoa menjaga di sini, melindungi sisa anak buah Pulau Es sambil menanti
datangnya Suma-taihiap. Kalau bertemu di dalam perjalananku, tentu akan kusampaikan kepadanya akan
segala peristiwa yang terjadi di Pulau Es. Selamat tinggal, sampai jumpa pula, Kwi Hong."
Kwi Hong mengangguk dan ketika pemuda itu berlari cepat meninggalkan tempat itu, Kwi Hong berdiri
memandang dan termenung. Tak disadarinya, dua titik air mata turun ke atas kedua pipinya. Mengapa
hatinya terasa berat berpisah dengan pemuda itu? Apakah benar seperti pertanyaan pamannya dahulu
bahwa dia mencinta Bun Beng? Dia merasa suka, kagum, kasihan kepada pemuda itu dan ingin selalu
berdekatan, merasa berat ditinggalkan. Inikah cinta?
"Hong-ji, dia adalah seorang pemuda yang amat baik."
dunia-kangouw.blogspot.com
Kwi Hong cepat membalikkan tubuhnya dan cepat pula menghapus dua titik air mata dari pipinya. Ia
melihat Phoa Ciok Lin telah berdiri di situ. Jantungnya berdebar keras dan mukanya menjadi merah sekali.
"Apa... apa maksudmu, Bibi...?"
Wanita itu menarik napas panjang menjawab. "Engkau cinta padanya, Hong-ji, dan aku tidak
menyalahkanmu. Dia memang seorang pemuda yang baik, pantas mendapatkan cinta seorang gadis
sepertimu, dan kurasa... dia pun mencintamu, Hong-ji"
"Bibi...!"
"Jangan marah, aku bicara karena kenyataan dan aku cukup awas melihat keadaan kalian orang-orang
muda. Cinta memang amat berkuasa dan aneh, Hong-ji." Kembali dia menarik napas panjang dan pandang
matanya sayu seperti orang melamun. "Cinta dapat membuat orang menjadi halus perasaannya, menjadi
seorang yang mau mengorbankan apa saja, sampai nyawanya. Akan tetapi mampu pula membuat orang
menjadi kejam, menjadi mudah putus asa, akan tetapi juga dapat membuat orang menjadi tahan derita..."
Kwi Hong terharu memandang wanita itu. "Ahh, seperti engkau sendiri, Bibi. Bukankah engkau mencinta
Pamanku, mencinta dengan seluruh badan dan nyawamu?"
Phoa Ciok Lin menjatuhkan diri duduk di atas batu karang, merenung ke arah lautan. Dia mengangguk dan
terdengar suaranya lirih, "Benar, tak perlu kusembunyikan. Akan tetapi apa gunanya mencinta sebelah
pihak? Salahku sendiri, orang yang tak tahu diri. Akan tetapi aku tidak kasihan kepada diriku sendiri, Hongji,
melainkan kasihan kepada Pamanmu. Pamanmu jauh lebih sengsara dan menderita dari pada aku,
gara-gara dua orang wanita yang dicintanya... hemmm... cinta dapat mendatangkan neraka dunia bagi
orang yang gagal. Semoga engkau kelak tidak gagal bersama Gak Bun Beng, Hong-ji..."
"Bibi...!" Kwi Hong maju menubruk dan merangkul wanita itu dan kedua orang itu saling peluk dan
menangis, bukan hanya karena urusan cinta, melainkan menangisi Pulau Es yang hancur berantakan.....
********************
Penyerangan ke Pulau Es dan hancurnya pulau itu oleh pasukan-pasukan pemerintah menggegerkan
dunia persilatan. Ternyata koksu, atas nama pemerintah telah unjuk gigi dan terjadilah perubahan hebat di
dunia persilatan. Kalau dahulu Pulau Es membuat semua orang kang-ouw gemetar, kini menjadi bahan
tertawaan mereka. Kiranya Pulau Es tidaklah sekuat yang mereka duga.
Kemudian Bhong Ji Kun yang merasa penasaran karena kegagalan di Pulau Es, hanya berhasil
menghancurkan pulau itu, menimpakan kemarahannya kepada Pulau Neraka. Dia lalu berangkat lagi,
membawa lima belas buah kapal dan seribu orang anggota pasukan, berangkat lagi berlayar ke utara
mencari Pulau Neraka! Dengan petunjuk jalan para nelayan di lautan utara, akhirnya dia berhasil
menemukan Pulau Neraka, akan tetapi apa yang didapatinya? Pulau itu telah kosong! Semua penghuni
Pulau Neraka telah lebih dulu menyingkirkan diri dan meninggalkan pulau itu, seolah-olah mengejek Koksu.
Bhong Ji Kun marah, membakar pulau itu, kemudian kembali ke kota raja dengan tangan hampa.
Memang Lulu telah lebih dulu mengungsikan anak buahnya ke daratan. Dia maklum bahwa tentara
pemerintah pasti akan menyerbu Pulau Neraka, maka lebih dulu dia memerintahkan anak buahnya
mengungsi ke daratan. Kini Pulau Es dan Pulau Neraka tidak ada lagi, atau lebih tepat kosong dan sudah
terbakar, semua penghuninya telah lari dan semua orang menduga bahwa larinya tentu ke daratan di mana
mereka dapat bersembunyi dengan mudah.
Mendengar ini Nirahai menjadi marah dan mendongkol sekali kepada Koksu. Bertahun-tahun dia
menggembleng diri, memperkuat perkumpulan Thian-liongpang untuk kelak sewaktu-waktu menyerang ke
Pulau Es, untuk menandingi kekuatan Pulau Es dan kelihaian Suma Han. Kini didahului oleh pasukan
pemerintah! Juga dia harus mengakui di dalam hatinya bahwa dia merasa sakit hati mendengar Pulau Es
dibakar.
Watak wanita yang kecewa dalam cinta benar-benar sangat aneh. Dia sendiri ingin menyerbu Pulau Es,
mengalahkan suaminya. Sekarang mendengar tempat suaminya diobrak-abrik orang lain, dia marah-marah
dan sakit hati! Apa lagi ketika ia mendengar bahwa pasukan Koksu itu atas perintah kaisar sendiri,
mengertilah dia apa yang menjadi sebab penyerbuan itu. Tentu Kaisar, ayahnya sendiri, masih merasa
dunia-kangouw.blogspot.com
dendam terhadap Suma Han yang melarikannya (baca cerita Pendekar Super Sakti), maka kini hendak
menangkap Suma Han, atau agaknya lebih tepat lagi, hendak mencari dia! Diam-diam Nirahai tersenyum
di balik kerudungnya. Tentu ayahnya itu, Kaisar dan kaki tangannya, tidak pernah mimpi bahwa Ketua
Thian-liong-pang yang penuh rahasia itu adalah Puteri Nirahai yang dicari-cari!
Ketika mereka mendengar akan penyerbuan tentara ke Pulau Neraka, dia makin penasaran lagi. Tadinya
Thian-liong-pang dianggap sebagai perkumpulan paling kuat dan yang menjadi tandingannya hanyalah
Pulau Es dan Pulau Neraka. Kini kedua pulau itu telah dihancurkan pemerintah, siapa lagi yang akan
menjadi tandingan Thian-liong-pang? Sekaranglah saatnya dia memperlihatkan kekuatan dan menjagoi
dunia kang-ouw.
Setelah berunding dengan para pembantunya, maka Thian-liong-pang lalu membuat pengumuman dan
mengundang seluruh partai dan semua golongan putih dan hitam, untuk memenuhi undangan Thian-liongpang
di mana akan diberi kesempatan kepada semua jago silat dunia untuk membuktikan siapa yang patut
menjadi datuk pertama di dunia persilatan dan perkumpulan mana yang patut disebut perkumpulan terkuat.
Untuk keperluan ini, Thian-liong-pang memilih tempat di kaki Pegunungan Ciung-lai-san, di daerah Secuan,
bekas daerah pertahanan pemberontak Bu Sam Kwi. Daerah ini selain sunyi, juga merupakan
daerah tandus seperti gurun pasir dan jauh dari kota mau pun dusun.
Beberapa hari sebelum hari yang ditentukan untuk pertemuan itu, pihak Thian-liong-pang telah berkumpul
di tempat itu. Mereka membangun sebuah pondok gubuk yang tingginya dua puluh meter. Kemudian lima
puluh orang anggota Thian-liong-pang pilihan berkumpul dengan dipimpin oleh Sai-cu Lo-mo Bhok Toan
Kok, Lui-hong Sin-ciang Chi Kang, Tang Wi Siang dan para wanita pelayan yang lihai, serta beberapa
orang tokoh Thian-liong-pang lain seperti Su Kak Liong, saudara kembar yang kehilangan adiknya, karena
adiknya, Toat-beng-to Su Kak Houw, telah tewas ketika hendak membunuh Bun Beng dan banyak orang
yang menjadi tokoh Thian-liong-pang pula. Ada pun Nirahai sendiri bersama Milana baru datang ke tempat
itu sehari sebelumnya. Keduanya meloncat naik dan memasuki gubuk yang tinggi, menutupkan pintunya
dan tidak tampak dari luar.
Seperti diketahui, Milana meninggalkan ibunya tanpa pamit untuk mencari Bun Beng. Namun sebelum niat
hatinya tercapai, dia mendengar pula berita akan dihancurkannya Pulau Es oleh pasukan pemerintah.
Tentu saja dara ini mengkhawatirkan ayahnya dan dia cepat pulang untuk mengabarkan hal itu kepada
ibunya.
Semenjak pagi pada hari yang ditentukan itu, datanglah berbondong-bondong pasukan orang-orang kangouw
dari pelbagai aliran dan partai persilatan. Bahkan partai-partai persilatan besar seperti Siauw-lim-pai
yang terdiri dari belasan orang hwesio, dan Kun-lun-pai yang diwakili oleh kaum tosu, Bu-tong-pai yang
dipimpin sendiri oleh ketuanya, yaitu Ang-lojin atau Ang Thian Pa bersama puterinya yang menarik
perhatian karena cantiknya, Ang Siok Bi. Hadir pula dari Partai Go-bi-pai, Kong-thong-pai dan lain-lain,
yaitu dari partai-partai aliran bersih.
Dari kaum perampok dan golongan hitam juga banyak yang hadir, di antaranya dari Hek-liong-pang, Hekkai-
pang perkumpulan pengemis baju hitam, dan Hui-houw-pai perkumpulan harimau terbang, Sin-to-pang
perkumpulan ahli golok, Lam-hai-pang, dan masih banyak lagi. Akan tetapi karena sebagian besar di
antara mereka itu sudah mengenal nama Thian-liong-pang, mereka menjadi jeri dan hanya datang untuk
melihat-lihat. Semenjak Pemerintah Mancu berdiri dan semenjak pertemuan di pulau muara Huang-ho,
tidak ada perkumpulan kang-ouw yang berani lagi mengadakan pertemuan macam ini, apa lagi pertemuan
besar ini. Ada pun pihak golongan bersih, hanya datang karena merasa sungkan kepada Thian-liong-pang,
dan juga ingin menyaksikan sendiri seperti apa macamnya Ketua Thian-liong-pang yang disohorkan
memiliki kepandaian seperti iblis, yang melampaui kehebatan para datuk golongan hitam mau pun putih!
Karena tanah di tempat pertemuan itu tandus, setiap ada rombongan baru datang berkuda, tentu dari jauh
tampak debu mengebul tinggi. Ada pula yang memikul ketua-ketua mereka dengan tandu, dan ada pula
yang datang berkuda. Sebagian besar di antara mereka itu kini memelihara rambut yang dikuncir, sesuai
dengan peraturan pemerintah baru. Akan tetapi ada pula yang tidak mau mentaati peraturan ini dan masih
menyanggul rambutnya atau membiarkan saja panjang terurai seperti tampak pada para anggota Thianliong-
pang dan para anggota perkumpulan kaum sesat. Tentu saja peraturan ini tidak berlaku bagi para
tosu yang semenjak dahulu mempunyai mode tersendiri dalam menyanggul rambut mereka, dan para
hwesio yang semenjak dahulu memang tidak berambut kepalanya!
Kedatangan rombongan tamu dari segenap penjuru itu disambut oleh para anak buah Thian-liong-pang
yang berkumpul mengelilingi gubuk tinggi, berbaris rapi menghadap keluar. Setiap tokoh yang melihat tamu
dunia-kangouw.blogspot.com
datang dari depan, cepat menyambut dengan hormat sambil menjura. Di antara para orang kang-ouw itu,
baik pihak tuan rumah mau pun para tamu, tidak menduga sama sekali bahwa pertemuan orang dunia
persilatan ini tidak luput dari pengawasan pemerintah. Bahkan banyak mata-mata pemerintah yang lihai
menyeludup masuk, menyamar sebagai rombongan orang kang-ouw.
Lebih hebat lagi, Koksu Bhong Ji Kun sendiri bersama pembantu-pembantunya telah siap menyerbu
dengan pasukannya yang seribu orang banyaknya, begitu terdapat tanda dari para penyelidiknya. Bhong Ji
Kun bukan seorang bodoh, dan tentu saja dia tidak akan memusuhi orang-orang kang-ouw, apa lagi partaipartai
besar yang oleh pemerintah bahkan diharapkan kerja sama mereka. Pemerintah yang telah berhasil
memelihara keamanan setelah menundukkan semua kerusuhan, tidak akan memancing kekecewaan dan
pemberontakan baru dengan jalan menindas orang-orang kang-ouw. Tidak, Bhong Ji Kun tidak akan
mengganggu Thian-liong-pang yang merupakan perkumpulan besar yang berpengaruh, atau mengganggu
tamu-tamunya. Akan tetapi, yang diincarnya adalah orang-orang Pulau Es dan Pulau Neraka.
Kalau sampai mereka yang berhasil melarikan diri dari kedua pulau itu berani muncul di situ, barulah dia
akan mengerahkan pasukan dan pembantu-pembantunya untuk menyerbu dan menangkapi mereka
dengan dalih memberontak. Dengan menangkapi para penghuni Pulau Es dan Pulau Neraka, dia
mengharapkan akan dapat memaksa mereka menyerahkan pusaka-pusaka dari kedua pulau itu, terutama
dari Pulau Es. Untuk maksud inilah Bhong Ji Kun menyiapkan pasukan dan pembantu-pembantunya.
Akan tetapi, belum juga rencana ini memperoleh hasil, rombongan Koksu ini telah mengalami hal yang
menggemparkan, yang membuat Bhong Ji Kun marah bukan main karena dia telah kehilangan dua orang
pembantunya yang setia dan dapat diandalkan, yaitu Tan Ki atau Tan-siucai, dan Thai Li Lama.
Hal itu terjadi ketika dia dan pembantu-pembantunya bersembunyi di dalam hutan-hutan di lereng
Pegunungan Ciung-lai-san, mengurung dan mengawasi daerah tandus di kaki gunung yang dijadikan
tempat pertemuan oleh Thian-liong-pang itu. Karena daerah pengawasan itu amat luas, mereka berpencar,
demikian pula para pasukan yang hanya beristirahat di hutan-hutan sambil bersiap-siap menanti perintah
kalau saat penyerbuan tiba.
Sehari sebelum pertemuan tiba, pasukan pemerintah telah bersembunyi di hutan lereng Pegunungan
Ciung-lai-san itu, di antara mereka tampak Tan-siucai. Tan-siucai yang masih penasaran karena belum
berhasil membalas dendam kepada Suma Han yang dianggap telah menyebabkan kematian tunangannya,
yaitu Lu Soan Li, sekali ini mengharapkan benar agar Suma Han muncul di tempat pertemuan. Dia maklum
bahwa dia sendiri tidak akan mampu mengalahkan musuh besar yang dianggap telah menghancurkan
kebahagiaan hidupnya itu, namun dia percaya penuh kepada gurunya yang kini telah bergabung dengan
orang-orang sakti seperti kedua Lama dan Koksu. Dengan hadirnya tokoh-tokoh sakti ini dibantu oleh
seribu orang pasukan, mustahil kalau musuh besarnya itu akhirnya tidak akan tewas! Dia ingin sekali
memberi pukulan maut terakhir kepada Suma Han, dengan tusukan kedua pedangnya, pedang hitam dan
Hok-mo-kiam yang dibanggakannya.
Karena menunggu adalah pekerjaan yang paling tidak menyenangkan, dan waktu dirasakan merayap amat
lambat, Tan-siucai pergi berjalan-jalan seorang diri di dalam hutan yang dianggapnya tempat yang paling
aman. Seribu orang pasukan menjaga di situ, dan dia sendiri memiliki kepandaian tinggi, tentu saja dia
tidak takut akan munculnya ular atau harimau. Dengan wajah berseri penuh harapan, apa lagi mengingat
akan kedudukannya sebagai pembantu koksu yang membuat hidupnya terjamin dan penuh kemewahan
dan kemuliaan, membuat dia dengan mudah memperoleh pakaian mewah dan indah, makanan serba
lezat, tidak kekurangan uang, dan boleh dikata memungkinkannya untuk berganti teman wanita setiap
malam.
Tan-siucai melangkah perlahan mengagumi pohon-pohon dan kembang-kembang yang sedang mekar di
dalam hutan itu. Ia berjalan perlahan, hati-hati agar pakaiannya yang indah dari sutera halus itu tidak
sampai kotor oleh debu tanah atau tersangkut tetumbuhan berduri. Senja hampir tiba, sinar matahari tidak
begitu panas lagi dan angin senja mulai bertiup seolah-olah menyampaikan selamat jalan kepada matahari
yang mulai condong ke barat, sebentar lagi akan meninggalkan permukaan bumi sebelah sini.
Karena dipenuhi harapan menggembirakan, Tan-siucai tersenyum-senyum, kemudian bersenandung. Akan
terjadi penyerbuan, dan dia girang mendapat kesempatan lagi mengerjakan pedang hitamnya, memenggal
leher orang, menusuk jantung lawan dari dada sampai menembus punggung, melihat darah segar
menyemprot keluar! Ha, dia akan berpesta pora dengan pedangnya, di samping menyaksikan
terlaksananya dendam terhadap Pendekar Siluman atau Pendekar Super Sakti, Suma Han Majikan Pulau
Es. Ha-ha, dia tertawa sendiri kalau teringat akan Pulau Es. Biar pun dia belum berhasil membunuh musuh
dunia-kangouw.blogspot.com
besar ini, namun menyaksikan tempatnya dihancurkan dan dibakar, anak buahnya banyak yang tewas dan
selebihnya terpaksa melarikan diri menjadi buronan, dia sudah merasa girang dan puas sekali.
"Tan-siucai, engkau kelihatan gembira sekali!" tiba-tiba terdengar suara orang menegur dari belakangnya.
Tan-siucai menghentikan senandungnya dan mengira bahwa yang menegurnya tentu seorang di antara
panglima pasukan. Sambil membalikkan tubuh dia tertawa dan berkata, "Hidup hanya satu kali di dunia,
mengapa tidak gembira?" Akan tetapi ketika melihat bahwa yang berhadapan dengannya adalah seorang
pemuda tampan yang tersenyum-senyum, pemuda yang tubuhnya sedang, pakaiannya sederhana,
kuncirnya tebal hanya sebuah bergantung ke depan melalui pundak, seorang pemuda yang sama sekali
bukan panglima, bukan pula prajurit, ia menjadi sangat terkejut.
"Engkau... siapa...?" Tan-siucai agak tergagap karena heran, tetapi segera menyangka bahwa tentu orang
ini penduduk di lereng Pegunungan itu.
Pemuda itu memperlebar senyumnya. "Aku setan penjaga gunung yang telah lama menanti kesempatan ini
untuk mencabut nyawamu!"
Tan-siucai kaget dan marah mendengar ini, namun dia menjadi kaget lagi ketika tiba-tiba tangan kiri
pemuda sederhana itu dengan jari-jari terbuka meluncur ke arah mukanya, menyerang kedua matanya.
Gerakan pemuda itu cepat bukan main, dan dari sambaran tangannya terasa hawa pukulan yang kuat!
Tan-siucai tentu saja tidak membiarkan kedua matanya dicongkel orang begitu saja. Dia cepat menarik
tubuh atas ke belakang.
"Plakk! Rrrttttt!"
"Heiiiii...! Kembalikan pedangku!" Tan-siucai berseru marah dan kaget sekali ketika merasa betapa pedang
Hok-mo-kiam yang selalu terselip di pinggangnya kini telah dirampas pemuda itu. Dia sendiri tidak tahu
bagaimana sampai dapat diambil dari pinggangnya. Hanya terasa olehnya ketika ia menarik tubuh atas ke
belakang untuk menghindarkan tusukan pada matanya, pedang itu diserobot dengan kecepatan kilat dan
tahu-tahu pedang itu lenyap dari pinggangnya.
Dengan mata terbelalak marah Tan-siucai melihat pemuda itu tersenyum-senyum sambil mengikatkan
sarung pedang ke punggungnya. Sikapnya demikian tenang sambil tersenyum-senyum, seolah-olah
pemuda itu sedang memasang pedangnya sendiri, bukan bolehnya merampas punya orang lain.
"Kembalikan pedangku, keparat!" Tan-siucai membentak.
Pemuda itu bukan lain adalah Gak Bun Beng. Seperti diceritakan di bagian depan, setelah berpisah dari
Kwi Hong di pantai lautan utara, Bun Beng pergi ke kota raja untuk mencari musuh-musuhnya. Setibanya
di kota raja, kebetulan sekali ia melihat pasukan besar dipimpin oleh musuh-musuhnya! Dia melihat Bhong
Ji Kun, Thian Tok Lama, Thai Li Lama, Maharya, Tan-siucai, Bhe Ti Kong dan para panglima pengawal
meninggalkan kota raja dengan berkuda dan melakukan perjalanan cepat sekali. Melihat ini, Bun Beng tak
berani turun tangan. Tak mungkin dia turun tangan selagi orang-orang sakti itu berkumpul dan masih
dilindungi oleh pasukan yang besarnya kurang lebih seribu orang! Maka Bun Beng lalu membayangi
pasukan itu yang ternyata melakukan perjalanan jauh sekali sampai berpekan-pekan.
Dan akhirnya pasukan itu bersembunyi di dalam hutan, di lereng Pegunungan Ciung-lai-san. Juga Bun
Beng yang terus membayangi, mendengar akan pertemuan tokoh-tokoh dunia persilatan yang diadakan
oleh Thian-liong-pang di kaki pegunungan itu. Diam-diam dia merasa heran. Apa lagi yang akan dilakukan
oleh Puteri Nirahai, ibu Milana dan isteri Pendekar Super Sakti yang telah menjadi Ketua Thian-liong-pang
itu? Apakah yang akan dilakukan wanita sakti yang cantik jelita, yang menjadi aneh dan mengerikan sekali
wataknya akibat terputusnya cinta dan mengalami kekecewaan itu?
Akan tetapi karena tujuan Bun Beng adalah mencari kesempatan untuk pertama-tama merampas kembali
Hok-mo-kiam, baru kemudian mencari kesempatan untuk membuat perhitungan kepada musuh-musuhnya,
maka dia tidak mempedulikan lagi urusan Thian-liong-pang.
Akhirnya, setelah membayangi pasukan itu selama beberapa pekan, pada menjelang senja hari itu dia
berkesempatan menemui Tan-siucai seorang diri dan berhasil merampas Hok-mo-kiam secara mudah
setelah dia melakukan serangan pancingan dengan tangan kiri tadi, membuat Tan Ki menarik tubuh atas
ke belakang dan pinggang depannya tidak terlindung.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Heiii! Tulikah engkau? Kembalikan pedangku!" sekali lagi Tan Ki membentak.
Bun Beng tersenyum tenang. "Pedangmu yang manakah? Hok-mo-kiam ini bukanlah pedangmu. Lupakah
engkau bahwa engkau mencuri pedang ini dengan menipu Pendekar Super Sakti keluar meninggalkan
pondok. Kemudian engkau bersama Gurumu Maharya itu bahkan membunuh Kakek Nayakavhira yang
membuat pedang ini? Dan engkau sekarang masih berkulit muka tebal mengaku bahwa Hok-mo-kiam
adalah pedangmu?"
"Setan! Siapa engkau...?" Tan Ki menjadi terkejut dan marah sekali mendengar ucapan itu, sekaligus dia
mencabut pedang hitamnya.
"Tidak penting kau ketahui aku siapa, Tan-siucai. Hanya perlu kau ketahui bahwa pedang ini akan
kuserahkan kembali kepada yang berhak, yaitu Suma-taihiap."
"Engkau ingin mampus!" Tan Ki membentak dengan pengerahan khikang sehingga suaranya menjadi
nyaring dan terdengar sampai jauh. Memang, orang yang licik ini sengaja mengeluarkan suara keras agar
terdengar oleh yang lain dan membantunya menghadapi perampas pedangnya. Setelah membentak,
pedangnya berkelebat, sinar hitam menyambar ke arah tubuh Bun Beng.
Tan-siucai bukanlah seorang lemah. Dia telah memiliki ilmu kepandaian tinggi sebagai murid Kakek
Maharya, dan selain ilmu pedangnya aneh dan cepat, dia pun memiliki sinkang yang sudah kuat sekali.
Namun, bagi Bun Beng dia merupakan lawan yang ringan. Bun Beng yang melihat pedang hitam
menyambar ke arah lehernya, hanya miringkan kepala sedikit, dan berbareng tangan kanannya menampar.
"Plakkk!"
Bun Beng menampar perlahan saja dan mengenai pipi kiri Tan-siucai, akan tetapi biar pun perlahan, sudah
cukup membuat Tan-siucai terbanting dan bergulingan. Ketika ia meloncat bangun lagi dengan kepala
nanar, pipinya telah menjadi bengkak membiru dan semua giginya di pinggir kiri copot! Sambil meludahkan
gigi dan darah, Tan Ki memandang dengan marah sekali, namun hatinya menjadi jeri karena dalam
gebrakan pertama itu saja sudah terbukti betapa lihainya pemuda ini. Teringatlah ia akan cerita tentang
pemuda yang membela penghuni Pulau Es, yang mengamuk dengan hebat, bahkan dapat melayani
gurunya. Mukanya menjadi pucat teringat akan ini dan dia sudah menoleh ke kanan kiri dan menengok ke
belakang, mengharapkan datangnya bala bantuan. Tak salah lagi tentu inilah pemuda yang sakti itu!
"Tan Ki, tamparanku tadi hanya untuk hukumanmu mencuri Pedang Hok-mo-kiam. Semestinya mengingat
akan pembunuhan terhadap Kakek Nayakavhira, kemudian penculikan terhadap Nona Giam Kwi Hong,
ditambah lagi engkau ikut menyerbu dan membunuh anak buah Pulau Es, engkau sudah pantas dibunuh
seratus kali! Akan tetapi, yang berhak memutuskan hukuman adalah Pendekar Super Sakti, dan aku tidak
mempunyai permusuhan pribadi denganmu, maka biarlah sekali ini aku tidak membunuhmu dan hanya
merampas kembali Hok-mo-kiam. Nah, pergilah!"
Tetapi, tentu saja Tan Ki tidak mau pergi meninggalkan orang yang telah merampas Hok-mo-kiam, juga dia
tidak berani menyerang lagi. Dia masih menanti datangnya bantuan dan pada saat itu dia melihat
berkelebatnya bayangan Thai Li Lama. Hatinya menjadi besar, keberaniannya bangkit dan dia membentak
nyaring.
"Engkau pembela Pulau Es! Engkau pula yang melarikan murid Pendekar Siluman!"
Sambil membentak demikian dia menyerang lagi dengan ganas, mengerahkan seluruh tenaganya dan
menggunakan jurus maut. Pedangnya berubah menjadi sinar hitam yang meluncur cepat dan kuat,
menusuk ke arah tenggorokan Bun Beng terus digoreskan ke bawah untuk menyusul serangan itu kalaukalau
gagal.
Menghadapi ini, dan melihat datangnya Thai Li Lama yang lihai, Bun Beng menjadi marah sekali. Kalau dia
tidak cepat turun tangan dan cepat pergi dari situ sampai semua tokoh lawan datang dan pasukan
dikerahkan, dia bisa celaka. Tangan kanannya bergerak ketika ia melangkah mundur untuk mengelak.
Tampak sinar kilat yang luar biasa ketika Hok-mo-kiam terhunus, disusul sinar kilat menyambar ke depan.
"Trakkkkk...!" Tan Ki menjerit nyaring dan roboh.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pedang hitamnya patah menjadi dua oleh Hok-mo-kiam dan sinar kilat itu masih terus menembus dadanya.
Tan-siucai berkelojotan dan tewas dalam keadaan yang amat mengecewakan kalau diingat bahwa dia
dahulu adalah seorang sastrawan yang amat pandai, yang berwatak baik ketika menjadi tunangan Lu Soan
Li. Sayang dendam kebencian membuat dia menyeleweng apa lagi setelah dia menjadi murid Maharya dan
ilmu yang dipelajarinya membuat dia menjadi tidak normal alias agak miring otaknya. Kebencian dapat
menyeret manusia ke dalam kesesatan, karena kebencian menimbulkan perbuatan kejam, menimbulkan
kekerasan dan kekeruhan batin.
"Jahanam...!" Teriakan ini keluar dari mulut Thai Li Lama, disusul dengan pukulan geledek, yaitu Ilmu Sinkun-
hoat-lek yang telah mengandung tenaga sinkang kuat, juga mengandung hawa mukjizat dari ilmu
hitamnya.
Bun Beng cepat meloncat ke belakang menghindar. Dilihatnya Thai Li Lama telah banyak berubah.
Kepalanya masih tetap gundul, akan tetapi di bagian bawah kepala dibiarkan tumbuh. Dengan demikian,
pendeta Lama yang dahulunya gundul kelimis itu kini seperti seorang yang botak, juga jubahnya yang
merah terbuat dari kain sutera!
"Haiiiittt, lihat siapa aku? Orang muda, berlututlah engkau di depan Thai Li lama, orang kepercayaan
Koksu!" Suaranya amat berpengaruh, pandang matanya seperti menyeluarkan sinar mukjizat.
Bun Beng merasa tubuhnya menggigil dan matanya seperti melekat pada sepasang mata yang seperti
mata setan itu, kakinya lemas dan lututnya tak dapat ditahannya lagi, tertekuk dan dia jatuh berlutut! Tibatiba
berkelebat di otaknya bahwa ini tidaklah sewajarnya, seperti ketika ia berhadapan dengan Maharya.
Teringat pula dia akan ilmu sihir yang dimiliki golongan sesat ini. Cepat ia menggigit bibirnya sampai
berdarah dan rasa nyeri ini melepaskan dia dari pada ikatan pandang mata yang melekat! Cepat ia
mengalihkan pandang mata ke bawah, menulikan telinganya dari suara di luar dan keadaannya pulih
kembali.
Pada saat itu, dia merasa hawa yang amat panas menggerayang ke arah kepalanya, maklum bahwa dia
terancam bahaya maut karena tangan kiri pendeta itu tengah bersiap mencengkeram ubun-ubun
kepalanya selagi dia berlutut!
"Hyyaaaahhhhh!" Bun Beng membentak nyaring melengking dan sinar kilat berkelebat dari bawah.
"Crokk! Auggghhhh...!" Thai Li Lama mencelat ke belakang dan darah mengucur keluar dari lengan kirinya
yang telah terbabat buntung oleh Hok-mo-kiam!
Sepasang mata Thai Li Lama mendelik dan ia mengeluarkan gerengan seperti seekor binatang buas.
Kemudian dia meloncat tinggi lalu meluncur ke arah Bun Beng dengan kedua kakinya bergerak-gerak
melakukan tendangan-tendangan maut bertubi-tubi dari atas, menuju ke arah ubun-ubun, pelipis
tenggorokan dan tengkuk. Sekali saja terkena tendangan itu, Bun Beng takkan dapat bertahan, biar pun dia
memiliki tenaga sinkang yang bagaimana kuatnya.
Bun Beng maklum akan kedahsyatan serangan ini, dan diam-diam merasa ngeri melihat kakek yang
lengan kirinya buntung itu seolah-olah tidak merasakan nyeri dan masih dapat menyerangnya sedemikian
hebat. Cepat ia meloncat mundur ke kanan kiri menghindarkan diri dari tendangan-tendangan itu. Namun
gerakan kedua kaki itu aneh sekali, sama sekali tidak dikenal oleh Bun Beng dan dia tidak tahu
perkembangannya atau lanjutan geraknya, maka betapa pun cepatnya ia mengelak, tetap saja pundaknya
terkena dorongan tumit kaki ketika kaki Thai Li Lama membalik yang merupakan lanjutan serangan
tendangannya.
Biar pun tulang pundaknya tidak patah, namun hawa dorongan itu membuat Bun Beng terpelanting dan
roboh miring. Pundaknya terasa setengah lumpuh dan pada saat itu, Thai Li Lama yang terkekeh seperti
iblis itu sudah melayang turun, kaki kanannya bergerak menginjak ke arah perut Bun Beng, injakan maut
karena dalam gerakan menginjak dari atas ini mengandung tenaga yang bukan main besarnya. Kalau
sampai perut pemuda itu terkena injakan, tentu akan hancur isi perutnya!
"Crokkk...! Aaiiihhhh!" Sinar kilat pedang Hok-mo-kiam yang digerakkan oleh Bun Beng dalam keadaan
terancam maut itu menyambar dan membabat kaki yang menginjak. Buntunglah kaki kanan itu sebatas
betis dan Thai Li Lama berdiri dengan kaki kiri, matanya terbelalak berapi-api, mulutnya mengeluarkan
busa, keadaannya mengerikan sekali. Darah mengucur deras dari pangkal lengannya yang buntung dan
dunia-kangouw.blogspot.com
dari kaki kanan yang buntung di bawah lutut itu. Namun, dia masih dapat terpincang-pincang menghampiri
Bun Beng!
Bun Beng membenci pendeta Lama ini yang merupakan seorang di antara mereka yang telah membunuh
Siauw Lam Hwesio, gurunya, akan tetapi kini menyaksikan keadaan Lama itu, dia merasa ngeri dan juga
kasihan. Untuk menghentikan penderitaan orang yang menjadi musuhnya itu, dia cepat menubruk ke
depan dan ketika sinar kilat berkelebat, pedang Hok-mo-kiam telah menembus ulu hati Thai Li Lama
sampai menembus punggung. Bun Beng cepat hendak mencabut kembali pedang itu, akan tetapi tiba-tiba
pendeta Lama itu yang sudah buntung lengan kirinya, buntung pula kaki kanannya, dan tertusuk tembus
dadanya, masih dapat mengeluarkan bentakan nyaring, dari mulutnya menyembur darah segar dan tangan
kanan berhasil memukul punggung Bun Beng dengan tamparan yang mengandung ilmu pukulan Sin-kunhoat-
lek.
"Blukkk!"
"Auuuhhh...!" Darah segar menyembur keluar dari mulut Bun Beng dan pemuda ini terguling roboh,
berbareng dengan robohnya tubuh Thai Li Lama yang telah menjadi mayat!
Bun Beng mengeluh panjang, rasa nyeri dari punggung sampai ke dada menyesakkan napasnya. Dia
maklum bahwa pukulan dahsyat tadi telah melukainya, akan tetapi pikirannya masih terang. Dia harus
cepat pergi! Telah tampak bayangan para anak buah pasukan yang mendengar bentakan-bentakan tadi
mendatangi di antara pohon-pohon. Cepat ia menghampiri mayat Thai Li Lama, bergidik menyaksikan
bekas musuh ini, mencabut Hok-mo-kiam, kemudian melarikan diri dari tempat itu secepat mungkin, keluar
dari hutan dan dilindungi kegelapan malam yang tiba, dia berhasil meninggalkan para pengejarnya.
Setelah aman dan tidak ada pengejaran lagi, Bun Beng duduk bersila di bawah pohon dalam hutan besar
dekat puncak gunung, mengatur pernapasannya, mengumpulkan hawa murni dan mengerahkan sinkangnya
untuk mengobati luka di dalam dadanya yang terguncang oleh pukulan dahsyat itu. Setahun yang lalu,
sebelum dia melatih sinkang di dalam lorong rahasia dari kitab yang dipelajari oleh Ketua Thian-liong-pang,
kalau terkena pukulan seperti itu, tentu nyawanya telah melayang!
Demikianlah, dapat dibayangkan betapa marah hati Im-kan Seng-in Bhong Ji Kun ketika ia mendapatkan
dua orang pembantunya tewas seperti itu. Di tempat itu, di mana terdapat dia sendiri dan paman gurunya,
Maharya yang sakti, bersama seribu orang prajurit pasukan pengawal, dua orang pembantunva yang
dipercaya dan boleh diandalkan, terutama Thai Li Lama, tewas dalam keadaan mengerikan dan tak
seorang pun tahu siapa yang telah membunuh kedua orang itu! Thian Tok Lama berduka sekali akan
kematian sute-nya. Akan tetapi kepada siapakah dia akan marah dan siapakah yang akan dibalas kalau tak
seorang pun mengetahui siapa pembunuh sute-nya?
"Mudah saja! Pedang Hok-mo-kiam telah dirampasnya dari tangan muridku. Siapa yang memegang
pedang itu, dialah yang melakukan pembunuhan-pembunuhan ini. Aku bersumpah untuk membunuh iblis
terkutuk itu!" Maharya yang juga amat berduka akan kematian muridnya, terutama sekali akan
terampasnya Hok-mo-kiam oleh orang lain, mengepal tinju.
"Yang dapat melakukan ini tentulah orang yang berkepandaian tinggi sekali," kata Bhong Ji Kun setelah
memerintahkan anak buahnya mengurus dan mengubur kedua jenazah itu. "Tidak mungkin dilakukan oleh
orang biasa, akan tetapi siapakah? Banyak tokoh kang-ouw sedang berada di sekitar tempat ini untuk
menghadiri pertemuan besok pagi. Pasti seorang di antara mereka yang melakukannya."
Thian Tok Lama menggeleng kepalanya yang gundul. "Pinceng rasa bukan seorang di antara tokoh-tokoh
kang-ouw. Tak mungkin mereka berani melakukan pembunuhan-pembunuhan ini karena mereka tahu
bahwa Sute dan Tan-siucai adalah orang-orangnya pemerintah. Pinceng kira pembunuhnya tentulah
orang-orang yang telah menentang kita di Pulau Es."
"Ahhh, wanita Pulau Neraka yang seperti setan itu?" Maharya bertanya.
Thian Tok Lama mengangguk. "Mungkin dia, mungkin pula bocah yang sekarang telah menjadi lihai bukan
main itu."
"Gak Bun Beng?" Bhong Ji Kun menyambung.
dunia-kangouw.blogspot.com
Thian Tok Lama mengangguk. "Keturunan Gak Liat itu sekarang luar biasa ilmunya dan mengingat akan
watak ayahnya yang liar, bisa saja dia melakukan hal-hal yang tidak lumrah."
"Hemmm, siapa tahu kalau-kalau Pendekar Siluman yang melakukan ini."
"Pendekar Siluman...?" Thian Tok Lama dan Bhong Ji Kun berseru, keduanya terkejut dan wajah mereka
berubah. Mengapa mereka tadi tidak teringat akan Pendekar Super Sakti itu? Kalau dia yang datang,
memang tidak perlu diherankan lagi kematian Thai Li Lama dan Tan-siucai!
"Lebih banyak kemungkinan dia sendiri yang datang dan melakukan pembunuhan-pembunuhan ini. Dan
dirampasnya pedang itu menebalkan keyakinanku bahwa Pendekar Super Sakti yang datang sore tadi.
Akan tetapi, harap Taijin jangan khawatir. Memang kita sedang menunggu munculnya orang-orang Pulau
Es dan orang-orang Pulau Neraka, bukan? Boleh jadi Pendekar Siluman lihai sekali, akan tetapi saya
pernah menandinginya, dan ternyata dia tidaklah lebih lihai dari pada saya, atau boleh dibilang tingkat kami
sebanding. Kalau dibantu oleh Taijin dan Thian Tok Lama, tentu mudah saja mengalahkannya."
"Akan tetapi, Susiok (Paman Guru), bagaimana kalau dia dibantu oleh Gak Bun Beng dan oleh wanita
Pulau Neraka itu?"
Maharya menggeleng kepala. "Saya rasa wanita itu adalah Ketua Pulau Neraka yang disohorkan. Antara
Pulau Neraka dan Pulau Es belum pernah ada kerja sama, dan kalau dia dahulu turun tangan, sama sekali
bukan untuk membantu Pulau Es, hanya karena marah bahwa daerahnya dilanggar. Andai kata dia maju
pula, bersama pemuda itu, tidak perlu kita takut. Para ciangkun memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi, dan
seribu orang pasukan merupakan kekuatan yang melebihi sepuluh orang Pendekar Siluman!"
Biar pun kematian Thai Li Lama dan Tan-siucai merupakan pukulan yang cukup mengejutkan, namun hati
para pimpinan pasukan pemerintah ini masih besar. Malam itu tidak ada peristiwa sesuatu dan pada
keesokan harinya, setelah mengirim rombongan mata-mata yang menyamar sebagai orang-orang kangouw,
Bhong Ji Kun dan para pembantunya mengintai tanah tandus yang dijadikan tempat pertemuan itu
dari atas lereng terdekat, mempergunakan teropong dan memeriksa keadaan.
Setelah semua tamu berkumpul, Tang Wi Siang yang mewakili ketuanya berkata dengan suara nyaring,
"Cu-wi sekalian yang terhormat! Pangcu kami menghaturkan selamat datang pada Cu-wi sekalian. Maksud
dari undangan Pangcu kami mengumpulkan Cu-wi sekalian yang dianggap mewakili dunia kang-ouw,
adalah untuk mempererat persahabatan dan untuk mendengarkan usul Pangcu yang akan disampaikan
oleh Pangcu sendiri. Silakan Cu-wi mendengarkan!"
Pintu pondok di atas itu terbuka perlahan dan muncullah Ketua Thian-liong-pang yang mukanya
berkerudung. Melihat wanita itu, semua orang memandang dan mereka yang pernah diculik dan pernah
berhadapan dengan ketua itu, memandang dengan muka merah masih merasa penasaran akan tetapi juga
dengan hati jeri karena mereka tahu akan kelihaian wanita itu.
Ada pun mereka yang belum pernah bertemu dengan tokoh ini, memandang dengan hati penuh kengerian
karena mereka hanya mendengar bahwa Ketua Thian-liong-pang memiliki ilmu kepandaian yang tidak
lumrah manusia, sedangkan orangnya pun begitu menyeramkan, mukanya dikerudung sehingga semua
orang ingin melihat bagaimana wajah yang bersembunyi di balik kerudung itu. Sudah tuakah? Ah, tak
mungkin, tubuh wanita itu biar pun tersembunyi di balik pakaian yang longgar, jelas bukan tubuh seorang
wanita tua! Dan tangan yang tersembul dari balik lengan baju itu berkulit halus, berjari kecil meruncing
dengan kuku yang kemerahan, terpelihara baik-baik! Sepasang mata yang memandang dari balik lubang
kerudung penutup muka itulah yang menimbulkan rasa seram dan menundukkan hati orang, begitu terang,
begitu tajam dan penuh wibawa, mata seorang manusia yang agaknya tidak mengenal bantahan!
Nirahai, wanita berkerudung Ketua Thian-liong-pang itu, sejenak berdiri memandang sekeliling dan dengan
pandang mata cepat ia menyapu tokoh yang hadir, mengenal mereka dan dapat menduga dari partai dan
perkumpulan mana mereka itu. Dia merasa kecewa bukan main ketika tidak melihat adanya rombongan
Pulau Neraka dan Pulau Es! Benar-benar menggemaskan, pikirnya. Mengapa Suma Han tidak muncul?
Dan di mana adanya tokoh-tokoh Pulau Neraka? Tanpa mengalahkan keduanya itu, nama Thian-liongpang
takkan terangkat naik!
Tiba-tiba ia melihat rombongan terdiri dari belasan orang yang tak dapat ia duga dari partai atau golongan
mana. Matanya mengeluarkan sinar penuh kecurigaan, akan tetapi dia tidak menyatakan sesuatu, hanya
dunia-kangouw.blogspot.com
mulai dengan bicaranya yang singkat, halus merdu namun terdengar sampai jauh karena ia keluarkan
dengan pengerahan khikang yang luar biasa kuatnya.
"Cu-wi sekalian! Untuk mempersatukan dunia kang-ouw, kita harus menentukan perkumpulan mana yang
patut menjadi perkumpulan induk, dan tokoh mana yang patut dijadikan pemimpin yang dapat disebut
Bengcu (pemimpin rakyat). Kami setelah mempelajari dan meneliti keadaan, minta Cu-wi sekalian suka
mengakui Thian-liong-pang sebagai perkumpulan induk, dan aku sendiri menjadi Bengcu, kecuali kalau
ada di antara Cu-wi yang dapat membuktikan bahwa ada orang yang lebih patut menjadi Bengcu dari pada
aku. Kalau ada di antara Cu-wi yang tidak setuju, boleh maju!"
Bukan main takaburnya ucapan Ketua Thian-liong-pang ini sehingga semua orang memandang dengan
alis berkerut dan merasa tidak setuju, sungguh pun tidak ada yang berani membantah dengan keras.
Hanya terdengar suara-suara kontra, dan dari golongan para hwesio dan tosu terdengarlah ucapanucapan,
"Omitohud..."
"Siancai...!"
Nirahai bukanlah seorang bodoh, kalau dia tadi mengeluarkan ucapan itu memang dia sengaja untuk
memancing sikap menentang sehingga orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi akan bangkit dan
menentangnya. Setelah bertahun-tahun dia menggembleng diri, bahkan tidak segan-segan mencuri ilmuilmu
dari lain partai, dia menganggap bahwa tidak akan ada orang lagi yang dapat menandinginya, dan
satu-satunya yang dia anggap merupakan lawan berat kiranya hanyalah Suma Han dan Ketua Pulau
Neraka yang belum pernah dia jumpai.
"Cu-wi, negara telah aman, pemerintah tidak menghendaki pertentangan. Karena itu, kalau kita orangorang
dunia kang-ouw tidak bersatu dan tidak mempunyai seorang pemimpin yang mempersatukan kita,
bagaimana kita semua dapat menghadapi urusan-urusan besar? Tanpa pemimpin selalu hanya akan
timbul pertentangan-pertentangan di antara kita sendiri yang mengakibatkan kehancuran dan kelemahan,
juga menimbulkan banyak korban. Karena itu, lebih baik sekarang kita berhadapan secara gagah, memilih
seorang Bengcu yang tepat dan korban-korban dalam perebutan dan pemilihan ini tidak akan banyak, juga
yang kalah dan tewas, mati sebagai seorang gagah. Aku sudah bicara, terserah kepada Cu-wi bagaimana
menghadapinya!"
Setelah berkata demikian Nirahai mengibaskan lengannya dan memasuki pondok. Pintu pondok segera
ditutup lagi.
"Ibu, mengapa Ibu melakukan semua ini?" Di dalam pondok itu, Milana berbisik kepada Ibunya. Nirahai
melepas kerudung dan menghapus keringat dari muka dan lehernya. Puterinya memandang wajah ibunya
yang cantik itu berselimut awan kesengsaraan batin.
"Untuk memancing datangnya Majikan Pulau Es dan Pulau Neraka," jawabnya pendek, lalu mengenakan
kerudung kepalanya lagi.
Milana menghela napas. Hening sejenak dan dara itu berbisik. "Ibu... begitu... begitu bencikah Ibu kepada
Ayah...?"
Mata di balik kerudung itu memancarkan api. "Benci? Tidak ada orang lain yang lebih kubenci di dunia ini!"
