Rabu, 19 September 2018

Cerita Silat Kelelawar Tanpa Sayap Bab 1-12



Bab L. Kelelawar. Musim gugur sudah mulai berakhir.
Jalan raya kuno, sepuluh li diluar kota Lokyang.
Mendekati senja, angin barat berhembus kencang, merontokkan dedaunan kering, mengubah suasana jagad jadi begitu sendu dan mengenaskan.
Saat itulah ditengah jalan raya muncul serombongan manusia berkuda, tiga kereta, empat kuda, dua puluh tujuh orang jagoan.
Disudut ke tiga kereta utama masing masing tertancap sebuah panji kecil berbentuk segi tiga, panji berwarna merah darah dengan sulamanan tulisan yang menyala, "Tin-wan" Itulah kereta kereta pengangkut barang milik perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok.
Perusahaan Tin-wan piaukiok berpusat dikota Lokyang, jangkauan usahanya meliputi seluruh kolong langit, karena pengaruhnya yang cukup besar, selama ini jarang ada sahabat golongan hitam maupun putih yang berani mengganggu perjalanan mereka.
Bila sebuah perusahaan ekspedisi dapat mencapai tingkatan semacam ini, dapat dibuktikan kalau kemampuan serta daya pengaruhnya memang luar biasa.
Congpiautau perusahaan Tin-wan piaukiok beranama Lui Sin, sudah sepuluh tahun malang melintang dalam dunia persilatan, dengan andalkan sebilah golok emas bersisik ikan, ia pernah menghancurkan enam belas benteng bandit dikedua sisi sungai, menghadapi ratusan pertarungan berdarah sebelum akhirnya berhasil membuat nama perusahaan Tin-wan piaukiok berjaya.
Dalam hal ini, peran saudara angkatnya, Han Seng dengan pedang peraknya sangat membantu usahanya selama ini.
Belakangan, golok emas pedang perak sudah teramat jarang turun tangan sendiri mengawal barang kirimannya, hal ini bukan disebabkan mereka sudah tua dan bertambah lemah, melainkan karena hal ini memang sudah tak perlu mereka lakukan.
Apalagi putri kesayangan Lui Sin yaitu Lui Hong sangat hebat, ilmu silatnya sudah melampuai kepandaian golok emas pedang perak, seorang diri ia sudah mampu mengatasi segalanya.
Tahun ini usia Lui Hong belum genap dua puluh tahun, tapi sudah lima tahun dia mengawal barang kiriman.
Pada tahun pertama, Lui Sin dan Han Seng masih ikut mengawal, tahun kedua Lui Sin masih rada kuatir, pada tahun ke tiga bahkan Han Seng pun sudah tidak merasa kuatir.
Sejak saat itu setiap pengawalan barang, terkecuali permintaan khusus dari pemilik barang, kalau tidak selalu dikawal sendiri oleh Lui Hong.
Gadis ini bukan saja berilmu silat tinggi, otak dan pikirannya amat cermat, itulah sebabnya hingga sekarang, tak sekali pun pernah gagal atau mengalami hambatan.
Tapi gadis itu tidak menjadi sombong karena keberhasilannya itu, dia masih tetap teliti, cekatan dan cermat.
Karena itu pula hingga kini Lui Sin maupun Han Seng sangat percaya dan tak merasa kuatir.
Tak dapat disangkal lagi, Manusia berbakat seperti Lui Hong memang merupakan manusia paling berbakat dalam mengawal barang kiriman.
Sayang sepandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Siapa pun orangnya, suatu ketika pasti akan teledor juga, karena memang tak ada manusia yang bisa lolos dari kelemahan ini.
Tidak terkecuali bagi Lui Hong.
CoOoo Angin berhembus kencang, mengibarkan mantel yang dikenakan Lui Hong, mengibarkan pula ikat rambutnya.
Dia mengenakan baju berwarna merah menyala, mantelnya berwarna merah pula, termasuk ikat rambutnya, merah menyala, semerah darah segar.
Sementara kuda tunggangannya berwarna putih, sepu tih salju.
Kuda putih dengan gadis berbaju merah, perpaduan warna yang sangat mencolok, apalagi dia memiliki potongan badan yang ramping tapi padat berisi, berparas cantik jelita bak bidadari.
Perlahan dia menjalankan kudanya, meski pinggangnya masih begitu lurus, kepalanya justru tertunduk lesu, entah terpengaruh oleh suasana sendu disekeliling tempat itu atau karena alasan lain, nona itu tampak begitu sendiri, kesepian.
Disampingnya mengikuti seekor kuda putih, penumpan gnya adalah seorang gadis berbaju hijau, usianya paling banter enam belas tahun, malah masih tampak sifat kekanak-kanakannya.
Nona ini tak lain adalah dayang kepercayaannya, Ciu Kiok.
Biarpun hanya seorang dayang, dia diperlakukan bagaikan saudara kandung sendiri, mereka makan tidur bersama, bahkan belajar silat pun bersama.
Dibelakang mereka adalah dua orang piausu dari Tin-wan piaukiok, To Kiu-shia dan Thio Poan-oh.
Mereka berdua terjun ke dalam dunia persilatan jauh lebih awal daripada Lui Sin maupun Han Sin, bukan saja pengalamannya luas dan matang, ilmu silat pun sangat hebat.
Golok Toa-huan-to dari Thio Poan-oh serta sepasang kaitan Sit-gwee-kou dari To Kiu-shia terhitung cukup tersohor dalam dunia kangow, banyak orang menaruh perasaan segan terhadap mereka.
Bagi orang yang bekerja sebagai pengawal barang, menjadi tenar memang bukan urusan gampang.
Co0oo Sepanjang jalan tumbuh pohon murbei yang rindang, daun murbei yang merah menyala, tampak makin menyala ketika tertimpa sisa cahaya senja, cahaya yang menyusup lewat celah celah dedaunan.
Begitu merahnya membuat suasana sepanjang jalan pun ikut berubah jadi merah, bagaikan beralaskan permadani merah, permadani merah darah.
Pemandangan semacam ini memang tampak indah, cantik, sayang kecantikan yang berbau siluman, cantik yang menakutkan.
Kawanan manusia itu seakan berjalan ditengah genangan darah, khususnya Lui Hong dengan pakaiannya yang serba merah, semerah darah segar.
Tiap kali melewati kumpulan dedaunan murbei yang lebat, seluruh tubuhnya seakan menyatu ke dalam merahnya daun, seolah tubuhnya berubah jadi gumpalan darah segar.
Hal ini membuat penampilannya tampak lebih cantik.
Cantik tapi menakutkan! Diluar hutan murbei terdapat sebuah kedai teh, perabotnya sangat sederhana namun justru menampilkan suasana yang lain daripada yang lain.
Penjual teh adalah seorang kakek yang berusia lanjut, begitu melihat munculnya rombongan kereta barang Tin-wan piaukiok dari tempat kejauhan, ia segera muncul diluar pintu untuk menyambut kedatangan mereka.
Hingga rombongan kereta berhenti didepan warung, ternyata kakek itu tidak mempersilahkan tamunya untuk masuk, sebaliknya malah bertanya kepada Tong-cu-jiu yang berjalan dipaling depan rombongan, "Apakah rombongan ini adalah rombongan perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok?" Walau agak keheranan, Tong-cu-jiu itu mengangguk.
"Ada urusan apa?" "Apakah diantara kalian ada seorang nona yang bernama Lui Hong?" Sekali lagi Tong-cu-jiu itu tertegun.
Lui Hong yang berada dibelakang dan mendengar pertanyaan itu segera menyela: "Empek tua, ada urusan apa mencari aku?" "Tadi ada seorang tuan menitipkan sepucuk surat kepadaku, dia minta aku serahkan surat itu kepada nona Lui Hong dari perusahaan Tin-wan Piaukiok" "Akulah orangnya" kata Lui Hong dengan wajah tercengang.
Dari dalam sakunya si kakek mengeluarkan sepucuk surat, buru buru Tong-cu-jiu itu menyambutnya dan tanpa diperintah Lui Hong lagi, langsung disodorkan ke hadapan nona itu.
Sambil menerima surat itu, tanya Lui Hong kepada kakek itu: "Siapa orang itu?" "Dia adalah seorang kongcu ganteng, konon dari marga Siau" "Siau" Siau apa?" "Soal itu mah tidak ia jelaskan" "Kapan kejadiannya?" "Belum lagi setengah jam berselang" Il "Cooh... Lui Hong mengalihkan pandangan matanya kearah surat itu.
Ternyata sampul surat itu tanpa aksara, Ciu Kiok yang melongok dari samping segera menyela: "Menurut dugaan nona, kongcu dari marga Siau yang mana itu?" "Darimana aku bisa tahu?" "Jangan jangan surat dari Siau Jit kongcu?" tiba tiba Ciu Kiok bertanya lagi.
"Siau Sit?" seru Lui Hong dengan badan bergetar, cepat ia melanjutkan sambil tertawa, "aku hanya sempat bertemu satu kali dengan dia, sebagai seorang pemuda dengan pergaulan begitu luas, aku yakin saat ini dia sudah melupakan diriku, lagipula diantara kami tak ada urusan maupun hubungan, tanpa sebab mau apa dia mencariku?" Sewaktu mengucapkan perkataan itu, mimik mukanya berubah sangat aneh, seolah dia dibuat tak berdaya oleh kejadian ini.
Kesendirian, kesepian semakin pekat menyelimuti wajahnya.
Dia memang masih tertawa, tapi senyuman itu begitu pahit, begitu getir, bibirnya seolah dapat terbuka hanya lantaran ditopang oleh jari telunjuknya.
Didalam sampul surat itu hanya terdapat secarik kertas, secarik kertas yang amat kecil.
Dia menggerakkan jari tangannya, perlahan-lahan mengeluarkan surat itu dari dalam sampul.
Baru tercabut setengah jalan, pandangan matanya tiba tiba membeku, mimik mukanya ikut membeku, dengus napasnya seakan terputus ditengah jalan.
Bersamaan itu, semua gerak geriknya, semua perubahan wajahnya seakan ikut terhenyak, terhenti total.
Ciu Kiok yang sigap segera menyadari akan kejadian itu, dia ikut mengalihkan sorot matanya ke arah surat itu.
Tapi dengan cepat ia tertegun, terperangah, terkesima ditempat, sampai lama kemudian ia baru mendesis:

"Bagaimana mungkin........." Baru sampai tengah jalan, ulapan tangan Lui Hong segera memotong ucapan selanjutnya.
Ciu Kiok terhitung seorang gadis cerdas, seketika ia membungkam dan tidak bersuara lagi.
Saat itulah penampilan Lui Hong pulih kembali jadi normal, menjadi tenang seperti sedia kala.
Tatapan mata yang sudah beralih ke wajah Ciu Kiok karena ucapan sang dayang tadi, dengan cepat diurungkan kembali.
Kemudian sinar matanya kembali membeku. Lambat laun mimik mukanya ikut berubah, berubah jadi sangat aneh, aneh sekali.
Sekilas rasa girang terbesit dibalik perasaan kaget dan terperanjatnya, semacam perasaan girang yang amat kuat.
Diatas surat yang kecil itu hanya tertera sebaris kata, sebaris kalimat yang amat singkat.
Ditunggu kedatanganmu di luar hutan kuil Thian-liong-ku-sat, ada urusan penting akan dirundingkan.
Lalu dibawahnya tercantum tanda tangan.
------- Nama Siau Jit sudah mencuat ketika kertas itu tercabut setengah jalan, Lui hong telah membaca nama itu, karena nama itu pula dia kehilangan kendali, kehilangan ketenangan hatinya. Kalau dibilang gadis ini punya kelemahan, inilah titik kelemahan yang dimiliki. Sejak dilahirkan, hanya orang ini yang bisa membuatnya bersikap begitu. Siau Jit! Ada orang bilang, Siau Jit adalah seorang Hiap-kek, seorang pendekar sejati, ada pula yang bilang dia hanya seorang gelandangan, seorang petualang cinta. Tapi terlepas dia pendekar sejati atau petualang cinta, saat ini sudah tidak banyak anggota persilatan yang tidak mengenal namanya. Nama orang ini kelewat tersohor, kelewat terkenal. Bukan lantaran kegantengannya saja, juga lantaran ilmu silatnya yang tangguh. Bahkan ada orang bilang begini: "Tidak disangkal Siau Jit memang lelaki tertampan di kolong langit." Sebetulnya tiada batasan yang pasti untuk menilai tampan jeleknya wajah seseorang, akan tetapi siapa pun orangnya, asal pernah berjumpa Siau Jit, mau lelaki atau pun wanita, mau punya permusuhan atau tidak, hampir semuanya harus mengakui bahwa dia memang sangat tampan. Hanya ada seorang yang menyangkal akan hal ini, dialah Siau Jit sendiri. Dia tidak pernah bangga atau sombong karena sebutan ini, justru seringkali berkeluh kesah, kesal karena persoalan itu. Sebab ada banyak masalah, ada banyak kesulitan justru timbul karena masalah ini. Dalam hal ilmu silat, diapun memiliki bakat dan kemampuan yang luar biasa. Dia mempunyai seorang guru yang hebat ------ Bu- cing-cu! Manusia tanpa perasaan! Kehebatan Bu-cing-cu menggetarkan langit selatan, pedang Toan-ciang-kiam miliknya tiada tandingan, belum pernah ada korban yang lolos dari ujung pedangnya dalam keadaan hidup.
Begitu pula dengan Siau Jit, keampuhan dan kehebatannya tiada tandingan.
Nama besar Toan-ciang-kiam (pedang pemutus usus) begitu tersohor, begitu terkenal, sama sekali tak dibawah kebesaran nama Bu-cing-cu.
Ia gemar mengenakan baju berwarna putih, pedang andalannya adalah sebilah pedang bertahta mutu manikam, itulah pedang pusaka pemutus usus.
Kuda jempolan, pedang mustika, busana berwarna putih bersih, semuanya ini merupakan simbol yang telah memabokkan banyak gadis muda, membuat begitu banyak orang jatuh cinta, tapi membuat banyak orang patah hati.
Lui Hong adalah satu diantaranya.
Jagad raya masih diselimuti kesenduan dan keheningan, namun kemurungan yang semula menghiasi wajah Lui Hong, entah sejak kapan telah tersapu bersih.
Perasaan kaget, terperangah, lambat laun mulai surut, sementara perasaan girang makin lama semakin mengental dan bertambah pekat Dengus napas pun kedengaran semakin memburu, menandakan hatinya makin tegang, sedemikian memburunya hingga Ciu Kiok pun ikut merasakan.
II "Nona tegurnya tiba tiba, "kenapa kau menjadi tegang?" "Siapa bilang aku jadi tegang?" bantah Lui Hong cepat.
"Jadi nona akan pergi menjumpai Siau kongcu?" lagi lagi dayang itu bertanya.
Tanpa sadar Lui Hong menarik kembali tangannya.
"Jadi kau telah membaca semuanya?" Tak tahan Ciu Kiok tertawa geli, serunya: "Sudah terbukti tegang masih menyangkal, masa sedari tadi aku ikut celingukan disisimu pun tidak kau rasakan" "Dasar budak nakal, hati hati mulutmu!" bentak Lui Hong sambil tertawa.
"Nona tak usah kuatir, aku tak akan mengatakan masalah ini dengan siapa pun" Lalu sambil merendahkan suaranya dia menambahkan: "Hanya tak jelas ada urusan apa Siau kongcu mencarimu?" "Darimana aku tahu" Lui Hong menggeleng.
"Apakah aku diijinkan ikut pergi?" bisik Ciu Kiok.
"Mau apa kau ikut pergi?" "Aku.... aku pun ingin bertemu Siau kongcu" Tiba tiba pipinya berubah semu merah, entah sejak kapan sorot matanya jadi sayu, seolah tertutup oleh selapis kabut tebal.
Menyaksikan hal itu Lui Hong menghela napas panjang, bisiknya: "Benarkah penampilan lelaki itu begitu menyentuh perasaan setiap wanita?" Wajah Ciu Kiok semakin memerah, merah lantaran jengah.
"Akupun belum pernah bertemu dengan dia, tapi.... konon, menurut cerita orang, setiap anak gadis yang pernah bertemu dengannya, tak seorang pun dapat melupakannya lagi" Merah jengah wajah Lui Hong, cepat dia alihkan pokok pembicaraan ke masalah lain, katanya: "Aku pun tak tahu ada urusan apa dia mencariku, tapi kalau dilihat dari sikapnya yang begitu berhati hati, bisa jadi dia tak ingin ada orang ke tiga yang ikut hadir" "Benar" Ciu Kiok tertawa getir.
"Bilamana mungkin" sambung Lui Hong sambil tertawa, "selesai bertemu dia nanti, aku pasti akan mengajakmu untuk pergi menjumpainya" "Janji?" wajah Ciu Kiok semakin merah.
"Ganjil" sambil mengangguk Lui Hong masukkan kembali surat itu ke dalam sampul.
To Kiu-shia dan Thio Poan-oh dua orang piausu yang mengikuti dari belakang segera saling bertukar pandangan setelah menyaksikan kejadian itu, cepat mereka memburu maju.
II "Nona Hong i Mah, tidak apa apa" agak gugup Lui Hong menggeleng, "hanya seorang teman ingin bertemu aku" dengan nada menyelidiki To Kiu-shia bertanya, "sebenarnya apa yang telah terjadi?" "Mengajak bertemu empat mata disuatu tempat?" kembali To Kiu-shia bertanya dengan nada curiga.
Lui Hong mengangguk. \\-I -idak masalah, karena orang itu bukan orang jahat" sahutnya.
"Apakah nona yakin?" "Tentu" sahut Lui Hong tertawa, dia menatap sekejap wajah To Kiu-shia serta Thio Poan-oh, kemudian melanjutkan, "minta tolong paman berdua untuk menghantar kereta barang masuk ke kota, sebentar aku akan menyusul kalian" "Nona, sebenarnya kau hendak ke mana" Paling tidak beritahu tempatnya kepada kami" ujar To Kiu-shia, "jadi waktu ditanya congpiautau, kami pun dapat memberikan pertanggungan jawab" "Tempat itu ada disisi kanan mulut hutan yang telah kita lewati tadi, kuil Thian-liong-ku-sat" "Kuil Thian-liong-ku-sat?" ulang To Kiu-shia agak tertegun.
"Setahuku, kuil itu sudah lama terbengkalai, lama sekali tak pernah dihuni manusia" timbrung Thio Poan-oh pula.
"Betul, bahkan seorang hwesio pun tak ada disitu" Lui Hong tertawa.
"Orang yang mengundang aku memang bukan hwesio, jadi aku yakin diapun tidak tinggal disitu" katanya.
Suara tertawa gadis ini merdu bagai keleningan, membuat orang yang mendengar merasa nyaman.
To Kiu-shia serta Thio Poan-oh hanya bisa tertegun, selain Ciu Kiok, semua orang yang lain tidak terkecuali.
Mereka jarang mendengar Lui Hong tertawa semacam itu, pun teramat jarang melihat Lui Hong tertawa begitu riang, begitu gembira.
Suara tertawa Lui Hong menggaung tiada hentinya, senyuman yang menghiasi wajahnya ibarat bunga yang mekar dimusim semi, semua keheningan dan kesenduan yang membungkus jagad seolah jadi buyar lantaran suara tertawanya itu.
Diiringi suara tertawa yang merdu, ia balik kudanya lalu bergerak menuju ke arah jalanan semula.
Sorot mata semua orang ikut bergeser mengikuti gerakan tubuhnya, namun perasaan tercengang menghiasi wajah hampir semua orang yang hadir.
Hanya Ciu Kiok seorang yang tidak bingung, namun ia tunjukkan perasaan apa boleh buat.
Dalam waktu singkat bayangan tubuh Lui Hong sudah pergi semakin jauh, tak lama kemudian lenyap dibalik tikungan jalan.
Tanpa terasa Ciu Kiok menghela napas panjang, perasaan apa boleh buat semakin kental menghiasi wajahnya.
To Kiu-shia seolah baru mendusin dari impian, segera serunya kepada Ciu Kiok: "Sebenarnya siapa yang telah mengundang nona Hong?" Ciu Kiok tertawa, senyumannya makin misterius, bisiknya: "Aku tak boleh beritahu kepada kalian, kalau sampai ketahuan nona, aku bisa dihukum" To Kiu-shia sebagai jago kawakan sangat pandai melihat gelagat, setelah menyaksikan tingkah laku Ciu Kiok sewaktu berbicara dengan Lui Hong tadi, dia seperti menyadari akan sesuatu, segera serunya: II "Jangan jangan orang itu adalah orang yang disukai nona Hong......
Il "Siapa bilang! tukas Ciu Kiok.
To Kiu-shia tertawa terbahak-bahak.
"Hahahaha..... jangan harap urusan kalian anak gadis dapat mengelabuhi aku si jago kawakan,

"Hahahaha..... jangan harap urusan kalian anak gadis dapat mengelabuhi aku si jago kawakan, bagus, bagus sekali, memang sudah saatnya buat nona Hong" "Hei.... melantur sampai dimana ucapanmu itu" "Baik, baiklah, tidak kulanjutkan, tidak kulanjutkan" ujar To Kiu-shia, setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, dia turunkan perintah kepada rombongannya untuk melanjutkan perjalanan.
Saat itulah si kakek pemilik warung teh maju menyongsong sambil menyapa: "Tuan tuan sekalian tentu lelah melakukan perjalanan, apa salahnya kalau masuk dulu untuk minum teh?" "Ehmm, usul bagus" To Kiu-shia manggut manggut, "memang ada baiknya kita mengasoh disini sambil menunggu nona Hong" "Silahkan, silahkan......!" kakek itu segera mempersilahkan tamunya untuk masuk ke dalam warung.
Dalam ruang kedai terdapat tiga buah meja kursi yang amat sederhana, kelihatannya sejak awal buka usaha warungnya, ia sudah pergunakan perabot itu.
Usaha dagang semacam ini sesungguhnya memang sebuah usaha kecil yang hanya cukup untuk mencari uang lauk, dengan keadaan serba pas pasan, mana mungkin ia bisa mengganti semua perabotnya dengan perabot yang lebih baru" Tapi To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh tidak ambil peduli, bagi mereka yang bekerja sebagai pengawal barang, menginap diudara terbuka atau makan di kedai sederhana sudah merupakan kejadian yang lumrah, keadaan yang tak perlu diprotes atau dipermasalahkan.
Apalagi dalam pengalaman mereka, keadaan semacam ini masih belum terhitung sebagai warung paling jelek.
Diatas meja tertata poci serta cawan, biarpun sudah banyak yang retak dan gumpil, namun harus diakui sangat bersih.
"Silahkan duduk tuan tuan sekalian" kembali kakek itu mempersuilahkan tamunya untuk duduk.
"Bagaimana cara menghitung tarif air teh ditempat ini?" tanya To Kiu-shia kemudian sambil tertawa.
"Sedikit atau banyak, tergantung kepuasan tuan sekalian" sahut si kakek tertawa.
"Hahaha... bagaimanapun jahe makin tua memang semakin pedas, jawaban kau orang tua justru membuat kami jadi rikuh untuk membayar kelewat sedikit" Kakek itu hanya tertawa, tidak menjawab.
Sambil berpaling ke arah anak buahnya, kembali To Kiu-shia berpesan: "Rekan rekan sekalian, silahkan pesan teh, orang tua ini sudah lanjut usianya, kalau minta dia melayani kami semua, rasanya malah kurang enak" Diiringi gelak tertawa nyaring, semua orang pun mengambil tempat duduk mengelilingi meja meja yang tersedia.
Saat itulah si kakek baru berkata lagi: "Kebetulan air teh baru saja mendidih, kedatangan tuan sekalian memang tepat waktu" Tergerak perasaan To Kiu-shia setelah mendengar ucapan itu, ditatapnya kakek itu dengan keheranan.
"Bukankah dihari biasa, tidak banyak orang yang lewat disini pada saat seperti ini?" "Rasanya memang tidak banyak" sahut si kakek tertegun.
"Kalau memang tidak banyak, aku yakin mereka lebih pentingkan meneruskan perjalanan daripada membuang waktu hanya untuk minum teh disini" "Loya, kenapa kau berkata begitu?" kakek itu balik bertanya.
"Aku hanya merasa sedikit keheranan" jawab To Kiu-shia sambil menatap tajam wajah kakek itu.
Si kakek tetap tidak menjawab, dia hanya tertawa.
Tiba tiba To Kiu-shia merasa senyuman yang menghiasi wajah kakek itu sama sekali berbeda dengan senyumannya tadi.
Kalau tadi senyuman kakek itu tampak begitu ramah dan lembut, kini senyumannya justru tampak begitu licik dan menakutkan.
Kesan ramah dan lembut yang dimilikinya tadi tiba tiba hilang lenyap tak berbekas, bahkan semakin dipandang semakin tidak mengenakkan dihati.
Selama ini Thio Poan-oh hanya mengawasi dan mendengarkan dari samping, tiba tiba dalam hati kecilnya muncul perasaan yang sama seperti yang dirasakan To Kiu-shia, bahkan perasaan tersebut jauh lebih tajam dan jelas.
Tanpa sadar tangannya mulai bergeser ke pinggang, mulai meraba gagang golok Toa-huan-to miliknya.
Pada saat yang bersamaan itulah mendadak terdengar jeritan ngeri bergema dari tengah warung.
Dengan perasaan terkejut serentak To Kiu-shia dan Thio Poan-oh berpaling, mereka saksikan seorang Tong-cu-jiu (pembuka jalan rombongan kereta piaukiok) sedang memegangi tenggorokan sendiri dengan tangan kanan sambil melotot besar, bibirnya bergetar seperti ingin mengatakan sesuatu, sampai lama dia berusaha, akhirnya meluncur juga sepatah kata.
"Dalam air teh ada racun!" Begitu selesai berteriak, tubuhnya roboh terjungkal, terkapar ke atas tanah.
Belum lagi tubuhnya menempel tanah, selembar wajahnya telah berubah jadi hitam kebiru-biruan.
Jenis racun yang betul betul hebat! Daya kerja yang sangat cepat dan mematikan! Tak terlukiskan rasa kaget To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh, tanpa sadar serentak mereka berpaling, menatap kakek penjual teh itu dengan mata melotot.
Si kakek pun sedang menatap mereka berdua, senyuman yang semula ramah, kini berubah sangat menakutkan, bahkan sorot mata pun ikut berubah jadi begitu seram, begitu menakutkan! Tiba tiba mereka merasa sepasang mata kakek itu seolah telah berubah jadi hijau membara, bagaikan dua gumpal api setan yang sedang menggeliat.
Mana mungkin sorot mata seorang manusia dapat berubah jadi begini" Tak kuasa rasa ngeri, bergidik, berkecamuk dalam hati To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh, bulu kuduk serasa bangun berdiri.
"Ciiiit......!" lagi lagi kakek itu memperdengarkan suara tertawa yang mencicit, suara mencicit aneh yang muncul dari balik tenggorokannya.
Suara tertawa semacam ini belum pernah terdengar muncul dari mulut seorang manusia, paling tidak hingga saat ini, To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh belum pernah mendengarnya.
To Kiu-shia mulai bergidik, segera hardiknya: "Teman-teman, kalian harus berhati hati!" Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, sepasang senjata kaitan Jit-gwee-kou telah diloloskan dari pinggangnya.
"Criinngg.....!" menyusul kemudian golok Toa Huan-to diloloskan pula dari pinggang Thio Poan-oh.
Mereka berdua bergerak cepat, masing masing memisahkan diri ke kiri dan kanan, mengepung kakek itu ditengah arena.
Dalam waktu yang relatip singkat, lagi lagi ada tiga orang roboh terkapar.
Wajah mereka telah berubah hebat, berubah menjadi hitam pekat, hitam kebiru biruan.
Ada lima orang yang meneguk air teh, dari ke lima orang tersebut, tak seorang pun berhasil lolos dalam keadaan hidup.
Menyaksikan kesemuanya itu, To Kiu-shia merasa terkejut bercampur gusar, ditatapnya kakek itu dengan pandangan tajam, lalu tegurnya gusar: "Sebetulnya siapa kau?" "Hehehehe. Pencabut nyawa" kakek itu menjawab sambil tertawa seram.
"Jadi kau mengincar barang kawalan kami?" Kakek itu tidak menjawab, dia hanya tertawa, tertawa menyeramkan.
"Tahukah kau barang apa yang sedang kami kawal?" kembali To Kiu-shia menegur.
"Barang apa pun bukan masalah" "Cya?" To Kiu-shia tertegun.
"Karena bukan barang kawalanmu yang kuinginkan, aku hanya menginginkan nyawa kalian semua!" "Permusuhan apa yang terjalin antara kau dengan kami?" teriak Thio Poan-oh setengah menjerit.
"Permusuhan apa pun tak ada" "Jangan jangan kau berbuat begini karena nona kami?" tiba tiba satu ingatan melintas dalam benak To Kiu-shia.
"Hmm, rupanya kau pun termasuk seseorang yang cerdas" puji si kakek, setelah menghela napas, terusnya, "sayang orang cerdas biasanya berumur pendek" Habis berkata, lagi lagi dia perdengarkan suara mencicit, suara tertawa yang sangat aneh.
"Sebenarnya siapa kau?" tak tahan lagi To Kiu-shia bertanya.
"Kalau bernyali, sebutkan namamu!" Thio Poan-oh menambahkan.
Perlahan kakek itu menyapu sekejap wajah kedua orang jagoan itu, akhirnya dia menjawab: "Tentu saja akupun punya nama, sayang sekali biar kusebut pun tak ada gunanya, kalian tak bakal punya kesan apa pun, karena sudah kelewat lama namaku itu tak pernah kugunakan" Sesudah berhenti sejenak, dia melanjutkan: "Semua yang tahu tentang diriku, selalu memanggilku sebagai Kelelawar!" "Kelelawar?" ulang Thio Poan-oh melengak.
"Betul, kelelawar" ulang si kakek.
Mendadak...... dalam waktu yang teramat singkat, To Kiu-shia seakan teringat akan suatu kejadian yang sangat menakutkan, tanpa sadar dia menjerit: "Jadi kau adalah si kelelawar itu?" "Betul sekali, akulah orangnya" Paras muka To Kiu-shia berubah hebat, \\~I -api........." "Kelelawar adalah sejenis binatang yang sangat aneh, kadangkala dia tampak seolah sudah mampus, padahal sesungguhnya dia masih hidup" To Kiu-shia terbelalak, terkesima, berdiri melongo tanpa mampu berkata kata.
Saat itu, Thio Poan-oh seolah teringat pula akan sesuatu, dengan wajah berubah teriaknya pula, "Lo-To, kau maksudkan si kelelawar itu?" "Dalam dunia persilatan memang hanya ada satu kelelawar!" tegas rekannya.
Kembali paras muka Thio Poan-oh berubah, berubah sangat hebat.
"Lantas.... nona Hong.........." "Manusia kelelawar berada disini!" tukas To Kiu-shia dengan nada berat.
"Betull" Tanpa banyak bicara lagi, To Kiu-shia mengayunkan sepasang senjata kaitan jit-gwee-kou miliknya.
Serentak para piausu lain yang berada dalam warung teh meloloskan senjatanya, II Criiiing.....
Criiiing....... suasana jadi teramat gaduh.
`"Jangan biarkan bangsat ini lolos dari dalam warung dalam keadaan hidup!" perintah To Kiu-shia lagi.
Serentak semua orang mengiakan.
Kematian rekan seperjuangan membuat kawanan jago lainnya jadi sedih, melihat ke lima orang saudaranya tewas keracunan air teh, tak seorangpun diantara jago lainnya yang tak ingin menuntut balas terhadap si kakek yang mengaku bernama Pian-hok atau kelelawar itu.
Biar tahu musuhnya tangguh dan menakutkan, namun mereka tidak merasa jeri, bahkan rasa takutpun tak ada.
Karena sebagian besar diantara kawanan jago itu adalah anak muda, mereka belum tahu siapakah si "kelelawar", tidak tahu keberadaan si kelelawar sebelumnya.
Mereka sama sekali tak tahu sampai dimana menakutkannya si kelelawar, sampai dimana ngeri dan ganasnya manusia itu.
Bahkan To Kiu-shia dan Thio Poan-oh sendiripun hanya mendengar cerita orang.
Tak disangkal memang amat banyak cerita dongeng tentang si kelelawar, namun semuanya tak lebih hanya berita sensari, cerita dongeng, tak seorang manusiapun yang tahu asal usul serta sepak terjang yang sebenarnya dari manusia ganas itu.
Hal ini bisa dimaklumi, sebab belum pernah ada korban dari si kelelawar yang tetap hidup dan bercerita.
Dalam hal inipun tak lebih hanya cerita dongeng.
Terkadang cerita dongeng jauh dari kenyataan aslinya, seringkali jauh lebih besar dan hebat dari kejadian sesungguhnya, karena disana sini telah ditambahi bumbu.
Apalagi manusia ganas yang disebut Pian-hok atau kelelawar ini sudah lama lenyap dari dunia persilatan, malah konon sudah lama tewas.
Dalam hal ini, To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh sangat yakin dan percaya.
Karena orang yang memberitahu kepada mereka tentang kematian si kelelawar bukan orang lain, mereka adalah kedua orang congpiautau dari perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok, Lui Sin serta Han Seng! Lui Sin bertemperamen tinggi bagai bahan peledak, Han Seng tenang banyak bicara.
Semua yang diucapkan kedua orang ini jujur dan sesuai kenyataan, dalam hal ini tak dapat diragukan lagi.
Tapi kenyataannya sekarang, si kelelawar yang konon sudah tewas, kini telah muncul dihadapan mereka, muncul dalam kondisi segar bugar.
Dalam waktu sekejap, muncul satu keraguan dalam hati mereka berdua, satu kecurigaan yang amat besar.
Kelelawar yang berada dihadapan mereka sekarang, apakah kelelawar yang sesungguhnya" Baru saja ingatan itu melintas, si kelelawar telah berkata: "Sebelum kalian semua mampus, aku tak bakal tinggalkan kedai teh ini!" Nada suaranya parau, rendah dan berat, aneh sekali kedengarannya, sama sekali tak mirip suara manusia.
To Kiu-shia menatapnya tajam, tak tahan lagi-lagi dia bertanya: "Kau benar benar si kelelawar?" "Hmm, dalam waktu secepatnya kalian akan tahu sendiri" sahut si kelelawar sambil tertawa dingin.
Begitu selesai bicara, tiba tiba dia bersuit nyaring, suitan yang tajam, melengking dan sangat menusuk pendengaran.
"Brukkk, bruuuk, bruuuk........." serentetan suara aneh segera bermunculan dari balik ruang kedai.
Semua orang berpaling, menoleh kearah berasalnya suara aneh itu, tapi apa yang kemudian terlihat membuat mereka terperangah, terkesima, begitu kaget sampai melongo dan ternganga.
Dari balik tiang kedai, dari balik tempat tempat yang gelap dalam ruangan muncul begitu banyak kelelawar, bergantungan diatas tiang, beterbangan silih berganti.......
Kelelawar itu segera berkata dengan suara berat: "Semua kelelawar itu adalah kelelawar sejati, kelelawar sesungguhnya, sedangkan aku si kelelawar, meski bukan sejenis dengan mereka, meski bukan rekan sebangsa dengan mereka, tapi aku tak lain adalah Mo-ik-pian-hok, kelelawar tanpa sayap. Satu satunya Kelelawar tanpa sayap yang pernah ada!" "Kelelawar tanpa sayap........" Thio Poan-oh mendesis lirih, tanpa sadar tangan kanannya yang menggenggam golok Toa-huan-to mulai gemetar.
Tidak terkecuali To Kiu-shia.
Walaupun mereka masih belum tahu jelas sampai dimana kelihayan dari kelelawar tanpa sayap ini, namun satu perasaan ngeri, perasaan seram yang tak terlukis telah muncul dalam hati mereka, muncul dari dasar telapak kaki dan langsung merambat naik ke ujung kepala.
Kembali si kelelawar bersuit nyaring....
Begitu suitan berbunyi, kawanan kelelawar itu mulai beterbangan, mulai menyambar kian kemari.
"Bruuk..... brukkk......." suara kebasan sayap bersahutan, seluruh kedai jadi kacau.....
Bab 2. Golok Kelelawar   Suasana hutan murbei merah bagai darah, cahaya matahari senja merah bagai darah
  Kawanan kelelawar itu muncul dari balik daun murbei yang merah, menerobos keluar dari balik cahaya senja yang membara, tubuh mereka seolah ikut berubah jadi merah, semerah darah segar
  Jeritan kaget bergema silih berganti, untuk sesaat semua orang berdiri bengong, berdiri tertegun, tak tahu apa yang harus dilakukan
  Sepasang tangan Thio Poan-oh serta To Kiu-shia telah basah oleh keringat dingin, ingin sekali mereka perintahkan semua orang untuk tenang, untuk lebih mengendalikan diri, namun ucapan yang telah meluncur ke sisi tenggorokan, entah mengapa, ternyata jadi beku, tak mampu disampaikan keluar
  Terdengar si kelelawar berkata lagi: "Biarpun aku tak bersayap, namun aku tetap dapat terbang!" Baru selesai berbicara, tubuhnya sudah melambung, sudah mulai terbang di udara
  Tentu saja dia bukan terbang sungguhan, dia hanya melambung ke udara secara tiba-tiba
  Ia mengenakan pakaian serba hitam, sewaktu sepasang ujung bajunya terkulai ke bawah, entah bagaimana, begitu dipentangkan ternyata lebarnya bukan kepalang, pada hakekatnya tak jauh berbeda seperti sepasang sayap dari seekor kelelawar! Begitu sepasang bajunya dibentangkan, ia turut melambung ke tengah udara
  Mula mula Thio Poan-oh agak tertegun, menyusul kemudian jeritnya lengking: "Hati-hati!" Cepat tubuhnya melejit ke samping, golok Toa-huan-to digetarkan kemudian langsung mengejar ke arah mana si kelelawar itu bergerak
  To Kiu-shia tak berani berayal, dengan gerakan tubuh It-hok-ciong-thian (bangau sakti menerobos langit), sepasang kait Jit-gwee-kou nya memainkan jurus Siang-liong-jut-hay (sepasang naga keluar dari samudra) mengejar ke arah si kelelawar
  Gerakan tubuh mereka tidak terhitung lambat, namun bila dibandingkan si kelelawar, ternyata terdapat selisih jarak yang cukup jauh, apalagi si kelelawar bergerak lebih duluan
  Melambung dua kaki ditengah udara, tiba tiba si kelelawar melakukan patahan, dengan satu gerakan cepat dia sambar seorang piausu bersenjatakan sebilah tombak
  Cukup cekatan piausu itu menghadapi datangnya ancaman, sambil membentak nyaring, tombaknya bagaikan seekor ular berbisa balas menusuk dada lawan
  Sang kelelawar tertawa dingin, tubuh yang tampaknya sudah tak mungkin melakukan perubahan itu tiba tiba berbelok ke samping, biarpun gerak menubruknya masih tak berubah, namun dadanya yang terancam tusukan lawan justru sudah menyingkir ke sisi lain
  Bagaimana pun dasar ilmu silat yang dimiliki piausu itu sangat terbatas, untuk sesaat sulit baginya untuk menangkap perubahan itu, menyangka tusukan tombaknya pasti mengenai sasaran, genggamannya makin diperkencang, tusukan yang dilancarkan pun meluncur semakin cepat ke depan
  "Criiiit!" ujung tombak menyambar lewat, tahu tahu tusukan itu sudah melesat lewat dari bawah ketiak lawan, padahal terkaman si kelelawar saat itu sama sekali tak terhenti, dengan kecepatan kilat langsung mengancam tubuh piausu itu
  Dalam keadaan begini piausu itu baru sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, sambil menjerit kaget buru-buru dia melompat mundur
  Belum lagi teriakannya selesai berkumandang, tangan kanan sang kelelawar yang tajam bagaikan cakar burung elang sudah mencekik leher piausu tersebut
  Begitu digenggam lalu diayun, tubuh piausu itu bagaikan layang-layang yang putus benang langsung mencelat ke belakang, menumbuk diatas sebuah tiang kayu
  Lima buah lubang kecil kini muncul dari bekas cekikan pada tenggorokannya, darah segar bagai pancuran air menyembur keluar tiada hentinya
  Dengan ke lima jari tangannya yang berpelepotan darah, kembali si kelelawar mengayun sambil menggapit, lagi lagi dia cengkeram wajah piausu ke dua
  Tergopoh gopoh piausu itu berkelit kesamping, sayang sasaran yang diarah kelelawar itu bukan wajahnya, melainkan tenggorokannya
  Kembali cengkeraman disertai ayunan tangan dia lakukan, disaat darah segar mulai menyembur keluar dari tenggorokan piausu itu, tubuh si kelelawar kembali telah melambung ke tengah udara
  Sepasang ujung bajunya dikebaskan berulang kali, ditengah deruan angin kencang, tubuhnya menukik ke bawah, kembali tangannya digerakkan ke sana kemari, bagaikan sabetan golok dia hajar tenggorokan dari dua orang siang-cu-jiu
  Tak sempat menghindarkan diri, lagi lagi tenggorokan ke dua orang itu terbabat telak, "kreeekl" tubuh mereka mencelat ke tengah udara
  Rekannya yang menyaksikan kejadian itu seketika mengayunkan goloknya membacok ujung baju yang mengancam tiba, "Prakkkk!" diiringi suara keras, golok itu mencelat dari genggamannya, meluncur ke tengah udara bagaikan pusingan roda kereta
  Akibat dari getaran yang amat keras itu, telapak tangan kanannya jadi retak dan pecah, darah meleleh membasahi bajunya, sementara orang itu hanya bisa berdiri mematung tanpa bergerak, mematung karena tertegun, terkesima dan ngeri
  Dengan satu gerakan cepat kelelawar itu meluncur turun persis dihadapannya, telapak tangannya yang tajam bagai cakar burung lagi lagi dihantamkan ke muka
  Ternyata dia tidak tahu menghindar ataupun berkelit, dalam waktu yang relatip singkat dia hanya merasa munculnya rasa sakit yang luar biasa dari bagian wajahnya, lalu terdengar suara tulang yang gemerutuk hancur
  Itulah perasaan yang bisa ia rasakan untuk terakhir kalinya
  Begitu telapak tangan si kelelawar meninggalkan kepalanya, seluruh wajah orang itu hancur lebur tak karuan dan roboh terkapar ke tanah bagai lumpur cair
  Tidak berhenti sampai disitu, si kelelawar menggerakkan tubuhnya berulang kali dengan gerakan cepat dan aneh, cepat tapi ganas, ditengah suara deruan angin pukulan yang memekak telinga, kembali dua orang anggota pengawal barang tersambar ujung bajunya, ujung baju setajam mata pisau yang menggorok tenggorokan mereka
  Menyusul kemudian seorang lagi mati dengan wajah hancur
  Dalam waktu yang relatif singkat, sudah ada tujuh orang roboh terkapar ditangan si kelelawar, bila ditambah lima orang yang tewas duluan karena keracunan, berarti sudah ada dua belas orang yang menemui ajalnya secara percuma
  To Kiu-shia serta Thio Poan-oh menyaksikan semua peristiwa itu dengan mata kepala sendiri, sekuat tenaga mereka menyusul di belakang si kelelawar, sepasang kaitan jit-gwee-kou serta golok toa-huan-to milik mereka diayun berulang kali dengan sepenuh tenaga, dengan harapan bisa membacok mati musuhnya dalam waktu singkat
  Tapi kedua orang itu merasa kecewa sekali
  Hingga akhirnya berhasil mengendalikan diri, mereka b aru menemukan kalau dari ke dua puluh enam orang kelompoknya, kini hanya tersisa empat belas orang yang masih hidup
  Dalam sedih dan gusarnya To Kiu-shia membentak nyaring: "Semua orang berkumpul ditengah warung, lawan musuh dengan sepenuh tenaga!" Begitu selesai berteriak, ia segera memberi kode kepada Thio Poan-oh, sepasang senjata kaitan Sit-gwee-kou miliknya dengan jurus Cu-tiap-cuan-hoa (kupu kupu terbang diantara bunga) diayun ke kiri kanan melindungi Ciu Kiok serta empat orang Tong- cu-jiu lainnya yang berada disisinya
  Thio Poan-oh tak berani berayal, golok Toa-huan-to nya dengan jurus Pat-hong-hong-uh (hujan angin dari delapan penjuru) melancarkan tiga belas bacokan secara beruntun, dia pun berusaha melindungi seorang piausu serta lima orang Tong-cu-jiu lainnya
  Dengan merapatkan diri dalam satu lingkaran, mereka mulai bergeser dari tempat itu
  Masih ada seorang tong-cu-jiu lagi yang berdiri sedikit agak jauh, sementara si kelelawar persis berada diantara mereka, begitu melihat rekan rekannya tewas secara mengerikan, orang itu jadi pecah nyali dan ketakutan setengah mati
  Begitu melihat sang kelelawar menghadang persis dihadapannya, ia semakin tak berani bergabung dengan kelompoknya, diiringi jerit ketakutan, orang itu malah berbalik diri dan kabur ke arah luar
  "Jangan......" teriak Thio Poan-oh, buru buru golok toa-huan-to nya dibabat ke depan, mengancam tubuh si kelelawar
  Belum lagi sabetan golok itu tiba, si kelelawar sudah melesat keluar, sambil bersalto ditengah udara, dia menyusul ke arah mana tong-cu-jiu itu melarikan diri
  Baru saja kabur empat lima langkah, tong-cu-jiu itu sudah merasakan datangnya desingan angin tajam yang menindih badannya, tanpa berpaling lagi, sambil berteriak ketakutan secara beruntun dia lepaskan tiga bacokan berantai
 