Milana merasa jantungnya tertusuk dan ia menunduk. Kembali keadaan hening dan tiba-tiba Milana
mengangkat mukanya ketika mendengar isak tertahan. Ibunya telah terisak menangis! Milana terharu,
menggerakkan tangan menyentuh tangan ibunya dan berbisik lagi
"Ibu... sangat cintakah kepada Ayah...?"
Nirahai memejamkan matanya dan mengangguk. Milana mengerti, keduanya diam dan mencurahkan
perhatian keluar pondok. Dari celah-celah dinding pondok mereka dapat melihat seorang hwesio tinggi
kurus dari rombongan Siauw-lim-pai melangkah maju dan berkata nyaring sambil memandang pondok di
atas.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Thian-liong-pangcu! Pinceng menerima tugas dari Ketua kami untuk menyampaikan penyesalan Siauwlim-
pai akan sepak terjang Thian-liong-pang selama ini yang melakukan penculikan-penculikan terhadap
tokoh-tokoh kang-ouw. Siauw-lim-pai tidak mau ikut-ikut dalam soal pemilihan Bengcu, dan tak akan
mengakui Bengcu mana pun juga karena Siauw-lim-pai tidak mau mengikatkan diri, juga tidak ingin
menanam permusuhan. Hanya menjadi kewajiban Siauw-lim-pai untuk menegur perkumpulan yang
bertindak sewenang-wenang. Jika teguran Siauw-lim-pai ini tidak menyenangkan hati Pangcu, pinceng
sebagai wakil Siauw-lim-pai siap bertanggung jawab!"
Setelah hwesio tinggi kurus itu mundur, majulah seorang tosu berambut putih dari rombongan Hoa-san,
dan dia pun berteriak nyaring.
"Pinto mewakili Hoa-san-pai, juga memprotes penculikan atas diri sute kami Bhong Tek-cu yang dilakukan
oleh Thian-liong-pang, dan pinto mewakili Hoa-san-pai untuk minta Thian-liong-pangcu mempertangung
jawabkan perbuatan itu sekarang! Tentang pemilihan Bengcu, Hoa-san-pai tidak akan mencampurinya!"
Setelah melihat majunya wakil-wakil partai besar seperti Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai, besarlah hati para
tokoh kang-ouw, dan berturut-turut majulah Ang-lo-jin Ketua Bu-tong-pai yang berkata, "Saya sebagai
ketua Bu-tong-pai merasa terhina atas perlakuan Thian-liong-pang yang lalu, maka saya minta
pertanggungan jawab Thian-liong-pangcu di tempat terbuka ini!" Dan dengan alasan yang sama pula
majulah wakil-wakil dari Sin-to-pang, Lam-hai-pang, dan Pek-eng-pai.
Melihat perkembangan ini, Tang Wi Siang merasa gelisah juga dan beberapa kali dia memandang ke atas
seolah-olah mengharapkan ketuanya turun tangan. Tak lama kemudian terdengar suara Ketua Thian-liongpang.
"Wi Siang, sebutkan wakil-wakil dari mana saja yang minta pertanggungan jawabku?"
Dengan suara gemetar karena tidak mengira akan demikian banyaknya partai yang menentang ketuanya,
Tang Wi Siang menjawab, "Dari Siauw-lim-pai, Hoa-san-pai, Bu-tong-pai, Lam-hai-pang, Sin-to-pang dan
Pek-eng-pai, semua enam partai!"
Tiba-tiba pintu pondok terbuka dan muncullah Ketua Thian-liong-pang. "Hanya enam partai saja? Ataukah
masih ada lagi? Harap Cu-wi yang ingin mencoba kepandaianku, tidak malu-malu, nyatakan saja terus
terang!"
Setelah tidak ada yang menjawab, Nirahai berkata, "Para wakil dari enam partai yang minta pertanggungan
jawab, persilakan maju!"
Dari Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai masing-masing maju seorang hwesio dan seorang tosu, dari Bu-tongpai
majulah Ang Siok Bi dan seorang suheng-nya, murid dari ayahnya, sedangkan dari Sin-to-pang, Lamhai-
pang, dan Pek-eng-pai, masing-masing maju tiga orang wakil yang merupakan murid-murid kepala.
Ang-lojin tidak maju sendiri karena dia merasa malu hati dan tidak enak kalau sebagai ketua dia harus
maju sendiri. Dengan demikian, wakil dari enam partai itu berjumlah tiga belas orang, murid-murid kepala
dari partai-partai yang tentu saja memiliki ilmu kepandaian yang tinggi.
"Bagus! Kulihat Cu-wi yang mewakili partai yang minta pertanggungan jawabku, ada tiga belas orang telah
berkumpul. Dan untuk membuktikan bahwa aku sebagai calon Bengcu mempunyai tanggung jawab dan
kepandaian untuk memimpin Cu-wi sekalian, aku akan menghadapi Cu-wi sekaligus. Bersiaplah, aku akan
mengalahkan Cu-wi!" Setelah berkata demikian tampak tubuh wanita berkerudung itu melayang dari atas
pondok yang tinggi itu bagaikan seekor burung garuda, langsung meluncur ke arah tiga belas orang itu.
Mereka ini sudah siap dan tampak sinar senjata berkilauan ketika mereka mencabut senjata mereka.
Namun Nirahai tidak menghunus pedangnya yang masih tergantung di punggungnya, tubuhnya terus
meluncur, bagaikan seekor burung walet menyambar ke arah mereka. Tiga belas orang itu menggerakkan
senjata masing-masing menyambut bayangan tubuh yang menyambar-nyambar itu, demikian cepat
gerakan wanita ini sehingga sukar diikuti pandangan mata.
Tampak bayangan tubuhnya berkelebat di antara sinar senjata itu dan terdengarlah bunyi berkerontangan,
senjata-senjata terpental dan ketiga belas orang mengeluarkan teriakan kaget disusul robohnya tubuh
mereka seorang demi seorang, cepat sekali sampai ketiga belas orang itu semua terpelanting roboh!
Tubuh wanita berkerudung itu berdiri di tengah tengah, antara mereka yang roboh ke kanan kiri, ada yang
terlentang, ada yang menelungkup, ada yang miring.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiga belas orang itu terkejut bukan main, demikian pula mereka yang menyaksikan kehebatan wanita
berkerudung itu, hampir mereka tak dapat percaya betapa dengan tangan kosong, wanita berkerudung itu
benar-benar telah mengalahkan mereka dan hebatnya mereka tidak terluka hebat, hanya roboh oleh
dorongan-dorongan tenaga sinkang yang amat kuat dan didahului kecepatan yang tidak tampak oleh mata
mereka!
Ang Siok Bi yang tadinya merasa penasaran karena ayahnya pernah diculik kini bangkit bersama yang
lain-lain, memandang wanita berkerudung itu dengan muka pucat dan diam-diam mereka semua mengakui
bahwa kalau wanita itu menghendaki, kalau wanita itu menggunakan senjata atau melakukan pukulan yang
berat, tentu mereka roboh untuk tidak bangkit kembali!
"Nah, Cu-wi sudah menyaksikan bahwa aku telah berani mempertanggung jawabkan semua perbuatanku
dan sepak terjang Thian-liong-pang. Ketahuilah bahwa semua tokoh yang pernah menjadi tamu kami tidak
ada yang diganggu, mengapa Cu-wi merasa penasaran? Sekarang, menggunakan kesempatan ini, aku
mengajak siapa saja di antara Cu-wi yang masih penasaran untuk menguji kepandaian, terutama sekali
kutujukan kepada Majikan Pulau Neraka dan Majikan Pulau Es!"
Tantangan ini tidak ada yang berani menjawab, dan mereka semua saling pandang, mencari ke kanan kiri
mengharapkan munculnya dua jago yang selama ini namanya menggemparkan dunia kang-ouw, yaitu
Ketua Pulau Neraka yang tak pernah ada yang melihatnya, dan Pendekar Super Sakti, Majikan Pulau Es.
Namun, tidak tampak mata hidung kedua orang tokoh itu, bahkan tidak tampak seorang pun tokoh dari
kedua pulau itu.
Keadaan menjadi sunyi, semua orang masih seperti terpesona, menyaksikan kelihaian Ketua Thian-liongpang,
sedangkan tiga belas orang yang kalah tadi mengambil senjata masing-masing dan kembali ke
kelompok mereka, tidak ada yang berani melawan lagi karena masing-masing maklum bahwa mereka
bukanlah tandingan wanita berkerudung yang hebat bukan main itu.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dari rombongan orang yang tak dikenal Nirahai yaitu rombongan dari
lima belas orang yang tadi dicurigainya. "Ha-ha-ha! Pulau Es sudah terbasmi, sedangkan Pulau Neraka
pun penghuninya sudah melarikan diri semua, bukankah Ketua Thian-liong-pang sama dengan menantang
angin kosong?"
Lima belas orang itu adalah mata-mata yang dikirim oleh Bhong Ji Kun. Mereka terdiri dari panglimapanglima
yang berkepandaian tinggi, dan yang setelah tiba di situ sekarang berkumpul menjadi
sekelompok. Hati mereka besar dan mereka berani bicara karena mengandalkan pasukan yang berada di
sekeliling tempat itu. Pula, mereka sengaja mengeluarkan kata-kata menghina kedua pulau itu untuk
memancing keluarnya tokoh-tokoh mereka seperti yang dikehendaki oleh Koksu.
Nirahai memutar tubuhnya menghadapi rombongan itu, kemudian sekali kakinya tampak bergerak,
tubuhnya sudah mencelat ke depan mereka, mata di balik kerudung itu menyambar-nyambar tajam.
"Kalian siapakah? Dari golongan dan partai apa?" tanyanya tiba-tiba, suaranya dingin.
Seorang di antara mereka yang tinggi besar dan brewok, agaknya merasa tidak senang menyaksikan sikap
Ketua Thian-liong-pang itu, maka dia menjawab sambil mengangkat dada, suaranya tegas dan nyaring,
"Kami adalah orang-orang kang-ouw perantau yang tertarik mendengar pertemuan ini dan ingin melihatlihat.
Apakah hal ini dilarang?"
"Hemmm! Memang undangan kami ditujukan kepada semua orang kang-ouw, tentu saja tidak ada yang
melarang orang menonton. Akan tetapi kalian telah berani menghina Pulau Neraka dan Pulau Es, agaknya
kalian memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari pada mereka! Aku akan suka sekali mencoba dan
melayani kepandaian kalian yang telah berani bicara besar di sini."
Lima belas orang itu adalah panglima-panglima yang biasanya membagi perintah dan dihormati serta
ditaati anak buah mereka. Kini menghadapi sikap Ketua Thian-liong-pang, mereka menjadi marah sekali.
Tidak biasa mereka diperlakukan seperti itu oleh siapa pun juga!
"Heiii! Thian-liong-pangcu! Kalau kami menghina Pulau Es dan Pulau Neraka, apa hubungannya itu
dengan Thian-liong-pang? Mereka adalah pemberontak-pemberontak yang berani melawan pemerintah,
dunia-kangouw.blogspot.com
maka dihancurkan dan dibasmi! Kami rasa Thian-liong-pang tidaklah seperti iblis-iblis Pulau Neraka dan...
augghhhh...!"
Tiga orang anggota rombongan itu yang berdiri paling depan roboh dan tewas seketika terkena sambaran
sinar hitam yang tiba-tiba saja melayang ke arah si pembicara dan dua orang temannya.
"Thian-liong-pangcu! Engkau berani membunuh orang-orang pemerintah?" Tiba-tiba terdengar bentakan
dan Thian Tok Lama telah berada di situ!
Nirahai cepat membalikkan tubuh dan....
"Srattttttt!" Dia telah mencabut pedangnya, akan tetapi dia tidak memandang Thian Tok Lama, melainkan
memandang ke atas tanah yang bergoyang-goyang aneh! Dia tahu bahwa yang menyambar dan
menewaskan tiga orang tadi adalah gumpalan-gumpalan tanah yang disambitkan dengan tenaga dahsyat
sekali!
Tanpa menoleh ke arah Thian Tok Lama, dia lalu berkata, "Thian Tok Lama, kiranya mereka ini adalah
mata-mata pemerintah yang sengaja engkau kirim untuk melakukan penyelidikan?" Suaranya dingin sekali
akan tetapi matanya masih ditujukan ke atas tanah yang bergoyang-goyang aneh.
Thian Tok Lama terkejut bukan main. Benar-benar seorang yang aneh sekali Ketua Thian-liong-pang ini,
sebab selain kepandaiannya tinggi, ternyata begitu bertemu telah mengenalnya!
"Benar!" jawabnya. "Akan tetapi mereka dan kami bertugas untuk menyelidiki orang-orang Pulau Es dan
Pulau Neraka, kalau mereka datang ke sini. Kiranya tiga orang penyelidik kami malah kau bunuh!"
Tiba-tiba terdengar ledakan keras. Tanah yang bergoyang tadi pecah seperti meletus dan tampak debu
dan uap mengepul tinggi. Tanah itu terbuka dan tampak... sebuah peti mati yang perlahan-lahan terbuka
dan dari dalam peti mati itu bangkit sesosok mayat yang seperti baru saja hidup kembali. Tubuh seorang
kakek tua renta, berkepala botak, bertubuh kurus dan dalam keadaan... telanjang bulat! Mukanya pucat,
persis muka mayat yang tidak mempunyai darah sama sekali.
Jangankan para tokoh yang berada di situ, sedangkan Nirahai sendiri, bahkan Thian Tok Lama, berdiri
terpukau di tempatnya, memandang dengan mata terbelalak.
‘Mayat hidup’ itu batuk-batuk lalu bangkit berdiri, telanjang seperti bayi, lalu meloncat keluar dari dalam peti
mati. "Uhk-uhk-uhkkk... anak-anak kecil berani menghina Pulau Neraka. Akulah orang Pulau Neraka dan
yang membunuh tiga orang itu, heh-heh... malah semua yang berani menghina Pulau Neraka akan
kubunuh."
Tiba-tiba saja mayat hidup yang kelihatan lemah, kurus kering itu ‘terbang’ ke arah rombongan panglima
yang tinggal sepuluh orang lagi. Kelihatannya seperti terbang karena gerakannya luar biasa sekali
cepatnya, seolah-olah kedua kakinya tidak menginjak tanah. Melihat ginkang sehebat itu, Nirahai sendiri
sampai terbelalak, dan Thian Tok Lama berkemak-kemik membaca doa dalam bahasa Tibet karena dia
menyangka bahwa mayat hidup itu benar-benar siluman yang muncul dari bawah tanah!
Bukan main cepatnya kejadian itu, sekali sambar, mayat hidup itu telah merangkul empat orang panglima.
Tangannya bergerak, mulutnya menyeringai dan... dijambaknya rambut kepala mereka itu seorang demi
seorang, diputarnya dan ditarik sehingga... kepala itu coplok, lehernya putus, darah menyembur keluar.
Tiga orang lainnya hanya melongo dan pucat, seolah-olah tak mampu bergerak dalam rangkulan mayat
hidup itu, sehingga seorang demi seorang putuslah lehernya.
Mayat mereka dilempar-lemparkan oleh Si Mayat Hidup yang sudah bergerak maju lagi ke arah sisa para
panglima. Enam orang panglima sudah mendapatkan kembali kesadarannya, maklum akan datangnya
bahaya mengancam, maka mereka itu sudah menghunus pedang atau golok masing-masing. Melihat Si
Mayat Hidup menerjang maju, enam orang panglima ini membacok dan menusuk. Si Mayat Hidup sama
sekali tidak mempedulikan dan enam batang senjata datang menghantamnya seperti hujan.
"Tak-tok... bak-buk...!" Senjata-senjata itu mengenai tubuh, akan tetapi semua terpental seperti mengenai
tubuh dari karet yang ulet, kenyal dan keras! Kembali empat orang telah dirangkul, ‘dicopot’ kepala mereka
dari badan dan mayat mereka dilemparkan. Darah membanjir ke mana-mana, dan tubuh serta muka kakek
dunia-kangouw.blogspot.com
itu telah berlumuran darah segar! Melihat ini, dua orang panglima sisa yang sepuluh orang tadi, membuang
senjata mereka dan hendak lari.
"Heh-heh, anak-anak nakal, hendak lari ke mana? Ke sinilah bersama Kakek!" Mayat hidup itu berkata, dan
tangan kanannya menggapai ke arah dua orang panglima yang sedang lari dan... sungguh aneh, dua
orang itu biar pun kelihatan masih menggerakkan kedua kaki untuk lari, namun mereka bukannya maju ke
depan melainkan... mundur ke belakang seolah-olah ada tenaga ajaib yang menarik dan membetotnya ke
arah mayat hidup itu!
Akan tetapi, sebelum dua orang itu sampai terpegang, Thian Tok Lama telah meloncat ke depan dan
sudah memasang kuda-kuda setengah berjongkok, perutnya berbunyi dan tangan kanannya berubah biru.
Kemudian, dengan pengerahan tenaga sinkang, dia memukul ke arah punggung mayat hidup itu.
"Dessss!"
Mayat hidup itu terlempar sampai tiga meter, akan tetapi tidak roboh dan membalikkan tubuh, mulutnya
menyeringai sedangkan Thian Tok Lama terkejut bukan main. Dia seolah-olah memukul benda kering yang
hanya terlempar, akan tetapi tenaganya tidak dapat menembus tubuh itu!
"Heh-heh-heh!" Mayat hidup itu melihat awan hitam yang keluar dari tangan Thian Tok Lama yang
memukul tadi. "Itukah Hek-in-hwi-hong-ciang? Eh, Gundul, kepandaianmu lumayan juga!"
Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dan tubuh Nirahai telah berhadapan dengan mayat hidup itu. Ia
membentak sambil menodongkan pedangnya. "Orang tua, apakah benar engkau dari Pulau Neraka?
Apakah engkau Ketua Pulau Neraka?" Bertanya demikian, Nirahai mengkirik ngeri, bukan karena gentar
menyaksikan kelihaian mayat hidup itu, namun dia merasa jijik berhadapan dengan seorang laki-laki yang
telanjang bulat, biar pun laki-laki itu seorang kakek.
Mayat hidup itu menyeringai lebar, menggaruk-garuk punggungnya seolah-olah pukulan dahsyat tadi
hanya menimbulkan rasa gatal. "Banyak orang pandai sekarang! Aku bukan ketua apa-apa, akan tetapi
akulah orang yang paling tua di Pulau Neraka. Aku adalah Cui-beng Koai-ong (Raja Aneh Pengejar Roh)!"
"Cui-beng Koai-ong, aku Thian-liong-pangcu sekarang menantangmu untuk mengadu kepandaian. Jagalah
seranganku!"
Nirahai yang merasa penasaran sudah menggerakkan pedangnya, menusuk ke arah dada mayat hidup itu.
Akan tetapi betapa kagetnya ketika melihat bahwa mayat hidup yang kini dia percaya adalah seorang
kakek yang masih hidup itu sama sekali tidak mengelak.
"Crokkkk!" Pedang yang mengenai dada itu menempel dan tidak dapat menancap, dan dengan gerakan
yang cepat serta aneh sekali tangan kakek itu sudah meraih hendak menangkap pergelangan tangan
Nirahai.
"Aiiihhhh!" Nirahai menarik pedangnya dan cepat meloncat ke samping, lalu mengirim serangan lagi,
memilih bagian yang lemah, yaitu leher kakek itu. Kembali Si Kakek Aneh tidak menangkis, membiarkan
pedang membacok lehernya sambil tangannya mencengkeram ke arah lambung Nirahai!
"Plakk!" Pedang itu kembali tidak dapat menembus kulit leher dan hampir saja lambung Nirahai kena
dicengkeram kalau saja dia tidak cepat mengelak dengan gerakan yang amat cepat.
"Hayaaaa...! Kau pun hebat, Ketua Thian-liong-pang!" Kakek itu terkekeh memuji.
Tiba-tiba terdengar sorak sorai dan pasukan yang dipimpin oleh Bhong Ji Kun telah datang menyerbu! Dari
teropongnya Bhong Ji Kun menyaksikan betapa orang-orangnya tewas secara mengerikan. Maklum bahwa
tentu terjadi sesuatu yang hebat, dia lalu mengerahkan pasukannya menyerbu, sedangkan dia sendiri
bersama Maharya lari mendahului untuk membantu Thian Tok Lama yang sudah ia suruh turun terlebih
dahulu tadi.
Melihat ini, para tokoh kang-ouw yang tidak ingin terlibat dalam pertentangan dengan pemerintah lalu
mengundurkan diri dan pergi dari tempat itu. Ada pun para anak buah Thian-liong-pang yang mengira
bahwa pasukan-pasukan itu hendak menyerbu mereka sudah menyambut dan terjadilah perang tanding di
dunia-kangouw.blogspot.com
mana banyak sekali pasukan roboh dan tewas menghadapi tokoh-tokoh Thian-liong-pang yang amat lihai
itu.
"Dia telah membunuh orang-orang kita!" Thian Tok Lama menuding ke arah kakek telanjang yang masih
bertanding melawan Nirahai.
Untung bahwa Ketua Thian-liong-pang ini memiliki kegesitan yang luar biasa sehingga cengkeramancengkeraman
dan pukulan-pukulan Cui-beng Koai-ong selalu mengenai angin kosong belaka, akan tetapi
semua bacokan Nirahai tiada gunanya, tidak dapat melukai tubuh kurus kering yang kebal itu. Nirahai
menjadi makin penasaran dan tidak mau mengalah begitu saja. Kini pedangnya berubah menjadi sinar
yang bergulung-gulung, sebagian melindungi tubuhnya, sebagian lagi melakukan serangan-serangan kilat
yang semua ditujukan ke arah sepasang mata kakek telanjang.
"Hehhh, kau lihai...!" Cui-beng Koai-ong berseru dan kini dialah yang harus menangkis sinar pedang yang
bergulung-gulung itu dengan kedua tangannya. Betapa pun kebal tubuhnya, tak mungkin dia melatih mata
menjadi kebal! Maka tentu saja dia tidak ingin matanya dicokel keluar oleh ujung pedang lawan. Begitu
kakek ini mengeluarkan seruan memuji yang menyembunyikan kemarahannya, tubuhnya bergerak cepat
dan angin berdesir-desir menyambar keluar dari kedua tangannya.
Nirahai diam-diam terkejut dan harus mengakui bahwa selama hidupnya, baru sekali ini dia berhadapan
dengan lawan yang memiliki ilmu kesaktian seperti kakek itu. Maka dia berlaku hati-hati sekali dan
mengandalkan ginkang-nya untuk selalu menghindarkan diri, mengerahkan sinkang-nya untuk melawan
sambaran angin pukulan dahsyat itu.
Ketika Bhong Ji Kun dan Maharya mendengar bahwa kakek telanjang itu adalah orang dari Pulau Neraka
yang telah membunuh para panglima, mereka lalu menerjang maju, mengeroyok Cui-beng Koai-ong!
Bhong Ji Kun menggunakan pecutnya yang langsung menyambar-nyambar ganas, berusaha menangkap
tubuh dan terutama kedua tangan kaki kakek telanjang dengan ujung pecut. Maharya sudah mengeluarkan
senjata bulan sabitnya dan menyerang hebat, meniru taktik Nirahai menyerang ke arah kedua mata,
sedangkan Thian Tok Lama tetap mempergunakan Ilmu Pukulan Hek-in-hwi-hong-ciang yang biar pun
tidak dapat melukai lawan, namun sedikitnya pukulan ini dapat membuat lawan terlempar. Dan setelah dia
mengerahkan pukulan-pukulannya ke arah pusar, Cui-beng Koai-ong ternyata tak berani sembarangan
menerima pukulan ampuh itu.
Dikeroyok empat orang yang demikian saktinya, betapa pun lihai, Cui-beng Koai-ong kewalahan juga, akan
tetapi dia tertawa-tawa, "Heh-heh-heh, banyak orang hebat!"
Maharya yang menyaksikan kehebatan kakek telanjang itu menjadi penasaran dan ia membentak,
"Manusia telanjang tak tahu malu! Lihat aku siapa!"
"Heh-heh, kau orang berkulit hitam berhidung seperti kakatua, heh-heh!" Cui-beng Koai-ong dengan berani
memandang muka dan menentang mata Maharya.
"Engkau merasa kakimu lumpuh, rebahlah!"
"Heh-heh-heh, otakmu miring, ya?"
Maharya kaget setengah mati ketika merasa betapa ilmu sihirnya sama sekali tidak mempan terhadap
mayat hidup itu dan merasa betapa getaran ilmu sihirnya membalik, seolah-olah terbentur pada benteng
yang aneh dan kuat!
Cui-beng Koai-ong terdesak hebat. Anehnya, kalau Ketua Thian-liong-pang bekerja sama dengan pimpinan
pemerintah menghadapi kakek ini, adalah orang-orang Thian-liong-pang sendiri bertempur melawan
pasukan yang dipimpin oleh para panglima! Betapa pun lihai orang-orang Thian-liong-pang, dikeroyok
ratusan orang pasukan itu, mereka mandi keringat dan terdesak.
Tiba-tiba dari atas gubuk melayang turun Milana yang terus mengamuk. Hebat tentu saja gerakan dara ini
dan sebentar saja belasan orang anak buah pasukan berikut dua orang panglima roboh oleh sambaran
pedangnya. Pertandingan makin hebat dan kacau balau.
"Aku ikut...! Ha-ha-ha, Twa-suheng, aku ikut, jangan borong sendiri ahhh!" Tiba-tiba muncul seorang kakek
berkaki telanjang yang mukanya lucu, berwarna kuning. Dia ini bukan lain adalah Kwi-bun Lo-mo Ngo
dunia-kangouw.blogspot.com
Bouw Ek, tokoh Pulau Nereka yang suka merantau. Begitu masuk, dia lalu secara ngawur menerjang,
membantu twa-suheng-nya dan disambut oleh Thian Tok Lama.
Pendeta Lama ini maklum bahwa orang yang menjadi sute dari mayat hidup tentu lihai sekali, maka
datang-datang dia memapakinya dengan pukulan Hek-in-hwi-hong-ciang yang mengeluarkan uap hitam!
"Wah berbahaya..." Kwi-bun Lo-mo tertawa, cepat mengelak dan menggunakan ilmu memindahkan
tenaga. Sambil mengelak dia menghantam dari samping, seolah-olah memindahkan atau memutar tenaga
lawan untuk menghantam pemiliknya sendiri, ditambah tenaganya sendiri.
"Omitohud...!" Thian Tok Lama sempat menarik kembali tangannya dan mencelat mundur, kalau tidak tentu
lengannya akan patah oleh tenaga dahsyat, campuran dari tenaganya sendiri yang meliuk ditambah tenaga
lawan baru ini.
Kwi-bun Lo-mo tertawa-tawa, akan tetapi dia segera menjadi sibuk sekali setelah Thian Tok Lama
menjalankan pukulan. Memang tingkatnya masih kalah oleh pendeta Lama itu, hanya karena kakek ini
memang mempunyai banyak ilmu aneh, maka dia masih mampu mempertahankan dirinya.
"Wah-wah-wah, ada pesta besar! Sam-te engkau tak akan menang melawan Si Gundul itu. Berikan
kepadaku!" Tiba-tiba muncul seorang kakek lagi yang mukanya pucat seperti muka Si Mayat Hidup, akan
tetapi begitu dia datang dan menangkis pukulan Thian Tok Lama, pendeta Lama ini terjengkang dan
terhuyung-huyung ke belakang.
Melihat ini, Maharya cepat menubruk maju dan menghadapi kakek yang baru tiba ini. Kakek ini bentuk
tubuh dan mukanya serupa benar dengan Kwi-bun Lo-mo, akan tetapi mukanya selalu tertawa, matanya
lebar sekali dan rambutnya riap-riapan.
"Tua bangka gila, siapa kau?" Maharya membentak sambil melintangkan senjatanya bulan sabit.
"Ha-ha-ha-ha! Aku siapa dan engkau siapa? Tak tahulah aku perbedaannya, kecuali bahwa engkau
jangkung dan aku pendek, bahwa namamu Maharya dan aku disebut Bu-tek Siauw-jin (Orang Rendah),
tidak seperti kau yang tinggi. Ha-ha-ha!" Kakek itu tertawa-tawa.
Dia adalah orang aneh dari Pulau Neraka yang baru sekarang ini muncul, seperti halnya Cui-beng Koaiong.
Dia adalah sute dari Si Mayat Hidup, dan ji-suheng (kakak seperguruan kedua) dari Kwi-bun Lo-mo
Ngo Bouw Ek. Ilmu kepandaian Bu-tek Siauw-jin ini luar biasa sekali, bahkan twa-suheng-nya sendiri
segan menghadapi sute-nya ini yang biar pun tingkatnya masih kalah sedikit, namun ditutup oleh aneka
macam kepandaian ilmu aneh-aneh yang dimilikinya. Sifatnya seperti Ngo Bouw Ek Si Muka Kuning, akan
tetapi dia jauh lebih lihai!
Kini pasukan pemerintah mulai mengeroyok orang aneh ini, membantu pimpinan mereka yang benar-benar
baru sekali ini menghadapi lawan berat. Biar pun pasukan itu seperti sekumpulan nyamuk melawan api
menghadapi orang-orang aneh Pulau Neraka, namun jumlah mereka yang banyak membuat Cui-beng
Koai-ong dan kedua orang sute-nya kewalahan juga, apa lagi lawan-lawan mereka juga bukanlah orangorang
sembarangan. Cui-beng Koai-ong dikeroyok dua oleh Nirahai dan Bhong Ji Kun, keadaan mereka
seimbang, Ngo Bouw Ek kewalahan melawan Thian Tok Lama yang lebih lihai, sedangkan Bu-tek Siauwjin
mendapat lawan yang tangguh dalam diri Maharya. Kalau mereka masih diganggu oleh ratusan orang
pasukan, tentu saja mereka menjadi repot juga!
"Aihhh, Sucouw mengapa nekat membentur kekuatan yang jauh lebih besar? Sucouw nakal sekali, tidak
menurut omongan teecu!" Tiba-tiba berkelebat bayangan orang dan muncullah seorang pemuda tampan.
Melihat munculnya seorang pemuda tampan yang dengan tenang berjalan menuju ke medan pertandingan
antara orang-orang sakti itu, beberapa orang prajurit segera mengepungnya. Akan tetapi pemuda ini
melangkah terus seolah-olah tidak melihat atau tidak mempedulikan mereka, matanya tetap memandang
ke arah Cui-beng Koai-ong yang sedang repot dikeroyok dua oleh Ketua Thian-liong-pang dan Bhong Ji
Kun.
Menyaksikan sikap yang angkuh ini, para prajurit menjadi marah dan berbareng mereka menerjang maju.
Enam orang banyaknya yang mengepung pemuda itu menggerakkan senjata, menyerangnya dari enam
penjuru.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Singggg... sratttt!" Tampak sinar kilat berkelebat menyilaukan mata dan... enam orang itu dengan
pinggang hampir putus terbabat pedang yang menjadi sinar kilat tadi. Kini tampak pemuda itu dengan mata
masih memandang Cui-beng Koai-ong, memasukkan kembali pedangnya yang bersinar kilat, melanjutkan
langkah seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa. Para prajurit lainnya memandang dengan mata terbelalak
penuh kemarahan akan tetapi juga gentar!
Pada saat itu, terdengar bentakan nyaring Thian Tok Lama dan sekali ini dia berhasil memukul lawannya.
Kwi-bun Lo-mo Ngo Bouw Ek, tokoh Pulau Neraka yang bermuka kuning, yang semenjak tadi memang
sudah terdesak biar pun dia masih tertawa-tawa, sekali ini tidak dapat mengelak atau manangkis, bahkan
tidak sempat menggunakan ilmu memindahkan tenaga, dadanya terpukul Hek-in-hwi-hong-ciang hingga
tubuhnya terpental, bergulingan dan dari mulutnya terpancur darah segar.
"Eh, Sam-te, kau terluka?" Bu-tek Siauw-jin yang melihat ini loncat mendekat, langsung menghampiri dan
tidak mempedulikan lagi Maharya yang mengejarnya.
"Heh-heh-heh, ji-suheng, aku... aku hendak pamit... mendahuluimu..." Kwi-bun Lo-mo terengah-engah,
akan tetapi masih tersenyum lebar.
"Wuuuttt!" Senjata bulan sabit di tangan Maharya menyambar dan cepat sekali Bu-tek Siauw-jin
menggulingkan diri, mengelak lalu melanjutkan pembicaraannya dengan Kwi-bun Lo-mo yang sudah
menggeletak dengan napas empas-empis.
"Wah, kau licik, mau pergi dulu, membiarkan aku Si Tua Bangka melanjutkan hukuman di dunia, ya?"
"Heh-heh, Ji-suheng. Kau... kau pesan apa...?"
"Pesan tempat! Kau pesankan untukku satu tempat yang baik, ya?" Kembali Bu-tek Siauw-jin mengelak
dan balas dengan sodokan tangan ke arah perut Maharya yang membuat Maharya cepat meloncat ke
belakang.
"Di dalam neraka, mana ada tempat yang baik? Heh-heh... akan kupesankan untukmu, Ji-suheng... dekat
aku..., heh-heh-heh..." Dan terputuslah kata-kata kakek muka kuning yang jenaka itu, berbareng dengan
nyawanya yang melayang.
"Aihhhh... Sam-sute, jangan lupa lho...!" Pada saat itu, Maharya sudah menerjang lagi, marah bukan main
melihat betapa lawannya melayaninya sambil omong-omong seenaknya dengan orang lain yang mau mati!
"Siuuuutttt... wessss...!" Senjatanya menyambar dan tiba-tiba tubuh pendek itu lenyap dan ketika ia
berdongak, dari atas menyambar sebuah benda hitam yang segera meledak ketika menyentuh tanah di
dekat Maharya!
Maharya sudah cepat meloncat, akan tetapi betisnya masih terkena api yang panas sekali, membuat dia
makin marah. Akan tetapi, sambil tertawa-tawa Bu-tek Siauw-jin sudah menaburi jenazah Kwi-bun Lo-mo
dengan obat bubuk putih, kemudian meledakkan senjata rahasia dan... jenazah itu terbakar, menyala-nyala
tinggi sehingga terciumlah bau sangit yang memenuhi tempat pertandingan itu.
"Sucouw, mari kita pergi saja!" Pemuda tampan itu kini sudah berada dekat suhu-nya yang masih
dikeroyok dua.
"Aihhhh! Orang baru enak-enak bercanda, kau ganggu saja!" Kakek telanjang itu mengomel.
Akan tetapi pemuda itu yang bukan lain adalah Wan Keng In, putera Majikan Pulau Neraka yang menjadi
muridnya, telah menyambar tangannya kemudian mengajak suhu-nya melompat jauh. Nirahai dan Bhong
Ji Kun hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba pemuda itu melemparkan sesuatu ke atas tanah dan... asap
hitam membubung tinggi, membentuk tirai yang gelap dan mengeluarkan bau yang memuakkan, membuat
Nirahai dan Bhong Ji Kun terpaksa mundur lagi.
"Wah-wah, keringat kalian bau sekali! Aku tidak tahan lagi...!" Tiba-tiba Bu-tek Siauw-jin berkata dan dia
pun meloncat meninggalkan Maharya dan Thian Tok Lama yang sudah mulai mengeroyoknya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dia pun melemparkan benda hitam yang mengeluarkan asap hitam tebal dan sebentar saja menghilang. Di
sepanjang jalan ke arah perginya tiga orang manusia aneh dari Pulau Neraka itu, para prajurit yang
mencoba menghalang roboh terpelanting ke kanan kiri dalam keadaan tidak bernyawa lagi!
Nirahai tertegun, dan diam-diam dia harus mengakui bahwa tokoh-tokoh Pulau Neraka merupakan lawan
berat. Dia kini baru sadar bahwa anak buahnya masih bertanding melawan para prajurit pemerintah,
bahkan kini Thian Tok Lama, Maharya dan Bhong Ji Kun sudah mengurungnya dengan sikap mengancam.
"Bhong-koksu, hentikan pertempuran ini!" katanya kepada Bhong Ji Kun.
"Hemm, Thian-liong-pang sudah berani memberontak, akan kami hancurkan!" jawab Bhong Ji Kun sambil
menyerang, diikuti oleh Maharya dan Thian Tok La-ma.
"Bhong Ji Kun, aku mau bicara, mari ikut ke atas!" Tubuh Nirahai melayang ke atas gubuknya. Bhong Ji
Kun merasa heran dan meloncat pula mengejar.
"Kalian jangan ikut!" Nirahai membentak ke bawah ketika melihat Maharya dan Thian Tok Lama hendak
meloncat naik pula. "Apakah kalian tidak percaya kepadaku?!"
Bhong Ji Kun berkata ke bawah, "Jangan naik, biarkan aku bicara dengan Thian-liong-pangcu!" Ia lalu
mengikuti masuk ke dalam gubuk itu.
Nirahai menghadapi Bhong-koksu, sambil menarik kerudungnya terbuka. "Bhong-koksu lihat siapa aku!"
Bukan main kagetnya Bhong Ji Kun ketika ia melihat wajah yang cantik jelita dan agung berwibawa itu.
Cepat ia menjura sambil berkata, "Kiranya Paduka Puteri Nirahai yang menjadi Ketua Thian-liong-pang."
Nirahai memasangkan kerudungnya kembali. "Jangan beritahukan kepada orang lain. Tahukah engkau
bahwa aku tidak ingin memusuhi pasukan ayahku sendiri? Aku sedang hendak menguasai dunia kang-ouw
agar tidak terjadi lagi pemberontakan! Kau sudah menyaksikan sendiri kelihaian orang-orang Pulau
Neraka, dan tanpa kerja sama mana mungkin kau akan menumpas atau menguasai mereka? Lekas
perintahkan pasukanmu mundur!"
Maharya dan Thian Tok Lama yang menanti di bawah, sudah siap untuk meloncat naik dan membantu
kalau koksu terancam bahaya. Akan tetapi, alangkah heran hati mereka ketika melihat koksu muncul lagi,
lalu berseru dari atas,
"Semua pasukan! Hentikan pertempuran dan mundur!"
Juga Nirahai muncul dan melengking nyaring. "Wi Siang, hentikan pertempuran!"
Teriakan-teriakan ini amat nyaring sehingga terdengar oleh semua orang yang sedang bertanding, dan
seketika kedua belah pihak masing-masing mundur dan menghentikan pertandingan. Milana yang tahu
bahwa ibunya tentu tidak menghendaki pertempuran melawan pasukan Kaisar, kakeknya sendiri, segera
memimpin orang-orangnya mundur dan mengelilingi gubuk. Ada pun Bhong Ji Kun lalu melompat turun
memerintahkan sisa panglima untuk menarik semua pasukan dan dia sendiri memandang ke atas, kepada
wanita berkerudung, menjura dan berkata,
"Thian-liong-pangcu! Thian-liong-pang bukan musuh kami, bukan pula pemberontak, maka kami mohon
diri!"
Nirahai mengangkat tangan melambai dan pergilah pasukan itu membawa yang terluka dan meninggalkan
yang tewas. Nirahai lalu mengajak anak buahnya pergi pula dari tempat itu.
"Kiang-lopek, ke sinilah, kuobati lukamu!" kata Nirahai setelah melompat turun dan melihat betapa lengan
kiri Kiang Bok Sam, seorang tokoh Thian-liong-pang yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa telah
buntung. Raksasa ini dalam pertempuran tadi, menghadapi pula Wan Keng In dan lengan kirinya kena
disambar Lam-mo-kiam sehingga buntung. Namun dia masih terus mengamuk melawan pasukan
pemerintah!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hemm, engkau seorang yang gagah dan setia, Kiang-lopek." Nirahai memuji sambil menaruh bubuk obat
dan membalut lengan yang buntung itu. "Jangan khawatir, buntungnya lengan kirimu tidak akan
mengurangi kegagahanmu. Aku sendiri akan menurunkan ilmu kepadamu."
Maka pergilah rombongan Thian-liong-pang itu, dan setelah tiba di pusat mereka, benar saja Nirahai
mengajarkan ilmu silat tinggi yang membuat Kiang Bok Sam menjadi seorang yang lebih lihai dari pada
sebelum lengannya buntung, bahkan ilmu tongkat dengan satu tangan yang diajarkan Nirahai membuat dia
lebih lihai dari pada Sai-cu Lo-mo sendiri! Mungkin hanya tinggal Tang Wi Siang saja yang masih dapat
menandinginya, dan tentu saja dia masih kalah tingkat kalau dibandingkan dengan Milana.
Padang tandus yang gersang itu kini berubah sunyi mengerikan. Di sekeliling pondok yang tinggi itu
berserakan mayat-mayat manusia, dan tanah yang kering itu kini basah, bukan oleh air, melainkan oleh
darah manusia!
Menjelang senja, tampak seorang penunggang kuda menjalankan kudanya perlahan memasuki padang
tandus itu. Orang ini adalah Gak Bun Beng. Dia terpaksa berdiam di dalam hutan dan bersemedhi,
mengobati luka di dalam dadanya akibat pukulan maut terakhir dari Thai Li Lama. Setelah merasa bahwa
bahaya telah lewat dan dadanya tidak begitu sesak lagi, Bun Beng bangkit.
Hari telah menjadi sore ketika mendadak dia melihat beberapa ekor kuda tanpa penunggang berlari ke
dalam hutan seperti ketakutan. Cepat ia menyambar kendali seekor yang terseret, dan dengan ringan dia
meloncat ke atas punggung kuda itu. Kuda itu meringkik dan berjingkrak ketakutan, akan tetapi setelah
mendapat kenyataan bahwa yang menungganginya tidak mengganggunya, dia menjadi jinak, keempat
kakinya menggigil dan tubuhnya lemas.
"Hemm, agaknya terjadi sesuatu yang hebat di tempat pertemuan di bawah sana. Kuda yang patut
dikasihani, engkau tentu telah menyaksikan hal-hal yang menakutkan. Tenanglah, dan bawa aku turun ke
sana." Dia lalu menunggang kuda itu menuruni lereng gunung, perlahan-lahan karena kudanya sudah lelah
sekali. Beberapa ekor kuda itu adalah kuda tunggangan para panglima yang roboh tewas dan binatangbinatang
itu melarikan diri, naik ke gunung dengan ketakutan.
Dapat dibayangkan betapa ngeri dan kaget hati Bun Beng ketika kudanya membawanya ke tempat bekas
terjadinya pertandingan itu. Di sana-sini berserakan mayat-mayat manusia yang berpakaian seperti orangorang
kang-ouw. Itulah mayat-mayat para mata-mata, yaitu para panglima yang berpakaian sebagai orang
kang-ouw, ada yang putus kepalanya, ada yang mati dalam keadaan tidak terluka sama sekali.
Dan banyak lagi orang-orang berpakaian biasa yang tewas dekat tiang gubuk, akan tetapi lebih banyak lagi
mayat-mayat berpakaian tentara. Tempat itu menjadi tempat pesta burung-burung gagak yang memekik
dan terbang pergi ketika Bun Beng lewat di atas kudanya, akan tetapi mereka turun kembali setelah Bun
Beng lewat, melanjutkan pesta mereka mematuki daging segar dari luka-luka di tubuh mayat-mayat itu
yang masih ada darah segarnya!
Bung Beng menghentikan kudanya, memandang ke sekeliling dan menarik napas panjang. Betapa
mengerikan akibat perbuatan manusia, pikirnya. Setelah memandang mayat-mayat itu, dia terharu, dan
lenyaplah semua rasa benci. Mayat-mayat itu sekarang sama saja, tidak terpisah-pisah oleh golongangolongan
lagi, kesemuanya mendatangkan rasa iba dan haru di hatinya. Mayat-mayat manusia yang mati
secara sia-sia, setelah menjadi mayat pun masih tersia-sia. Haruskah manusia saling bunuh seperti ini?
Kembali dia menarik napas panjang, lalu turun dari atas punggung kuda. Ia memungut sebatang golok
besar, kemudian digalinya lubang-lubang di tempat itu dan dikuburnya mayat-mayat itu. Lima buah mayat
selubang, tanpa membedakan pakaian mereka. Ketika ia melihat setumpuk mayat yang telah menjadi
arang, sebuah mayat yang agaknya terbakar, tanpa mengetahui bahwa itu adalah mayat Kwi-bun Lo-mo
Ngo Bouw Ek, kakek jenaka dari Pulau Neraka yang pernah mengajarnya mengendalikan layang-layang
raksasa sehingga tanpa disengaja menurunkan ilmu memindahkan tenaga kepadanya, Bun Beng
menggeleng-geleng kepala dan tak dapat mengerti mengapa ada yang mati terbakar! Dia lalu mengubur
pula arang bekas mayat itu.
Sampai jauh malam barulah selesai dia menguburkan semua mayat itu, kemudian menunggangi pula
kudanya dan meninggalkan tempat mengerikan itu dengan hati berat dan perasaan muak terhadap ulah
para manusia yang haus darah. Dia mengerti bahwa mereka yang menjadi korban itu hanyalah manusiamanusia
yang diperalat, yang bertempur karena perintah tanpa ada permusuhan pribadi, tanpa alasan,
hanya menurutkan perintah semata. Dan yang memerintahkan tentulah orang-orang yang dibencinya itu,
dunia-kangouw.blogspot.com
Koksu dan kaki tangannya dan... agaknya Ketua Thian-liong-pang juga! Diam-diam dia merasa penasaran
dan kecewa sekali, apa lagi kalau dia teringat kepada Milana. Mengapa gadis seperti itu, puteri Pendekar
Super Sakti, terlahir di tengah-tengah lingkungan yang penuh kekejaman itu? Dia menghela napas dan
menepuk-nepuk punggung kudanya.
"Kuda, engkau hanya binatang, akan tetapi pernahkah terjadi di dunia ini binatang berperang saling bunuhmembunuh
seperti yang dilakukan manusia, makhluk yang merasa diri paling suci itu?"
Kuda itu tentu saja tidak bisa menjawab, akan tetapi tepukan-tepukan penuh perasaan pada punggungnya
membuat dia menggerak-gerakkan ekornya sambil berjalan perlahan meninggalkan tempat itu.....
********************
Kwi Hong dan Phoa Ciok Lin yang hidup bersama sisa anak buah Pulau Es di tepi pantai utara menanti
kedatangan Pendekar Super Sakti sampai beberapa lamanya, namun yang dinanti-nanti tak kunjung
datang. Mereka menjadi prihatin sekali dan untung bagi mereka bahwa pantai yang bertebing tinggi dan di
bawahnya terdapat goa itu merupakan tempat persembunyian yang baik.
Pula di atas tebing terdapat hutan-hutan yang menjamin mereka dengan sayur-sayuran dan buah-buahan,
juga mereka dapat pergi ke dusun-dusun jauh ke daratan untuk mendapatkan segala keperluan hidup
mereka sehari-hari. Untuk keperluan daging mereka tidak kekurangan karena selain mereka bisa mencari
ikan laut, juga di hutan terdapat binatang-binatang hutan yang dapat mereka buru. Phoa Ciok Lin hanya
menyuruh mereka yang dapat dipercaya untuk naik ke daratan mencari kebutuhan mereka dengan pesan
keras agar jangan sampai ada orang tahu tentang keadaan mereka dan jangan sekali-kali menimbulkan
keributan.
Yang paling menderita batinnya adalah Kwi Hong. Dara ini sudah tidak betah lagi tinggal di tempat itu, dan
ingin sekali dia pergi merantau, akan tetapi selalu Phoa Ciok Lin mencegahnya dan mengatakan bahwa
pamannya tentu akan marah kalau dalam keadaan seperti itu pamannya datang sedangkan Kwi Hong tidak
berada di situ.
Untuk melewatkan waktu dan menghibur diri, Kwi Hong menyibukkan diri dengan mencari ikan atau
berburu binatang di dalam hutan-hutan. Pada suatu hari, ketika dia mencari ikan ke pantai yang agak jauh
dari tempat sembunyi mereka, di pantai dangkal, tiba-tiba ia melihat sebuah benda terapung di laut,
terbawa ombak dan minggir. Setelah dekat, tampak olehnya bahwa benda itu adalah sebuah peti persegi
panjang, diikat dengan tali. Sebagian tali terlepas dan terseret peti yang terbawa ombak.
Kwi Hong cepat lari menghampiri ketika peti terbawa sampai ke tepi dan diam-diam merasa heran
mengapa peti yang kelihatan berat itu sampai dapat terbawa ombak kecil ke pantai, seolah-olah ada yang
menggerakkannya. Dia menangkap ujung tali yang terlepas, lalu menarik peti ke darat. Memang cukup
berat dan diam-diam ia menduga-duga benda apakah gerangan yang berada di dalam peti. Agaknya
angkutan sebuah perahu yang terguling atau terjatuh ke laut, kemudian oleh ombak terdorong sampai ke
tepi, pikirnya sambil menarik terus peti itu ke atas pasir sehingga ombak air laut tidak dapat mencapainya.
Dengan hati berdebar, dia membuka tali yang mengikat peti itu, kemudian dibukanya penutup itu. Dengan
pengerahan tenaga, dapat dia memaksa penutup yang tertutup rapat itu.
"Braaaakkkk...!" Tutup peti terbuka dan Kwi Hong cepat menjenguk peti dengan hati yang tidak sabar lagi.
"Haiiiihhhh...!" Dara itu menjerit dan hampir dia pingsan saking kagetnya, otomatis kedua tangannya
meraba sepasang pipinya yang menjadi pucat, matanya terbelalak memandang ke dalam peti.
Biar pun Kwi Hong seorang dara perkasa yang tidak takut menghadapi setan sekali pun, namun sekali ini
dia benar-benar terkejut dan ngeri karena tidak menyangka-nyangka bahwa peti itu terisi sebuah... mayat!
Hati siapa takkan terkejut membuka peti yang dikira berisi barang berharga, ternyata terisi mayat seorang
kakek tua yang pakaiannya masih baru akan tetapi potongannya tidak karuan itu?
"Iihhh... hiihh... hiiihhhh...!" Kwi Hong menjerit lagi dan matanya terbelalak makin lebar, kemudian dia
menggosok-gosok kedua mata dengan tangan seolah-olah tidak percaya akan pandang matanya sendiri.
Mayat itu dapat bergerak! Mula-mula pelupuk mata yang tadinya terpejam itu bergerak-gerak, lalu mata itu
terbuka, kemudian mulut yang tak bergigi itu menyeringai dan tertawa.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Heh-heh-heh-heh!" Kakek yang kurus kering itu melompat keluar dari dalam petinya!
Setelah kini merasa yakin bahwa yang dihadapinya adalah makhluk hidup, bukan mayat yang hidup
kembali, hati Kwi Hong menjadi tenang dan keberaniannya timbul kembali. Ia segera memandang penuh
perhatian dan mendapat kenyataan bahwa biar pun kelihatannya seperti mayat, namun sesungguhnya
yang berdiri di depannya, bertubuh tinggi kurus kering ini adalah seorang kakek yang sangat tua, begitu
tuanya sampai tidak berdaging lagi, mukanya pucat tak berdarah seperti mayat dan matanya mengerikan
karena batas antara manik mata hitam dan putihnya sudah kabur, membuat mata itu seperti berwarna putih
semua.
Kakek tua renta yang seperti mayat hidup ini bukan lain adalah Cui-beng Koai-ong, tokoh utama dan
pertama dari Pulau Neraka yang selama ini menyembunyikan diri saja! Barulah sesudah tanpa disengaja
dia bertemu dengan Wan Keng In dalam persembunyiannya di Pulau Neraka dan dia mengambil pemuda
itu sebagai muridnya, kakek ini mulai mau berkenalan lagi dengan dunia ramai, bahkan dengan dunia
kang-ouw.
Akan tetapi karena sudah puluhan tahun dia mengasingkan diri, mempelajari ilmu yang aneh-aneh,
melakukan tapa dan pantangan yang tidak lumrah, bahkan tempat pertapaan yang paling digemarinya
adalah di dalam peti-peti mati bekas mayat yang sudah tua sekali sehingga dia seolah-olah dalam puluhan
tahun ini tidur bersama kerangka-kerangka manusia, maka sekali keluar di dunia ramai dia membuat geger
dengan kelakuannya yang tidak lumrah manusia!
Dia ternyata amat sayang kepada Wan Keng In sehingga hanya pemuda yang menjadi muridnya itu saja
yang dapat menguasainya dengan bujukan-bujukan bahkan kadang-kadang dengan teguran-teguran
seperti kalau orang menghadapi anak kecil. Ketika mendengar dari muridnya akan pertemuan orang-orang
pandai dari dunia persilatan yang diadakan oleh Thian-liong-pang, kakek ini menyatakan ingin
menghadirinya. Keng In sudah melarang gurunya karena maklum bahwa gurunya tentu akan membikin
kacau, sedangkan dia sendiri masih prihatin memikirkan Pulau Neraka yang dibumi hanguskan oleh
pasukan-pasukan pemerintah.
Akan tetapi kakek itu nekat dan muncul secara tak terduga-duga karena sebelumnya dia sudah
bersembunyi di dalam peti mati di bawah tanah dan begitu dia muncul, benar saja menimbulkan geger!
Anehnya, kakek ini seperti memiliki getaran yang ajaib sehingga secara luar biasa muncul pula dua orang
sute-nya di tempat pertemuan orang kang-ouw itu yang mengakibatkan tewasnya Kwi-bun Lo-mo Ngo
Bouw Ek. Keng In membawa pergi gurunya dan setengah memaksa gurunya untuk mengenakan pakaian
yang telah dibelinya. Kakek itu menurut, tetapi beberapa hari kemudian ia lenyap kembali tanpa pamit!
Demikianlah, secara tak terduga-duga, kakek ajaib itu berada dalam peti yang didaratkan Kwi Hong.
Kiranya kakek ini timbul rindunya untuk mengunjungi Pulau Neraka, agaknya dia lupa akan penuturan
muridnya bahwa Pulau Neraka telah dibumi hanguskan oleh pasukan pemerintah. Akan tetapi, sebelum
tiba di Pulau Neraka kakek itu ketiduran di dalam petinya sehingga peti yang merupakan perahu, dan
tempat tidur itu, terbawa ombak sampai minggir dan secara kebetulan saja dia bertemu dengan Kwi Hong.
"Heh-heh-ha-ha-ha, bocah kurang ajar! Orang sedang enak-enak tidur diganggu! Kau agaknya minta
dihajar!" Cui-beng Koai-ong yang sudah berdiri di depan Kwi Hong menegur dan biar pun dari
kerongkongannya terdengar suara kekeh seperti orang tertawa, akan tetapi mulutnya yang tak bergigi lagi
itu cemberut, dan kedua kakinya bergantian dibanting-banting ke atas pasir seperti seorang anak kecil
kalau marah dan kecewa.
Kwi Hong adalah seorang dara yang berhati keras, akan tetapi menyaksikan keadaan kakek yang seperti
anak-anak ini, yang amat aneh dan yang dapat ia duga tentu bukan orang sembarangan, segera menjura
dengan sikap hormat dan berkata,
"Mohon maaf sebanyaknya, Locianpwe. Karena tidak tahu maka tanpa sengaja saya berani mengganggu,
tidak mengira bahwa Locianpwe yang berada dalam peti itu..."
"Hayo berlutut dan mengaku kakekmu sebagai Sucouw (Kakek Guru Besar), baru aku mau
mengampunimu!" Dahulu ketika pertama kali berjumpa dengan Wan Keng In, kakek itu juga berkata
demikian dan Keng In menuruti kemauannya, maka pemuda itu lalu diambil murid dan diajari ilmu-ilmu
yang amat luar biasa.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akan tetapi Kwi Hong adalah seorang gadis yang keras hati. Sebagai keponakan dan juga murid Pendekar
Siluman yang terkenal tentu saja dia tidak sudi mengaku kakek itu sebagai sucouw, karena hal itu sama
saja mengakui kakek ini sebagai kakek guru dari pamannya! Kalau dia melakukan ini, berarti sebuah
penghinaan telah dilontarkan kepada nama besar Pendekar Super Sakti.
"Locianpwe," jawabnya dengan suara dingin, "saya telah melakukan kesalahan yang tidak saya sengaja
dan untuk itu telah mohon maaf kepadamu. Harap Locianpwe tidak menuntut yang terlalu berat. Locianpwe
bukan sucouw saya, tidak mungkin saya mau mengakui Locianpwe sebagai Sucouw. Sudahlah, saya
mempunyai banyak pekerjaan!" Setelah berkata demikian, Kwi Hong membalikkan tubuhnya dan
melangkah pergi meninggalkan kakek yang menimbulkan rasa ngeri di hatinya itu.
"Heeiiiihh! Berhenti! Jangan harap kau bisa pergi sebelum berlutut dan mengakui aku sebagai Sucouw!"
Kwi Hong terkejut bukan main. Dia sedang melangkah cepat, akan tetapi baru lima enam langkah, setelah
meninggalkan kakek itu kurang lebih empat meter jauhnya, tiba-tiba tubuhnya terhenti dan kakinya tak
dapat digerakkan ke depan, seolah-olah ada tenaga mukjizat menahannya dari depan, atau lebih tepat lagi,
tenaga mukjizat itu menyedot dan menahannya dari belakang!
Dia menjadi penasaran, dikerahkannya sinkang-nya dan dia memaksa diri melangkah ke depan. Kakinya
dapat digerakkan, namun langkahnya tetap di tempat, sama sekali tidak dapat maju sejengkal pun!
"Heh-heh-heh-heh, anak nakal! Mana bisa kau pergi begitu saja sebelum memehuhi permintaanku? Hayo
kembali ke sini!"
Makin kagetlah Kwi Hong ketika tubuhnya tertarik ke belakang oleh tenaga yang amat dahsyat, yang
membuat dia ketika bertahan hampir terjengkang. Cepat ia membalikkan tubuhnya dan melihat betapa
kakek itu hanya melambaikan tangan kiri, dari mana menyambar tenaga dahsyat yang menariknya.
Maklumlah dia bahwa dia berhadapan dengan orang yang memiliki ilmu kepandaian luar biasa dan yang
tidak berniat baik terhadap dirinya.
Dia merasa menyesal sekali mengapa dia meninggalkan Li-mo-kiam, karena untuk menghadapi lawan
yang begini pandai, dia harus melawan dengan mati-matian, dan kalau pedang pusaka itu berada di
tangannya, tentu dia akan dapat melawan lebih baik. Betapa pun juga, melihat betapa kakek itu
menyeringai mengerikan dan tubuhnya seperti terbetot ke depan, Kwi Hong membentak marah,
"Kiranya engkau iblis yang jahat!" Dia lalu meloncat ke depan dan memukul dengan tenaga Swat-im Sinciang,
yaitu tenaga inti es yang merupakan pukulan paling ampuh dari gadis perkasa ini.
"Cieeettt... bukkk...!" Tubuh kakek itu terpental bergulingan dan dia bangkit lagi sambil menggigil.
"Ihhh, dingin...! Eh, apakah kau dari Pulau Es?" tanyanya.
Kwi Hong terbelalak. Pukulannya yang mengenai dada tadi hebat sekali, dia telah mengerahkan seluruh
tenaga sinkang-nya. Namun kakek itu hanya terpental, dan cepat dapat bangkit lagi sambil sedikit
menggigil kedinginan, bahkan dari suaranya dapat ia ketahui bahwa kakek itu sama sekali tidak terluka!
Mendengar pertanyaan itu, Kwi Hong menjawab cepat untuk membikin kakek yang lihai luar biasa itu
menjadi takut.
"Benar! Aku adalah keponakan dan murid dari Pendekar Super Sakti, Majikan Pulau Es. Harap Locianpwe
jangan mengganggu aku dan suka pergi, agar jangan membikin marah Pamanku!"
Kakek itu tertawa lebar dan Kwi Hong merasa makin ngeri. Kakek itu tertawa seperti mayat tertawa. Hanya
mulutnya saja yang terbuka dan menyeringai sehingga dari kerongkongannya keluar suara terkekeh,
namun biji matanya yang putih, wajahnya, sama sekali tidak ikut tertawa!
"Heh-heh-hah-hah-hah! Jadi engkau murid Pendekar Siluman? Kebetulan sekali. Telah lama aku rindu
untuk mengadu ilmu dengan Pendekar Siluman, sekarang bertemu dengan muridnya, dapat kuukur sampai
di mana kehebatannya!" setelah berkata demikian kakek itu menyerang!
Serangannya amat luar biasa, tubuhnya mengkerut pendek, kemudian tiba-tiba mencelat ke arah Kwi
Hong. Kaki tangannya bergerak kacau, akan tetapi tahu-tahu kedua tangan yang jari-jarinya kurus seperti
kerangka itu mengirim lima kali totokan secara bertubi-tubi. Gerakan ini mengingatkan Kwi Hong akan
dunia-kangouw.blogspot.com
gerakan binatang kuda laut yang meloncat, atau semacam ulat yang kalau hendak meloncat selalu
menekuk dan mengerutkan tubuhnya, baru tiba-tiba mencelat ke depan. Cepat ia menggerakkan tubuhnya
mengelak, lima kali berturut-turut akan tetapi yang terakhir betapa pun cepat gerakannya, tetap saja
pundaknya tertotok dan tubuhnya menjadi lemas dan lumpuh.
"Heh-heh-heh-heh! Tidak seberapa!" Kakek yang mengerikan itu terkekeh, tangannya bergerak lagi ke
arah pundak dan totokannya buyar.
Lalu Kwi Hong meloncat bangun lagi! Ngeri hati dara ini, karena maklum bahwa kakek itu sengaja
mempermainkannya, setelah berhasil menotoknya lalu membebaskan totokan itu agar dia dapat melawan
lagi. Perasaan ngeri ini sama sekali bukan berarti dia takut, malah sebaliknya. Dia menjadi penasaran dan
biar pun maklum bahwa kakek itu sakti sekali, namun dia mengambil keputusan untuk melawan matimatian.
Maka ia cepat membalas dengan serangan cepat, mengunakan ilmu silat yang ia pelajari dari
pamannya, semacam ilmu silat yang memiliki dasar ilmu Soan-hong-lui-kun. Akan tetapi tentu saja tidak
seperti Soan-hong-lui-kun yang asli karena ilmu mukjizat itu hanya dapat dilatih secara sempurna oleh
seorang yang kakinya tinggal sebuah.
Pendekar Super Sakti telah mencipta sebuah ilmu silat yang dasarnya memakai ilmu itu, akan tetapi
gerakan kakinya tentu saja disesuaikan dengan orang yang berkaki dua. Namun ilmu ini cukup hebat,
tubuh Kwi Hong mencelat ke sana ke mari dan pukulan kedua tangannya menggunakan Hwi-yang Sinciang
yang panas, sedangkan kadang-kadang dirubah dengan Swat-im Sin-ciang yang dingin.
"Hebat... hebat... eh, ilmu apakah ini?" Kakek itu terkekeh-kekeh, mengelak ke sana ke mari dan kadangkadang
memberi komentar ketika menangkis pukulan-pukulan itu, "Eh, panas... Hwi-yang Sin-ciang, ya?
Aduhhh, dinginnya, inilah Swat-im Sin-ciang! Ha-ha-ha, akan tetapi bukan apa-apa bagiku!"
"Plak! Plak!"
Ketika Kwi Hong memukul dengan kedua tangannya berturut-turut selagi tubuhnya mencelat ke atas,
menukik dan mengirim pukulan Yang-kang dan Im-kang dengan kedua tangan mengarah ubun-ubun
kepala kakek itu, Cui-beng Koai-ong menerima pukulan itu dengan kedua telapak tangannya dan... Kwi
Hong merasa betapa kedua telapak tangannya melekat kepada kedua tangan kakek itu, tak dapat terlepas
lagi seperti tersedot oleh hawa yang mukjizat. Tubuhnya masih berada di udara, kedua kaki ke atas dan
kedua tangannya tersangga oleh kedua tangan Si Kakek sehingga kelihatannya dua orang itu sedang main
akrobat!
"Heh-heh-heh!" Kakek itu tertawa dan sekali dia dorongkan kedua tangannya, tubuh Kwi Hong terlempar
jauh ke atas dan ke belakang.
Untung bahwa dara ini memiliki ginkang yang sudah cukup tinggi sehingga dia dapat berjungkir balik dan
jatuh ke atas tanah dengan kedua kaki yang ditekuk lututnya terlebih dulu, tidak sampai terbanting. Kwi
Hong melongo dan dia maklum bahwa kalau dilanjutkan, dia akan celaka. Lebih baik lari mengambil
pedang Li-mo-kiam lebih dulu, atau minta bantuan bibinya, Phoa Ciok Lin. Kalau dia menggunakan pedang
itu dan dibantu bibinya, tentu akan dapat merobohkan kakek sakti ini. Maka dia lalu membalikkan tubuhnya
dan lari!
"Eiiiiiittt! Baru enak-enaknya bertanding mau pergi ke mana?"
Kembali Kwi Hong terkejut karena seperti tadi, tubuhnya tidak dapat maju biar pun kedua kakinya tetap
bergerak lari. Dia hanya lari di tempat, padahal jarak antara dia dan kakek itu ada tujuh meter jauhnya!
Bulu tengkuknya berdiri, ini tidak lumrah, pikirnya. Bukan kepandaian manusia!
Tiba-tiba terdengar pekik burung di udara. Kwi Hong menengok dan diam-diam mengeluh. Celaka, burung
rajawali dari Pulau Neraka. Kalau bocah bengal dari Pulau Neraka yang datang, dia lebih celaka lagi!
Dikerahkannya tenaga sinkang-nya, namun tetap saja tubuhnya tak dapat maju dan kakek itu terkekehkekeh
sangat girang karena dapat mempermainkan dara itu.
Burung rajawali menyambar turun dan tiba-tiba dari atas punggungnya meloncat turun seorang laki-laki
berkaki buntung sebelah. Pendekar Super Sakti Suma Han! Begitu meloncat turun, Suma Han
menggerakkan tangan kanannya didorongkan ke depan di antara keponakannya dan kakek itu. Serangkum
tenaga dahsyat menyambar, dan ‘terputuslah’ tenaga kakek yang menyedot tubuh Kwi Hong. Akibatnya,
Kwi Hong yang mengerahkan tenaga lari ke depan itu, terdorong ke depan dan nyaris hidungnya yang kecil
dunia-kangouw.blogspot.com
mancung itu mencium tanah kalau saja dia tidak cepat menekuk leher dan membiarkan bahunya yang
terbanting, lalu bergulingan dan hanya pakaiannya saja yang kotor, akan tetapi kulit tubuhnya tidak sampai
terluka.
Ia meloncat bangun dan betapa girangnya ketika ia melihat pamannya telah berada di situ. Dengan heran
Kwi Hong menoleh ke arah burung rajawali yang kini bertengger di batu karang dan terlihat tenang-tenang
saja. Pamannyalah yang datang menunggang rajawali. Sungguh aneh!
Suma Han berdiri dengan kaki tunggalnya, bersandar tongkat dan memandang kakek kurus itu dengan
sinar mata tajam dan dia berkerut. Kakek itu pun memandang dan agaknya dia lupa akan kebiasaannya
terkekeh, karena kini dia melongo dan meneliti Suma Han dari kakinya yang tinggal sebelah sampai ke
rambut kepalanya yang putih berkilau seperti benang-benang perak itu.
"Kau... kau... Pendekar Siluman, Tocu dari Pulau Es...?" Kakek itu bertanya, suaranya agak gemetar!
Suma Han mengangguk, masih tidak menjawab, hanya sedang meneliti kakek di depannya. Dia tidak
mengenal kakek itu, akan tetapi yang membuat dia heran adalah muka yang pucat tak berdarah, dan sukar
sekali menaksir usia kakek ini, tentu lebih dari seratus tahun! Juga kulit pembungkus tulang tanpa daging
itu kelihatan kebiruan, dan dia maklum bahwa orang ini memiliki kekebalan yang tidak lumrah dimiliki
manusia, maka dia bersikap hati-hati. Betapa herannya ketika dia menjawab dengan anggukan kepala,
tiba-tiba kakek itu menjatuhkan diri berlutut!
"Sebelumnya hamba, Cui-beng Koai-ong mohon maaf sebanyaknya kepada Tocu Pulau Es bahwa hamba
seorang buangan berani bersikap kasar terhadap pemilik Pulau Es!"
Suma Han mengerutkan alisnya yang masih hitam, berbeda dengan rambut kepalanya, kemudian
terdengar dia bertanya dengan suara halus dan hormat,
"Locianpwe siapakah? Dan mengapa minta maaf kepadaku?"
Tiba-tiba kakek itu bangkit berdiri, tertawa dan berkata, "Aku sudah memenuhi sumpah dan kewajiban,
sebagai orang buangan dari Pulau Neraka telah minta maaf. Sekarang, karena kita bertemu bukan di Pulau
Es, tingkat kita menjadi sama-sama orang pelarian, ha-ha-ha!"
"Locianpwe dari Pulau Neraka?" Suma Han teringat akan Lulu dan kembali diam-diam dia merasa heran
sekali. "Masih ada hubungan apakah dengan Ketua Pulau Neraka?"
"Ketua Pulau Neraka? Wanita itu? Heh-heh, dia hanya Ketua palsu, Ketua boneka, ha-ha-ha! Kamilah yang
sebetulnya menjadi pimpinan Pulau Neraka! Kami berdua, aku Cui-beng Koai-ong dan Sute-ku Bu-tek
Siauw-jin Si Gila Otak Miring itu! Wanita itu bisa apa? Kalau aku menghendaki, mana bisa dia menjadi
Ketua Pulau Neraka?"
Suma Han makin terheran-heran dan diam-diam mengkhawatirkan keadaan Lulu. "Mengapa Locianpwe
membiarkan dia menjadi Ketua?"
"Engkau tertarik sekali kepadanya, bukan? Heh-heh, Pendekar Siluman, karena dia itu adik angkatmu,
karena dia mendendam kepadamu, maka kami biarkan saja! Kami senenek moyang kami telah disumpah
untuk menjadi orang buangan dari Pulau Es, tidak diperbolehkan menginjakkan kaki ke Pulau Es! Betapa
pun inginku menandingi yang menjadi Ketua Pulau Es, kalau aku tidak boleh datang ke sana, bagaimana
mungkin? Maka kubiarkan wanita Adik Angkatmu itu menjadi Ketua, karena dialah merupakan umpan agar
aku dapat berhadapan denganmu di luar Pulau Es. Sayang, ketika kau berani datang ke Pulau Neraka, aku
dan Sute-ku sedang pergi merantau. Akan tetapi, sekarang Pulau Es telah menjadi abu, juga Pulau
Neraka, kita sama-sama tidak berpulau, sama-sama menjadi pelarian dan kebetulan kita saling jumpa di
sini. Pendekar Siluman, hayo kita mengadu ilmu di sini! Biarlah dendam Pulau Neraka yang sudah ratusan
tahun itu kita selesaikan di sini, kau sebagai Tocu Pulau Es harus membayarnya!"
"Nanti dulu, Locianpwe! Setelah kini Pulau Neraka dibumi hanguskan oleh pasukan pemerintah, lalu
bagaimana dengan kedudukan Ketua Pulau Neraka?" Suma Han masih khawatir akan nasib Lulu yang
dicintanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Dia? Heh-heh, biarlah menjadi Ketua orang-orang pelarian itu. Tadinya akan kubunuh dia, akan tetapi
mengingat bahwa puteranya menjadi muridku, maka... eh, sudahlah, banyak ngobrol. Hayo kau kalahkan
aku!"
Berkata demikian, kakek itu sudah menerjang maju dengan gerakan aneh tetapi ganas dan dahsyat sekali
ke depan. Suma Han lantas mencelat ke atas menghindar dan batu karang pecah berhamburan terkena
hantaman kakek itu, debu mengebul menandakan betapa hebatnya pukulan tadi.
"Kwi Hong, pergilah, tempat ini berbahaya untukmu!" Suma Han berkata ketika melihat keponakan dan
muridnya itu tampak maju untuk membantunya.
Mendengar kata-kata yang nyaring ini, Kwi Hong menghentikan niatnya dan matanya terbelalak
menyaksikan pamannya yang sudah bertanding dengan kakek itu. Matanya menjadi silau dan pandang
matanya kabur menyaksikan gerakan pamannya yang telah mainkan Soan-hong-lui-kun untuk menghadapi
lawan yang amat tangguh itu. Dia harus membantu, akan tetapi benar kata pamannya, dia membantu
hanya akan mengantar nyawa saja, dan sama sekali tidak akan menguntungkan pamannya.
Li-mo-kiam, sebuah di antara Sepasang Pedang Iblis itu! Teringat ini, Kwi Hong lalu meninggalkan tempat
itu, berlari cepat sekali. Melihat ini, Suma Han menjadi agak lega hatinya. Lawannya ini berbahaya sekali,
biarlah andai kata dia sendiri yang menjadi korban. Namun, dia kecewa juga melihat betapa keponakannya
itu lari seperti orang ketakutan setengah mati dan tidak mengira bahwa keponakannya ternyata bernyali
demikian kecil.
"Desssss!" Dua telapak tangan saling bertemu bagaikan dua sinar kilat bertumbukan ketika Suma Han
menangkis pukulan maut kakek itu. Akibatnya, keduanya terdorong mundur sampai lima langkah.
"Heh-heh-heh, kau boleh juga! Akan tetapi masih jauh kalau dibandingkan dengan kesaktian Bu Kek
Siansu. Aku masih sanggup menandingimu, ha-ha-ha!" Kakek itu tertawa dan siap menerjang lagi.
"Locianpwe, dengarlah dulu. Aku Suma Han biar pun tinggal di Pulau Es dan menjadi pemimpin di sana,
namun belum pernah aku memusuhi Pulau Neraka. Aku bukanlah keturunan raja yang dahulu berkuasa di
Pulau Es, dan aku tidak pernah membuang orang ke Pulau Neraka. Bukan sekali-kali karena aku takut
menghadapimu, Cui-beng Koai-ong, akan tetapi perlu apa kita bertanding mati-matian sedangkan kita
mengalami nasib yang sama? Pulau kita dibakar pasukan pemerintah tanpa dosa, apakah kita harus saling
gempur sendiri?"
"Cukup banyak bicara! Dendam Pulau Neraka yang turun-temurun harus dilunasi sekarang juga!" Kakek itu
membentak dan tiba-tiba tubuhnya meluncur ke depan seperti terbang, atau seperti sebatang tombak
dilontarkan menuju ke tubuh Suma Han.
Pendekar ini terkejut dan kagum, cepat kaki tunggalnya menjejak tanah dan tubuhnya sudah mencelat ke
atas mengelak. Kakek itu menahan luncurannya, akan tetapi kedua tangannya ketika meluncur tadi sudah
mengirim pukulan dahsyat yang tidak dapat ditariknya kembali, dan terus hawa pukulan itu menghantam
jauh ke depan.
"Brakkkkkk!" Batu karang di mana burung rajawali bertengger itu hancur. Burung itu terbang dan memekik
ketakutan, kemudian hinggap di atas batu karang yang lebih tinggi lagi, matanya jelalatan memandang ke
bawah dengan ketakutan.
"Bukan main," Suma Han diam-diam memuji. "Kakek ini memiliki kepandaian yang amat tinggi."
Ketika dia turun, kembali kakek itu menyerang, akan tetapi secepat burung terbang, Ilmu Soan-hong-luikun
membuat tubuh Suma Han terus mencelat ke sana ke mari, seolah-olah seekor kumbang yang
beterbangan di atas setangkai bunga, berkelebatan mengelak dan dari atas membalas dengan pukulanpukulan
yang tidak kalah ampuh dan dahsyatnya sehingga berkali-kali kakek itu mengeluarkan seruan
memuji.
"Bukkk!" Sebuah tamparan tangan kiri Suma Han mengenai pundak kakek itu, namun dia hanya tergetar
saja dan terhuyung, sama sekali tidak terluka, padahal tamparan Pendekar Super Sakti itu cukup kuat
untuk menumbangkan sebatang pohon yang besarnya setubuh manusia!
dunia-kangouw.blogspot.com
Suma Han makin kagum. Dalam hal kecepatan, jelas dia menang karena dengan ilmunya Soan-hong-luikun,
kiranya tidak akan ada yang dapat menandinginya dalam hal kecepatan, juga dalam hal tenaga
sinkang, keadaan mereka berimbang dan hal ini dapat diketahuinya ketika mereka tadi mengadu tenaga
dan saling terpental ke belakang. Akan tetapi kakek ini memiliki kekebalan tubuh yang hebat, dalam hal
inilah dia kalah. Kalau dia yang terkena pukulan oleh tangan sakti kakek itu, tentu dia takkan dapat
bertahan seperti yang dibuktikan oleh kakek itu. Maka dia berlaku hati-hati sekali dan kini dia tidak hanya
menyerang dengan tangan, melainkan totokan-totokan dengan ujung tongkatnya.
Setelah pertandingan yang luar biasa itu berlangsung seratus jurus lebih, dalam sebuah serangan kilat dari
atas, ujung tongkat Suma Han berhasil menotok kepala kakek itu. Tadinya dia maksudkan menotok
tengkuk, akan tetapi gerakan mengelak kakek itu membuat tongkatnya mengenai kepala dan diam-diam
Suma Han menyesal karena sesungguhnya dia tidak bermaksud membunuh kakek yang sama sekali
bukan musuhnya ini.
"Trakkk!"
Rasa menyesal terganti kekaguman dan keheranan ketika kakek itu yang jelas tertusuk tongkat kepalanya,
hanya menjadi miring saja tubuhnya, akan tetapi sama sekali tidak terluka! Bukan main! Kalau
kekebalannya itu sudah menjalar sampai ke kepala, tidak tahu lagi Suma Han bagaimana dia harus
mengalahkan kakek ini. Satu-satunya jalan baginya hanyalah mengerahkan serangan-serangannya pada
kedua mata kakek itu. Dan dugaannya benar karena kakek itu sama sekali tidak mau terserang matanya
yang selalu terlindung oleh kedua tangannya sehingga setiap serangan pukulan mau pun tusukan tongkat
ke arah mata selalu dapat ditangkis dengan lengan tangannya yang biar pun hanya tulang terbungkus kulit,
namun amat kuat dan kebal itu.
Diam-diam Suma Han menghela napas dan merasa repot sekali. Betapa mungkin dia akan dapat menang?
Tubuh lawan tak dapat dia lukai, sedangkan dia selalu harus mengelak dan menangkis karena sekali saja
dia terkena pukulan-pukulan yang amat dahsyat itu, sedikitnya dia tentu akan menderita luka di dalam
tubuh. Dan berapa lama dia akan dapat bertahan kalau begini?
Di lain pihak, Cui-beng Koai-ong juga merasa kagum bukan main. Ilmu silat yang dimainkan oleh Pendekar
Siluman itu benar-benar tak dikenalnya dan amat cepatnya, mengingatkan ia akan dongeng tentang Kauw
Cee Thian atau Sun-go-kong, tokoh siluman atau raja kera yang terdapat dalam dongeng See-yu-ki yang
dapat mencelat-celat dari bukit ke bukit dengan kecepatan laksana kilat. Dia memutar otaknya karena
kecepatan di udara yang digerakkan tubuh lawannya itu tidak memungkinkan dia untuk menyerang dengan
tepat.
Tiba-tiba Suma Han meloncat jauh ke belakang dan duduk bersila dengan sebelah kakinya, kedua
lengannya bersedekap dan tongkatnya dikempit. Tiba-tiba dari ubun-ubun kepala Pendekar Siluman itu
keluar bayangan Suma Han yang memegang tongkat dan bergerak-gerak hendak melawan kakek itu.
Sejenak kakek itu melongo, kemudian terkekeh-kekeh dan tanpa mempedulikan bayangan itu, dia
menubruk tubuh Suma Han yang masih bersila.
"Aihhhh!" Suma Han mencelat ketika mengelak. Celaka, agaknya kakek ini juga kebal terhadap kekuatan
mukjizat! Dia mencoba lagi, mengerahkan pandang matanya dan membentak,
"Cui-beng Koai-ong, robohlah!" dengan tongkatnya ia menuding dan baik dalam sinar mata, mau pun
dalam suara dan gerakan tangannya itu terkandung hawa mukjizat yang amat berpengaruh.
"Heh-heh-heh, nanti dulu. Aku belum kalah mana mau roboh?" jawab kakek itu dan menyerang terus.
Suma Han benar-benar kewalahan. Jelas bahwa tenaga mukjizat dalam dirinya tidak mempan melawan
kakek yang sudah puluhan tahun sering kali bertapa di antara mayat-mayat dan kerangka-kerangka
manusia itu, sehingga dia telah memiliki kekebalan terhadap segala pengaruh batin dan ilmu sihir.
Pertandingan dilanjutkan dengan mati-matian. Kedua pihak mengeluarkan ilmu-ilmunya yang tinggi
sehingga debu dan pasir mengebul berhamburan, batu-batu karang yang berdekatan pecah berantakan
dan pohon-pohon di sekitar tempat itu tumbang, mengeluarkan suara keras. Kalau dilihat dari jauh,
pantasnya ada dua ekor gajah yang mengamuk dan saling serang itu, bukan seorang kakek yang seperti
mayat hidup dan seorang yang sebelah kakinya buntung.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Heh-heh, aku tahu bagaimana harus menghadapi ilmumu yang aneh!" Tiba-tiba kakek itu berkata dan...
dia melempar tubuh ke belakang, kakinya mencelat ke depan dan menendang bergantian ke arah muka
dan pusar Suma Han. Pendekar ini terkejut sekali, merendahkan tubuh mengelak tendangan ke mukanya
dan menangkis dengan tangan kirinya ke arah kaki yang menendang pusar.
"Desss!" Tubuh kakek itu terpelanting dan dia bergulingan sambil menyeringai, akan tetapi ia segera
bergulingan dan rebah terlentang!
Suma Han menjadi girang karena maklum bahwa dia menemukan titik kelemahan kakek aneh itu, yaitu
pada telapak kakinya. Buktinya, kalau bagian tubuh lain amat kebal, telapak kaki itu ketika bertemu dengan
tangannya, Si Kakek merasa nyeri. Hal ini membuktikan bahwa telapak kakek itu tidaklah sekuat bagian
tubuh yang lain. Dia sudah mencelat ke atas dan melihat kakek itu rebah terlentang, dia segera meluncur
turun dan menyerang dari atas. Akan tetapi, tiba-tiba kakek itu menggerakkan kedua tangannya
mendorong ke atas.
"Wusss... bukkk!" Tubuh Suma Han terlempar dan terpelanting, jatuh ke atas tanah, akan tetapi dia dapat
cepat meloncat lagi. Dia kaget bukan main akan ilmu kakek yang aneh ini. Kiranya dengan tubuh terlentang
itu, pukulan Si Kakek menjadi berlipat ganda kuatnya, seolah-olah kakek itu telah mempergunakan daya
tahan bumi!
Dan kakek itu tertawa girang, tetap terlentang. "Nah, pergunakan ilmumu Sun-go-kong berloncatan itu
sekarang!"
Suma Han maklum bahwa kakek yang seperti iblis itu ternyata cerdik sekali. Kelihaian Soan-hong-lui-kun
adalah mengandalkan kecepatan gerak kaki tunggal yang memantul menurut keseimbangan tubuh yang
berkaki satu, dan dengan kecepatan itu membuat bingung lawan sehingga dapat mengirim serangan tibatiba
dari samping, depan atau belakang lawan. Kini kakek itu hanya rebah terlentang, tentu saja tubuh
bagian belakang terlindung tanah, juga sukar menyerang dari kanan kiri. Satu-satunya tempat untuk
diserang hanyalah depan dan yang depan ini terlindung oleh kedua tangan kakek yang mempunyai
kekuatan lipat ganda setelah rebah terlentang itu. Benar-benar sukar mengalahkan kakek ini.
Namun Suma Han yang juga merasa penasaran, masih terus menyerang dengan tongkat dan tangan
kirinya yang kesemuanya dapat ditangkis oleh kakek itu sambil ‘tiduran’ seenaknya! Kalau Suma Han
berhenti menyerang dan turun berdiri ke atas tanah, tiba-tiba saja tubuh yang terlentang itu meluncur dan
menyerangnya dengan dahsyat, bagaikan tombak besar dilontarkan kepadanya! Dan kalau dia
menggunakan Soan-hong-lui-kun, kembali kakek itu rebah terlentang!
Dua ratus jurus lewat dan pertandingan antara dua manusia sakti dan aneh itu masih berlangsung seru,
belum ada yang kalah atau menang, bahkan belum ada yang terdesak. Baru sekali ini selama hidupnya
Suma Han bertemu dengan lawan yang begini lihai, yang kesaktiannya mengatasi semua lawan sakti yang
pernah dilawannya.
"Heh-heh-heh, kau memang hebat, Pendekar Siluman. Akan tetapi coba sekarang kau terima ini!" Kakek
yang masih terlentang itu tiba-tiba mengeluarkan pekik dahsyat yang mendirikan bulu roma, tidak seperti
manusia lagi dan tubuhnya sudah mencelat dan menubruk ke arah Suma Han dengan kedua tangan
terpentang. Dari kedua tangan itu menyambar hawa yang berputar-putar seperti angin puyuh.
Suma Han maklum bahwa kalau dia mengelak, ada bahayanya dia terkena sambaran angin pukulan itu.
Jalan satu-satunya yang paling aman adalah menyambut pukulan itu, mengadu sinkang, keras lawan
keras. Apa lagi dia memang sudah bosan untuk terus bermain kucing-kucingan dengan kakek ini, maka
jalan satu-satu-nya untuk menentukan kemenangan hanyalah mengadu tenaga sinkang yang ia percaya
tidak akan kalah mengingat bahwa dia telah berlatih sampai matang di Pulau Es.
Suma Han menancapkan tongkatnya di atas tanah lalu menggunakan kedua tangan menerima dorongan
kakek itu.
"Jieeetttt!"
Dua pasang tangan bertemu, melekat dan keduanya kini berdiri membungkuk, saling mengerahkan
sinkang yang mengalir penuh melalui kedua pasang tangan mereka. Pertandingan mati-matian terjadi
karena kini tidak ada lagi istilah mengelak. Yang ada hanya saling menekan dan mendorong, dan siapa
kalah kuat tentu akan binasa!
dunia-kangouw.blogspot.com
Kedua orang itu kalau dilihat sungguh tidak seperti orang sedang mengadu nyawa, lebih mirip dua orang
kanak-kanak yang sedang bermain-main. Keduanya berdiri tanpa bergerak, tampaknya tidak mengerahkan
tenaga sama sekali. Akan tetapi kalau orang melihat kedua kaki Si Kakek dan kaki tunggal Pendekar Super
Sakti, orang akan terkejut melihat kaki mereka itu amblas ke dalam tanah sampai selutut! Lebih dari
setengah jam mereka mengadu sinkang ini. Dari ubun-ubun kepala Suma Han keluar uap putih, sedangkan
dari kepala botak kakek itu mengepul uap kehitaman. Muka kedua orang sakti itu penuh keringat yang
besar-besar dan mata mereka saling pandang tanpa berkedip.
Pada saat itu tampak bayangan berkelebat dan Kwi Hong telah datang dengan pedang di tangan kanan,
pedang yang mengeluarkan sinar kilat. Li-mo-kiam sebatang dari Sepasang Pedang Iblis! Tanpa banyak
cakap lagi, Kwi Hong yang melihat betapa pamannya mengadu sinkang dan berada dalam keadaan yang
amat berbahaya, lalu menerjang maju dan menggerakkan pedangnya menusuk ke arah mata kakek itu.
Cui-beng Koai-ong terkejut sekali. Melihat sinar pedang yang seperti kilat yang mendatangkan hawa yang
mukjizat itu, tahulah dia bahwa pedang itu merupakan pusaka yang amat ampuh. Dia mengeluarkan pekik
mengerikan, dari mulutnya menyembur darah merah ke arah muka Suma Han. Pendekar sakti ini kaget,
cepat dia pun mengerahkan tenaganya sekuatnya mendorong, membarengi gerakan kakek itu yang juga
mendorong dan keduanya terpental ke belakang, sedangkan pedangnya tidak mengenai sasaran.
Melihat pamannya terpental dan terhuyung, juga kakek itu terhuyung, Kwi Hong cepat menerjang lagi, yang
diarah adalah sepasang mata kakek itu. Sekali ini, Cui-beng Koai-ong tidak berani menangkis, hanya cepat
mengelak dan tangannya meluncur ke depan, hendak merampas pedang sedangkan tangan kanannya
mencengkeram kepala Kwi Hong.
Dara itu terkejut sekali, menarik kembali pedangnya karena khawatir terampas sambil melempar tubuh ke
belakang, namun tetap saja pundaknya tersentuh jari tangan kakek itu dan ia terpelanting, merasa betapa
seluruh pundak kirinya seperti lumpuh!
"Heh-heh-heh, pedang setan, seperti milik muridku. Serahkan padaku!"
Kakek ini menubruk lagi dan Kwi Hong segera terdesak hebat memutar pedang melindungi tubuhnya.
Untung ia melakukan hal ini karena kalau hanya mengelak, tentu dia akan celaka. Kecepatannya masih
kalah jauh, tidak dapat mengelak hawa sinkang kakek yang luar biasa itu. Akan tetapi begitu ia memutar
pedang, membuat pedang itu membentuk gulungan sinar yang merupakan perisai bagi tubuhnya, kakek itu
tidak berani menyerangnya.
Suma Han sudah bangkit berdiri, akan tetapi betapa kagetnya ketika ia merasa hawa panas menyerang
dada, terus turun ke pusar. Cepat ia menahan napas dan tahulah dia bahwa adu tenaga tadi telah
membuat dia terluka sebelah dalam tubuhnya! Dia tidak tahu bahwa kakek itu pun terluka di sebelah
dalam, dan karena Si Kakek nekat menyerang Kwi Hong maka tidak tampak bahwa kakek itu pun terluka.
Karena khawatir akan keselamatan keponakannya yang kini dia tahu bukan melarikan diri karena takut,
melainkan mengambil pedang Li-mo-kiam, maka Suma Han berkata, "Kwi Hong, serang kakinya! Telapak
kakinya!"
Biar pun seruan ini merupakan pesan aneh yang membingungkan Kwi Hong, akan tetapi tanpa ragu-ragu
ia menurut petunjuk pamannya dan kini dari gulungan sinar pedang itu meluncur sinar kilat yang membabat
ke arah telapak kedua kaki Cui-beng Koai-ong! Kakek ini kaget, sama sekali tidak mengira bahwa
rahasianya telah diketahui Suma Han, maka tentu saja dia tidak mau membiarkan bagian tubuhnya yang
tidak begitu kebal itu tertusuk atau terbabat pedang. Melihat sinar pedang itu, terpaksa ia mengibaskan
tangannya menangkis.
"Crakkk!" Tangkisan itu membuat Kwi Hong terlempar, akan tetapi jari kelingking tangan kiri kakek itu pun
terbabat putus oleh Li-mo-kiam! Anehnya, tidak ada darah keluar dari luka itu!
Si Kakek menjadi marah sekali, lalu menerjang maju dengan ganas. Melihat ini, Suma Han cepat meloncat
pula ke depan.
"Bresss!" Dua orang itu saling pukul dan mereka terlempar lagi ke belakang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Suma Han merasa betapa kepalanya pening dan pandang matanya berkunang, akan tetapi kakek itu
masih dapat bangkit dengan cepat. Kwi Hong melihat bahwa pamannya tetap duduk di atas tanah, akan
tetapi kakek itu pun berdirinya bergoyang-goyang tidak tegak lagi. Melihat ini, dan karena hatinya besar
menyaksikan betapa pedangnya dapat membuntungi kelingking lawan, ia menerjang lagi, menggerakkan
pedangnya, dibacokkan ke arah kepala. Kini dia merasa yakin bahwa pedangnya akan dapat menembus
kekebalan kakek luar biasa itu.
"Trangggg... aihhhh!" Kwi Hong menjerit kaget ketika pedangnya tertolak ke belakang dan ketika ia
memandang, ternyata yang menangkis pedangnya adalah yang memegang pedang persis pedangnya
sendiri, hanya agak lebih panjang! Ternyata pedang pemuda itu sanggup menandingi pedangnya dan ia
teringat kini wajah yang tampan itu, dan ingat pula akan cerita Bun Beng, bahwa pedang Lam-mo-kiam
terampas oleh putera Pulau Neraka.
"Kau...? Keparat...!" Dia membentak.
Tetapi pemuda itu sudah menyambar tubuh Cui-beng Koai-ong dengan lengan kirinya, kemudian setelah
memandang dengan mata mendelik penuh kebencian kepada Suma Han, lalu meloncat dengan gerakan
yang luar biasa cepatnya meninggalkan pantai itu.
"Tunggu, jahanam...!" Kwi Hong membentak dan hendak mengejar.
"Kwi Hong, jangan kejar...!" Suma Han berseru.
Dara itu berhenti, menengok dan terkejutlah dia ketika melihat pamannya muntahkan darah segar dari
mulutnya. "Aihhh, Paman...!" Ia meloncat menghampiri.
Akan tetapi Suma Han mengangkat tangan mencegah gadis itu menyentuhnya. "Tidak apa-apa, Cui-beng
Koai-ong luar biasa saktinya, dan pemuda tadi gerakannya pun hebat. Kalau kau mengejar, bisa
berbahaya... coba ambilkan tongkatku..."
Kwi Hong mencabut tongkat pamannya dan menyerahkan kepadanya. "Mari kita menemui bibimu Phoa
Ciok Lin...," katanya menuding dan dari utara tampak Phoa Ciok Lin datang berlari-lari, diikuti oleh
beberapa orang tokoh Pulau Es yang membawa senjata. Mereka sudah mendengar dari Kwi Hong akan
munculnya kakek sakti dan hendak membantu. Alis Ciok Lin berkerut penuh kekhawatiran ketika ia melihat
Suma Han terluka, namun Suma Han tetap tenang, lalu bersuit memanggil burung rajawali yang segera
terbang turun.
"Rajawali Pulau Neraka...," katanya tersenyum duka. "Beterbangan bingung kehilangan tempat, lalu dapat
kutundukkan... kau pelihara baik-baik Kwi Hong. Mari kita ke tempat kalian... aku perlu mengaso..."
Dengan perawatan penuh perhatian dan sangat teliti oleh Phoa Ciok Lin, Suma Han mengobati sendiri
lukanya di dalam dada dengan jalan mengatur napas dan bersemedhi. Dia sering kali tampak termenung
memikirkan perkembangan hidupnya yang makin diselimuti kesukaran dan kegagalan. Hatinya masih
tertindih oleh duka kalau dia teringat akan Nirahai dan Lulu, dan kini Pulau Es dihancurkan pula oleh
pasukan pemerintah.