Dalam keadaan begini dia sudah tidak berharap untuk melukai musuhnya lagi, yang penting menyelamatkan diri sendiri
  Sayang sekali ilmu silat yang dimilikinya kelewat cetek, apalagi dibawah ancaman maut si kelelawar, mana mungkin ia bisa selamatkan diri" Baru saja bacokan ke tiga sampai diseparuh jalan, suara retakan bergema di udara, tahu tahu tangan kanan si kelelawar telah merobek baju bagian punggungnya dan menggencet tulang belakangnya
  "Kekekekek......" diiringi tertawa aneh, kelelawar itu menggetarkan tangan kanannya, tulang punggung berikut tulang iga tong-cu-jiu itu rontok satu demi satu
  "Kreeek, kreeek, kreeee!" serentetan bunyi keras seperti ledakan rentengan mercon berkumandang sambung menyambung, bagaikan kehilangan tulang penyangga, tak ampun tubuh orang itupun terkapar lemas ke tanah
  Sambil mengendorkan tangannya, kelelawar itu membalikkan tubuh sambil merangsek maju
  Pada saat itulah Thio Poan-oh mengayunkan golok besarnya melancarkan sebuah tebasan, dengan bobot golok yang begitu berat, tebasan itu disertai deruan angin kuat
  "Bagus!" puji kelelawar itu sambil bergeser ke samping menghindarkan diri dari datangnya sabetan itu, bersamaan waktu dia kebaskan ujung bajunya, dengan gerakan bagai menggunting dia ancam tenggorokan lawan
  Cepat Thio Poan-oh memutar goloknya dengan jurus Eun-hoa-hud-liu (memisah bunga mengebas liu), satu jurus dua gerakan, dia babat sepasang ujung baju lawan yang sedang menggunting ke arahnya
  "Praak, praaak......!" dua kali benturan nyaring bergema di udara, ketika golok dan ujung baju saling membentur, bukan saja golok itu tidak tergulung lepas, ujung baju pun sama sekali tak robek, namun sepasang tangan Thio Poan-oh yang menggenggam senjata terasa linu dan kaku oleh bentrokan itu
  Tak urung terkesiap juga perasaan hatinya
  Dengan satu gerak cepat kembali si kelelawar merangsek maju, sepasang lengannya digetarkan sambil menyambar, kali ini dia ancam dada Thio Poan-o h, bukan saja cepat dalam perubahan jurus, serangan pun ganas dan telengas
  Mimpi pun Thio Poan-oh tidak menyangka kalau bacokan goloknya gagal untuk membendung serangan musuh, untung ia sigap, begitu merasa gelagat tidak mengutungkan, cepat dia ambil keputusan untuk melompat mundur
  Bagai bayangan saja, kelelawar itu menempel terus disisi tubuhnya
  Melihat situasi amat kritis, diiringi suara bentakan yang menggelegar bagai suara guntur, To Kiu-shia dengan senjata Jit-gwee-kou nya menerjang masuk dari samping, dia kunci sepasang pergelangan tangan lawan
  Hampir pada saat bersamaan Ciu Kiok dengan pedang mustika nya menusuk tubuh lawan dari sisi lain


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

  Tidak ketinggalan tiga orang piausu lainnya, dengan senjata sam-ciat-kun serta dua bilah golok besar, ke tiga jenis senjata itu serentak menyerang tubuh lawan dari tiga arah yang berbeda
  Seolah tidak melihat datangnya semua ancaman itu, si Kelelawar mengebaskan sepasang tangannya berulang kali, ternyata ia lepaskan berapa kali sentilan maut untuk mementalkan datangnya ke lima jenis senjata itu
  Perawakan tubuhnya yang tinggi jangkung berputar bagai gangsingan, sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata segera meluncur keluar dari balik tubuhnya
  Jeritan ngeri pun berkumandang membelah keheningan
  Kilatan cahaya tajam itu tidak berhenti sampai disitu, dengan kecepatan tinggi kembali melesat ke semua arah
  "Criiit, criiit, criiit!" jerit kesakitan bergema sahut menyahut, percikan darah bagai bunga api menyembur ke mana mana
  "Hati hati!" hardik To Kiu-shia berulang kali, dengan senjata kaitan Jit-gwee-kou, dia lakukan tangkisan di kiri dan kanan secara berulang, bukan saja harus selamatkan diri, diapun harus melindungi keselamatan anak buahnya
  Sayangnya, selamatkan diri sendiri pun ia tak sanggup apalagi mengurus keselamatan orang lain, suatu ketika karena kurang berhati hati, cahaya tajam itu berhasil menerobos masuk melalui celah diantara sepasang senjata kaitan jit-gwee-kou miliknya
  Darah segar segera menyembur dari bahu kirinya, senjata jit-gwee-kou yang digenggam dalam tangan kirinya terlepas dari cekalan dan.... "Traang!" jatuh ke tanah
  Sementara itu Thio Poan-oh dengan golok besarnya hanya sanggup menyelamatkan diri
  Disisi lain, ciu Kiok dengan wajah pucat pias memaink an pedangnya sepenuh tenaga, dia putar senjatanya sedemikian rupa hingga angin dan hujan pun sulit tembus, setelah bersusah payah akhirnya ia berhasil juga membendung datangnya gempuran cahaya tajam itu
  "Triiing, triiing!" dentingan keras bergema tiada hentinya, mendadak kilatan cahaya tajam itu meluncur naik ke atas
  Begitu melesat naik, seketika lenyap tak berbekas
  Menyusul kemudian bayangan pedang cahaya golok pun secara beruntun terhenti semua
  To Kiu-shia masih berdiri dengan senjata kaitan ditangan kanannya melindungi dada, darah segar yang memancar keluar dari mulut luka dibahu kirinya masih mengalir deras, namun dia seolah sama sekali tidak merasa
  Thio Poan-oh dengan golok besarnya menempel didepan dada kanan berdiri pula dengan sikap tegang, peluh sebesar kacang membasahi sekujur tubuhnya, bahkan dengus napas pun berubah memburu dan tersengkal
  Sebaliknya Ciu Kiok berdiri dengan ujung pedang menghadap ke bawah, wajahnya pucat pasi seperti kertas, mulutnya setengah ternganga, matanya terbelalak lebar penuh diliputi perasaan ngeri dan takut
  Bisa dimaklumi kalau dia ngeri bercampur takut, sebab didalam kedai itu, kecuali si kelelawar, kini hanya tersisa mereka bertiga saja yang masih hidup
  Para piausu dan tong-cu-jiu yang tadi bertarung bersama-sama melawan keganasan si kelelawar, kini hampir semuanya sudah tertumpas, berubah jadi orang mampus
  Diantara mereka, ada yang kepalanya terpisah dengan badan, ada yang pinggangnya terbabat putus jadi dua, ada pula yang dadanya terbelah hingga merekah
  Darah segar telah membasahi seluruh permukaan lantai kedai, hampir semua meja kursi tumbang berantakan tak karuan, ceceran darah membuat tempat itu berbau anyir dan amis
  Ke tiga orang itu merasa amat sedih, dalam keadaan begini mereka tak sempat lagi mengurusi para korban, sebab walaupun pihaknya sudah jatuh begitu banyak korban, namun gagal merobohkan kelelawar ganas itu
  Bagi si kelelawar, tentu saja dia tak akan sudahi persoalan itu sampai disana, kini dia berada diatas belandar rumah
  Ke tiga orang itu tidak tahu mengapa si kelelawar melompat naik ke atas belanda: rumah, tapi satu hal mereka sangat yakin, musuhnya tak bakal melepaskan mereka dengan begitu saja
  Bau anyir darah semakin berat dan pekat menyelimuti ruangan, bersamaan itu pula dengus napas ke tiga orang itu semakin berat dan sesak
  Selapis daya tekanan tak berwujud seolah menindih seluruh kedai teh itu
  Apakah hal ini disebabkan si kelelawar sudah naik keatas belandar" Berdiri diatas tiang penglari" Belandar itu tidak terlalu besar, namun cukup untuk menahan pijakan badan si kelelawar. Ia duduk tenang disitu, sepasang matanya yang hijau bersinar menatap tiga mangsanya tanpa berkedip, seakan mata kucing yang mengawasi tiga ekor tikus
  Diatas pangkuan lututnya tergeletak sebilah senjata, sebilah golok yang panjangnya satu meter
  Gagang golok itu terbuat dari sepotong besi yang berbentuk seekor kelelawar dengan sepasang sayap terpentang lebar, sementara badan golok berbentuk melengkung bagai bulan sabit, cahaya yang terpancar keluar amat menyilaukan mata, tak disangkal kawanan piausu dan tong-cu-jiu telah tewas diujung golok itu
  Meski sudah begitu banyak orang yang mati terbunuh, ternyata tak setetes darah pun yang menodai badan golok
  Membunuh tanpa ternoda darah, sudah jelas senjata itu merupakan sebilah golok mustika
  Dengan ke lima jari tangan kirinya, si kelelawar membesut badan golok lengkungnya, tiba tiba ia menyentil dengan ibu jari dan jari tengahnya
  [II "Nguuuungg suara dengungan bagai pekik naga menggema dari tubuh golok lengkung itu, bahkan senjata tersebut bergetar tiada hentinya
  Kilauan cahaya tajam memancar bagai sambaran halilintar, amat menusuk pandangan
  Mendengar suara dengungan, menyaksikan cahaya yang berkilauan, To Kiu-shia bertiga merasakan hatinya bergetar keras
  "Tahukah kalian, golok apakah ini?" terdengar si kelelawar menegur sambil tertawa aneh
  "Tidak tahu" jawab Thio Poan-oh tanpa sadar
  "Golok Kelelawar!" "Kalau toh golok kelelawar, lantas kenapa?" dengus Thio Poan-oh sambil tertawa dingin
  "Golok ini hanya membunuh orang terkenal, jadi seharusnya merasa bangga dan terhormat bila dapat mampus diujung golok ini" "Kentutl" umpat To Kiu-shia
  Kembali si kelelawar menghela napas
  "Aaai, sebenarnya golok kelelawar terdiri dari tiga belas bilah, tapi sekarang tinggal sebilah ini saja" katanya
  "Lantas kemana perginya sisa golok yang lain?" tanya Thio Poan-oh keheranan
  "Telah kuhadiahkan untuk ke dua belas orang gadis yang kusukai!" sahut si kelelawar
  Sesudah tertawa lebar, kembali lanjutnya: "Golok yang terakhir inipun segera akan kuberikan kepada orang" "Apa..... apakah hendak kau hadiahkan untuk.... untuk nona kami?" tanya Ciu Kiok gemetar
  "Betul" jawab si kelelawar sambil mengangguk, "biarpun mataku tak dapat melihat, tapi hingga kini aku tahu kalau dia adalah seorang gadis yang cantik dan menawan hati" "Kau.... kau maksudkan dirimu.... dirimu seorang buta?" tanya Ciu Kiok lagi tercengang
  Si kelelawar tertawa pedih
 
"Kau.... kau maksudkan dirimu.... dirimu seorang buta?" tanya Ciu Kiok lagi tercengang
  Si kelelawar tertawa pedih
  "Ehm! Biarpun aku tak punya mata, namun memiliki sepasang telinga yang tajam dan sempurna" Setelah berhenti sejenak, tambahnya: "Telinga kelelawar memang selalu tajam dan sempurna!" Ciu Kiok yang mendengarkan kesemuanya itu hanya bisa berdiri terbelalak dengan mulut melongo, sedangkan To Kiu-shia serta Thio Poan-oh merasa terkesiap, perasaan heran bercampur sangsi terpancar keluar dari balik sorot matanya
  Ternyata si kelelawar adalah seorang buta, bagaimana mungkin mereka dapat percaya" Meskipun tidak bersuara, tampaknya si kelelawar seperti memahami jalan pikiran mereka, kembali ujarnya: "Banyak orang tidak percaya kalau aku adalah seorang manusia buta, tapi kenyataan tetap merupakan kenyataan!" Berbicara sampai disitu, perlahan dia angkat tangan kirinya, menekan kelopak mata kiri lalu mencongkel ke dalam, mencomot keluar biji matanya yang berada dalam kelopak mata itu
  Begitu biji mata tercongkel keluar, maka muncullah sebuah liang gelap dimata kirinya itu
  Dari balik liang hitam itu terpancar sinar fosfor berwarna hijau muda, pancaran sinar api setan yang meliuk liuk di udara
  Walaupun suasana diatas belanda: rumah merupakan bagian sudut ruang tergelap, namun cahaya fosfor itu tampak begitu jelas dan nyata
  Si kelelawar meletakkan biji matanya yang dikorek keluar itu diatas telapak tangannya
  Biji mata yang diletakkan diatas tangan itu masih memancarkan sinar fosfor berwarna hijau, seakan akan mata itupun masih bernyawa, karena tetap memandang ke arah To Kiu-shia dan Thio Poan-oh sekalian dengan melotot
  Menghadapi kejadian seperti ini, To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh merasakan hatinya berdebar keras, berdebar karena tegang bercampur ngeri, apalagi Ciu Kiok seorang gadis muda, nyaris dia jatuh tak sadarkan diri
  Sejak dilahirkan hingga detik sebelum kejadian itu, belum pernah mereka jumpai peristiwa aneh semacam ini, apalagi peristiwa yang begitu horor dan menakutkan
  Kembali si kelelawar tertawa aneh, wajahnya yang tanpa mata membuat senyuman orang itu terlihat makin seram dan menakutkan
  Perlahan-lahan dia masukkan kembali biji matanya ke dalam kelopak mata yang berlubang, kemudian tegurnya: "Sekarang, tentunya kalian sudah percaya bukan?" Tanpa terasa Ciu Kiok mengangguk, sedang To Kiu-shia dan Thio Poan-oh ingin sekali tertawa dingin, tapi sayang mereka tak mampu lagi untuk tertawa dingin
  "Kalau begitu, sekarang kalian sudah boleh berangkat" kata kelelawar lebih lanjut sambil tertawa
  "Berangkat?" apa maksud ucapan tersebut" Tanpa dijelaskan pun ke tiga orang itu memahami dengan sangat jelas
  Berkilat mata To Kiu-shia, tiba tiba ia merendahkan suaranya sembari berbisik: "Ciu Kiok, kami berdua akan menghadang kelelawar itu dengan sepenuh tenaga, gunakan kesempatan itu untuk kabur dari sini, naiklah ke kuda dan larikan kencang kencang!" "Aku........" Ciu Kiok tergagap
  "Bila kami semua mampus disini, siapa yang bakal melaporkan kejadian ini kepada congpiautau" Apa lagi yang masih kau ragukan?" tukas To Kiu-shia cepat
  "Benar" sambung Thio Poan-oh pula, "mati hidup nona sudah berada dalam genggamanmu, tak usah pedulikan kami, cepat tinggalkan tempat ini" Merasa pendapat tersebut ada benarnya juga, akhirnya sambil menggigit bibir Ciu Kiok mengangguk
  Baru saja nona itu akan ngeloyor pergi, mendadak terdengar si kelelawar yang berada diatas tiang penglari berseru lagi sambil tertawa dingin: "Ingin melarikan diri?" Tampaknya pembicaraan mereka bertiga telah terdengar semua olehnya, tiba tiba ia sentil lagi senjatanya, suara dengungan nyaring pun bergema dari balik badan golok lengkung itu
  Tanpa sadar Ciu Kiok menghentikan langkah kakinya, buru buru Thio Poan-oh mendesak: "Ciu Kiok, jangan urusi dia, cepat lari!" "Betul, biar kami yang menghadapinya, cepat kabur!" sambung To Kiu-shia
  Sekali lagi Ciu Kiok mengangguk, ia membalikkan badan dan kabur secepatnya meninggalkan warung
  Pada saat bersamaan To Kiu-shia menghardik: "Maju!" Jit-gwee-kou yang berada ditangan kanannya diputar, tubuhnya segera melambung ke udara, langsung menerkam si kelelawar yang berada diatas belandar
  Thio Poan-oh tak berani berayal, golok besar Toa-huan-to miliknya diputar lalu bersamaan dengan gerakan melambung, dia bacok pinggang musuh
  Melihat datangnya ancaman itu, si kelelawar melotot tanpa berkedip, mendadak ia berpekik nyaring, tubuhnya menerjang ke atas, "Braaak!" ia jebol atap warung lalu meluncur keluar dari ruangan itu
  Dalam waktu singkat seluruh bangunan warung sudah roboh ke tanah dan hancur berantakan
  Baik To Kiu-shia maupun Thio Poan-oh sama sekali tak menyangka bakal terjadi peristiwa itu, padahal saat itu tubuh mereka sedang melambung ke udara
  Dalam keadaan begini, mana sempat bagi mereka untuk menghindarkan diri" Tak ampun ke dua orang itu segera tertindih dibalik puing warung yang bertumbangan
  Tak seorangpun yang akan menyangka kalau sebuah bangunan warung teh yang begitu kokoh, mendadak bisa ambruk dan hancur berantakan, tentu saja terkecuali si kelelawar
  Rupanya semua tiang penyangga bangunan warung itu sudah dipatahkan sebelumnya, hanya karena sudah diganjal maka bangunan itu tidak sampai roboh
  Tapi kini, begitu si kelelawar bergerak menjebol atap bangunan dengan kekuatan yang maha besar, tiang tiang penyangga yang semula telah diganjal pun ikut bergeser posisinya, tak aneh bila bangunan tersebut segera roboh
  Kelihatannya semua perubahan itu sudah berada dalam dugaan dan perhitungan si kelelawar, ditengah suara hiruk pikuk yang nyaring, tubuhnya yang kurus kering telah meluncur keluar dari balik bangunan, sepasang ujung bajunya dikebaskan, "Braaaak!" tubuhnya bagaikan seekor kelelawar melesat turun dengan kecepatan tinggi
  Waktu itu Ciu Kiok baru saja berlari keluar dari dalam warung, baru selangkah tinggalkan pintu, suara gemuruh yang keras telah menggetarkan hatinya, begitu berpaling, nona ini jadi terbelalak hingga berdiri melongo, ia saksikan bangunan warung teh sudah roboh tak karuan
  Apa yang sebenarnya terjadi" Bagaimana keadaan paman To dan paman Thio" Sementara dia masih keheranan, "Wessss!" dari belakang tubuhnya terdengar suara sambaran, diikuti bergemanya suara tertawa aneh dari si kelelawar yang tinggi tajam
  Dengan perasaan terkejut ia berpaling, saat itulah dia saksikan si kelelawar sedang melesat turun dari tengah udara, meluncur turun hanya setengah tombak di belakang tubuhnya
  "Kelelawar!" belum selesai nona itu menjerit, tusukan golok si kelelawar telah meluncur datang kearah tubuhnya
  Cahaya golok yang tajam bagai sambaran kilat, tusukan golok yang cepat bagai lintasan petir
  Buru buru dia memutar tangan kanannya, menyongsong datangnya tusukan itu dengan ayunan pedang
  Sepintas, ayunan pedang itu seakan berhasil membendung datang nya tusukan golok dari si kelelawar, begitu pula pendapat Ciu Kiok, siapa sangka pedangnya yang dibabat ke muka ibarat sapi tanah liat yang tercebur ke dalam lautan
 
"Celaka!" pekik Ciu Kiok dengan perasaan terperanjat, baru saja dia akan menarik pedangnya untuk melindungi diri, cahaya golok secepat lintasan petir itu sudah menyambar lewat dari sisi tengkuknya
  Rasa sakit yang merasuk hingga ke tulang sumsum terasa menyebar ke seluruh tubuh, diiringi jeritan ngeri Ciu Kiok roboh terkapar ke tanah
  Disisi tengkuknya telah bertambah dengan sebuah mulut luka yang panjang dan dalam sekali, darah segar bagaikan pancuran mata air menyembur keluar dari mulut luka itu, membasahi dan menggenangi seluruh permukaan tanah
  Nona itu roboh ke tanah, roboh terkapar, tampaknya tidak bergerak lagi
  Sambil tertawa dingin si kelelawar tempelkan mata golok didepan bibirnya lalu ditiup pelan, meniup sisa darah yang masih melengket di tubuh goloknya, dari sikap maupun mimik wajahnya, dia kelihatan agak menyesal, agak merasa iba, tapi seperti juga tanpa perubahan, masih tetap dingin, sadis, tak berperasaan
  Pada saat itulah dari sudut warung yang roboh tampak dua sosok bayangan manusia melesat keluar, begitu lolos dari reruntuhan, mereka berdua segera meluncur ke arah tengah arena
  Ke dua orang itu tak lain adalah Thio Poan-oh dan To Kiu-shia, seluruh tubuh mereka kotor oleh debu dan pasir, tampangnya sangat mengenaskan, namun senjata masih tergenggam dalam tangan, sikapnya yang sigap dan cekatan menunjukkan kalau mereka siap melancarkan serangan setiap saat
  Dalam waktu singkat mereka saksikan tubuh Ciu Kiok yang terkapar ditanah, mereka pun saksikan si kelelawar berdiri sinis disisinya
  Menyaksikan kesemuanya itu mereka berdua segera saling bertukar pandangan, kemudian terdengar To Kiu-shia berseru: "Saudaraku, kau cepat kabur, biar kupertaruhkan nyawa untuk menahan gempurannya" Cepat Thio Poan-oh menggeleng
  "Tidak, biar aku saja yang adu jiwa dengannya, kau cepat melarikan diri" "Lengan kiriku sudah terluka, cukup banyak darah yang mengalir keluar, hal ini sangat mempengaruhi kondisi tubuhku, biar bisa kabur pun tak bakal pergi jauh, lebih baik aku saja yang tetap disini!" \\"l -api.......
  II "Sudah, tak usah saling mengalah lagi" tukas To Kiu-shia tak sabar, "kalau diteruskan, kita akan terlambat untuk melarikan diri" Thio Poan-oh tertegun, untuk sesaat dia tak dapat mengambil keputusan
  Il "Ciu Kiok telah mati kembali To Kiu-shia berkata, "satu diantara kita berdua harus tetap hidup untuk memberi laporan kepada congpiautau, agar dia tahu apa yang telah terjadi disini" Lama sekali Thio Poan-oh menatap wajah To Kiu-shia, akhirnya dia berbisik: "Saudaraku, kau harus berhati hati, aku pergi dulu!" "Tak usah berlagak seperti wanita, ayoh cepat pergi!" desak To Kiu-shia
  Sambil menggigit bibir Thio Poan-oh membalik badannya dan kabur dari tempat itu
  Tiba tiba suara tertawa aneh berkumandang dari tengah udara, itulah suara tertawa dari si kelelawar, tinggi, tajam dan menusuk pendengaran
  Begitu suara tertawa mendengung, si kelelawar bersama tusukan goloknya telah meluncur tiba
  Melihat datangnya terkaman itu, To Kiu-shia segera memutar senjata jit-gwee-kou ditangan kanannya dan diiringi bentakan nyaring, menyongsong datangnya ancaman tersebut
  Si kelelawar tertawa dingin, berada ditengah udara dia ayun golok kelelawarnya berulang kali, mengikuti gerak serangan itu, cahaya golok yang tajam bagai lintasan petir berkilat membentuk satu jaring cahaya yang berlapis, keadaannya sungguh mengerikan
  Waktu itu To Kiu-shia sudah sama sekali tak peduli dengan keselamatan jiwanya, dengan jurus Pat-hong-hung-uh (hujan angin dari delapan penjuru) senjata kait ditangan kirinya langsung disodokkan ke tubuh si kelelelawar, dia tak ambil peduli karena gerak serangan tersebut pertahanan tubuh sendiri jadi sama sekali terbuka, baginya, dia hanya tahu menyerang dan beradu nyawa dengan lawan
  Gerak tubuh si kelelawar sama sekali tak berubah karena tindakannya itu
  Thio Poan-oh yang menyaksikan kenekatan rekannya hanya bisa menghela napas, akhirnya dia melesat pergi dari situ dengan kecepatan tinggi
  Disisi sini baru saja dia menggerakkan tubuhnya untuk kabur, disisi lain golok si kelelawar telah saling beradu dengan senjata kait milik To Kiu-shia
  "Criiiing!" ditengah dentingan keras, lapisan bayangan senjata kait buyar tak berbekas, hanya dengan satu bacokan golok, si kelelawar berhasil memunahkan jurus serangan Pat-hong-hung-uh dari To Kiu-shia
  Bacokan golok yang ke dua sama sekali tidak dia lakukan, begitu senjatanya saling beradu dengan senjata kaitan, ia manfaatkan tenaga pantulan itu untuk melejit ke udara, bersalto beberapa kali kemudian menubruk ke arah Thio Poan-oh yang sedang melarikan diri
  Perubahan yang terjadi kali ini sama sekali diluar dugaan To Kiu-shia, buru buru hardiknya: "Mau lari ke mana kau!" cepat tubuhnya meluncur ke depan dan menyusul di belakang lawan
  Sungguh cepat gerakan tubuh si kelelawar, dalam sekali lompatan ia sudah berada sejauh delapan kaki, lalu kakinya kembali menutul ke tanah dan tubuhnya melesat sejauh tiga kaki, sekarang jaraknya dengan punggung Thio Poan-oh tinggal tujuh langkah
  Tubuhnya yang meluncur ke bawah kembali mencelat ke depan, dalam waktu singkat ia sudah berhasil menyusul Thio Poan-oh, diiringi suara pekikan nyaring, golok kelelawarnya langsung dibabatkan ke tubuh lawan
  Mendengar datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, Thio Poan-oh jadi amat terperanjat
  Apakah secepat itu To Kiu-shia akan tewas diujung golok kelelawar" Tanpa terasa ia berpaling, tapi segera To Kiu-shia merasa sedikit lega
  Tentu saja dia pun menyaksikan golok bersama si kelelawar sedang merangsek ke arahnya
  Dengan selisih jarak sedemikian dekat, sulitlah bagi dia untuk membendung datangnya ancaman tersebut, masih untung disaat dia berpaling tadi, golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh sudah siap melancarkan serangan. Tak ayal lagi satu bacokan dilontarkan untuk menyambut datangnya babatan maut lawan
  "Traaangl" bentrokan nyaring bergema di udara, Thio Poan-oh tergetar hingga mundur selangkah, sementara si kelelawar kembali melambung ke udara, dari sana ia bertekuk pinggang lalu golok lengkungnya lagi lagi melancarkan bacokan
  Dalam sekali bacokan dia lancarkan dua puluh delapan buah serangan, semua gerakan membawa desingan angin dan kilatan cahaya yang menyilaukan mata, hampir semua ancaman itu ditujukan ke tubuh Thio Poan-oh
  Menghadapi ancaman sehebat ini, Thio Poan-oh balas membentak, secara beruntun dia sambut ke dua puluh enam bacokan lawan dengan putaran golok Toa-huan-to miliknya
  Sayang sisanya yang dua bacokan sukar dibendung lagi, bacokan ke dua puluh tujuh membuat pertahanan golok Toa-huan-to nya jebol hingga terbuka, sementara bacokan ke dua puluh delapan merangsek masuk ke arah tubuhnya
  Ditengah kilatan cahaya golok, terdengar suara pakaian tersambar robek, menyusul terbelahnya baju Thio Poan-oh bagian dada, segumpal darah segar pun menyembur keluar membasahi lantai
  Bacokan itu tidak terlampau dalam hingga tidak sampai menimbulkan kematian, namun tak urung cukup membuat Thio Poan-oh seperti kehilangan sukma
  Biar ngeri dan ciut hatinya, orang ini sama sekali tidak mundur, malah kembali teriaknya: "Lo-To, cepat kabur!" Golok toa-huan-to nya dibacok kian kemari secara gencar, saat ini dia hanya punya satu ingatan, menyerang si kelelawar semaksimal mungkin agar To Kiu-shia punya kesempatan untuk melarikan diri
  Waktu itu sebetulnya To Kiu-shia sudah siap berbalik ke arena pertarungan untuk mengerubuti sang kelelawar, tapi setelah mendengar teriakan Thio Poan-oh, lagipula dia pun sadar akan penting dan

dan gawatnya persoalan, maka setelah menghela napas, tanpa sangsi lagi dia putar badan dan berlalu dari situ
  Betapa leganya perasaan Thio Poan-oh setelah menyaksikan rekannya pergi dari situ, tanpa sadar serangan golok yang dilancarkan ikut bertambah gencar dan dahsyat
  Secara beruntun si kelelawar menyambut tujuh belas bacokan lawan, kemudian sambil tertawa dingin jengeknya: "Jangan harap kalian berdua bisa lolos dari tanganku, roboh!" Begitu kata "roboh" bergema, golok kelelawarnya berputar kencang, sekali lagi dia singkirkan golok toa-huan-to milik Thio Poan-oh ke sisi pertahanan, kemudian dengan gagang golok yang berbentuk sayap kelelawar dia kunci mata golok Thio Poan-oh, sekali tekuk sambil mencongkel, toa-huan-to ditangan Thio Poan-oh pun tergetar hingga lepas dari genggaman dan mencelat ke tengah udara
  Tidak berhenti sampai disitu, kembali Pian-hok-to atau golok kelelawar itu berputar sambil menghujam, ia tusuk perut Thio Poan-oh dalam dalam< br/>     Muncratan darah segar menyembur ke udara, diiringi jeritan ngeri, Thio Poan-oh roboh ke tanah dan merenggang nyawa
  Secepat kilat ia cabut keluar golok kelelawarnya kemudian disambit ke punggung To Kiu-shia kuat kuat
  "Nguuungg . . . . .!" golok kelelawar itu berpusing di udara sambil meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa, sedemikian cepat dan dahsyatnya hingga tak terlukiskan dengan kata
  Waktu itu To Kiu-shia telah melompat naik keatas kudanya dan siap mencemplak pergi dari situ
  Sebagaimana diketahui, hampir semua kuda tunggangan para piausu ditambatkan di batang pohon tepi jalan, berhubung tadi si kelelawar menghadang ditempat tersebut, maka mau tak mau terpaksa Thio Poan-oh harus kabur sambil berlarian
  Kini, begitu muncul kesempatan baik, To Kiu-shia pun segera memanfaatkan peluang itu untuk menaiki kudanya
  Siapa tahu baru saja dia naik ke punggung kuda, baru saja dia memutuskan tali pengikat dengan senjata kaitnya, timpukan golok kelelawar telah meluncur tiba dengan kecepatan tinggi
  Yang dibabat oleh Pian-hok-to bukan sang penunggang, melainkan kuda tunggangannya! Dimana cahaya golok menyambar lewat, kaki belakang kuda tunggangan itu terbabat hingga kutung
  Mimpi pun To Kiu-shia tak menduga sampai ke situ, tak ampun ia turut terjerembab bersama robohnya kuda tunggangan itu, lengan kirinya yang terluka kembali merekah, rasa sakit yang merasuk tulang seketika menyelimuti sekujur badannya
  Dalam keadaan begini, ia tak ambil peduli lagi dengan mulut lukanya yang berdarah, begitu berhasil mengendalikan diri, cepat ia melompat bangun lalu melompat ke atas punggang kuda yang lain
  Tampaknya sejak awal sang kelelawar telah menduga sampai ke situ, bersamaan dengan sambitan golok kelelawarnya, dia ikut melesat maju ke depan menghadang jalan pergi To Kiu-shia
  Gerakan tubuh orang itu masih begitu cepat dan cekatan, seakan tenaganya sama sekali tak berkurang gara-gara pertarungan sengit tadi, bagaikan seekor kelelawar yang terbang malam, begitu kakinya menutul permukaan tanah, tubuhnya sudah meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa
  Baru saja To Kiu-shia melompat naik ke punggung kuda ke dua, si kelelawar telah tiba disamping bangkai kuda pertama dan memungut kembali goloknya
  Bukan hanya begitu, sekali lagi tubuhnya merangsek maju, untuk kesekian kalinya ia lancarkan bacokan dengan kecepatan bagai sambaran kilat
  Kali inipun sasaran bacokannya masih bukan manusia, melainkan kuda! "Brukkkl" mata golok dengan telak membacok punggung kuda tunggangan itu
  Semburan darah segar kembali menggenangi tanah, diiringi suara ringkikan panjang, kuda itu roboh terkapar
  Sekali lagi To Kiu-shia terjatuh dari atas punggung kuda, walaupun dia tak sempat berpaling, namun jagoan ini tahu kalau peristiwa tersebut hasil perbuatan si kelelawar, dia pun sadar keselamatan jiwanya sudah berada diujung tanduk
  Maka begitu terjatuh, cepat dia menggelinding ke samping dengan ilmu Tee-thong-sinhoat (ilmu menggelinding), sementara jit-gwee-kou ditangan kanannya berputar kencang menciptakan selapis cahaya tajam untuk melindungi diri
  Tak ada sergapan yang tertuju ke tubuhnya, walau masih menggelinding menjauhi arena, dalam hati To Kiu-shia sangat keheranan, dia tak habis mengerti kenapa tiada sergapan yang tertuju ke tubuhnya
  Secara beruntun dia menggelinding hingga sejauh dua kaki lebih sebelum melompat bangun, ternyata memang tiada serangan yang tertuju ke tubuhnya
  Sang kelelawar betul-betul tidak menyerang lagi, bahkan dia hanya berdiri ditempat semula, mengawasi To Kiu-shia dengan sorot mata dingin, sama sekali tak bergerak
  Tapi begitu To Kiu-shia menghentikan gelindingannya, dia langsung menerkam ke depan, bagaikan seekor kelelawar sungguhan dia bergerak cepat
  Dalam dua kali lompatan ia sudah berhenti didepan To Kiu-shia, hanya selisih tujuh langkah
  Belum lagi membalik badan, To Kiu-shia dengan senjata kaitannya sudah menerkam tiba
  Jit-gwee-kou membacok lurus ke bawah, To Kiu-shia sadar tiada harapan lagi baginya untuk kabur, karena itu dia ambil keputusan untuk menyerang dengan adu nyawa
  Dalam melancarkan bacokannya kali ini, dia telah menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, ia berharap dapat menghabisi nyawa si kelelawar dalam bacokannya tersebut
  Tentu saja dia kecewa! Selama ini si kelelawar hanya berdiri membelakanginya, menanti senjata jit-gwee-kou menyerang tiba, ia baru membalikkan badan
  Berbareng itu, golok kelelawar ikut berputar ke depan, bergerak cepat menangkis datangnya ancaman dari senjata kaitan itu
  "Traaaangl" percikan bunga api memancar ke empat penjuru, tubuh si kelelawar tetap berdiri tak bergerak, sebaliknya To Kiu-shia harus mundur sejauh empat langkah sebelum berhasil berdiri tegak
  Siapa menang siapa kalah dalam pertarungan ini sudah tertera jelas dalam bentrokan barusan
  Begitu senjata kaitannya terbendung oleh tangkisan si kelelawar, sambil menggigit bibir To Kiu-shia memutar lagi senjata andalannya, kali ini dengan menyerempet bahaya mengancam wajah lawan
  Serangannya kali ini benar benar sudah pertaruhkan nyawa, sebab dengan begitu pertahanan tubuh bagian depannya sama sekali terbuka
  Boleh dibilang dia sudah nekad, dia sudah bermain judi dengan setan pencabut nyawa, jagoan ini berharap bisa peroleh secerca harapan hidup dari tindakan nekadnya ini, karena apa yang dilakukan boleh dibilang sudah tak ambil peduli dengan keselamatan sendiri
  Si kelelawar tertawa dingin, menyaksikan kenekatan lawan dia memandang sinis, secepat kilat golok kelelawarnya menangkis datangnya sabetan itu kemudian langsung menghujam dada To Kiu-shia
  "Craaap!" golok kelelawar telah menembusi dada To Kiu-shia yang bidang, darah segar menyembur ke mana-mana, membasahi seluruh tubuh korban, menggenangi permukaan tanah
  Pada saat bersamaan, tebasan senjata kaitan dari To Kiu-shia tiba didepan wajah si kelelawar, namun pada saat itu pula tiba tiba sang kelelawar memutar tangan kirinya, mendahului gerak senjata lawan, menjepit mata kaitan itu dengan jari telunjuk dan jari tengahnya
  Mata kait sama sekali tidak melukai jari tangannya, namun senjata itupun tak sanggup lagi melanjutkan bacokannya, terpantek mati, terjepit kaku dalam japitan ke dua jari tangan si kelelawar
  To Kiu-shia menyangka serangannya telah berhasil, biar nyawanya melayang, tak urung ia sempat tertawa tergelak, tertawa keras menjelang saat ajalnya
  Sayang gelak tertawanya segera terhenti, bersamaan dengan saat ia tertawa tadi, To Kiu-shia telah menyaksikan dengan jelas semua yang telah terjadi, ia melihat dengan pasti kalau bacokan senjatanya gagal membelah tubuh si kelelawar, dia pun dapat melihat kalau senjata kaitannya terjepit dalam japitan kedua jari tangan si kelelawar
  Ia betul betul tak percaya dengan pandangan matanya, namun mau tak mau dia harus mempercayainya juga! Kelelawar menatapnya dingin, perlahan-lahan ia cabut keluar golok kelelawarnya, mencabut dari dada korbannya
  Darah segar menyembur bagaikan mata air, To Kiu-shia telah roboh terkapar, sepasang matanya masih terbelalak lebar, terbelalak penuh keraguan, terbelalak penuh rasa tak percaya, tapi diselipi rasa sakit, siksaan yang luar biasa
  Orang terakhir dari perusahaan Tin-wan-piaukiok telah tewas, siapa yang bakal melaporkan kejadian ini kepada congpiautau" Padahal saat itu, mati hidup Lui Hong boleh dibilang tergantung pada dirinya, tergantung dari laporannya
  Berada dalam keadaan begini, mungkinkah dia bisa mati dengan mata terpejam" Waktu itu matahari senja telah condong ke barat, langit terlihat merah membara, semerah darah segar yang menggenangi permukaan tanah
 