Di dalam perjalanannya dia mendengar akan hal itu. Ketika ia cepat menuju ke Pulau Es, dilihatnya pulau
itu telah hancur dan terbakar. Dapat dibayangkan betapa duka hatinya ketika ia melihat mayat-mayat anak
buahnya yang telah mulai rusak. Dengan keharuan yang ditekannya, Suma Han mengubur semua mayat
itu seorang diri saja, kemudian meninggalkan pulau itu dan cepat menuju ke Pulau Neraka karena dia pun
mendengar bahwa pulau ini pun menjadi sasaran penyerbuan pasukan pemerintah pula. Juga di pulau ini
dia melihat kehancuran, hanya tidak ada sebuah pun mayat di situ.
Di pulau inilah ia bertemu dengan rajawali yang dapat ia tundukkan ketika rajawali yang kebingungan itu
menyerangnya. Kemudian dia menunggang rajawali, dengan niat untuk mencari Maharya, merampas Hokmo-
kiam dan menghukum orang-orang yang telah menghancurkan kedua pulau, yang ia tahu dipimpin oleh
Koksu Bhong Ji Kun. Akan tetapi, dia tidak berhasil menemui mereka karena mereka itu pergi ke Cui-laisan,
di mana diadakan pertemuan antara orang-orang kang-ouw atas undangan Thian-liong-pang.
Suma Han menyusul ke sana dan menyaksikan pertandingan-pertandingan dari udara. Dia tidak akan mau
mencampuri, karena dia maklum bahwa pasukan pemerintah pasti tidak akan mudah dilawannya dan dia
dunia-kangouw.blogspot.com
harus menanti kesempatan yang lebih baik untuk menghadapi Bhong Ji Kun dan pembantu-pembantunya,
tanpa ribuan orang pasukan yang menjaganya.
Maka terbanglah rajawali itu ke utara, di mana dia tahu tentu bersembunyi sisa anak buahnya di pantai
utara yang telah ia beritahukan Phoa Ciok Lin sebagai tempat mengungsi kalau terjadi sesuatu di Pulau Es.
Memang jauh sebelum peristiwa menyedihkan di Pulau Es, Suma Han telah bersiap-siap mencari tempat di
mana anak buahnya dapat pergi mengungsi karena dia maklum bahwa yang sudah jelas, Lulu dengan
anak buah Pulau Neraka bermaksud menyerbu Pulau Es, juga Thian-liong-pang yang makin besar
kekuasaan dan kekuatannya itu memperlihatkan sikap memusuhi Pulau Es.
Demikianlah, secara kebetulan dia melihat keponakan atau muridnya terancam oleh kakek yang amat lihai
sehingga akhirnya dia sendiri terluka. Kurang lebih sebulan kemudian, sembuhlah lukanya, akan tetapi
kembali Suma Han harus mengalami tekanan batin ketika mendengar bahwa Kwi Hong telah
meninggalkan tempat itu tanpa pamit, tidak tahu ke mana perginya dan tak seorang pun mengetahui apa
kehendak dara yang kadang-kadang memiliki watak keras dan aneh itu. Mendengar laporan itu, Suma Han
menghela napas panjang.
"Biarlah, ia sudah dewasa dan sudah mampu menjaga diri sendiri. Hanya aku khawatir, dengan pedang itu
di tangannya, akan terjadi banyak bencana. Mudah-mudahan saja tidak demikianlah."
"Taihiap, mengapa kau tidak minta saja pedang itu? Sepasang Pedang Iblis adalah pedang yang
mengandung hawa jahat. Memang benar bahwa Hong-ji memiliki dasar yang baik dan kuat, akan tetapi dia
masih begitu muda dan pedang itu benar-benar mengandung hawa yang mengerikan."
"Hemmm, betapa mungkin kuminta? Pedang itu adalah pemberian Gak Bun Beng, aku tidak berhak
memintanya. Segala apa biarlah kuserahkan ke tangan Tuhan, dan aku sendiri akan mencari Hok-mokiam,
karena hanya dengan Hok-mo-kiam sajalah Sepasang Pedang Iblis dapat ditundukkan. Yang berada
di tangan Kwi Hong kiranya tak perlu dikhawatirkan, akan tetapi yang berada di tangan anak itu..."
Dia mengerutkan alisnya dan terbayanglah wajah pemuda tampan murid Cui-beng Koai-ong yang
memandangnya dengan sinar mata penuh kebencian. Pemuda itu gerakannya lihai sekali dan Lam-mokiam
berada di tangannya!
"Anak yang mana, Taihiap? Apakah Lam-mo-kiam telah diketahui berada di tangan siapa?"
Suma Han mengangguk "Di tangan putera dari Ketua Pulau Neraka..."
"Aihhhh...!" Ciok Lin menjerit dan saking kasihan kepada Suma Han, dia sampai lupa diri dan menyentuh
lengan pendekar itu. Setelah dia sadar akan hal ini, cepat-cepat dia menarik kembali tangannya dan
menarik napas panjang. "Putera... Lulu...?"
Suma Han tidak heran akan hal ini. Phoa Ciok Lin dapat dikatakan bukan orang lain, seperti bibi sendiri
dari Kwi Hong dan yang mendidik sejak kecil adalah wanita inilah. Tentu Kwi Hong telah menceritakan
semua pengalamannya ketika terculik di Pulau Neraka.
"Lalu... bagaimana baiknya, Taihiap?"
"Aku harus mendapatkan Hok-mo-kiam, aku juga harus menghajar mereka yang telah menghancurkan
Pulau Es dan Pulau Neraka. Aku harus mencari Lulu dan Nirahai... dan aku akan mengumpulkan
Sepasang Pedang Iblis untuk kuhancurkan agar kelak jangan menimbulkan banyak keributan lagi di dunia
ini," kata Suma Han dengan suara tegas.
Ciok Lin menghela napas panjang lagi. "Mudah-mudahan kau berhasil, Taihiap. Terutama sekali... eh,
menemukan kembali Lulu dan Nirahai dan berhasil berkumpul lagi dengan mereka...," terdengar suara
wanita itu yang mengandung isak tertahan.
Kini Suma Han yang menggerakkan tangan memegang lengannya.
"Ciok Lin, aku tahu semua perasaan yang terkandung dalam hatimu, dan aku merasa betapa engkau telah
melimpahkan banyak budi terhadap diriku. Akan tetapi, engkau pun tentu tahu pula akan keadaan hatiku,
Ciok Lin. Andai kata tidak ada kedua orang wanita itu di dunia ini, aku tentu akan berbahagia sekali hidup
bersamamu. Akan tetapi, mereka..."
dunia-kangouw.blogspot.com
Phoa Ciok Lin mengejap-ngejapkan kedua matanya sehingga dua titik air mata yang bergantung di bulu
matanya jatuh ke bawah kemudian dia memaksa diri tersenyum dan memaksa wajahnya berseri ketika
berkata, "Taihiap, saya mengerti bahwa hidupmu hanya untuk Lulu dan Nirahai... dan saya bukanlah
seorang yang hanya mengejar kesenangan sendiri, Taihiap, Saya akan merasa berbahagia sekali melihat
engkau dapat berkumpul dan hidup bahagia bersama mereka."
Suma Han menggenggam jari-jari tangan wanita itu dan memandang penuh rasa syukur dan berterima
kasih. "Engkau seorang wanita yang amat mulia, Ciok Lin," katanya dan kata-kata ini memang keluar
setulusnya dari dalam hati. Dia maklum bahwa cinta kasih seperti yang terdapat di hati Ciok Lin terhadap
dirinya itulah yang merupakan cinta kasih murni, cinta yang bebas dari rasa sayang diri, bersih dari rasa
ingin memiliki dan ingin senang untuk diri sendiri, melainkan seratus prosen ditujukan untuk melihat orang
yang dicinta berbahagia.
Phoa Ciok Lin makin berseri wajahnya. Dia maklum bahwa biar pun semenjak tinggal di Pulau Es, hatinya
telah jatuh cinta kepada pendekar sakti kaki buntung sebelah yang tiada keduanya di dunia ini, namun dia
mengenal pula siapa orang yang dicintainya. Dia tahu bahwa tak mungkin dia dapat mengharapkan cinta
kasih Suma Han terhadap dirinya. Oleh karena itu, dia sudah merasa cukup bahagia kalau dapat
bersahabat dengan pendekar ini, apa lagi dianggap sebagai seorang sahabat yang baik.
Melihat betapa pelimpahan cintanya membuat pendekar itu makin merasa berdosa dan berduka, dia cepat
mengalihkan percakapan dengan pertanyaan yang serius. "Taihiap, kalau engkau pergi mencari Hok-mokiam
dan memberi hajaran kepada orang-orang jahat yang telah menghancurkan Pulau Es dan Pulau
Neraka, habis bagaimanakah dengan anak buah kita? Agaknya pada waktu sekarang tidak mungkin lagi
bagi kita untuk kembali ke Pulau Es, sedangkan untuk membiarkan mereka tinggal di tempat ini sebagai
buronan yang bersembunyi, sangat menyengsarakan mereka pula. Apakah yang harus saya lakukan,
Taihiap?"
"Engkau benar, Ciok Lin. Memang telah lama aku memikirkan hal ini, jauh sebelum pulau kita diserbu
pasukan pemerintah. Engkau pun tahu bahwa dahulu aku tidak bermaksud mendirikan sebuah
perkumpulan atau kerajaan kecil di Pulau Es, hanya karena kasihan melihat anak murid In-kok-san dan
para bekas pejuang yang tertawan oleh tokoh-tokoh Pulau Neraka, maka pulau kita menjadi sebuah pulau
yang banyak penghuninya dan aku dianggap sebagai Majikan atau Ketua Pulau Es. Karena pulau kita
terkenal, maka timbullah penentang-penentangnya dan hal itu sungguh tidak kuinginkan. Oleh karena itu,
setelah kini pulau kita dihancurkan pasukan pemerintah dan kalian tidak mempunyai tempat tinggal lagi,
aku membubarkan anak buahku yang pernah tinggal di Pulau Es. Kau keluarkan semua pusaka dan harta
yang dapat kau larikan dari pulau, bagi-bagilah harta itu kepada mereka agar dapat digunakan sebagai
modal dan hidup di dunia ramai, membentuk keluarga yang bahagia. Semua itu kuserahkan kepadamu
untuk mengatur seadil-adilnya sampai lancar dan beres, Ciok Lin."
"Ohhh, saya girang sekali mendengar keputusan ini, Taihiap, karena memang itulah jalan terbaik. Akan
tetapi, mengerjakan perintah Taihiap itu dapat saya selesaikan sebentar saja, saya harap Taihiap suka
menyaksikannya dan meninggalkan kata-kata perpisahan untuk mereka. Kemudian, harap Taihiap suka
memperkenankan saya untuk... pergi bersama Taihiap, membantu Taihiap menghadapi para musuh dan
menemukan kembali kedua orang yang Taihiap rindukan. Saya bersumpah tidak akan mengganggu,
saya... saya rela untuk menjadi pelayan Taihiap dan mereka yang Taihiap cinta, selama-lamanya..."
"Ciok Lin, harap jangan bicara seperti itu! Urusan yang kuhadapi tidaklah ringan. Bhong-koksu dan temantemannya
bukanlah orang-orang yang mudah dilawan, apa lagi kini muncul orang-orang sakti seperti
tokoh-tokoh Pulau Neraka yang selama ini menyembunyikan diri. Selain itu, aku tidak berhak merusak
hidupmu, Ciok Lin. Engkau belumlah sangat tua, engkau pandai, mulia hatimu dan cantik wajahmu.
Engkau masih belum terlambat untuk membangun sebuah rumah tangga, membentuk sebuah keluargamu
sendiri untuk menjamin masa hidupmu kelak. Aku tidak akan tega hati kalau menyaksikan bekas anak
buah yang terpaksa harus kububarkan, biarlah aku pergi lebih dulu sekarang juga. Maafkan aku, Ciok Lin,
bahwa aku tidak dapat memenuhi permintaanmu yang penghabisan ini. Mudah-mudahan kelak kita dapat
saling bertemu kembali dalam keadaan yang lebih menyenangkan."
Tanpa membuang waktu lagi dan tidak memberi kesempatan kepada wanita itu untuk membantah, Suma
Han lalu menekankan tongkatnya di atas tanah dan di lain saat tubuhnya sudah berkelebat lenyap dan tak
lama kemudian tampak seekor burung rajawali terbang tinggi di angkasa, membawa tubuh bekas Majikan
Pulau Es yang duduk anteng di atas punggung rajawali itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Phoa Ciok Lin kini tidak dapat menahan lagi air matanya yang turun bercucuran ketika ia menjatuhkan
dirinya berlutut di atas tanah, menutupi muka dengan kedua tangan sedangkan mulutnya mengeluarkan
rintihan yang langsung keluar dari lubuk hatinya. "Duhai, Suma Han... betapa aku dapat menikah dengan
orang lain? Apa artinya hidup bagiku kalau harus berpisah dari sampingmu?"
Beberapa hari kemudian, pantai laut yang tadinya menjadi tempat persembunyian para penghuni Pulau Es
itu menjadi sunyi. Bekas anak buah Pulau Es telah pergi mencari jalan hidup masing-masing dan orang
terakhir yang meninggalkan tempat itu adalah Phoa Ciok Lin, seorang wanita yang usianya sudah empat
puluh tahun, akan tetapi masih cantik, berpakaian sederhana, bersikap pendiam namun sinar matanya
mengandung kedukaan di samping sinar mata tajam berwibawa. Seorang wanita berilmu tinggi, bekas
wakil Pulau Es yang ditakuti orang-orang kang-ouw!
Kemana perginya Kwi Hong? Dara itu pergi tanpa pamit. Memang telah lama sekali dia terdorong oleh
hasrat untuk pergi meninggalkan pantai laut, pergi merantau. Jauh bersembunyi di sudut lubuk hatinya, dia
menyimpan rahasia yang mendorongnya ingin sekali pergi merantau itu, yaitu keinginan untuk mencari Bun
Beng! Semenjak dia ditolong oleh pemuda itu dari ancaman bahaya mengerikan ketika dia ditawan di kapal
Koksu, melihat betapa pemuda itu membela Pulau Es secara mati-matian, hatinya makin tertarik kepada
pemuda itu.
Setelah pamannya kembali, hilanglah rintangan yang menghalanginya pergi meninggalkan tempat itu.
Tadinya dia menekan-nekan hasratnya, mengingat bahwa ia harus mambantu Ciok Lin menjaga para anak
buah Pulau Es yang mengungsi di situ, menanti sampai pamannya datang. Kini pamannya telah muncul,
dan biar pun pamannya kelihatan lelah dan terluka sehabis bertanding melawan kakek yang seperti mayat
hidup itu, namun dia percaya bahwa pamannya yang sakit akan dapat sembuh kembali dan dengan
adanya pamannya di situ, tanaga bantuannya tidak dibutuhkan lagi.
Dengan sebuntal pakaian dan pedang Li-mo-kiam di punggung, Kwi Hong kemudian meninggalkan pantai,
melakukan perjalanan cepat berlari-larian menuju ke selatan, melalui sepanjang pantai laut. Dia merasa
gembira, merasa bebas seperti seekor burung di angkasa. Dia akan memperlihatkan kepada dunia kangouw
bahwa dia, murid dan keponakan Pendekar Super Sakti, penghuni Pulau Es, adalah seorang dara
perkasa yang akan membalas terhadap mereka yang telah berani menghancurkan Pulau Es! Dia akan
memperlihatkan kepada Gak Bun Beng bahwa tidak percuma pemuda itu memberi pedang Pusaka Li-mokiam
kepadanya karena dengan pedang itu, dia akan menggerakkan dunia kang-ouw, akan membasmi
penjahat-penjahat, akan melakukan hal-hal yang lebih hebat dari pada yang telah dilakukan oleh guru dan
pamannya, Pendekar Siluman!
Langkahnya cepat sesuai dengan hatinya yang ringan. Seorang dara cantik jelita, yang usianya sudah
cukup dewasa, sudah dua puluh tahun lebih, namun senyum dan sinar matanya masih kekanak-kanakan
seperti seorang dara remaja belasan tahun! Wajahnya bulat dikelilingi rambutnya yang hitam subur dan
gemuk, rambut yang dibagi dua di belakang kepala, dijadikan dua buah kuncir yang besar dan dibiarkan
bermain-main di punggung dan pundaknya kalau dia berjalan.
Anak rambut halus berjuntai di atas dahi dan di depan kedua telinganya, melingkar indah seperti dilukis.
Sepasang matanya yang agak lebar bersinar-sinar penuh gairah hidup, agak panas sesuai dengan
wataknya, penuh keberanian bahkan ada sinar memandang rendah kepada segala apa yang dihadapinya.
Hidungnya mancung dan mulutnya dijaga sepasang bibir yang merah segar, bibir yang mudah sekali
berubah-ubah, kalau tersenyum amat cerah seperti sinar matahari, kalau cemberut amat menyeramkan
seperti awan gelap mengandung kilat.
Pakaiannya terbuat dari pada sutera berwarna yang halus mahal, akan tetapi bentuknya sederhana.
Betapa pun juga, segala macam pakaian yang menempel di tubuh itu takkan mungkin mampu
menyembunyikan bentuk tubuh dara yang sudah padat dan masak, dengan lekuk lengkung tubuh yang
ketat, seolah-olah hendak memberontak dari kungkungan pakaian yang mengurungnya.
Ketika dia berjalan mengayun langkah menggerakkan kedua lengan, jalan seenaknya tanpa dibuat-buat,
seolah-olah seluruh lengkung tubuhnya menari-nari dengan penuh keserasian, mengandung daya tarik luar
biasa terutama terhadap pandangan mata kaum pria!
Setelah melakukan perjalanan belasan hari lamanya dan mulai memasuki Propinsi Liau-neng, mulailah Kwi
Hong melewati dusun-dusun besar bahkan kota-kota yang ramai. Tujuannya pertama-tama hanya satu,
yaitu ke kota raja. Di sanalah tempat yang harus dia selidiki, yang menjadi pusat dari pada musuh-musuh
dunia-kangouw.blogspot.com
yang harus dicarinya. Bukankah penyerbuan oleh pasukan pemerintah yang menghancurkan Pulau Es itu
datang dari kota raja dan dipimpin oleh Koksu negara yang tentu berdiam di kota raja?
Sebelum Bun Beng meninggalkan pantai di mana anak buah Pulau Es mengungsi, pemuda itu sudah
menceritakan dengan jelas siapa-siapa orangnya yang membantu Koksu menghancurkan Pulau Es.
Mereka adalah kedua orang Lama yang menurut pamannya amat lihai dan adalah musuh-musuh lama
pamannya, yaitu Thian Tok Lama dan Thai Li Lama dan ditambah lagi dua orang guru murid yang menjadi
musuh lama mereka pula, yaitu Tan Ki atau Tan-siucai yang berotak miring dan gurunya, Maharya!
Dia harus mencari mereka itu semua, bukan hanya untuk membalas kehancuran Pulau Es, akan tetapi
juga untuk berusaha merampas kembali Hok-mo-kiam dari tangan Si Sastrawan Gila, Tan-siucai. Dia
maklum bahwa semua lawannya itu adalah orang-orang yang amat lihai, akan tetapi dia tidak takut!
Dengan Li-mo-kiam di tangannya, dia tidak takut melawan siapa pun juga. Bahkan kakek Si Mayat Hidup
yang demikian sakti pun, iblis Pulau Neraka itu, dia mampu melawan dan mendesaknya! Apa lagi yang
lain-lain itu!
Siapa lagi musuh-musuhnya? Demikian Kwi Hong mengingat-ingat sambil melanjutkan perjalanannya. O,
ya! Thian-liong-pang yang dikabarkan memusuhi Pulau Es! Akan dia kacau Thian-liong-pang yang menurut
kabar adalah perkumpulan yang jahat itu! Dan Pulau Neraka yang pernah menculiknya adalah adik angkat
pamannya sendiri, dan dia sudah dilarang pamannya untuk memusuhi... ehhh, siapa namanya? Oh, dia
ingat sekarang. Bibi Lulu! Hemmm, dia tidak akan memusuhi Bibi Lulu, akan tetapi bocah kurang ajar itu!
Kwi Hong menggigit bibirnya dengan gemas jika teringat kepada Wan Keng In! Bocah itu tentu putera Bibi
Lulu, pikirnya. Kurang ajar dan jahat sekali! Dahulu ketika masih kecil saja sudah nakal luar biasa. Apa lagi
sekarang! Dan ketika menolong Kakek Mayat Hidup, pedang Lam-mo-kiam berada di tangannya! Dia harus
mengalahkan bocah itu dan merampas Lam-mo-kiam karena sebetulnya Bun Beng yang berhak atas
pedang itu!
Hari telah senja ketika Kwi Hong yang berjalan sambil melamun itu memasuki dusun Kang-san yang cukup
besar. Perutnya terasa lapar maka dia lalu masuk ke sebuah restoran di pinggir jalan. Ketika para tamu
melihat dia masuk ke restoran itu, banyak mata memandangnya dengan terbelalak. Kwi Hong tidak merasa
aneh lagi melihat mata laki-laki memandangnya terbelalak penuh kagum. Hal ini sudah terlalu sering dia
alami semenjak dia berusia lima belas tahun dan melakukan perantauannya keluar Pulau Es.
Mula-mula memang dia marah-marah dan sering kali dia menghajar pemilik mata yang memandangya
secara kurang ajar, seperti mata kucing melihat daging itu, akan tetapi lama-lama dia terbiasa dan kini dia
tidak mengacuhkan lagi ketika semua laki-laki yang sedang makan di restoran itu menyambut
kehadirannya dengan mata terbelalak. Bahkan hal ini seperti biasa, mempertebal keyakinan di hati Kwi
Hong bahwa dia adalah seorang dara yang cantik menarik. Teringat akan ini, makin girang hatinya karena
terbayang olehnya betapa di antara sekian banyaknya mata laki-laki yang bengong mengaguminya
terdapat sepasang mata Bun Beng! Sayang hanya bayangan, pikirnya, namun dia penuh harapan sekali
waktu akan melihat mata Bun Beng melotot seperti mata mereka ini ketika memandangnya.
"He, Bung Pelayan! Ke sinilah!" Dia menggerakkan jari memanggil pelayan yang juga berdiri di sudut
melongo memandangnya.
Ketika ia mengangkat muka, Kwi Hong mengerutkan alisnya. Aihhh, pandang mata mereka itu tidak hanya
kagum seperti biasa, akan tetapi mengandung sinar ketakutan! Hemmm, apakah dia menakutkan? Kurang
ajar! Dia disangka apa sih? Tak puas hati Kwi Hong dan setelah pelayan datang dekat, dia membentak,
"Heii, mengapa semua orang memandangku seperti anjing-anjing takut digebuk?"
Seketika mereka yang memandang itu membuang muka dan melempar pandang mata ke bawah, bahkan
ada yang bergegas meninggalkan warung.
"Maaf... maaf... Lihiap. Kami... ehh, kami tidak apa-apa, hanya... hanya kagum melihat kegagahan Lihiap..."
"Hushhh! Bohong kamu!" Kwi Hong menggunakan jari tangannya yang halus dan kecil memucuk rebung
(meruncing) itu mencengkeram ujung meja.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kressss!" Ujung meja kayu itu patah dan sekali diremas, kayu di dalam genggaman itu hancur menjadi
tepung! "Hayo terus terang bicara kalau hidungmu tidak lebih keras dari pada kayu ini!" Kwi Hong
mendesis lirih, akan tetapi penuh ancaman.
Otomatis tangan kiri Si Pelayan meraba hidungnya, matanya melotot memandang tangan dara itu, bergidik
ngeri membayangkan betapa hidungnya akan remuk kalau kena dicengkeram seperti itu, lalu menelan
ludah, demikian sukar menelan ludah sampai kepala dan lehernya bergerak. Beberapa kali bibirnya
bergerak tanpa dapat mengeluarkan suara, akhirnya dapat juga dia bicara.
"Maafkan saya, Lihiap. Sebetulnya kalau saya katakan tadi bahwa kami semua kagum melihat Lihlap,
karena selama ini, beberapa hari yang lalu sering kali muncul gadis-gadis cantik yang memiliki ilmu
kepandaian luar biasa. Entah betapa banyak orang yang tewas di tangan gadis cantik itu, dan di dusun ini
selama beberapa hari terjadi pertandingan-pertandingan yang menggegerkan penduduk, terjadi di waktu
malam. Oleh karena itu, begitu melihat Lihlap, kami menyangka bahwa Lihiap tentulah seorang di antara
mereka dan kami kagum sekali."
Kwi Hong sudah menjadi sabar kembali. "Hemmm, buka mata lebar-lebar sebelum menyamakan aku
dengan orang-orang lain tukang bunuh! Hayo cepat sediakan bakmi godok istimewa!"
"Istimewa? Maksud Lihiap...?"
"Bodoh! Bakmi istimewa berarti pakai telur. Hayo cepat! Dan arak manis yang istimewa!"
"Eh, araknya pakai telur?" Pelayan itu melongo.
"Tolol kamu! Yang istimewa rasanya, bukan pakai telur. Cepat! Bodoh benar pelayan di sini." Kwi Hong
menurunkan buntalan dan pedangnya di atas meja, hatinya tidak marah lagi akan tetapi masih mendongkol
melihat sikap pelayan yang dianggapnya bodoh itu, apa lagi ada beberapa orang tamu yang ia tahu
tertawa-tawa geli biar pun mereka menyembunyikan tawa mereka dengan menutupi muka atau memutar
tubuh membelakanginya.
Tak lama kemudian, pelayan itu datang membawa bakmi dan arak yang dipesan Kwi Hong dan pada saat
itu terdengar derap kaki kuda lewat di depan restoran. Suara derap kaki kuda itu berhenti tidak jauh dari
restoran. Melihat cara para penunggang kuda yang duduk tegak di atas punggung kuda, rata-rata memiliki
sikap gagah dan pimpinan mereka adalah seorang wanita muda yang cantik dan gagah, Kwi Hong tertarik
sekali.
"Siapakah mereka itu?" tanyanya kepada pelayan yang sedang menaruh pesanannya ke atas meja dengan
sikap hormat.
"Ah, sekarang saya yakin bahwa Nona bukanlah seorang di antara mereka. Mereka itulah rombongan yang
saya ceritakan tadi. Semenjak mereka datang ke dusun ini, setiap malam terjadi pertandingan dan pada
keesokan harinya tampak macam-macam orang bergelimpangan."
"Mayat-mayat siapa?"
"Orang-orang yang terkenal memiliki kepandaian tinggi di sekitar dusun ini."
"Apakah rombongan itu orang jahat?"
"Sukar dikatakan, Nona. Mereka, kecuali dara cantik yang kadang-kadang memimpin mereka selalu
membayar makanan yang mereka beli di sini atau di lain tempat. Akan tetapi, kalau ada yang berani
menantang, tentu dia akan celaka karena mereka itu memiliki kepandaian seperti iblis!"
"Hemmm..." Kwi Hong mulai menyumpit bakminya, tetapi sebelum memasukkannya ke mulutnya yang kecil
dia lalu bertanya lagi, "Rombongan orang apakah itu? Dan apa namanya?"
"Saya tidak tahu jelas, Nona, hanya mendengar kabar angin bahwa mereka adalah orang-orang Thianliong-
pang yang..."
"Hemmm, Thian-liong-pang?" Sesumpit bakmi yang sudah menyentuh bibir itu terhenti dan Kwi Hong
menoleh kepada Si Pelayan. "Kudengar tadi kuda mereka berhenti tak jauh dari sini, mereka ke mana?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Mereka bermalam di dalam rumah penginapan satu-satunya yang berada dekat dari sini, hanya terpisah
tujuh rumah. Semua tamu, beberapa hari yang lalu terpaksa harus meninggalkan penginapan karena
semua kamar dibutuhkan mereka yang jumlahnya ada belasan orang. Hemm, hati para penduduk menjadi
gelisah terus selama mereka berada di sini, Nona. Sungguh pun kami tidak pernah diganggunya, tetapi
semenjak mereka datang, suasana menjadi penuh ketegangan dan hati siapa tidak akan menjadi ngeri
kalau melihat hampir setiap malam terjadi pembunuhan? Sudahlah, harap maafkan, Nona, saya tidak
berani bicara lagi tentang mereka." Pelayan itu pergi dan hati Kwi Hong menjadi panas. Hemm, orangorang
Thian-liong-pang yang mengacau dusun ini? Harus dia selidiki!
Malam hari itu Kwi Hong menyembunyikan pedang pusakanya di bawah punggung bajunya dan setelah
keadaan menjadi sunyi, dia menggunakan kepandaiannya meloncat ke atas genteng rumah-rumah orang.
Dari atas itu dia terus berloncatan, mengerahkan ginkang-nya sehingga kedua kakinya tidak menimbulkan
suara gaduh, terus berlompatan menuju ke rumah penginapan di mana bermalam orang-orang Thian-liongpang
yang akan dia selidiki. Dia mendapat kenyataan betapa dusun itu, tepat seperti yang diceritakan Si
Pelayan restoran, diliputi suasana gelisah sehingga sore-sore penduduk sudah menutup pintu, hanya
mereka yang terpaksa keluar rumah. Jalan-jalan raya yang diterangi nyala lampu-lampu depan rumah,
kelihatan sunyi sekali.
Tiba-tiba Kwi Hong menyelinap di belakang sebuah wuwungan, bersembunyi dalam bagian gelap ketika
pandang matanya yang tajam melihat berkelebatnya bayangan tiga orang dari sebelah kanan. Ketiga orang
itu juga berlari di atas genteng menggunakan ginkang yang cukup lumayan. Ketika mereka lewat dekat,
Kwi Hong dapat memandang wajah mereka di bawah sinar bintang-bintang ditambah sinar api lampu
penerangan yang menyorot keluar dari celah-celah genteng dan rumah orang.
Mereka adalah tiga orang laki-laki setengah tua. Yang dua orang berpakaian seperti peranakan Mongol
dan seorang suku bangsa Han yang berpakaian seorang pelajar. Melihat dua orang berpakaian Mongol itu
tidaklah mengherankan karena di dusun itu yang termasuk Propinsi Liau-neng, daerah utara, banyak
terdapat orang-orang bersuku bangsa Mancu, Mongol dan lain suku bangsa utara lagi. Akan tetapi yang
membuat Kwi Hong curiga adalah sikap mereka.
Mereka tentu bukan orang biasa, karena mereka menggunakan jalan di atas genteng seperti dia. Tentunya
mempunyai maksud tertentu. Maka diam-diam dia membayangi mereka dari jauh. Tidaklah sukar bagi Kwi
Hong untuk melakukan hal ini karena tingkat ginkang mereka itu masih jauh di bawahnya sehingga dia
dapat membayangi mereka tanpa mereka ketahui.
Jantungnya berdebar tegang saat ia mendapat kenyataan bahwa tiga orang itu menuju ke rumah
penginapan di mana orang-orang Thian-liong-pang berada dan menjadi tempat yang akan diselidikinya.
Apakah tiga orang itu anggota rombongan mereka?
Pertanyaan ini terjawab ketika mereka tiba di atas rumah penginapan, seorang di antara mereka, yang
berpakaian sastrawan atau pelajar, berseru nyaring,
"Manusia-manusia penjilat rendah! Orang-orang Thian-liong-pang pengkhianat bangsa! Keluarlah kalian!
Kami bertiga, Sepasang Beruang Utara dan aku Tiat-siang-pit Bhe Lok, datang untuk membalas kematian
kawan-kawan seperjuangan kami!"
Kwi Hong cepat bersembunyi, mendekam di balik sebuah wuwungan tak jauh dari situ, memandang ke
depan penuh perhatian. Kiranya tiga orang itu datang untuk memusuhi Thian-liong-pang dan diam-diam dia
heran mendengarkan mereka menyebut Thian-liong-pang sebagai pengkhianat bangsa dan penjilat!
Siapakah tiga orang ini dan mengapa pula Thian-liong-pang mereka sebut pengkhianat bangsa?
Sepanjang pendengarannya Thian-liong-pang adalah sebuah perkumpulan yang besar dan amat kuat,
bahkan di dunia kang-ouw hanya ada tiga buah perkumpulan atau nama yang terkenal, yaitu Pulau Es,
Pulau Neraka dan Thian-liong-pang. Belum pernah dia mendengar bahwa Thian-liong-pang adalah
pengkhianat bangsa. Karena dia tidak tahu duduknya perkara, maka dia mengambil keputusan untuk
mendengarkan dan menonton saja tanpa mencampuri urusan mereka. Kalau terbukti bahwa Thian-liongpang
melakukan perbuatan jahat dan mengacau penduduk, barulah dia akan turun tangan membasmi
mereka!
Tiba-tiba suara yang halus nyaring memecah kesunyian menyambut ucapan orang berpakaian sastrawan
yang bernama Bhe Lok, berjuluk Tiat-siang-pit (Sepasang Pensil Besi) itu, "Heeiii, kalian orang-orang tak
dunia-kangouw.blogspot.com
tahu malu! Kalian adalah pemberontak hina yang menggunakan sebutan perjuangan dan pahlawan untuk
mengelabui mata rakyat, siapa tidak tahu bahwa kalian hanyalah orang-orang yang mencari kedudukan
dan kesempatan untuk merampok? Kalau sudah bosan hidup, turunlah!"
"Ha-ha! Orang lain boleh jadi takut berhadapan dengan Thian-liong-pang perkumpulan hina tukang culik
dan tukang curi ilmu orang! Akan tetapi kami Sepasang Beruang dari Utara tidak takut kepada siapa pun
juga!" Seorang di antara kedua orang peranakan Mongol tadi tertawa bergelak, perutnya yang gendut
berguncang.
"Kalian hanyalah dua orang pelarian dari pasukan Mongol yang sudah kalah, sekarang masih berani
banyak lagak? Turunlah kalau memang berani!" kembali suara halus tadi menantang.
Ketiga orang itu mencabut senjata masing-masing. Tiat-siang-pit Bhe Lok mencabut sepasang senjata
yang berbentuk pensil bulu yang seluruhnya terbuat dari pada besi, sedangkan kedua orang Mongol itu
mencabut sepasang tombak pendek masing-masing, kemudian ketiganya melayang turun ke pekarangan
belakang rumah penginapan yang diterangi oleh lampu-lampu gantung di tiga sudut. Gerakan mereka
ringan dan cepat, seperti tiga ekor burung yang terbang melayang turun dan begitu tiba di atas tanah,
ketiganya sudah menggerakkan senjata masing-masing, diputar melindungi tubuh kalau-kalau ada
serangan senjata lawan.
Akan tetapi ternyata tidak ada senjata rahasia yang menyambar ke arah mereka, bahkan dengan sikap
tenang sekali muncullah tiga orang kakek yang rambutnya panjang riap-riapan dan bertangan kosong,
keluar dari balik pintu dan menyambut mereka dengan senyum mengejek.
Kwi Hong cepat menyelinap mendekat dan mendekam di atas wuwungan, sambil bersembunyi mengintip
ke bawah. Dia masih tetap tidak mengerti mengapa Thian-liong-pang bermusuhan dengan orang-orang itu.
Dari percakapan mereka agaknya mereka itu tidaklah bermusuhan pribadi, melainkan karena urusan
pemerintah dan agaknya jelas bahwa Thian-liong-pang berada di pihak yang membantu pemerintah
sedangkan dua orang Mongol dan sastrawan itu adalah penentang-penentang pemerintah. Akan tetapi Kwi
Hong tidak tahu persoalannya dan memang sejak kecil pamannya selalu berpesan agar dia tidak
mencampuri urusan pemerintah.
"Urusan yang menyangkut pemerintah adalah urusan yang ruwet," demikian antara lain pamannya
berpesan, "karena itu jangan sekali-kali engkau melibatkan diri dengan urusan pemerintah. Banyak terjadi
pertentangan dan permusuhan karena pro atau anti suatu pemerintahan yang hanya terseret oleh rasa
pertentangan golongan atau pun terdorong oleh ambisi pribadi untuk mencari kedudukan saja. Di dalam
perebutan kedudukan itu terdapat lika-liku yang amat ruwet."
Tidaklah mengherankan kalau Pendekar Super Sakti memesan muridnya atau keponakannya ini agar
jangan melibatkan diri dengan urusan negara karena pertama-tama, Kwi Hong sendiri adalah puteri
seorang pembesar Mancu. Apa lagi kalau diingat isterinya sendiri, Nirahai, adalah puteri Kaisar! Bahkan
adik angkatnya, wanita yang dicintanya sampai saat itu, Lulu juga seorang wanita Mancu. Bagaimana dia
dapat menentang pemerintah Mancu?
Kwi Hong mengintai dengan hati tegang ketika melihat betapa tiga orang pendatang itu kini telah
menyerang tiga orang kakek Thian-liong-pang yang bertangan kosong. Gerakan Sepasang Beruang dari
Utara itu amat ganas dan kuat. Sepasang tombak pendek di tangan mereka mengeluarkan angin
mendesing dan setiap serangan mereka dahsyat sekali. Ada pun permainan sepasang pit di tangan
sastrawan itu halus gerakannya namun juga amat cepat dan berbahaya, jelas dapat dikenal dasar ilmu silat
Hoa-san-pai yang dimainkan oleh sastrawan setengah tua itu.
Namun diam-diam Kwi Hong terkejut juga melihat gerakan tiga orang kakek rambut panjang dari Thianliong-
pang. Mereka itu hebat sekali! Biar pun mereka bertangan kosong, namun gerakan mereka demikian
cepat dan ringan sehingga semua gerakan lawan dapat mereka elakkan dengan mudah, bahkan mereka
membalas serangan lawan dengan totokan Coat-meh-hoat dari Partai Bu-tong-pai yang amat lihai dan
berbahaya! Baru berlangsung tiga puluh jurus saja Kwi Hong sudah dapat melihat jelas bahwa tiga orang
penyerbu itu sama sekali bukanlah tandingan tiga orang kekek Thian-liong-pang yang lihai itu. Baru tiga
orang saja sudah sedemikian hebat, apa lagi kalau belasan orang Thian-liong-pang keluar semua! Dan
pemimpin mereka tentu lihai bukan main!
Kwi Hong tidak tahu siapa yang benar dan siapa salah dalam pertentangan di bawah itu dan tadinya dia
pun tidak mau peduli, tidak tahu harus membantu yang mana. Akan tetapi ketika melihat kenyataan bahwa
dunia-kangouw.blogspot.com
tiga orang penyerbu itu sama saja dengan mengantar nyawa secara sia-sia, dia menjadi penasaran juga,
apa lagi mengingat akan penuturan pelayan restoran bahwa pihak Thian-liong-pang telah membunuh
banyak orang. Tangan kanannya meraba genteng, memecah tiga potong yang digenggamnya dan dia
berseru ke bawah,
"Sia-sia membuang nyawa dengan nekat bukanlah perbuatan gagah, tetapi perbuatan goblok! Selagi
masih ada kesempatan, menyelamatkan diri, tidak mau pergi, lebih tolol lagi!"
Tiba-tiba tiga sinar hitam kecil menyambar ke arah tiga orang kakek Thian-liong-pang yang sudah
mendesak lawan. Mereka terkejut dan berusaha mengelak, akan tetapi hanya seorang saja yang berhasil
meloncat ke belakang, bergulingan sampai jauh lalu meloncat bangun lagi, sedangkan dua orang kakek
lainnya sudah roboh karena tertotok sambitan potongan genteng kecil itu. Mendengar suara itu dan melihat
betapa tiga orang lawan mereka yang lihai diserang secara gelap, tiga orang penyerbu itu cepat melompat
ke atas genteng di depan sambil berseru,
"Terima kasih atas pertolongan Li-hiap!" Mereka maklum bahwa ucapan itu memang tepat dan kalau
sampai semua orang Thian-liong-pang turun tangan, tentu mereka akan tewas secara sia-sia. Maka begitu
sampai di atas genteng, ketiganya lalu pergi lari secepatnya menghilang di dalam kegelapan malam.
"Manusia sombong yang lancang tangan!" Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan halus dan pintu-pintu
di rumah penginapan itu terbuka disusul munculnya banyak orang yang dipimpin oleh seorang dara yang
cantik jelita. Keadaan menjadi lebih terang karena di antara mereka ada yang membawa lampu.
Kwi Hong adalah seorang gadis yang berwatak keras dan tidak mengenal takut. Di dasar hatinya dia sudah
mempunyai rasa tidak senang kepada Thian-liong-pang yang menurut penuturan para pamannya di Pulau
Es, merupakan perkumpulan besar yang bersikap memusuhi Pulau Es. Kini melihat munculnya dara yang
amat cantik dan yang memakinya, dia menjadi marah dan balas memaki,
"Kaliankah orang-orang Thian-liong-pang yang sombong? Kabarnya Thian-liong-pang adalah perkumpulan
besar yang memiliki banyak orang pandai, kiranya tiga orang kalian tadi sama sekali tidak ada gunanya!"
"Bocah sombong!" Dua orang kakek meloncat ke atas dan gerakan mereka yang amat ringan itu
menandakan bahwa mereka berdua memiliki tingkat kepandaian yang lebih tinggi dari pada tingkat tiga
orang yang tadi melawan tiga penyerbu dan yang dipukul mundur oleh potongan genteng yang disambitkan
Kwi Hong.
Dengan gerakan jungkir balik, keduanya sudah menerjang ke arah tubuh Kwi Hong dari dua jurusan,
melakukan serangan yang amat dahsyat dan biar pun mereka menyerang dengan kedua tangan kosong,
namun pukulan mereka mendatangkan angin keras dan merupakan pukulan yang mengandung tenaga
sinkang kuat!
Namun Kwi Hong adalah seorang dara yang semenjak kecilnya berlatih sinkang di Pulau Es, di bawah
pengawasan pamannya sendiri, tentu saja dia memiliki sinkang yang jarang tandingannya. Melihat
datangnya pukulan dari belakang dan depan itu, cepat ia merubah kedudukan kakinya, tubuhnya
dimiringkan sehingga kini pukulan itu tidak datang dari belakang, melainkan dari kanan kiri. Tanpa
menggeser kakinya, dia mengembangkan kedua lengan, memapaki pukulan itu dengan dorongan telapak
tangannya sambil membentak.
"Pergilah kalian!"
Dua orang kakek itu yang tentu saja memandang rendah, melihat betapa gadis itu menangkis pukulan
mereka dengan telapak tangan terbuka, mereka melanjutkan pukulan dengan pengerahan sinkang agar
gadis yang berani menghina Thian-liong-pang ini dapat dirobohkan dengan sekali serang.
"Desss! Desss!"
Kedua pukulan mereka bertemu dengan telapak tangan yang halus lunak, akan tetapi betapa kaget hati
mereka ketika tenaga sinkang mereka hanyut dan lenyap, sedangkan dari telapak tangan yang halus lunak
itu keluar hawa dingin yang demikian hebat dan cepatnya menyerang mereka melalui lengan mereka
sehingga mereka merasa lengan itu lumpuh dan hawa yang dingin luar biasa membuat mereka menggigil,
terus hawa dingin itu merayap menuju ke dada. Mereka berusaha mempertahankan diri, namun dorongan
hawa dingin yang luar biasa itu membuat tubuh mereka terpelanting dan terguling ke bawah. Mereka
dunia-kangouw.blogspot.com
berteriak kaget, berusaha mengerahkan ginkang, akan tetapi karena rasa dingin tadi membuat tubuh
mereka seperti kaku, mereka masih terbanting ke atas tanah sehingga seorang di antara mereka pingsan
dan yang seorang lagi bangun duduk merintih-rintih sambil memegangi pinggulnya yang terbanting keras!
Tiba-tiba terdengar suara melengking nyaring dan tampaklah sinar hitam meluncur ke atas dengan cepat
sekali. Sinar itu ternyata adalah sehelai tali yang meluncur keras seperti seekor ular panjang yang hidup,
ujungnya bergerak-gerak dan menotok ke arah kedua mata Kwi Hong! Karena cuaca di atas tidaklah begitu
terang, Kwi Hong tak dapat melihat ujung tali hitam dan hanya menangkap suara dan anginnya, maka dia
terkejut bukan main. Cepat ia menggerakkan kedua tangannya ke depan muka, selain untuk menjaga mata
juga untuk menangkap benda panjang yang menyambarnya itu.
Kiranya dara jelita yang memegangi tali hitam dari bawah itu lihai bukan main. Dialah yang mengeluarkan
suara melengking tadi dan menggunakan tali hitam untuk menyerang Kwi Hong yang berada di atas
genteng. Begitu melihat gadis perkasa di atas itu hendak menangkap ujung senjatanya yang aneh, dara ini
cepat menggerakkan pergelangan tangannya dan tiba-tiba ujung tali di atas itu tidak jadi melanjutkan
serangan ke arah mata, melainkan meluncur ke bawah dan tahu-tahu telah membelit kaki kiri Kwi Hong
dan dara itu mengerahkan tenaga, menarik tali secara tiba-tiba ke bawah!
"Aihhh!" Kwi Hong terkejut bukan main.
Tali itu demikian lemas sehingga ia tidak merasa ketika kakinya dibelit, tahu-tahu hanya merasa betapa
kakinya ditarik dengan kuat sekali dari atas wuwungan genteng! Karena tarikan itu tiba-tiba dan juga
tenaga tarikan berdasarkan sinkang sedangkan tali itu pun amat kuatnya, Kwi Hong tak dapat
mempertahankan kakinya lagi yang terpeleset dan tubuhnya terpelanting, jatuh ke bawah!
"Haiiiitttt!" Dengan kekuatan yang luar biasa ditambah kegesitannya, Kwi Hong telah dapat menggerakkan
tubuh, tangannya menyambar wuwungan sehingga tubuhnya tertahan dan kini terjadilah tarik-menarik!
Dara di sebelah bawah meggunakan dua tangan yang memegang tali untuk menarik, sedangkan Kwi Hong
dengan berpegang pada wuwungan genteng, mempertahankan kakinya yang terbelit tali dan ditarik ke
bawah. Dia maklum bahwa kalau sampai dia jatuh ke bawah, tentu dia akan disambut oleh pengeroyokan
orang-orang Thian-liong-pang. Dia tidak takut dikeroyok, akan tetapi dalam keadaan kakinya terbelit tali
dan jatuh ke bawah, tentu saja keadaannya amat berbahaya. Maka dia mempertahankan diri mati-matian
sambil mengerahkan tenaga pada tangan yang berpegang pada wuwungan.
Tarik-menarik terjadi. Betapa pun juga, Kwi Hong tentu saja kalah posisi, dan tiba-tiba wuwungan genteng
itu tidak kuat bertahan lagi. Terdengar suara keras dan wuwungan itu ambrol, genteng-gentengnya runtuh
ke bawah disusul tubuh Kwi Hong yang melayang turun pula. Akan tetapi untung bagi Kwi Hong karena
runtuhnya wuwungan itu membuat orang-orang Thian-liong-pang yang berada di bawah menjadi kaget dan
takut tertimpa, maka mereka meloncat dan menyingkir. Dengan berjungkir balik, Kwi Hong berhasil
membuka lipatan ujung tali pada kakinya dan ketika ia melayang turun dan disambut oleh orang Thianliong-
pang yang memukulnya, ia cepat menangkis.
"Plak! Plak!"
Kembali Kwi Hong terkejut. Tangkisannya membuat kedua orang itu terpental, akan tetapi kedua
tangannya juga tergetar hebat, tanda bahwa dua orang yang menyerangnya itu memiliki sinkang yang
amat kuat.
"Tar-tar-tar-tar!"
Ujung tali panjang itu meledak-ledak di atas kepalanya dan secara berturut-turut, ketika ia mengelak ke
sana-sini, ujung tali itu telah menotok ke arah ubun-ubun, kedua pelipis, jalan darah di tengkuk dan
tenggorokan! Tempat-tempat berbahaya yang ditotok, dan semua merupakan serangan maut berbahaya!
Kwi Hong terbelalak dan secepat kilat dia meloncat ke atas, berjungkir balik dan mengelak serta menangkis
totokan ujung tali secara bertubi-tubi itu.
Sementara itu, para anggota Thian-liong-pang sudah siap dan mencabut senjata masing-masing. Juga
tampak belasan orang yang berpakaian pasukan pemerintah muncul dari pintu samping. Celaka, pikir Kwi
Hong. Kiranya Thian-liong-pang benar-benar bekerja sama dengan pemerintah dan biar pun dia tidak takut
dikeroyok, akan tetapi kalau sampai dia bentrok dengan pasukan pemerintah dan dicap pemberontak,
dunia-kangouw.blogspot.com
bukankah berarti dia akan menyeret nama baik kehormatan pamannya? Dia melepaskan lagi gagang Limo-
kiam yang sudah dirabanya dan sekali meloncat, tubuhnya sudah melayang ke atas.
Empat orang anggota Thian-liong-pang berseru dan melompat pula. Akan tetapi, tubuh Kwi Hong yang
masih di atas itu, dapat membuat gerakan salto, membalik dan kedua kakinya menendang roboh dua
orang pengejar terdekat yang juga masih berada di udara! Semua orang melongo dan kagum. Gerakan itu
tiada ubahnya gerakan seekor burung garuda yang dapat menyerang! Dan memang sesungguhnya Kwi
Hong mendapatkan gerakan ini karena meniru gerakan garuda tunggangannya di Pulau Es dahulu! Kini
semua orang hanya berdiri melongo memandang bayangan Kwi Hong yang mencelat dan lenyap ditelan
kegelapan malam.
Milana, dara jelita yang mengunakan tali panjang tadi, menjadi penasaran sekali. Apa lagi ketika tiba-tiba
telinganya mendengar suara ringkik disusul derap kaki kuda di sebelah belakang rumah penginapan,
mukanya menjadi merah.
"Si keparat itu mencuri kuda kita! Hayo kejar!"
Anak buah Thian-liong-pang cepat berlari-larian dan di dalam malam gelap itu mulailah mereka melakukan
pengejaran. Dan memang benar sekali dugaan Milana, Kwi Hong telah meloncat ke belakang penginapan
dan melihat banyak kuda di kandang, timbul kenakalannya. Dia mencuri seekor kuda terbaik dan melarikan
diri naik kuda curian itu! Gadis yang nakal itu tidak ingat bahwa dengan melarikan diri berkuda, maka dia
memberi kesempatan kepada orang-orang Thian-liong-pang untuk mengejarnya, karena selain kuda
mengeluarkan bunyi derap kaki yang cukup keras, juga di waktu terang tanah, para pengejarnya dapat
mencari jejak kaki kudanya.
Milana merasa penasaran sekali. Gadis cantik yang sombong itu benar-benar telah menghina dan
mempermainkan Thian-liong-pang! Harus dia akui bahwa gadis itu memiliki kepandaian tinggi, akan tetapi
belum tentu dia kalah kalau diberi kesempatan untuk bertanding secara benar-benar. Tentu saja Milana
sama sekali tidak pernah mengira bahwa gadis cantik itu adalah murid Pendekar Siluman, tidak pernah
mengira bahwa dia tadi bertanding melawan Giam Kwi Hong yang pernah dijumpainya sepuluh tahun yang
lalu! Karena mengira bahwa gadis tadi adalah seorang tokoh kang-ouw yang tentu memusuhi Thian-liongpang,
Milana menjadi penasaran dan belum puas hatinya kalau dia belum dapat menguji kepandaian gadis
cantik tadi. Maka dia memimpin anak buahnya melakukan pengejaran dengan berkuda pula.
Kwi Hong tidak kalah penasaran dibandingkan dengan Milana. Sambil memacu kudanya keluar dari dusun
menuju ke selatan, tiada hentinya Kwi Hong mengomel seorang diri panjang pendek. Sungguh
menggemaskan hati! Mengapa hampir saja dia celaka di tangan seorang dara remaja? Menurut
penglihatannya, biar pun tidak begitu jelas, hanya melihat dari atas dan wajah gadis di bawah itu hanya
ditimpa sedikit cahaya lampu, namun dia tahu bahwa dara yang cantik jelita itu usianya tentu jauh lebih
muda dari pada dia. Seorang dara remaja belasan tahun! Dan dia hampir celaka di tangannya! Demikian
rendahkan kepandaiannya? Bukankah dia murid bahkan keponakan Pendekar Super Sakti, jagoan nomor
satu di dunia yang tiada bandingannya?
Pamannya sudah terkenal di seluruh jagat karena kesaktiannya, mengapa dia sebagai keponakan dan
murid yang telah digembleng sejak kecil, melawan seorang bocah dari Thian-liong-pang saja hampir keok?
Hmm, jika saja tidak muncul pasukan pemerintah, tentu dia akan mengajak dara remaja dan semua anak
buahnya berduel sampai mereka dapat membuka mata dan melihat siapa dia! Pedangnya tentu akan
membasmi mereka semua! Kwi Hong merasa penasaran sekali. Akan tetapi, diam-diam dia merasa ragu
apakah dia benar-benar akan menang melawan gadis kecil bersama belasan orang pembantunya yang
rata-rata memiliki kepandaian tinggi.
"Hemm, kalau dikeroyok, tentu saja berat!" Kwi Hong berjebi. "Kalau main keroyokan, mereka pengecut!
Jika maju satu demi satu, aku dan pedangku sanggup mengalahkan mereka semua!"
Kwi Hong melarikan kudanya sampai pagi, tak pernah berhenti. Dia melakukan perjalanan dalam cuaca
remang-remang, hanya diterangi bintang-bintang di langit dan menjelang pagi barulah muncul bulan
sepotong. Setelah matahari mulai muncul dari balik daun-daun pohon di hutan sebelah depan, Kwi Hong
baru merasa aman karena sejak lewat tengah malam tadi, suara derap kaki kuda yang mengejarnya sudah
tidak terdengar.
Dia memasuki hutan sambil menjalankan kudanya perlahan-lahan. Biar pun dia tidak tidur semalam suntuk,
namun tubuhnya terasa segar tertimpa sinar matahari pagi dan memasuki hutan yang yang kelihatan segar
dunia-kangouw.blogspot.com
kehijauan itu. Kicau burung dan kokok ayam hutan menyambut munculnya matahari. Pohon-pohon dengan
daun kehijauan dihias embun mengintan berkilauan di ujungnya. Rumput-rumput hijau segar membasah
dan kadang-kadang tampak berkelebatnya seekor kelinci atau kijang yang melarikan diri bersembunyi di
dalam semak-semak.
Kwi Hong tersenyum gembira. Betapa indahnya pemandangan di dalam hutan di waktu pagi, setelah
berbulan-bulan dia harus hidup di tepi laut yang kering dan tandus. Betapa senangnya hidup bebas seperti
itu, seperti burung-burung yang berkicauan dan saling berkejaran. Tiba-tiba alisnya berkerut ketika ia
melihat seekor burung jantan mengejar-ngejar seekor burung betina, bercanda, berkejaran, bercuit-cuit
amat gembira.
Teringatlah ia kepada Bun Beng dan wajahnya yang berseri gembira tadi menjadi muram. Ia menghela
napas panjang. Kwi Hong tentu akan menjadi murung hatinya, berlarut-larut termenung kalau saja matanya
tidak tertarik oleh serombongan orang yang datang dari kiri memasuki hutan itu pula. Seketika ia lupa akan
kekesalan hatinya teringat Bun Beng tadi dan kini dia menghentikan kudanya, menanti orang-orang dan
memandang penuh perhatian.
Rombongan orang berjalan kaki itu jumlahnya ada lima belas orang dan setelah mereka datang dekat, Kwi
Hong terbelalak keheranan karena muka orang-orang itu berwarna-warni. Orang-orang Pulau Neraka!
Tidak salah lagi. Dia sudah tahu akan keanehan para penghuni Pulau Neraka, yaitu warna muka mereka
yang seperti dicat itu. Sebagian besar adalah orang-orang yang mukanya berwarna kuning tua, dipimpin
oleh dua orang yang bermuka merah muda.
Ah, ternyata bukanlah orang-orang tingkat rendah, pikir Kwi Hong yang sudah mengerti bahwa makin muda
warna muka seorang Pulau Neraka, makin tinggilah tingkatnya. Akan tetapi yang membuat dia terbelalak
keheranan bukanlah kenyataan bahwa rombongan itu adalah orang-orang Pulau Neraka, melainkan benda
yang mereka bawa dan kawal. Benda itu adalah sebuah peti mati! Peti mati berukuran kecil, agaknya untuk
seorang kanak-kanak tanggung, dipanggul oleh dua orang dan dipayungi segala! Yang lain-lain
mengiringkan dari belakang.
Begitu mendapat kenyataan bahwa mereka adalah orang-orang Pulau Neraka, hati Kwi Hong sudah
merasa tidak senang. Dia maklum bahwa Ketua Pulau Neraka adalah Lulu, adik angkat pamannya. Akan
tetapi bukankah kakek mayat hidup yang ia temui di tepi pantai itu mengatakan bahwa Lulu hanyalah
seorang ketua boneka saja? Dan dia pernah diculik ke Pulau Neraka, dan sikap Bibi Lulu terhadap paman
amat tidak baik, apa lagi bocah bernama Keng In putera Bibi Lulu itu! Dia merasa benci dan begitu melihat
orang-orang yang mukanya beraneka warna itu, ingin sudah hatinya untuk menentang dan menyerang
mereka. Akan tetapi, melihat peti mati itu, keheranannya lebih besar dari pada ketidak senangannya maka
dia lalu berkata nyaring.
"Heiii! Bukankah kalian ini orang-orang Pulau Neraka? Siapakah yang mati dan hendak kalian bawa ke
mana peti mati itu?"
Seorang wanita setengah tua yang bermuka galak dan seorang laki-laki tinggi besar, keduanya bermuka
kuning tua, meloncat maju dan memandang Kwi Hong dengan mata bersinar marah. Tentu saja mereka
marah menyaksikan sikap seorang gadis yang sama sekali tidak menghormat padahal gadis itu sudah tahu
bahwa dia berhadapan dengan orang-orang Pulau Neraka. Sikap seperti itu sama dengan memandang
rendah dan menghina. Selain itu, juga mereka sedang melakukan sebuah tugas yang amat penting dan
rahasia, kini tanpa disengaja berjumpa dengan gadis itu, tentu saja mereka menjadi khawatir dan tidak
senang.
Wanita setengah tua bermuka kuning tua itu menjawab, "Bocah sombong, sudah pasti peti mati ini bukan
untukmu karena engkau akan dikubur tanpa peti mati!"
"Heiii, apa kau gila? Aku belum mati, siapa bilang mau dikubur?" Kwi Hong membentak marah.
"Setelah bertemu dengan kami, mengenal kami dan bersikap sesombong ini, apakah bukan berarti engkau
menjadi calon mayat?"
"Keparat! Engkaulah yang patut mampus!" Kwi Hong balas memaki, matanya yang indah itu melotot.
Kedua orang bermuka kuning tua itu segera menerjang maju dan karena mereka memandang rendah
kepada Kwi Hong, mereka menyerang sembarangan saja. Yang wanita menampar ke arah pundak Kwi
dunia-kangouw.blogspot.com
Hong untuk membuat dara itu turun dari kuda, sedangkan yang pria menampar ke arah kepala kuda yang
kalau terkena tentu akan pecah!
"Tar! Tar!"
Melihat kedua orang itu menyerang, Kwi Hong tidak mengelak mau pun menangkis, melainkan
mengelebatkan perut kudanya, mendahului mereka dengan serangan pecut. Biar pun dia tidak biasa
mainkan pecut, namun berkat tenaga sinkang-nya yang hebat, ujung pecut itu dua kali menyambar dan
mengarah muka mereka yang berwarna kuning tua!
"Plak! Plak! Aiiihhh...!" Dua orang itu cepat menangkis dan hendak mencengkeram ujung pecut, akan tetapi
dapat dibayangkan betapa kaget hati mereka ketika lengan mereka terasa nyeri dan pecah kulitnya,
mengeluarkan darah begitu bertemu dengan ujung pecut yang bergerak dengan kekuatan luar biasa itu!
"Dari mana datangnya bocah sombong berani main gila dengan penghuni Pulau Neraka?" Orang tinggi
besar bermuka merah muda membentak keras dan bersama temannya yang bermuka merah muda pula,
yang berkepala gundul dan bertubuh tinggi gendut pendek, segera menerjang maju. Biar pun jarak di
antara mereka dengan Kwi Hong masih ada dua meter lebih, namun mereka telah melancarkan pukulan
jarak jauh. Si Tinggi Besar menghantam ke arah Kwi Hong sedangkan Si Gendut Pendek menghantam ke
arah kuda yang ditungangi gadis itu.
"Wuuuuutttt! Siuuut!"
Kwi Hong terkejut. Bukan main hebatnya angin pukulan kedua orang itu, maha dahsyat dan mengandung
bau amis seperti ular berbisa. Maklumlah dia bahwa kedua orang Pulau Neraka yang sudah agak tinggi
tingkatnya melihat warna mukanya itu memiliki pukulan beracun, maka dia tidak berani berlaku lambat.
Sekali enjot, tubuhnya mencelat ke atas, tapi terdengar kudanya meringkik kesakitan dan roboh
berkelojotan sekarat.
"Berani kau membunuh kudaku?" Kwi Hong membentak, tubuhnya menukik dan meluncur ke bawah,
cambuknya digerakkan bertubi-tubi ke arah kepala dan tubuh Si Gundul Pendek yang sibuk mengelak
sambil bergulingan.
"Tar-tar-tar-tar!"
Biar pun Si Gundul Pendek itu mengelak dan bergulingan ke sana-sini, namun tetap saja beberapa kali dia
kena dihajar ujung cambuk sampai kepala gundulnya lecet dan bajunya robek-robek. Namun temannya
sudah menerjang Kwi Hong dari belakang dengan pukulan beracun yang dahsyat, membuat gadis itu
terpaksa mencelat ke belakang, meninggalkan Si Gundul dan siap menghadapi pengeroyokan mereka.
Karena dia maklum bahwa lima belas orang itu amat lihai, maka tangan kanannya bergerak dan berbareng
dengan bunyi mendesing nyaring tampaklah sinar kilat berkelebat membuat lima belas orang itu terkejut
dan otomatis melangkah mundur sambil memandang ke arah pedang di tangan Kwi Hong dengan mata
terbelalak.
"Pe... dang... Iblis...!" Si Tinggi Besar bermuka merah muda berseru kaget.
"Hemmm, kalian mengenal pedangku? Majulah, pedangku sudah haus darah!" Kwi Hong menantang.
"Melihat pedang itu, kita tidak boleh membunuhnya. Tangkap hidup-hidup, pergunakan asap berwarna.
Cepat, ketua kita telah menanti, jangan sampai dia marah!"
Mendengar ini, jantung Kwi Hong berdebar. Dia tidak takut akan ancaman mereka untuk menangkapnya
hidup-hidup dengan menggunakan asap berwarna yang ia duga tentulah asap beracun. Akan tetapi
mendengar bahwa Ketua mereka telah menanti, dan agaknya berada di dekat tempat itu, dia menjadi
bingung. Kalau sampai adik angkat pamannya tahu bahwa dia mengamuk, lalu maju sendiri bagaimana?
Selain agaknya tak mungkin dia dapat menangkan Bibi Lulu itu, juga wanita aneh itu telah menolong dia
dan penghuni Pulau Es ketika diserang pasukan pemerintah. Apa lagi kalau dia teringat akan pesan
pamannya, kemarahannya terhadap orang-orang ini menjadi menurun dan ia membanting kakinya sambil
berseru, "Sudahlah, aku mau pergi saja!"
Kwi Hong meloncat, akan tetapi dari depan menghadang enam orang anggota Pulau Neraka dengan
senjata mereka melintang. Kwi Hong marah, Pedang Li-mo-kiam dipercepat berubah menjadi segulung
dunia-kangouw.blogspot.com
sinar kilat. Enam orang itu terkejut, menggerakkan senjata masing-masing melindungi tubuh dan
terdengarlah suara nyaring berulang-ulang disusul teriakan-teriakan kaget karena semua senjata enam
orang itu patah-patah dan tubuh gadis itu mencelat ke depan, terus lari dengan cepat sekali!
Karena takut kalau-kalau rombongan orang Pulau Neraka itu melakukan pengejaran, bukan takut kepada
mereka melainkan takut kalau sampai bertemu dengan Lulu, Kwi Hong berlari cepat ke selatan di mana
terdapat sebuah anak bukit. Ke sanalah dia melarikan diri dengan bibir cemberut karena pertemuannya
dengan rombongan Pulau Neraka itu membuat dia kehilangan kudanya. Akan tetapi kepada siapakah dia
akan menumpahkan kemarahannya dan kejengkelannya?
Betapa pun juga, dia tidak mungkin dapat nekat mengamuk dan dapat menghadapi Bibi Lulu apabila
wanita itu muncul. Hal ini tentu akan membuat pamannya marah sekali, sungguh pun dia sama sekali tidak
akan takut apabila dia harus menghadapi Bibi Lulu sekali pun. Apa lagi kalau dia teringat akan Keng In, ia
bahkan ingin sekali bertemu dengan pemuda itu dan menantangnya untuk bertanding, tidak hanya
mengadu kepandaian, akan tetapi juga mengadu pedang mereka. Bukankah Pedang Lam-mo-kiam berada
di tangan pemuda brengsek itu? Pedang itu adalah pedang Bun Beng, dan kalau dia dapat bertemu
dengan Keng In berdua saja, dia pasti akan merampaskan Pedang Lam-mo-kiam dan akan ia berikan
kepada Bun Beng!
Ketika ia tiba di anak bukit itu, kembali ia terkejut karena ternyata bahwa bukit itu merupakan sebuah tanah
perkuburan yang luas sekali! Di sana tampak batu-batu bong-pai (nisan), ada yang masih baru akan tetapi
sebagian besar adalah bong-pai yang tua dan tulisannya sudah hampir tak dapat dibaca, tanda bahwa
tanah kuburan itu adalah tempat yang sudah kuno sekali. Ia teringat akan rombongan orang Pulau Neraka
yang membawa peti. Celaka, pikirnya, aku telah salah lari. Mereka itu menuju ke tempat ini untuk
mengubur peti mati itu.
Berpikir demikian, Kwi Hong berlari terus dengan maksud hendak melewati bukit tanah kuburan itu dan
untuk berlari terus ke selatan karena dia hendak mencari musuh-musuh pamannya, musuh-musuh Pulau
Es, di kota raja. Tiba-tiba bulu tengkuknya berdiri dan kedua kakinya otomatis berhenti, bahkan kini kedua
kaki itu agak menggigil! Kwi Hong takut?
Tidak mengherankan kalau dara perkasa ini ketakutan. Siapa orangnya yang tidak akan menjadi seram
dan takut jika tiba-tiba mendengar suara orang tertawa cekikikan dan terkekeh-kekeh di tengah tanah
kuburan, sedangkan orangnya tidak tampak. Suara ketawa itu pun tidak seperti biasa, lebih pantas kalau
iblis atau mayat yang tertawa! Kwi Hong seorang gadis pemberani, akan tetapi baru dua kali ini dia benarbenar
menggigil ketakutan dan bulu tengkuknya menegang. Pertama adalah ketika ia menemukan sebuah
peti di tepi laut yang ketika dibukanya ternyata berisi mayat hidup! Kedua adalah sekarang ini. Tempat itu
demikian sunyi, tidak terdengar suara seorang pun manusia. Dan tiba-tiba ada suara ketawa dan agaknya
suara ketawa itu terdengar dari mana-mana, mengelilinginya!
Ah, mana ada setan! Gadis ini berpikir sambil menekan rasa takutnya. Dahulu pun, mayat hidup itu
ternyata adalah seorang kakek yang sakti, bahkan tokoh pertama dari Pulau Neraka, bukan setan.
Sekarang pun pasti bukan setan, apa lagi di waktu pagi ini, mana ada iblis berani muncul melawan cahaya
matahari? Tentu seorang yang lihai sehingga suara ketawanya yang mengandung tenaga khikang itu
terdengar bergema ke sekelilingnya. Kwi Hong menjadi tabah dan kini dia menahan napas mengerahkan
sinkang-nya, menggunakan tenaga pendengarannya untuk mencari dari mana datangnya sumber suara
ketawa itu.
Benar saja dugaannya. Suara ketawa yang mengurungnya itu adalah gema suara yang mengandung
khikang amat kuat, sedangkan sumbernya dari... sebuah kuburan kuno! Kembali ia terbelalak dan bulu
tengkuk yang sudah rebah kembali itu kini mulai bangkit lagi! Suara ketawa dari kuburan kuno? Apa lagi
kalau bukan suara setan atau mayat hidup? Hampir saja Kwi Hong meloncat jauh dan melarikan diri
secepatnya kalau saja dia tidak merasa malu. Biar pun tidak ada orang lain yang melihatnya, bagaimana
kalau ternyata yang tertawa itu manusia dan melihat dia lari tunggang-langgang macam itu betapa akan
memalukan sekali! Tidak, dari pada menanggung malu lebih baik menghadapi kenyataan, biar pun dia
harus berhadapan dengan iblis di siang hari sekali pun!
"Heh-heh-heh-heh, hayo... biar kecil, hatinya besar, hi-hi-hik!"
Nah, benar manusia, pikir Kwi Hong yang masih bingung karena suara itu benar-benar keluar dari sebuah
kuburan yang sudah ditumbuhi banyak rumput dan tidak tampak ada manusia di dekat kuburan itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Krik-krik-krik!"
"Krek-krek-krek!"
Eh, ada suara dua ekor jangkrik! Makin tertarik hati Kwi Hong, apa lagi ketika kembali terdengar orang tak
tampak itu bicara sendiri.
"Eh, maju, jangan mepet di pinggir, sekali dorong kau akan jatuh! Ha, biar pun kecil merica tua, makin kecil
makin tua dan makin pedas! Ha-ha-ha!"
Dengan berindap-indap Kwi Hong maju menghampiri dan hampir saja dia tertawa terkekeh-kekeh saking
lega dan geli rasa hatinya saat melihat bahwa yang disangkanya mayat hidup atau iblis itu kiranya adalah
seorang kakek yang sudah tua sekali, duduk seorang diri di atas tanah depan bong-pai tua sambil
mengadu jangkrik di atas telapak tangan kirinya!
Kakek itu sudah amat tua, sukar ditaksir berapa usianya. Rambutnya yang riap-riapan, kumisnya,
jenggotnya, semua sudah putih dan tidak terpelihara sehingga kelihatan mawut tidak karuan. Pakaiannya
pun longgar tidak karuan bentuknya, sederhana sekali. Kakinya memakai alas kaki yang diberi tali-temali
melibat-libat kakinya ke atas, lucu dan kacau.
Yang paling menarik hati Kwi Hong adalah bentuk tubuh kakek itu. Amat kecil! Kecil dan pendek, seperti
tubuh seorang kanak-kanak saja! Biar pun kakek itu duduk mendeprok di atas tanah, dia berani bertaruh
bahwa kakek itu tentu kalah tinggi olehnya. Akan tetapi kakek itu sama sekali tidak memperhatikan
keadaan sekelilingnya, bahkan tidak mempedulikan keadaan Kwi Hong sama sekali. Perhatiannya tercurah
kepada dua ekor jangkrik di atas telapak tangannya, pandang matanya bersinar-sinar, wajahnya berseri
dan kedua matanya yang amat lebar itu terbelalak.
Kwi Hong melangkah maju perlahan-lahan sampai dekat sekali. Ia melihat bahwa di atas telapak tangan
kiri kakek itu terdapat dua ekor jangkrik yang saling berhadapan, dipermainkan oleh kakek itu dengan
sebatang kili-kili rumput sehingga kedua ekor binatang itu mengerik keras. Yang bunyi keriknya kecil
adalah seekor jangkrik coklat yang tubuhnya kecil, sedangkan yang kedua adalah seekor jangkrik hitam
yang tubuhnya lebih besar dan bunyi keriknya pun lebih besar.
Kwi Hong duduk perlahan-lahan di sebelah kiri kakek itu, mendeprok di atas tanah sambil menonton. Dia
pun tertarik sekali. Selama hidupnya belum pernah dia melihat jangkrik diadu. Tentu saja pernah dia
melihat jangkrik akan tetapi tidak tahu bahwa jangkrik dapat diadu seperti ayam jago saja. Dia menjadi
kagum menyaksikan sikap dua ekor jangkrik itu. Setelah mengerik dan sayapnya menggembung,
sungutnya bergerak-gerak, mulutnya dibuka lebar siap menyerang lawan, binatang-binatang kecil itu
kelihatan gagah sekali. Terutama sekali pasangan kuda-kuda kakinya, kokoh kuat mengagumkan!
"Hayo, Si Kecil Merah, biar pun kecil jangan mau kalah! Serang...!" Kakek itu tiba-tiba melepaskan kilikilinya
yang dipegang dengan tangan kanan, diangkat-nya kili-kili ke atas sehingga kini kedua ekor jangkrik
itu tidak terhalang kili-kili dan mereka saling terkam!
Kwi Hong memandang dengan mata terbelalak kagum. Baru pertama kali ini dia melihat dua ekor jangkrik
itu benar-benar saling terkam, melompat dengan garang dan saling gigit, kemudian saling dorong,
menggunakan kaki belakang yang besar dan kuat itu untuk mempertahankan diri. Namun, tentu saja
jangkrik hitam yang lebih besar itu lebih kuat. Jangkrik kemerahan atau coklat lebih kecil terdorong terus
sampai ke pinggir telapak tangan, kemudian dilontarkan oleh jangkrik hitam sehingga terlempar jatuh ke
atas tanah. Si Hitam mengerik bangga dan berputar-putaran di atas telapak tangan kakek itu seolah-olah
seorang jagoan yang menantang tanding di atas panggung luitai (panggung adu silat)!
"Wah, Si Hitam itu hebat!" Kwi Hong berkata lirih memuji.
"Puhh! Hebat apanya?" Kakek itu mendengus dan mendelik kepada Kwi Hong. "Kalau bukan kau datang
mengagetkan, Si Kecil Merah takkan kalah!"
Melihat sikap kakek itu marah-marah tidak karuan kepadanya, menyalahkan dia karena jangkrik kecil itu
kalah, Kwi Hong menjadi mendongkol hatinya. "Apa? Aku yang salah? Wah, kakek sinting, memang
jangkrik yang kecil begitu mana bisa menang?"
"Siapa bilang tidak bisa menang? Kau kira yang kecil itu harus kalah? Phuah, gadis besar yang sombong!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Plak! Plok!"
Hampir saja Kwi Hong menjerit saking marahnya. Dia tidak melihat kakek itu menggerakkan tangan, akan
tetapi tahu-tahu pinggulnya yang berdaging menonjol kena ditampar dua kali oleh kakek itu sampai terasa
panas kulitnya dan debu mengepul dari celananya yang tentu saja kotor karena dia duduk di atas tanah
kering. Kwi Hong meloncat bangun, siap untuk membalas akan tetapi karena mendapat kenyataan bahwa
kakek itu lihai bukan main, dapat menampar belakang tubuhnya tanpa dia melihatnya, Kwi Hong meraba
gagang pedang.
"Prokkk!" Kakek itu meremas ujung batu bong-pai dan Kwi Hong memandang dengan mata terbelalak.
Batu yang amat keras itu diremas seperti orang meremas kerupuk saja, hancur seperti tepung. Dia sendiri,
dengan pengerahan sinkang-nya, mungkin dapat mematahkan ujung batu bongpai itu, akan tetapi
meremasnya hancur, tanpa sedikit pun kelihatan mengerahkan tenaga, benar-benar hebat! Maklumlah dia
berhadapan dengan seorang kakek yang amat sakti, akan tetapi juga amat sinting perangainya!
Tanpa mempedulikan Kwi Hong yang meloncat bangun, kakek yang bersungut-sungut itu telah menaruh
jangkrik hitam yang menang ke dalam lubang yang dibuatnya di atas tanah, kemudian menyambar jangkrik
hitam kemerahan yang kalah tadi.
"Kau harus menang! Si Kecil harus menang! Jangan biarkan Si Besar sombong dan mengira bahwa Si
Besar yang kuat!" Dia bersungut-sungut, mengomel marah-marah tidak karuan.
"Kau harus dijantur biar besar hatimu!" Kakek itu mencabut sehelai rambut yang panjang, akan tetapi
begitu dipandangnya, rambut putih itu dibuangnya. "Ah, rambut putih tidak baik untuk menjantur jangkrik,
hatinya menjadi tidak berani bertempur. Heh, gadis besar! Rambutmu banyak, berikan sehelai kepadaku!"
Biar pun Kwi Hong merasa mendongkol bukan main, namun dia mulai tertarik untuk menyaksikan
bagaimana caranya kakek itu dapat memaksa jangkrik kecil maju dan mengalahkan jangkrik besar. Biar
pun bibirnya sendiri tak kalah runcingnya dengan bibir Si Kakek karena dia pun cemberut, dicabutnya juga
sehelai rambut dan ditiupnya rambut itu ke arah kakek yang menerimanya sambil menjepit rambut dengan
kedua jari tangan.
Diam-diam Kwi Hong kagum dan kaget. Sudah begitu tua, akan tetapi pandang matanya masih luar biasa
tajamnya, sehingga dapat menangkap sehelai rambut yang melayang dengan jepitan jari tangan. Kini
kakek itu tidak bersungut-sungut lagi, malah wajahnya berseru penuh harapan ketika dia menggunakan
rambut untuk menjantur jangkrik kecil merah itu pada selangkang kakinya.
Kwi Hong memandang dengan heran dan ngeri. Jangkrik itu dijantur diputar-putar seperti gasing kemudian
dibiarkan berputar kembali pada rambut dan dimanterai oleh kakek aneh. Entah diberi mantera atau
diapakan, buktinya kakek itu mulutnya berkemak-kemik dekat dengan tubuh jangkrik yang berputaran.
Setelah gerakan berputar itu terhenti, berhenti pula mulut yang berkemak-kemik, akan tetapi tiba-tiba kakek
itu meludah kecil tiga kali.
"Cuh! Cuh! Cuh!" Ludah-ludah kecil menyerempet ke arah tubuh jangkrik merah.
"Awas kau kalau kalah lagi!" Kakek itu berkata. "Harus kuberi tambahan semangat!" Ia lalu bangkit berdiri,
menjengking dan menaruh jangkrik yang masih tergantung di bawah rambut itu depan pantatnya,
"Busssshh!" Kakek itu melepas kentut yang tepat menghembus ke arah jangkrik merah.
"Ihhh...!" Kwi Hong mendengus dan melangkah mundur menjauhi kakek jorok (kotor) itu sambil memijit
hidung. Kentut yang tidak berbunyi biasanya amat jahat baunya! Akan tetapi karena dia tertarik sekali, ingin
melihat apakah ‘gemblengan’ yang diberikan kakek itu pada jangkrik merah benar-benar manjur, Kwi Hong
tidak pergi dan masih berdiri menonton.
Kembali kakek itu membalikkan telapak tangan kiri, dipergunakan sebagai panggung pertandingan antara
kedua ekor jangkrik itu. Jangkrik merah sudah dilepas dari rambut yang menjanturnya, ditaruh di atas
telapak tangan kiri kakek itu. Jangkrik itu diam saja, agaknya nanar dan melihat bintang menari-nari!
Sepatutnya begitulah setelah mengalami gemblengan hebat tadi, kalau tidak nanar oleh janturan tentu
mabok oleh bau kentut. Akan tetapi agaknya hal ini membuat si Jangkrik timbul kemarahannya, buktinya
ketika kakek itu memainkan kili-kili di depan mulutnya, jangkrik ini membuka mulut lebar-lebar dan
menyerang kili-kili, sayapnya berkembang dan mengerik sumbang!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ha-ha-ha-heh-heh, bagus! Sekarang kau harus menang!" Kakek itu berkata lalu mengambil jangkrik hitam
dan menaruh di atas telapak tangannya pula. Dengan kili-kilinya, kakek itu terus mengili jangkrik merah
yang makin ganas dan bergerak maju menghampiri jangkrik hitam yang sama sekali tidak dikili, dibiarkan
saja oleh kakek itu.
"Wah, kau licik! Kenapa jangkrik hitamnya tidak dikili?" Kwi Hong tidak dapat menahan kemendongkolan
hatinya. Dia tahu bahwa karena tubuhnya kecil pendek, kakek itu berpihak kepada jangkrik kecil dan
berlaku curang.
"Eh, kalau kau berpihak kepada Si Hitam, boleh kau kili dia!" kakek itu membentak marah. Akan tetapi
karena Kwi Hong belum pernah mengadu jangkrik, gadis ini berjebi dan tidak menjawab, hanya
memandang saja.
Biar pun tidak diganggu kili-kili, mendengar lawan mengerik, Si Hitam itu cepat membalik dan juga
mengerik, menantang dengan keriknya yang nyaring sehingga mengalahkan bunyi kerik Si Kecil yang
sumbang. Hampir Kwi Hong bersorak bangga, akan tetapi dia menahan diri, takut kalau-kalau kakek sinting
itu marah lagi.
Setelah kedua jangkrik itu berhadapan dan siap, kakek aneh itu kembali melepaskan kili-kilinya dari mulut
Si Kecil, mencabutnya ke atas sehingga kembali dua ekor jangkrik itu saling terkam dan saling gigit. Si
Kecil itu kini benar-benar lebih nekat cara berkelahinya, dan agaknya gemblengan kakek tadi ada gunanya
pula karena dia lebih berani, tidak mudah menyerah seperti dalam pertandingan pertama. Akan tetapi,
betapa pun nekatnya, karena memang kalah kuat, dia didorong terus ke pinggir dan akhirnya terjengkang
ke bawah. Kalah lagi.
Kwi Hong cepat melangkah mundur dan tepat seperti dugaannya, kakek itu marah-marah lagi. Batu bongpai
kuno itu mengalami nasib sial! Digempur berapa kali sampai pecah-pecah dan remuk-remuk, debu
beterbangan ke atas.
"Sialan! Pengecut! Penakut! Kau membikin malu saja! Tidak bisa, kau tidak boleh kalah, harus menang.
Harus kataku, tahu? Kalau perlu aku akan menggemblengmu selama hidupku sampai kau menang!"
Kembali dia menaruh jangkrik hitam di dalam lubang dan mulailah ia melakukan ‘penggemblengan’ kedua
terhadap jangkrik kecil merah. Cara menggemblengnya makin gila, membuat Kwi Hong mendekap
mulutnya menahan ketawa. Benar-benar kakek sinting, pikirnya, akan tetapi karena Kwi Hong juga
mempunyai dasar watak gembira, binal dan nakal, dia ingin sekali menyaksikan jangkrik gemblengan
kakek itu benar-benar akan dapat menang satu kali saja. Kalau kalah terus, dia mempunyai alasan untuk
mentertawakan kakek sinting yang tadi sudah berani menggaplok pinggulnya sampai dua kali. Kalau nanti
kakek itu marah, dia akan melawan dengan pedangnya.
Kakek itu benar-benar seperti sinting saking penasaran melihat jagonya kalah terus. Tepat seperti dugaan
Kwi Hong, karena merasa bahwa dia adalah seorang yang mempunyai perawakan tidak normal, terlalu
kecil pendek bagi ukuran pria, maka tentu saja kakek itu selalu berpihak kepada apa saja yang ukurannya
lebih kecil! Demikian pula dalam adu jangkrik ini. Dia akan penasaran terus kalau Si Kecil belum memang,
karena dia melihat seolah-olah Si Kecil itu adalah dia sendiri.
Kini dia membenam-benamkan Si Kecil Merah itu ke dalam... air kencingnya sendiri. Tanpa mempedulikan
Kwi Hong kakek itu merosotkan celananya begitu saja sehingga Kwi Hong tersipu-sipu membuang muka,
lalu dia melepas air kencing ke arah jangkrik merah yang ia masukkan ke dalam sebuah lubang besar di
atas tanah. Tentu saja payah jangkrik merah kecil itu berenang di lautan kencing, sedangkan Kwi Hong
yang berdiri dalam jarak sepuluh langkah saja masih mencium bau sengak seperti cuka lama, apa lagi
jangkrik yang kini dibenamkan ke dalam air kencing!
Akan tetapi kakek itu tidak peduli. Setelah mengikatkan kembali celananya dan membenam-benamkan
jangkrik jagoannya sampai setengah kelenger, barulah ia menghentikan gemblengannya, membiarkan
jagonya siuman di bawah sinar matahari, kemudian mulailah dia mengadu lagi dua ekor jangkrik itu.
Anehnya, ketika jangkrik itu digoda kili-kili, dia mengamuk, menggigit asal kena saja, akan tetapi tidak lagi
mau mengerik. Dia betul-betul sudah puyeng sekarang, sudah nekat dan menyerang ke depan dengan
ngawur akan tetapi pantang mundur!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bagus, kau kini tidak mengenal takut lagi!"
Kwi Hong lupa akan bau air kencing yang biar pun sudah dihisap tanah masih meninggalkan bau lumayan.
Karena dia tertarik maka dia mendekat lagi, bahkan ia kini duduk di sebelah kiri kakek itu, menonton penuh
perhatian. Dua ekor jangkrik sudah berkelahi lagi di atas telapak tangan kakek itu. Akan tetapi jangkrik kecil
itu mundur terus!
"Kalau sekali ini kalah, kugencet dengan batu kepalamu!" Kakek itu mengomel dan Kwi Hong menaruh
kasihan kepada jangkrik kecil merah itu.
"Kek, tahan pantatnya dengan kili-kili. Dia masih terus melawan, belum kalah, jangan keburu dia jatuh ke
bawah!" Kwi Hong yang melihat Si Kecil itu benar-benar nekat, saling gigit tak dilepaskan lagi, menjadi
tegang hatinya dan ingin melihat Si Kecil yang diingkal-ingkal (didesak-desak) oleh Si Besar itu dapat
menang.
Kakek itu tidak menjawab, akan tetapi ternyata dia menurut petunjuk Kwi Hong menggunakan kili-kili untuk
menahan pantat jangkrik kecil merah yang terdorong terus ke belakang. Setelah kili-kili itu menahannya,
pertandingan menjadi makin seru dan mati-matian, dan kedua jangkrik saling gigit sampai mulut Si Kecil
mengeluarkan air menguning!
Jangkrik hitam yang besar agaknya penasaran, makin dikerahkan tenaga kakinya yang besar, didorongnya
kepala jangkrik kecil yang sudah luka-luka itu sekuatnya sehingga tubuh jangkrik kecil itu tertekan, terhimpit
dan tertekuk ke belakang sehingga akhirnya jatuh terlentang dan si Besar Hitam masih menggigit dan
nongkrong di atasnya. Kakek itu menjadi pucat wajahnya, matanya terbelalak dan perasaannya tertusuk.
Akan tetapi tiba-tiba jangkrik kecil yang kehilangan akal itu membuat gerakan membalik sehingga gigitan
terlepas, dan ketika jangkrik hitam besar mengejar, Si Kecil itu menggerakkan kedua kaki besar ke
belakang, menyentik dengan tiba-tiba dan gerakannya amat cepat dan kuat. Akibatnya, tubuh jangkrik
hitam besar itu terlempar ke atas dan jatuh. Sial baginya dia jatuh menimpa batu sehingga kepalanya
pecah dan mati di saat itu juga! Lebih aneh lagi, kini jangkrik kecil merah yang masih berada di tangan
kakek itu mulai mengerik dan bergerak-gerak ke sana ke mari, seolah-olah menantang lawan!
"Hebat dia...!" Kwi Hong berseru, juga girang sekali. Tetapi dia segera menghentikan kata-katanya dan
matanya terbelalak memandang ke belakang kakek tua itu. Dari jauh tampak olehnya rombongan orang
Pulau Neraka yang menggotong peti mati, berjalan menuruni anak tangga batu menuju ke arah mereka!
Kwi Hong merasa khawatir sekali. Dia maklum akan kelihaian orang-orang Pulau Neraka itu. Akan tetapi
dia terheran-heran ketika melihat mereka semua menjatuhkan diri berlutut dan meletakkan peti mati itu di
depan mereka, terus berlutut tanpa bergerak sedikit pun.
Akan tetapi kakek tua yang kate kecil itu sama sekali tidak mempedulikan mereka. Dia sedang bergembira,
girang bukan main. "Heh-heh-ha-ha-ha, kau boleh istirahat dan sembuhkan luka-lukamu, jagoan cilik!"
katanya sambil melepaskan jangkrik itu ke dalam semak-semak. Dia lalu menari-nari kegirangan, tertawatawa
dan bergulingan ke sana-sini, mendekati bangkai jangkrik hitam, mengejek dan menjulurkan lidah
kepada bangkai kecil itu!
"Heh-heh, kau kira yang besar harus menang? Ha-ha-ha!"
Ketika ia bergulingan itu, tanpa disengaja dia bergulingan ke dekat Kwi Hong. Tentu saja gadis ini tidak
mau tubuhnya terlanggar, maka dia meloncat berdiri. Gerakan gadis ini disalah artikan oleh Si Kakek
sinting, disangkanya gadis itu menentangnya, apa lagi dia melihat bahwa gadis itu tidak ikut bergembira
bersamanya. Marahlah dia dan tiba-tiba ia menelungkup, menekan tanah dengan dua tangan dan bagaikan
kilat cepatnya, kedua kakinya menyepak ke belakang persis gaya jangkrik kecil tadi, kedua ujung kaki
menghantam dari bawah ke arah tubuh Kwi Hong!
Tentu saja Kwi Hong terkejut sekali. Untuk mengelak sudah tidak keburu lagi maka cepat ia menangkis.
"Desss!" Akibat benturan ini, tubuh Kwi Hong terlempar ke udara, jauh tinggi dan ‘temangsang’ di atas
dahan-dahan pohon yang tinggi dalam keadaan lemas!
Kakek sinting itu berseru kaget. "Heiiii...! Wah, kenapa kau mau saja kusepak?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Secepat burung terbang, tubuhnya melayang ke atas tanpa menginjak dahan pohon, tangannya yang
berlengan pendek itu menyambar tubuh Kwi Hong dan membawa dara itu meloncat turun. Sekali ditepuk
punggungnya, Kwi Hong dapat bergerak kembali dan ia terlongong memandang kakek yang ternyata
memiliki ilmu kepandaian luar biasa itu.
Setelah memulihkan kesehatan Kwi Hong, kakek itu melanjutkan bersorak gembira, "Ha-ha-ha! Hooree!
Aku menemukan jurus baru yang hebat! Khusus untuk si kecil mengalahkan si besar, ha-ha-ha!" Tiba-tiba
ia melihat rombongan orang Pulau Neraka yang berlutut di situ, lalu suara ketawanya berhenti, dia
membentak marah.
"Eiiittt! Siapa suruh kalian berlutut di situ? Hayo pergi semua, jangan ganggu aku yang sedang
bergembira!"
Kwi Hong kembali terheran-heran. Orang-orang Pulau Neraka yang tingkatnya tidak rendah itu
mengangguk-angguk dan seperti anjing digebah mereka kemudian pergi mengundurkan diri, meninggalkan
peti mati dan tampak mereka itu duduk jauh dari tempat itu, seperti sekumpulan pelayan menanti perintah
majikan. Sedikit pun mereka tidak berani lagi memandang ke arah kakek sinting!
"Heh-heh-heh, mereka itu menjemukan sekali. Ilmu yang baru ini mana boleh dilihat mereka? Tentu akan
mereka curi kelak. Eh, gadis gede, engkau ikut berjasa dalam penemuan jurus istimewa ini, maka sudah
sepantasnya kalau aku mengajarkan jurus ini kepadamu."
Kwi Hong menggeleng kepala. "Aku tidak ingin mempelajari jurus yang tidak sopan itu!"
"Wah, lagaknya! jurus tidak sopan, katamu? Hayo jelaskan, apanya yang tidak sopan!"
"Aku adalah seorang manusia, seorang gadis pula, bukan seekor jangkrik atau seekor kuda! Kalau aku
mempelajari jurus menyepak seperti jangkrik atau kuda itu, bukankah itu tidak sopan?"
"Uwaaah, sombongnya! Mana ada jurus sopan atau tidak sopan? Hayo jawab, untuk apa engkau
mempelajari jurus-jurus ilmu silat? Bukankah untuk merobohkan lawan, untuk membunuh lawan? Apakah
ada cara membunuh yang sopan atau tidak? Kalau dilihat tujuannya, semua jurus yang pernah kau pelajari
juga tidak sopan! Hayo, coba kau bantah!" kakek itu bersikap seperti seorang anak kecil yang cerewet dan
mengajak bertengkar.
"Sudahlah, aku tak mau banyak bicara dengan tokoh Pulau Neraka!"
"Aihhh! Siapa tokoh Pulau Neraka?"
"Engkau, kakek sinting, apa kau kira aku tidak tahu bahwa engkau adalah tokoh Pulau Neraka?"
"Dari mana kau tahu?"
"Dari mukamu yang tidak berwarna itu, seperti muka mayat!" Kwi Hong tidak mau bilang bahwa dia tahu
karena melihat orang-orang Pulau Neraka tadi amat takut dan menghormat kakek ini karena hal itu menjadi
terlalu mudah untuk menduga.
"Ada apa dengan mukaku? Tidak berwarna? Hemm, kau mau warna apa? Hitam? Nah, lihatlah!" Kwi Hong
hampir menjerit ketika melihat betapa muka kakek itu tiba-tiba saja berubah hitam seperti pantat kuali yang
hangus! Hanya tinggal putih matanya dan dua giginya saja yang kelihatan.
"Apa kau mau yang merah? Dan berbareng dengan ucapannya itu, muka kakek itu menjadi merah seperti
dicat.
"Atau biru? Hijau? Kuning?"
Kini Kwi Hong melongo. Muka itu bisa berubah-ubah seperti yang disebut kakek itu, seolah-olah ada yang
mengecatnya berganti-ganti, dan akhirnya berubah biasa lagi, muka yang pucat, muka seorang kakek yang
berpenyakitan.
"Jelas engkau seorang tokoh besar Pulau Neraka!" Kwi Hong berkata.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kalau betul, mengapa? Apa bedanya kalau aku orang Pulau Neraka, atau Pulau Es, atau pulau kosong,
atau dari puncak Gunung Bu-tong-san, atau dari padang pasir! Apa bedanya kalau aku terlahir sebagai
bangsa ini dan bangsa itu? Tetap saja aku seorang manusia seperti juga engkau! Jangan sombong kau,
gadis gede..."
"Jangan sebut-sebut aku gede! Apa kau kira engkau ini masih bocah?"
"Eh-eh, yang gede bukan usianya, melainkan tubuhnya. Bukankah engkau gede sekali kalau dibandingkan
dengan tubuhku?"
"Bukan aku yang gede, melainkan engkau kate, terlalu kate, terlalu kecil! Aku biasa saja! Kau benar-benar
menjengkelkan orang, Kakek sinting. Siapa sih namamu?"