Angin berhembus kencang, langit dan bumi serasa makin sendu, makin pilu...
  Perlahan si kelelawar mengambil keluar sebuah saputangan dari sakunya, dengan lembut dia mulai menyeka mata goloknya yang basah, basah oleh darah
  Tak bisa disangkal, golok berdarah memang merupakan golok terbaik, biarpun selesai membunuh manusia, mata golok masih tetap cemerlang, tetap berkilat, apalagi setelah diseka dengan lembut, cahaya tajam yang membias tampak begitu jeli dan cemerlang
  Dengan sekali ayunan tangan, saputangan putih itu terbang ke udara, menari di angkasa, menari dan melayang bagaikan seekor kelelawar sungguhan
  Kemudian dia pun berpekik nyaring, pekikan tinggi, tajam dan memekak telinga
  II "Saaatt....saaat....saaat..... suara aneh berkumandang dari empat arah delapan penjuru, menyusul kemudian terlihat berpuluh ekor kelelawar munculkan diri dari mana-mana
  Sebetulnya kawanan kelelawar itu bertengger diatas belandar warung teh, mereka mulai beterbangan sewaktu pertarungan berlangsung dalam ruangan, kemudian buyar ke mana mana disaat bangunan warung itu roboh, terbang lenyap dibalik hutan dan pepohonan
  Tapi begitu suitan panjang bergema, gerombolan kelelawar itu terbang kembali dari empat penjuru
  Kini, mereka mulai beterbangan mengelilingi seputar tempat itu, terbang meliuk, menyambar dan membelok dengan ramainya
  Kawanan binatang itu seolah para hulubalang yang setia dengan majikannya, seakan para pengawal yang melayani kaisarnya
  Dengan satu gerakan si kelelawar masukkan kembali goloknya ke balik baju, lalu berjalan meninggalkan tempat itu
  Ia berjalan menuju ke dalam hutan disebelah kanan, sementara kawanan kelelawar yang terbang di angkasa, mengiringi ke mana pun majikannya pergi, mereka ikut terbang masuk ke dalam hutan
  Kelelawar tanpa sayap memang tidak bersayap, dia pun bukan kelelawar sesungguhnya, namun dalam kenyataan ia mampu mengendalikan kelelawar sebenarnya, mampu bekerja sama dengan mereka
  Ditengah hutan terdapat sebuah jalan setapak, kesanalah si kelelawar tanpa sayap berjalan, melangkah dengan cepat menelusuri jalanan sempit yang ada
  CoOoo Cahaya senja menerobos masuk dari celah celah ranting dan dahan pohon, membuat seluruh hutan jadi merah, merah bagaikan terselubung ditengah kabut darah
  Dibawah perlindungan kawanan kelelawar itulah, si kelelawar bagai sukma gentayangan lenyap dibalik kabut darah
  Pemandangan semacam ini sangat aneh, sangat misterius, sangat menyeramkan, bayangkan saja, bila suasana telah berubah menyeramkan, bagaimana dengan manusianya" Angin malam berhembus makin kencang, bayangan senja lambat laun mulai luntur, berganti dengan warna gelap yang tipis
  Noda darah diatas permukaan tanah telah mengering, kering oleh hembusan angin
  Tiba tiba terdengar suara rintihan, suara itu sangat lemah, sangat lirih, bergema terbawa hembusan angin malam
  Lalu terlihat seseorang mulai bergerak, mulai bergeser dari balik genangan darah yang telah mengering, merangkak dan bergeser...
  Dia tak lain adalah Ciu Kiok, nona inilah yang baru saja merintih, mengeluh kesakitan
  Tiada darah lagi yang meleleh dari mulut luka dilehernya, noda darah telah membasahi pakaian yang dikenakan, mengubahnya jadi semu merah kecoklat-coklatan
  Walaupun tebasan golok si kelelawar sangat telak, namun tak sampai memutuskan nadi yang ada di tenggorokannya, itulah sebabnya Ciu Kiok lolos dari elmaut, berhasil mempertahankan hidupnya
  Tak bisa disangkal lagi, kejadian semacam ini jelas merupakan suatu mukjijat, suatu keberuntungan ditengah kesialan
  Siapa pun itu orangnya, suatu saat pasti akan melakukan kesalahan, salah menduga, salah memprediksi, karena bagaimana pun sang kelelawar tetap seorang manusia
  Akan tetapi kejadian mukjijat, kejadian yang sangat luar biasa inipun sangat langka, jarang terjadi, jarang dialami siapa pun
  Paling tidak, dari sekian banyak jago perusahaan ekspedisi Tin-wan-piaukiok, hanya Ciu Kiok seorang yang lolos dari elmaut, lolos dari tebasan maut golok kelelawar
  Mungkin saja Ciu Kiok sendiripun tidak percaya kalau ia masih hidup terus
  Sorot matanya begitu kabur, seakan terselimut lapisan kabut tebal, dia pun terbengong, hakekatnya tak beda dengan orang idiot, orang yang hilang ingatan
  Kalau dilihat dari mimik wajahnya, si nona seperti meragukan pemandangan yang dilihatnya saat itu, sangsi dan tak percaya kalau dia masih hidup, karena gadis itu menyangka dirinya telah berada di alam lain, berada dalam neraka
  Lama, lama kemudian ia baru tersentak sadar, sadar dari lamunan dan kebingungan
  Baru sekarang hawa kehidupan tumbuh kembali dari tubuhnya, dia mulai celingukan kesana kemari, kemudian menutupi wajah sendiri dan menangis tersedu
  Tak seorangpun ambil peduli, tak seorangpun menghampirinya, karena waktu itu si kelelawar sudah pergi jauh
  Dan untung saja ia sudah amat jauh dari sana
  Cukup lama gadis itu menangis, semua kemasgulan dan kepedihan hati dilampiaskan keluar hingga tuntas, kemudian ia baru mulai merasakan kesakitan, rasa sakit yang menyayat dari mulut luka di tenggorokannya, tanpa terasa ia mulai meraba luka luka itu
  Kini, ia sudah teringat kembali akan semua peristiwa yang menimpa dirinya, dari dalam saku dia keluarkan sebuah botol obat, membubuhi lukanya dengan obat itu, lalu merobek ujung bajunya dan mulai membungkus luka di leher
  Darah sudah berhenti meleleh sedari tadi, boleh dibilang apa yang dia lakukan sekarang sama sekali tak berguna, tak banyak manfaatnya
  Tapi gadis itu tetap melakukannya, semua yang dia lakukan merupakan reaksi spontan, reaksi yang dilakukan tanpa sadar
  Pada akhirnya air mata telah berhenti menetes, perlahan ia bangkit berdiri, berjalan terseok-seok, bergerak mendekati kuda kuda tunggangan itu
  Apa yang harus dia lakukan sekarang" Menuju kuil kuno Thian-liong-ku-sat" Ciu Kiok mengalihkan pandangannya ke arah kuil Thian-liong-ku-sat, sejujurnya dia ingin sekali menuju ke sana, ingin tahu bagaimana keadaan Lui Hong, tapi begitu ingatan tersebut melintas, bayangan wajah si kelelawar pun ikut muncul
  Bicara soal kepandaian silat, kemampuan kungfu yang dimilikinya masih jauh dari tandingan si kelelawar, dia tak bakal tahan diserang atau bahkan dibunuh, semua peristiwa yang barusan menimpanya merupakan satu bukti yang jelas
  Bila sekarang dia menyusul ke kuil Thian-liong-ku-sat, berhasil menjumpai Lui Hong, lalu apa yang bisa dia lakukan" Paling hanya berdiri mendelong, berdiri terkesima, karena ia pun tak bisa berbuat apa apa
  Bila dikatakan dia sanggup menolong Lui Hong, menyelamatkan majikannya dari cengkeraman si kelelawar, tak disangkal, hal tersebut merupakan sebuah lelucon besar yang tak lucu
  Pergi hanya menghantar kematian, pergi hanya sia sia, tak akan membuahkan hasil apa apa
  Satu hal yang pasti, jika kelelawar sampai tahu dia masih hidup, manusia ganas itu pasti tak akan membiarkan dia pergi dari situ, meninggalkan tempat itu dalam keadaan hidup
  Tentu saja manusia semacam kelelawar tak ingin melakukan kesalahan yang sama, bila sampai melancarkan serangan lagi, dia pasti baru akan pergi setelah yakin Ciu Kiok .mampus, telah berhenti napasnya
  Tak mungkin seseorang selalu beruntung, selamanya beruntung, mukjijat pun belum pasti akan muncul untuk kedua kalinya
  Teringat sang kelelawar, tanpa sadar Ciu Kiok bergidik, bersin berulang kali, berdiri semua bulu kuduknya
  Akhirnya dia hapus ingatan tersebut, membatalkan niatnya semula, nona itu putuskan untuk segera pulang ke markas, melaporkan semua peristiwa ini kepada congpiautau
  Begitu mengambil keputusan, Ciu Kiok segera melompat naik ke punggung kuda
  Begitu bergerak, rasa sakit yang luar biasa kembali menyerang dari mulut luka di lehernya, begitu sakit hingga membuat Ciu Kiok berkerut dahi, tubuhnya yang lemah tampak gemetar keras, hampir saja ia terjatuh kembali dari kudanya
  Tapi gadis itu menggertak gigi, sekuat tenaga melawan rasa sakit yang luar biasa, kemudian cepat dia lepaskan tali pengikat dipohon dan melarikan kudanya menuju ke arah kota
  Sang kuda pun mulai bergerak, berlari kencang menelusuri jalan setapak, lari secepat anak panah
  Tampaknya kuda itu tergerak sifat liarnya, ia lari sangat kencang mendekati kalap, beberapa kali bahkan nyaris melempar tubuh Ciu Kiok dari atas punggungnya
  Dalam keadaan begini Ciu Kiok mendekam diatas punggung kuda rapat rapat, dia peluk tengkuk kuda itu kencang kencang, sejujurnya gadis ini kuatir sekali kalau tubuhnya sampai terlempar jatuh, terpelanting dari punggung kuda
  Karena saat itu jalan raya amat sepi, tak terlihat seoran g manusia pun yang berlalu lalang, sekalipun ada, belum tentu tersedia kuda kedua ditempat itu
  Ada satu persoalan yang kelihatannya tak sempat dia pertimbang kan, berpikir sampai disitu pun tidak
  Kendatipun dia berhasil balik ke dalam kota, ketika Lui Sin dan Han Seng, dua orang congpiautau dari perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok mendapat laporan darinya dan segera berangkat ke lokasi kejadian, paling tidak mereka butuh waktu hampir satu jam lamanya
  Dalam waktu satu jam tersebut, bila terjadi sesuatu, sudah pasti peristiwa itu telah berlangsung, biar Lui Hong memiliki sepuluh lembar nyawa pun, semuanya tetap melayang ditangan si kelelawar
  Akan tetapi, kecuali cara tersebut, tindakan apa lagi yang bisa dilakukan gadis itu" Tirai malam telah digelar, keheningan dan kegelapan semakin menyelimuti angkasa
  Ringkikan kuda bergema terbawa angin, suaranya menggaung makin lama semakin jauh.
 
Bab 3. Kuil kuno Thian-liong-ku-sat
Masih disaat senja, sisa sang surya belum lagi tenggelam di kaki bukit sebelah barat
Seorang diri Lui Hong bergerak menuju ke luar hutan, kuil kuno Thian-liong-ku-sat
Sebelum meninggalkan rombongannya, tentu saja dia tak pernah menyangka kalau sepeninggal dirinya telah terjadi begitu banyak peristiwa berdarah disitu, tentu saja dia pun tidak tahu kalau surat yang diterimanya bukan benar-benar berasal dari Siau Jit
Terlebih dia tak menyangka kalau kesemuanya itu merupakan rencana busuk si kelelawar
Hanya satu pikiran yang melintas dalam benaknya saat itu, ingin secepatnya bertemu Siau Sit, ingin secepatnya tahu apa maksud dan tujuan Siau Jit mengundangnya kemari
Ternyata Siau Jit tidak menunggunya di depan pintu kuil, Lui Hong mencoba mencarinya disekeliling sana, namun hasilnya nihil, perasaan gundah, mendongkol, tak suka hati berkecamuk jadi satu
Sebagai seorang lelaki, sepantasnya dia menunggu kedatanganku di depan pintu, dasar! Sembari bergumam dia meloncat turun dari punggung kuda, menuntun binatang tunggangannya menuju undak-undakan batu di depan pintu kuil
Thian-liong-ku-sat merupakan sebuah bangunan kuil yang sangat kuno dan sudah banyak tahun terbengkalai, pintu gerbangnya telah roboh, dinding kiri kanan bangunan pun banyak yang retak dan ambruk
Atau jangan-jangan dia menunggu kedatanganku di dalam kuil" Atau sudah pergi dari situ karena lama menunggu kehadiranku" Peduli apa pun yang telah terjadi, paling penting masuk dulu dan periksa keadaan disana
Gadis itu tidak menghentikan langkahnya, langsung menuju ke balik pintu
Suasana dalam ruang kuil lebih parah lagi, robohan dinding, hancuran kayu berserakan dimana mana, rumput ilalang setinggi lutut tumbuh rapat dalam halaman, ketika angin dingin berhembus lewat, rumput rumput liar itu bergoyang menimbulkan suara gemerisik
Aah, ada suara! Tak diragukan lagi, kuil kuno ini sudah terbengkalai, sudah cukup lama tak berpenghuni
Dia pun yakin, jarang ada manusia yang berlalu lalang disitu, sebab kalau tidak, ditengah halaman yang rimbun dengan rumput liar, pasti tertera sebuah jalan setapak, jalan yang sering dilalui manusia
Dihadapan pintu gerbang sebetulnya terdapat sebuah sekat batu yang besar, tapi kini penyekat itu sudah roboh sebagian, hurud "Hud" yang tertera diatas penyekat pun sudah samar dan susah terbaca, namun bila kau memandangnya dengan teliti, lamat lamat masih dapat terbaca kalau huruf tersebut adalah tulisan "Hud" atau Buddha
Bila melongok ke balik penyekat batu, akan terlihat ruang utama bangunan kuil itu
Aah! Ternyata ada cahaya lentera dari tempat itu


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

Saat ini bukanlah saat yang tepat untuk memasang lentera, namun suasana dalam ruang utama cukup gelap, tak aneh bila memasang lentera ditempat remang seperti itu
Bila ada cahaya lentera, hal ini membuktikan kalau disa na ada manusia
Menyaksikan hal tersebut, kembali Lui Hong bergumam: "Aah, ternyata dia memang menungguku dalam ruang kuil" Ia lepaskan tali kudanya, kemudian melangkah masuk ke ruang utama dengan cepat
Rumput ilalang amat tinggi, lebih tinggi dari lututnya, sewaktu melewatinya, bergema suara gemerisik yang ramai
Andaikata berganti perempuan lain, jangan lagi menyuruhnya masuk ke ruang dalam, memintanya berdiri diluar pintu pun mungkin harus dipertimbangkan berulang kali
Tapi Lui Hong beda, gadis ini bukan gadis rumahan yang bernyali kecil, ia terbiasa hidup dalam dunia kangau, terbiasa hidup mengawal barang, menginap di udara terbuka bukan masalah besar baginya, malah dia pernah memasuki tempat yang jauh lebih menyeramkan daripada tempat ini, bahkan menginap semalam disitu
Yang berbeda, waktu itu dia didampingi Ciu Kiok, disekitar sana pun hadir para piausu dan tong-cu-jiu perusahaan ekspedisinya, sementara sekarang, dia hanya seorang diri
Dasar Siau Jit sialan, rupanya dia ingin menggunakan tempat semacam ini untuk menguji nyali ku
Siau Jit wahai Siau Jit, bila kau ingin menakuti aku dengan memakai tempat semacam ini, perkiraanmu itu keliru besar, salah besar
Tapi, ada urusan apa dia mengundangku kemari" Merundingkan sesuatu" Sesuatu yang mana" Biarpun langkah kakinya tidak berhenti, rasa ragu dan curiga mulai terlintas diwajah Lui Hong
Baru berjalan tiga tombak, "Bruuk, bruuk, bruuk" suara gemuruh yang kacau bergema membelah keheningan, mendadak dari balik rimbunnya semak terbang keluar berapa gumpal bayangan berwarna hitam pekat
Betapa terperanjatnya Lui Hong, semula dia mengira ada burung gagak atau sebangsanya yang tiba tiba terbang lewat, namun setelah diamati lebih jelas, ia baru tahu kalau bayangan tersebut ternyata adalah berapa ekor kelelawar
Dasar kelelawar sialan! Sambil mengumpat, gadis itu melejit ke udara, dengan gerakan Yan-cu-sam-ciau-sui (burung walet tiga kali menutul air), dalam tiga lompatan ia sudah melayang turun didepan ruang utama kuil
Mengikuti gerakan tubuhnya itu, suara gemuruh bergema dari empat penjuru, berpuluh bahkan beratus ekor kelelawar beterbangan dari balik semak ilalang
Menyaksikan pemandangan tersebut Lui Hong sangat keheranan, kenapa terdapat begitu banyak kelelawar ditempat itu" Tanpa sadar dia menengadah ke atas, hatinya semakin bergidik, bulu romanya mulai berdiri
Diseluruh ruang utama, baik di belandar, di tiang dan lainnya sudah dipenuhi dengan kelelawar kelelawar hitam
Hanya sekejap gadis itu memandang kawanan kelelawar itu, segera teriaknya lantang: "Siau Jit!" Tiada jawaban dari balik ruangan, bahkan tiada reaksi apa pun dari tempat itu
Sambil menggigit bibir Lui Hong menaiki undak-undakan batu, langsung menerobos masuk ke ruang utama kuil
Suasana dalam ruang utama sangat gelap, untuk menerangi suasana yang remang itu, diatas sebuah meja altar yang bobrok terletak sebuah lentera minyak, lentera yang amat kecil
Dibelakang meja altar merupakan tempat patung pemujaan, sarang laba laba nyaris membungkus tempat tersebut, patung pemujaan itu sendiri sudah roboh hancur sehingga sama sekali tak terlihat dewa manakah yang dipuja ditempat itu
Lui Hong tak punya waktu atau lebih tepatnya tidak berminat untuk mempersoalkan hal tersebut, kembali pandangan matanya dialihkan ke meja pemujaan
Dibawah lentera minyak terlihat selembar kertas putih, kertas yang diletakkan tertindih lentera
Diatas kertas putih itu lamat lamat tertulis berapa baris tulisan, apa isinya" Lui Hong berdiri kelewat jauh dari meja pemujaan, tentu saja ia tak dapat melihat jelas tulisan yang tertera disana
Permainan busuk apa yang sebenarnya hendak dilakukan manusia sialan itu" Sambil menggerutu dia melanjutkan langkahnya memasuki ruangan, mengikuti bergesernya kaki, suara gemuruh makin nyaring bergema dari empat penjuru, kawanan kelelawar yang semula berada di belandar, kini mulai beterbangan mengitari ruang utama
Begitu banyak kelelawar bercokol dalam kuil itu, satu kenyataan yang sama sekali diluar dugaan
Tanpa sadar perasaan bergidik muncul dari dasar hati Lui Hong, tapi langkah kakinya sama sekali tak berhenti lantaran perasaan tersebut
Gadis ini memang berilmu tinggi, bernyali baja! Akhirnya tibalah dia didepan meja pemujaan, akhirnya dapat melihat dengan jelas tulisan yang tertera dikertas putih itu, gaya tulisan yang indah dan gagah, seindah burung hong menari, segagah naga terbang
Menyaksikan gaya tulisan seindah itu, tanpa terasa bayangan tampan dan gagah dari Siau Jit pun melintas dalam benaknya, kemudian ia melihat dengan jelas tulisan diatas kertas
"Masuklah ke ruang belakang, aku menunggu disana!" "Minta aku menuju ke ruang belakang" Sialan, akan kulihat obat apa yang sedang kau jual dalam buli bulimu!" Diambilnya lampu lentera itu dari meja lalu berjalan menuju ruang belakang, tentu saja dia tak lupa membawa serta surat yang ditinggalkan Siau Sit untuk dirinya
Bila dari ruang depan akan menuju ke ruang belakang, orang harus melalui sebuah jalan serambi yang sempit, kecil lagi panjang
Serambi itu gelap sekali, bahkan disana sini dilapisi debu dan pasir yang tebal
Cahaya lentera menerangi setiap sudut serambi, "Buuuk, bukk, bukkk" ada begitu banyak kelelawar terbang melintas sepanjang serambi, kalau dilihat dari gerak gerik mereka yang panik, jelas hal ini disebabkan munculnya cahaya lentera, mungkin sudah terlalu lama mereka tak pernah mengalami kejutan seperti ini
Sinar lentera pun menerangi sebaris bekas telapak kaki yang tertinggal di sepanjang lantai
Menyaksikan hal tersebut, akhirnya Lui Hong merasa lega, rasa kuatirnya hilang lenyap
Meski belum tahu apa maksud lawan, paling tidak hal tersebut membuktikan kalau Siau Jit memang berada di belakang sana
Dengan membawa lentera kembali dia melanjutkan perjalanan, keluar dari serambi, sampailah gadis itu didalam sebuah halaman kecil
Sama seperti keadaan diluar sana, halaman kecil ini pun dipenuhi rumput ilalang, ilalang setinggi lutut manusia dewasa, rumput rumput itu bergoyang ditengah hembusan angin malam, mengayun kian kemari bagai gulungan ombak
Bedanya, ditengah halaman terpasang berapa buah lentera panjang, lentera yang memancarkan cahaya terang
Lui Hong semakin lega, kali ini dia tidak lagi berjalan menembusi lautan ilalang, tubuhnya melambung, dengan gerakan It-wi-to-kang (Alang-alang menyeberangi sungai), sambil membawa serta lampu lenteranya dia melewati padang semak tersebut
Ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya terhitung sangat bagus, gerak geriknya sangat tenang dan mantap, biarpun sedang melambung sambil meluncur, api lentera yang berada ditangannya sama sekali tak padam maupun berkedip
Di belakang halaman kecil itu merupakan sebuah serambi lagi, serambi kecil
Sama seperti serambi sebelumnya, tempat inipun terbengkalai, dekil, kotor dan dipenuhi sarang laba-laba
Dibawah sorotan cahaya lentera, sepanjang lantai serambi itupun terlihat sederet bekas telapak kaki, Lui Hong pun berjalan menelusuri serambi itu dengan mengikuti bekas kaki yang tertinggal
Selesai melewati serambi kecil, akhirnya tibalah gadis itu di ruang belakang kuil
Ruang belakang boleh dibilang merupakan bagian kuil yang paling utuh, paling bersih diantara sekian banyak bagian bangunan lainnya, khusus yang telah dilewati Lui Hong. Kendatipun warna cat sudah mengelupas, namun bagian bangunan yang roboh atau rusak tidak terlalu banyak
Cahaya terang pun tampak menembus keluar dari balik gedung belakang kuil itu
Lui Hong berhenti sejenak diluar bangunan, dia mencoba memeriksa seputar tempat itu, namun tak nampak seorang manusia pun, ingin sekali dia berteriak memanggil Siau Jit, tapi ingatan lain segera melintas, seandainya Siau Sit betul betul berada di dalam gedung, jelas teriakan tersebut akan meninggalkan kesan jelek dan tak sopan, akhirnya perkataan yang sudah berada disisi bibir pun ditelan kembali
Seandainya dia benar-benar berada dalam gedung, sepantasnya sebagai seorang lelaki dia muncul didepan pintu untuk menyambut kedatanganku
Terbayang sampai disitu, timbul perasaan tak puas dalam hati Lui Hong, akhirnya ia berteriak: "Siau Sit!" Tiada jawaban, tiada suara, tiada gerak gerik apa pun dari balik ruang belakang
Disamping mendongkol, jengkel, Lui Hong pun merasa keheranan, kembali dia ayunkan langkah memasuki ruang gedung
Suasana dalam gedung terang benderang bermandikan cahaya, di setiap sudut ruangan tergantung sebuah lentera tiang-beng-teng, semua lentera dalam keadaan menyala dan memancarkan sinar terang
Tiada manusia dalam ruang itu, ditengah gedung hanya terdapat sebuah meja bulat, diatas meja tersedia sepoci arak dengan dua buah cawan porselen
Dibawah poci arak itu lagi lagi terlihat secarik kertas putih, lamat lamat terlihat ada tulisan diatas kertas itu
Kali ini, dia minta aku pergi ke mana lagi! Begitu menjumpai sepucuk surat tergeletak dibawah poci, kontan Lui Hong naik darah, mendongkol sekali meski dia belum lagi membaca isinya
Kali ini dia betul betul amat jengkel, sangat mendongkol
Walau begitu toh si nona maju mendekat juga, menyingkirkan poci arak dan mengambil surat yang berada dibawahnya
"Aku sedang pergi membeli sedikit makanan sebagai teman minum arak, biar kongkou kita nanti enak dan bisa berlama-lama, aku segera balik, harap tunggu sejenak, silahkan duduk
Tertanda: Siau Sit" Kali ini, hanya tulisan tersebut yang tertera disurat itu
Selesai membaca Lui Hong jadi cengengesan sendiri, ia betul betul dibuat salah tingkah oleh tingkah lawannya
"Dasar orang bodoh, mana mungkin bisa membeli hidangan teman arak diseputar sini, mendingan menunggu kedatanganku!" Sambil menghentakkan kakinya berulang kali dia mengomel tiada hentinya, nona itu tidak duduk tapi sambil bergendong tangan berjalan mondar mandir mengelilingi meja itu sampai berapa kali
Kemudian sekali lagi dia baca ulang isi surat itu, haruskah dia duduk" Atau jangan duduk" Sarang laba-laba menyelimuti hampir setiap sudut ruangan, terkecuali meja serta ke dua bangku yang tersedia ditengah ruangan Tanpa terasa Lui Hong membuka penutup poci arak dan melongok isinya
Bau arak yang harum semerbak segera menembusi lubang penciumannya, biarpun nona ini tak pandai minum, namun Lui Sin, ayahnya mempunyai kegemaran yang berat atas cairan harum ini, selama hidup dia hanya mencari arak kwalitas nomor satu dan belum pernah membeli arak berkwalitas rendah
Biar bukan penggemar, karena hal itu sudah merupakan kebiasaan dalam hidupnya, maka sedikit banyak Lui Hong memiliki pengalaman yang cukup tentang kwalitas jenis arak
Gadis ini berani bertaruh, arak yang berada dalam poci dihadapan nya sekarang merupakan arak berkwalitas paling tinggi, arak nomor satu yang dijamin kelezatannya
Arak memang nomor satu, sayang tempat yang dipilih parah sekali, dasar manusia goblok, entah urusan apa yang hendak ia bicarakan denganku" Kalau memang urusan penting atau gawat, kenapa bukannya menghadang ditengah jalan" Buat apa dia buang waktu hanya untuk pergi mencari hidangan teman arak" Lui Hong gelengkan kepalanya berulang kali, tanpa terasa bayangan Siau Jit melintas dalam benaknya
Kadangkala orang ini memang tampak goblok, kelewat kekanak kanakan
Bersama munculnya senyuman, perasaan jengkel dan mendongkol pun ikut sirna, menguap bagaikan asap
Tanpa sadar ia mendongak, lagi lagi gadis itu bergidik, berdiri semua buku romanya, ternyata diatas belandar bangunan gedung itu bergelantungan pula begitu banyak kelelawar, kawanan kelelawar berwarna hitam pekat
Aneh sekali, mengapa terdapat begitu banyak kelelawar didalam kuil Thian-liong-ku-sat" Mengapa pula si dogol mengundangnya bertemu disana" Apakah persoalan yang akan dibicarakan ada sangkut pautnya dengan tempat itu" Perasaan curiga, keheranan, ingin tahu berkecamuk menjadi satu, tanpa sadar akhirnya dia menarik sebuah bangku dan duduk
Bangku itu amat kokoh, terbuat dari kayu berkwalitas nomor satu dan dibuat oleh tukang yang mahir
Begitu duduk, tanpa terasa dia mengambil poci arak itu dan menuang ke dalam cawan
Warna arak hijau lembut, baunya sangat harum menyegarkan pernapasan
Lui Hong amati arak dalam cawannya dengan termangu, kembali perasaan sangsi melintas dalam benaknya
Arak apakah itu" Kenapa begitu harum" Nona itu merasa belum pernah menjumpai arak semacam ini
Arak berwarna hijau pupus, berbau harum semerbak, betul betul arak langka, arak luar biasa
Tanpa terasa dia mencicipinya satu tegukan, ketika cairan itu mengaliri tenggorokannya, terasa harum, manis dan segar, selama hidup belum pernah dia cicipi arak selezat ini
Arak wangi! Entah darimana si dogol mendapatkan arak selezat ini" Sebentar harus ditanyakan hingga jelas, akan kubelikan sebotol untuk oleh oleh ayah, dia pasti akan gembira
Tanpa terasa secawan arak telah diteguknya hingga ludas
Sementara itu matahari senja telah tenggelam ke langit barat, yang tersisa tinggal bianglala berwarna merah pekat, semerah darah segar
Seluruh bangunan kuil itu seolah terendam ditengah genangan darah, sendu tapi indah, memilukan tapi cantik, hanya kecantikan yang timbul terasa begitu aneh, begitu misterius
Angin malam mulai berhembus kencang, menggoyang rumput ilalang di halaman depan, menciptakan suara gemerisik yang riuh, aneh dan menggidikkan
Angin pun berhembus masuk ke ruang dalam lewat jendela dan pintu, menggoyangkan api lentera, menciptakan bayangan yang bergoyang tiada henti
"Buuuk!" seekor kelelawar meluncur dari atas tiang belandar, terbang keluar dari ruang gedung
Suara itu muncul begitu mendadak, menggetarkan perasaan Lui Hong, membuatnya mulai bergidik, sekalipun dia bernyali besar, tak urung suara semacam itu menimbulkan juga perasaan seram
perasaan ngeri yang membuat bulu kuduknya berdiri
Coba bukan gara gara Siau Jit, yakin dia tak bakal berlama lama ditempat semacam ini, dia pasti sudah tinggalkan tempat itu sedari tadi
Betapa besar pengaruh Siau Sit bagi dirinya, benarkah ia memiliki daya tarik yang begitu memukau" Begitu membetot sukma" Toh dia tak lebih hanya seorang manusia biasa" Lambat laun langit mulai gelap, malam pun segera akan menjelang tiba
Cahaya lentera dalam ruang terasa makin terang bend erang, makin menyilaukan mata
Angin yang berhembus pun makin mengencang, suara gemerisik rumput ilalang diluar halaman yang dimainkan angin terdengar makin nyaring, bergema di angkasa, menembusi daun jendela, menggaung dalam ruangan, mengimbangi bayangan lentera yang bergoyang makin kencang
Lama sekali Lui Hong melamun, cawan arak masih berada dalam genggamannya, hanya bayangan Siau Jit yang memenuhi benaknya saat itu
Selama banyak hari, bayangan itu masih begitu jelas, begitu kentara dalam benaknya, seakan baru saja mereka bersua, bertatap muka
Angin kencang kembali berhembus lewat, dari balik hembusan angin lamat lamat dia seperti mendengar ada suara langkah kaki
Dengan sigap Lui Hong berpaling, menoleh kearah mana berasalnya suara itu
Tapi suara langkah kaki itu segera sirap, tenggelam dibalik suara kebasan sayap kawanan kelelawar yang mulai beterbangan, berputar dalam ruangan
Lui Hong saksikan sekawanan besar kelelawar terbang masuk ke dalam ruangan itu lalu terbang berputar kian kemari
`Bruuk, buuuk, buuukk......!" kawanan kelelawar itu sudah memenuhi seluruh ruangan
Dalam waktu singkat baik dari atas tiang belandar, sudut ruangan, hampir semuanya dipenuhi dengan suara kebasan sayap, suara dari kawanan kelelawar yang sedang beterbangan
Anehnya, biarpun kawanan kelelawar itu terbang berputar kian kemari, namun seolah tahu akan kehadiran Lui Hong, mereka tak pernah mendekati gadis itu dalam jarak tiga langkah
Peristiwa semacam ini memang merupakan satu pemandangan yang sangat aneh
Lui Hong mulai bergidik, mulai merinding, sewaktu masih bergelantungan diatas tiang belandar tadi, dia tidak merasa jijik, tidak merasa seram, tapi begitu mereka mulai terbang, mulai menukik dan berputar, suasana terasa jadi menyeramkan, jadi sangat menakutkan
Sepasang mata mereka yang merah darah, merah seperti bara api seakan sedang menatap Lui Hong, mengawasi setiap gerak geriknya
Biarpun kawanan binatang berdarah dingin itu tak pernah terbang mendekat, namun entah kenapa, gadis itu merasa tegang, seolah olah kawanan kelelawar itu setiap saat bisa menerjang tubuhnya, menggigit setiap bagian tubuhnya
Tanpa sadar gadis itu melompat bangun, tangan kanannya mulai meraba gagang golok
Ada begitu banyak kelelawar yang telah terbang masuk ke dalam ruangan, mereka beterbangan dan menari dalam ruang yang sempit dan kecil, namun a neh, ternyata tak satupun diantara mereka yang saling bertumbukan
Dilihat dari tingkah lakunya, kawanan kelelawar itu seakan sudah lama terlatih, dididik seseorang hingga disiplin dan teratur
Tangan kanan Lui Hong yang meraba gagang golok semakin menggenggam kencang, baru sekarang ia merasa kalau gelagat tidak beres, ada sesuatu yang sangat aneh
Darimana datangnya begitu banyak kelelawar" Mungkinkah ada masalah dalam kuil Thian-liong- ku-sat" Tapi, kenapa pula Siau Sit minta dia menunggunya disana" Atau jangan jangan semua ini hanya sebuah rekayasa, sebuah perangkap" Jangan jangan bukan Siau Jit yang mengundang kehadirannya" Namun.... rasanya hal ini mustahil, aah! Paling tidak aku harus hati hati! Akhirnya ingatan tersebut melintas dalam benak Lui Hong
Pada saat itulah mendadak berkumandang suara suitan tajam yang sangat aneh
Entah lantaran suara suitan aneh itu atau entah karena apa, kawanan kelelawar yang semula terbang menari dalam ruangan, tiba tiba meluncur keatas belandar, bergelantungan disana, atau terbang keluar, tinggalkan ruangan itu
Dalam waktu singkat suara kebasan sayap yang ramai terhenti sama sekali, suasana berubah jadi hening
Sesosok bayangan manusia muncul dari luar pintu ruangan! Rambutnya yang putih berkibar terhembus angin, biji matanya tajam berkilat, setajam mata malaikat, namun dia bukan dewa atau siluman, orang itu tak lain adalah Kelelawar tanpa sayap
Dalam pandangan Lui Hong, orang itu tak lebih hanya seorang tauke warung teh
Begitu sadar siapa yang muncul, nona itu terperangah
"Kamu" Empek tua?" serunya tertahan
"Betul, memang aku" jawab kelelawar tanpa sayap tertawa
"Kenapa kau datang kemari?" "Aku memang tinggal disini, kalau tidak kemari lantas harus pergi ke mana?" Lui Hong mendongak melihat keluar jendela, kemudian katanya lagi: "Aah, benar! Hari sudah mulai malam, memang saat seperti ini pasti sudah tak ada tamu lagi yang lewat, tak heran kau telah menutup warung. Tapi, bukankah suasana diwarungmu jauh lebih nyaman daripada tempat ini" Kenapa kau tidak tinggal diwarungmu saja sebaliknya malah tinggal dalam kuil bobrok yang kotor ini?" "Karena warung itu bukan milikku, aku hanya meminjamnya sementara, selama satu hari" "Hanya pinjam sehari?" seru Lui Hong keheranan, "ooh, rupanya pemilik warung sedang ada urusan, jadi minta tolong kau untuk menjagakan sehari?" "Aku meminjamnya sehari, bukan jaga warung itu sehari" tandas si kelelawar, kemudian setelah berhenti sejenak dia melanjutkan, "hanya saja pemilik warung itu memang tak bakal balik lagi kesana, selamanya tak akan balik lagi" "Kenapa?" "Dia sudah mampus, aku yakin mayatnya sudah tak utuh, paling tinggal kerangka saja, karena daging dan darahnya pasti telah habis dihisap dan dilahap kawanan kelelawar" "Apa?" jerit Lui Hong dengan bulu kuduk berdiri, "kawanan kelelawar itu doyan daging manusia?" "Kalau tidak, dengan apa mereka hidup?" "Apa penyebab kematian pemilik warung?" desak Lui Hong
Tiba tiba si kelelawar mementangkan tangannya lalu mencakar tiang penyangga yang berada disampingnya
"Took, toook, toook!" setiap jari tangannya yang mencakar menancap di tiang penyangga itu, menohok dalam dalam
Melihat ketangguhan kakek itu Lui Hong bertambah ngeri, semakin terkesiap
Siapa sebenarnya orang tua ini" Walaupun cakaran itu diarahkan pada tiang kayu yang mulai lapuk, sudah tak sekokoh dulu lagi, namun tanpa tenaga dalam yang sempurna, mustahil orang bisa melakukannya
Dilihat dari semua yang terjadi, jelas apa yang sedang berlangsung selama ini merupakan sebuah perangkap, aku telah terjebak! Baru saja ingatan tersebut melintas, tampak kayu penyangga ruangan itu mendadak terbelah jadi berapa bagian dan hancur, rupanya si kelelawar telah membetot kayu tersebut hingga hancur sepotong
Kemudian tampak orang itu merapatkan sepasang tangannya, potongan kayu yang berada dalam genggaman pun hancur jadi serbuk kayu dan berhamburan ke atas lantai
Kini Lui Hong yakin seratus persen bahwa si kelelawar memang seorang jago bertenaga dalam sempurna, dia pasti bukan seorang kakek biasa yang lemah, namun gadis itu masih menahan diri, tidak beranjak, tidak bertindak apalagi bicara
Sambil bertepuk tangan membersihkan serbuk kayu, kembali kelelawar berkata: "Begitulah nasib pemilik warung itu, sama seperti kayu tadi, tulang belulangnya hancur berkeping, dia memang mampus ditanganku" "Siapa kau sebenarnya?" "Kelelawarl" "Omong kosong! Il hardik Lui Hong
Tiba tiba si kelelawar menghela napas, ujarnya: "Kenapa ada begitu banyak orang percaya ketika aku sedang berbohong, sebaliknya tak satupun yang mau percaya sewaktu aku bicara jujur?" "Masa kelelawar bisa digunakan sebagai nama?" dengus Lui Hong tertawa dingin
"Jangan lagi kelelawar, kucing, anjing pun pernah dipakai orang sebagai namanya, kenapa aku tak boleh menyebut diriku sebagai kelelawar?" Lui Hong terperangah, tak sanggup menjawab
Kembali si kelelawar melanjutkan: i Apalagi dalam kenyataan aku memang tak jauh berbeda dengan seekor kelelawar" "Ngaco belo" tukas Lui Hong cepat, jangan bicara yang lain, cukup ambil badanmu sebagai contoh, bukankah tubuhmu berapa puluh kali lipat lebih gede daripada tubuh kelelawar?" "Besar kecilnya tubuh, bukan merupakan ciri khas dari seekor kelelawar" "Memangnya kelelawar memiliki ciri khas apa?" "Biarpun mereka bermata, namun dalam kenyataan tak jauh berbeda dengan si buta, mereka tetap bisa terbang kian kemari tanpa menumpuk sesuatu benda, hal ini dikarenakan mereka memiliki sepasang telinga yang tajam dan sensitip" "Coh, jadi kaupun memiliki telinga yang tajam dan sensitip?" ejek Lui Hong tertawa dingin
"Tentu saja aku memilikinya, kalau tidak, mana mungkin bisa sampai disini" "Memangnya kau buta?" Si kelelawar mengangguk tanda membenarkan
Lui Hong tertawa dingin "Aku rasa sepasang mata mu normal, tak ada yang aneh" ujarnya
Si kelelawar tidak banyak bicara, dengan tangan kirinya dia korek keluar biji matanya dari kelopak mata sebelah kiri, biji mata itupun segera tercomot lepas
Dengan cepat dia membalik tangannya, meletakkan biji mata yang baru saja dikorek keluar itu ditengah telapak tangan, katanya: "Coba kau lihat, apakah mataku termasuk normal?" Bulu kuduk Lui Hong bangun berdiri, saking terperana dan ngerinya, gadis itu sampai tak mampu berkata-kata
Biji mata itu memancarkan sinar kehijauan yang aneh, sekalipun tergeletak ditelapak tangan, meski sudah terlepas dari kelopak matanya, namun seolah memiliki tenaga hidup yang sukar dilukiskan dengan kata, biji mata itu menatap Lui Hong dengan seramnya
Gadis itu benar-benar ngeri, hatinya bergidik, badannya merinding, tiba tiba perutnya terasa mual, ingin muntah
Sambil memegangi biji matanya, kelelawar itu menghela napas sedih, kembali ujarnya: "Walaupun tak dapat melihat, untung aku memiliki sepasang telinga yang tajam dan sensitip, lebih tajam dan sensitip ketimbang pendengaran kelelawar" "Kau........" Lui Hong hanya bisa menyebut satu kata, karena dia tak mampu melanjutkan perkataan berikut
"Suara angin, suara hujan, suara air mengalir, suara serangga bahkan suara saat bunga sedang mekar, pokoknya semua suara yang berasal dari alam semesta dapat kudengar sangat jelas, oleh sebab itu meski aku tak punya mata, namun mataku jauh lebih hidup dan bermakna daripada manusia bermata" Lui Hong melongo, mendengarkan uraian itu dengan tertegun
Kembali si kelelawar melanjutkan: "Manusia biasa punya mata, mereka dapat melihat, karena itu jarang sekali menggunakan telinga untuk mendengar. Ada sementara orang bahkan menganggap telinga dan pendengaran mereka sebagai sampah, sebagai barang rongsok yang sama sekali tak berfaedah" Lui Hong membungkam, tidak menjawab
Si kelelawar bicara lebih jauh: "Barang apa pun, semakin jarang kau gunakan, semakin surut kemampuannya, sama seperti pendengaran, makin jarang digunakan, makin tumpul pula kehebatannya" Tiba tiba Lui Hong menyela sambil tertawa dingin: "Sewaktu pejamkan mata, aku pun sama saja dapat mendengar banyak macam suara" "Apa yang sanggup kau dengar?" "Aku dapat mendengar semua yang mampu kau dengar" Si kelelawar tertawa terbahak-bahak
"Hahaha... benarkah begitu?" jengeknya, "kalau begitu coba kau pejamkan matamu, dengarkan, apa benar ada sepasang kelelawar sedang bersenggama diatas tiang penglari" Merah dadu sepasang pipi Lui Hong, merah karena jengah
Kembali si kelelawar berkata: "Selain itu, dibalik dinding sebelah timur, ada seekor tikus sedang menggali lubang, dibalik semak belakang tubuhku, ada seekor ular betina sedang bertelur......" Lui Hong terbelalak, melotot keheranan
Namun gadis itu tidak pejamkan matanya, ia tak sudi mendengar semua suara itu, hardiknya: "Kau tak usah ngaco belo, bicara tak karuan, mana mungkin suara suara semacam itu dapat kau dengar?" "Selama ada yang mengeluarkan suara, suara itu pasti dapat ditangkap, dapat didengar" Mau tak mau Lui Hong harus mengakui kebenaran akan perkataan itu, ucapannya memang betul dan masuk akal
\\'-l -entu saja kau tak dapat mendengarnya II kata si kelelawar lagi, "karena kau tidak memiliki sepasang telinga seperti kelelawar" Lui Hong terbungkam, dia tak tahu harus berkata apa
Si kelelawar menghela napas berulang kali, ucapnya: "Sayang, walaupun aku memiliki ketajaman pendengar an yang luar biasa, namun tak bisa kudengar betapa cantiknya wajahmu dan betapa montok serta langsingnya perawakan tubuhmu" Dalam waktu yang relatif singkat, Lui Hong seperti mendapat satu firasat, muncul satu dugaan aneh dalam hati kecilnya
Jangan jangan orang ini sinting" Tidak waras otaknya" Si kelelawar menggosok perlahan sepasang telapak tangannya, membersihkan sisa serbuk kayu yang masih menempel, kemudian terusnya: "Untung aku masih memiliki sepasang tangan yang cekatan dan sangat sensitip, oleh karena itu meski aku tak dapat melihat dan tak dapat mendengar betapa cantik, betapa seksi nya tubuhmu, sepasang tanganku masih dapat menyentuh dan meraba sekujur badanmu" "Kau berani!" hardik Lui Hong gusar
"Tak ada pekerjaan di dunia ini yang tak berani kulakukan" "Mungkin kau masih belum tahu manusia macam apa diriku ini!" "Siapa bilang tidak tahu?" si kelelawar tertawa, "kau adalah Lui toa-siocia, piauwsu perempuan dari perusahaan ekspedisi Tin-wan Piaukiok, ilmu silatn ya tangguh, mendapat didikan langsung dari Tin-wan-siang-eng, dengan sebilah golok kau sudah malang melintang di seantoro jagad tanpa tandingan, tentang hal tersebut, sudah berulang kali kudengar orang bercerita" "Dan sekarang kau masih berani berpikiran busuk terhadapku?" "Hingga detik ini, belum pernah ada seorang manusia pun di dunia ini yang tak berani kusentuh"