"Heh-heh, kejengkelan bukan datang dari luar, melainkan dari dalam batinmu sendiri, digerakkan oleh
pikiranmu, Nona. Siapa suruh engkau jengkel! Aku memang bukan orang yang besar, bukan orang
ternama, aku hanyalah Bu-tek Siauw-jin (Manusia Rendah Tanpa Tanding). Aku tidak bicara berlebihan
kalau kukatakan bahwa aku adalah datuk Pulau Neraka... heh-heh-heh... Haa?! Mengapa kau mencabut
pedang? Waduhhh... pedangmu itu...! Pedang iblis, seperti yang dipegang murid Suheng!"
Kini Kwi Hong dapat menduga siapa adanya kakek ini. Kiranya sute dari kakek yang seperti mayat hidup,
guru dari Keng In!
"Bagus, ketahuilah, Kakek sinting. Aku adalah Giam Kwi Hong dari Pulau Es! Dan pedang ini memang
benar Li-mo-kiam (Pedang Iblis Betina), sedangkan Lam-mo-kiam yang dipegang oleh murid keponakanmu
itu adalah barang rampasan, curian yang harus dikembalikan kepadaku. Sekarang setelah kita saling
bertemu, dua wakil dari kedua pulau yang bertentangan, kita boleh mengadu nyawa!"
"Mengadu nyawa? Heh-heh-heh, boleh! Boleh sekali! Akan tetapi kita harus bertaruh, tanpa pertaruhan aku
tidak sudi susah-susah keluarkan keringat!"
Biar pun hatinya mendongkol sekali, Kwi Hong menjadi geli juga. "Bu-tek Siauw-jin, orang mengadu nyawa
mana bisa bertaruh? Yang kalah tentu akan mati, mana bisa memenuhi pembayaran?"
"Siapa bilang mati? Kalau aku tidak menghendaki mati, mana bisa di antara kita ada yang mati? Begini,
aku akan mainkan jurus baruku yang kau pandang rendah tadi untuk menghadapi pedangmu! Kalau
pedangmu sampai terlepas, berarti kau kalah dan engkau harus menemani aku dikubur hidup-hidup
selama seminggu!"
Kwi Hong bergidik. "Gila! Itu sama saja dengan mati!"
"Eiit, siapa bilang sama? Aku sudah berkali-kali dikubur hidup-hidup, sampai sekarang kenapa tidak mati?
Dikubur hidup-hidup menemaniku berarti mempelajari ilmuku dan menjadi muridku, mengerti tidak kau,
perawan tolol?"
Melihat kakek itu sudah naik pitam lagi, Kwi Hong menahan kegemasan hatinya dan berkata, "Kalau kau
yang kalah?"
"Kalau aku yang kalah tak usah bicara lagi karena aku tentu tidak dapat menjawabmu. Pedangmu Li-mokiam
itu bukan sembarangan senjata, jauh lebih tua dan lebih ampuh dari pada aku, kalau aku kalah tentu
dia akan minum habis darahku. Nah, kau mulai."
Kwi Hong menjadi serba susah. Biar pun dia tidak sudi menjadi murid seorang tokoh Pulau Neraka, akan
tetapi untuk membunuh kakek sinting ini sebenarnya dia pun tidak tega. Biar pun dari Pulau Neraka, akan
tetapi kakek ini hanya sinting dan aneh, sama sekali tidak kelihatan jahat, bahkan kegalakannya terhadap
orang-orang Pulau Neraka tadi, kegalakan dan kemarahannya terhadap dia, seperti main-main atau purapura
saja. Selain itu, kakek ini jelas memiliki kepandaian yang luar biasa, dan dia bergidik kalau mengingat
akan kepandaian kakek mayat hidup guru Keng In. Namun demi menjaga nama dan kehormatan paman
dan gurunya, dia harus menang. Apa lagi dia memegang Li-mo-kiam dan hanya dilawan dengan jurus baru
yang diperoleh kakek itu dari adu jangkrik tadi.
"Lihat pedang!" bentaknya dan terdengar suara bercuit nyaring dan aneh ketika Li-mo-kiam lenyap berubah
menjadi segulung sinar kilat yang mukjizat dan mengandung hawa maut.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hayaaaaaa...!" Kakek itu mengelak dan betul saja, dia sudah menjatuhkan diri dan bergulingan mengelak
dari sambaran pedang.
Kwi Hong yang maklum bahwa dia hanya harus menjaga kedua kaki yang menyepak, melancarkan
serangan bertubi-tubi kepada tubuh kecil yang bergulingan itu sehingga pedangnya menjadi gulungan sinar
kilat yang menyambar-nyambar ke bawah. Kakek itu ternyata memiliki gerakan yang ringan seperti kapas
tertiup angin, kadang-kadang dapat mencelat ke sana-sini seperti jangkrik meloncat. Namun sedikit pun
kakek itu tidak mendapatkan kesempatan untuk mempergunakan jurus barunya, yaitu sepakan kuda atau
jentikan kaki jangkrik! Malah dia repot sekali harus mengelak terus karena pedang Li-mo-kiam adalah
pedang yang amat luar biasa, baru hawanya saja sudah membuat kakek itu miris hatinya.
Tiba-tiba Kakek itu terpeleset jatuh. Kwi Hong cepat mengayun pedang. Tiba-tiba terdengar suara
memberobot dan ternyata kakek itu melepas kentut yang besar dan panjang! Kwi Hong mengerutkan alis,
mengernyitkan hidung dan sedetik pedangnya tertunda. Inilah kesalahannya. Sedetik sudah terlalu lama
bagi kakek sinting itu untuk menggerakkan kedua kakinya, menyepak seperti yang dilakukannya tadi
membuat tubuh Kwi Hong terbang. Akan tetapi kini sepakannya mengenai tangan kanan Kwi Hong. Kaki
kiri menotok siku membuat lengan itu lumpuh, kaki kanan menendang gagang pedang sehingga pedang Limo-
kiam mencelat ke atas mengeluarkan bunyi mengaung.
Ketika Kwi Hong sadar dan kaget bukan main, ternyata kakek itu sudah ‘terbang’ ke atas menyambar
pedangnya, lalu mengembalikan pedang itu sambil tersenyum menyeringai, "Nah, kau kalah, muridku."
Kwi Hong menerima dan menyarungkan pedang, lalu ia menjawab, "Bu-tek Siauw-jin, ketahuilah aku
adalah murid Pamanku sendiri, Pendekar Super Sakti dari Pulau Es. Maka engkau tentu maklum bahwa
aku tidak mungkin dapat menjadi muridmu."
"Apa kau kira aku tidak tahu? Kau anggap aku ini anak kecil yang tidak tahu apa-apa? Aku ingin
menurunkan ilmu kepadamu, tentang kau menjadi murid atau tidak, peduli amat! Kau tahu mengapa aku
ingin menurunkan ilmu-ilmuku kepadamu?"
Kwi Hong makin heran dan kini dia memandang kakek yang sakti itu. "Aku tidak tahu."
"Karena Suhengku Si Mayat Hidup yang bau busuk itu sudah melanggar sumpah!"
"Bagaimana? Aku tidak mengerti."
"Kami bertiga, Suheng Cui-beng Koai-ong, aku dan Sute Kwi-bun Lo-mo Ngo Bouw Ek yang sudah
bersumpah tidak akan menerima murid. Akan tetapi baru-baru ini Suheng mengambil murid bocah anak
ketua boneka Pulau Neraka itu sebagai murid. Bocah itu pandai sekali, apa lagi kini memegang Lam-mokiam,
tentu tak ada yang melawannya. Kebetulan engkau bertemu dengan aku, engkau memegang Li-mokiam,
engkau nakal dan cocok dengan aku, dan dasar ilmumu tidak kalah oleh murid Suheng. Nah, kalau
aku menurunkan ilmu kepadamu, kelak engkaulah yang akan menghadapi murid Suheng itu. Dia sudah
melanggar sumpah, biar aku yang mengingatkannya dengan cara mengalahkan muridnya oleh muridku!"
"Tanpa kau beri pelajaran ilmu pun aku tidak takut menghadapi bocah sombong itu!"
"Hemm, dia belum tentu sombong, akan tetapi engkau sudah pasti sombong sekali! Engkau murid
Pendekar Siluman, akan tetapi setelah dia menerima ilmu-ilmu dari Suheng, apa kau kira akan mampu
menandinginya? Pedangmu itu tidak ada artinya karena dia pun mempunyai pedang yang sama
ampuhnya."
"Pedang curian!"
"Curian atau bukan, bagaimana kau akan mampu merampasnya jika kau tidak mampu menandingi
ilmunya?"
"Siauw-jin... ehhh... wah, namamu benar-benar aneh, bikin orang tidak enak saja memanggilnya dengan
menyingkat!"
"Heh-heh-heh! Mengapa tidak enak memanggil aku Siauw-jin (Manusia Hina)? Sudah terlalu halus kalau
aku disebut Siauw-jin, ha-ha-ha!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bu-tek Siauw-jin, aku sudah kalah berjanji dan aku harus memenuhi taruhan kita, aku suka mempelajari
ilmu yang akan kau berikan kepadaku, biar pun untuk itu aku harus dikubur hidup-hidup. Akan tetapi,
bagaimana engkau bisa tahu bahwa aku akan suka kau pergunakan untuk mengalahkan murid
Suhengmu?"
"Kwi Hong, namamu Giam Kwi Hong, bukan? Engkau keponakan Suma Han, engkau puteri perwira gila
she Giam di kota raja, engkau pernah diculik oleh adik angkat Suma Han yang menjadi ketua boneka di
Pulau Neraka. Semua itu aku tahu... heh-heh, apa yang aku tidak tahu? Aku tahu bahwa Sepasang
Pedang Iblis itu tadinya ditemukan oleh seorang bocah laki-laki, entah siapa aku tak kenal namanya. Li-mokiam
diberikan kepadamu dan Lam-mo-kiam dirampas oleh murid Suheng maka engkau akan merampas
kembali pedang itu memusuhinya. Engkau harus menemani aku dikubur hidup-hidup selama seminggu.
Jangan kau pandang remeh latihan ini. Latihan sinkang yang luar biasa. Engkau akan mengenal apa yang
disebut Tenaga Inti Bumi! Setelah berlatih semedhi dan sinkang di dalam tanah, nanti kuberikan ilmuilmuku
yang paling istimewa, tiada keduanya di dunia, termasuk ilmu baruku tadi, yang kau katakan tidak
sopan."
"Ilmu tendangan jangkrik?"
"Benar! Siapa tahu, dalam keadaan roboh dan terdesak, terancam mala petaka, engkau dapat
menggunakan jurus itu. Dengan seluruh tubuh tertekan pada bumi, meminjam tenaga inti bumi, engkau
akan dapat mengalahkan lawan yang jauh lebih kuat, dalam keadaan tak terduga-duga seperti yang
dilakukan jangkrik kecil tadi. Jurus ini selain dapat menyelamatkan nyawamu dari ancaman maut, juga
dapat merobohkan lawan yang jauh lebih kuat. Apakah kau masih menganggapnya ilmu tidak sopan?"
Kwi Hong mengangguk. "Aku akan mempelajari semua ilmu yang kau berikan."
"Bagus, sekarang kau carilah sebuah peti mati untukmu. Peti mati besi ini punyaku, dan terlalu kecil untuk
tubuhmu yang gede."
"Mencari peti mati? Ke mana?"
"Wah, bodohnya. Ratusan peti mati berada di depan hidung, masih tanya harus cari ke mana? Selamanya
tak mempunyai murid, sekali dapat murid, bodohnya bukan main. Di dalam kuburan-kuburan itu bukankah
terisi peti-peti mati?"
Kwi Hong terbelalak ngeri. "Apa? Bongkar peti mati di kuburan? Wah, kan ada isinya!"
"Isinya hanya rangka yang sudah lapuk. Petinya masih baik. Itulah lucunya. Betapa pun kokoh kuat
petinya, mayatnya toh akan membusuk dan rusak. Membuang uang sia-sia hanya untuk pamer saja, akan
tetapi menguntungkan untukmu. Petinya yang masih baik dapat kau pergunakan!"
Kwi Hong menggeleng-geleng kepala. "Aku tidak bisa, Kek. Tidak mungkin aku sampai hati membongkar
kuburan dan merampas peti dari sebuah kerangka manusia!"
"Uuhhh! Sudah bodoh penakut lagi! Apanya yang dipilih?" kakek itu bersuit tiga kali memanggil anak
buahnya. Muncullah mereka berbondong-bondong dari tempat mereka duduk menanti.
"Hayo cepat carikan sebuah peti dari kuburan tertua." Bu-tek Siauw-jin memerintah.
"Aihh... Ji-tocu (Majikan Pulau kedua), hamba sekalian telah membawakan sebuah peti untuk Tocu," kata
tokoh Pulau Neraka yang gendut pendek berkepala gundul. Orang ini adalah Kong To Tek, seorang tokoh
Pulau Neraka yang memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi, bahkan memiliki ilmu mengeluarkan pukulan
beracun diikuti semburan asap dari mulutnya yang amat berbahaya.
"Cerewet kau! Peti untukku sudah ada, akan tetapi untuk muridku ini belum ada! Lihat baik-baik, dia ini
adalah muridku yang akan mengalahkan murid Twa-suheng, tahu? Namanya Kwi... eh, lupa lagi. Siapa
namamu tadi?"
"Kwi Hong..., Giam Kwi Hong," kata gadis itu dengan hati geli menyaksikan tingkah gurunya yang sinting.
"Oya, dia Giam Kwi Hong, murid tunggalku, Hayo cepat, carikan peti mati yang paling baik!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Kwi Hong memandang dengan hati penuh ngeri betapa orang-orang itu membongkari kuburan dan
akhirnya mendapatkan sebuah peti mati kuno yang benar-benar amat kokoh kuat dan ukiran-ukirannya
masih lengkap. Peti mati itu dibuka, kerangkanya dikeluarkan, lalu peti mati kosong itu digotong dekat Kwi
Hong yang memandang dengan jantung berdebar penuh rasa ngeri. Dia harus tidur di situ? Bekas tempat
mayat?
"Gali sebuah lubang besar untuk dua peti ini, cepat!" kakek itu kembali memberi perintah dan belasan
orang Pulau Neraka itu cepat melakukan perintah Bu-tek Siauw-jin. Karena mereka itu rata-rata lihai dan
memiliki tenaga besar, sebentar saja sebuah lubang yang lebarnya dua meter dan dalamnya juga dua
meter telah tergali terbuka menganga dan menantang dalam pandang mata Kwi Hong.
"Lekas kau masuk ke dalam petimu!" Kwi Hong menggelengkan kepalanya. "Eh, apa kau takut?"
Melihat betapa semua mata para penghuni Pulau Neraka itu memandang kepadanya, mendengar
pertanyaan kakek sinting itu Kwi Hong cepat menjawab, "Siapa bilang aku takut? Aku hanya merasa jijik,
peti mati itu kotor!"
Tentu saja sebetulnya bukan karena kotor dan jijik, melainkan karena takut dan ngeri!
"Eh, siapa bilang kotor? Orang yang yang sudah mati jauh lebih bersih dari pada orang yang masih hidup!
Hayo cepat masuk, ataukah engkau hendak membantah perintah Gurumu dan tidak mememenuhi janji?"
Kwi Hong merasa terdesak. Kalau dia tetap menolak, selain berarti dia tidak membayar kekalahan taruhan,
dan dianggap takut oleh orang-orang Pulau Neraka, juga kalau kakek itu menggunakan kekerasan, mana
dia mampu mencegahnya?
"Kalau aku sudah di dalam peti, bagaimana engkau bisa melatihku?" Dia mencoba menggunakan alasan
menolak.
"Bodoh! Biar pun di dalam peti, apa kau kira aku tidak bisa memberi petunjuk? Hayo cepat, mereka ini
sudah menanti untuk mengubur kita."
Dengan jantung berdebar penuh takut dan tegang, terpaksa Kwi Hong memasuki peti mati itu. Bu-tek
Siauw-jin menggunakan tangannya memukul tengah-tengah tutup peti mati yang tebal.
"Brakkk!" papan tebal itu bobol dan berlobang ditembus telapak tangannya, kemudian dipasanglah
sebatang bambu panjang yang sudah dilubangi.
"Pejamkan matamu agar jangan kemasukan debu!" kata kakek itu sambil mengangkat tutup peti mati dan
menutupkannya.
Dunia lenyap bagi Kwi Hong. Ketika ia mengintai dari balik bulu matanya, yang tampak hanya hitam pekat!
Dia merasa betapa peti mati di mana dia berbaring terlentang itu bergerak, kemudian turun ke bawah. Dia
sudah diturunkan ke dalam lubang! Memang kakek itu sendiri yang menurunkannya dan kini batang bambu
itu menjadi lubang hawa yang lebih tinggi dari pada lubang tanah itu, dua jengkal lebih tinggi.
Bu-tek Siauw-jin memasuki petinya yang kecil, menutupkan petinya dari dalam dan peti itu dapat bergerak
sendiri, meloncat ke dalam lubang, persis di samping peti mati Kwi Hong! Anak buahnya yang sudah tahu
akan kewajiban mereka, cepat menguruk lubang itu dengan tanah galian sampai dua buah peti itu tertutup
sama sekali dan tempat itu berubah menjadi segunduk tanah di mana tersembul keluar sebatang bambu
kecil yang panjangnya sejengkal dari gundukan tanah. Itulah bambu yang menjadi lubang angin atau
lubang hawa, penyambung hidup Kwi Hong! Ada pun kakek sinting itu sama sekali tidak menggunakan
bambu untuk lubang hawa.
Belasan orang Pulau Neraka itu lalu beristirahat agak jauh dari ‘kuburan’ itu, karena kalau kakek itu sedang
berlatih seperti itu, sama sekali tidak boleh diganggu dan mereka harus menjaga kuburan itu agar tidak ada
yang berani mengusiknya. Akan tetapi mereka pun tidak berani menjaga terlalu dekat, karena kakek sinting
ini benar-benar aneh dan galak sekali, dan biar pun berada di dalam peti mati yang sudah dikubur,
agaknya masih dapat mendengar percakapan mereka yang di atas! Karena itu, mereka lebih ‘aman’
menjaga di tempat yang agak jauh, akan tetapi siang malam mereka bergilir menjaga dan memperhatikan
kuburan itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dapat dibayangkan betapa ngeri dan takutnya hati Kwi Hong. Dia mendengar suara berdebuknya tanah
bergumpal-gumpal yang jatuh menimpa peti matinya, sampai akhirnya yang terdengar hanya suara
gemuruh tidak jelas lagi. Kemudian sunyi, sunyi sekali dan yang tampak hanyalah hitam pekat di
sekelilingnya dan di tengah-tengah, tepat di atasnya, terdapat sebuah bulatan sinar yang menyilaukan
mata. Dia tidak tahu benda apa itu, setelah ia meraba-raba dengan tangannya, barulah ia mengerti bahwa
sinar bulat itu adalah sebuah lubang, lubang dari batang bambu yang tentu saja menembus keluar tanah
kuburan dari mana cahaya matahari masuk bersama hawa.
Makin ngeri hati Kwi Hong. Lubang bambu itu merupakan gantungan nyawanya! Kalau lubang itu tertutup...
ihh, dia bergidik dan mendadak saja napasnya terasa sesak sekali, seolah-olah hawa di dalam peti mati
telah habis dan lubang itu telah tertutup!
"Kakek sinting...!" Dia memaki gemas. "Kalau engkau menipuku dan aku sampai mati di sini, aku akan
menjadi setan dan belum puas hatiku kalau setanku belum mencekik lehermu sampai putus!"
Tiba-tiba terdengar suara, jelas akan tetapi terdengar seperti amat jauh, suara dari balik kubur! "Uwaaahhh,
ganas sekali engkau! Belum menjadi setan sudah demikian ganas, apa lagi kalau benar-benar menjadi
setan! Kwi Hong, engkau muridku, aku Gurumu, mana mungkin Guru mencelakakan murid? Kau lihat, ada
tabung bambu untuk hawa segar. Bernapaslah dalam-dalam, pejamkan matamu, dan dengarkan baik-baik,
kita mulai berlatih pernapasan, semedhi dan menghimpun sinkang dari hawa inti sari bumi..."
Dengan penuh perhatian Kwi Hong mendengarkan suara kakek itu yang terdengar jelas sekali,
mendengarkan cara-cara berlatih pernapasan yangg istimewa, kemudian mencobanya dalam praktek
dengan petunjuk-petunjuk suara kakek itu. Dia bukan saja dilatih pernapasan yang amat aneh, juga dilatih
untuk bernapas di dalam ruang tertutup di bawah tanah!
"Jangan memandang ringan latihan ini, muridku. Tahukah mengapa kami tokoh-tokoh dan datuk-datuk
Pulau Neraka melakukan latihan ini? Terciptanya dari keadaan yang memaksa kami. Bayangkan saja
keadaan Pulau Neraka pada ratusan tahun yang lalu, sebelum semua kesukaran dapat ditaklukkan seperti
sekarang ini. Hidup di permukaan pulau merupakan hal yang mustahil apa lagi kalau ular-ular dan semua
binatang berbisa mengamuk, rawa-rawa mengeluarkan hawa beracun dan terbawa angin menyapu seluruh
permukaan pulau! Terpaksa nenek moyang kami mencari tempat persembunyian di dalam tanah! Namun
masih saja diancam bahaya oleh ular-ular dan kelabang-kelabang berbisa. Jalan satu-satunya untuk
menyelamatkan diri hanyalah mengubur diri hidup-hidup dan terciptalah cara berlatih seperti ini! Mengapa
dilakukan dalam sebuah peti mati? Karena dari sebuah peti kunolah ditemukan ilmu-ilmu rahasia yang
kami miliki. Ketika seorang di antara nenek moyang kami bersembunyi di dalam tanah dengan mengubur
diri hidup-hidup, melindungi tubuhnya dalam sebuah peti mati kuno yang ditemukan di dalam tanah ketika
dia menggali lubang, dia menemukan ukiran-ukiran dan coretan-coretan di dalam peti mati itu yang
ternyata adalah ilmu-ilmu rahasia yang agaknya ditinggalkan oleh nenek moyang Bu Kek Siansu yang
kebetulan mati dikubur di Pulau Neraka! Nah, setelah kau tahu akan riwayat singkatnya, belajarlah baikbaik
karena sesungguhnya, biar pun sifatnya berbeda, namun pada dasarnya ilmu-ilmu Pulau Neraka
adalah satu sumber dengan ilmu-ilmu Pulau Es."
Dengan tekun dan kini sama sekall tidak berani memandang rendah kepada kakek sinting itu, Kwi Hong
diam-diam memusatkan perhatiannya dan mentaati semua petunjuk kakek itu, berlatih dengan penuh
ketekunan dan penuh ketekatan, tidak merasa ngeri atau takut lagi karena dia sudah menyerahkan mati
hidupnya di tangan kakek yang menjadi gurunya itu.....
********************
Sebetulnya apakah yang terjadi dengan orang-orang Pulau Neraka? Mengapa mereka berada di situ dan
bagaimana pula dengan Lulu yang menjadi Ketua Pulau Neraka? Seperti telah diceritakan di bagian depan,
pasukan pemerintah menyerbu Pulau Neraka dan melihat bahwa Pulau Neraka itu sudah kosong, pasukan
pemerintah yang amat besar jumlahnya itu lalu membakar pulau itu.
Para penghuni Pulau Neraka telah lebih dahulu disingkirkan oleh Lulu, diajak mengungsi meninggalkan
pulau dan karena Lulu maklum bahwa pulau-pulau di sekitar tempat itu tidak aman bagi anak buahnya,
maka dia memimpin rombongan perahu yang dipakai mengungsi itu ke pantai di sebelah barat pulau.
Puteranya, Wan Keng In, pada waktu terjadi penyerbuan itu tidak berada di pulau karena memang
puteranya itu pergi bersama gurunya yang belum pernah dijumpai Lulu. Ketika perahu-perahu yang
dunia-kangouw.blogspot.com
ditumpangi oleh hampir seratus lima puluh orang penghuni Pulau Neraka itu tiba di pantai, ternyata Wan
Keng In telah berada di tepi pantai, berdiri tegak dan bertolak pinggang dengan sikap angkuhnya.
"Ibu, kulihat dari jauh asap mengepul di pulau kita dan sekarang ini Ibu hendak membawa anak buah kita
ke mana? Apa yang telah terjadi?"
"Pulau kita diserbu pasukan pemerintah. Untung aku telah menduganya terlebih dahulu dan membawa
anak buah melarikan diri," jawab Lulu.
"Ahh, mengapa melarikan diri? Mengapa Ibu tidak memimpin anak buah melawan? Sungguh memalukan
sekali, lari terbirit-birit seperti serombongan pengecut. Bukankah Pulau Neraka sebagai sarangnya orangorang
berilmu tinggi?"
Lulu memandang puteranya dengan marah. "Enak saja mencela! Engkau sendiri mengapa tidak datang
melihat pulau kita terancam? Bagaimana kita mampu melawan pasukan pemerintah yang jumlahnya seribu
orang lebih? Dan pasukan itu dipimpin oleh orang-orang berilmu tinggi seperti Koksu Im-kan Seng-jin
Bhong Ji Kun, pendeta India Maharya, kedua orang pendeta Lama dari Tibet, Thian Tok Lama dan Thai Li
Lama, dan masih banyak lagi panglima yang lihai."
"Ibu adalah Ketua Pulau Neraka, masa takut untuk menghadapi mereka?" Keng In membantah.
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dari tepi pantai. "Ha-ha-ha, Ketua boneka seperti Ibumu mana mungkin
mampu menandingi mereka, muridku? Engkaulah yang dapat menandingi Koksu itu dan kaki tangannya!"
Lulu cepat membalikkan tubuhnya dan melihat seorang kakek tua setengah telanjang berjalan terbungkukbungkuk
dari dalam air laut! Mula-mula yang tampak hanya tubuh atas sepinggang, makin lama air makin
dangkal dan makin tampaklah tubuhnya, akhirnya dia berjalan dengan tubuh tertutup cawat dan kaki
telanjang, berjalan terbungkuk-bungkuk di atas pasir menghampiri mereka sambil tertawa-tawa.
Melihat kakek ini, serta-merta semua orang Pulau Neraka mengeluarkan seruan kaget dan ketakutan, lalu
mereka menjatuhkan diri berlutut dan menelungkup, tidak berani mengangkat muka apa lagi memandang!
Melihat ini, Lulu dapat menduga bahwa tentu orang inilah yang dimaksudkan oleh puteranya, yaitu orang
pertama dari Pulau Neraka yang berjuluk Cui-beng Koai-ong.
"Orang tua, agaknya engkau inilah yang berjuluk Cui-beng Koai-ong. Kalau engkau menganggap aku
Ketua Boneka, mengapa selama itu engkau diam saja? Karena engkau takut terhadap Pendekar Super
Sakti, maka engkau hendak menggunakan aku sebagai umpan? Kakek yang sombong dan pengecut,
hendak kulihat sampai di mana kelihaianmu maka kau berani mengambil anakku sebagai murid tanpa
minta ijin kepada aku yang menjadi Ibunya!"
"Ibu, jangan...!" Wan Keng In berseru kaget ketika melihat ibunya menerjang maju dan menyerang kakek
aneh itu dengan sebuah pukulan yang amat dahsyat.
Memang Lulu sudah marah sekali, maka begitu menyerang, dia telah menggunakan jurus simpanan dan
mengerahkan tenaga Swat-im Sin-ciang di tangan kiri dan tenaga Hwi-yang Sin-ciang di tangan kanan.
Dua tenaga inti yang berlawanan ini, yang kiri dingin yang kanan panas, adalah tenaga inti mukjizat yang
dahulu dia latih bersama kakak angkatnya di Pulau Es.
"Desss! Dessss!"
Hebat bukan main benturan pukulan kedua tangan wanita sakti itu, akan tetapi kakek setengah telanjang
yang menangkis kedua pukulan itu dengan dorongan tangan, hanya terdorong mundur tiga langkah saja
sambil terkekeh-kekeh mengejek! Hal ini membuat Lulu menjadi makin penasaran dan sambil
mengeluarkan suara melengking dia sudah menerjang lagi dengan pengerahan tenaga yang lebih hebat.
"Ibu, jangan! Kau takkan menang!" Keng In kembali mencegah, akan tetapi ibunya tidak mempedulikan
seruannya, dan pemuda ini pun tidak dapat berbuat sesuatu karena ibunya sudah melancarkan
serangannya dengan amat cepat dan dahsyat kepada Cui-beng Koai-ong yang memandang dengan mulut
menyeringai.
"Heh-heh, Ibumu sudah bosan hidup, muridku. Kalau dia ingin mati, jangan dilarang, jangan dihalangi,
biarlah!" Kakek itu berkata dan ejekan ini tentu saja membuat Lulu menjadi makin penasaran dan marah.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Plak! Plek!" Kedua telapak tangan Lulu kini bertemu dengan kedua telapak tangan kakek itu, melekat dan
terjadilah kini adu tenaga sakti yang amat dahsyat antara kedua orang ini. Dari dua pasang telapak tangan
yang saling melekat itu, keluarlah asap seolah-olah empat buah tangan itu sedang terbakar!
"Suhu, harap jangan bunuh Ibu...," Wan Keng In berkata memohon gurunya karena dia maklum bahwa
ibunya tentu akan celaka kalau melanjutkan perlawanannya terhadap kakek yang amat sakti itu.
Tetapi, kedua orang sakti yang sedang mengadu tenaga itu, mana sudi mendengarkan kata-kata Keng In
yang kebingungan? Lulu sudah marah sekali, merasa terhina dan dia mengerahkan seluruh sinkang-nya
untuk menyerang kakek itu, sedangkan Cui-beng Koai-ong yang wataknya sudah terlalu aneh, tidak lumrah
manusia lagi itu, terkekeh-kekeh senang sebab maklum bahwa wanita itu tentu akan tewas di tangannya.
Sementara itu, para anggota Pulau Neraka yang menyaksikan pertandingan hebat itu memandang dengan
mata terbelalak. Mereka itu suka dan tunduk kepada Lulu yang selama ini menjadi ketua mereka, akan
tetapi mereka pun amat takut kepada Cui-beng Koai-ong. Yang paling bingung adalah Wan Keng In. Wajah
pemuda ini menjadi pucat. Untuk menghentikan pertandingan adu nyawa itu, dia merasa tidak sanggup
dan tidak berani, akan tetapi kalau tidak dihentikan, tentu ibunya akan tewas! Ingin dia menangis saking
bingungnya, dan dia hanya dapat membujuk dan mohon kepada gurunya dan ibunya menghentikan
pertandingan itu.
Kini Lulu maklum bahwa sesungguhnya puteranya tidak sombong kalau mengatakan bahwa ilmu
kepandaian kakek itu hebat bukan main. Setelah kedua tangannya melekat pada kedua tangan kakek itu,
dia merasa betapa seluruh tenaga sinkang-nya tersedot dan tidak berdaya, bahkan kini kedua telapak
tangannya terasa panas seperti terbakar, tanpa dia mampu menariknya atau melepaskannya dari telapak
tangan lawan.
Rasa nyeri yang hebat mulai terasa oleh tangannya, namun Lulu mengerahkan seluruh daya tahannya dan
tidak mau memperlihatkan rasa nyeri, tidak mau menyerah kalah dan mengambil keputusan untuk
melawan sampai mati! Asap yang mengepul dari kedua tangannya kini bukan hanya uap dari hawa
sinkang, melainkan asap dari telapak tangannya yang mulai terbakar dan terciumlah bau yang hangus dan
sangit!
"Suhu, harap kau maafkan Ibuku...!" Wan Keng In berseru dan berlutut di depan kaki gurunya.
Namun sekali kakek itu menggerakkan kaki kiri, tubuh Keng In terlempar dan gurunya berkata, "Jangan ikut
campur! Kalau wanita ini bosan hidup, dia akan mati di tanganku, ha-ha-ha!"
Lulu merasa betapa kedua tangannya panas sekali dan tenaga sinkang-nya makin lama makin menjadi
lemah, tubuhnya mulai gemetar dan dia maklum bahwa dia tidak akan dapat bertahan lama lagi. Pada saat
itu tiba-tiba terdengar suara orang tertawa.
"Ha-ha-ha, Twa-suheng sungguh keterlaluan! Orang sudah berjasa, menggantikan kita memimpin anak
buah kita, tidak diberi hadiah malah hendak dibunuh. Dia seorang wanita lagi, apakah tidak memalukan?"
Tahu-tahu muncullah seorang kakek yang pendek sekali, yang matanya lebar dan begitu dia berada di situ,
kakek ini dari belakang menepuk punggung Lulu dan melanjutkan kata-katanya, "Engkau tidak lekas pergi
dari sini mau menanti apa lagi?"
Begitu punggungnya ditepuk, Lulu merasa ada tenaga yang amat hebat menyerbu dari punggungnya,
melalui kedua lengannya sehingga lenyaplah tenaga menyedot dari Cui-beng Koai-ong dan begitu dia
menarik kedua tangannya, tubuhnya terjengkang ke belakang seperti didorong. Lulu cepat berjungkir balik,
memandang kedua telapak tangannya yang sudah menjadi hitam terbakar, matanya kini memandang ke
kiri, ke arah kakek pendek yang telah menolongnya.
"Apakah engkau yang bernama Bu-tek Siauw-jin?" tanyanya secara langsung, sedikit pun tidak menaruh
hormat karena biar pun kakek ini sudah menyelamatkan nyawanya, namun tetap saja dia adalah tokoh
Pulau Neraka yang telah mempermainkannya, membiarkan dia menjadi Ratu Boneka!
"Ha-ha-ha, selamat bertemu, Toanio! Aku memang seorang yang tidak terhormat, seorang siauw-jin
sehingga tidak berharga untuk bertemu dengan Toanio. Sebelum saat ini, Suheng-ku paling suka
membunuh orang, harap Toanio suka memaafkannya."
dunia-kangouw.blogspot.com
Muka Lulu menjadi merah sekali. Berhadapan dengan kedua orang kakek yang begitu aneh sikap dan
wataknya, dia merasa seperti menjadi seorang anak kecil yang tidak berdaya sama sekali. "Keng In, hayo
kita pergi!" bentaknya kepada puteranya yang kini berdiri sambil menundukkan mukanya.
"Maaf, Ibu. Aku tidak bisa pergi meninggalkan Suhu sekarang. Aku masih mempelajari ilmu dan... menurut
Suhu..., aku ditunjuk untuk memimpin anak buah Pulau Neraka."
"Wan, Keng In! Engkau adalah anakku! Engkau harus taat kepadaku. Hayo kita pergi meninggalkan setansetan
ini!" Lulu membentak lagi.
"Aku tidak mau pergi, Ibu." Keng In membantah.
"Kau... lebih berat kepada mereka ini dari pada kepada Ibumu?"
"Maaf, Ibu. Kita sudah banyak menderita, sudah banyak terhina. Kini aku memperoleh kesempatan
menerima ilmu yang tinggi dari Suhu agar kelak dapat kupergunakan untuk membalas orang-orang yang
telah membuat Ibu menderita. Bagaimana Ibu akan dapat menghadapi kekuatan Pulau Es kalau aku tidak
memperdalam ilmuku?"
"Ha-ha-ha! Ibumu tidak memusuhi Pulau Es, muridku. Biar pun dia telah menderita karena Pendekar
Siluman, ternyata dia masih belum dapat melupakan pria yang dicintanya itu. Bahkan dia baru-baru ini
membantu Pulau Es ketika diserbu pasukan. Ha-ha-ha, mana kau tahu akan isi hati wanita, biar pun wanita
itu Ibumu sendiri?" Cui-beng Koai-ong berkata.
"Hayaaaa! Twa-suheng, urusan orang lain perlu apa kita mencampurinya? Suheng sendiri sudah
bersumpah tidak akan mengambil murid, kini tahu-tahu Suheng telah mempunyai seorang murid. Apa
artinya ini?" Bu-tek Siauw-jin mencela suheng-nya yang tertawa-tawa tadi.
"Siauw-jin! Engkau mau apa mencelaku? Aku mengambil murid atau tidak, kau ada hak apa
mencampurinya? Kalau suka boleh lihat, kalau tidak suka boleh minggat!"
"Bagus! Kalau Twa-suheng melanggar sumpah, aku pun tidak takut melanggarnya! Kita sama-sama lihat
saja, murid siapa kelak yang lebih hebat! Toanio, puteramu telah menjadi murid Cui-beng Koai-ong, biar
kau larang juga akan percuma saja. Lebih baik kau pergi meninggalkan kami, karena kalau sekali lagi Twasuheng-
ku yang manis ini turun tangan terhadapmu, biar pun aku sendiri akan sukar untuk menyelamatkan
nyawamu."
"Dia benar... dia benar... pergilah!" Cui-beng Koai-ong mengomel.
Diam-diam Lulu bergidik. Puteranya telah menjadi murid seorang manusia iblis seperti itu, yang selain amat
sakti juga amat aneh wataknya. Dipandangnya sepintas lalu kedua orang kakek itu seperti orang-orang
yang gila. Akan tetapi dia pun maklum bahwa kepandaiannya masih jauh untuk dapat menandingi mereka.
Maka setelah sekali lagi memandang ke arah puteranya yang tetap menundukkan muka, Lulu segera
meloncat dan lari pergi meninggalkan tempat itu. Sekarang tujuan hidupnya hanya satu, yaitu mencari
Suma Han dan mohon pertolongan kakak angkatnya yang juga satu-satu-nya pria yang dicintanya itu untuk
turun tangan menyelamatkan puteranya dari cengkeraman iblis-iblis itu!
Demikianlah, setelah Lulu meninggalkan orang-orang Pulau Neraka yang telah kehilangan pulau itu, para
anak buah Pulau Neraka menganggap Keng In sebagai Ketua mereka, menggantikan kedudukan ibunya,
sedangkan dua orang kakek itu tetap saja menjadi tokoh-tokoh yang ditakuti dan ditaati, tidak hanya oleh
semua orang Pulau Neraka, juga oleh Ketuanya! Bu-tek Siauw-jin, kakek pendek yang biar pun terhitung
sute dari Cui-beng Koai-ong namun memiliki ilmu kepandaian yang sama tingkatnya dan diam-diam
dikagumi dan disegani oleh suheng-nya itu, lalu pergi sambil menyuruh lima belas orang anak buah
membawa sebuah peti mati kosong untuk berlatih di tempat yang akan dipilihnya sendiri.
Secara kebetulan sekali, di tengah jalan kakek ini bertemu dengan Kwi Hong yang dianggapnya berjodoh
untuk muridnya, apa lagi setelah kakek pendek ini tahu bahwa gadis itu adalah keponakan dan juga murid
Pendekar Super Sakti.
Karena kalah dalam pertarungan, juga karena dia sendiri memang ingin memperoleh ilmu-ilmu yang lebih
tinggi, Kwi Hong menjadi miurid Bu-tek Siauw-jin, berlatih secara menyeramkan, yaitu di dalam peti mati
dunia-kangouw.blogspot.com
berdekatan dengan peti mati gurunya yang baru, menerima gemblengan-gemblengan ilmu mengatur
napas, semedhi dan mengumpulkan sinkang secara luar biasa, mengambil inti sari daya sakti bumi! Dia
melatih diri dengan tekun, dengan tekad membulat mempertaruhkan nyawa!
Ilmu semedhi dan menghimpun hawa daya sakti bumi yang dilatih oleh Bu-tek Siauw-jin dan kini dia
ajarkan kepada Kwi Hong adalah sebuah ilmu yang mukjizat. Sesungguhnya latihan inilah yang
mendatangkan kekuatan sinkang yang tidak lumrah dalam diri Cui-beng Koai-ong dan Bu-tek Siauw-jin,
dua orang tokoh Pulau Neraka yang selalu menyembunyikan diri itu. Ilmu mukjizat ini disertai dengan ilmu
silat Inti Bumi yang amat dahsyat pula, yang diciptakan oleh seorang tokoh Pulau Es yang karena
kesalahan dibuang di Pulau Neraka. Orang sakti ini menjadi sakit hati dan putus harapan maka dia
‘membunuh diri’ dengan jalan mengubur dirinya hidup-hidup di dalam sebuah peti mati di Pulau Neraka.
Akan tetapi, rasa penasaran dan dendam di hatinya membuat dia sebelum mati menciptakan ilmu mukjizat
ini dan dicoret-coretnya ilmu ciptaannya di ambang kematian itu di sebelah dalam peti matinya! Kebetulan
sekali seorang kakek pimpinan Pulau Neraka yang menyembunyikan diri untuk membebaskan diri dari
ancaman binatang-binatang berbisa dan hawa berbisa di Pulau Neraka, mendapatkan peti mati di dalam
tanah itu dan membaca tulisan dan ukiran di dalam peti, maka berhasillah dia menguasai ilmu itu yang
kemudian diwariskan kepada anak cucunya sehingga yang terakhir menjadi ilmu Cui-beng Koai-ong dan
Bu-tek Siauw-jin! Hanya kedua orang inilah yang memiliki ilmu ini, bahkan mendiang sute mereka Kwi-bun
Lo-mo Ngo Bouw Ek sendiri tidak memiliki ilmu ini.
Tidak sembarang orang dapat menguasai ilmu silat dan menghimpun tenaga sakti Inti Bumi itu karena
caranya berlatih amat menyeramkan dan mempertaruhkan nyawa. Wan Keng In sendiri yang banyak
menerima pelajaran ilmu silat tinggi dari Cui-beng Koai-ong, masih belum berani melatih diri dengan ilmu
mukjizat itu. Kwi Hong yang berwatak berani mati dan nekat secara kebetulan sekali kini menjadi orang
ketiga di dunia ini yang melatih diri dengan Ilmu Inti Bumi.
Para anak buah Pulau Neraka yang menjaga di tanah kuburan itu, tidak berani mengganggu, bahkan
mendekat saja mereka tidak berani. Mereka sudah mengenal dua orang datuk Pulau Neraka yang amat
mereka takuti itu, karena bagi dua orang datuk itu, apa lagi Cui-beng Koai-ong, membunuh manusia seperti
membunuh nyamuk saja, dan watak mereka sukar sekali diikuti. Mereka maklum bahwa sebelum kakek
pendek itu keluar dari dalam tanah, mereka harus menjaga dengan mati-matian agar jangan sampai
kuburan itu diganggu orang. Kalau kakek dan muridnya yang baru itu sudah keluar dari dalam tanah,
barulah mereka bebas dari tugas berat ini, kecuali tentu saja kalau ada perintah baru dari kakek pendek
yang aneh itu.
Pada malam hari ketiga, orang-orang Pulau Neraka itu menjadi terkejut ketika melihat munculnya
serombongan orang yang mereka kenal sebagai orang-orang Thian-liong-pang! Rombongan itu terdiri dari
delapan belas orang dipimpin oleh seorang dara remaja cantik jelita dan yang mereka kenal sebagai puteri
Ketua Thian-liong-pang, dan seorang laki-laki tinggi besar yang lengan kirinya buntung dan berwajah
menyeramkan.
Laki-laki berlengan satu ini wajahnya muram dan sinar matanya berkilat, orangnya pendiam akan tetapi
sikap semua anggota rombongan amat hormat kepadanya, bahkan puteri Ketua Thian-liong-pang sendiri
kelihatan bersikap manis kepadanya. Orang ini adalah seorang tokoh baru yang telah berjasa
mengorbankan tangannya untuk Thian-liong-pang sehingga Ketua perkumpulan itu menaruh penghargaan
kepadanya dan menurunkan ilmu yang dahsyat kepadanya, yang membuat dia bahkan lebih lihai dari pada
sebelum lengan kirinya buntung!
Dia adalah Kiang Bok Sam yang lengan kirinya buntung oleh Pedang Lam-mo-kiam di tangan Wan Keng In
dan kini telah menjadi seorang lihai sekali dengan lengan kanannya. Nirahai telah menurunkan Ilmu Sin-tociang
(Telapak Tangan Golok Sakti) kepadanya sehingga lengannya itu lebih lihai dari pada lengan kiri
mendiang Su Kak Houw yang berjuluk Toat-beng-to itu. Dengan ilmu-ilmunya yang baru dia terima dari
Ketuanya sebagai pembalas jasanya mengorbankan lengan kiri, kini dia menjadi orang kedua sesudah
Tang Wi Siang di Thian-liong-pang. Bahkan dibandingkan Sai-cu Lo-mo, dia masih lebih berbahaya karena
sambaran tangan kanannya atau permainan tongkat kuningan dengan tangan tunggalnya selalu
mendatangkan maut bagi setiap orang lawannya.
Orang-orang Pulau Neraka yang sedang bertugas menjaga ‘kuburan’ Bu-tek Siauw-jin dan muridnya yang
sedang berlatih di bawah tanah tidak berani mencari perkara dengan orang-orang Thian-liong-pang yang
mereka tahu merupakan lawan yang amat lihai. Rombongan Pulau Neraka ini dipimpin oleh Kong To Tek
dan Chi Song, dua orang tokoh Pulau Neraka yang bermuka merah muda yang pernah diutus oleh Ketua
dunia-kangouw.blogspot.com
mereka mengunjungi Thian-liong-pang untuk menguji kepandaian para pimpinan Thian-liong-pang dan
secara mudah dirobohkan oleh ‘ketua’ Thian-liong-pang yang di luar tahu mereka pada waktu itu
dipalsukan Gak Bun Beng.
Maka kini melihat munculnya tokoh-tokoh Thian-liong-pang yang dipimpin oleh puteri Ketua Thian-liongpang
sendiri, mereka memberi isyarat dengan kedipan mata kepada para anak buahnya agar tetap
berdiam di tempat persembunyian mereka dan tidak mengganggu orang-orang Thian-liong-pang yang kini
berkumpul dan beristirahat di sebuah bangunan kuburan kuno tidak jauh dari tempat persembunyian
orang-orang Pulau Neraka.
Tadinya rombongan Pulau Neraka mengira bahwa rombongan Thian-liong-pang itu hanya lewat dan
kebetulan beristirahat saja di tanah kuburan itu, akan tetapi ternyata bahwa sampai malam tiba, mereka
tidak pergi dari situ, bahkan membuat api unggun dan berjaga sambil bercakap-cakap, seolah-olah mereka
itu dalam keadaan siap menghadapi musuh!
Melihat sikap orang-orang Thian-liong-pang itu, gelisah hati rombongan Pulau Neraka. Mereka ingin sekali
melihat datuk mereka menghabiskan atau menghentikan latihannya agar mereka bebas tugas dan mereka
dapat memilih dua kemungkinan, yaitu menggempur orang-orang Thian-liong-pang atau meninggalkan
tempat itu. Sekarang mereka merasa serba salah. Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukan orang-orang
Thian-liong-pang itu, dan tidak tahu apakah musuh-musuh lama itu sudah tahu akan kehadiran rombongan
Pulau Neraka atau belum. Dalam keadaan bersembunyi dan tidak menentu ini mereka merasa tidak enak
hati sekali.
Pada keesokan harinya, setelah matahari mulai tampak berseri mengusir embun pagi yang menyelimuti
hutan dan sebidang tanah kuburan di anak bukit itu, tampaklah tujuh orang hwesio tua dengan langkah
tenang dan wajah serius memasuki tanah kuburan dan langsung berhadapan dengan rombongan Thianliong-
pang.
"Bagus sekali, kiranya Thian-liong-pang sudah siap menanti di tempat ini! Ternyata Thian-liong-pang masih
merupakan sebuah perkumpulan besar yang suka memegang janjinya!" Seorang di antara para hwesio tua
itu, yang bertubuh kurus bermuka tengkorak dan berjenggot hitam, tangan kiri memegang tasbih, tangan
kanan memegang hud-tim (kebutan) berkata sambil berkata tenang.
"Thian-liong-pang selamanya memegang janji dan sejak dahulu adalah perkumpulan besar yang tiada
bandingnya!" Milana berkata nyaring sambil manyapu tujuh orang hwesio itu dengan sinar matanya yang
lembut. "Memenuhi permintaan para sahabat di dunia kang-ouw untuk mengadakan pertemuan, kami
menggunakan tempat yang sunyi ini agar di antara kita dapat bicara dan bergerak tanpa mengacaukan
manusia lain karena di sini yang tinggal hanyalah orang-orang mati. Nah, setelah kami yang mewakili
Ketua Thian-liong-pang berada di sini dan Cu-wi Losuhu sudah datang, apakah kehendak Cu-wi
mengajukan tantangan kepada pihak kami untuk mengadakan pertemuan?"
Seorang hwesio berjenggot putih yang berwajah lembut melangkah maju, memandang kepada Milana dan
teman-temannya, lalu berkata, "Omitohud..., seorang dara remaja yang lembut menyambut kami sebagai
wakil Thian-liong-pang! Nona, di manakah Ketua Thian-liong-pang sendiri? Mengapa mewakilkan urusan
besar kepada seorang gadis muda seperti Nona?"
Milana cepat menjura dengan hormat, hatinya tidak enak menghadapi sikap hwesio yang agung dan penuh
wibawa, juga amat halus itu. Sering kali dia terpaksa merasa canggung dan tertekan batinnya dalam
memenuhi tugas dalam Thian-liong-pang atas perintah ibunya. Biar pun ia tahu bahwa ibunya bukan orang
jahat, dan Thian-liong-pang adalah perkumpulan orang-orang gagah, namun kadang-kadang sikap keras
hendak menang sendiri dari perkumpulan yang dipimpin ibunya membuat gadis yang memiliki dasar watak
halus itu merasa canggung dan tidak enak.
"Harap Lo-suhu suka memaafkan, Thian-liong-pangcu tidak dapat sembarangan hadir dalam setiap
pertemuan, apa lagi kami lihat bahwa Ketua Siauw-lim-pai sendiri pun tidak datang memimpin rombongan
Siauw-lim-pai. Oleh karena itu, Ketua kami mewakilkan kepada kami yang bertanggung jawab penuh akan
segala keputusan dalam pertemuan yang diadakan di tempat ini."
Hwesio itu mengangguk-angguk, tetapi pada wajahnya yang halus itu masih terbayang ketidak puasan
hatinya. Siauw-lim-pai adalah sebuah partai persilatan yang besar dan terkenal sekali, sekarang
rombongan Siauw-lim-pai yang terdiri dari tokoh-tokoh bukan tingkat rendah, hanya disambut oleh seorang
gadis muda Thian-liong-pang!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Omitohud, Nona yang muda pandai bicara. Bolehkah pinceng mengetahui, kedudukan apa yang Nona
miliki di Thian-liong-pang?"
"Nona kami adalah puteri Pangcu, kalian ini hwesio-hwesio tua terlalu banyak bicara! Nona kami wakil
Pangcu dalam pertanggungan jawab, akan tetapi aku Kiang Bok Sam juga berhak mewakili Pangcu
menghadapi orang-orang yang banyak cerewet!" Tiba-tiba Si Lengan Buntung itu telah meloncat maju,
tangan tunggalnya telah melintangkan toyanya di depan dada, sepasang matanya mendelik dan sikapnya
menakutkan.
Para hwesio itu kelihatan tercengang dan hwesio tua itu cepat berkata, "Omitohud..., maafkan pinceng
yang tidak tahu bahwa Nona ini adalah puteri Thian-liong-pangcu sendiri! Kalau begitu, kami merasa
terhormat sekali. Pinceng adalah Ceng Sim Hwesio, murid kepala dari Suhu yang menjadi Ketua Siauwlim-
pai."
"Harap Lo-suhu suka menceritakan apa yang dikehendaki oleh Siauw-lim-pai maka menuntut agar
diadakan pertemuan dengan pihak kami." Milana cepat bertanya mendahului Bok Sam yang ia tahu amat
keras wataknya dan biar pun jarang bicara, sekali mengeluarkan suara, dapat mengejutkan dan
menyinggung perasaan hati orang!
"Sudah bertahun-tahun Siauw-lim-pai mendengar akan sepak terjang Thian-liong-pang yang menyinggung
perasaan dunia kang-ouw, menculik tokoh-tokoh kang-ouw, merampas kitab pelajaran dan pusaka partaipartai
lain..."
"Akan tetapi kami selalu menjaga agar tidak mengganggu Siauw-lim-pai yang kami pandang sebagai
perkumpulan sahabat!" Milana cepat membantah. "Sedangkan mengenai urusan dengan tokoh-tokoh dan
perkumpulan lain, mengenai peminjaman kitab atau pusaka, kami rasa tidak ada sangkut pautnya dengan
pihak Siauw-lim-pai seperti juga kami tidak pernah mencampuri urusan dalam Siauw-lim-pai sendiri."
Ceng Sim Hwesio, murid kepala Ketua Siauw-lim-pai, Ceng Jin Hosiang, menarik napas panjang dan
melanjutkan kata-katanya yang dipotong oleh nona muda itu, "Tepat sekali ucapan Nona dan
kenyataannya pun kami pihak Siauw-lim-pai tidak pernah mencampuri urusan itu, bukan? Akan tetapi
semenjak pertemuan yang menghebohkan di Pegunungan Ciung-lai-san, terjadilah hal-hal yang dilakukan
oleh Thian-liong-pang dan sekali ini karena menyangkut persoalan negara dan rakyat, terpaksa kami harus
mencampurinya!"
"Harap Lo-suhu suka memberi penjelasan!" Milana berkata halus akan tetapi nyaring karena dia merasa
tersinggung juga mendengar bahwa perkumpulan ibunya dicela orang lain.
"Terus terang saja pinceng katakan bahwa Siauw-lim-pai telah mendengar akan sepak terjang Thian-liongpang
yang merendahkan dirinya menjadi kaki tangan Pemerintah Mancu! Dengan menghambakan diri
kepada pemerintah penjajah untuk menindas bangsa sendiri, hal ini sungguh bertentangan dengan
kegagahan dan berarti sudah menggunakan perkumpulan Thian-liong-pang untuk menjadi penjilat dan
pengkhianat."
Si Lengan Buntung mencelat maju, akan tetapi Milana membentak nyaring.
"Kiang-lopek, mundur dan jangan turun tangan sebelum ada perintah!"
Si Lengan Buntung mendelik kepada para hwesio itu, akan tetapi tanpa membantah ia melangkah mundur,
sedangkan para anggota Thian-liong-pang lainnya sudah marah dan bersiap turun tangan begitu ada
perintah.
"Lo-suhu, kata-kata Lo-suhu agaknya terdorong oleh nafsu amarah dan Lo-suhu belum menyelidiki terlebih
dahulu sebelum mengeluarkan tuduhan-tuduhan yang kurang baik terhadap perkumpulan kami. Kami tidak
akan mengingkari kenyataan bahwa kami membantu pemerintah dalam menghadapi para pemberontak.
Bukankah hal itu berarti bahwa Thian-liong-pang membersihkan kaum pemberontak yang akan
mengacaukan keadaan dan yang hanya akan memancing timbulnya perang yang menyengsarakan
penghidupan rakyat jelata? Ataukah... mungkin kini Siauw-lim-pai bahkan memihak pemberontak yang
jelas terdiri dari orang-orang yang mengejar kedudukan, perampok-perampok yang berkedok pejuang?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Muka para hwesio berubah merah dan pandang mata mereka mengandung kemarahan. Namun suara
hwesio tua itu masih halus ketika dia berkata, "Perjuangan melawan penjajah, di mana pun juga di dunia
ini, adalah perjuangan kaum patriot pembela bangsa dan tidak boleh dikotori dengan tuduhan keji memakai
dalih apa pun juga. Kami tidak bersekutu dengan kaum patriot dan pejuang yang kalian anggap sebagai
pemberontak, akan tetapi kami pun tidak sudi untuk menjadi kaki tangan pemerintah mencelakakan bangsa
sendiri yang berjuang menurut keyakinan dan kebenaran mereka sendiri. Kami hanya minta kepada Thianliong-
pang, mengingat bahwa Thian-liong-pang adalah parkumpulan orang gagah, untuk mundur dan
jangan mambunuhi rakyat dan bangsa sendiri."
Tentu saja hati Milana menjadi panas mendengar ucapan itu, walau pun kata-kata itu diatur dan
dikeluarkan dengan halus. Dia tidak dapat menyelami kebenaran kata-kata itu, tidak dapat merasakan
alasan yang dikemukakan oleh Ceng Sim Hwesio. Bagai mana ia dapat merasakan kebenaran itu kalau dia
sama sekali tidak merasa bahwa pemerintah yang sekarang adalah pemerintah penjajah?
Dia sendiri adalah cucu Kaisar! Dalam pandangannya, bangsa Mancu adalah bangsa yang memang
berhak dan patut memimpin seluruh Tiongkok sebab telah menunjukkan kebesaran dan kelebihannya!
Mana bisa disamakan atau dibandingkan dengan bangsa pemberontak yang hanya terdiri dari perampok
kasar itu? Dia percaya sepenuhnya bahwa pemerintah Kerajaan Ceng-tiauw membawa rakyat kepada
kemakmuran dan kemajuan, sedangkan para pemberontak itu hanya akan mencari kesempatan
menggendutkan perut sendiri dengan membawa nama rakyat dan perjuangan untuk menghalalkan
kejahatan mereka!
"Ceng Sim Hwesio, sebagai wakil Siauw-lim-pai engkau minta kepada Thian-liong-pang untuk mundur dan
tidak boleh membantu pemerintah membersihkan para pemberontak, dan sebagai wakil Thian-liong-pang
saya menjawab bahwa Siauw-lim-pai tidak boleh mencampuri urusan kami sendiri. Kami menolak
permintaanmu itu, dan kami akan tetap melanjutkan tugas kami membersihkan kaum pemberontak, bukan
semata-mata untuk membantu pemerintah, melainkan terutama sekali untuk menjauhkan rakyat dari pada
kekacauan dan peperangan baru yang ditimbulkan oleh kaum pemberontak!"
"Kalau begitu, Thian-liong-pang menentang kepada Siauw-lim-pai!" Hwesio bermuka tengkorak yang
memegang kebutan dan tasbih berkata. Sikapnya tidaklah sehalus Ceng Sim Hwesio dan mata di dalam
tengkorak itu mengeluarkan sinar berkilat.
"Habis, engkau mau apa?" Si Lengan Satu sudah membentak lagi, toya di tangan kanannya diputar-putar
sehingga terdengar suara angin bersuitan.
"Terserah akan pendapat Siauw-lim-pai terhadap sikap kami, akan tetapi Thian-liong-pang tidak akan
tunduk terhadap siapa pun juga dalam menentukan sikap akan urusan kami dengan pemerintah!" Milana
berkata.
"Omitohud! Sejak dahulu Thian-liong-pang memang ganas dan tinggi hati. Agaknya karena semua
tokohnya memiliki ilmu kepandaian tinggi!" kata Ceng Sim Hwesio yang mulai panas hatinya.
"Ilmu kepandaian curian semua!" Kembali hwesio muka tengkorak berkata mengejek.
"Cu-wi Lo-suhu dari Siauw-lim-pai! Bukan kami yang mengundang kalian, melainkan Siauw-lim-pai yang
menuntut pertemuan ini. Akan tetapi ternyata Siauw-lim-pai memperlihatkan sikap tidak bersahabat.
Karena itu, karena kami yang menyediakan tempat ini, berarti kami menjadi pihak pemilik tempat dan
kalian adalah tamu. Sekarang kami persilakan kalian pergi dari sini, pertemuan telah selesai!" Milana
berkata marah.
"Omitohud, benar-benar Thian-liong-pang tidak memandang sebelah mata kepada Siauw-lim-pai!" Ceng
Sim Hwe-sio berkata. "Setelah kedua belah pihak bertemu, bicara tanpa ada hasilnya, tidak boleh kita
menyia-nyiakan kesempatan ini untuk saling menguji sampai di mana ketinggian ilmu kepandaian masingmasing.
Biar pun kami hanya bertujuh dan jumlah kalian dua kali lebih banyak, kami tidak akan mundur dan
kami tantang Thian-liong-pang mengadakan pertandingan menguji ilmu kepandaian sebagai penutup
pertemuan ini!"
"Bagus! Siapa takut kepada tujuh ekor kerbau gundul?" Bok Sam meloncat sambil memutar toyanya.
"Trang-trangg...!" Bunga api berpijar ketika toya itu bertemu dengan tombak pendek yang berada di tangan
seorang hwesio yang menangkis toya itu. Hwesio tua bertubuh tinggi besar itu terhuyung mundur dengan
dunia-kangouw.blogspot.com
wajah pucat karena merasa betapa dari toya itu keluar tenaga dahsyat yang membuat kedua lengannya
tergetar dan kuda-kudanya tergempur!
"Kiang-lopek! Harap mundur dulu! Aku tidak perkenankan tokoh-tokoh Thian-liong-pang yang gagah
perkasa melakukan pengeroyokan! Mereka hanya bertujuh, aku membutuhkan enam orang pembantu saja
untuk menghadapi mereka!" Milana lalu menyebutkan nama enam orang pembantu yang dipilihnya,
termasuk Si Lengan Buntung, kemudian bersama enam orang pembantunya ia menghadapi para hwesio
Siauw-lim-pai sambil melintangkan pedang di depan dada dan berkata,
"Ceng Sim Hwesio, apa yang kalian kehendaki sekarang?"
"Omitohud! Kiranya Thian-liong-pang masih menjaga nama baik dan memiliki kegagahan! Kouwnio (Nona)
yang perkasa, biarlah pertemuan ini kita akhiri dengan menguji kepandaian masing-masing sehingga akan
lengkaplah pelaporan kami kepada Ketua kami."
"Bagus sekali. Majulah, jumlah kita sekarang sama!" Kemudian dia menoleh kepada para pembantunya,
"Kalian ingat baik-baik, pertandingan ini hanya sekedar menguji ilmu. Aku tidak perkenankan kalian turun
tangan membunuh. Cukup kalau sudah mengalahkan orang-orang tua yang keras kepala ini!"
"Orang-orang Thian-liong-pang yang sombong! Sambutlah serangan kami!" Ceng Sim Hwesio membentak,
memberi isyarat kepada rombongannya dan tujuh orang hwesio itu sudah menerjang maju.
Yang mempelopori adalah hwesio tua ini. Senjatanya hanya kedua lengan bajunya yang lebar, namun
sepasang senjata ini amatlah dahsyatnya, tidak kalah oleh senjata-senjata lain karena begitu kedua
tangannya bergerak, ujung lengan baju yang panjang itu merupakan senjata yang menyambar kuat sekali,
panjangnya lebih dari satu kaki di depan tangannya.
"Wuuuut... wuuuutttt!" Kedua lengan bajunya itu menerjang ke arah Milana.
Ketika dara ini dengan gerakan yang gesit sekali mengelak dengan sebuah loncatan ke belakang
kemudian membalik, tahu-tahu dia melihat bahwa pemimpin rombongan hwesio itu telah dihadapi oleh Bok
Sam dengan putaran toyanya sehingga Ceng Sim Hwesio cepat memutar kedua ujung lengan bajunya dan
terjadilah pertandingan seru di antara mereka. Milana tersenyum, maklum bahwa pembantunya yang
paling lihai ini tentu saja turun tangan menandingi hwesio yang dianggapnya paling ampuh dan lihai di
antara rombongan lawan sehingga nona muda puteri Ketuanya itu tidak akan perlu bekerja terlalu keras!
Terpaksa Milana melayani seorang hwesio lain, yang bertubuh tinggi besar dan yang bersenjata sepasang
tombak pendek, yaitu hwesio yang tadi menangkis toya Si Lengan Buntung. Namun lawan ini terlalu lemah
baginya dan dalam belasan jurus saja Milana sudah mendesak sepasang tombak pendek itu sehingga
lawannya hanya dapat mengelak dan sibuk menangkis dengan sepasang senjatanya seolah-olah di tangan
Milana bukan terdapat sepasang pedang melainkan banyak sekali yang membuat hwesio itu kewalahan.
Sementara itu, lima orang hwesio lainnya sudah pula bertanding melawan lima orang pembantu Milana dan
terjadilah pertandingan yang seru di tanah kuburan. Melihat bahwa ternyata anggota Thian-liong-pang yang
berada di situ sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan mereka, rombongan Pulau Neraka kini
menjadi lega hatinya dan menonton pertandingan sambil bersembunyi. Mereka diam-diam merasa kagum
sekali kepada puteri Ketua Thian-liong-pang dan Si Lengan Buntung yang ternyata hebat bukan main.
Pertandingan antara Bok Sam yang buntung lengan kirinya melawan Ceng Sim Hwesio merupakan
pertandingan yang paling seru dan seimbang, dibandingkan dengan pertandingan lain di antara kedua
rombongan itu. Biar pun lengannya hanya sebuah, namun toya yang diputar di tangan kanan itu benarbenar
dahsyat sekali gerakannya sehingga Ceng Sim Hwesio yang amat lihai itu pun tidak mampu
mendesaknya dengan kedua ujung lengan bajunya, bahkan hwesio tua itu kelihatan terkejut sekali dan
bersilat dengan amat hati-hati.
Hwesio-hwesio Siauw-lim-pai terkenal memiliki ilmu silat yang tinggi, dengan dasar yang kokoh kuat dan
boleh dikata di antara semua ilmu silat yang sesungguhnya bersumber satu itu, ilmu silat Siauw-lim-pai
adalah ilmu silat yang masih dekat dengan sumbernya, masih murni dibandingkan dengan cabang-cabang
persilatan lain. Hal ini adalah karena para pengembang ilmu silat Siauw-lim-pai terdiri dari hwesio-hwesio
yang berwatak bersih, jujur dan tekun serta setia kepada pelajaran guru-guru mereka.
dunia-kangouw.blogspot.com
Berbeda dengan cabang persilatan lain yang mengalami perubahan karena tokoh-tokohnya terdiri dari
orang-orang kang-ouw atau petualang yang banyak merantau sehingga di sana sini mereka menemukan
cara-cara baru yang mereka masukkan dalam ilmu silat mereka sehingga makin lama, biar pun ilmu
mereka banyak yang menjadi aneh dan bermacam-macam coraknya, juga tidak kalah lihainya, namun
makin menjauh dari dasar atau sumbernya. Karena inilah, maka ilmu silat Siauw-lim-pai menjadi ilmu silat
yang tertua dan yang paling asli, tidak berubah semenjak ratusan tahun yang lalu.
Ceng Sim Hwesio adalah murid kepala dari Ketua Siauw-lim-pai pada waktu itu. Tentu saja dia telah
memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, dan memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Sebetulnya,
dibandingkan dengan Bok Sam, baik mengenai kematangan latihan mau pun tingkat kepandaian, hwesio
ini tidak kalah bahkan lebih unggul dan lebih matang, juga tenaga saktinya tidak kalah kuat. Akan tetapi,
lawannya itu telah memperoleh gemblengan khusus dari Ketua Thian-liong-pang, dan ilmu yang dimilikinya
adalah ilmu golongan hitam yang mempunyai banyak gerakan-gerakan mengandung tipu daya yang anehaneh
dan tidak dikenal oleh seorang pendeta yang mengutamakan kejujuran seperti Ceng Sim Hwesio.
Ketika dengan gerakan yang kuat sepasang lengan baju hwesio itu menyambar ke arah toya yang
menyerang, melibat kedua ujung toya itu dengan sepasang lengan bajunya untuk merampas senjata
lawan, secara tak terduga dan tiba-tiba, Si Lengan Satu itu melepaskan toyanya dan menggunakan
kesempatan selagi lawan tidak bebas karena kedua lengan dipakai untuk berusaha merampas toya,
tangan kanan yang mempunyai ilmu dahsyat ‘telapak tangan golok’ itu telah membabat ke arah pundak
Ceng Sim Hwesio!
Hwesio tua itu terkejut sekali. Dari sambaran hawa pukulan tangan kanan itu dia dapat menduga bahwa
lawannya memiliki pukulan ampuh yang berbahaya sekali. Untuk menangkis, tidak keburu lagi karena
kedua tangannya tidak bebas, sepasang ujung lengan bajunya sudah melibat toya, maka jalan satusatunya
baginya hanyalah miringkan tubuh dan menerima hantaman tangan miring itu dengan pangkal
bahunya yang berdaging sambil mengerahkan sinkang-nya.
"Desss!"
Hebat bukan main pukulan tangan miring dari Bok Sam ini. Dia telah menerima latihan khusus dari Ketua
Thian-liong-pang dan kekuatan tangan tunggalnya itu amat dahsyat. Bukan seperti tangan yang
mengandung tenaga sinkang biasa yang dapat memecahkan batu karang, akan tetapi tangan kanan Bok
Sam ini dapat dipergunakan seperti sebatang golok yang tajam, dapat mematahkan senjata lawan dan
dapat dipakai membacok putus leher manusia!
Ketika tangan yang dihantamkan miring itu bertemu dengan pangkal lengan Ceng Sim Hwesio yang
mengandung tenaga sinkang amat kuat sehingga menjadi kebal, tubuh hwesio itu tergetar hebat dan biar
pun dia tidak terluka karena ‘bacokan’ tangan itu dilawan oleh sinkang-nya, namun dia roboh terpelanting,
libatan kedua ujung lengan bajunya pada toya terlepas dan toya itu telah dirampas kembali oleh Bok Sam
yang menggunakan toya untuk menodong dada hwesio yang sudah rebah terlentang.
"Pinceng sudah kalah, perlu apa menodong dan mengancam? Kalau mau bunuh, lakukanlah, pinceng tidak
takut mati!" kata Ceng Sim Hwesio yang merasa terhina dengan penodongan toya di atas dadanya itu.
Milana yang sudah merobohkan lawannya dan sedang meloncat ke atas sebuah kuburan untuk menyerang
hwesio muka tengkorak yang ternyata telah merobohkan dua orang pembantunya berturut-turut cepat
berseru,
"Kiang-lopek! Jangan lancang membunuh!"
Bok Sam tentu saja tidak berani melanggar larangan puteri ketuanya. Dia menodong hanya untuk
membuktikan keunggulannya saja, maka kini ujung toyanya bergerak cepat menotok jalan darah di pundak
Ceng Sim Hwesio, membuat hwesio itu mengeluh dan tak dapat bergerak lagi.
Sementara itu, hwesio muka tengkorak yang memegang kebutan dan tasbih, ternyata dengan gerakan
kebutannya telah berhasil merobohkan pula seorang anggota Thian-liong-pang yang tadi menerjangnya
dengan sebatang pedang. Gerakan hwesio ini amat hebat. Begitu memandang, tahulah Bok Sam bahwa
hwesio kurus itu ternyata jauh lebih lihai dari pada Ceng Sim Hwesio! Hwesio kurus itu telah merobohkan
tiga orang temannya dan seorang lagi telah roboh oleh hwesio lain.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kini di pihak Thian-liong-pang hanya tinggal tersisa dia, puteri Ketuanya, dan seorang pembantu lagi, yaitu
Su Kak Liong yang masih bertanding seru melawan seorang hwesio pendek bersenjata toya. Biar pun dia
lihai, Su Kak Liong terdesak juga oleh dua orang pengeroyoknya. Milana sudah menerjang hwesio kurus
yang bersenjata hud-tim dan tasbih, dikeroyok oleh hwesio itu dan seorang hwesio lain yang bersenjata
pedang.
Karena percaya akan kelihaian Milana, Bok Sam membiarkan Milana menghadapi dua orang
pengeroyoknya dan dia sendiri cepat meloncat ke depan membantu Su Kak Liong. Begitu Si Lengan
Buntung ini maju, keadaan berubah sama sekali. Hwesio pendek yang bersenjata toya sama sekali bukan
tandingan Si Lengan Buntung, biar pun senjata mereka serupa dan hwesio itu menggunakan kedua
tangannya untuk mainkan senjatanya. Dalam belasan jurus saja, hwesio pendek itu tak kuat bertahan lagi,
toyanya patah menjadi dua dan dia roboh dengan sambungan lutut terlepas karena hantaman toya lawan.
Juga hwesio muda yang bersenjata golok sudah roboh oleh Su Kak Liong, terluka pundaknya.
Bok Sam cepat meloncat dan membantu Milana yang masih dikeroyok dua. Ternyata hwesio kurus
bermuka tengkorak itu benar-benar lihai sekali. Permainan kombinasi sepasang senjatanya yang aneh
memiliki gerakan-gerakan aneh dan tenaga sinkang yang terkandung dalam gerakan senjata-senjatanya
amat kuat. Kebutan di tangan kanan itu kadang-kadang lemas dan dipergunakan untuk membelit pedang
untuk merampasnya, akan tetapi kadang-kadang dapat menjadi keras dan kaku bulu-bulunya sehingga
dapat dipergunakan untuk menotok jalan darah. Sedangkan tasbihnya menyelingi gerakan kebutan dengan
sambaran-sambaran ke arah kepala lawan.
Milana terkejut dan tertarik sekali. Dia sudah mengenal dasar ilmu silat Siauw-lim-pai, maka dia menjadi
heran sekali ketika melihat bahwa dasar ilmu silat hwesio kurus ini jauh berbeda dengan Siauw-lim-pai,
bahkan mendekati ilmu silat dari barat! Setelah kini Bok Sam maju membantunya dan menghadapi hwesio
yang bersenjata pedang, Milana mendapat kesempatan untuk menghadapi hwesio muka tengkorak itu satu
lawan satu dan dengan mengerahkan ginkang-nya yang luar biasa, Milana dapat memancing hwesio itu
mengeluarkan semua jurus-jurusnya yang sama sekali bukan ilmu silat Siauw-lim-pai.
Tiba-tiba untuk kesekian kalinya, tasbih menyambar dari udara, mengeluarkan bunyi bersuitan. Tasbih itu
telah dilepas oleh tangan kiri hwesio kurus, dan melayang-layang seperti seekor burung menyambar ke
arah kepala Milana. Dara ini tidak menjadi gugup. Tadi pun dia pernah diserang seperti itu dan ketika ia
mengelak, tasbih itu dapat kembali ke tangan lawan! Kini dia sengaja menggunakan pedangnya menangkis
dengan hantaman miring dari samping ke arah tasbih sambil membagi perhatian ke depan karena selagi
tasbih itu melayang turun, hud-tim di tangan kanan lawannya juga tidak tinggal diam, bahkan mengirim
penyerangan cepat sekali.
"Cringgg!"
Milana terkejut karena tangkisan itu membuat tangannya tergetar dan ternyata bahwa tasbih itu tidak
tertolak oleh tangkisannya, melainkan terus melibat pedangnya. Kiranya tasbih itu dilempar dengan
gerakan berputar sehingga ketika ditangkis terus melibat! Padahal pada saat itu kebutan di tangan kanan
hwesio itu telah meluncur datang, ujung kebutan bergerak cepat sekali seolah-olah ber-ubah menjadi
banyak dan mengirim totokan Secara bertubi-tubi ke arah jalan-jalan darah di bagian depan tubuh Milana
dan pinggang ke atas.
"Wuuuuttt... singgg!"
Milana menggunakan ginkang-nya, tubuhnya mencelat ke atas, pedang dikelebatkan dengan pengerahan
sinkang sehingga tasbih yang melilit pedangnya itu terlepas menyambar ke depan, menangkis ke arah
kebutan.
"Wuuuut!"
Dengan lihainya hwesio kurus itu menggerakkan kebutan menangkap tasbihnya, dan sudah siap untuk
menerjang lagi sambil diam-diam memuji ketangkasan dara itu.
"Tahan!" Tiba-tiba Milana membentak sambil melintangkan pedangnya di depan dada. "Siapa engkau? Aku
yakin bahwa engkau bukanlah seorang hwesio tokoh Siauw-lim-pai!"
Hwesio itu tersenyum mengejek, kemudian memandang kepada enam orang hwesio yang semua telah
roboh terluka. Hwesio berpedang yang tadinya membantu dia mengeroyok Milana telah roboh pula di
dunia-kangouw.blogspot.com
tangan Bok Sam yang kini sudah berdiri dengan memegang toya tegak lurus di depannya, siap untuk
menerjangnya. Enam orang temannya sudah kalah semua, tinggal dia seorang, sedangkan di pihak Thianliong-
pang masih ada tiga orang termasuk nona muda yang amat lihai dan Si Lengan Buntung yang juga
lihai sekali itu.
"Pinceng Mo Kong Hosiang memang bukan seorang tokoh Siauw-lim-pai, akan tetapi pinceng adalah
sahabat baik Ketua Siauw-lim-pai. Pinceng datang dari barat dan mendengar akan sepak terjang Thianliong-
pang yang telah merendahkan diri menjadi kaki tangan pemerintah penjajah, pinceng dan para
sahabat ini..."
"Aihh, kiranya engkau seorang pemberontak dari Tibet, bukan?" Milana memotong, dan hwesio itu
kelihatan terkejut.
"Bagaimana Nona dapat menyangka demikian?"
"Aku mengenal gaya bahasamu dan dasar gerak silatmu. Tibet sudah takluk, akan tetapi banyak tokohnya
diam-diam masih ingin memberontak. Tentu engkau adalah seorang di antara mereka yang ingin
memberontak, maka kini engkau menghasut para Lo-suhu dari Siauw-lim-pai untuk menentang kami.
Hemm, Mo Kong Hosiang, karena engkau bukan orang Siauw-lim-pai, maka urusan antara engkau dan
kami lain lagi. Engkau seorang pemberontak dan sudah menjadi tugas kami untuk membasmi
pemberontak."
"Ha-ha-ha-ha, perempuan sombong! Kau kira pinceng takut...?" Baru sampai di sini ucapannya, terdengar
suara gerengan keras dan Bok Sam telah menerjang maju dengan dahsyat, menggerakkan toyanya
menusuk ke arah dada hwesio kurus itu.
Mo Kong Hosiang cepat mengelak sambil menggerakkan hud-tim di tangannya yang menyambar dari
samping ke arah lambung Si Lengan Buntung. Serangan berbahaya ini dapat dielakkan oleh Bhok Sam
dan segera terjadi pertandingan hebat antara kedua orang itu. Sekali ini, pertandingan terjadi lebih hebat
dari pada tadi karena kalau tadi masing-masing pihak masih menjaga agar jangan sampai menjatuhkan
pukulan maut kepada pihak lawan, kini kedua orang ini bertanding dengan niat membunuh!
Milana sudah mengukur tingkat kepandaian hwesio kurus itu, maka kini ia mengerutkan alis menyaksikan
kelancangan Bok Sam yang terlalu berani turun tangan. Dia maklum bahwa pembantu ibunya itu memiliki
ilmu yang boleh diandalkan, akan tetapi dia khawatir kalau pembantu ibunya itu bukan tandingan Mo Kong
Hosiang yang amat lihai. Biar pun hatinya tidak senang menyaksikan kelancangan dan kekerasan hati Bok
Sam, namun karena dia tahu bahwa Si Buntung ini mendahuluinya bukan hanya karena keras hati akan
tetapi juga karena menyayangnya menghadapi lawan tangguh, maka di lubuk hatinya Milana merasa tidak
tega dan tidak mau membiarkan Si Lengan Buntung itu menghadapi bahaya maut. Diam-diam ia bersiap
sedia untuk menolong apabila pembantu ibunya itu terancam bahaya.
Kiang Bok Sam bukan seorang bodoh. Begitu terjadi saling serang beberapa jurus saja, tahulah dia bahwa
lawannya ini benar-benar amat lihai, sama sekali tidak boleh disamakan dengan Ceng Sim Hwesio.
Gerakan hud-tim itu membingungkan hatinya karena amat cepat dan aneh, selain itu, juga hud-tim yang
kadang-kadang lemas kadang-kadang kaku itu membuat dia sukar sekali menduga gerakan serangan
lawan.
Namun dia tidak menjadi jeri dan toyanya diputar amat cepatnya ketika dia membalas dengan seranganserangan
maut yang tidak kalah hebatnya. Permainan toyanya yang khusus diturunkan oleh Ketua Thianliong-
pang kepadanya memang dahsyat sekali, apa lagi di balik toya ini tersembunyi lengan tunggal yang
memiliki keampuhan luar biasa. Toya ini selain merupakan senjata, juga merupakan semacam kedok yang
menyembunyikan senjatanya yang paling utama dan ampuh, yaitu tangan kanannya. Lawan biasanya akan
memandang rendah apabila dia kehilangan toyanya, dan hal ini pun tadi telah mengakibatkan robohnya
Ceng Sim Hwesio.
Mo Kong Hosiang maklum bahwa lawan yang berbahaya adalah Si Buntung ini dan nona muda itu, maka
dia harus dapat merobohkan seorang di antara mereka baru dia mempunyai harapan untuk keluar dari
pertandingan dengan selamat. Maka kini melihat gerakan toya Si Lengan Buntung, dia memandang
rendah. Si Buntung ini memang amat cepat dan kuat sinkang-nya, namun masih jauh kalau dibandingkan
lawannya dengan nona muda yang cantik itu. Dia harus dapat mengalahkan lawannya dengan cepat.
dunia-kangouw.blogspot.com
Tiba-tiba hwesio kurus itu mengeluarkan suara bentakan melengking hingga terkejutlah lawannya karena
bentakan ini mengandung tenaga khikang yang menggetarkan jantung. Pada saat itu hud-tim di tangan Mo
Kong Hosiang meluncur ke depan, menjadi lemas dan telah melibat ujung toya yang tadi menusuk ke arah
dadanya, sedangkan tasbih di tangan kirinya sudah dilontarkannya ke atas dan kiri tasbih itu meluncur
turun ke arah kepala lawan selagi lawan masih terkejut dan berusaha membetot toyanya.
"Sinngggg... tranggggg!" Tasbih itu putus dan runtuh ke atas tanah, kesambar pedang yang dilontarkan
oleh Milana. Pedang itu pun runtuh ke atas tanah, akan tetapi telah berhasil menyelamatkan Si Lengan
Buntung dari ancaman maut!
Pada saat itu Bok Sam melepaskan toyanya dan Mo Kong Hosiang menganggap hal ini sebagai
kemenangan. Dia berseru girang walau pun tadi kaget melihat tasbihnya runtuh, dengan gerak kilat tangan
kirinya menghantam ke arah lawan. Pukulannya cepat dan keras bukan main sehingga didahului oleh hawa
pukulan yang kuat. Seperti juga Ceng Sim Hwesio, hwesio dari Tibet ini telah salah menduga keadaan
lawan. Disangkanya bahwa Si Lengan Buntung itu hanya mengandalkan toyanya, maka begitu toya
terlepas dianggapnya Si Lengan Buntung itu menjadi tidak berdaya dan lemah. Hwesio kurus itu hanya
tersenyum mengejek ketika Bok Sam menggerakkan lengan tangannya menangkis dengan tangan terbuka
miring.
"Krakkkk...!"
Mo Kong Hosiang berteriak kaget setengah mati ketika pergelangan tangannya terasa nyeri dan tulangnya
ternyata patah begitu bertemu dengan tangan miring lawan.
"Celaka...!" Dia cepat meloncat ke belakang, lengan kirinya tergantung lumpuh karena tulangnya patah,
namun hud-timnya berhasil merampas toya. Kini dia menggerakkan hud-timnya dan toya itu meluncur
seperti anak panah yang besar ke arah Bok Sam!
"Wuuuttt... wirrrr!"
Tiba-tiba toya yang meluncur itu berhenti dan tertarik ke atas oleh sinar hitam yang meluncur cepat dari
tangan Milana. Kiranya dara perkasa ini telah menggunakan sebatang tali sutera, sebuah di antara
senjatanya yang amat lihai, dilontarkannya tali itu dan berhasil menangkap toya! Kini toya itu telah kembali
ke tangan pemiliknya yang mengangguk sebagai tanda terima kasih kepada Milana. Lontaran toya tadi
benar-benar tidak terduga dan amat cepatnya sehingga kalau tidak ditolong Milana, tentu dia akan celaka,
setidaknya terluka.
Sambil menggereng seperti seekor harimau terluka, Bok Sam menerjang maju dan terpaksa dilawan oleh
Mo Kong Hosiang yang keadaannya tidak berbeda jauh dengan lawannya. Kalau lawannya itu hanya
menggunakan lengan kanan karena lengan kirinya buntung, hwesio Tibet ini pun hanya menggunakan
lengan kanan karena lengan kirinya lumpuh dan patah tulangnya.
Maklum bahwa selain terluka parah, juga di samping lawannya yang lihai ini masih terdapat puteri Ketua
Thian-liong-pang yang lebih lihai lagi, maka Mo Kong Hosiang berlaku nekat, menubruk maju dengan
dahsyat, ingin mengadu nyawa dan mengajak lawannya mati bersama! Akan tetapi Bok Sam tentu saja
tidak suka nekat seperti lawannya karena dia sudah berada di pihak lebih kuat. Menghadapi terjangan
nekat ini, dia mengayun toyanya menangkis dengan pengerahan tenaga sekuatnya.
"Desss! Krakkk!"
Hud-tim dan toya di tangan kedua orang lawan itu patah menjadi dua disusul pekik Mo Kong Ho-siang yang
roboh terjengkang karena dadanya terkena pukulan tangan kanan Bok Sam yang amat ampuh. Biar pun
dengan sinkang-nya dia masih dapat membuat dadanya kebal, namun getaran hebat membuat jantungnya
pecah dan isi dadanya rusak sehingga hwesio Tibet ini tewas seketika!
Milana cepat menyuruh anak buahnya mundur, kemudian dia menghampiri enam orang hwesio Siauw-limpai
yang sudah bangkit berdiri saling bantu. Ceng Sim Hwesio berdiri dengan muka pucat.
"Ceng Sim Hwesio, engkau tadi telah mendengar sendiri bahwa kami membunuh Mo Kong Hosiang bukan
sebagai seorang tokoh Siauw-lim-pai. Menurut pengakuannya sendiri, dia bukanlah seorang anggota
Siauw-lim-pai. Kami membunuhnya sebagai seorang pemberontak. Ada pun Cu-wi Lo-suhu, enam orang
anggota Siauw-lim-pai telah kalah dalam ujian kepandaian melawan kami, hal ini kami rasa sudah
dunia-kangouw.blogspot.com
sewajarnya, apa lagi kalau diingat bahwa yang menantang mengadu ilmu adalah pihak Siauw-lim-pai
sendiri. Harap saja Lo-suhu tidak akan memutar balikkan kenyataan ini dalam laporan Lo-suhu kepada
Ketua Siauw-lim-pai."
Ceng Sim Hwesio tersenyum pahit lalu menghela napas panjang. "Biar pun Mo Kong Hosiang bukan
anggota Siauw-lim-pai, namun dia adalah seorang saudara kami, sudah sepatutnya kalau kami membawa
pergi jenazahnya. Tentang urusan antara kita, hemmm... kami sudah kalah, tidak perlu banyak bicara lagi!
Selamat tinggal, mudah-mudahan dalam pertemuan mendatang kami akan lebih berhasil." Setelah berkata
demikian, Ceng Sim Hwesio mengajak anak buahnya pergi sambil menggotong jenazah Mo Kong Hosiang.
Rombongan Pulau Neraka yang bersembunyi sambil menonton, melihat bahwa biar pun pihak Thian-liongpang
memperoleh kemenangan, akan tetapi rombongan itu tidak meninggalkan tempat itu, hanya
mengobati empat orang anggota yang terluka dalam pertandingan tadi. Bahkan mereka bermalam lagi di
tempat itu melakukan penjagaan secara bergiliran.
Kiranya bukan hanya dari partai persilatan Siauw-lim-pai saja yang datang. Pada esok harinya datang pula
rombongan orang-orang kang-ouw yang juga mempunyai niat yang sama dengan rombongan Siauw-limpai,
yaitu mereka menentang Thian-liong-pang yang oleh dunia kang-ouw dianggap telah menyeleweng
dari peraturan kang-ouw, yaitu telah mencampurkan diri dengan urusan politik, bahkan telah mengekor dan
menghambakan diri kepada pemerintah penjajah.
Betapa pun juga, partai-partai persilatan besar dan orang-orang gagah di dunia kang-ouw itu biar tidak
secara terang-terangan memberontak atau menentang pemerintah penjajah, namun di dalam hati mereka
masih tetap berpihak kepada orang-orang yang memberontak terhadap kaum penjajah. Karena itu,
mendengar betapa Thian-liong-pang membantu pihak pemerintah, nnengejar-ngejar pemberontak dan
membasmi mereka, golongan kang-ouw menjadi marah dan sengaja menentang Thian-liong-pang!
Setiap hari terjadilah pertempuran di tanah kuburan itu dan karena di pihak Thian-liong-pang terdapat Si
Lengan Buntung yang amat lihai dan puteri Ketua Thian-liong-pang yang sukar menemui tandingan, maka
pihak Thian-liong-pang selalu dapat menang dan mengusir musuh-musuh mereka dengan alasan yang
sama seperti yang mereka kemukakan kepada Siauw-lim-pai. Pihak yang merasa penasaran mereka
lawan dengan mengadu kepandaian.
Rombongan Pulau Neraka sekarang mengerti mengapa Bu-tek Siauw-jin, datuk mereka yang aneh sekali
wataknya itu memilih tempat ini untuk berlatih! Kiranya kakek yang tidak lumrah manusia biasa itu agaknya
sudah tahu bahwa tempat itu dijadikan gelanggang pertandingan oleh Thian-liong-pang yang menyambut
musuh-musuhnya, maka dia sengaja memilih tempat itu yang dianggapnya menarik!
Kalau tidak untuk keperluan ini, apa perlunya kakek itu menyuruh belasan orang Pulau Neraka
menggotong-gotong peti mati kosong itu sampai ratusan mil jauhnya? Padahal untuk latihan itu, di manamana
pun ada tanah, di mana-mana pun ada tanah kuburan! Diam-diam para anak buah Pulau Neraka
merasa mendongkol sungguh pun tentu saja tidak berani menyatakan ini, karena mereka berada dalam
keadaan serba salah, setiap hari harus menyaksikan ketegangan-ketegangan tanpa berani berkutik.
Akhirnya terlewat jugalah jarak waktu sepekan yang dibutuhkan oleh Bu-tek Siauw-jin untuk latihan
bersama muridnya! Akan tetapi, tepat pada hari terakhir itu terjadi pula pertandingan antara Thian-liongpang
dan rombongan Hoa-san-pai yang terdiri dari orang-orang pandai sebanyak sepuluh orang! Seperti
juga ketika menyambut rombongan Siauw-lim-pai, Milana mewakili ibunya memberi alasan-alasan kuat,
dan perbantahan itu berakhir dengan adu kepandaian pula, karena pihak Hoa-san-pai itu adalah muridmurid
Thian Cu Cin-jin Ketua Hoa-san-pai yang memiliki ilmu kepandaian tinggi.
Pertandingan hebat terjadi sampai lewat tengah hari dan berakhir dengan kemenangan pihak Thian-liongpang.
Akan tetapi biar pun orang-orang Hoa-san-pai itu dapat diusir pergi dalam keadaan luka-luka, pihak
Thian-liong-pang sendiri kehilangan seorang anggotanya yang terluka terlalu parah sehingga nyawanya
tidak tertolong lagi dan tewas tak lama setelah rombongan Hoa-san-pai pergi!
Melihat betapa pihak musuh tiada hentinya datang menantang mereka, Milana merasa penasaran dan juga
berduka sekali, apa lagi setelah melihat di pihaknya jatuh korban seorang tewas dan lima orang masih
luka-luka.
"Lebih baik kita meninggalkan tempat ini membuat laporan kepada Pangcu," katanya kepada Bok Sam.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Sebaiknya demikian, Nona. Namun karena kebetulan kita berada di tanah kuburan, sebaiknya kita
mengubur jenazah anak buah kita yang tewas itu di tempat ini."
Milana mengerutkan alisnya, tetapi menganggap bahwa memang sebaiknya demikian sehingga mereka
tidak perlu membawa-bawa jenazah. "Terserah kepadamu, Kiang-lopek, akan tetapi di tempat jauh dari
kota ini, bagaimana kau bisa mendapatkan sebuah peti mati?"
Si Lengan Buntung itu menengok ke kanan kiri yang penuh dengan batu nisan dan gundukan tanah
kuburan. "Hemm, banyak tersedia peti mati di sini, mengapa mesti susah-susah mencari tempat jauh? Biar
aku mencarikan sebuah peti mati yang masih baik untuk jenazah kawan klta." Si Lengan Buntung ini lalu
mengajak beberapa orang anak buahnya mencari kuburan yang masih belum begitu lama sehingga peti
mati di dalamnya tentu belum rusak pula.
Tentu saja perhatian mereka segera tertarik oleh gundukan tanah yang masih baru, yaitu kuburan Bu-tek
Siauw-jin dan Kwi Hong! Tanah yang digundukkan di situ baru sepekan lamanya.
"Bagus, ini kuburan baru sekali! Tentu peti matinya pun masih baik. Hayo kita gali dan keluarkan peti
matinya!" Bok Sam berkata dengan wajah berseri, berbeda dengan biasanya yang selalu kelihatan muram.
Memang dia merasa gembira mendapatkan kuburan yang baru itu, hal yang sama sekali tidak disangkasangkanya
karena tanah kuburan itu penuh dengan kuburan-kuburan yang sudah tua sekali.
Setelah berkata demikian, Si Kakek Lengan Buntung ini memelopori anak buahnya, menggunakan
tangannya menggempur gundukan tanah dan sekali tangan tunggalnya mendorong, gundukan tanah yang
baru itu terbongkar dan tampaklah sebuah peti mati di bawahnya, berjajar dengan sebuah peti mati lain
yang masih tertutup tanah. Peti mati yang tampak itu adalah peti mati Kwi Hong!
"Heii, keparat! Tahan...!"
Orang-orang Thian-liong-pang terkejut dan mereka semua melihat dengan mata terbelalak ketika belasan
orang Pulau Neraka muncul dari kanan kiri. Benar-benar mengejutkan melihat orang-orang yang mukanya
beraneka warna itu bermunculan di tanah kuburan itu, tidak ubahnya seperti setan-setan kuburan. Si
Lengan Satu yang kehilangan lengan kirinya dalam pertandingan melawan orang-orang Pulau Neraka,
segera mengenal musuh-musuh lama ini, maka dia terkejut dan marah sekali.
"Gerombolan Iblis Pulau Neraka! Apakah kalian kembali hendak mengganggu urusan Thian-liong-pang?"
bentaknya marah sekali.
Kong To Tek, tokoh Pulau Neraka yang berkepala gundul bermuka merah muda dan bertubuh gendut
pendek, menyeringai ketika menjawab. "Orang-orang Thian-liong-pang yang sombong! Sudah sepekan
kami berada di sini menyaksikan sepak terjang kalian dan kami diam-diam saja. Siapa sudi mencampuri
urusan orang lain yang tidak harum? Akan tetapi kalian berani mengganggu kuburan yang kami jaga, tentu
saja kami turun tangan. Kuburan yang satu ini berada di bawah pengawasan kami dan tidak ada seorang
pun manusia atau iblis boleh mengganggunya. Jika kalian membutuhkan peti mati, boleh mencari kuburan
lain!"
"Kau sudah bosan hidup!" Bok Sam membentak dan langsung menerjang ke depan, disambut oleh Kong
To Tek sehingga terjadilah perkelahian yang seru antara kedua tokoh ini. Ternyata ilmu kepandaian
mereka seimbang sehingga pertandingan itu hebat bukan main. Anak buah Thian-liong-pang yang lain
sudah pula bertanding melawan anak buah Pulau Neraka.