Sembari berkata, lagi lagi dia menggerakkan biji matanya yang terletak ditelapak tangan itu untuk mengamati tubuh Lui Hong dari atas hingga ke bawah, bukan hanya satu kali, tapi berulang kali
Seketika itu juga Lui Hong merasa seolah-olah dia sedang dipeloti orang, sedang diamati seseorang
Perasaan tersebut aneh sekali, semacam dia ditelanjangi orang, ditelanjangi hingga sama sekali bugil, gadis itu merasa pakaian yang dikenakan sedang ditanggalkan selembar demi selembar, dilucuti hingga akhirnya dia seperti berdiri bugil didepan si kelelawar
Dia tak tahu mengapa bisa muncul perasaan semacam itu, tanpa sadar dia benahi pakaian yang dikenakan, selembar wajahnya berubah jadi semu merah, merah karena malu
Semua perubahan itu tampaknya seperti terlihat oleh si kelelawar, terekam oleh biji matanya itu, ujarnya: "Seorang gadis cantik ibarat semacam batu kumala yang indah dan berharga, bila muncul sedikit cacat saja, nilainya bakal merosot tajam, bakal berkurang kenikmatannya
"Hei, jangan ngaco belo, apa yang sedang kau bicarakan"
"Aku tidak ngaco belo, padahal bagi seorang gadis cantik, dia jauh lebih indah dan menawan bila tidak berlatih ilmu silat, sebab begitu kau berlatih kungfu, otot dan daging tubuhmu berubah mengeras, berotot, sama sekali kehilangan kekenyalan dan kelembutannya, kehilangan gaya lemah gemulai yang memikat" Sesudah berhenti sejenak, tambahnya: \\~I -api, berotot pun ada kelebihannya juga" "Omong kosong!
Si kelelawar sama sekali tidak menggubris, ujarnya lagi: "Tentu saja tak seorang pun ingin merusak, apalagi menghancurkan sebongkah batu kumala indah, sekalipun orang buta pun tak akan melakukan, tentu terkecuali kalau dia sama sekali tidak tahu kalau dirinya adalah sebongkah batu kumala indah, bila dia selalu menganggap dirinya hanya sebongkah batu cadas yang tak berharga
"iba tiba Lui Hong menatap tajam si kelelawar, bentaknya: "Besar amat nyali anjingmu, berani betul kau menyamar sebagai Siau Sit!
"Yaaa, apa boleh buat" si kelelawar menghela napas panjang, "sebab aku tahu, kecuali mencatut nama besar Siau Jit, rasanya sulit untuk memancing dirimu hingga mau memasuki kuil Thian-liong- ku-sat
"Kau tidak takut dengan Siau Jit?" "Biarpun nama besar Siau Jit menggetarkan utara selatan sungai Tiang-kang, aku tak ambil peduli, tak pernah kumasukkan dalam hati, apalagi dalam kejadian ini, pada hakekatnya dia sama sekali tak tahu
"Dasar mata buta!" umpat Lui Hong gusar, "sudah kuduga, kau memang bangsat tak berguna
Si kelelawar menarik wajah, tapi tiba tiba ia tertawa tergelak, katanya: "Hahaha.... sekarang kau boleh saja mengumpat sepuas hati, tapi ada satu hal perlu kuingatkan, semakin galak kau mengumpat, semakin kotor makianmu, nanti kau akan semakin menyesal
Lui Hong tidak menjawab, "Criiiing!" ia loloskan golok dari sarungnya
"Waah.... masih berani mencabut golok" teriak si kelelawar, "bocah perempuan, besar amat nyali m1]. II Lui Hong hanya tertawa dingin tanpa menjawab, pergelangan tangannya digetarkan, tapi disaat tubuhnya akan menerkam maju, tiba tiba si kelelawar memperdengarkan suara suitan yang tinggi, tajam dan aneh
Seluruh kelelawar yang bergelantungan dan beterbangan dalam ruangan, serentak mengepakkan sayapnya, "Buuk, bukk, bukkk.....!" serentak beterbangan memenuhi ruangan
Setelah berputar satu lingkaran, serentak pula kawanan kelelawar itu menerkam ke arah Lui Hong
"ak terlukiskan rasa kaget gadis itu, buru buru goloknya diayun kian kemari, "Craaat, craaat!
dimana golok itu menyambar, tujuh-delapan ekor kelelawar terpapas kutung dan mampus ke lantai
Percikan darah menodai seluruh permukaan, bau busuk menyengat penciuman
Permainan golok yang dimiliki Lui Hong terhitung hebat dan sempurna, kalau bukan begitu, sebagai seorang gadis muda, bagaimana mungkin dia bisa tancapkan kaki dalam dunia persilatan" Kawanan kelelawar itu sama sekali tidak menyurut karena peristiwa itu, bagaikan hujan panah, kembali mereka menerkam ke arah gadis itu
Dalam waktu singkat lapisan hitam pekat menyelimuti seluruh pemandangan dihadapan Lui Hong, tentu saja lapisan hitam itu tidak berhenti, bagaikan gelombang laut ditengah amukan badai, menyerang, menggulung dan mengurung seluruh tubuh gadis itu
Buru buru Lui Hong memutar goloknya bagaikan titiran hujan deras, dia ciptakan lapisan cahaya emas untuk melindungi sekujur tubuhnya
Kawanan kelelawar itu mulai kalap, mereka adalah gerombolan binatang berdarah dingin yang menghisap darah manusia, melahap daging manusia hidup
Lui Hong sama sekali tidak lupa dengan ucapan si kelelawar, justru karena terpengaruh oleh perkataan tersebut, mau tak mau dia harus berjuang keras untuk mencegah kawanan kelelawar itu menyentuh tubuhnya, menggigit dagingnya
Ditengah kilatan cahaya golok, seekor demi seekor, kawanan kelelawar itu terpapas kutung jadi dua, rontoh ke tanah bermandikan darah
Lui Hong membentak nyaring, putaran goloknya semakin mengencang
Mungkin lantaran suara bentakannya kelewat merdu, kawanan kelelawar itu sama sekali tidak menyurut mundur lantaran itu, meski permainan goloknya sangat gencar, namun pada akhirnya muncul juga titik celah yang terlepas dari perlindungan
Dengan cepat seekor kelelawar menyusup masuk ke dalam celah itu, menerkam tubuhnya
Kelelawar yang lembek, empuk, basah segera menempel dibadannya, tak seorang pun bisa membayangkan bagaimana perasaan si nona saat itu
Lui Hong semakin bergidik, tiba tiba saja dia merasakan gigitan yang amat sakit muncul dari bagian tubuhnya yang tertempel kelelawar itu, rasa sakit yang merasuk hingga tulang sumsum
Ternyata binatang berdarah dingin itu benar-benar akan menghisap darahku, menggigit dagingku! Dalam kepanikan dan rasa takut yang luar biasa, pikirannya mulai kalut, permainan goloknya ikut kacau, dibalik serangan golok semakin besar celah yang terbuka, semakin banyak pula kawanan kelelawar yang menerkam badannya, menempel dan menggigit tubuhnya
Sekonyong-konyong...... seekor kelelawar menerjang datang, langsung menerkam wajah gadis itu
Lui Hong merasakan bulu romanya bangun berdiri, ia merinding dan mulai menjerit keras
Cepat dia angkat tangan kirinya untuk menghalau kelelawar itu
"Ploookl" termakan sabetan tangannya, kelelawar itu terhajar hingga rontok, namun akibat dari tindakan itu, permainan goloknya jadi terpengaruh, semakin banyak kelelawar yang berhasil menjebol pertahanan tubuhnya, menerkam badannya
Lui Hong betul-betul kewalahan, bukan saja dia sudah tak mampu menghalau datangnya sergapan, niat dan tekadnya untuk bertahan pun ikut rontok, dia pecah nyali, kehilangan rasa percaya diri
Dalam waktu singkat, seluruh tubuhnya telah penuh ditempeli kawanan kelelawar
Sejak dilahirkan, belum pernah Lui Hong mengalami kejadian se seram ini, dia mulai menjerit ngeri, menjerit ketakutan, paras mukanya berubah pucat pasi
Sambil menjerit kalap, ia mulai lari, kabur menuju ke luar ruang kuil
Baru tiga langkah dia kabur, tiba tiba kakinya jadi lemas, kehilangan keseimbangan, tiba tiba saja tubuhnya terjerumus ke bawah, terperosok ke dalam sebuah liang
Rupanya lantai dimana ia pijak telah berubah jadi sebuah liang perangkap, liang yang besar sekali
Gadis itu sempat mendengar suara tertawa dari si kelelawar, suara tertawa penuh kebanggaan, suara tertawa penuh rasa puas
Dalam waktu singkat, suara tertawa itu kedengaran makin jauh, makin sayup sebelum menghilang..
Lui Hong tak kuasa menahan diri lagi, dia menjerit lengking, menjerit penuh ketakutan
Si kelelawar dapat mendengar teriakan itu, namun dia hanya tertawa, tertawa aneh
Mendadak ia terhenti tertawa, sepasang lengannya dipentangkan, sekali lagi ia perdengarkan suara pekikan tajam dan melengking
Bersamaan dengan menggemanya suara pekikan itu, kawanan kelelawar itu seolah mendapat pukulan yang menakutkan, serentak binatang berdarah dingin itu terbang meninggalkan ruangan, kabur ke empat arah delapan penjuru
Dalam waktu singkat seluruh ruangan telah kosong, pulih kembali dalam keheningan yang mencekam
Si kelelawar mengangkat tangan kirinya, dengan jepitan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengahnya, dia masukkan kembali biji mata itu ke dalam kelopak matanya, kemudian rentangkan sepasang ujung bajunya yang lebar bagai sayap kelelawar, seluruh tubuhnya mulai melambung, mulai melayang, orang itu seakan telah berubah menjadi seekor kelelawar raksasa
Dia mengitari ruang kuil itu satu lingkaran, kemudian "Wesss!" meluncur keluar lewat pintu gedung
Suara gemuruh yang amat nyaring bergema memekikkan telinga, ruang gedung yang semula berdiri kokoh, tiba tiba rubuh dan hancur berantakan
Ditengah debu dan pasir yang beterbangan, dalam waktu sekejap gedung kuil yang besar itu sudah berubah jadi seonggok puing, puing yang berserakan
Si kelelawar tidak pergi jauh, dia berada ditengah semak ilalang, menyaksikan berlangsungnya semua peristiwa itu
Menyaksikan bangunan kuil itu mulai roboh, mulai hancur menjadi puing yang berserakan, tiba tiba ia tertawa lagi, gumamnya sambil tertawa aneh: "Sekarang, semua jejak telah hilang, semua petunjuk telah punah, sekalipun Siau Sit datang sendiripun, jangan harap ia berhasil melacak sesuatu
Diiringi suara tertawa yang aneh, perlahan dia beranjak pergi, berjalan menuju ke luar halaman dan lenyap dibalik puing yang menggunung
Bab 4. Istana Iblis Permukaan tanah tiba tiba amblas ke bawah, kenyataan semacam ini sama sekali diluar dugaan Lui Hong
Sekalipun gadis ini memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat bagus, sangat sempurna, bagaimana mungkin kepandaian itu bisa dia gunakan dalam keadaan mendadak dan sama sekali tak terduga" Tubuhnya segera meluncur ke bawah dengan kecepatan tinggi
Dalam waktu sekejap ia sudah terperosok ke dalam suatu wilayah yang sangat gelap, gelap gulita hingga susah melihat ke lima jari sendiri, ia mulai menjerit, berpekik ngeri, gadis itu tak tahu tempat apakah didasar liang itu
Mungkin saja tempat itu berupa bukit golok hutan pedang, mungkin juga ada berpuluh bahkan beratus ekor ular berbisa yang kelaparan, menanti datangnya korban . . . . . . .
Semacam perasaan ngeri, perasaan takut yang luar biasa mencekam benaknya
Waktu itu Lui Hong benar benar merasa horor, merasa ketakutan yang mencapai pada puncaknya
Belum selesai suara jeritannya berkumandang, gadis itu sudah mencapai dasar liang, jarak dari permukaan tanah rasanya tidak terlampau tinggi, karena itu bantingan yang dirasakan tak sampai menimbulkan rasa sakit yang luar biasa
Namun tubuhnya masih belum berhenti
Kelihatannya permukaan tanah didasar liang itu tidak rata, melainkan miring ke arah bawah bahkan licinnya luar biasa, begitu menyentuh dasar liang, tubuh Lui Hong masih meluncur terus ke arah liang yang lebih dalam
Gadis itu tak tahu dimana ia terjatuh dan menindih diatas benda apa, yang bisa dirasakan adalah tempat itu sangat dingin, kedua sisinya berbentuk bulat dan kelihatannya terbuat dari sejenis logam yang rapat dikedua sisinya
Sebetulnya dia ingin sekali menghentikan daya luncur tubuhnya, dia mencoba meraih tepi logam, namun entah logam yang diraih terlalu licin hingga sukar tergenggam, ataukah karena pikiran dan perasaannya kelewat kalut, usaha tersebut selalu mengalami kegagalan
Tabung bulat itu menjulur jauh ke bawah, lalu pada ujungnya menikung ke samping
Mengikuti bentuk tabung itu, tubuh Lui Hong meluncur terus kebawah kemudian berbelok, ia merasakan badannya lagi lagi terlempar ke udara kemudian terperosok lebih ke bawah
"Buuukkl" akhirnya gadis itu terjatuh diatas benda yang empuk dan lembut, kuatir terjadi hal yang tak diinginkan, tergopoh gopoh dia raih benda tersebut kemudian memegangnya kencang- kencang
Ia merasa benda yang diraihnya lembut seperti selembar selimut, kemudian gadis itupun merasa bahwa bahan selimut itu terhambar dibagian bawah tubuhnya, seakan dia berada diatas sebuah ranjang yang dilapisi selimut
Sekarang Lui Hong baru dapat merasa agak tenang, karena badannya sudah tidak meluncur lagi ke bawah
Dia tiarap ditempat itu, tak berani bergerak, lama kemudian, ketika rasa kaget dan takutnya mulai mereda, gadis itu baru mencoba merangkak bangun
Suasana disana gelap gulita, tak ada yang bisa dilihat, bahkan lima jari sendiripun susah terlihat jelas, dia pun tak mendengar suara apa pun, keadaan begitu hening, sepi....
Keheningan yang menakutkan, sepi yang mendekati suasana kematian
Lui Hong celingukan ke sana kemari, dia mencoba untuk bisa melihat suasana ditempat itu, namun semuanya gelap, semuanya hitam pekat, rasa gugup, panik, seram dan takut kembali muncul dihati kecilnya, mencekam perasaannya
Tempat itu kelewat sepi, sedemikian heningnya sampai suara geleng kepala pun kedengaran begitu menusuk pendengaran
Lama sekali dia termenung, duduk terpekur, sebelum akhirnya gadis itu mulai meraba, mencoba menggerayangi setiap sudut tempat itu
Akhirnya dia berhasil menyentuh sesuatu, meraba sebilah gagang golok, golok andalannya
Gagang golok itu masih terasa hangat, begitu dikenal bentuk dan genggamannya, gadis itu nyaris merasa yakin bahwa senjata tersebut merupakan golok miliknya
Didalam kenyataan, sejak ia terperosok jatuh ke dalam perangkap hingga tubuhnya tergelincir masuk ke dalam tabung logam, golok tersebut masih berada dalam genggamannya, sampai tubuhnya terjatuh diatas benda seperti selimut itu, dengan gugup ia baru meraih benda tadi serta menggenggamnya kencang kencang, saat itulah dia lepaskan gagang goloknya
Dengan senjata dalam genggaman, perasaan gadis itu menjadi jauh lebih tenang, bagaimana pun dia adalah seorang jago silat, dengan setengah berjongkok dia melanjutkan gerayangannya, meraba sekeliling tempat itu
Dengan cepat dia telah tinggalkan benda yang menyerupai selimut itu, sekarang dia seratus persen yakin, benda tersebut memang selembar selimut halus
Suasana masih hening dan sepi, masih tak kedengaran sedikit suara pun
Lalu dia mulai mengendus sesuatu, udara diseputar tempat itu lamat lamat terasa harum, harumnya kayu cendana
Gadis itupun yakin, kayu cendana yang terendus bukan terdiri dari satu jenis saja
Dimanakah dia sekarang" Tempat apakah itu" Sementara Lui Hong masih keheranan, tangan kirinya yang sedang meraba bagian depan tiba tiba menyentuh sesuatu, meraba semacam benda yang sangat aneh
Seketika pipinya terasa panas, ia merasa jengah sekali
Benda yang dirabanya kelewat mirip dengan payudara seorang gadis, lalu dia pun meraba benda ke dua
Payudara yang montok dan besar, puting susu yang keras dan mengencang . . . . .
Tanpa sadar tangannya melanjutkan perabaan, sekarang dia mencoba meraba lebih ke bawah, menggerayang semakin bawah..
Perut yang datar dan pinggang yang ramping, pusar yang cekung ke dalam, jelas dia telah meraba tubuh bugil seorang gadis, tubuh telanjang seseorang
Lui Hong merasa pipinya makin panas, tapi tangannya tidak berhenti sampai disitu, dia mencoba meraba lebih jauh
Benda yang tersentuh terasa begitu keras, kaku, dingin dan tak bergerak, sudah jelas bukan tubuh manusia hidup, lebih mirip tubuh bugil sesosok mayat, orang mati! Lalu benda apakah itu" Tiba tiba Lui Hong teringat, dalam sakunya masih ada obor dan korek api
Cepat dia merogo ke dalam saku, ambil keluar sebuah obor dan menyulutnya
Berada dalam suasana kegelapan yang luar biasa, pancaran sinar dari obor itu meski lemah dan agak redup, namun bagi Lui Hong, cahaya yang terpancar sangat menusuk pandangan mata
Dalam waktu relatif singkat, pada hakekatnya ia telah menyaksikan semua benda yang tidak terlihat sebelumnya, tapi disaat dia dapat melihat jelas suasana disekeliling tempat itu, Lui Hong terperangah, berdiri tertegun bagaikan sebuah patung batu
Semua benda yang terlihat olehnya, tidak cukup dilukiskan dengan sebuah kata "aneh"
Kenapa bisa muncul tempat semacam ini" Lui Hong mulai mengeluh, merintih, mendecak keheranan
Cahaya api telah mengusir semua kegelapan, sekalipun tidak terlalu terang, namun dengan meminjam cahaya yang ada, Lui Hong telah cukup melihat jelas suasana disekeliling sana
Tempat dimana ia berada sekarang, boleh dibilang merupakan sebuah ruangan"
Apakah terbuat dari batu" Atau tanah liat" Atau terbuat dari logam" Nona itu tak tahu, dia tak bisa menjawab secara pasti
Cleh karena itulah ia hanya bisa mengatakan kalau tempat itu merupakan sebuah ruangan"
Luas ruangan itu cukup lebar, paling tidak mencapai dua kaki persegi
Tempat dimana Lui Hong berada tadi memang merupakan lembaran sebuah selimut tebal, benda yang barusan dia raba pun memang tubuh bugil seorang gadis
Payudara yang montok, pinggul yang lembut, paha yang mulus, wajah yang cantik, hampir setiap inci, setiap jengkal tubuh itu tampak begitu menawan, begitu memikat dan merangsang
Tapi gadis bugil itu bukan manusia hidup, bukan pula sesosok mayat, melainkan hanya sebuah patung, patung yang terbuat dari kayu
Pahatan patung itu sangat indah, terperinci dan mendek ati aslinya, sebuah karya seni yang maha besar, benda seni yang langka
Disisi patung pahatan pertama, terlihat pula pahatan patung patung bugil lainnya, patung itu memiliki wajah yang berbeda, perawakan tubuh yang berbeda, bentuk yang berbeda pula
Il Seluruh lantai "ruangan dipenuhi dengan pahatan patung wanita bugil
Terkecuali berapa kaki pada lingkaran tengah, disana terletak sebatang kayu bulat yang besar lagi tua, disisi kayu bulat terdapat sebuah batu yang sangat besar, tingginya mencapai dua-tiga depa
Bagaimana pula dengan ke empat sudut ruangan" Disudut sebelah kiri dipenuhi dengan pelbagai bentuk pantat wanita, ada pantat berbentuk bulat montok, ada pula pantat berbentuk rata
Tapi semua bentuk pantat yang terdapat disitu tampak terpahat secara indah, lembut dan nyata, membuat siapa pun yang melihat merasa terkesan
Disudut sebelah kanan merupakan tumpukan payudara, ada bentuk payudara yang sudah terkulai lemas, ada yang tinggi menantang, ada yang montok, ada yang kecil mungil, biarpun beraneka ragam tapi semuanya kelihatan indah
Disebelah depan merupakan tumpukan kaki perempuan, sedang dibagian belakang merupakan bentuk kepala
Setiap benda yang berada disana boleh dibilang terbentuk seperti aslinya, namun bila diamati lebih seksama, kita baru sadar kalau semuanya merupakan pahatan kayu
Begitulah, pada empat penjuru ruangan hanya terdapat empat jenis benda, dan setiap bentuk hanya ada satu macam, tiada duanya
Walaupun Lui Hong adalah seorang wanita, namun dia sendiripun tidak begitu jelas terhadap bentuk badan sendiri, apalagi terhadap bentuk badan perempuan lain
Dia sendiripun tidak menyangka kalau satu jenis barang yang sama, ternyata memiliki lekukan dan bentuk yang berbeda
Ada lekukan lekukan yang indah merangsang, ada pula bentuk yang menawan, biarpun Lui Hong seorang wanita, tak urung timbul juga perasaan sayang dan terangsang setelah melihat benda benda itu
Pandang punya pandang, akhirnya tanpa sadar dia mulai merintih, mulai mendesis dalam hati
Hampir saja dia mengira dirinya sedang bermimpi, tapi dia sadar dan yakin, dirinya bukan sedang mimpi, semua yang dilihat merupakan kenyataan
Dalam dunia nyata ternyata terdapat tempat semacam ini, biar mimpi pun dia tak bakal percaya
Hasil karya siapakah ini" Jangan jangan ulah si kelelawar itu" Kelelawar tanpa sayap" Tanpa sadar kembali Lui Hong bergidik, merinding seluruh tubuhnya
Kelelawar tanpa sayap tak punya mata, darimana dia bisa memahat begitu banyak perempuan cantik terbuat dari kayu" Nyaris Lui Hong tidak percaya dengan kenyataan itu
Saat ini selembar wajahnya sudah berubah semerah cahaya senja sang surya, biarpun dalam "ruangan" tiada orang lain, namun bagaimana pun juga dia tetap seorang gadis muda
Tak aneh bila gadis muda merasa malu, jengah terhadap masalah semacam ini
Lalu, kenapa si kelelawar memancingku hingga terperangkap di tempat ini" Lui Hong tidak habis mengerti
Sementara dia masih keheranan, tiba tiba terdengar suara yang sangat aneh bergema ditengah keheningan
"Kraaak . . . . . .!" seperti ada pintu dibuka orang
Cepat gadis itu berpaling, dia saksikan sebuah lampu lampion muncul dari balik pintu
Lampion itu terbuat dari kertas putih dengan cahaya berwarna putih pucat, suasana pucat itu entah disebabkan pengaruh cahaya lampion. entah karena alasan lain
suasana pucat itu entah disebabkan pengaruh cahaya lampion, entah karena alasan lain
Tapi satu hal yang pasti, tangan si pemegang lampion itupun berwarna putih, putih pucat
Mengikuti arah tangan itu Lui Hong memandang wajah pemiliknya, lagi lagi ia jumpai wajah si kelelawar
Kelelawar tanpa sayap! Dari sisi sudut ruangan dimana bertumpuk aneka bentuk payudara wanita, terbuka sebuah pintu rahasia
Kelelawar tanpa sayap dengan memegang lampion, munculkan diri dari balik pintu rahasia itu
Mungkin karena pengaruh cahaya lampion, dia kelihatan jauh lebih tua daripada penampilannya terdahulu
Sepasang bola mata kacanya seolah membiaskan cahaya berwarna hijau, khususnya ketika tertimpa sinar lampion, cahaya hijau menyeramkan yang menatap wajah Lui Hong
Kalau itu mata manusia, mustahil bisa membiaskan cahaya hijau yang begitu menggidikkan hati
Sejak awal Lui Hong sudah tahu, sepasang matanya tak lebih hanya mata palsu, bukan biji mata sungguhan
Namun didalam perasaannya, sepasang mata itu seolah dipenuhi kehidupan, sedang melotot ke arahnya tanpa berkedip
Semacam perasaan ngeri dan seram yang sukar dilukiskan dengan kata, tiba tiba muncul dari dasar hatinya
Tangan kanannya yang memegang golok, menggenggamnya semakin kencang
Tiada hembusan angin dalam ruangan itu, bahkan udara pun seakan ikut terhenti
Cahaya lentera sama sekali tak bergoyang, seolah bukan merupakan kenyataan, seakan bukan nyata wujudnya, melainkan hanya sebuah lukisan
Saat itulah mendadak si kelelawar tertawa
Suara tertawanya mirip tertawa seorang bocah, pada hakekatnya keanehan suara tertawanya tak dapat dilukiskan dengan kata
Sambil tertawa perlahan dia berjalan masuk ke dalam ruangan, pintu rahasia dibelakang tubuhnya seketika merapat kembali, dia pun bagaikan seorang bocah bayi, seorang bocah yang berada dalam kerumunan begitu banyak payudara perempuan
Begitu masuk ke dalam ruangan, tangannya serta merta meremas sepasang payudara yang berada disisinya, sementara dari balik tenggorokannya memperdengarkan suara rintihan seperti orang kehausan, suara aneh dari orang yang birahi
Kontan Lui Hong bergidik, bulu romanya pada berdiri, entah mengapa, tiba tiba muncul satu perasaan aneh dihatinya, dia merasa seakan akan tangan orang tua itu sedang meraba payudaranya, meremas puting susunya
Makin merah selembar wajahnya, merah jengah
Si kelelawar sama sekali tidak menghentikan perbuatannya, suara rintihan dan suara aneh dari orang yang sedang birahi berkumandang tiada hentinya, bergema memenuhi seluruh ruangan
Sejujurnya Lui Hong tak ingin menyaksikan lebih lanjut, namun sepasang matanya seolah sudah terhipnotis, sama sekali tak sanggup bergeser dari tempat itu
Dalam pada itu si kelelawar telah mengalihkan tangannya untuk meremas payudara yang lain, sambil membelai dengan lembut, katanya: "Tak ada benda ke dua di dunia ini yang lebih indah, lebih menarik daripada tubuh telanjang seorang wanita" Suaranya kedengaran begitu aneh, rendah, berat lagi serak, seolah dicekam oleh kesulitan untuk mengutarakan isi hatinya, seolah diselimuti kekuatan iblis yang sukar dilawan
Tanpa sadar Lui Hong mengangguk berulang kali
Terdengar si kelelawar berkata lebih jauh: "Coba kau lihat, begitu indah dan merangsang bentuk payudara payudara itu, begitu menggetarkan napsu birahi orang yang melihatnya" Lui Hong tidak menjawab, namun dihati kecilnya dia harus mengakui bahwa apa yang dikatakan si kelelawar memang benar, memang merupakan kenyataan
Lagi-lagi si kelelawar berkata: "Sayangnya bukan setiap wanita memiliki bentuk payudara yang begini indah, ada yang kelewat kecil, ada pula yang kelewat besar, tapi sebagian besar bentuk terindah telah terkumpul semua disini" Sesudah tarik napas, lanjutnya: "Tahukah kau, berapa waktu yang harus kubuang demi mengumpulkan pelbagai bentuk payudara itu?" "Berapa lama?" tak tahan Lui Hong bertanya
"Aku sendiripun sudah lupa berapa lama yang pasti, mungkin dua puluh tahun, mungkin tiga puluh tahun" Ia garuk-garuk rambutnya yang tidak gatal dan meneruskan: "Pokoknya aku butuh waktu yang lama, lama sekali" Sambil berkata, lagi lagi dia meremas bentuk payudara yang lain, ujarnya: "Sayang sekali bukan setiap wanita memiliki bentuk payudara indah, bahkan boleh dibilang tak seorang wanita pun yang bisa disebut sempurna" Setelah menghela napas, terusnya: "Ada wanita yang memiliki payudara indah, tapi pinggangnya justru kasar seperti gentong air. Ada yang pinggangnya ramping, apa mau dikata justru memiliki pantat yang tepos, ada pula yang memiliki sepasang tangan yang halus dan indah, tapi pahanya justru bengkak besar dan menakutkan, atau kalau tidak kakinya kurus kering bagaikan sepasang bambu" Lui Hong melongo, dia hanya bisa termangu-mangu
Kembali si kelelawar menghela napas, katanya: "Di kolong langit memang tak mungkin bisa ditemukan manusia sempurna, entah dia lelaki ataupun wanita" Mau tak mau Lui Hong harus mengakui bahwa apa yang dikatakan memang benar
" kata si kelelawar, "watak sama "Jangan ditanya lagi urusan watak, masalah perangai seseorang seperti bentuk badan, ada begitu banyak perbedaan, ada begitu banyak perubahan" Lui Hong membungkam, tidak komentar
Si kelelawar berkata lebih jauh: "Paling tidak hingga sekarang, aku masih belum pernah menjumpai yang sempurna....... maksudku perempuan dengan tubuh sempurna" Lui Hong tertawa dingin
"Kau tak usah tertawa dingin" tegur si kelelawar, "apa yang kukatakan merupakan kenyataan, oleh karena itulah aku sengaja menyimpan bagian terbaik dari mereka disini" Tangannya kembali meraba sepasang payudara, lalu katanya lagi: "Sama seperti payudara payudara itu, semuanya begitu indah, semuanya begitu menawan, tapi bagi sang pemiliknya, mereka hanya memiliki bagian payudara yang indah, sementara bagian tubuh lainnya parah, tidak masuk peringkat" \\* tadi..... jadi semua benda itu kau buat berdasarkan manusia asli, kau jadikan mereka sebagai contoh barang pahatanmu?" tak tahan Lui Hong bertanya


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

"Tentu saja, kalau tidak, mana mungkin semuanya bisa terukir begitu jelas, begitu nyata?" "Tapi sepasang mata mu........" Lui Hong tertawa dingin
"Sepasang mata ku tak bisa melihat benda apa pun" "Tapi kau memiliki pendengaran yang lebih tajam daripada pendengaran kelelawar" "Itu merupakan kenyataan, bahkan aku berani berkata, biar kelelawar pun tak bakal memiliki pendengaran setajam telinga ku" "Coh, jadi kau mengandalkan ketajaman pendengaranmu untuk membayangkan bentuk barang yang kau pahat?" ejek si nona sambil berulang kali tertawa dingin
"Mana ada kejadian semacam ini" Semisal ada pun, itu hanya berlaku dalam cerita dongeng" n "Lantas kau......
"Walaupun sepasang mataku tak bisa melihat sesuatu, namun aku masih memiliki sepasang tangan yang sempurna" "Tangan?" Lui Hong tertegun
"Betul, tangan!" si kelelawar memperlihatkan sepasang tangannya
Dia memiliki tangan seperti cakar burung, otot hijaunya pada menonjol, meski begitu tangan tersebut amat gesit, cekatan
Khusus ke lima jari tangannya, hakekatnya menyerupai lima ekor ular berbisa, semuanya bergerak begitu lincah, begitu bebas, dipenuhi daya hidup yang kuat, seakan jari jari itu ingin terlepas dari tangannya dan bergerak sendiri
Sambil menggerakkan jari tangannya berulang kali, dia melanjutkan: "Jika tanganku tidak cekatan, mustahil bisa kupahat begitu banyak benda yang indah dan artistik" Sambil berkata, jari tangannya bergerak dari atas ke bawah, bergerak bagaikan gelombang air yang sedang mengalir
Sudah jelas dia sedang memperagakan satu gerakan yang esoktis, gerakan lembut membelai tubuh seorang wanita, menyaksikan ulah orang tua itu, sekali lagi paras muka Lui Hong berubah jadi merah padam
Kembali si kelelawar berkata: "Tak diragukan tanganku telah menggantikan peran sepasang mataku, selama aku bisa meraba, dapat menggerayang, maka tubuh macam apa pun dari seorang wanita, dapat kutangkap dengan jelas, bahkan setiap lekukan, setiap kontur badannya bisa kutangkap secara terperinci, bila tidak begitu, mana bisa kupahat bagian tubuh seorang wanita dengan begitu hidup dan nyata?" "Apa gunanya kau berbuat begitu?" tak tahan Lui Hong bertanya
"Setiap orang memiliki hobi yang berbeda, kegemaran yang beda, dan inilah satu satunya kegemaranku" "Dasar edan!" "Kalau aku edan, mana mungkin bisa kuciptakan begitu banyak karya seni yang indah?" "Kalau kau tidak edan, bagaimana mungkin bisa melakukan perbuatan semacam itu" Mana ada kegemaran seperti itu?" "Aku hanya mengkoleksi bagian tubuh terindah dari perempuan paling cantik dikolong langit, sejujurnya apa yang kulakukan merupakan sebuah maha karya, satu karya yang dulu tak ada, dikemudian hari pun tak ada duanya, sebuah maha karya yang luar biasa" "Kentutl" akhirnya Lui Hong mulai mengumpat
"Lha" setiap orang pasti kentut, kalau tidak kentut malah tidak sehat namanya" jawab si kelelawar sesudah tertegun sejenak, "hanya saja kentut yang dilepas setiap orang berbeda, ada yang kentutnya busuk, ada yang kentutnya harum seperti bunga anggrek, ada kentut yang bunyinya keras seperti lonceng ditabu, ada pula yang lembut bagai bisikan nyamuk, masing masing kentut punya ciri dan kelebihan yang berbeda, hanya sayang aku tak mungkin bisa mengkoleksi pelbagai bentuk kentut, tak bisa digambarkan dalam sebuah wujud nyata" Lui Hong betul betul melongo, mau menangis tak bisa mau tertawa pun tak mungkin
Bicara sampai disitu, si kelelawar mulai berjalan maju, berjalan menghampiri Lui Hong
1 Apa yang hendak kau lakukan?" Lui hong segera membentak
"Aah, masa kau masih tidak tahu?" Lui Hong tercekat, pipinya makin merah, kembali hardiknya: "3erhenti!" Kelelawar segera menghentikan langkahnya, lalu berkata sambil menggeleng: "Sebetulnya kau memiliki suara yang merdu dan sedap didengar, tapi begitu berteriak, suaramu jadi tak sedap didengar" "Apa urusanmu?"

"Apa urusanmu?" Kelelawar itu tidak menanggapi, hanya gumamnya: "Nada suara seharusnya diucapkan dengan lemah lembut, dengan begitu suara yang indah baru kedengaran membetot sukma, bikin orang terbuai, kalau suara disampaikan seperti melepaskan kentut, tidak terkontrol, jadinya jelek, menjijikkan, tak ubahnya seperti suara kentut" Setelah berhenti sejenak, terusnya: "Biarpun sekarang orang tak bisa merekam suara manusia, mungkin saja dikemudian hari bakal muncul manusia yang bisa menemukan cara tepat untu k menyimpan nada suara setiap orang, aaai, sayang itu kejadian dimasa mendatang, mungkin aku sudah tak sempat untuk menikmatinya" Lui Hong tertawa dingin
"Manusia macam kau, memang paling pantas kalau cepat mampus" "Setiap manusia pasti bakal mati, tapi kalau belum tiba saatnya, biar kau sumpahi aku pun tak ada gunanya" Kembali dia melanjutkan langkahnya, maju mendekat
"3erhenti!" sekali lagi Lui Hong menghardik
Si Kelelawar seolah tidak mendengar bentakan itu, dia masih melanjutkan langkahnya, maju mendekat
"Kalau tidak segera berhenti, jangan salahkan kalau aku tidak sungkan sungkan" ancam gadis itu
"Kalau tidak sungkan, lantas apa yang bisa kau lakukan?" Kelelawar itu balik bertanya
"Aku akan membunuhmu!" "Cctt, ctt, cctt! Nona ini galak amat" gumam si Kelelawar sambil gelengkan kepalanya berulang kali, "dengan andalkan ilmu silatmu, mungkin saja kau benar benar mampu membunuhku, tapi sayang......" Bicara sampai disitu mendadak ia berhenti
"Sayang kenapa?" bentak Lui Hong
"Bukankah kau telah meneguk secawan arak yang berasal dari poci arak ditengah ruang kuil" Sekarang aku harus bicara sejujurnya, kau tidak seharusnya meneguk arak itu" "Jadi arak itu......" Lui Hong merasakan jantungnya berdebar keras
\\"l -ahukah kau arak apa yang berada dalam poci itu?" "Arak apa?" "Arak Kelelawar!" Arak Kelelawar" Arak macam apa itu" Lui Hong ingin sekali mencari tahu
Tapi sebelum dia ajukan pertanyaan itu, si Kelelawar telah menjelaskan: "Aku yakin selama hidup belum pernah kau dengar arak semacam itu" "Jadi arak beracun?" "Bukan, kalau arak beracun, sekarang kau sudah mati keracunan" Tanpa terasa Lui Hong merasa sedikit lega
Kalau memang arak itu tak beracun, apalagi si Kelelawar sering meneguknya, lalu apa salahnya bila dia pun menghabiskan secawan arak itu" Tapi, benarkah perkataan si Kelelawar adalah ucapan sejujurnya" Tidak bohong" Hanya masalah ini yang paling dikuatirkan Lui Hong
Tampaknya si Kelelawar dapat membaca suara hatinya, ujarnya lebih lanjut: "Kau tak usah kuatir, aku memiliki satu kelebihan yaitu paling tak suka bicara bohong" "Kalau tak suka bohong, mana mungkin bisa memancingku hingga masuk perangkap?" dengus Lui Hong sambil tertawa dingin
Si Kelelawar tertegun, cepat sahutnya: "Walaupun aku tak suka, namun terkadang dipaksa oleh keadaan, jadi akan kulakukan juga" Lui Hong hanya tertawa dingin, tidak menanggapi
Kembali si Kelelawar bertanya: \\~I -ahukah kau, bagaimana arak Kelelawar dibuat?" "Tidak tahu" "Arak itu terbuat dari rendaman Kelelawar berwarna merah" setelah berhenti sebentar, tanyanya, "tahukah kau Kelelawar merah itu berasal dari jenis Kelelawar yang mana?" "Darimana aku tahu segala tetek bengek macam begitu" Lui Hong tertawa dingin
Si Kelelawar sama sekali tak gusar, terangnya: "Kelelawar merah merupakan salah satu jenis Kelelawar, sesuai dengan namanya, binatang berdarah dingin ini memiliki warna tubuh merah menyala, sedemikian merah sehingga menyerupai darah segar, mereka hidup di seputar wilayah Hun-lam (In-lam), berkat perawatan dan pemeliharaanku yang sabar, kini mereka sudah dapat hidup menyesuaikan diri dengan iklim ditempat ini" "Buat apa kau memelihara mereka?" "Aku paling suka kelelawar, sama seperti aku paling suka meraba tubuh wanita" Kontan Lui Hong meludah sambil menyumpah
Si Kelelawar tak ambil peduli, kembali ujarnya: "Mungkin lantaran kelewat suka, maka akupun berubah seperti Kelelawar, hanya sayang tak punya sayap, kalau tidak, mungkin aku tak jauh berbeda dengan Kelelawar" "Sekarang pun kau sudah mirip" "Betul" si Kelelawar mengaku dengan bangga, "ambil contoh soal mata, mereka punya mata tapi sama seperti tak bermata, tak jauh berbeda dengan buta, sedang aku" Pada dasarnya aku memang buta
Lalu ambil contoh pendengaran, telinga ku tajam dan sensitip, sama sekali tak kalah dari mereka, hahaha... bahkan mereka ketinggalan jauh......." Setelah berhenti, kembali terusnya: "Kembali berbicara soal kawanan Kelelawar merah itu, ada orang berkata, tubuh mereka berubah jadi merah menyala karena jenis ini amat suka menghisap darah" Tanpa terasa Lui Hong mengkirik, tanyanya cepat: "Apa benar begitu?" "3etul! Sesungguhnya setiap jenis Kelelawar sangat gemar menghisap darah, jadi bukan monopoli Kelelawar merah saja" Lui Hong mendengus
"Heran, kau yang memelihara kawanan Kelelawar itu, kenapa dia tidak menghisap habis darah ditubuhmu?" "Mungkin mereka tahu kalau aku pun sejenis dengan mereka" "Hmm, kau memang tak mirip manusia" sindir si nona sambil tertawa dingin
"Manusia termasuk sejenis makhluk, begitu pula Kelelawar, jadi sesungguhnya apa pula bedanya?" Kalah berdebat dengan orang tua itu, Lui Hong hanya bisa tertawa dingin tiada hentinya
Si Kelelawar tidak menggubris, ujarnya: "Konon, kelelawar merah paling gemar menghisap darah, khususnya darah kaum wanita" "Omong kosong!" teriak Lui Hong bergidik
"Mungkin saja omong kosong, tapi ada sebuah cerita dongeng justru merupakan kejadian sebenarnya" "Apa pula cerita dongeng itu?" "Darah mereka bisa digunakan sebagai bahan untuk membuat sejenis obat perangsang!" "Obat perangsang?" berubah paras muka gadis itu
Si Kelelawar tertawa aneh
"Obat perangsang pun banyak jenisnya, tapi bicara soal obat yang paling ampuh, meski Kelelawar merah tidak termasuk nomor wahid, aku percaya tak bakal lebih bawah dari urutan ke lima" Kini paras muka Lui Hong telah berubah jadi amat tak sedap, ditatapnya si Kelelawar tanpa berkedip, untuk sesaat dia tak tahu harus berkata apa
Sambil tertawa kembali si Kelelawar melanjutkan: "Ada orang berkata, bila obat perangsang yang terbuat dari Kelelawar merah diminum oleh seorang gadis suci yang masih perawan, maka ia segera akan berubah jadi wanita jalang, setelah kucoba dan kuselidiki berulang kali, kutemukan bahwa ucapan itu bukan perkataan yang tekebur, memang terbukti obat perangsang itu lihay sekali" Paras muka Lui Hong telah berubah jadi amat jelek, teramat sangat tak sedap dilihat, bagaimana pun juga, hingga detik ini dia masih perawan, dara yang suci
\\"| -api kau tak usah kuatir" hibur si Kelelawar kemudian, "aku tak ingin mengubah kau menjadi seorang wanita jalang, karena, aaai......" Si Kelelawar menghela napas panjang, tambahnya: "Aku sudah tua sekali, sedemikian tua hingga aku benar benar tak sanggup lagi untuk melakukan adegan ranjang" Lui Hong tidak menjadi tenang lantaran perkataan itu, sebaliknya dia justru merasa kalut, jantungnya dag dig dug tak karuan
Lantas apa maksud dan tujuan si Kelelawar menawan aku" Dipandangnya wajah orang itu dengan penuh kebencian, kalau bisa, dia ingin membunuh Kelelawar itu dengan sekali bacokan
Tentu saja terhadap perubahan mimik wajah Lui Hong, si Kelelawar sama sekali tidak merasakan, namun dengan jelas dia tahu akan perasaan hati Lui Hong saat itu, maka setelah berhenti sejenak, kembali katanya: "Usia memang tak kenal manusia, betapa pun gagah dan perkasanya dirimu, begitu menjadi tua, ada banyak pekerjaan yang tak mungkin bisa kau lakukan meski besar keinginanmu untuk melakukannya, orang bilang besar pasak dari tiang, biar keinginan menggebu gebu, tenaganya sudah loyo, tidak mendukung" Paras muka Lui Hong semakin bertambah merah
Tiba tiba si Kelelawar tertawa, ujarnya: "Padahal, sekalipun masih muda dan perkasa, dulu, aku pun kurang begitu tertarik untuk melakukan perbuatan itu" Sambil menarik wajah, katanya sedih: "Sudah semenjak banyak tahun dulu, aku tidak tertarik dengan permainan semacam itu, aku tidak pernah melakukan perbuatan yang sama sekali tak berguna dan sama sekali tak ada manfaatnya" Lui Hong tidak menjawab, namun dia seperti memahami sesuatu
Setelah menghela napas, si Kelelawar melanjutkan: "Jika kau tak pernah berhasil mendapatkan hati seorang wanita, apa gunanya kau dapatkan badannya, apa faedahnya meski kau dapat menikmati tubuhnya?" Tanpa terasa Lui Hong manggut manggut
"Oleh sebab itu" kata si Kelelawar, walaupun sudah banyak sekali wanita yang berhasil kupancing masuk kemari, tak seorang pun diantara mereka yang pernah kutiduri, aku hanya mengambil bagian tubuh mereka yang paling cantik, bahkan aku pilih sendiri bahan kayu terbaik, memahatnya dengan teliti dan seksama" Setelah tarik napas, tambahnya: "Oleh karena itu kau tak perlu kuatir" Lui Hong tertawa dingin
Si Kelelawar menghela napas
"Aku tahu, setelah meninggalkan tempat ini nanti, kau pasti akan sangat membenciku, bahkan selama masih bisa bernapas, kau pasti tak pernah akan melupakan aku!" "Sekarang juga aku akan tinggalkan tempat ini!" bentak Lui Hong nyaring, sambil berkata dia mulai beranjak
Baru satu langkah, mendadak ia merasa kepayahan, seolah sama sekali tak berkekuatan
Semacam perasaan aneh timbul dari tubuhnya, seakan perintahnya tidak lagi ditaati setiap organ tubuhnya
Mungkinkah dalam arak itu benar benar telah dicampuri obat perangsang Kelelawar merah" Sekujur badan Lui Hong menggigil kencang, bulu romanya bangkit berdiri
Berbareng dengan keputusan Lui Hong untuk beranjak pergi, si Kelelawar memasang telinganya pula

si Kelelawar memasang telinganya pula untuk mendengarkan dengan seksama, kemudian berkata: "Seharusnya saat ini daya pengaruh Kelelawar merah sudah mulai bekerja" Begitu ucapan tersebut masuk ke dalam pendengarannya, entah kenapa, Lui Hong merasa dunia jadi berputar, kepalanya pusing sekali, kakinya sempoyongan sukar berdiri tegak
Sambil tertawa kembali si Kelelawar melanjutkan: "Obat ini sudah kuramu ulang, kini daya rangsangnya telah berkurang hingga batas terendah, jika kau adalah seorang gadis yang masih suci, masih perawan, bagimu boleh dibilang obat itu tak bermanfaat lagi, kau tak bakalan terangsang birahimu karenanya" Sambil menggigit bibir Lui Hong maju lagi dua langkah, biarpun hanya dua langkah namun telah menggunakan segenap kekuatan yang dimiliki, dalam perasaannya, ke dua langkah itu serasa lebih jauh daripada berjalan sejauh tiga puluh langkah
Dia mulai ketakutan, perasaan ngeri, seram, berkecamuk menjadi satu
Si kelelawar tidak menggubris, ujarnya: "Aku rasa kau pun termasuk gadis yang masih suci, masih perawan, walaupun obat perangsang itu tidak sampai membangkitkan napsu birahi mu, tapi masih cukup untuk menjerumuskan dirimu ke dalam situasi setengah hidup, maksudnya separuh dari kekuatanmu akan hilang lenyap, kau akan lemas tak punya kemampuan apa apa" Setelah tertawa lanjutnya: "Hahaha, aku sendiripun tak tahu bagaimana harus menerangkan kepadamu, kalau dibilang obat tersebut sejenis obat pemabuk, seharusnya kau sudah pingsan tak sadarkan diri, tapi kalau dibilang bukan sejenis obat pemabuk, kenyataannya obat itu memiliki kemampuan yang tak berbeda dengan obat pemabuk, dalam waktu singkat kau akan kehilangan tenaga, ingin berdiri tak sanggup, mau bicara pun tak mampu, namun kau tidak pingsan, kau tetap memiliki kesadaranmu seperti normal" Ia berhenti sejenak dan tarik napas, setelah itu baru menambahkan: "Apa pun yang bakal kulakukan terhadap dirimu, dapat kau lihat dan rasakan, namun kau hanya bisa menerima semua itu dengan pasrah, kau tak sanggup memberikan perlawanan" "Kau berani........" jerit Lui Hong sambil menggigit bibir, sayang teriakan itu lemah, sama sekali tak bertenaga
Si Kelelawar menyeringai "Setelah dipertimbangkan berulang kali, aku baru putuskan untuk menggunakan obat jenis ini, dan berkat obat jenis ini pula, pekerjaanku memahat baru dapat dilangsungkan dengan lancar tanpa hambatan sedikit pun" Sesudah menerangkan sampai disini, dia baru menanggapi teriakan dari Lui Hong tadi: "Tentu saja aku berani, dikolong langit saat ini, tak seorang manusia pun yang bisa membuat aku takut, apa pun yang ingin kulakukan, tak nanti ada orang yang bisa mencegah, mampu menghalangi" "iba tiba dia lempar lampion yang dipegangnya ke tengah udara
Cahaya lentera yang semula putih pucat, mendadak berubah jadi hijau menyeramkan, tak berbeda seperti api setan
Begitu lampion itu berada ditengah udara, cahaya bintang pun menyebar ke empat penjuru
Pada hakekatnya dia seperti sedang bermain sulap, seketika itu juga Lui Hong merasa ketakutan luar biasa, dia menjerit, berteriak sekeras kerasnya
Begitu jeritan berkumandang, cahaya api pun sirap, padam
Dari balik kegelapan yang mencekam, hanya suara tertawa aneh si Kelelawar yang bergema, ditambah jerit ketakutan Lui Hong
Untuk kedua kalinya gadis itu terperosok ke dalam suasan yang sangat gelap, sedemikian gelap hingga tak bisa melihat apa apa
Semacam perasaan ngeri, seram, perasaan takut yang luar biasa dengan cepat muncul dari lubuk hatinya
Dia menjerit, dia ingin kabur, menyerbu ke hadapan si Kelelawar, mengayunkan goloknya sambil membacok
Namun sepasang kakinya sudah lepas kendali, sama sekali tak mau menuruti perintahnya lagi
Lambat laun tubuhnya semakin lemah, semakin bertambah lemas sebelum akhirnya roboh terkapar ke tanah
Biar begitu, kesadarannya masih utuh, dia masih segar ingatannya dan bisa merasakan segala sesuatu dengan jelas
Entah berapa lama sudah lewat
Padahal semua itu hanya berlangsung dalam sekejap, namun bagi Lui Hong, saat itu begitu lama, sebab dia sama sekali tak bisa memastikan, sebab apa yang disaksikan waktu itu hanya kegelapan yang luar biasa
Dia sudah tak mampu bergerak lagi, perasaan letih yang luar biasa, perasaan yang sukar dilukiskan dengan kata, mencekam dan menjalar di sekujur badannya
Namun dia tidak mengantuk, sama sekali tak ingin tidur, sepasang matanya bahkan terbelalak sangat lebar
Namun hanya kegelapan yang dilihat, lain tidak
Gadis itu ingin sekali menangis, namun dia berusaha menahan diri, tidak membiarkan air matanya menetes
Bagaimana pun, dia adalah seorang gadis yang tangguh, sekeras baja hatinya
Suara tertawa si Kelelawar sudah berhenti, dalam kegelapan tidak terdengar lagi suara tertawa maupun pembicaraan
Ke mana dia telah pergi" Entah kenapa, Lui Hong justru mempunyai satu perasa an aneh, dia merasa si Kelelawar berada disisinya, sedang mengawasinya
Si Kelelawar adalah orang buta, kegelapan merupakan kerajaan dari kaum Kelelawar, dengan kemampuan kungfunya, biarpun sedang bersembunyi disisinya pun, dia tak nanti akan mengeluarkan sedikit suara pun
Didalam kenyataan, meskipun Lui Hong dibilang sadar, saat itu dia tidak sesadar kondisi biasa
Berada dalam kepekatan yang begitu gelap, bagi Lui Hong, sedetik sama seperti satu jam lamanya
&n bsp; Waktu serasa bergerak bagai siput, lama sekali ber lalunya
Suasana dalam ruang itu tercekam dalam keheningan yang luar biasa, sedemikian hening sampai Lui Hong dapat mendengar detak jantung sendiri
Waktu kembali bergerak sangat lama, dari balik kegelapan tiba tiba terdengar suara yang sangat aneh
Dia mendengar ada orang sedang berjalan menghampirinya, bergerak semakin dekat
Siapa dia" Si Kelelawar" Sekarang dia makin yakin, suara itu memang suara lan gkah kaki, suara orang berjalan
Hanya saja dia merasa langkah itu seolah tidak berpijak diatas tanah, walaupun berada dalam suasana yang begitu hening dan sepi, namun masih tetap tak kedengaran terlalu jelas
Padahal lantai ruangan itu penuh berserakan patung kayu, namun anehnya sepasang kaki itu sama sekali tidak menendang sebuah benda pun yang tergeletak disitu
Sudah pasti orang itu adalah sang Kelelawar
Benarkah Kelelawar memiliki pendengaran yang begitu tajam, begitu sensitif sehingga semua benda yang menghalangi jalan perginya bisa terdengar dengan nyata" Lui Hong mulai merintih, mulai mendesis karena seram
Suara yang aneh, suara langkah yang aneh dengan cepat mengarah pada sasaran yang jelas, bergeser menuju ke hadapan Lui Hong
Gadis itu benar benar terkesiap, dia hanya bisa menutup mulut sambil menggigit bibir, hanya bisa ketakutan tanpa mampu mengeluarkan sedikit suara pun
Sementara suara langkah kaki itu makin lama semakin bertambah dekat
Si Kelelawar telah memastikan dimana Lui Hong berada saat itu
Bersamaan dengan makin dekatnya si Kelelawar, suara langkah kakinya kedengaran makin jelas
Rasa ketakutan yang mencekam Lui Hong saat itu telah mencapai pada puncaknya, kalau bisa, ingin sekali dia menghardik orang itu, memerintahkan orang itu untuk menggelinding pergi
Namun dia sama sekali tak mampu bersuara, tak sedikit suara pun mampu diucapkan
Dia pun ingin menggeser badannya, biar seinci pun tidak masalah, biar setengah inci pun kalau bisa
Tapi apa yang ingin dia lakukan gagal diwujudkan, dia sama sekali tak sanggup bergerak
Saat itulah tiba tiba ruangan jadi terang kembali, terang benderang
Sebuah lentera kaca berwarna hijau perlahan lahan muncul dari atap ruangan
Padahal langit langit ruangan tak ada lubang, namun lentera kaca itu tahu tahu muncul disana, bergelantungan ditengah udara
Seterang apapun cahaya dari lentera itu, sinarnya tak terlalu benderang, namun sudah lebih dari cukup untuk menyaksikan semua disekeliling sana
Kembali Lui Hong dapat menyaksikan kehadiran si Kelelawar, saat itu si kakek telah berdiri hanya tiga langkah dihadapannya
Perasaan ngeri makin menyelimuti hatinya, rasa takut dan seram membuat sekujur tubuhnya gemetar keras
Si Kelelawar masih seperti tadi, hanya sekarang kelihatan jauh lebih tua daripada penampilannya tadi
Selain tua, tampak layu dan penuh keriput
Namun sepasang mata palsunya yang hijau menyeramkan, masih dipenuhi dengan kehidupan, seolah sedang melototi Lui Hong tanpa berkedip
Gadis itu mengirik, begitu takutnya hingga napas pun ditahan sekuat tenaga
Dia tak tahu rencana busuk apa yang sedang disiapkan si Kelelawar, yang bisa dia lakukan sekarang hanya berusaha keras untuk menghindar dari pelacakan lawannya, berusaha agar si Kelelawar tidak berhasil menemukan posisi dirinya
"api si Kelelawar seakan tahu kalau korbannya masih berada di posisi semula, tak mungkin pergi jauh, dia masih mendekat terus, menghampiri mangsanya
Selangkah...... kembali selangkah
Mendadak si Kelelawar menghentikan langkahnya lalu mulai berjongkok
Kini wajahnya sudah berada tak sampai selangkah dari wajah Lui Hong, sedemikian dekat sampai gadis itu dapat merasakan dengusan napas si Kelelawar yang menyentuh pipinya
Gadis itu semakin mengirik, ia mulai menggigil ketakutan
Dan pada saat itulah, tangan kanan si Kelelawar mulai meraba wajah gadis itu
Semisal dapat bersuara, saat itu Lui Hong pasti akan menjerit sekeras kerasnya
"api kini dia seolah gagu, bisu, tak mampu bersuara, bahkan semua syaraf ditubuhnya seolah sudah mati rasa, sama sekali tak mampu bereaksi
Yang dimiliki si nona waktu itu hanya perasaan, perasaan gugup, takut, ngeri, muak
Yaa, hanya perasaan, lain tidak
"angan si kelelawar yang kurus lagi kasar bagai cakar burung, mulai meraba dan menggerayang ke mana mana, membuat Lui Hong semakin mengirik, makin bergidik
Perlahan tangan itu mulai bergeser, dia mulai meraba seluruh raut muka Lui Hong, meraba setiap lekukan, setiap garis mukanya
Mimik muka si Kelelawar pun ikut berubah mengikuti gerak tangannya, terkadang tampak begitu gembira, terkadang tampak iba, kasihan, tapi semuanya tampak aneh, kelihatan misterius
Lui Hong pasrah, dia sudah kehilangan semua kekuatannya, sudah tak mampu melakukan perlawanan
Sekarang, tangan kiri si Kelelawar ikutan meraba, seperti cakar burung, sepasang tangannya meraba wajah si nona, lalu meraba wajah sendiri, tiba tiba ia tertawa, tertawa keras
Kakek itu tertawa bagai orang idiot, bagai orang yang hilang ingatan
Bab 5. Ilusi sang iblis Lui Hong merasa hatinya seakan terperosok ke dalam jurang, darah panas yang mengalir ditubuhnya seolah ikut mendingin, mulai membeku
Sambil tertawa si Kelelawar menggeser tangannya lebih ke bawah, kali ini dia meraba tengkuk gadis itu
"Gadis yang amat cantik!" tiba tiba serunya, "sayang memiliki tengkuk yang sedikit kasar
Kelelawar sialan! Dalam hati kecil Lui Hong mengumpat tiada habisnya, kalau bisa dia ingin membantai si Kelelawar hingga hancur berkeping
Sementara itu si Kelelawar masih melanjutkan gerayangannya, sepasang tangan yang kurus bagai cakar burung mulai bergerak ke bawah, mulai meraba semakin ke bawah...
Lui Hong melototkan sepasang matanya bulat bulat, sorot mata yang dipenuhi rasa takut bercampur seram, kini dia hanya berharap si Kelelawar secepatnya tinggalkan sisi tubuhnya
Tentu saja gadis itu sangat kecewa
Apa yang selama ini dikuatirkan akhirnya terjadi juga! Dengan lembut sepasang tangan si Kelelawar mulai melepaskan kancing bajunya, satu demi satu......
Lui Hong tak kuasa menahan diri lagi, akhirnya air mata jatuh bercucuran
Gerak tangan si Kelelawar sama sekali tidak cepat, namun sangat terlatih dan matang, tidak sampai berapa saat kemudian ia telah melucuti seluruh pakaian yang dikenakan gadis itu
Lui Hong sama sekali tidak melawan, seluruh kekuatan tubuhnya seakan telah buyar
Tubuhnya yang montok, padat berisi akhirnya tampil bugil dihadapan si Kelelawar, berbaring dibawah cahaya hijau dari lentera kristal diatas ruangan
Tubuh bugil yang putih mulus bagai susu kambing, ketika tertimpa lapisan cahaya hijau, menampilkan pantulan yang begitu memukau
Si Kelelawar dengan kelopak matanya yang tak berbiji, seolah berdiri terperana, menyusul kemudian ia bungkukkan badan, membopong tubuh Lui Hong yang bugil dan berjalan menuju ke altar ditengah ruangan
Langkah kakinya masih begitu mantap dan tenang, biarpun diatas lantai tergeletak begitu banyak pahatan, namun tak satu pun yang terpijak atau tersentuh kakinya, dia seakan sama sekali tak buta
Air mata Lui Hong mulai merembes keluar, membasahi lengan si Kelelawar
Bagaikan dipagut ular berbisa, sekujur badan si Kelelawar gemetar keras, tapi ia segera seperti memahami sesuatu, tanyanya: "Kau melelehkan air mata?" Lui Hong tidak menjawab, mau tak mau dia harus membungkam
Sambil gelengkan kepalanya ujar si Kelelawar lagi: "Aku sangat memahami perasaan hatimu
Mendadak ia menghentikan langkahnya, sambil miringkan kepala seakan berpikir, katanya kemudian: "Kau mirip sekali dengan seseorang" Lui Hong ingin bertanya mirip siapa, namun dia tak sanggup mengeluarkan suara, mulutnya seakan terkunci rapat
II "Benar-benar mirip dengan seseorang kembali si Kelelawar gelengkan kepalanya
"Tapi mirip siapa?" gumam si Kelelawar lagi dengan kening berkerut, "kenapa aku tak teringatnya lagi"
Lui Hong hanya melelehkan air mata, bagaikan air yang keluar dari sumbernya, titik air mata membasahi bajunya
Kembali si Kelelawar menghela napas panjang
"Padahal kejadian semacam ini tak pantas kau sedihkan, tak lama kau bakal sadar bahwa dirimu telah menyumbangkan sebuah hasil karya seni yang tiada duanya dikolong langit
Bicara sampai disitu, lagi lagi ia tertawa
Ketika sedang tertawa, orang tua itu tak ubahnya seperti orang idiot, dogol
Kemudian diapun melanjutkan langkahnya, selangkah tinggi selangkah pendek, langsung menuju ke meja berbentuk altar
Ketika mendekati meja altar, cahaya lentera pun terasa semakin terang benderang
Biarpun si Kelelawar buta, tak bisa melihat apa apa, Lui Hong tetap merasa malu yang bukan kepalang
Bila seorang wanita, dipaksa bertelanjang bulat dihadapan seorang lelaki asing, yakin dia pasti akan merasa amat sedih
Apalagi kalau wanita itu adalah seorang gadis perawan" Kelelawar telah membaringkan tubuh Lui Hong diatas meja altar yang terang benderang itu
Dia menggerakkan tangannya, merogoh keluar sebuah alat pahat dan sebuah palu kecil dari samping meja altar
Tampak dia meraba berulang kali kedua alat kerja itu kemudian diletakkan kembali, kini dia ganti meraba potongan kayu yang tergeletak disisinya
II "Bahan kayu yang bagus dia bergumam sambil tertawa
Setelah itu dia baru berpaling lagi, dengan sepasang tangannya yang kurus dia mulai meraba tubuh Lui Hong, menggerayangi seluruh bagian tubuhnya yang bugil, hal mana dia lakukan dengan hati hati, dengan penuh kasih sayang
Air mata bercucuran tiada hentinya dari mata Lui Hong, namun dia memang hanya bisa menangis
Kalau bisa nona itu ingin mati, sayang dia hanya bisa berharap karena saat itu tak mampu berbuat apa apa
Sepasang tangan si Kelelawar masih bergerak tiada hentinya, terkadang dia meraba, terkadang dia mengelus, ke sepuluh jari tangannya telah menjelajahi hampir setiap bagian tubuh Lui Hong yang bugil, tak satu bagian tubuh pun yang terlewatkan
Ke sepuluh jari tangannya sangat hidup dan cekatan, lebih lincah daripada sepuluh ekor ular
Bagi Lui Hong, dia lebih rela tubuhnya digerayangi sepuluh ekor ular berbisa daripada digerayangi jari tangan orang tua itu
Hatinya sedih bercampur gusar, namun selain sedih dan marah, gadis inipun merasakan suatu perasaan aneh yang tak terlukiskan dengan perkataan
Sejak dilahirkan, belum pernah dia rasakan perasaan seperti ini, perasaan seperti dialiri arus listrik yang menyengat
Arus listrik itu mendatangkan perasaan nikmat yang tak terkatakan, perasaan aneh yang membuatnya tak kuasa menahan diri
Hampir saja Lui Hong tak dapat mengendalikan diri, dia ingin merintih, merintih karena nikmat
Pandangan matanya lambat laun semakin buram, entah karena air mata yang mengembang dalam kelopak mata, entah karena pengaruh arak beracun milik si Kelelawar sudah mulai bekerja
Menyusul kemudian pikiran dan kesadarannya mulai kabur, mulai samar samar
Setelah menggerayangi bagian bawah tubuh Lui Hong yang penuh berbulu, kini sepasang tangan si Kelelawar balik kembali ke atas dadanya, sepuluh jari tangan yang gesit dan cekatan mulai meraba payudara si nona, mengelus, meremas dan memelintir putingnya
Lui Hong tak sanggup mengendalikan diri lagi, dia mulai merintih, merintah karena nikmat, merintih karena mulai terangsang
Rintihan tanpa suara, pada hakekatnya gadis itu memang sudah tak mampu bersuara lagi
Pipinya berubah jadi merah dadu, entah memerah lantaran gusar, atau karena malu, atau mungkin dikarenakan sebab sebab lain
Karena apa" Gadis itu sendiri tak bisa membedakan, dia tak tahu bagaimana perasaan hatinya sekarang
Kini sepasang tangan si Kelelawar berhenti diatas dada Lui Hong, masih meraba, meremas payudara gadis itu, masih memelintir puting susunya yang mulai mengeras
Tiba tiba ia tertawa "Payudara yang sangat indah, sayang kelewat keras, kelewat kencang!
Detik itu juga, tiba tiba muncul secerca pengharapan dalam hati Lui Hong, dia berharap tangan si Kelelawar melanjutkan gerayangannya, menggerayangi setiap bagian tubuhnya yang vital
Aneh, kenapa bisa timbul pengharapan semacam itu" Bukankah dia masih gadis perawan" Lui Hong segera menyadari akan keanehan tersebut, makin deras air mata jatuh berlinang
Si Kelelawar tidak melanjutkan gerayangannya, dengan lembut dia berkata: "Aku rasa hal ini pasti dikerenakan kau berlatih silat
Setelah gelengkan kepala sambil menghela napas, lanjutnya: "Menurutku, seorang wanita lebih baik jangan berlatih silat, sebab kalau tidak otot dan dagingnya jadi tidak lembut lagi, ototnya akan mengeras hingga tubuh pun ikut mengeras" Setelah tertawa lebar, kembali ujarnya: "Masih untung belum seberapa keras, berotot memang ada kelebihannya, paling tidak pertanda sehat, lincah dan cekatan" Setelah berhenti sejenak, dengan nada berat terusnya: "Tapi sejujurnya, bagi seorang gadis, lebih baik jangan berlatih ilmu sebangsa Cap-sah-taypoo, Thiat-po-sa, Kim-ciong-to dan lain sebagainya, sebab kalau tidak, tubuh bisa terlatih hingga kebal dan mati rasa, waah, waah.... hilang sudah semua keindahannya
Bicara sampai disitu, kembali sepasang tangannya mulai bergerak, bukan saja bergerak sangat lamban bahkan sangat cermat, seperti seorang pedagang permata yang sedang mengamati sebuah batu permata yang mahal harganya
Kemudian kembali dia menghela napas panjang, gumamnya: "Walaupun cantik dan indah, namun bila dibandingkan....... bila dibandingkan.......
Dia seperti sedang mengingat nama seseorang, namun apa mau dikata tak bisa mengingat kembali nama tersebut
Setelah mengulang kalimat itu berulang kali sembari garuk garuk kepalanya yang tak gatal, akhirnya ia berhasil juga menyebut nama seseorang: "Aaah, Pek Hu-yong (Teratai putihl
Kemudian sambil memukul kepala sendiri dengan tangannya seperti cakar burung, dia berteriak: "Betul, mirip Pek..... Pek Hu-yong!
Kemudian setelah tertawa bagai orang idiot, katanya lagi: "Bentuk payudara milik Pek Hu-yong tetap yang paling indah dan menawan
"Siapa pula Pek Hu-yong itu?" tiba tiba terdengar suara sendu seseorang berkumandang datang
Suara itu kedengaran sangat aneh, menggema di udara bagai melayang, seakan akan berasal dari atas langit, tapi seperti juga berasal dari dalam bumi, bahkan seakan bergema dari empat dinding ruangan
Suara itu seakan ada, namun seakan pula tidak ada, nyaris tidak mirip dengan suara manusia dari bumi ini
Si Kelelawar tampak tertegun, lalu jawabnya sambil tertawa bodoh: "Eek Bo-tan dari Shoatang, Pek Hu-yong dari Hopak, siapa yang tidak kenal" Siapa yang tidak tahu"
Tapi setelah berhenti sejenak dan lagi lagi tertegun, serunya: "Siapa kau" Buat apa kau mencari tahu tentang mereka"
Tiada orang yang menjawab
Sambil tertawa sendiri si Kelelawar berkata lagi: "Botan maupun Huyong sama sama kecil dan mungil, namun dalam kenyataan mereka berbeda
Setelah garuk garuk kepala, lanjutnya: "Mereka adalah dua orang yang berbeda, namun merekalah yang tercantik dari dua perbedaan itu
Tangannya kembali meraba payudara Lui Hong, setelah meremasnya berulang kali, kini tangan itu mulai bergerak turun ke bawah, ganti meraba pinggang si nona yang ramping
Setelah meraba dan menggerayanginya berulang kali, diapun berkata sambil menghela napas: "Serius, mendingan anak perempuan jangan berlatih silat, coba lihat, pinggang jadi kasar dan berotot, tampaknya orang yang bisa menjaga postur pinggangnya namun tetap bisa berlatih silat hanya Lau Ci-he seorang!
"Lau Ci-he dari Say-hoa-kiam-pay?" suara sendu itu kembali bertanya
"Betul, memang gadis dari Say-hoa-kiam-pay itu" sahut si Kelelawar sambil tertawa dungu, "ilmu pedang Say-hoa-kiam-sut terhitung bagus, hanya sayang kelewat banyak kembangan" "Ehmm!
"Ilmu pedang darimana pun" kembali si Kelelawar berkata sambil tertawa, "asal kembangannya kelewat banyak, sudah pasti kehebatannya berkurang, semakin banyak kembangan sama artinya semakin banyak titik kelemahannya
Crang itu tidak bersuara, suasana jadi hening
Dalam saat seperti itu, si Kelelawar seolah sudah melupakan segala sesuatunya, kembali sepasang tangannya mulai meraba dan menggerayangi seluruh bagian tubuh gadis itu
Tiba tiba dia menghela napas panjang, gumamnya: "Tegasnya potongan badanmu masih belum bisa dianggap terlalu baik, tapi masih bisa diperhitungkan
Selesai berkata dia pun mulai mengambil alat pemukul dan alat pahat, lalu mulai mengetuk diatas batang kayu yang berada disisinya
Gerakan tangan orang ini cepat dan cekatan, tak lama kemudian potongan kayu itu telah dipahat hingga berbentuk kepala manusia
Air mata yang mengembang di kelopak mata Lui Hong membuat pandangan matanya kabur, tapi gadis ini jadi keheranan ketika mendengar suara ketukan aneh, tak tahan ia membuka matanya sambil menengok
Sepasang tangan si Kelelawar masih bekerja tiada hentinya, diantara suara dentingan, dalam waktu singkat balok kayu itu sudah terukir menjadi sesosok manusia dengan pancaindra, ke empat anggota badan bahkan termasuk payudara, semuanya tampak indah dan mirip sekali
Saat itulah si Kelelawar baru meletakkan peralatannya, dengan kedua belah tangan dia mulai meraba wajah Lui Hong
Sekali ini dia meraba dengan amat cermat, amat teliti dan seksama
Setelah meraba dan meraba berulang kali, kembali dia mengambil alat pahatnya dan mulai bekerja pada batok kayu itu
Kali ini setiap gerakan dilakukan sangat lambat dan hati hati
Menyusul diletakkannya alat pemukul dan pemahat, kali ini dia mengukir dengan menggunakan sebilah pisau kecil
Pisau itu betul betul sangat kecil, panjangnya hanya tujuh inci tapi tajamnya bukan kepalang, sayatan yang perlahan ternyata menghasilkan pahatan yang dalam
Dengan tangan yang mantap dia jepit mata pisau dengan ibu jari, jari telunjuk dan jari tengahnya, "Sreet, sreeet" diantara suara sayatan, lembar demi lembar kulit kayu tersayat rontok ke tanah
Lambat laun muncullah bentuk pancaindera yang jelas pada balok kayu itu
Dipandang sepintas, ternyata raut muka yang terpahat itu mirip sekali dengan wajah Lui Hong
Kontan saja kejadian ini membuat si nona terbelalak dengan mulut melongo, dia betul-betul terperangah
Kini sayatan pisau si Kelelawar tambah lambat, beberapa kali dia raba wajah Lui Hong dengan tangan kirinya, meraba dengan seksama, mengamati setiap lekukan yang ada
Sementara pisau ditangan kanannya mengikuti gerak raba tadi, membuat sayatan dan pahatan yang akurat
Kini pancaindera yang terbentuk pada balok kayu itu semakin nyata, bentuk muka pun semakin mirip Lui Hong
Tak bisa disangkal lagi ilmu pahatan yang dikuasahi kakek ini benar-benar telah mencapai puncak kesempurnaan
Dalam situasi seperti ini, sepasang mata Lui Hong terbelalak lebar, dia tak ingin pejamkan matanya, gadis itu ingin mengikuti terus gerakan tangan yang dilakukan orang tua itu
Sayatan pisau si Kelelawar masih berlanjut terus, hanya sekarang dia memahat lebih hati hati, lebih teliti dan seksama
Entah berapa lama sudah lewat
Berada dalam ruang rahasia semacam ini, pada hakekatnya mustahil untuk menduga jam berapa saat itu
Kini tangan kiri si Kelelawar sudah tinggalkan wajah Lui Hong, sementara bongkahan kayu itu pun telah berubah menjadi bentuk kepala dan wajah gadis itu
Bukan saja besar kecilnya sama, guratan pancaindera nya begitu jelas dan nyata, semuanya sangat mirip dan tak ada bedanya dengan bentuk aslinya
Bentuk hidung yang sama, bentuk bibir yang sama, bentuk mata yang sama
Yang berbeda hanya bentuk warna, bagaimana pun sepasang tangan si Kelelawar bukanlah sepasang tangan iblis, meskipun dia dapat mengukir bentuk wajah yang sama, namun tak mungkin bisa membentuk warna kulit yang sama
Apapun kehebatannya, sampai dimana pun kepandaiannya, dia tetap manusia, bukan setan, bukan dewa
Kalau tidak, dia tak perlu lagi bersusah payah memahat dan mengukir, kenapa bukan sekali tiup mengubah balok kayu itu jadi Lui Hong
Tapi memang harus diakui, ilmu pahat yang dimiliki memang luar biasa, sudah mencapai tingkat sempurna
Yang lebih penting lagi, dia bukan manusia normal, dia tak lebih hanya seorang buta
Dia tak punya mata, namun dalam bidang memahat, kemampuannya justru beratus kali lipat lebih hebat daripada mereka yang punya mata
Lui Hong tahu, si Kelelawar adalah orang buta, dia pun tahu orang itu hanya mengandalkan perasaan pada sentuhan tangannya untuk memahat bentuk wajahnya
Kini air matanya nyaris sudah mengering, sepasang matanya terbelalak begitu lebar, hampir sama sekali tak berkedip
Setiap gerakan, setiap perbuatan yang dilakukan si Kelelawar dapat ia saksikan dengan jelas sekali
Tapi hingga kini, dia masih mempunyai satu perasaan, dia tak percaya kalau si Kelelawar adalah orang buta
Pada hakekatnya apa yang telah dia lakukan mustahil bisa diperbuat seorang manusia buta
Tapi dalam peristiwa ini, mau tak mau dia harus percaya
Detik itu, dia seolah sudah lupa kalau dirinya berbaring dalam keadaan bugil, sama sekali lupa dengan rasa malu
Tapi dalam waktu singkat rasa malu itu muncul kembali, menyelimuti perasaan hatinya, karena sepasang tangan si Kelelawar kembali meraba payudaranya, bukan hanya meraba bahkan mulai meremas remas
Sepasang tangan yang kurus kering bagai ranting dahan, kurus kering bagai cakar burung
Dalam keadaan begini Lui Hong hanya bisa melelehkan air mata
Air matanya meleleh bagai butiran embun, meleleh membasahi pipinya
Sepasang tangan si Kelelawar sudah mulai bergeser, meraba dengan lembut, meremas dengan perlahan, setiap gerakan yang dia lakukan, menimbulkan tekanan perasaan yang sangat kuat bagi gadis itu