Perkelahian itu segera terdengar oleh Milana dan anak buahnya, maka dara ini cepat membawa anak
buahnya menyerbu dan kembali tempat itu menjadi medan perang kecil-kecilan yang dahsyat sekali.
Milana mempunyai rasa tidak suka kepada Pulau Neraka, maka kini melihat betapa orang-orang dengan
muka beraneka warna itu bertempur melawan orang-orangnya, dia segera terjun ke medan pertandingan
dan sepak terjang dara ini membuat orang-orang Pulau Neraka terdesak hebat.
Bok Sam yang bertanding melawan Kong To Tek merupakan tandingan seimbang dan seru, tetapi Si
Gundul Kong To Tek itu mulai terdesak karena lawannya menggunakan pukulan-pukulan Ilmu Telapak
Tangan Golok yang dahsyat bukan main. Kong To Tek terkenal dengan ilmunya memukul sambil
berjongkok dan dari mulutnya keluar asap beracun. Tetapi karena dia pernah mengacau ke Thian-liongpang
dan kepandaiannya ini sudah diketahui oleh Bok Sam, Si Lengan Buntung dapat menjaga diri dan
dunia-kangouw.blogspot.com
selalu meloncat tinggi melampaui kepala lawan yang berjongkok itu, kemudian membalik dan melancarkan
pukulan-pukulan maut dengan lengan tunggalnya yang ampuh bukan main.
Ada pun orang kedua yang lihai dalam rombongan Pulau Neraka itu adalah Chi Song, tokoh Pulau Neraka
yang tinggi besar dan berperut gendut. Chi Song ini memiliki dua macam ilmu simpanan yang hebat dan
pernah pula dia mengacau Thian-liong-pang bersama Kong To Tek dan akhirnya dikalahkan oleh Gak Bun
Beng yang pada waktu itu menyamar sebagai Ketua Thian-liong-pang.
Dua ilmu simpanannya itu memang dahsyat, yaitu Ilmu Pukulan Beracun yang amat berbahaya. Jika ia
mendorong dengan telapak tangan terbuka, dari telapak tangannya menyambar uap beracun yang dapat
merobohkan lawan sebelum pukulannya sendiri mengenai sasaran. Ada pun keistimewaannya yang kedua
adalah ilmu tendangan yang dahsyat, yang dilakukan sambil meloncat sehingga dinamakan Tendangan
Terbang. Banyak lawan yang dapat menghindarkan diri dari pukulannya yang beracun roboh oleh
tendangan dahsyat yang amat cepat dan tidak terduga-duga datangnya ini. Biar pun tingkat kepandaiannya
masih kalah sedikit dibandingkan dengan Kong To Tek, namun Chi Song bukanlah seorang tokoh
rendahan saja di Pulau Neraka.
Sial baginya, sekali ini dia bertemu dengan Milana, puteri Ketua Thian-liong-pang! Betapa pun lihainya, dan
biar pun dia telah dibantu oleh tiga orang untuk mengeroyok Milana, tetap saja dia dan kawan-kawannya
dihajar babak belur oleh tali sutera hitam yang dimainkan sebagai cambuk tangan Milana! Kalau dara
remaja ini menghendaki, tentu dengan mudah dia dapat menyebar maut di antara rombongan orang-orang
Pulau Neraka itu.
Akan tetapi biar pun dia puteri Ketua Thian-liong-pang yang terkenal berwatak keras dan ganas, pada
hakekatnya Milana memiliki watak halus dan tidak tega membunuh orang kalau tidak secara terpaksa
sekali. Dia tidak suka kepada orang-orang Pulau Neraka, akan tetapi karena yang mengeroyoknya hanya
orang-orang yang tingkatnya jauh lebih rendah dari padanya, dia tidak mau menurunkan tangan maut, dan
hanya menghajar mereka dengan lecutan-lecutan tali suteranya sehingga mereka itu terdesak mundur,
bahkan beberapa kali Chi Song roboh bergulingan, pakaiannya robek-robek dan kulitnya lecet-lecet.
Sepak terjang Milana ini hebat sekali, membuat para anak buah Pulau Neraka menjadi kacau balau. Apa
lagi ketika Bok Sam berhasil melukai pundak Kong To Tek dengan Telapak Tangan Goloknya sehingga
tokoh gundul Pulau Neraka itu terpaksa mundur untuk mengobati lukanya dan Si Lengan Buntung itu kini
mengamuk secara lebih hebat dari pada Milana karena Si Lengan Buntung ini tidak menaruh segan-segan
untuk membunuh atau menimbulkan luka parah di antara pengeroyoknya, pihak Pulau Neraka benar-benar
terdesak hebat dan hanya main mundur.
Tiba-tiba terdengar pekik dari atas, disusul kelepak sayap dan seekor burung rajawali hitam menyambar
turun, langsung mencengkeram ke arah Si Lengan Buntung Kiang Bok Sam yang sedang mengamuk dan
menyebar maut di antara orang-orang Pulau Neraka!
"Haiiiitttt!" Bok Sam berseru kaget, cepat melempar tubuh ke bawah dan bergulingan di atas tanah. Burung
rajawali mengejar dan menyambar. Tiba-tiba Bok Sam meloncat bangun, tangan kanannya bergerak
memukul ke arah sebuah di antara sepasang cakar yang menyambarnya.
"Desssss!"
Burung rajawali itu memekik keras, tetapi tubuh Bok Sam juga terlempar bergulingan sampai jauh. Kiranya
ketika kaki burung itu bertemu dengan pukulan Telapak Tangan Golok, ada sebuah tangan lain yang
mendorong ke bawah dengan kekuatan yang amat dahsyat, yang selain menyelamatkan kaki burung itu,
juga membuat tubuh Si Lengan Buntung bergulingan. Burung itu hinggap di atas tanah dan dari
punggungnya meloncat seorang pemuda yang bertubuh jangkung dan berwajah tampan sekali. Kemudian
burung itu terbang ke atas, hinggap di atas cabang pohon.
Su Kak Liong, tokoh Thian-liong-pang yang melihat betapa hampir saja Bok Sam celaka oleh pemuda
dengan burung rajawalinya ini, menerjang maju dengan sebatang golok besar. Pemuda itu sedang berdiri
sambil bertolak pinggang memandang ke sekeliling, sama sekali tidak memperhatikan atau mempedulikan
terjangan Su Kak Liong dengan golok, juga dia tidak meraba gagang pedangnya yang tersembunyi di balik
jubahnya yang panjang.
Sikapnya tenang sekali, alisnya yang tebal agak berkerut, matanya bergerak ke kanan kiri, mulutnya
tersenyum simpul seperti orang mengejek, namun sikapnya angkuh seolah-olah dia memandang rendah
dunia-kangouw.blogspot.com
pada semua orang yang berada di sekelilingnya. Golok di tangan Su Kak Liong menyambar dekat, hampir
menyentuh lehernya. Tiba-tiba tanpa mengubah kedudukan kedua kakinya, pemuda itu membalikkan tubuh
atas, tangan kirinya bergerak menangkap golok yang sedang menyambar, dijepit di antara jari tangannya
sehingga golok itu tiba-tiba terhenti gerakannya.
Su Kak Liong memandang dengan mata terbelalak hampir tidak percaya bahwa ada orang mampu
menyambut hantaman goloknya dengan jari tangan menjepitnya sedemikian rupa sehingga dia tidak
mampu lagi menggerakkan goloknya. Matanya masih tetap terbelalak akan tetapi mulutnya mengeluarkan
pekik menyeramkan dan segera disusul menyemburnya darah segar ketika tangan kanan pemuda itu
menepuk ulu hatinya dan seketika robohlah Su Kak Liong dalam keadaan tak bernyawa lagi!
"Keparat...! Kau berani membunuhnya? Rasakan pembalasanku!" Bok Sam yang tadi melihat peristiwa ini
menjadi marah bukan main.
Biar pun dia maklum bahwa pemuda itu benar-benar lihai sekali, namun dia tidak menjadi gentar.
Kemarahannya membuat ia lupa diri dan dengan nekat dia menerjang maju, tangan tunggalnya diangkat ke
atas kepala dengan telapak tangan terbuka, dia sudah mengerahkan tenaga Telapak Tangan Golok dan
siap membacokkan tangannya ke arah kepala pemuda itu.
Si Pemuda tetap berdiri dan kini bahkan melongo memandang ke arah Milana yang mengamuk dengan
sabuk suteranya, sama sekali tidak mempedulikan makian dan serangan Si Lengan Buntung yang kini
menggunakan Ilmu Telapak Tangan Golok sekuatnya itu!
"Plakkk!" ketika tangan kanan Bok Sam itu sudah dekat kepalanya, Si Pemuda tiba-tiba mengangkat
tangan kanannya ke atas, melindungi kepala dan menyambut pukulan itu sehingga kedua telapak tangan
mereka bertemu dan melekat!
Bok Sam mengerahkan seluruh tenaganya, tenaga sinkang yang istimewa untuk ilmu Telapak Tangan
Golok-nya. Tetapi betapa pun ia menekan, tetap saja tangan pemuda itu tidak dapat didorongnya, bahkan
dia tidak dapat lagi melepaskan tangannya dari telapak tangan Si Pemuda. Kemarahannya memuncak.
Pemuda inilah yang telah membuntungi lengan kirinya, maka tadi dia marah sekali dan telah mengerahkan
seluruh tenaga untuk membalas dendam dan membunuhnya. Siapa kira kini pukulannya yang istimewa
disambut oleh pemuda itu seenaknya saja dan dia tidak mampu menarik kembali tangannya. Dengan
kemarahan meluap, Bok Sam lalu menggunakan kepalanya. Untuk menggunakan tangan kiri, dia sudah
tidak mempunyai lengan kini, menggunakan kedua kaki, jarak mereka terlalu dekat karena tangan mereka
sudah saling melekat, maka satu-satunya yang dapat dia pergunakan untuk menyerang musuh yang paling
dibencinya ini adalah menggunakan kepalanya! Dengan menunduk, dia lalu membenturkan kepalanya
dengan sekuat tenaga ke arah dada pemuda itu!
Pemuda itu bukan lain adalah Wan Keng In, putera dari Ketua Pulau Neraka, murid yang amat lihai dari
Cui-beng Koai-ong, datuk pertama dari Pulau Neraka! Melihat serangan kepala ini, Wan Keng In tetap
tenang bahkan dia meloncat sedikit ke atas sehingga kepala lawan tidak mengenai dada, melainkan
mengenai perutnya.
"Cappp!" Perut itu mengempis dan kepala itu menancap di perut sampai setengahnya, tak dapat dicabut
kembali.
Bok Sam merasa betapa kepalanya nyeri bukan main, seolah-olah telah memasuki tempat perapian, makin
lama makin panas. Dia meronta-ronta akan tetapi karena tangan kanannya sudah melekat dengan tangan
pemuda itu, kepalanya sudah terjepit di rongga perut, yang bergerak hanya pinggul dan kedua kakinya
yang menendang-nendang tanah!
"Manusia tak tahu diri, mampuslah!" Pemuda itu menggumam sambil mengerahkan tenaga mukjizat di
rongga perutnya.
Terdengar bunyi keras ketika kepala Bok Sam retak-retak oleh tekanan perut yang amat kuat itu dan ketika
Wan Keng In melontarkan tubuh Si Lengan Buntung dengan jalan mengembungkan perutnya, tubuh itu
telah menjadi mayat dengan kepalanya retak-retak dan berwarna kehitaman!
Semua ini dilakukan oleh Wan Keng In tanpa mengalihkan pandang matanya dari Milana yang masih
menghajar orang-orang Pulau Neraka dengan tali suteranya yang meledak-ledak di udara seperti cambuk.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pandang matanya menjadi berseri, mulutnya tersenyum ketika ia melangkah dengan tenang, menghampiri
tempat pertempuran itu, seolah-olah dia terpesona oleh gerak-gerik tubuh yang tinggi semampai dan lemah
gemulai itu, oleh wajah yang amat cantik manis, bahkan amukan Milana pada saat itu menambah
kejelitaan dalam pandang mata Wan Keng In ketika ia melangkah terus makin dekat.
"Aduhai, Nona yang cantik jelita seperti dewi kahyangan! Siapakah gerangan engkau?"
Para anak buah Pulau Neraka yang terdesak hebat oleh rombongan Thian-liong-pang kini menjadi girang
bukan main ketika melihat munculnya Wan Keng In. Terdengar seruan di antara mereka.
"Siauw-tocu (Majikan Muda Pulau) telah datang!"
Ketika mendengar seruan ini, Milana menengok dan kalau tadinya dia terheran mendengar kata-kata yang
dianggapnya menyenangkan akan tetapi juga kurang ajar itu, kini dia kaget bukan main. Kiranya pemuda
ini adalah Majikan Muda Pulau Neraka! Teringat ia akan cerita Bun Beng kepadanya dan marahlah hatinya.
Pemuda ini yang telah merampas pedang Lam-mo-kiam dari tangan Bun Beng. Ketika ia memandang,
baru sekarang tampak olehnya bahwa Su Kak Liong dan Bok Sam telah menggeletak menjadi mayat!
Tahulah dia bahwa dua orang pembantunya yang paling lihai itu telah tewas, dan melihat munculnya
pemuda Pulau Neraka ini, mudah diduga bahwa tentu mereka tewas di tangan pemuda ini.
Agaknya Wan Keng In dapat menduga isi hati Milana ketika melihat dara jelita itu memandang ke arah
mayat kedua orang tokoh Thian-liong-pang dengan wajah berubah, maka dia tertawa lalu berkata, "Ha-haha,
jangan kaget, Nona manis. Kedua orang itu telah berani menyerangku, terpaksa aku bunuh mereka.
Orang-orang macam itu sungguh tidak patut menjadi pembantu-pembantumu. Nona, siapakah engkau?
Heran sekali di dunia ini bisa terdapat seorang dara secantik jelita engkau, dan selama ini aku tidak pernah
bertemu denganmu. Nona, baru sekali ini hatiku tergetar hebat dengan seorang wanita. Aku yakin,
engkaulah satu-satunya wanita yang diciptakan di dunia ini, khusus untuk menjadi pasanganku!"
Bukan main marahnya hati Milana. Tak dapat disangkal lagi, pemuda itu amat tampan menarik, masih
muda, sebaya dengannya, pakaiannya indah, kulit mukanya putih bersih, matanya bersinar-sinar,
pendeknya dia seorang pemuda yang tampan gagah sukar dicari keduanya. Akan tetapi sinar matanya
yang agak aneh itu mengandung sesuatu yang mengerikan, sedangkan kata-kata dan sikapnya membuat
Milana merasa muak dan membangkitkan perasaan tidak senang yang mendekati kebencian.
"Jadi engkau adalah bocah Pulau Neraka yang amat jahat itu? Engkaulah yang sudah merampas pedang
Lam-mo-kiam milik Gak Bun Beng?"
Wan Keng In mengerutkan alisnya yang tebal hitam. "Eh, engkau mengenal Gak Bun Beng? Dia sudah
mati, bukan? Engkau siapa, Nona?"
"Siauw-tocu, dia inilah puteri Ketua Thian-liong-pang. Dia lihai sekali," seorang anggota Pulau Neraka tibatiba
berkata sambil mencoba untuk bangkit. Tulang kakinya pecah terkena cambukan tali sutera Milana
tadi.
"Aihhhh, kiranya puteri Ketua Thian-liong-pang? Pantas saja cantik jelita dan lihai. Sungguh tepat kalau
begitu. Engkau puteri Ketua Perkumpulan Thian-liong-pang yang terkenal di seluruh dunia, aku pun putera
Majikan Pulau Neraka yang tidak kalah terkenalnya. Sungguh merupakan jodoh yang setimpal sekali!"
"Tutup mulutmu yang kotor!" Milana memaki dan tangannya bergerak.
"Tar-tar!"
Ujung tali sutera hitam melecut di udara dan menyambar ke arah kedua pelipis kepala Wan Keng In
dengan kecepatan kilat. Sekali ini, Milana bukan sekedar menggerakkan senjata untuk menghajar,
melainkan dia memberi serangan totokan yang merupakan serangan maut.
Biasanya Wan Keng In memandang rendah kepada semua orang. Akan tetapi begitu bertemu dengan
Milana, entah bagaimana, hatinya tertarik seperti besi tertarik oleh besi sembrani. Belum pernah selama
hidupnya dia tertarik oleh wanita seperti itu. Dia bukan seorang mata keranjang sungguh pun dia biasa
disanjung wanita dan biasanya dia memandang rendah wanita-wanita cantik yang dianggapnya belum
cukup untuk duduk berdampingan dengannya! Sekali ini, begitu melihat Milana, dia tergila-gila. Ketika dia
dunia-kangouw.blogspot.com
menyaksikan gerakan ujung tali sutera, dia menjadi makin gembira dan kagum. Gerakan ini bukanlah
gerakan sembarangan dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan!
"Engkau hebat, Nona!" Dia memuji akan tetapi cepat ia miringkan kepala untuk menghindarkan totokan
maut itu, kemudian tangannya cepat menyambar untuk menangkap ujung tali sutera hitam.
"Cuiittt... taaar!"
Lihai sekali Milana bermain tali sutera yang digerakkan seperti pecut itu. Begitu totokannya pada pelipis
yang bertubi-tubi menyerang pelipis kanan-kiri itu tidak mengenai sasaran, bahkan hampir dicengkeram
oleh tangan Wan Keng In, dara itu telah membuat gerakan dengan pergelangan tangannya dan ujung tali
sutera itu sudah melecut dan menotok ke arah jalan darah di pergelangan tangan yang hendak
menangkapnya!
"Trikkkk!"
"Engkau memang hebat, Nona manis!" Keng In kembali memuji sambil tersenyum lebar.
Akan tetapi Milana kini terkejut bukan main. Pemuda itu tadi telah menggunakan jari telunjuknya untuk
menyentik ujung tali suteranya yang menotok ke arah pergelangan tangan. Gerakan itu demikian tepat
mengenai ujung tali sutera sehingga ujung tali terpental. Hanya orang yang telah memiliki ilmu kepandaian
tinggi saja yang dapat melakukan hal ini!
Namun, tentu saja Milana tidak menjadi jeri. Dia tidak pernah mengenal takut dan dia pun sudah percaya
penuh akan kepandaian sendiri. Biar pun tak mungkin dia dapat mewarisi seluruh ilmu kepandaian ibunya
yang amat banyak itu, namun kiranya hanya beberapa macam ilmu yang amat tinggi dan terlalu sukar saja
yang belum diajarkan ibunya kepadanya dan kalau hanya melawan musuh yang sebaya dengannya saja,
kiranya di dunia ini sukar ada yang akan dapat menandinginya.
"Jahanam busuk, bersiaplah untuk mampus!" bentaknya dan kini terdengarlah ledakan-ledakan nyaring
ketika ujung tali sutera itu menari-nari di tengah udara, membentuk lingkaran-lingkaran yang besar kecil
saling telan, kemudian lingkaran-lingkaran hitam itu berjatuhan ke bawah, susul-menyusul dalam
serangkaian serangan maut ke arah tubuh Wan Keng In dengan kecepatan kilat yang menyilaukan mata
karena lingkaran itu tidak lagi berupa sabuk atau tali sutera, melainkan tampak seperti sinar hitam saja.
"Bagus sekali...!" Wan Keng In kembali memuji dan tiba-tiba tubuhnya bergerak lenyap, lalu tampak
berkelebatan seperti bayangan setan menari-nari di antara sinar hitam yang bergulung-gulung dan
melingkar-lingkar!
Wan Keng In tidak mau menggunakan pedangnya yang ampuh. Jika dia menggunakan pedang Lam-mokiam,
sekali sambar saja tentu akan putus tali sutera hitam itu. Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal ini,
karena selain dia tidak mau menghina Milana, juga dia ingin memamerkan kepandaiannya. Memang hebat
sekali pemuda ini. Gerakannya yang cepat itu hanya membuktikan bahwa ginkang-nya sudah mencapai
tingkat yang amat tinggi sehingga tubuhnya itu amat ringan dan amat cepat, dapat mengelak dari setiap
sambaran sinar tali sutera!
Menyaksikan pertandingan yang amat hebat, luar biasa dan indah dipandang ini, otomatis perkelahianperkelahian
antara rombongan Pulau Neraka dan rombongan Thian-liong-pang terhenti. Mereka menonton
karena maklum bahwa pertandingan antara kedua orang muda putera dan puteri ketua masing-masing
rombongan itu merupakan pertandingan yang menentukan. Kalah menangnya pertandingan antara kedua
orang muda yang lihai bukan main itu berarti kalah menangnya pula perang kecil antara kedua rombongan
itu!
Gerakan tali sutera itu makin hebat dan bukan lagi lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh sinar hitam itu,
melainkan bentuk-bentuk segi tiga, segi empat, bahkan ada kalanya sinar itu membentuk segi delapan.
Ujung sabuk itu menyerang dari delapan penjuru, setiap gerakan merupakan totokan maut dan didasari
tenaga sinkang yang sangat kuat. Bukan hanya amat indahnya sinar hitam itu membentuk segi tiga yang
ajaib itu, juga gerakannya mengeluarkan bunyi bercuitan, seolah-olah sinar hitam itu hidup!
Itulah permainan tali sutera atau sabuk yang gerakannya berdasarkan Ilmu Silat Pat-sian-sin-kun (Ilmu
Silat Delapan Dewa) warisan dari kitab-kitab pusaka peninggalan Pendekar Wanita sakti Mutiara Hitam!
Nirahai telah menciptakan ilmu dengan tali sutera ini khusus untuk puterinya setelah dia memperoleh
dunia-kangouw.blogspot.com
kenyataan bahwa puterinya berbakat baik sekali dalam menggunakan sabuk atau tali sutera halus dan
lemas sebagai senjata yang ampuh.
Diam-diam Wan Keng In terkejut dan makin kagum. Dia maklum bahwa kalau dia menghadapi permainan
tali sutera lawan yang amat lihai ini dengan tangan kosong saja, lama-lama dia terancam bahaya maut.
Ternyata tingkat kepandaian puteri Ketua Thian-liong-pang ini benar-benar mengejutkan hatinya. Kalau dia
berpedang, agaknya dia masih akan dapat keluar sebagai pemenang dengan membabat putus tali itu.
Akan tetapi, kalau dia menggunakan pedang dan terpaksa merusak tali sutera itu, tentu dara yang
menjatuhkan hatinya itu akan tersinggung dan marah. Sebaliknya kalau hendak menaklukkan dara ini
dengan tangan kosong, benar-benar merupakan hal yang amat sulit, betapa pun tinggi ilmu
kepandaiannya.
Dia harus menggunakan akal dan hal ini merupakan kelebihan dalam kepala Wan Keng In dibandingkan
dengan orang-orang muda lainnya. Pemuda ini cerdik bukan main, pandai menggunakan siasat-siasat
yang tak terduga-duga dalam keadaan darurat seperti saat itu.
Ketika ujung sabuk atau tali hitam itu untuk kesekian kalinya menotok ke arah jalan darah Kin-ceng-hiat di
pundak kiri, tempat yang tidak begitu berbahaya dan yang dapat ia tutup dengan hawa sinkang, dia
sengaja berlaku lambat dan ujung tali sutera itu dengan tepat menotok pundaknya yang sudah ia tutup
jalan darahnya dan terlindung oleh sinkang yang kuat.
"Prattt!"
Tepat pada saat ujung tali sutera itu menotok pundak, tangan kanan Wan Keng In menyambar dan ia
berhasil menangkap ujung tali sutera hitam! Milana terkejut bukan main. Tadinya dia sudah merasa girang
karena totokannya berhasil, namun alangkah kagetnya ketika ia melihat bahwa pemuda itu sama sekali
tidak menjadi lumpuh, bahkan telah berhasil menangkap ujung tali suteranya! Namun, Milana tidak menjadi
panik.
Dia kerahkan sinkang-nya, mainkan pergelangan tangannya dan dengan penyaluran tenaga sinkang dia
menggerakkan tali suteranya dan... tubuh Wan Keng In terbawa oleh meluncurnya tali sutera itu ke udara!
Milana terus menggerakkan tali suteranya, memutar tali itu ke atas, makin lama makin cepat sehingga
tubuh Wan Keng In yang masih berada di ujung tali karena pemuda itu tidak mau melepaskan ujung tali
sutera, terbawa pula terputar-putar!
Para anak buah rombongan kedua pihak yang menjadi penonton dengan hati diliputi penuh ketegangan itu
menonton dengan mata terbelalak. Demikian tegang rasa hati mereka itu menahan napas ketika
menyaksikan pertendingan mati-matian yang kelihatannya seperti main-main atau permainan akrobat yang
dilakukan oleh dua orang muda-mudi yang elok dan tampan!
Wan Keng In sengaja membiarkan dirinya terbawa oleh tali yang diputar-putar itu. Kalau dia mau, tentu
saja dia dapat mengerahkan sinkang dan mengadu kekuatan dengan dara itu memperebutkan tali sutera.
Namun hal ini tentu akan mengakibatkan tali itu putus, hal yang tidak dia kehendaki karena putusnya tali itu
bukan berarti bahwa dia telah menang, akan tetapi yang jelas gadis itu tentu akan marah dan benci
kepadanya. Tidak, dia tidak menggunakan akal itu, melainkan hendak menggunakan akal lain.
Kalau dia dapat merayap melalui tali, makin lama makin dekat, tentu akhirnya dia akan berhadapan dengan
dara jelita itu dan kalau sudah begitu, mudahlah baginya untuk membuat dara itu tidak berdaya tanpa
melukainya. Dengan hati-hati dan perlahan, mulailah Wan Keng In merayap melalui tali yang panjang itu,
sedikit demi sedikit, bergantung dengan mengganti-ganti tangan sambil tubuhnya masih terputar-putar
cepat sekali sehingga dalam pandangan orang lain, tubuhnya berubah menjadi banyak sekali!
Mungkin bagi penonton lain tidak ada yang tahu akan usaha Wan Keng In mendekati lawan dengan cara
merayap perlahan-lahan melalui tali sutera yang panjang itu, akan tetapi Milana dapat melihat atau lebih
tepat lagi dapat merasakan gerakan lawan yang berada di ujung tali sutera itu. Dara ini tidak bodoh, dan
maklum bahwa kalau sampai pemuda itu dapat mendekatinya, belum tentu dia akan dapat menandingi
pemuda yang memiliki kepandaian luar biasa itu.
Maka begitu melihat pemuda itu perlahan-lahan merayap mendekat, diam-diam Milana menggerakkan
tangan kirinya dan hanya memutar tali itu dengan tangan kanan saja. Tangan kirinya menyusup ke dalam
kantung jarumnya, kemudian tampak tiga kali dia menggerakkan tangan kirinya ke depan. Gerakan tangan
yang tidak begitu tampak, karena sambitan jarum-jarumnya itu ia lakukan dengan pergelangan tangan dan
dunia-kangouw.blogspot.com
jari-jari tangan. Namun, tiga kali tampak sinar halus menyambar ke arah tubuh Wan Keng In yang terbawa
tali berputaran, sinar kemerahan halus dari jarum-jarum Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi)!
"Celaka...!" Wan Keng In berseru kaget ketika melihat menyambarnya sinar halus dan mencium bau
harum. Tahulah dia bahwa dia yang sedang diputar-putar seperti kitiran itu kini diserang dengan senjatasenjata
rahasia yang amat halus dan mengandung racun yang baunya harum pula!
Namun selain telah mempelajari ilmu-ilmu tingkat tinggi dari ibunya, Wan Keng In juga sudah menerima
gemblengan dari Cui-beng Koai-ong yang sakti, maka walau pun keadaannya itu amat berbahaya, namun
dia masih bersikap tenang dan tiba-tiba tubuhnya yang berada di ujung tali sutera itu membuat gerakan
berputar pula! Hebat bukan main pemandangan di waktu itu. Tubuh di ujung tali sutera itu berputaran,
sedangkan tali itu sendiri berputar cepat. Dengan gerakan berputaran ini, Wan Keng In dapat
menyelamatkan diri dan mengelak dari sambaran jarum-jarum Siang-tok-ciam. Namun dia juga telah
menemukan akal baru yang luar biasa dan cerdik sekali.
Dengan pengukuran tenaga yang tepat, Wan Keng In dapat mengerahkan sinkang-nya dan memberatkan
tubuhnya sehingga tiba-tiba tali sutera yang berputar itu tak dapat dikuasai lagi oleh kedua tangan Milana
dan berputar melibat tubuh dara itu.
"Aihhhhh...!" Milana menjerit kaget, sadar setelah terlambat karena tali yang berputar cepat itu sekarang
telah membuat beberapa putaran mengelilinginya dan karena tali menurun akibat beratnya tubuh Wan
Keng In, maka tali itu membelit-belit tubuhnya, menelikung kedua lengannya sendiri!
Terdengar suara Wan Keng In tertawa-tawa sambil terus membuat gerakan mengayun sehingga tali itu biar
pun tidak lagi dipegang oleh Milana, masih terus berputar melibat tubuh Milana yang berusaha merontaronta.
"Ha-ha-ha, Nona manis. Bukankah dengan begini berarti engkau telah tertawan olehku seperti tertawannya
hatiku olehmu?"
"Krakkkkkkk!" Tiba-tiba terdengar bunyi keras. dan dari dalam lubang kuburan tampak bayangan
berkelebat, didahului sinar kilat menyambar ke arah tali sutera.
"Bretttt!" Tali sutera itu putus dan tubuh Wan Keng In yang masih terayun di ujung tali, tentu saja
terpelanting. Untunglah pemuda itu masih mampu berjungkir balik sehingga tidak terbanting ke atas tanah.
Milana mempergunakan kesempatan baik itu untuk melepaskan diri. Ketika dia melihat bahwa yang muncul
adalah seorang wanita muda yang cantik, segera dia mengenal wanita itu sebagai gadis yang pernah
mengacau Thian-liong-pang ketika di rumah penginapan. Dia menjadi terkejut dan khawatir sekali, maka
menggunakan kesempatan selagi gadis itu berhadapan dengan Wan Keng In, dia memberi isyarat kepada
anak buahnya dan meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Anak buahnya pergi sambil membawa jenazah-jenazah para kawan yang menjadi korban. Rombongan
Pulau Neraka tidak mencegah mereka melarikan diri karena merasa jeri terhadap Milana, apa lagi kini tuan
muda mereka sedang menghadapi lawan baru berupa dara perkasa yang galak, murid dari datuk mereka
yang selama sepekan ini berlatih di dalam tanah kuburan bersama datuk mereka, Bu-tek Siauw-jin! Mereka
menjadi bingung dan tidak berani turut campur, memandang dengan hati penuh ketegangan.
"Keparat, siapa engkau...? Ehhh, kiranya kau, bocah setan dari Pulau Es? Ha-ha-ha, kukira siapa! Dan Limo-
kiam masih berada di tanganmu? Bagus...! Kau harus berikan Li-mo-kiam kepadaku, agar dapat
kuhadiahkan kepada calon isteri... haiiii! Ke mana dia...?" Wan Keng In menoleh dan ketika dia melihat
Milana sudah tidak berada di situ lagi, dia menjadi bengong dan mencari ke sana-sini dengan pandang
matanya.
"Siauw-tocu, mereka telah pergi...!" kata seorang di antara anak buahnya.
"Tolol! Goblok kalian semua! Mengapa kalian bolehkan pergi? Hayo kita..." belum habis ucapannya, Wan
Keng In terkejut sekali dan terpaksa dia melempar tubuh terjengkang ke belakang untuk menghindarkan
sinar kilat yang menyambar tubuhnya. Kiranya Kwi Hong telah menyerang dengan menusukkan Li-mokiam
ke arah dadanya. Gerakan gadis ini cepat sekali sehingga hampir saja dia menjadi korban. Marahlah
Wan Keng In.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kau berani melawan aku? Hemm, apa yang kau andalkan? Pedang itu? Baik, kita lihat siapa yang lebih
unggul antara murid Pulau Neraka dan murid Pulau Es!"
Setelah berkata demikian, Wan Keng In menggerakkan tangan kanannya, meraba punggung di balik jubah.
Ketika tangannya diangkat, tampak sinar kilat dan Lam-mo-kiam sudah berada di tangannya!
Kwi Hong amat membenci pemuda ini. Kemarahannya memuncak ketika dia melihat Lam-mo-kiam di
tangan pemuda itu. Dia tahu bahwa itu adalah pedang Gak Bun Beng yang dirampas oleh Keng In.
Semenjak dia masih belum dewasa, bocah Pulau Neraka ini sudah menjadi musuhnya.
"Keparat jahanam! Manusia tidak kenal malu! Pedang curian kau pamerkan di sini. Bukan aku yang harus
menyerahkan Li-mo-kiam kepadamu, melainkan engkau yang harus memberikan Lam-mo-kiam itu
kepadaku sebelum lehermu putus!"
"Singgggg...!" sinar kilat di tangan Kwi Hong menyambar ke depan, disambut sinar kilat yang sama di
tangan Wan Keng In.
"Wuuuuiiiitttt!"
Dua orang itu terkejut bukan main karena pedang mereka tertolak ke belakang sebelum bertemu! Seolaholah
dari sepasang pedang itu timbul hawa yang ajaib yang membuat kedua pedang tidak dapat saling
sentuh, melainkan terdorong membalik oleh tenaga mukjizat tadi!
Namun Kwi Hong tidak mempedulikan hal ini dan cepat dia menyerang lagi. Terjadilah perang tanding yang
amat hebat, lebih menegangkan dari pada pertandingan antara Wan Keng In dan Milana tadi, karena kini
kedua orang muda itu mempergunakan sepasang pedang yang membuat para penonton merasa tubuhnya
panas dingin. Baru sinar dan hawa pedang itu telah membuat mereka yang berada di situ meremang
semua bulu di badan dan mengkirik. Hal ini tidaklah mengherankan karena kini yang mengeluarkan sinar
adalah Sepasang Pedang Iblis yang memiliki hawa mukjizat seolah-olah dikendalikan oleh roh-roh dan
iblis-iblis yang haus darah!
Memang hebat sekali pertandingan antara kedua orang muda itu. Hebat, menyilaukan mata dan amat aneh
sehingga menyeramkan para penonton. Betapa tidak aneh kalau kedua orang itu bergerak cepat sehingga
bayangan mereka tertutup gulungan dua sinar pedang yang seperti kilat berkelebatan, akan tetapi sama
sekali tidak pernah terdengar suara beradunya senjata? Seolah-olah tidak pernah ada yang menangkis,
padahal kedua orang itu mainkan pedang secara dahsyat dan ada kalanya untuk menyelamatkan diri, jalan
satu-satunya hanya menangkis. Akan tetapi, begitu seorang di antara mereka menggerakkan pedang
menangkis, serangan lawan terhalau oleh tangkisan tanpa kedua pedang itu saling bersentuhan karena
keduanya tentu terpental oleh tenaga mukjizat. Seolah-olah Sepasang Pedang Iblis itu keduanya saling
tidak mau bersentuhan.
Sebetulnya, kalau ditilik dasarnya, ilmu silat kedua orang muda ini masih satu sumber. Wan Keng In adalah
putera dari Lulu yang sejak kecil menerima gemblengan ilmu dari ibunya ini. Lulu adalah adik angkat
Pendekar Super Sakti dan biar pun kemudian Lulu menjadi murid Nenek Maya, namun sumber dari ilmu
silatnya masih tetap sama, yaitu yang berasal dari Pulau Es, berasal dari Bu Kek Siansu. Tentu saja
karena tingkat kepandaian Pendekar Super Sakti jauh lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian Lulu, apa
yang diajarkan kepada Kwi Hong sebenarnya bermutu lebih tinggi pula dari pada pelajaran yang diterima
Wan Keng In dari ibunya.
Akan tetapi, setelah Keng In digembleng oleh kakek sakti yang tidak seperti manusia, Cui-beng Koai-ong,
kepandaian pemuda itu meningkat secara tidak lumrah sehingga tingkatnya kini bahkan sudah melampaui
tingkat kepandaian ibunya sendiri!
Keng In merasa penasaran sekali. Kalau saja tidak mengingat bahwa gadis ini adalah murid Pendekar
Siluman atau Pendekar Super Sakti Majikan Pulau Es, tentu dia sudah mengeluarkan ilmu-ilmu-nya yang
mukjizat, yang ia dapatkan dari gurunya. Akan tetapi dia tak mau membunuh Kwi Hong. Dia ingin
menawannya untuk menunjukkan kepada Majikan Pulau Es yang dibencinya, orang yang telah membikin
sengsara hati ibu kandungnya, bahwa dia tidak takut menghadapi Pulau Es, dan dia bahkan ingin
mempergunakan nona ini untuk memancing datangnya Pendekar Siluman untuk bertanding!
Tiba-tiba Wan Keng In mengeluarkan suara gerengan yang tidak lumrah manusia. Gerengan yang keluar
dari pusarnya, melalui kerongkongan dan mengeluarkan getaran yang seolah-olah membuat bumi tergetar!
dunia-kangouw.blogspot.com
Kwi Hong sendiri menjadi pucat wajahnya dan biar pun dia telah mengerahkan sinkang, tetap saja
jantungnya tergetar dan gerakannya tidak tetap. Pada saat itu, ilmu pedang yang dimainkan oleh Keng In
telah berubah aneh dan ganas bukan main.
Kwi Hong merasa gentar, jantungnya berdebar dan melihat pemuda itu menggerakkan pedangnya, ia
menjadi pening, seolah-olah ia melihat lawannya menjadi tinggi besar dan menakutkan, gerakannya
menjadi luar biasa cepat dan kuatnya! Kalau saja dia tidak sedikit-sedikit memetik gerakan kilat gurunya,
tentu saja sudah kena dicengkeram oleh tangan kiri Keng In yang menyelingi gerakan pedangnya!
"Hyaaahhh!" tiba-tiba Keng In membentak, tubuhnya secara mendadak bergulingan dan pedangnya
membabat secara bertubi-tubi ke arah kedua kaki Kwi Hong. Dara ini cepat meloncat-loncat dan
menjauhkan diri, akan tetapi tiba-tiba lawannya bangkit dan memukul dengan tangan kiri terbuka.
Serangkum dorongan telapak tangan ini menyambar ke arah dada Kwi Hong.
"Aihhhhh!" Dara ini cepat melakukan gerak mendorong yang sama, dengan tangan kirinya, didorongkan ke
arah tangan lawan sambil mengerahkan tenaga Inti Es yang dilatihnya di Pulau Es.
"Wesss...!"
Dua tenaga raksasa bertemu di udara, di antara kedua telapak tangan yang terpisah berjarak dua kaki
saja. Tenaga panas bertemu dengan dingin dan akibatnya Kwi Hong terjengkang ke belakang oleh karena
pada saat tenaga itu bertemu, kembali Keng In mengeluarkan gerengan yang menggetarkan jantung itu.
Sebelum Kwi Hong sempat meloncat, Keng In sudah menotok punggungnya dan begitu lengan Kwi Hong
lemas, cepat pedang Li-mo-kiam telah dirampasnya!
Walau pun tubuhnya sudah menjadi lemah dan lumpuh, Kwi Hong masih mampu menggunakan mulutnya
untuk memaki-maki, "Pengecut! Curang engkau! Tidak tahu malu! Pencuri busuk, hayo kembalikan
pedangku dan kita bertanding secara bersih! Kau menggunakan ilmu siluman, keparat busuk!"
"Ikat dia dan bungkam mulutnya!" Keng In berkata sambil membelakangi Kwi Hong, menyimpan Li-mokiam
yang disatukan dengan Lam-mo-kiam, disembunyikan di balik jubahnya. Dia berdiri dengan sikap
sombong, menengok ke kanan kiri, tersenyum mengejek sambil berkata, mengerahkan khikang-nya
sehingga suaranya terdengar sampai jauh.
"Haiiiiii! Pendekar Siluman Si Kaki Buntung! Lihat, muridmu telah kutawan! Kalau kau memang seorang
gagah, datanglah dan bebaskan muridmu!"
Wajah para anak buah Pulau Neraka menjadi pucat mendengar tantangan yang keluar dari mulut Majikan
Muda itu! Betapa pun lihainya Tuan Muda mereka itu, namun tidak selayaknya menantang Pendekar
Siluman seperti itu! Baru mendengar nama Pendekar Siluman saja, wajah mereka sudah menjadi pucat,
apa lagi ditantang oleh majikan mereka!
"Kau berani membuka mulut besar karena kau tahu bahwa Pamanku tidak berada di sini! Kalau Pamanku
berada di sini, tentu engkau tak berani bernapas! Jangankan dengan Paman, dengan aku pun kalau
engkau tidak berlaku curang, menggunakan ilmu siluman, engkau takkan mampu menang. Pengecut
busuk, manusia keparat tak tahu malu!"
"Cepat bungkam mulutnya!" Keng In membentak tanpa menoleh.
Seorang wanita anggota Pulau Neraka yang bermuka biru muda cepat menggunakan sehelai sapu tangan
untuk menutup mulut Kwi Hong, diikatkan ke belakang leher, kemudian dia melanjutkan pekerjaan
mengikat tangan Kwi Hong yang dibelenggu dan ditelikung ke belakang punggungnya. Dara itu dalam
keadaan setengah lumpuh, tak dapat meronta, hanya membelalakkan mata memandang ke arah
punggung Keng In dengan penuh kebencian dan kemarahan.
"Cepat persiapkan orang-orang mengejar rombongan Thian-liong-pang! Puteri Ketua Thian-liong-pang itu
harus dapat kutaklukkan!" berkata Wan Keng In kepada orang-orangnya.
"Bagaimana dengan nona ini, Siauw-tocu...?" Wanita itu bertanya, matanya penuh ketakutan memandang
ke arah lubang kuburan ke arah peti yang masih tertutup tanah, peti tempat datuk Pulau Neraka berlatih!
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bawa dia sebagai tawanan, kalau dia banyak rewel, seret dia! Jangan perbolehkan gadis galak ini banyak
tingkah!"
"Siauw-tocu... akan tetapi... dia... dia..."
"Banyak rewel kau!" Wan Keng In membentak, akan tetapi matanya terbelalak kaget melihat wanita yang
tadi bicara dan membelenggu serta membungkam mulut Kwi Hong telah roboh terlentang dengan mata
mendelik dan nyawa putus! Dan dia melihat Kwi Hong duduk bersila dengan mata dipejamkan dan alis
berkerut, seperti orang yang sedang memperhatikan sesuatu.
Memang pada saat itu Kwi Hong sedang mendengarkan suara yang berbisik-bisik di dekat telinganya,
suara gurunya, Bu-tek Siauw-jin seolah-olah bicara di dekatnya akan tetapi yang sama sekali tidak berada
di situ. Ketika tadi dia melihat wanita Pulau Neraka itu tiba-tiba roboh terjengkang dan mendengar suara
itu, tahulah ia bahwa gurunya telah turun tangan!
"Bocah tolol, mana patut menjadi muridku kalau tertotok dan terbelenggu seperti itu saja tidak mampu
melepaskan diri? Apa kau sudah lupa akan latihan membangkitkan kekuatan secara otomatis dengan
mengandalkan tenaga Inti Bumi yang baru saja kau dapatkan dan yang menjadi dasar dari semua tenaga
yang ada?"
Kwi Hong memejamkan mata dan mengerahkan semua perhatian akan petunjuk gurunya yang diberikan
lewat bisikan-bisikan itu. Dia mentaati petunjuk itu dan... tiba-tiba darahnya mengalir kembali dan totokan
itu tertembus oleh hawa Inti Bumi dari dalam! Setelah totokan terbebas, sekali mengerahkan tenaga
belenggunya yang hanya terbuat dari tali itu putus semua dan sekali renggut dia telah melepaskan sapu
tangan yang menutupi mulutnya, kemudian meloncat berdiri!
Wan Keng In memandang dengan mata terbelalak. Totokannya adalah totokan yang tidak lumrah, bukan
totokan biasa melainkan totokan yang ia latih dari gurunya. Menurut gurunya, tidak ada orang di dunia ini
yang akan dapat memulihkan orang yang terkena totokannya karena totokan itu mengandung rahasia
tersendiri. Bahkan menurut gurunya, Pendekar Siluman sendiri pun belum tentu mampu membebaskan
orang yang tertotok olehnya.
Bagaimana sekarang gadis itu, tanpa bantuan, sanggup membebaskan? Kalau hanya memutuskan
belenggu itu, dia tidak merasa heran, akan tetapi dapat membebaskan diri dari totokannya, benar-benar
membuat dia menjadi ngeri! Tentu ada yang memberi petunjuk! Otomatis dia menoleh ke kanan kiri dan
hatinya menjadi kecut. Jangan-jangan Pendekar Siluman yang ditantangnya telah berada di sekitar situ
dan memberi petunjuk kepada gadis itu lewat bisikan yang dikirim melalui tenaga khikang!
"Pendekar Siluman! Kalau kau sudah datang, mari kita bertanding sampai selaksa jurus!" Dia menantang
sambil meraba gagang pedang di balik jubah.
"Tutup mulutmu yang sombong! Aku masih sanggup melawanmu!" bentak Kwi Hong dan tiba-tiba dia
menubruk maju, memukul dengan dorongan kedua tangannya ke arah dada dan pusar. Pukulan yang
hebat karena kalau tangan kirinya dia menggunakan tenaga Swat-im Sin-ciang yang dingin, tangan
kanannya yang menghantam ke pusar dia isi dengan saluran tenaga Hwi-yang Sin-ciang yang panas.
Melihat ini Keng In meloncat ke belakang, akan tetapi tiba-tiba Kwi Hong yang kedua pukulannya luput itu
telah jatuh ke atas tanah dengan terbalik, kemudian tanpa disangka-sangka kedua kakinya menendang ke
belakang dan tepat mengenai paha dan perut Keng In. Tenaga tendangan model sepak kuda ini bukan
main kuatnya sehingga biar pun Keng In sudah mengerahkan sinkang, tetap saja terlempar sampai lima
meter jauhnya!
"Berhasil...!" Kwi Hong bersorak sambil meloncat bangun.
Akan tetapi ia segera kecewa karena mendengar bisikan gurunya mengomel. "Apa artinya kalau hanya
mampu membuat dia terlempar? Hayo lawan terus, pergunakan Tenaga Inti Bumi!"
Kwi Hong melihat bahwa Keng In sudah meloncat turun dan biar pun sepasang mata pemuda itu terbelalak
penuh keheranan terhadap ilmu tendangan yang aneh dan tidak patut itu, dia tidak terluka dan mukanya
yang tampan membayangkan kemarahan.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Engkau sudah bosan hidup!" bentaknya dan tiba-tiba tubuhnya sudah mencelat ke depan dan tampak
sinar kilat berkelebat ketika tangannya mencabut keluar Li-mo-kiam. Sekali ini dia benar-benar mengambil
keputusan untuk membunuh gadis itu dengan pedang gadis itu sendiri yang tadi dirampasnya.
"Aahhh...!" Tiba-tiba Keng In berdiri tak bergerak, pedang yang diangkat ke atas kepala itu tidak jadi
dilanjutkan gerak serangannya dan dia memandang ke depan dengan muka pucat.
Di depannya telah berdiri Bu-tek Siauw-jin, Si Kakek Pendek yang tahu-tahu telah berada di depan pemuda
itu dengan lengan kiri dilonjorkan, tangan terlentang terbuka seperti orang minta-minta. "Kembalikan
pedang muridku itu!"