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

Kini sepasang tangannya telah berada dibagian tubuhnya yang paling sensitip, puting susunya segera mengencang keras
Dia tak kuasa menahan diri, rangsangan secara otomatis membuat puting susunya mengeras
Dari sepasang tangan, kini si Kelelawar meraba dengan tangan sebelah, lalu sekali lagi dia mengambil peralatannya dan mulai membuat pahatan pada balok kayu
Suara ketukan palu, suara sayatan kulit bergema tiada hentinya didalam ruang rahasia yang sepi, setiap suara yang bergema menimbulkan gaung yang nyaring
Kemudian si Kelelawar menggunakan lagi pisau kecilnya yang tajam
Dibawah permainan tangannya yang mahir, pisau kecil itu menyayat dengan lincah dan hidupnya
Lambat laun balok kayu itu berubah bentuk menjadi bentuk tubuh Lui Hong yang bugil
Puting susu yang mengeras, pinggul yang bulat montok, semuanya tampak begitu mirip dengan aslinya
Sesosok patung kayu wanita cantik pun terwujud ditangan si Kelelawar
Lui Hong menyaksikan kesemuanya itu dengan sangat jelas, sejujurnya dia tak ingin melihatnya, namun mau tak mau dia harus memandangnya
Terlebih dalam keadaan seperti ini, hati kecil gadis ini betul betul sudah terkendali oleh perasaan ingin tahunya yang meluap
Sekalipun sepasang tangan si Kelelawar masih saja menggerayangi sekujur tubuhnya, namun gadis itu seakan sama sekali tidak merasakannya, mungkin saja dia merasa, mungkin juga dia sudah kaku, sudah mati rasa sehingga tidak merasakan semua gerayangan itu
Atau mungkin juga dia sudah tertegun, kehilangan kesadaran lantaran terkejut bercampur heran
Permainan pisau ditangan si Kelelawar memang sangat mahir dan luar biasa, kepandaiannya memahat sungguh diluar dugaan siapa pun, Lui Hong tidak menyangka kemahirannya sudah mencapai tingkatan sehebat itu
Ia betul-betul tak percaya kalau seorang manusia buta ternyata memiliki kemampuan sedemikian hebatnya, namun diapun mau tak mau harus mempercayainya
Bukankah si Kelelawar pernah mengorek keluar biji matanya dan diperlihatkan kehadapannya" Jangan jangan si Kelelawar memang bukan manusia" Lui Hong mulai ragu, mulai curiga, tapi.......
Kalau bukan manusia lantas apa" Lui Hong tidak habis mengerti, betul betul kebingungan!

Bab 6. Botan (peony) hitam, teratai putih
Akhirnya si Kelelawar menghentikan semua gerak tangannya
Dia telah menyimpan kembali pisau kecilnya, tapi Lui Hong tidak tahu benda tersebut telah disimpannya dimana
Menyusul kemudian dia tertawa aneh sembari menggosokkan telapak tangannya, menyaksikan semua tingkah laku kakek itu, Lui Hong merasa panik bercampur tegang, jantungnya berdetak semakin kencang
Si Kelelawar telah menggosokkan sepasang tangannya, apa yang hendak dia lakukan" Kini air mata Lui Hong telah mengering, dia hanya bisa membelalakkan matanya sambil mengawasi sepasang tangan orang itu dengan penuh tanda tanya
Akhirnya si Kelelawar menggerakkan tangannya, tapi bukan memegang tubuh Lui Hong, melainkan memegang patung kayu wanita cantik itu
Dengan penuh kasih sayang dia belai patung itu, bahkan membelai, meraba dan menggerayangi jauh lebih seksama ketimbang sewaktu membelai tubuh Lui Hong tadi
Setelah menggerayangi atas bawah patung wanita itu, tiba tiba si Kelelawar tertawa aneh, ujarnya: "Coba kau lihat, bukankah aku kurang beres" padahal aku tahu, kau memang berpikir begitu bukan"
"Siapa bilang kau beres" Ctakmu memang tidak beres" umpat Lui Hong dalam hati
"Padahal aku memang kurang beres" ujar si Kelelawar lagi, "tapi ketidak beresanku bukan pada sepasang tanganku, juga bukan di otak, melainkan hanya pada sepasang mataku" "Kau memang si buta keparat!" kembali Lui Hong mengumpat dalam hati
Tampaknya si Kelelawar seolah mendengar umpatan dalam hati itu, dia tertawa terkekeh, serunya: "Aku tahu, sekarang kau pasti sedang mengumpatku dalam hati, mengatakan kalau aku memang si buta keparat
Lui Hong tertegun, saking herannya dia sampai tak mampu berkata kata
"Pada akhirnya manusia toh pasti mati" kata si Kelelawar lagi, "kadangkala mati lebih awal jauh lebih enak daripada mati belakangan
"Manusia macam kau memang pantas mampus sejak awal!" batin Lui Hong lagi
Mendadak si Kelelawar bertanya: "Tahukah kau, bagaimana bentuk wajahku dimasa muda dulu"
Tidak menunggu jawaban, dia melanjutkan: "Kalau diceritakan mungkin kau tidak percaya, sewaktu muda dulu, bukan saja aku ganteng bahkan gagah rupawan, tak bakal kalah tampan dengan lelaki paling ganteng sekalipun
Dasar, mungkin hanya setan yang percaya! Lui Hong mengumpat sambil menyumpah dalam hati, semestinya si Kelelawar tak akan mendengar, apa mau dikata dia justru seolah mendengar semuanya, sambil tertawa ujarnya lagi: "Sudah kuduga, kau pasti tak bakal percaya
Setelah berhenti sejenak, tegasnya: "Padahal semua yang kukatakan merupakan kenyataan!
Lui Hong tidak menanggapi, dia hanya mengawasi orang tua itu tanpa berkedip
Namun bagaimana pun dipandang, dia tetap tak bisa menemukan ketampanan wajah si Kelelawar, orang tua ini sama sekali tak mirip dengan seorang lelaki ganteng
Sesudah menghela napas panjang, kembali si Kelelawar berkata: "Aaai, harus diakui, sekarang tampangku memang jelek, mau dipandang dari sudut mana pun, aku tak bakal mirip dengan seorang lelaki tampan
Setelah tarik napas, lanjutnya: "Semua ini ada sebabnya, kalau dibicarakan sesungguhnya merupakan peristiwa yang terjadi selama banyak tahun
Lui Hong tidak bicara, dia hanya mendengarkan
Sekalipun ia benci orang ini hingga ke tulang sumsum, namun rasa ingin tahunya amat besar, dia ingin mengetahui seluk beluk dari orang tua ini
Tapi si Kelelawar segera menukas lagi: "Aaah, itu semua merupakan kejadian lama, sudah usang, lebih baik tak usah disinggung lagi
Lui Hong merasa kecewa sekali
Kembali terdengar si Kelelawar bergumam: "Manusia mana pun pada akhirnya pasti akan mati, sama seperti manusia mana pun tentu bakal tua, betapa ganteng dan gagahnya seseorang, begitu mulai tua, dia pasti akan berubah jadi jelek, tak sedap dipandang
Lalu dengan suara perlahan ia bersenandung: "Wanita cantik bagai panglima kenamaan, yang ditakuti hanya rambut mulai beruban....." Kepada Lui Hong ia bertanya: "Pernah mendengar perkataan itu?" Tentu saja Lui Hong pernah mendengar
Si Kelelawar berkata lebih lanjut: "Itulah sebabnya banyak orang berharap bisa menemukan cara yang paling jitu untuk mempertahankan masa remajanya, kalau bisa sampai mati tetap muda" Sesudah menghela napas dengan nada berat, katanya lagi: "Cleh sebab itu pula ada perempuan cantik yang tidak bisa menerima hadirnya masa tua, bahkan tak segan menggunakan kematian untuk mempertahankan kecantikannya, manusia macam begini jarang terjadi pada orang lelaki, tapi bukan berarti tak ada" Lui Hong hanya mendengarkan
Si Kelelawar berkata terus: "Masa muda seseorang tak mungkin bisa dipertahankan hingga masa tua, sejak dulu banyak orang berusaha memakai obat mujarab untuk mempertahankan kemudaannya, meski bukannya tak ada yang berhasil, namun semuanya merupakan cerita dongeng, jadi bukan tak mungkin orang mempertahankan kecantikan wajahnya" "Cara apa yang digunakan?" pikir Lui Hong dalam hati
Dengan cepat si Kelelawar menyambung perkataannya: "Padahal sederhana sekali caranya, misalkan dibuatkan lukisan
"Coh, rupanya begitu" batin Lui Hong
"Padahal caranya banyak ragam, bisa juga menggunakan cara dipahat, dibuatkan patung, sebelum generasiku, banyak orang yang telah berusaha melakukan hal tersebut, hanya tak seorang pun yang melakukannya hingga tuntas seperti diriku
Maua tak mau Lui Hong harus mengakui akan kebenaran ucapan itu
Kembali senyum idiot tersungging diwajah si Kelelawar, ujarnya: "Melakukan pekerjaan semacam ini bukanlah sesuatu yang murah, untuk persiapan saja aku harus menghabiskan waktu hampir sepuluh tahun lamanya
Setelah menghela napas, lanjutnya: "Lagipula perempuan yang betul betul cantik tak banyak jumlahnya, dalam hal seleksi pun aku harus membuang banyak pikiran, tenaga dan waktu
Setelah merandek sejenak, katanya lagi: "Dalam hal ini rasanya aku telah menjelaskan kepadamu" Terhadap apa yang telah diucapkan, dia seolah sudah melupakannya sama sekali
Lui Hong hanya mendengarkan dengan termangu
Si Kelelawar menghembuskan napas panjang, lanjutnya: "Yang paling parah lagi adalah tak seorang manusia pun yang menaruh simpatik terhadap perbuatanku ini
"Itulah sebabnya terpaksa aku harus menjalankan semuanya itu secara diam diam, aku harus mendirikan tiga belas kerajaan pribadi di tiga belas tempat yang berbeda, kerajaan pribadi yang tak mungkin diusik dan diganggu siapa pun
Tiga belas tempat" Lui Hong terperangah, kaget, heran dan nyaris tak percaya
Satu tempat semacam ini saja sudah terasa lebih dari cukup, apalagi tiga belas tempat
Dari begitu banyak model payudara, wajah, pinggul serta pinggang yang memenuhi ruangan ini, entah ada berapa banyak wanita cantik yang berhasil ditipu si Kelelawar dan terjebak ditempat ini, kalau tiga belas tempat digabungkan, bukankah tipu licik yang dilakukan kakek ini sudah kelewat batas" Tak heran Lui Hong merasa terkesiap
Tiba tiba terdengar suara aneh itu berkumandang lagi: "Dimana saja ke tiga belas tempatmu yang lain"
"Bukankah salah satunya berada disini" sahut si Kelelawar sambil tertawa bodoh
"Masih ada dua belas tempat lagi
"Tentu saja ke tiga belas tempat itu tersebar di tujuh propinsi selatan dan enam propinsi utara sungai Tiangkang
Setelah tertawa bodoh, lanjutnya: "Oleh sebab itu berada di propinsi mana pun, setiap saat aku dapat melanjutkan maha karya ku ini
"Masa kau sudah lupa dengan alamat yang sejelasnya?" suara itu bertanya lagi
"Mana mungkin aku bisa melupakannya"
"Sungguh" "Kalau aku lupa, mana mungkin bisa sampai disini?" sahut si Kelelawar sambil tertawa idiot, "kau ini, benar benar aneh dan mengherankan
Siapa sebenarnya orang itu"

Lui Hong pun merasa keheranan
"Manusia manapun, pada akhirnya pasti akan jadi tua" suara itu kembali berkata
"Tentu saja" si Kelelawar tertawa aneh, "memangnya kau anggap di dunia ini benar benar terdapat obat dewa yang bisa membuat manusia awet muda"
"Tentu saja tidak ada! Bila orang tambah tua, pelbagai penyakit pun otomatis akan bermunculan" "Yaa, hal seperti ini memang susah dihindari" "Sampai waktunya, mungkin mata akan mulai rabun, telinga mulai setengah tuli, peredaran darah makin melemah
"Betul "Bahkan daya ingat pun terkadang ikut melemah" kata suara itu lagi
"Memang, penyakit semacam itu memang penyakit yang biasa diderita orang tua
"Oleh karena itu bila kau sampai melupakan alamat dari ke dua belas tempatmu yang lain, kejadian semacam inipun bukan merupakan kejadian yang aneh" kata orang itu
Si Kelelawar segera tertawa
"Untungnya aku masih belum sampai setua itu!" katanya
"Kalau begitu, maukah kau memberitahukan kepadaku alamat dari ke dua belas tempat lainnya"
"Tentu saja mau Bicara sampai disitu mendadak si Kelelawar tertegun, dalam waktu singkat ia sudah terjerumus dalam lamunan
Kemudian perlahan-lahan dia berjongkok, sinar kebingungan, gugup dan tersiksa segera terpancar keluar dari tubuhnya
Dengan sepasang tangannya dia pegangi batok kepala sendiri, lalu mengeluh: "Kenapa aku sudah melupakan semuanya?" "Dua belas tempat yang lain......." tiba tiba ia teriak keras, "sebenarnya saat ini aku berada di propinsi mana"
"Nah, masa hal semacam itupun sudah kau lupakan" ujar suara orang itu lagi
Si Kelelawar menggeleng "Tidak mungkin, kalau tidak, mana mungkin aku bisa sampai di sini?" "Padahal alasannya sangat sederhana" kata orang itu, "kau bukan masuk sendiri ke tempat ini
"Masa orang lain yang mengajakku kemari?" "3enar!
"Siapa?" "Akul
"Siapa kau sebenarnya"
"Kau" "Aku?" tak tahan kembali si Kelelawar tertegun
Lui Hong yang mengikuti jalannya pembicaraan itu ikut terperangah, keheranan "Aku adalah sukma mu" suara itu berkumandang lagi
"Sukma?" tergerak mimik muka si Kelelawar, "tapi aku belum mati, kalau kau adalah sukma ku, mana mungkin bisa tinggalkan aku"
"Karena kau sudah kelewat tua, semangatmu sudah mulai mundur, sudah mendekati saat ajal, aku sudah tak mungkin bersatu lagi dengan dirimu" "Aku sudah kelewat tua?" si Kelelawar makin bimbang
"Betul, kau sudah kelewat tua, sedemikian tuanya hingga urusan penting pun sudah kau lupakan
Si Kelelawar tertawa getir, tiba tiba ujarnya: "Untung saja aku telah membuat persiapan" "Persiapan apa"
"Aku telah mengukir ke tiga belas alamat itu diatas tiga belas bilah pisau pusaka, jadi, biar aku sudah sedemikian tua hingga melupakan segalanya pun, asal melihat ke tiga belas bilah pisau tersebut, aku tetap akan mengetahui letak dari ke tiga belas tempat rahasia itu "Ehmm, caramu memang sebuah cara yang bagus" "Tidak terhitung seberapa, dengan berbuat begitu sesungguhnya aku telah melakukan hal yang berlebihan, sebab bagaimana pun keadaannya, tak mungkin daya ingatku akan sedemikian buruknya" Habis berkata kembali ia tertawa getir, ujarnya: "Tak disangka aku benar benar akan mengalami kejadian seperti hari ini, daya ingatku jadi sedemikian jeleknya" Dia pegang batok kepalanya dengan sepasang tangan lalu digoyang dengan sekuat tenaga
Kemudian sambil menabok batok kepala sendiri, gumamnya: "Sialan, benar benar sialan, kenapa daya ingatku tiba tiba berubah sejelek ini"
-_~ hal semacam ini memang tak bisa dipaksakan, apa boleh buat" kata suara itu
"Aaai, aku benar benar sedemikian tuanya" si Kelelawar menghela napas panjang
Tiba tiba suara orang itu bertanya lagi: "Dimana kau simpan ke tiga belas bilah pisau pusaka itu" Apakah masih ingat"
Tiba tiba si Kelelawar tertawa, tertawa dengan riangnya
II "Hahaha, tentu saja aku masih ingat, bahkan teringat dengan jelas sekali katanya
"Sungguh" "Tentu saja sungguh!
"Di mana" "Di..... di........ mustahil aku beritahukan kepadamu
"Kenapa" "Karena aku telah menghadiahkan ke tiga belas bilah pisau pusaka itu kepada orang lain
Mendadak dia menggeleng, serunya lagi: "Coh bukan, bukan tiga belas, hanya.... hanya dua belas, betul, hanya dua belas
"Kau masih teringat dengan begitu jelas" seru orang itu
Kembali si Kelelawar tertawa aneh
"Tahukah kau ke dua belas bilah pisau mustika itu telah kuhadiahkan kepada siapa?" "Siapa"
"Dua belas orang wanita paling cantik, paling menawan hati
"Dua belas orang wanita"
"Mereka semua amat cantik bahkan memiliki bentuk badan yang berbeda, ada yang montok, ada yang langsing, ada yang..... ada yang.....
Entah kenapa, dia tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya
Terdengar suara orang itu berkata lagi: "Bahkan pisau mustika yang begitu penting pun kau rela persembahkan kepada mereka, hal ini membuktikan kalau kau amat menyukai mereka
"Tentu saja "Cleh sebab itulah kau mempunyai kesan yang begitu dalam terhadap mereka, meski masalah lain sudah tak teringat lagi, namun kau tak pernah melupakan mereka semua
Si Kelelawar tidak menjawab, dia hanya tertawa bodoh
"Siapa saja nama mereka" Apakah kau masih ingat?" kembali suara orang itu berkumandang
"Siapa nama mereka?" gumam si Kelelawar sambil berdiri tertegun, dia seolah sudah tak ingat lagi nama nama itu
Terdengar suara orang itu berkata lagi: "Bukankah kau mengatakan Lau Ci-he termasuk salah satu diantaranya"
"Aaah benar, memang dia termasuk, darimana..... darimana kau bisa tahu?" seru si Kelelawar tak tahan
"Bukankah kau berasal satu tubuh denganku" Mana mungkin aku tidak tahu?" "Aaah, betul, betul sekali
"Apakah Botan (peony) hitam dari Shoatang dan teratai putih dari Hopak termasuk juga"
"3etul, mereka termasuk juga!" "Masih ada yang lain"
Dengan wajah tertegun si Kelelawar berpikir berapa saat, tiba tiba dia menghantam batok kepala sendiri sambil berteriak: "Sialan, benar benar sialan!
"Kenapa" Tak teringat lagi?" tanya orang itu sambil menghela napas
"Maukah kau beritahu kepadaku?" pinta si Kelelawar
Sekali lagi orang itu menghela napas
"Coba pikirlah dengan seksama, pasti akan teringat" katanya
"Aku..... aku......." dia hanya bisa memegangi kepala sendiri sambil dibenamkan kedalam sepasang lututnya, orang tua itu memang tak bisa mengingat kembali
Crang itu tidak bersuara lagi, dia ikut membungkam
Suasana dalam "ruangan" pun pulih kembali dalam keheningan dan kesepian yang luar biasa
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya si Kelelawar mendongakkan kepala seraya mengeluh: "Aku benar benar tak bisa mengingatnya kembali, maukah kau beritahu kepadaku"
Dia sedang bertanya kepada sang "sukma
Tiada jawaban Sekali lagi si Kelelawar bertanya, namun tetap tiada jawaban, perasaan panik, takut, ngeri mulai menghiasi wajah orang tua itu, jeritnya lengking: "Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku" Kenapa"
Tiada reaksi dari dalam ruangan, suasana tetap hening
Si Kelelawar semakin panik, jeritnya: "Masa kau tinggalkan aku" Kau tak boleh berbuat begitu" Suara orang itu tak pernah berkumandang lagi
Tiba tiba si Kelelawar melompat bangun, sambil mencakar rambutnya dia menjerit: "Kau adalah sukmaku, kenapa tinggalkan diriku!
Nada suaranya diliputi perasaan panik, ngeri dan takut
Ditinjau dari tingkah lakunya, orang tua itu pada hakekatnya sudah kehilangan kesadaran, sudah menyerupai orang sinting
Nada suaranya yang sejak semula memang kedengaran aneh, dalam keadaan takut bercampur panik, suaranya kedengaran semakin aneh dan tak sedap didengar
Cahaya lentera yang redup, pada saat itu pula makin melemah dan suram sebelum akhirnya sama sekali padam
Suasana dalam ruang batu itupun tertelan kembali dalam kegelapan yang luar biasa
Suara teriakan si Kelelawar masih menggema dalam ruangan, suara itu makin lama makin parau dan lirih
Benarkah sukma si Kelelawar telah meninggalkan tubuh kasarnya" Meninggalkan dia dengan begitu saja" Bila seseorang sudah kehilangan sukmanya, lalu apa yang akan terjadi dengan dirinya" Dia akan berubah jadi apa"

Maaf...cerita meloncat sedikit krn filenya hilang...
Bab 8. Bu-shia beracun Siau Jit tertawa dingin "Jadi kau anggap aku pasti bukan tandinganmu, pasti bakal mati diujung pedangmu?" katanya
"Benar, kau masih bukan tandinganku" "Kau yakin dugaanmu tak bakal salah?" "Paling tidak, hingga sekarang dugaanku belum pernah meleset" "Ada satu hal mungkin belum kau ketahui" ujar Siau Jit tiba tiba
"Soal apa" "Kau tak lebih hanya seorang manusia, bukan dewa
"Maksudmu, selama sebagai manusia pasti akan melakukan kesalahan"
"Betul! Tiba tiba Ong Bu-shia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak
"Hahahaha..... bagi orang orang semacam kita berdua, salah menduga sama artinya mencari kematian buat diri sendiri, bukan begitu"
"Ehmmm "Mungkin saja dugaanku kali ini salah, keliru besar, tapi untungnya usiaku sudah lanjut, jadi urusan mati atau hidup sudah bukan kuanggap sebagai satu masalah besar lagi
"Setelah mendengar penuturanmu itu, aku semakin tak berani bersikap gegabah" kata Siau Jit
"Bila seseorang sudah tidak pedulikan masalah mati hidupnya, dia pasti akan menyerang tanpa kuatir, membunuh tanpa ragu, bukankah begitu"
"Benar! Ong Bu-shia memperhatikan sekejap sepasang tangannya, kemudian berkata lagi: "Dengan mengandalkan sepasang tangan ini, aku telah menjelajahi utara selatan sungai besar dan selama ini belum pernah ketemu lawan tanding
"Aku dengar memang begitu
"Paling tidak belum pernah ada hingga saat sekarang, saat sebelum aku mengundurkan diri
"Aku sendiripun tidak yakin kemampuanku sanggup menandingi dirimu
"Meski kau tak yakin bisa menangkan aku, namun kau tak akan mundur dari gelanggang"
"Tentu saja, kau pun tak akan membiarkan aku keluar dari gelanggang ini" "Memang tak mungkin" "Apalagi aku memang tak berniat mundur dari sini" kat a Siau Jit cepat
Dengan tajam Ong Bu-shia menatap lawannya, tiba tiba ia tertawa
"Aku sangat berharap kau adalah lawan tandingku" katanya
"Kenapa" "Karena aku sudah banyak tahun hidup kesepian
Setelah berhenti sejenak, tambahnya: "Selama banyak tahun, belum pernah ada orang berhasil mengalahkan aku, bahkan mencari lawan tanding yang seimbang pun susahnya setengah mati
"Karena itu kau merasa kesepian?" "Betul
Siau Jit menatapnya tajam
"Terlepas manusia macam apakah dirimu, dalam pertarungan kali ini, aku tak akan memandang enteng dirimu
"Aku memahami maksudmu . . . . .. kau memang seorang jago silat tulen, seorang pesilat sejati" "Sama sama, kita setali tiga uang
"Tahukah kau apa hubunganku dengan Ong Sip-ciu?" tiba tiba Ong Bu-shia bertanya
"Putramu!" "Betul, dia adalah satu-satunya putraku
"Sayang putra mu tidak memiliki kegagahanmu walau hanya setengahnya saja" "Aku hanya memiliki seorang putra, tentu saja dia kelewat manja hingga terbentuk watak yang lemah
"Kau seharusnya tahu bukan kenapa aku harus membunuhnya"
"Dalam pandangan kalian orang orang hiap-gi yang mengutamakan kebajikan dan kebenaran, tentu saja semua perbuatan dan sepak terjangnya pantas diganjar dengan kematian, namun dalam pandangan kami orang orang kalangan hitam, ulahnya masih belum terhitung kelewat jahat dan busuk, khususnya dalam pandanganku sebagai ayahnya, apa pun yang telah dia lakukan pantas dimaafkan dan diampuni, dosanya tak perlu ditebus dengan kematian
"Aku mengerti "Bagus sekali" seru Ong Bu-shia sambil perlahan-lahan menggeser kakinya
Siau Jit segera ikut menggeser pula langkah kakinya
Kedua orang itu sudah tidak berbicara lagi, seolah pembicaraan apa pun disaat ini sudah tak berguna lagi
Pedang Siau Jit sudah terhunus, tubuh dan pedang seolah telah terwujud jadi satu
Ong Bu-shia menggerakkan pula sepasang tangannya kian kemari, setiap saat dia siap melancarkan serangan
Akhirnya serangan pun dilancarkan! Pergeseran badan Ong Bu-shia dilakukan tidak terlampau cepat, sementara Siau Jit bergeser lebih lambat, ia berdiri diatas meja, berada diatas untuk menghadapi serangan dari bawah, bahkan posisi dimana ia berdiri merupakan sumbu dari perputaran mereka berdua, karena itu dia tak perlu banyak bergerak
Si Hong berdiri persis disamping Siau Jit, pedang lemasnya sudah dipersiapkan untuk setiap saat melancarkan serangan
Ia menatap Siau Jit, sorot matanya sama sekali tak berkedip, tubuhnya pun sama sekali tak bergerak
Hingga Siau Jit berdiri membelakangi dia, tiba tiba saja ia bertindak, secepat kilat tubuhnya menerkam ke arah Siau Jit, "Nguungg!" pedang lemasnya digetarkan hingga tegak lurus, bagai ular berbisa langsung menyergap bagian mematikan dipunggung lawan
Serangan pedang yang amat beracun, hati dan pikirann ya jauh lebih beracun! Dia menduga, begitu serangan dilancarkan, tak ayal Ong Bu-shia pasti akan manfaatkan kesempatan itu untuk melancarkan pula serangannya, dengan begitu mereka berdua akan menyergap bersamaan waktu
Dengan ikut serta dalam melancarkan serangan maut itu, niscaya Ong Bu-shia dapat menghabisi nyawa Siau Jit
Mungkin saja apa yang dia bayangkan merupakan kenyataan
Sayang dugaannya meleset jauh, ternyata Ong Bu-shia sama sekali tak bergerak, dia hanya mengawasi gerak serangannya itu dengan pandangan dingin
Seketika itu juga hatinya tercekat, bergidik
Sayang pedangnya sudah terlanjur melancarkan tusukan, tusukan kilat ibarat anak panah yang terlepas dari busur, tak mungkin untuk ditarik balik
Dalam waktu singkat cahaya pedang bagai bianglala telah menghampiri tubuh Siau Jit, dan pada saat yang bersamaan tiba tiba Siau Jit membalikkan badan
Bersamaan itu pedangnya melepaskan sebuah tusukan! Serangan yang dilancarkan Si Hong sesungguhnya tidak terhitung lambat, dalam sekali tusukan dia telah melepaskan tujuh belas ancaman, tapi sayang gerak pedang Siau Jit jauh lebih cepat, biar menyerang belakangan tapi serangan tiba disasaran lebih awal, tujuh belas tusukan kilat seketika membendung seluruh ancaman yang dilakukan Si Hong
Menyaksikan kejadian itu Si Hong membentak nyaring, berapa kali dia merubah gerakan tubuhnya namun selalu gagal untuk melepaskan diri dari ancaman pedang lawan
Sambil mendengus tangan kirinya berputar, tujuh batang paku bunga li yang sangat beracun siap dibidikkan ke tubuh lawan, siapa tahu baru saja tangan kirinya bergerak, telapak tangan kiri Siau Jit sudah membacok pergelangan tangannya
Dengan ketajaman matanya ternyata ia tak bisa melihat dengan jelas darimana datangnya bacokan itu, dengan kegesitan gerak tubuhnya pun dia tak sanggup berkelit atau menghindarkan diri
Rasa sakit yang luar biasa merasuk hingga ke tulang sumsum, pergelangan tangannya yang ditelikung ke belakang membuat genggaman ke lima jarinya mengendor, paku paku bunga li yang sudah siap ditimpuk pun seketika berjatuhan ke tanah
Selama ini Ong Bu-shia hanya menyaksikan jalannya pertarungan sambil bergendong tangan, sama sekali tak punya niat untuk turun tangan membantu
Menyaksikan hal ini, Si Hong merasa hatinya mencelos, perasaannya makin terperosok dalam
Bersamaan dengan timbulnya rasa takut, tiba tiba perutnya terasa pedih, panas bagai terbakar dan sakitnya bukan kepalang
Inilah perasaan terakhir yang bisa dia rasakan sepanjang hidupnya! Pedang milik Siau Jit telah menusuk ke dalam perutnya, menghujam dalam dalam
Begitu ujung pedang menembusi perutnya, darah segar pun menyembur keluar bagaikan mata air
Si Hong terpuruk diatas lantai bagai manusia tanah liat yang tergenang air, "Traaangl
pedang lemasnya terlepas dari genggaman dan jatuh ke samping
Sementara itu Siau Jit telah menarik kembali pedangnya, perlahan ia berpaling, menatap Ong Bu-shia dengan pandangan dingin
Ternyata gerak serangan pedangnya selain cepat, ganas pun sangat telengas
Ong Bu-shia balas menatap Siau Jit dengan pandangan dingin, tiba tiba ujarnya: "Sekali tusukan memutuskan usus, ternyata nama besarmu memang bukan nama kosong
"Kau seharusnya turun tangan selamatkan jiwanya
"Selama hidup, aku tak pernah mau melakukan pekerjaan yang sama sekali tak berguna
uoya"n Ong Bu-shia memandang sekejap jenasah Si Hong yang terkapar ditanah, lalu ujarnya lagi: "Dia tidak seharusnya membokongmu dari sudut tersebut, sebab, walaupun kau berdiri membelakangi dia, namun sudut itu merupakan benteng pertahanan yang kuat bagimu, sudut yang tak mungkin bisa membuahkan hasil
Mencorong sorot mata Siau Jit
Terdengar Ong Bu-shia berkata lebih jauh: "Andaikata dia menyerangmu dari sudut kanan, paling tidak kau harus menyambut tiga buah serangan berantainya" Sinar mata Siau Jit makin mencorong dingin
"Sekalipun dia menyerangku dari sudut kanan, aku yakin kau tetap tak akan turun tangan membantu
"Betul! "Walaupun dia datang bersamamu, padahal dalam kenyataan dia hanya kelinci percobaanmu, kau ingin gunakan dia untuk menjajal tipu muslihat ilmu pedangku
"Tepat sekali "Dia seharusnya mengerti akan hal ini
"Sayang tidak banyak orang cerdas dikolong langit saat ini, terlebih orang secerdas kau
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:

"Sayangnya pula, orang yang kelewat cerdas biasanya bukan merupakan satu kejadian yang baik
Siau Jit tertawa dingin "Entah sudah berapa kali kudengar perkataan semacam itu?" dengusnya
"Oya?" "Bahkan hampir semuanya pasti mengatakan satu hal" uApa"n "Karena orang yang kelewat pintar, biasanya tidak berumur panjang!
"Hahaha!" Ong Bu-shia tertawa tergelak, katanya samb il manggut manggut, "hal seperti ini jelas bukan satu kejadian yang menyenangkan" "Sayangnya manusia bukan hanya andalkan kecerdasan, seringkali selain pintar, diapun harus berbudi luhur sehingga selalu dilindungi Thian, bahkan berumur panjang
"Sayang tidak banyak manusia seperti itu
"Tapi bukan berarti tak ada orang semacam itu
"Jadi maksudmu, kau adalah salah satu diantaranya"
"Betul atau tidak, aku sendiri tidak tahu, bahkan aku sendiri pun tak tahu apakah aku termasuk orang pintar atau tidak" "Kau bisa berkata begitu, hal ini menandakan kalau kau memang seseorang yang sangat cerdas, moga moga saja kau berumur lebih panjang daripada orang cerdas lainnya
"Kau serius berharap begitu?" Siau Jit balik bertanya
"Hahaha, tentu saja bohong!
Begitu selesai bicara, tiba tiba tubuhnya mulai bergerak, dia tidak melompat ataupun menerkam, tapi selangkah demi selangkah berjalan mendekat
Siau Jit tidak bergerak, dia hanya mengawasi Ong Bu-shia yang semakin mendekat dengan pandangan dingin
Ong Bu-shia sama sekali tidak berhenti, sampai mendekati meja tersebut, ia baru mulai berputar, bergerak menuju ke sisi kanan anak muda itu
Siau Jit masih berdiri diatas meja dengan pedang terhunus, tubuhnya ikut berputar mengikuti gerakan musuhnya
Ong Bu-shia mulai berputar, makin lama ia bergerak makin cepat, akhirnya dia mengelilingi meja itu dengan kecepatan luar biasa
Siau Jit, tubuh berikut pedangnya ikut berputar
Walaupun dia cepat, namun gerakannya tak sanggup menyusul gerakan tubuh Ong Bu-shia, dalam waktu singkat kakek jangkung itu telah merebut posisi sebelah kanan, bahkan sepasang tangannya langsung membacok, membabat pinggiran meja tersebut
"Praaakkkl" meja yang lebar lagi kuat itu segera terbelah jadi dua bagian
Berbareng dengan terbelahnya meja itu, Siau Jit ikut melambung ke tengah udara, coba dia baru melambung setelah meja itu terbelah, niscaya keseimbangan badannya akan sangat terpengaruh
Berada ditengah udara, ia bersalto berapa kali, kemudian "Wussss!" ia berbalik posisi, dengan kepala dibawah kaki diatas, pedangnya langsung menusuk kepala lawan
Dalam posisi begitu, seharusnya Ong Bu-shia ikut melambung untuk melakukan pengejaran, namun dia sama sekali tidak berbuat begitu
Mungkin hal ini dikarenakan ia telah menduga akan serangan kilat yang bakal dilancarkan Siau Jit, dia berdiri tegak sambil menyambut datangnya ancaman tersebut
Bukan saja dia tidak melambung, sebaliknya justru merendahkan badan sambil menyusup ke bawah meja
Babatan pedang Siau Jit segera menyambar dari atas kepalanya, hanya terpaut satu inci dari ujung rambutnya
Dengan cepat orang tua itu merentangkan tangannya ke kiri kanan, ia sambar kaki meja lalu diiringi bentakan nyaring, belahan meja tersebut diangkat keatas dan dihantamkan ke tubuh Siau Jit
Untuk kedua kalinya Siau Jit mencelat ke samping, kini dia telah berbalik posisi dengan kepala diatas kaki dibawah, tubuh berikut pedangnya kembali melambung
Saat inilah Ong Bu-shia baru melompat bangun, tangannya sambil tetap memegang kaki meja yang terbelah merangsek maju ke depan, ternyata gerakan tubuhnya masih tetap cepat
Kini kedua belah lembaran meja yang terbelah itu digunakan sebagai tameng untuk melindungi tubuhnya, dengan kondisi seperti ini dia melanjutkan terjangan
Berulang kali Siau Jit mengubah gerakan tubuhnya, namun selalu gagal melepaskan diri dari jangkauan meja terbelah, akhirnya dia berpekik nyaring, tubuhnya mencelat ke atas, langsung menerjang permukaan genting ruangan
"Braaak . . . . .!" ditengah suara keras dan hamburan debu serta hancuran genting, tubuh Siau Jit menerobos keluar dari ruangan dengan menembusi langit langit
Pada saat itulah kedua lembar meja yang berada ditangan Ong Bu-shia telah menghantam langit langit, "Braaak, braaak . . . . . .." suara gemuruh bergema makin nyaring, semakin banyak debu dan hancuran genting berhamburan diseluruh ruangan, meledak, meletup dan hancur berantakan
Tidak berhenti sampai disitu, Ong Bu-shia menerobos keatas mengejar musuhnya, begitu berada disamping Siau Jit, lembaran meja ditangannya kembali menyapu ke depan dengan jurus Heng-sau-jian-pit-be (menyapu rata seribu ekor kuda)
Kembali Siau Jit melompat ke tengah udara
Gagal dengan sapuannya, Ong Bu-shia menarik tangannya sambil merapat, kedua belah lembar meja itu segera saling berbenturan, "Braaak!" diiringi suara ledakan, lempengan kayu itu hancur berantakan dan menyebar ke empat penjuru
Bukan begitu saja, paling tidak ada separuh bagian diantaranya langsung meluncur ke tubuh Siau Jit
Berada ditengah udara Siau Jit memutar pedangnya rapat rapat, ia ciptakan selapis bola cahaya yang tajam untuk melindungi tubuh, begitu hancuran kayu menghampirinya, kepingan kayu itu langsung remuk jadi bubuk dan berhamburan ke lantai
Menggunakan kesempatan itu Ong Bu-shia ikut melambung ke udara, sepasang tangannya menerobos masuk ke hadapan lawan, dengan tangan kiri melepaskan tujuh serangan, tangan kanan enam pukulan, dalam saat yang bersamaan dia lancarkan tiga belas buah ancaman berantai
Angin pukulan menderu deru, begitu kuatnya sapuan tersebut memaksa bola cahaya pedang yang diciptakan Siau Jit buyar seketika
Bukan hanya begitu, pukulan ke tiga belas dari Ong Bu-shia ternyata berhasil menghantam pedangnya hingga miring ke bawah, memanfaatkan kesempatan itu satu sodokan maut dihantamkan ke dada lawan
Siau Jit memang bukan jagoan kemarin sore, berada di udara cepat ia berganti posisi, disaat yang paling kritis dia mengigos dari hantaman Ong Bu-shia lalu mencelat keluar halaman
Sambil membentak nyaring tubuhnya meluncur ke bawah bagai seekor burung terbang
Tempat dimana dia melayang turun tak lain adalah jalan raya, ditempat itu pula para tamu rumah makan yang membubarkan diri berkumpul, tapi begitu melihat atap dan kayu berhamburan di udara, apalagi melihat pertarungan ke dua jagoan itu sudah bergeser ke sana, tergopoh orang orang itu kembali membubarkan diri
Baru saja kaki Siau Jit menginjak tanah, Ong Bu-shia telah menyusul tiba, sepasang tangannya dengan jurus Ngo-lui-hong-teng (lima guntur menghantam puncak) menghantam ubun ubun anak muda itu
Kali ini Siau Jit tidak berusaha menghindar, pedangnya diayun keatas menciptakan satu lingkaran cahaya untuk menyongsong datangnya ke dua belah tangan kakek itu
Tidak menunggu sepasang tangannya berhasil menyentuh tubuh lawan, cepat Ong Bu-shia mengigos ke samping
Berdasarkan pengalaman yang dimiliki, tentu saja dia dapat merasakan kelihayan dari serangan anak muda itu
Lingkaran cahaya pedang Siau Jit segera ditarik kembali, dengan pedang bersatu badan, ia balas menyerang Ong Bu-shia dengan kecepatan bagai anak panah terlepas dari busur
Berada ditengah udara, secara beruntun Ong Bu-shia berganti dengan tujuh macam gerakan tubuh sebelum berhasil meloloskan diri dari ancaman itu, begitu kakinya menjejak tanah, tangan kiri dan kanannya secara beruntun melepaskan empat buah pukulan berantai untuk mengunci datangnya ancaman
Kembali Siau Jit menggerakkan tubuhnya, meloloskan diri dari kurungan lawan
"Hmm, ternyata kungfu mu hebat juga!" ejek Ong Bu-shia sambil tertawa dingin
Setelah berhenti sejenak, terusnya: "Disini sudah tak ada hambatan lagi, kita bisa bertarung habis habisan!" Belum sempat Siau Jit menjawab, suara derap kaki kuda yang ramai telah bergema dari ujung jalan raya, diikuti munculnya puluhan ekor kuda jempolan
Lui Sin berada dibarisan paling depan, dari kejauhan ia sudah berteriak keras: "Siau Jit!
Dia sama sekali tidak kenal dengan Siau Jit, tapi piausu disampingnya yang mengenali Siau Jit telah menunjuk ke arah pemuda itu sejak dari kejauhan
Sambil berpaling kata Ong Bu-shia: "Teman teman yang datang membantumu telah tiba!" "Belum tentu mereka sahabatku" sahut Siau Jit dengan kening berkerut
"Berarti mereka datang mencari gara gara" "Tidak jelas" "Terserah siapa pun yang datang, mereka harus menunggu sampai aku roboh diujung pedangmu!
Habis berkata kembali Ong Bu-shia melancarkan serangan mengurung tubuh anak muda itu
Angin pukulan yang menderu, membuat ujung baju Siau Jit berkibar kencang
Pada saat itulah si penunggang kuda telah mendekat, masih berada diatas kudanya Lui Sin telah menghardik: "Tahan!
Begitu bentakan berkumandang, dua orang piausu telah melompat turun dari kudanya, sambil meloloskan senjata, mereka segera memisah Siau Jit serta Ong Bu-shia yang sedang bertarung dari kiri dan kanan
"Harap semuanya berhenti!" teriak mereka pula
Siau Jit tertegun, belum lagi menarik kembali pedangnya, Ong Bu-shia telah menarik pukulannya sambil menegur: "Siapa suruh kau menghalangi kami!
"Congpiautau kami . . . . . . . ..
seru seorang piausu Belum selesai dia berkata, Ong Bu-shia telah menukas gusar: "Hmm, hanya andalkan kalian berdua, berani benar menghalangi pertarungan kami"
Tubuhnya merangsek ke depan, langsung menerjang piausu yang berada disebelah kiri
Menyaksikan hal itu buru buru Siau Jit membentak: "Cepat minggir!" tubuh berikut pedangnya langsung menerkam Ong Bu-shia
Sayang piausu itu tidak menuruti perintahnya, bukan mundur dia malah mengangkat goloknya bermaksud pukul mundur serangan Ong Bu-shia
Baru saja senjatanya diangkat, pukulan tangan kanan Ong Bu-shia telah bersarang telak diatas dadanya
Pukulan itu datang secepat petir, bagaimana mungkin piausu itu sanggup menghindarkan diri" "Kraaakl" terdengar suara tulang retak bergema di udara, dada piausu itu sudah terhajar oleh sebuah pukulan dahsyat hingga amblas ke dalam, tubuhnya langsung mencelat ke udara dan terlempar sejauh berapa kaki
Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya tenaga pukulan itu
Lui Sin amat terperanjat, tidak terkecuali si pedang perak Han Seng yang berada disisinya, bagaimana pun mereka berdua adalah jago kawakan dalam dunia persilatan, pengetahuan serta pengalaman mereka cukup luas
Dari pukulan yang dilontarkan, mereka segera tahu kalau Ong Bu-shia adalah seorang jagoan kejam yang berhati telengas, menganggap nyawa manusia bagai rumput ilalang
Namun mereka berdua tidak mengenali Ong Bu-shia
Gerak serangan yang dilancarkan Siau Jit meski cepat, dia tetap terlambat satu langkah
Tampaknya anak muda ini sadar kalau ia sudah tak sempat lagi untuk selamatkan nyawa piausu itu, bukannya menyerang kepalan kanan Ong Bu-shia, babatan pedang itu justru menyambar pinggang lawan
Dengan cekatan Ong Bu-shia mengigos ke samping untuk menghindar, lalu melompat mundur dari posisi semula, kali ini dia menghampiri piausu ke dua
Siau Jit sama sekali tak menyangka kalau seorang jagoan yang berilmu begitu tinggi ternyata memiliki jalan pemikiran yang begitu sempit, tak sempat menghalangi perbuatannya, jago muda ini merasa hatinya makin bergidik
Ketika melihat Ong Bu-shia datang menghampiri, buru buru piausu itu mengayunkan goloknya melancarkan tujuh buah bacokan, semua serangan bukan ditujukan ke tubuh lawan melainkan hanya berusaha melindungi diri
Sayang dia berhadapan dengan jagoan tangguh semacam Ong Bu-shia, ingin melindungi diri pun bukan satu hal yang mudah
Ketika bacokan ke tujuh baru saja dilancarkan, tinju Ong Bu-shia sudah bersarang tiga kali diatas dadanya
Biar terdiri dari tiga pukulan, namun pada hakekatnya seolah dilancarkan bersamaan waktu
Seketika itu juga tulang dada piausu itu terpukul hancur hingga amblas ke dalam, sekujur badannya mencelat ke udara hingga menembus diatas dinding pagar
Siapa pun tahu kalau orang itu sudah tak punya harapan lagi untuk melanjutkan hidup
Sambil menuding Ong Bu-shia dengan pedangnya, bentak Siau Jit penuh kegusaran: "Apa-apaan kamu?" Perlahan Ong Bu-shia berpaling, sahutnya tertawa: "Lohu hanya tak ingin pertarungan kita berdua diganggu oleh kehadiran orang lain
Belum sempat Siau Jit mengucapkan sesuatu, dengan suara keras Lui Sin telah menghardik: "Siapa kau si tua bangka celaka" Kenapa kau bunuh piausu anak buahku"
"Kau sebut lohu sebagai apa?" Ong Bu-shia segera berpaling dan menatap Lui Sin gusar
"Tua bangka celaka! "Bagus sekali!" "Apanya yang bagus"
"Losu sudah mendapat satu alasan yang kuat untuk membunuhmu, memang kurang bagus"
Saking gusarnya Lui Sin tertawa keras
"Sebenarnya aku hendak mencari Siau Jit untuk membuat perhitungan, tapi tak ada salahnya kalau kubunuh dulu dirimu
Siau Jit tertegun, baru saja dia akan bertanya, Lui Sin telah meloloskan golok emasnya, kemudian sambil menuding wajah Ong Bu-shia, tegurnya: "Sebutkan namamu!
Sambil bergendong tangan Ong Bu-shia memperhatikan Lui Sin sekejap, lalu katanya: "Lebih baik kau tak usah tahu siapa diriku!" "Hahaha, ternyata kau tak lebih hanya seekor kura kura yang takut menyebut nama sendiri" "Hmm!" Ong Bu-shia mendengus dingin, "aku hanya kuatir anggota badanmu jadi lemas setelah mendengar namaku, apa enaknya kalau bertarung dengan orang yang sedang menggigil ketakutan"
"Memang kau anggap namamu sangat menakutkan?" ejek Lui Sin, setelah berhenti sejenak, hardiknya, "siapa namamu!
"Ong Bu-shia!" kata kakek itu kemudian sepatah demi sepatah kata
Berubah paras muka Lui Sin, begitu pula dengan si pedang perak Han Seng, apalagi kawanan piausu yang berada di belakang mereka berdua
"Bu-shia beracun pembetot sukma menggaet nyawa?" lanjut Lui Sin ragu
"Tepat sekali!" Perlahan-lahan Lui Sin menarik napas panjang, katanya: "Ternyata kau si tua bangka celaka!
Berubah seram paras muka Ong Bu-shia
"Kalau kubiarkan kau mampus kelewat cepat, rasanya keenakan bagimu" serunya
Perkataan itu diucapkan dengan nada dingin dan berat, sepatah demi sepatah kata bagaikan gada raksasa yang menumbuk lubuk hati Lui Sin
Tiba tiba si golok emas Lui Sin tertawa nyaring
"Hahaha, walaupun kau tersohor, sayang tak sampai menakutkan diriku!" "Oya?" Ong Bu-shia tertegun
Sambil mengebaskan ujung bajunya tiba tiba Lui Sin berseru: "Teman-teman, mundur semua, masalah ini merupakan urusan pribadi aku orang she-Lui, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan kalian semua
Kawanan piausu itu baru saja tertegun, Han Seng yang berada disisinya telah berseru sambil tertawa hambar: "Toako, dengan perkataanmu itu, sama artinya kau sudah tidak menghendaki aku sebagai saudaramu"
Cepat Lui Sin menggeleng "Saudaraku . . . . . ..
"Kita dua bersaudara selalu menghadapi tantangan secara bersama, pertarungan yang kita hadapi pun tidak dibawah puluan kali, kapan kita pernah berpisah" Jika kau menghadap raja akhirat seorang diri, aku yakin Giam-ong pasti akan mengusirmu balik
Mendengar perkataan itu Lui Sin hanya bisa tertawa getir
Seorang piausu segera berteriak pula dengan lantang: "Congpiautau, jangan kau anggap kami adalah kawanan tikus yang takut mati
"Rekan rekan semua . . . . . . . .." bisik Lui Sin dengan perasaan amat terharu
Sambil tertawa Han Seng menambahkan: "Apalagi Ong Bu-shia hanya seorang diri
"Orang-orang itu pun hanya ada sedikit perbedaan dibandingkan kalian berdua" ejek Ong Bu-shia
"Dimana perbedaannya?" tanya Lui Sin


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

"Kepandaian silat!" "Ilmu silat yang kau miliki memang jauh lebih bagus daripada kepandaian yang kami miliki, namun bukan berarti kami bukan tandinganmu
"Benarkah begitu"
"Satu orang mungkin gampang kau taklukkan, belum tentu seribu orang bisa kau lawan
"Omong kosong! Lui Sin tidak menanggapi lagi, sorot matanya segera dialihkan ke wajah Siau Jit, ujarnya: "Orang she-Siau, aku orang she-Lui akan bikin perhitungan denganmu atas hilangnya berapa lembar nyawa
Kembali Siau Jit tertegun
Tanpa banyak bicara Lui Sin mencabut keluar golok emasnya dari sisi pelana, bentaknya: "Terima serangan!
Tubuh berikut golok langsung ditebaskan keatas kepala Ong Bu-shia
Pada saat yang bersamaan Han Seng ikut bergerak, pedang peraknya diloloskan dari sarung, diantara kilatan cahaya tajam, tubuh berikut senjata bagai anak panah yang lepas dari busur langsung melesat ke arah Ong Bu-shia
Ditengah bentakan nyaring, kawanan piausu itu sama sama melompat turun dari kuda lalu meloloskan senjata dan serentak meluruk ke arah Ong Bu-shia
"Hahaha, orang yang menghantar kematian telah berdatangan!" ejek Ong Bu-shia sambil tertawa nyaring
Baru selesai gelak tertawanya, golok emas pedang perak telah menyerang tiba, Ong Bu-shia sama sekali tidak berkelit atau menghindar, dia menerobos masuk ke balik lapisan cahaya golok dan bayangan pedang itu, sepasang ujung bajunya dikebaskan berulang kali, "plaak, plaaak" dia pukul mundur gabungan golok emas dan pedang perak itu hingga tersingkir sejauh satu meter
Tiba tiba tubuhnya melambung ke tengah udara, melewati atas ujung golok dan mata pedang, dia meluncur langsung ke tengah kerumunan para piausu
"Celaka!" pekik Lui Sin dan Han Seng hampir berbareng, senjata mereka buru buru ditarik kembali lalu memburu musuhnya
Begitu meluncur turun ke tanah, ke lima jari tangan kanan Ong Bu-shia dipentang bagai kaitan tajam, "sreeetl" dia cengkeram tenggorokan salah satu piausu yang berada paling dekat dengannya
Tak ampun piausu itu tewas seketika, tubuhnya langsung diangkat ke udara dan diputar bagai gangsingan
Dengan menggunakan mayat piausu itu, Ong Bu-shia merangsek maju lebih ke depan, dia sambut datangnya bacokan senjata kawanan piausu itu dengan mayat tersebut
Tentu saja para piausu tak tega untuk membacok mayat rekan sendiri, siapa sangka baru saja senjata mereka ditarik balik, Ong Bu-shia telah melemparkan mayat tadi langsung menumbuk dada seorang piausu lainnya
Timpukan mayat itu disertai tenaga dalam yang sangat kuat, ibarat tumbukan batu cadas yang keras, "blaaam!" piausu yang dadanya tertumpuk itu langsung mencelat ke belakang sambil muntah darah segar
Tubuhnya meluncur sejauh satu tombak lebih dan menumbuk diatas dinding rumah, tampaknya nasib orang itu lebih banyak celakanya daripada beruntung
Merah membara sepasang mata Lui Sin, bentaknya: "Orang she-Ong, jelek jelek kaupun seorang kangou kenamaan, terhitung jagoan macam apa perbuatan brutalmu itu"
Ong Bu-shia tertawa seram
"Hahaha, biar kalian tahu rasa, kalau pengin hidup, ayoh cepat mundur dari sini!
Kawanan jago itu bukannya mundur, sebaliknya sambil mengayun kan senjata, diiringi bentakan keras serentak menerjang maju ke arah lawan
Lui Sin dan Han Seng merangsek maju duluan, senjata mereka langsung diayunkan ke tubuh kakek ceking itu, tapi Ong Bu-shia tak ambil peduli, kembali dia menerjang ke tengah kerumunan piausu itu, satu sodokan sikut lagi lagi membuat seorang piausu muntah darah, tubuhnya mencelat jauh ke samping
Merah berapi api sorot mata Han Seng melihat kebrutalan lawan, jeritnya: "Lihat pedang!
"Mau dilihat pun bukan sekarang saatnya!" sahut Ong Bu-shia sambil tertawa dan mengigos
"Tua bangka celaka, terhitung enghiong hohan macam apa dirimu itu!" seru Lui Sin gusar
Ong Bu-shia tertawa terbahak-bahak
"Hahaha, tua bangka celaka memang bukan enghiong hohan, oleh karena itulah aku akan melahap dulu orang orang itu
Diiringi gelak tertawa seram, kembali tangannya mencengkeram tenggorokan seorang piausu
Meskipun terancam bahaya maut, ternyata piausu itu sama sekali tidak menghindar, dia malah menyerang lebih kalap
Disaat yang paling kritis itulah, mendadak sekilas cahaya pedang melintas lewat dari samping arena
Ternyata serangan pedang dari Siau Jit
Buru buru Ong Bu-shia menarik kembali ancamannya, sambil tertawa aneh teriaknya: "Orang she-Siau, jangan lupa, mereka datang untuk membuat perhitungan denganmu
"Itu urusan yang berbeda" sahut Siau Jit
`Ooh... aku hampir lupa, kau memang seorang hiapkek, seorang pendekar sejati" ejek Ong Bu-shia
"Aku hanya tahu penyelesaian masalah harus urut, mana duluan mana belakangan, lebih baik kita selesaikan dulu perselisihan diantara kita berdua" kata Siau Jit
"Bagus sekali! Sementara pembicaraan berlangsung, kedua orang ini sudah bertarung hampir ratusan jurus lebih
Serangan serangan pedang Siau Jit tajam bagai sambaran petir, sementara pukulan Ong Bu-shia menimbulkan deruan angin puyuh yang luar biasa, membuat ujung baju orang yang berada disisi arena ikut berkibar
Lui Sin tarik napas dalam dalam, sambil mengayun golok emasnya dia menerobos maju, teriaknya: "Orang she-Siau, enyah kau dari situ!
"Siau Jit, dengar itu" ejek Ong Bu-shia sambil mengebaskan bajunya menangkis bacokan, "orang lain ogah menerima maksud baikmu!
"Seharusnya kitalah yang suruh mereka enyah dari situ!" balas Siau Jit sambil secara beruntun melancarkan tujuh belas tusukan
Seketika Ong Bu-shia terdesak mundur sejauh tiga langkah, cepat kakek itu membentak, sambil melepaskan tiga pukulan dengan tangan kiri dan tiga pukulan dengan tangan kanan, dia merebut kembali posisinya sejauh tiga langkah
Seorang piausu menggunakan kesempatan itu merangsek maju, tombaknya langsung ditusukkan ke tubuh si kakek
"Kurangajar, besar amat nyalimu!" bentak Ong Bu-shia, ujung baju kirinya dikebaskan, bagai sayatan golok dia babat gagang tombak, "Kraaak!" seketika tombak yang meluncur tiba itu terbabat hingga kutung jadi dua bagian
Sambil menjerit kaget piausu itu melompat mundur dari arena
Kembali Ong Bu-shia menggulung batang tombak yang patah itu dengan ujung bajunya, kemudian dikebaskan, batang tombak itu bagai anak panah segera meluncur ke punggung piausu itu
Siau Jit tahu bahaya, cepat dia maju sambil melepaskan satu babatan, "Triiing!" sambitan batang tombak itu segera kena ditangkis hingga rontok jatuh
Saat itulah Ong Bu-shia menarik tubuhnya sambil merendah
"Sreeeet!" bacokan golok emas dari Lui Sin menyapu lewat persis dari sisi lehernya
Bacokan ini sungguh berbahaya sekali, namun Ong Bu-shia seakan sudah menduga sebelumnya, dalam keadaan kritis, paras mukanya sama sekali tidak berubah, tiba tiba tangan kanannya dibalik kemudian balas mencekik tenggorokan Lui Sin
Dia menghindar secara cepat dan balas menyerang dengan gerakan yang amat garang
Sedemikian cepatnya serangan itu meluncur tiba, bagaimanapun Lui Sin mencoba menghindar, tampaknya sulit baginya untuk meloloskan diri
Disaat kritis itulah lagi lagi tusukan pedang Siau Jit m enyambar tiba, secepat kilat menusuk pergelangan tangan kanan Ong Bu-shia
Biarpun tusukan pedangnya tidak secepat pukulan lawan, namun tusukan itu sudah pasti akan menembusi urat nadi pergelangan tangan kanannya disaat dia selesai menyarangkan serangannya ke tenggorokan Lui Sin
Dan apabila tusukan tersebut bersarang telak, niscaya Ong Bu-shia akan kehilangan tangan kanan untuk selamanya
Tentu saja Ong Bu-shia tak sudi mempertaruhkan keutuhan tangannya hanya demi nyawa Lui Sin, pada hakekatnya dia tak pandang sebelah mata pun terhadap congpiautau perusahaan ekspedisi ini
Dia berharap, andaikata harus kehilangan tangan, kehilangan tersebut harus dibayar mahal
Oleh sebab itu dia segera kendorkan tangan sambil melepaskan sebuah sentilan dengan jari tengahnya, "Criiing!" sentilan itu bersarang di punggung pedang
Bersamaan dengan dilancarkannya sentilan itu, tangan kirinya membabat iga kanan lawan
Cepat Siau Jit mengegos ke samping menghindarkan diri
Lolos dari kematian, dengan perasaan terkejut bercampur ngeri Lui Sin segera berseru: "Terima kasih banyak atas bantuanmu!
"Tak usah banyak adat" sahut Siau Jit, kepada Ong Bu-shia serunya pula, "lebih baik kita lanjutkan pertarungan diatas genting rumah!
"Baik!" Ong Bu-shia rentangkan sepasang lengannya kemudian melambung ke tengah udara
Siau Jit segera menyusul dari belakang
Ke dua orang itu bagaikan dua ekor burung, dengan cepat melesat lewat dari wuwungan rumah dan meluncur keatas atap bangunan
Menyaksikan kelihayan kedua orang jago itu, Lui Sin serta Han Seng hanya bisa berdiri tertegun sambil menarik napas dingin
Apalagi kawanan piausu itu, mereka hanya bisa berdiri terbelalak dengan mulut melongo
"Sebenarnya apa yang telah terjadi dengan mereka berdua?" tiba tiba Lui Sin bertanya
"Konon Siau Jit telah membunuh putra Ong Bu-shia" sahut Han Seng
"Hah, ada kejadian seperti ini"
"Berita tersebut sudah tersebar luas dalam dunia persilatan, seharusnya merupakan satu kenyataan
"Waah, besar amat nyali bocah muda itu!
"Dalam kenyataan dia memang sangat mengejutkan" sahut Han Seng sambil tertawa getir
Sesudah berhenti sejenak, terusnya: "Oleh sebab itu aku curiga peristiwa yang menimpa Hong-ji sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan orang ini, bisa jadi ada sedikit kesalah pahaman dibalik kesemuanya itu
Lui Sin termenung sambil berpikir sejenak, ujarnya kemudian: "Kalau ditinjau dari serangan pedangnya yang telah selamatkan jiwaku, memang seharusnya kuajak dia untuk berbicara sampai jelas sebelum menantangnya berduel
"Sejak awal siaute pun berpendapat begitu
"Entah dia masih bisakah balik dalam keadaan hidup" tiba tiba bisik Lui Sin
"Bu-shia beracun pembetot sukma penggaet nyawa bukanlah manusia sembarangan, dari caranya melancarkan serangan tadi, bisa terlihat betapa keji dan telengasnya dia, Cuma.... aku rasa nama besar si pedang pemutus usus Siau Jit sama sekali tidak berada dibawah kebesaran namanya!
"Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang"
"Bicara dari kemampuan ilmu silat yang kita miliki, aku rasa bukan saja tak bakal membantu banyak, sebaliknya justru membuat Siau Jit tak bisa konsentrasi menghadapinya
"Jadi penonton pun tidak boleh?" "Lebih baik kita putuskan sesuai dengan keadaan nanti
"Aaai!" Lui Sin menghela napas panjang, "rasanya memang hanya bisa begitu
Dia genggam goloknya semakin kencang
Oo0oo Dengan gerakan cepat Ong Bu-shia melompat naik ke atap rumah dan berdiri tegak disitu dengan gerakan Kimrkie-tok-lip (ayam emas berdiri disatu kaki), biarpun angin kencang mengibarkan ujung bajunya, namun dia tetap berdiri kokoh bagaikan bukit Thay-san
Siau Jit yang menyaksikan hal itu kontan memuji: "Kagum, kagum!" "Tak pantas dikagumi" sahut Ong Bu-shia sambil menurunkan kembali kakinya
Sambil mengayunkan pedangnya, seru Siau Jit kemudian: "silahkanl
Bagai anak panah terlepas dari busur, Ong Bu-shia merangsek maju, sepasang kepalannya melepaskan serangkai pukulan bagai bintang kejora
Jurus serangan yang digunakan tak lain adalah jurus Liu-seng-gan-gwee (bintang kejora mengejar rembulan)
Sebetulnya gerakan jurus yang digunakan ini merupakan sebuah jurus yang amat sederhana, namun berada ditangannya, ternyata memancarkan daya kekuatan yang mematikan
Siau Jit tak berani memandang enteng, pedangnya dibabat kedepan menyongsong datangnya sepasang kepalan itu
Ditengah dengungan nyaring, cahaya pedangnya bagaikan petir yang berlapis lapis meluncur ke muka dengan hebatnya
Ong Bu-shia mengigos ke samping menghindari ujung pedang musuh, kemudian sambil merendahkan badan sekali lagi dia hantam dada Siau Jit
Tubuhnya bergerak cepat bagai kuda jempolan, serangan yang dilancarkan pun bagaikan sambaran petir
Siau Jit tak berani berayal, semakin cepat kepalan musuh bergerak, makin cepat pula pedangnya menyambar, kecepatannya merubah jurus sedikitpun tidak berada dibawah kemampuan kakek ceking itu
"Puas, puas sekali!" teriak Ong Bu-shia nyaring, kepalan demi kepalan dilancarkan semakin gencar
Kepalannya keras bagai martil besar, telapak tangannya tajam bagai mata golok, jarinya runcing bagai ujung pedang, nyaris seluruh bagian tang annya merupakan senjata tajam yang mematikan
Bahkan bukan hanya sejenis senjata saja, tapi berbagai jenis senjata pembunuh yang mematikan
Ditengah pertarungan yang berlangsung sengit, atap rumah tampak beterbangan di udara lalu mencelat hancur
Tak selang berapa saat kemudian, hampir semua atap yang berada diseputar arena telah tersapu lenyap
Tiba tiba terdengar suara gemuruh yang amat nyaring, rupanya tiang belandar tak kuat menahan tekanan yang timbul hingga patah jadi berapa bagian, tak ampun kedua orang itupun sama-sama terjerumus ke bawah bangunan
Asap, debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa, suasana jadi sangat kalut
Kawanan piausu yang menonton jalannya pertarungan dari jalan raya sama sama terkesima dibuatnya, bukan hanya mereka, bahkan Lui Sin maupun Han Seng ikut berdiri menjublak
"Bagaimana kita sekarang?" bisik Lui Sin kemudian sambil menarik napas dingin
Bab 10. Kejutan. Malam semakin kelam, angin berhembus makin kencang, begitu dingin udara malam itu seakan
sayatan dari sebilah golok tajam.
"Siau kecil" terdengar Suma Tang-shia berbisik, "ada satu hal entah kau sempat
memperhatikannya atau tidak?"
"Apakah golok pembunuh itu?" tanya Siau Jit.
"Ada apa dengan golok pembunuh?"
"Ditinjau dari posisi mulut luka, tampaknya jauh lebih t ipis daripada luka bacokan pada
umumnya , bahkan posisinya melengkung"
"Tepat sekali, lalu?"
"Berbicara soal ketajaman, tak disangkal ketajamannya memang jauh dari ketajaman golok
biasa" "Atau dengan perkataan lain, senjata itu pasti sebilah golok mestika!" ujar Suma
Tang-shia. Setelah berhenti sejenak dan menghela napas, terusnya:
"Menurut apa yang kuketahui, golok mustika dalam dunia persilatan yang cukup tersohor
jumlahnya mencapai sembilan belas bilah, diantaranya sebagian besar berbentuk tipis, bila
kita melakukan analisa dan pelacakan dari hal ini, bisa jadi akan diperoleh hasil"
"Aku rasa tidak segampang itu"
"Tentu saja tidak gamang, apalagi pemilik golok golok tersebut hamir semuanya merupakan
jago jago kelas satu dari dunia persilatan"
"Yaa, bukan hanya lihay, kebanyakan memiliki perangai dan watak yang sangat aneh, salah
salah batok kepala bisa terpisah dari badan"
Suma Tang-shia tertawa. "Padahal tak bisa salahkan mereka seratus persen, siapa pun itu orangnya, bila memperoleh
golok mestika yang tak ternilai harganya, watak mereka pasti akan berubah jadi aneh"
"Betul, siapa pun pasti akan berusaha untuk menjaga diri, bila setiap saat musti tegang
dan hidup dalam kecurigaan, lambat laun watak mereka tentu akan berubah jadi banyak curiga
dan gamang marah" ucap Siau Jit.
"Padahal tidak setiap orang yang datang selalu bermaksud mengincar golok mestika miliknya,
bicara dari dia pribadi, memangnya dengan mempunyai golok, lantas dia bisa menjagoi kolong
langit tanpa tanding?"
"Yaa, tentu saja tidak" Siau Jit menggeleng.
"Anehnya, kenapa hanya segelintir manusia yang bisa memahami teori semacam ini"
"Justru karena itulah muncul banyak manusia yang menghalalkan segala cara untuk
mendapatkan sebilah golok mustika atau pedang mustika sebagai senjata andalan"
"Kalau begitu kau harus hati hati"
"Kenapa harus hati hati?" tanya Siau Jit keheranan.
"Bukankah pedang pemutus ususmu terhitung sebilah pedang mustika?" kata Suma Tang-shia.
"Untungnya hingga sekarang masih belum ada orang berani mengincar pedangku ini"
Suma Tang-shia segera tertawa.
"Mungkin mereka tahu, biarpun ada pedang pemutus usus ditangan, bila tidak memahami ilmu
pedang pemutus usus, senjata itu sama sekali tak ada gunanya"
"Semisal benar benar terjadi, berarti aku harus bersikap lebih waspada"
"Jadi sekarang kau mulai kuatir kalau mereka sedang mengincar pedangmu?"
" Ehmm! " Kembali Suma Tang-shia tertawa cekikikan.
"Sekalipun kau tak pandai ilmu pedang pemutus usus, sekalipun pedang pemutus usus tak ada
ditanganmu, mereka toh tetap mengincar dirimu, karena lelaki setampan kau memang tak
banyak jumlahnya di dunia ini"
"Ahh, lagi-lagi toaci sedang menggoda aku"
"Aku bicara sejujurnya"
Siau Jit menghela napas. II "Padahal kaupun tak perlu menghela napas kata Suma Tang-shia, "sebab kejadian seperti ini
bukan termasuk kejadian buruk"
Siau Jit segera mengalihkan pokok pembicaraan, katanya:
"Toaci, menurut pandanganmu, benarkah kita bisa mulai penyelidikan dari hal tersebut?"
"Aku rasa tak ada keharusan untuk berbuat demikian"
"Boleh saja kalian berdua ogah repot, aku orang she-Lui tak akan menyerah dengan begitu
saja" sela Lui Sin tiba tiba.
"Masalahnya bukan ogah repot atau tidak" Suma Tang-shia menjelaskan.
"Bukankah nona sendiri yang bilang, bila penyelidikan dimulai dari bidang tersebut, siapa
tahu bakal peroleh hasil" seru Lui Sin.
"Tapi sekarang aku telah berpikir lebih jernih, jagoan pengguna golok seharusnya sama
sekali tak ada hubungannya dengan peristiwa ini"
"Seharusnya?" kembali Lui Sin tertegun, "atas dasar apa nona begitu yakin?"
"Sedikit banyak aku cukup mengetahui keadaan mereka sekarang, ada berapa orang jagoan yang
dikabarkan sudah mati, ternyata masih tetap hidup didunia ini, bahkan tinggal tak jauh
dari sini, mereka muncul kembali ke dalam dunia persilatan dengan nama pendekar"
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Dari sekian banyak jago golok, salah satu orang yang tinggal paling dekat dari sini pun
berjarak ratusan li dari tempat ini"
Dia berpaling kearah Siau Jit, lalu terusnya:
"Daripada melacak dari bidang ini, kenapa tidak melacak dati tujuan yang mereka lakukan?"
"Tujuan?" Siau Jit mulai berpikir.
"Walaupun peristiwa ini seolah hasil karya orang gila, namun mana ada orang gila yang bisa
bertindak begini rahasia dan rapi" Kalau rencana yang begini sempurna bisa dia lakukan,
ini berarti orang itu tidak edan dan pasti merupakan sebuah akal muslihat"
"Menurut toaci, apa akal muslihatnya?"
"Semula kusangka tujuannya adalah mengkambing hitamkan dirimu, tapi sesudah dipikir lebih
cermat, rasanya kemungkinan ini kecil sekali"
"Atas dasar apa kau berkata begitu?"
"Bagi manusia macam kau, pergi ke mana saja kehadiranmu selalu mencolok mata dan menarik
perhatian orang, jadi mustahil pembunuhan ini merupakan hasil karyamu, tidak terlalu susah
bagimu untuk mencari alibi, tak sulit membuktikan kalau kau tak pernah hadir di tempat
kejadian, dan seharusnya pihak lawan menyadari akan hal itu . . . . .."
Setelah berhenti sejenak, dia berpaling dan menatap Lui Sin dan Han Seng sekejap,
lanjutnya: "Aku yakin Lui dan Han enghiong bukanlah manusia yang tak pakai aturan"
Merah padam selembar wajah Lui Sin karena jengah, sementara Han Seng mendeham berulang
kali kemudian baru berkata:
"Yang lebih penting lagi, bila ingin mengandalkan kemampuan kami berdua, sudah jelas tak
akan mampu menandingi saudara Siau, jadi dia tak ada alasan mencari gara gara dengan kami
berdua" "Itulah sebabnya aku percaya peristiwa ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan Siau
kecil" "Tapi..... bagaimana dengan surat dari Siau-heng yang ditujukan kepada putriku . . . . . .."
sela Lui Sin. "Tentu saja surat itu palsu" jelas Suma Tang-shia, "tujuannya tak lain karena hendak
memancing putrimu agar mau datang ke kuil kuno Thian-liong-ku-sat"
"Tapi aku belum pernah dengar kalau putriku pernah berkenalan dengan saudara Siau" kembali
Lui Sin berkata dengan kening berkerut.
"Aku pernah bertemu satu kali dengan putrimu" Siau Jit segera menjelaskan.
"Sekali sudah lebih dari cukup" seru Suma Tang-shia.
Siau Jit tertegun. "Maksud toaci . . . . .."
"Aku yakin tak seorang wanitapun yang dapat melupakan dirimu setelah bertemu satu kali,
jika gadis itu pernah bertemu muka lalu tiba tiba menerima surat undangan, mungkin tak ada
gadis yang tak mau memenuhi undangan itu"
Siau Jit segera terbungkam, tak sanggup bicara.
Sementara itu Suma Tang-shia telah berpaling kearah Lui Sin sambil berkata:
"Aku percaya putrimu pun tidak terkecuali"
Kali ini Lui Sin tidak membantah, dia hanya membungkam diri.
Kembali Suma Tang-shia menyapu sekejap tumpukan mayat yang berserakan ditanah, kemudian
katanya: "Berbicara dari ilmu silat yang dimiliki pembunuh itu, bisa saja dia bunuh kawanan jago
itu terlebih dulu kemudian baru menghadapi putrimu, dan s eharusnya hal ini bisa dia
lakukan dengan gamang sekali, tapi nyatanya dia lebih suka memancin g putrimu agar pergi
lebih dulu meninggalk an tempat ini kemudian baru melakukan pembantaian, hal ini
membuktikan kalau dia tak ingin pu trimu menderita celaka atau kerugian apapun"
&n bsp; "Jadi maksudmu, tujuan sebenarnya dari si pembunuh adalah mendapatkan putriku" tanya Lui
Sin. "Semestinya begitu"
"Kenapa?" "Hahaha, kalau soal ini mah musti ditanyakan langsung pada yang bersangkutan" Suma
Tang-shia tertawa cekikikan.
Lui Sin mendelong, dia hanya bisa tertawa getir.
"Disekitar tempat inipun terdapat seorang jago golok" tiba tiba terdengar Han Seng
menyela. "Siapa?" tanya Lui Sin tanpa sadar.
"Semestinya toako masih ingat akan hal ini"
Lui Sin tertegun, berapa saat kemudian jeritnya:
"Kelelawarl" setelah berhenti sejenak, tegasnya, "kau maksudkan si Kelelawar?"
Han Seng mengangguk. "Kelelawar yang mana?" tanya Siau Jit.
Tapi setelah berteriak, dia seakan teringat akan sesuatu, serunya agak tercengang:
"Apakah kau maksudkan si Kelelawar tanpa sayap?"
"Rasanya dalam dunia persilatan hanya terdapat satu Kelelawar"
"Aku dengar dia adalah seorang jago golok, senjata yang digunakan adalah golok Kelelawar,
sebilah golok mustika yang tajamnya luar biasa" kata Siau Jit.
"Betul, golok Kelelawar tajam sekali, selain tipis, konon mampu membelah besi baja bagai
membelah tahu!" "Jangan jangan . . . . . . . . ..


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

II Il "Persis seperti jenis manusia yang kalian berdua maksudkan Han Seng mengangguk, "hanya
sayangnya . . . . . . .."
Belum selesai dia berkata, Suma Tang-shia telah menyambung:
"Kelelawar tanpa sayap sudah tak ada lagi di dunia ini"
"Sudah mati?" tanya Siau Jit.
"Benar, sudah mati banyak tahun
Il kembali Han Seng mengangguk.
Lui Sin segera menambahkan:
"Dia tewas karena dikerubuti delapan orang jago lihay dari Kanglam, dalam pertempuran itu
ada tujuh jago yang tewas ditempat, tinggal seorang yang hidup, dia adalah Suma
Tiong-goan" "Dialah ayahku" kata Suma Tang-shia.
Lui Sin serta Han Seng tertegun, kemudian buru buru mereka berseru:
"Maaf, maaf" Suma Tang-shia tertawa hambar.
"Dalam pertempuran ini, luka yang diderita ayahku pun sangat parah" katanya, "tak sampai
setengah tahun kemudian, beliau menghembuskan napas terakhir"
"Benarkah Kelelawar tanpa sayap begitu lihay?" tanya Siau Jit.
Suma Tang-shia mengangguk.
"Nama besarnya waktu itu cukup membuat para jago persilatan berubah wajah, gabungan tenaga
delapan jago paling lihay dari Kanglam pun harus berakhir begitu tragis, bisa dibayangkan
betapa lihaynya ilmu silat orang itu"
"Aku dengar Kelelawar tanpa sayap gemar sekali main perempuan, waktu itu ada banyak gadis
yang dia culik dan perkosa" ujar Siau Jit.
"Benar, apa yang kau dengar memang kenyataan" Suma Tang-shia membenarkan.
"Untung saja dia sudah mamus dikerubuti delapan jagoan dari Kanglam" seru Lui Sin sambil
mengusap jidatnya, "kalau tidak, sekarang aku benar benar merasa kuatir"
Sambil menghela napas ujar Han Seng pula:
"Justru karena siaute merasa bahwa sepak terjang orang itu mirip sekali dengan tingkah
laku si Kelelawar dimasa silam, maka aku jadi teringat kembali akan dirinya"
~n "Tadi pun aku sempat teringat akan orang ini ujar Suma Tang-shia, "tapi setelah yakin
kalau mustahil dilakukan orang ini, maka nama tersebut tak sampai kusinggung"
"Karena orang ini sudah mati?" tanya Lui Sin, "dia hidup sebagai orang bejad, setelah mati
pun akan menjadi setan bejad, tapi kalau toh sudah menjadi setan, biar akan melakukan
kejahatan lagi pun mustahil akan dilakukan ditengah hari bolong"
"Aaah, masa toako percaya juga dengan segala cerita tahayul dan mistik?" tanya Han Seng
keheranan. "Tidak percaya" Lui Sin menggeleng, "tapi selain Kelelawar tanpa sayap, apakah terpikir
ole hmu orang lain?"
"Tidak" Han Seng tertawa getir.
Lui Sin menghela napas panjang.
"Aaai, sejujurnya aku berharap peristiwa ini merupakan hasil karya Kelelawar tanpa sayap,
sebab dengan begitu Hong-ji masih punya harapan hidup"
"Sekalipun tak ada sangkut pautnya dengan Kelelawar tanpa sayap, aku rasa seharusnya
putrimu tetap selamat" hibur Suma Tang-shia.
"Betul" Han Seng membenarkan, "jika bajingan ini berniat mencelakai Hong-ji, bisa saja dia
lakukan disegala tempat, kenapa musti memancingnya untuk datang ke kuil kuno Thian-liong-
ku-sat?" Berkilat sepasang mata Suma Tang-shia, tiba tiba katanya:
"Sekarang juga kita harus berkunjung ke kuil Thian-liong-ku-sat"
"Kuil Thian-liong-ku-sat terletak di mulut hutan murbei, sejenak lagi kita akan sampai
disana!" Han Seng menerangkan, cepat dia melompat naik ke punggung kudanya.
Waktu itu Lui Sin sudah tak dapat mengendalikan sabarnya lagi, dia melompat naik keatas
kudanya lalu dilarikan kencang.
Suma Tang-shia melompat masuk pula ke dalam keretanya, tanpa diperintah lagi, kereta itu
ikut meluncur ke depan. Buru buru Siau Jit ikut melomat naik keatas punggung kudanya.
Suara roda kereta pun kembali bergema membelah keheningan malam.
Oo0oo Angin malam berhembus kencang, menimbulkan perasaan gundah dalam hati setiap orang.
Walaupun malam sudah kelam hingga tak nampak daun murbei yang merah disepanjang jalan,
namun mereka dapat merasakan suasana sendu ditengah puncak musim gugur ini.
Tak lama kemudian kereta kuda sudah keluar dari jalur jalan raya.
Bagi Siau Jit, walaupun sudah berapa kali dia melewati kota Lok-yang, namun tidak terlalu
hapal dengan situasi diluar kota, karena itu sepanjang jalan dia hanya mengintil terus
dibelakang Lui Sin maupun Han Seng.
Sebaliknya bagi Lui Sin dan Han Seng, biarpun sudah banyak tahun tidak mengawal barang,
namun mereka sangat hapal dan menguasahi sekali dengan situasi diseputar Lokyang.
Tentu saja kuil kuno Thian-liong-ku-sat tak mungkin lenyap dengan begitu saja dari
tempatnya semula. Dibawah cahaya rembulan, kuil kuno itu tampak lebih menyeramkan.
Sambil menghentikan kudanya didepan gerbang kuil, gumam Lui Sin dengan kening berkerut:
"Kenapa bangunannya jadi begini bobrok dan terbengkalai?"
Sementara Siau Jit telah menghentikan pula kudanya sambil tertanya:
"Apakah bangunan ini adalah kuil kuno Thian-liong-ku-sat?"
Lui Sin manggut-manggut. "Ditempat ini hanya ada sebuah bangunan kuil, yakni Thian-liong-ku-sat"
Lalu kepada Han Seng katanya:
"Jite, ketika kita lewat disini tempo hari, bukankah bangunan kuil ini masih tampak
bagus?"   "Toako, mungkin kau sudah lupa, terakhir kali kita melewati tempat ini sudah berlangsung
banyak tahun berselang" sahut Han Seng sambil tertawa getir.
Lui Sin berpikir sejenak, kemudian manggut-manggut.
"Ehmm, memang sudah lima-enam tahun berselang, aaaai, waktu berlalu begitu cepat"
Sampai disini, tak tahan dia menghela napas panjang.
"Yaa, kuil kuno yang tak pernah diperbaiki dan dibiarkan terbengkalai terus, lama kelamaan
-n juga bakal roboh sendiri Han Seng menimali.
Sementara pembicaraan berlangsung, Suma Tang-shia sudah turun dari keretanya, sambil
berjalan tegurnya: "Kenapa kalian masih berdiam diri disana?"
"Tampaknya aku memang sudah semakin tua"
dengan kening berkerut Lui Sin melompat turun
dari kudanya, "reaksi ku terasa semakin lamban saja"
Dengan langkah lebar dia berjalan masuk terlebih dulu ke dalam ruang kuil.
Kuatir terjadi hal yang tak diinginkan, buru buru Han Seng mengintil dari belakang, sedang
empat orang piausu dengan membawa lampion bertindak paling depan.
"Siau kecil" bisik Suma Tang-shia kemudian sambil berpegangan bahu Siau Jit, "mari kita
pun masuk ke dalam" "Hati hati langkahmu!" sahut Siau Jit sambil mengangguk.
Suma Tang-shia tertawa geli.
"Memang kau anggap aku sudah setua nenek nenek berusia enam, tujuh puluh tahunan?"
"Bukan begitu, banyak semak dan onak liar dalam kuil itu, hati hati kalau sampai tertusuk"
"Bagaimana pun kau memang saudaraku yang paling baik, jangan takuti aku dengan ular" Suma
Tang-shia tertawa merdu. Belum habis ia berkata, Lui Sin yang berada didepan telah menghardik keras:
"Hati hati, dibalik semak terdapat ular berbisa!"
Seekor ular yang merambat kakinya seketika kena ditendang hingga mencelat ke udara,
berbarengan itu golok emasnya dicabut keluar.
Tampak cahaya tajam melintas lewat, ular itu terbabat jadi dua bagian dan mencelat ke
samping. Menyaksikan hal itu Suma Tang-shia menjerit kaget, kemudian menyusupkan badannya ke dalam
pelukan Siau Jit. Baru pertama kali ini Siau Jit berdiri begitu dekat dengan Suma Tang-shia, ia dapat
merasakan tubuhnya yang lembut, halus tapi padat berisi serta bau harum seorang dara
perawan . Dalam waktu sekejap perasaan hatinya gejolak keras, jantung terasa berdebar debar.
Padahal ia sudah kenal Suma Tang-shia banyak tahun, namun baru kali ini timbul perasaan
semacam itu. Selama ini dia menaruh perasaan hormat terhadap Suma Tang-shia selain perasaan
persaudaraan, rasa hormat dan sayangnya antara seorang kakak dengan adik.
Bahkan boleh dibilang selama ini dia tak pernah menganggap Suma Tang-shia sebagai seorang
wanita. Tapi sekarang, pada hakekatnya ia dapat merasakan suatu perasaan aneh, merasa bahwa Suma
Tang-shia adalah seorang wanita tulen.
Begitu kuat perasaan tersebut mencekam hatinya.
Disamping keheranan diapun merasa sedikit bergidik, ngeri, sesudah berhasil menenangkan
diri, ujarnya: "Dibalik semak memang benar-benar ada ular berbisa"
"Kalau begitu kau harus hati-hati melindungiku" bisik S uma Tang-shia sambil menghela
napas. Dia melanjutkan kembali perjalanannya dengan masih bersandar dalam rangkulan Siau Jit.
Kini perasaan tegang yang mencekam Siau Jit sudah teratasi, ia menjadi tenang kembali,
dengan tangan kiri merangkul bahu Suma Tang-shia, tangan kanan menggenggam pedang,
selangkah demi selangkah dia melanjutkan perjalanan dengan sangat hati hati.
Angin berhembus kencang menggoyangkan rerumputan, suara gemerisik yang aneh menimbulkan
suasana yang makin menyeramkan.
Siau Jit dapat merasakan tubuh Suma Tang-shia sedang gemetar, bisiknya kemudian:
"Toaci, bagaimana kalau kau tinggal diluar kuil saja?"
"Kau sangka toaci takut?" Suma Tang-shia balik bertanya.
Sebelum Siau Jit sempat menjawab, Suma Tang-shia telah melanjutkan kembali perkataannya:
"Selama kau berada disisiku, kenapa toaci musti takut?"
Dia menempel semakin rapat ke tubuh Siau Jit.
Perkataan semacam ini bukan untuk pertama kali didengar Siau Jit, tapi hanya kali ini dia
merasakan jantungnya berdebar sangat keras.
Dalam nada bicaranya kali ini seolah telah ketambahan sesuatu, sesuatu yang aneh.
Terdengar perempuan itu berkata lebih lanjut:
"Berada disampingmu, paling tidak bisa mendatangkan perasaan aman, tenteram bagiku,
sebaliknya kalau suruh aku menunggu diluar kuil, rasanya . . . . .. rasanya... bertambah
menyeramkan" Baru selesai dia berbicara, mendadak dari arah depan berkumandang suara kebasan yang
sangat aneh, disusul munculnya berapa gerombolan benda hitam yang terbang keluar dari
semak belukar. Sambil membentak nyaring Lui Sin mengayunkan golok emasnya, "Ciiiit!" gumpalan hitam itu
seketika terbelah jadi dua bagian.
"Benn....benda apa itu?" bisik Suma Tang-shia dengan nada gemetaran.
"Kelelawar!" nada jawaban Lui Sin pun kedengaran sedikit gemetar.
"Betul betul seekor Kelelawar yang sangat besar" sambung Han Seng, "selama hidup baru
pertama kali ini aku menyaksikannya"
Waktu itu dia telah meloloskan pedangnya dan secepat kilat melepaskan sebuah tusukan.
Tusukan itu dengan tepat menembusi tubuh seekor Kelelawar yang berada ditengah, kelelawar
itu masih berusaha meronta, berusaha mengebaskan sayap dengan sekuat tenaga.
Darah mulai meleleh keluar, menetes lewat sisi mata pedang yang tajam.
Kembali Han Seng menggetarkan pedang peraknya, "Ngunggg!" seekor Kelelawar dengan
bercucuran darah meloloskan diri dari kurungan cahaya pedang dan terbang tinggi ke
angkasa. Melihat itu sambil menghela napas katanya lagi:
"Seandainya Kelelawar tanpa sayap bukan dikabarkan telah mati, pada hakekatnya aku merasa
yakin kalau kesemuanya ini merupakan hasil karyanya"
Lui Sin segera tertawa terbahak-bahak.
"Lumrah kalau banyak Kelelawar hidup dalam kuil yang terbengkalai, apa yang musti
diherankan?" "Benar juga perkataan itu"
Maka mereka berdua pun kembali beranjak, melanjutkan langkahnya menuju ke ruang utama kuil
1 Maka mereka berdua pun kembali beranjak, melanjutkan langkahnya menuju ke ruang utama kuil
kuno. Dibawah cahaya obor, tampak sarang laba laba memenuhi setiap sudut ruangan, tak nampak
sesosok bayangan manusia pun disana.
Tanpa sadar Han Seng mendongakkan kepalanya, tapi ia segera menjerit kaget:
"Kelelawarl" Puluhan ekor Kelelawar bergelantungan disepanjang tiang penglari gedung, ada berapa ekor
diantaranya yang beterbangan dan kabur menuju ke luar ruangan.
Siau Jit memandang sekejap ke langit langit ruangan lalu memandang pula ke lantai, serunya
cepat: "Coba lihat, dilantai terdapat bekas kaki"
Ketika semua orang mengalihkan pandangan matanya, benar saja, diatas lantai yang penuh
debu tertera dua baris bekas telapak kaki.
"Lihat, ada bekas kaki laki, ada pula bekas kaki perempuan" Suma Tang-shia menambahkan.
"Yang perempuan pasti Hong-ji, tapi siapa yang lelaki itu?" tanya Lui Sin.
"Tidak mungkin bekas kaki saudara Siau" jawab Han Seng.
"Jite, atas dasar apa kau berkata begitu yakin?"
"Toako, apakah kau tidak perhatikan kalau bekas kaki yang ditinggalkan saudara Siau sama
sekali berbeda dengan bekas kaki lelaki pada umumnya"
Kini Lui Sin baru memperhatikan, katanya kemudian setelah menghela napas:
"Untung saja muncul Ong Bu-shia yang membuat keon aran, coba kalau tidak, pertarungan habis
habisan antara kita bertiga pasti akan berakhir tragis dan konyol, bikin tertawa orang
lain saja" "Urusan sudah lewat, lebih baik tak usah cianpwee pikirkan lagi" sela Siau Jit.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya:
"Lebih baik kita lakukan pengejaran dengan mengikuti bekas telapak kaki itu"
Tanpa banyak bicara lagi Lui Sin merebut sebuah lamion dari tangan seorang piausu
kemudian melakukan pengejaran dipaling depan.
Bekas telapak kaki itu langsung menuju ke ruang belakang kuil.
Rombongan jago itupun menelusuri serambi panjang, mengikuti bekas telapak kaki yang
tertinggal. Disepanjang lantai serambi tertera dua baris telapak kaki, sementara diatas tiang belandar
penuh bergantungan Kelelawar dalam jumlah banyak.
Dimana cahaya lentera memancar lewat, kawanan Kelelawar itu beterbangan karena kaget.
Kali ini, meski Han Seng tidak bersuara lagi, namun perasaan curiga dan keheranan yang
mencekam hatinya makin menebal, begitu pula dengan Lui Sin, ia tampak semakin cemas
bercampur panik. Siau Jit sendiripun tampak amat serius. Setelah kejadian berkembang jadi begini,
kendatipun semuanya membuktikan kalau peristiwa itu tak ada sangkut paut dengan dirinya,
namun bukan berarti dia dapat cuci tangan dengan begitu saja.
Pada dasarnya lelaki ini memang memiliki rasa ingin tahu yang sangat kuat, sedang masalah
yang dihadapi sekarang tampak begitu rahasia dan penuh misterius, hal ini semakin
membangkitkan rasa ingin tahunya.
Tak bisa disangkal lagi sasaran utama dari sang pembunuh adalah Lui Hong, dari penuturan
Lui Sin serta Han Seng dapat diketahui bahwa Lui Hong bertemperamen tinggi, untuk
membunuhnya jelas lebih gampang daripada menculiknya.
Sudah jelas orang ini tidak ingin Lui Hong mengalami gangguan apapun, itulah sebabnya ia
mencatut namanya dengan memancing Lui Hong meninggalkan rombongan pengawalan barang.
Sedang tujuan utamanya membunuh orang tak lain karena dia ingin menghilangkan saksi dan
bukti. Dalam kenyataan Ciu Kiok hanya terluka dan tidak sampai mati, tak disangkal kejadian ini
merupakan satu kemukjijatan, justru karena itu pula mereka baru dapat mendatangi kuil kuno
Thian-liong-ku-sat. Kalau dilihat dari bekas telapak kaki yang tertinggal, kemungkinan besar Lui Hong telah
bertemu dengan orang itu lalu mengikuti orang tersebut menuju ke ruang belakang.
Itu berarti mereka berdua saling mengenal, kalau tidak meski bekas telapak kaki terdapat
dua pasang, seharusnya mereka berjalan saling mengintil.
Dalam posisi seperti ini, semestinya nona Lui sudah seharusnya merasakan gelagat yang
tidak beres. Tak tahan Siau Jit menghela napas panjang.
Selama ini Suma Tang-shia hanya membungkam diri, seakan sedang memikirkan sesuatu, setelah
mendengar helaan napas Siau Jit, ia baru berkata:
"Siau kecil, tampaknya nona Lui sangat kesemsem dengan dirimu"
"Toaci, jangan bergurau" seru Siau Jit tertawa getir.
"Memang salah perkataanku" Coba berganti orang lain yang mengundangnya datang kesitu, biar
mau datangpun belum tentu ia datang seorang diri, seandainya sendirianpun, setelah tiba
disini seharusnya dia langsung menemukan hal hal yang mencurigakan dan segera mundur dari
tempat ini" "Mungkin saja ia sudah tak sempat berbuat begitu"
"Kalau dibilang satu pertarungan sengit telah terjadi, mana mungkin bekas telapak kaki
yang tertinggal tampak begitu teratur dan rapi?"
"Ehm, benar juga perkataanmu itu"


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

"Menurut pendapatku, kemungkinan besar lantaran dia melihat sederet bekas telapak kaki itu
dan mengira itu bekas kakimu, menyangka kau telah menantinya di ruang belakang kuil, maka
dia pun menuju ke belakang mengikuti bekas kaki yang dijumpai"
"Kemungkinan besar memang begitu"
Sementara pembicaraan berlangsung, sampailah mereka diujung serambi, didepan sana
merupakan sebuah halaman luas dengan rumput ilalang dan semak yang amat lebat.
Selewat halaman itu merupakan bangunan kuil yang telah roboh tinggal puing berserakan.
Disitulah letak ruang belakang kuil kuno Thian-liong-ku-sat, tempat dimana Lui Hong
terjebak dan masuk perangkap.
Sebelum meninggalkan tempat itu, Kelelawar tanpa sayap telah merobohkan seluruh ruangan
kuil itu hingga ambruk dan hancur, itu berarti semua bekas pertarungan, semua petunjuk
yang tertinggal ikut tertutup dibalik puing bangunan yang roboh.
Dipandang dari sudut mana pun, tempat itu tak lebih hanya berupa sebuah bangunan roboh,
siapa pun tak bakal curiga kalau dibawah puing bangunan terdapat ruang rahasia bawah tanah
yang lebih menyeramkan daripada neraka jahanam.
Lui Sin menghentikan langkahnya diujung serambi, gumamnya:
"Bekas kaki terhenti sampai disini, selanjutnya mereka pasti melewati halaman dengan semak
lebat itu . . . . . .."
"Tapi sebenarnya dia hendak ke mana?" tanya Han Seng.
"Diseberang sana merupakan sebuah bangunan kuil yang sudah roboh, tak ada alasan dia pergi
ke sana" "Rumput ilalang dan semak yang tumbuh dihalaman sini jauh lebih tinggi dan lebat daripada
didepan sana" ujar Suma Tang-shia, "andaikata orang yang mengundangnya bersembunyi dibalik
semak lalu membokongnya secara tiba tiba, hal ini bisa dia lakukan dengan mudah sekali"
Mendengar itu Lui Sin segera berkerut kening.
"Maksud nona, orang itu turun tangan disini lalu membawa hong-ji pergi dari tempat ini?"
tanya Han Seng. Suma Tang-shia mengangguk.
"Tempat ini jelas bukan tempat persembunyian, ini berarti tak mungkin ada orang yang
tinggal disini" katanya.
"Itulah sebabnya lapisan debu ditempat ini amat tebal" Siau Jit menambahkan.
Han Seng menghela napas panjang.
II "Aaai, bicara soal kuil kuno, hanya disinilah tempatnya keluhnya murung.
Setelah menyapu sekejap sekeliling tempat itu, tak tahan kembali dia menghela napas
panjang. Tiba tiba Lui Sin melompat turun ke tengah halaman, teriaknya keras keras:
"Hong-ji . . . . . . . . . .."
Ditengah keheningan malam, suara teriakan itu kedengaran nyaring sekali dan bergaung
sampai ke tempat yang jauh, namun tiada jawaban.
Lui Sin tidak berteriak untuk kedua kalinya, karena teriakan pertama sudah lebih dari
cukup, untuk sesaat dia hanya bisa berdiri termangu tanpa bergerak.
Sepasang tangannya mulai gemetar, menyusul kemudian sekujur badannya ikut gemetar.
Lampion yang berada dalam genggamannya tampak bergetar keras, cahaya pucat yang memancar
diwajahnya membiaskan raut muka yang putih tanpa rona darah.
Cepat Han Seng menyusul ke sampingnya sambil menghibur:
"Toako, Hong-ji panjang usia dan selalu dilindungi Thian, aku rasa meski dia terjebak
ditangan orang jahat, nyawanya tak bakal terancam"
Lui Sin tertawa sedih. "Dalam keadaan seperti ini, apa gunanya kau berusaha menghiburku?"
Han Seng terbungkam, tak sanggup berkata.
Kembali Lui Sin melanjutkan:
"Mati hidup ada ditangan Thian, seandainya Hong-ji kehilangan nyawa pun aku tak bisa
berbuat apa apa" Dalam keadaan seperti ini ternyata dia masih mampu tertawa, katanya lagi sambil menepuk
bahu Han Seng: "Toako mu sudah puluhan tahun hidup bermandikan darah, mati hidup sudah bukan ganjalan
lagi bagiku, saudaraku, kau tak usah kelewat kuatir"
Han Seng manggut-manggut.
"Andaikata Hong-ji benar benar menjumpai mara bahaya, kita berdua segera pergi mencari
pembunuh itu dan membuat perhitungan" janjinya.
"Memang seharusnya begitu" Lui Sin tertawa tergelak, nada suaranya sangat menyedihkan.
"Mari kita periksa dibagian luar saja" ajak Suma Tang-shia tiba tiba, "siapa tahu didepan
sana kita akan temukan petunjuk yang berharga"
Sambil berpegangan tangan Siau Jit, dia berjalan masuk ke balik semak belukar.
Sekali lagi Lui Sin dan Han Seng bergerak maju, dibawah cahaya rembulan yang pucat,
rombongan itu bergerak ditengah semak bagaikan sukma sukma gentayangan.
Saat itu malam semakin kelam, suasana makin gelap mencekam.
Sesaat lagi fajar akan menyingsing, inilah saat paling gelap sepanjang hari.
Oo0oo Waktu itu, kegelapan malam mencekam seluruh kota Lokyang.
Saat seperti ini, kebanyakan orang sudah terlelap tidur, meski Lokyang merupakan kota
ramai, namun cahaya lentera yang menyinari sudut kota saat ini amat minim dan redup.
Tentu saja terkecuali suasana diseputar perusahaan ekspedisi Tin-wan piaukiok.
Cahaya lentera menyinari seluruh pelosok bangunan perusahaan membuat suasana disitu terang
benderang, kawanan piausu, pembantu, pelayan berjalan mondar mandir melaksanakan tugas
masing masing, suasana cukup ramai.
Ada yang membereskan jenasah rekannya, ada yang melakukan patroli sambil bersiap siaga,
ada pula yang menyampaikan kabar duka kepada para sanak anggota piausu yang tewas ditangan
Ong Bu-shia serta Kelelawar tanpa sayap hari itu.
Meski begitu, sama sekali tak nampak kekacauan disana, didikan serta disiplin tinggi yang
diterapkan Lui Sin serta Han Seng dihari hari biasa membuat mereka bersikap dan bertindak
teratur. Pintu gerbang perusahaan terbuka lebar, dua tiga orang piausu meronda diseputar sana,
sementara si pengurus rumah tangga Lui Ang berjaga seorang diri disitu.
Dia menyaksikan Lui Hong tumbuh dewasa, selama ini dia pun selalu menganggap dirinya
sebagai kakek gadis itu, karenanya sama seperti Lui Sin sekalian, dia amat menguatirkan
keselamatan gadis itu. Bila sampai malam nanti belum juga ada kabar berita tentang Lui Hong, mungkin sulit
baginya untuk tidur nyenyak.
Dengan perasaan tak tenang ia berjalan mondar mandir diseputar pintu gerbang, berulang
kali ia melongok ke arah ujung jalan, berharap bisa melihat Lui Sin mengajak pulang Lui
Hong dalam keadaan selamat tanpa kekurangan sesuatu apa pun.
Malam semakin larut, udara terasa makin dingin, hembusan angin mengibarkan rambutnya yang
telah beruban, dibawah sinar lentera, kerutan diwajahnya tampak lebih nyata dan jelas.
Dalam berapa jam saja dia seolah sudah bertambah tua berapa tahun.
Rasa cemas, kuatir, tegang memang paling gampang membuat seseorang bertambah tua.
Tiada manusia yang berlalu lalang ditengah jalan, hanya berapa lembar daun kering
bergulingan diatas lantai beralas batu hijau, dimainkan hembusan angin.
Tiba tiba terdengar suara gonggongan anjing menggema membelah keheningan, tapi dengan
cepat suasana jadi hening kembali.
Bersamaan dengan berhentinya suara gonggongan, sebuah lampu lampion muncul disudut jalan.
Lampion dengan cahaya api berwarna hijau muda, bagaikan segumpal api setan, melayang,
melambung ditengah jalan raya.
Disusul kemudian muncul sesosok tubuh manusia.
Seorang gadis muda dengan kepala tertunduk berdiri bagai segumpal asap dibawah cahaya
lentera, dia mengenakan pakaian berwarna putih.
Lampu lentera berada dalam genggaman tangan kirinya sementara tangan kanannya
disembunyikan dibalik pakaian.
Cahaya lentera menerangi wajahnya, tapi setengah dari mukanya tertutup oleh rambut
panjangnya yang hitam lekat.
Kini rambutnya sudah terurai kebawah, terurai bagai aliran air terjun, setengah menutupi
bahunya, setengah yang lain menutup sebagian mukanya.
Gerak gerik perempuan itu tidak cepat, tapi tidak pula lambat, dia tidak mirip sedang
berjalan, pada hakekatnya seperti lagi melayang ditengah udara.
Sama sekali tak ada hawa kehidupan, tiada hawa manusia barang secuwil pun.
Lui Ang pun mendengar suara lolongan anjing itu, justru karena mendengar suara lolongan,
ia baru berjalan keluar dari balik pintu gerbang.
Maka diapun menyaksikan lampu lampion itu, melihat gadis tersebut, satu ingatan yang
sangat aneh melintas dalam benaknya.
Manusia atau setankah perempuan muda itu"
Bahkan dia sendiripun merasa keheranan, mengapa ingatan semacam itu bisa melintas dalam
benaknya" Tapi dalam kenyataan, seorang gadis muda dengan dandanan semacam itu, membawa lamion,
kemudian dalam suasana seperti ini muncul diujung jalan raya, bagaimana pun pemandangan
semacam ini gampang menimbulkan kecurigaan dan keraguan orang lain.
Memandang bayangan wanita itu, mendadak Lui Ang merasa seakan pernah kenal, dia tidak
mundur ke dalam pintu tapi tetap berdiri ditempat semula, menyaksikan gadis itu berjalan
mendekat. Walaupun didalam kenyataan gadis itu sedang berjalan menelusuri jalan raya, entah mengapa,
Lui Ang merasa gadis itu sedang berjalan menuju ke pintu gerbang perusahaannya.
Mau apa dia datang ke piaukiok ditengah malam buta begini"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, gadis itu sudah tiba didepan pintu piaukiok,
bahkan perlahan-lahan membalikkan badan berjalan menuju ke undak-undakan didepan pintu
gerbang. Lui Ang merasakan jantungnya berdebar makin keras.
Asal dia berteriak, kawanan piausu yang berada dalam kantor pasti akan berhamburan keluar,
tapi saat itu dia seolah kehilangan pikiran, hatinya kalut, panik dan sama sekali tak tahu
apa yang harus dilakukan, orang tua itu hanya mengawasi gadis tersebut mendekatinya
selangkah demi selangkah.
Perasaan pernah mengenal makin lama semakin bertambah kental dan kuat.
Akhirnya dibawah cahaya lentera, ia dapat melihat raut muka gadis itu, si nona berdiri
persis satu meter dihadapannya, berdiri dengan kepala tetap tertunduk.
Sekonyong-konyong Lui Ang merasakan hatinya bergidik, bulu kuduknya bangun berdiri.
Perasaan seram, bergidik itu seolah timbul dari dasar hatinya yang paling dalam, tapi
seperti juga timbul dari tubuh gadis itu.
Akhirnya Lui Ang tak kuasa menahan diri, sapanya:
"Nona, kau . . . . . . .."
Nona itu menghela napas sedih.
Ucapan Lui Ang seketika terpotong, hatinya makin bergidik, sesaat kemudian ia baru
bertanya lagi: "Apakah nona ada keperluan di kantor piaukiok kami?"
" Ehmm! " "Boleh tahu ada urusan apa?"
Untuk kesekian kalinya gadis itu menghela napas, ia sama sekali tidak menjawab.
"Lohu Lui Ang, pengurus rumah tangga sini, bila nona ada urusan atau ingin mencari
seseorang, katakan saja kepadaku, biar kulaporkan kedatangan nona ke dalam"
Gadis itu menghela napas sedih.
II "Pengurus tua bisiknya, "masa kau sudah tak kenal lagi dengan diriku?"
Nadanya sedih, penuh kepedihan yang mendalam.
Lui Ang makin keheranan. "Sebetulnya nona adalah . . . . . . .."
Belum habis dia bertanya, gadis itu sudah mendongakkan kepalanya, walaupun masih tertutup
sebagian oleh rambutnya yang panjang, namun dibawah cahaya lentera, raut mukanya dapat
terlihat dengan sangat jelas.
Ternyata gadis itu tak lain adalah Lui Hong!
Nyaris Lui Ang melompat setinggi satu meter dari permukaan tanah, dalam waktu sekejap dia
sendiripun tak tahu harus berteriak kegirangan atau menjerit kaget.
Sekujur badannya gemetar keras, suaranya gemetar jauh lebih hebat, bisiknya:
"Kenapa . . . . .. kenapa bisa kau nona?"
Kemudian diapun dapat melihat paras muka Lui Hong dengan sangat jelas, dapat melihat pula
perubahan mimik mukanya. Paras muka Lui Hong saat itu pucat pasi bagai mayat, entah karena silau oleh pantulan
cahaya lentera atau memang sama sekali tak ada rona darah ditubuhnya.
Dia berdiri dengan mata melotot, terbelalak lebar, perasaan seram, ngeri terpancar dari
balik kelopak matanya. Tatapan ngeri itu seakan sudah mengakar, biji matanya seolah sudah membeku dibalik kelopak
matanya yang kaku, sama sekali tiada hawa kehidupan.
Seluruh wajahnya kaku, seluruh tubuhnya sama sekali tiada hawa kehidupan.
Lui Ang menyaksikan Lui Hong tumbuh hingga dewasa, namun selama ini belum pernah ia jumpai
mimik muka si nona seseram itu, belum pernah menyaksikan wajahnya tampil begitu
menakutkan. "Nona... kau . . . . .. sebenarnya kenapa kau?" tak tahan tanyanya.
Lui Hong tidak menjawab, mimik mukanya sama sekali tak berubah.
Lui Ang tak dapat menahan diri, kembali tanyanya:
"Sebenarnya kau telah pergi ke mana?"
"Ke temat yang sangat jauh!" jawaban Lui Hong kedengaran berasal dari tempat yang amat
jauh. "Untung kau telah pulang dengan selamat, tahukah kau, betapa cemas dan paniknya ayahmu"
Lui Hong menghela napas sedih.
"Aku tahu, ayahku sangat menguatirkan diriku, itulah sebabnya walaupun aku tak bisa pulang
dalam keadaan utuh, tapi sebagian tubuhku telah pulang kemari"
Lui Ang terperangah, melongo karena ucapan tersebut.
Ia betul betul tak paham dengan ucapan Lui Hong, tapi dengan cepat orang tua itu mengerti.
Terdengar Lui Hong berkata lagi:
"Inilah kepala ku, harap kau terima dengan baik"
Sambil berkata, gadis itu mencopot batok kepalanya dari badan lalu disodorkan kehadapan
Lui Ang. Tanpa sadar Lui Ang menyambut sodoran itu, setelah batok kepala itu berada dalam
genggaman, ia baru merasa ngeri dan ketakutan.
"Setannn . . . . ..!" jeritnya keras keras, sukma serasa melayang tinggalkan raga, sambil
memegang batok kepala Lui Hong, ia jatuh terduduk ke tanah, matanya membalik dan seketika
jatuh tak sadarkan diri. Cahaya yang memancar dari lentera ditangan Lui Hong pun ikut padam seketika.
Bersamaan dengan padamnya lampion itu, sinar lentera didepan piaukiok ikut mati, seketika
suasana ditempat itu berubah jadi gelap gulita.
Tubuh Lui Hong yang tak berkepala pun ikut lenyap tak berbekas dibalik kegelapan.
Tang Bu dan Ciu Liong dua orang piausu sedang meronda di lapangan berlatih dalam gedung
piaukiok sehabis pulang menghantar jenasah saudara saudaranya yang tewas.
Walaupun mereka berada tak jauh dari pintu gerbang, namun tak mendengar pembicaraan antara
Lui Ang dengan Lui Hong, namun sempat mendengar teriakan aneh dari pengurus tua itu.
Tentu saja mereka pun dapat mendengar kalau suara teriakan itu sangat aneh dan tidak
biasa. "Siapa yang sedang berteriak?" seru Tang Bu tanpa sadar.
"Mirip suara empek Ang" Ciu Liong sendiripun merasa tidak begitu yakin.
Lui Ang menjerit aneh dalam kondisi kaget, ngeri dan ketakutan, tentu saja suara
teriakannya jauh berbeda dengan keadaan biasa.
"Bukankah empek Ang sedang berjaga di pintu gerbang?" tanya Tang Bu dengan kening
berkerut. "Hah.... jangan jangan diluar pintu gerbang telah terjadi sesuatu!" sambil berseru, Ciu
Liong meloloskan golok panjangnya dan lari menuju ke pintu gerbang dengan kecepatan
tinggi. Tang Bu tak berani berayal, dia ikut meloloskan senjata kaitannya dan menyerbu keluar.
Berapa orang piausu dalam gedung yang menyaksikan hal itu segera tahu kalau telah terjadi
sesuatu, serentak mereka menggembol senjata dan ikut meluruk ke depan.
Dalam berapa kali lomatan Tang Bu serta Ciu Liong telah keluar dari pintu gerbang.
Dalam berapa kali lomatan Tang Bu serta Ciu Liong telah keluar dari pintu gerbang.
"Empek Ang!" teriak Ciu Liong.
Tak ada jawaban, suasana tetap hening, tak berayal dia menyiapkan goloknya sembari
menerjang makin ke depan.
Tang Bu kuatir temannya dicelakai orang, sambil memutar sepasang senjata kaitannya, dia
ikut menyusul dari belakang.
Tiba diluar pintu gerbang, mereka jumpai Lui Ang jatuh tak sadarkan diri diatas tanah,
mereka pun melihat batok kepala manusia yang berada ditangan orang tua itu.
"Kepala manusia!" jerit Ciu Liong sambil celingukan ke sekeliling tempat itu.
Cepat Tang Bu menyulut obor, begitu sinar terang memancar keluar, paras mukanya kontan
berubah hebat, jeritnya: "Batok kepala siocia!"
"Apa!" teriak Tang Bu dengan wajah berubah, cepat dia menengok ke arah batok kepala itu.
Kembali paras mukanya berubah, tiba tiba teriaknya lagi:
"Lihat, diatas tembok pagar berdiri seseorang!"
Mengikuti arah yang ditunjuk, Tang Bu ikut melongok, betul juga diatas dinding tembok
sebelah timur, lamat lamat tampak seseorang berdiri tegak disana.
"Cepat ambil lentera!" teriaknya keras keras.
Seorang piausu yang menyusul datang kebetulan membawa sebuah lentera, mendengar teriakan
itu, dia segera menyodorkan lenteranya.
Dengan cepat Ciu Liong sambar lentera itu, kemudian dengan tangan kiri membawa lampu,
tangan kanan membawa golok, dia berlarian menuju ke arah dinding sebelah timur.
Tang Bu serta kawanan piausu lainnya segera mengejar dari belakang, paras muka setiap


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

orang berubah jadi amat tegang dan serius.
Dengan cepat Ciu Liong telah tiba disamping bayangan manusia itu, ia saksikan orang itu
mengenakan baju berwarna putih salju, ditinjau dari postur badan, seharusnya dia adalah
seorang wanita. Semenjak masih berada ditempat kejauhan, Ciu Liong sudah merasakan kalau orang itu seperti
kekurangan sesuatu, tanpa berjalan semakin dekat pun dia sudah melihat dengan jelas bahwa
wanita itu kehilangan batok kepalanya.
Untuk sesaat jagoan ini berdiri tertegun, perasaan bergidik, ngeri menyelimuti hatinya.
Sementara itu Tang Bu telah menghampirinya, dengan suara parau bisiknya:
"Apa . . . . .. apakah tubuh itu adalah jenasah . . . . .. jenasah siocia?"
"Mu..... mungkin . . . . . . .. mungkin begitu" nada suara Ciu Liong ikut berubah agak aneh.
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?"
Sambil tertawa getir Ciu Liong menggeleng.
"Yang pasti jenasah itu tak mungkin bisa balik sendiri bukan" ujar Tang Bu lagi dengan
suara berat. "Tentu saja!" Ciu Liong memegang goloknya makin kencang.
Kawanan piausu yang mendengar pembicaraan itu tan pa sadar ikut membalikkan badan dan
me mperhatikan sekeliling tempat itu.
Suasana di jalan raya amat hening, tak nampak sesosok bayangan manusia pun diseputar sana.
Hembusan angin malam seakan terasa makin dingin, seolah merasuk hingga ke lubuk hati
paling dalam dari setiap orang.
Ciu Liong menyapu lagi sekeliling tempat itu sekejap, kemudian mengalihkan kembali
pandangan matanya keatas jenasah tanpa kepala itu.
Tengkuk bekas tebasan sudah tak ada noda darah lagi, yang ada hanya warna putih pucat
seperti daging bangkai ikan.
Makin dipandang Ciu Liong merasa makin bergidik, dengan susah payah akhirnya berhasil juga
ia menenangkan diri, katanya kemudian:
"Lebih baik kita angkut pulang lebih dulu jenasah ini"
Tang Bu manggut-manggut, sambil menyimpan kembali sepasang kaitannya ia menyahut:
"Biar aku saja yang membopong!"
Dia maju berapa langkah dan membopong mayat perempuan tanpa kepala itu, namun belum sampai
tangannya bersentuhan, tiba tiba saja ia merasa gemetar keras.
Jangankan orang lain, dia sendiripun tak tahu mengapa bisa timbul perasaan ketakutan dan
ngeri semacam itu. Tapi akhirnya dia berhasil juga merangkul mayat tanpa kepala itu, saat itulah tiba tiba
mayat itu bergerak. Tak ampun Tang Bu menjerit sekeras-kerasnya.
Ketika melihat mayat peremuan tak berkepala itu mulai bergerak, para piausu lain pun ikut
tercekat, paras muka mereka berubah hebat.
Menyusul kemudian peristiwa yang terjadi makin seram dan menakutkan!
Mayat itu sama sekali tidak berjalan, pun tidak menerkam kawanan jago, tapi setelah
bergerak, bagian tubuhnya yang semula utuh tahu tahu terbelah dan terurai sama sekali.
Kepingan badan yang terurai itu seketika rontoh dan tersebar keatas tanah!
Dua kutungan kaki, sebuah kutungan lengan, semuanya tercerai belai dari balik bajunya yang
putih, semua kutungan itu berwarna putih pucat, putih bangkai, tak ada darah, bahkan
sedikit rona merah darah pun tak ada.
Tapi yang pasti kutungan tangan kaki itu adalah anggota tubuh manusia, tangan dan kaki
seorang perempuan. Suatu perasaan ngeri dan seram yang tak terlukiskan dengan kata seketika muncul dalam hati
semua orang. Diiringi jeritan kaget yang menggema di empat penjuru, Ciu Liong mundur selangkah dengan
wajah berubah. Sebaliknya Tang Bu masih berdiri ditempat semula, tampaknya tenaga untuk mundur pun sudah
tak dimiliki lagi, sekujur tubuhnya gemetar keras.
Anehnya, bahkan dia sendiripun keheranan, ternyata ia tidak sampai muntah karena mual,
tidak pula jatuh tak sadarkan diri.
Setelah jeritan kaget mulai sirap, suasana hening kembali mencekam sekeliling tempat itu.
Entah berapa lama kemudian, Ciu Liong baru berbisik:
"Perbuatan siapakah yang begitu kejam dan sadis?"
"Dimana pula lengan kanannya?" sambung Tang Bu.
Dia mencoba berjongkok lalu merogoh ke dalam baju sebelah kanan mayat itu.
Tiada lengan dibalik pakaian itu, ternyata lengan kanan sebatas ketiak mayat itu telah
hilang lenyap tak berbekas.
Lalu ke mana larinya lengan itu"
Tang Bu mencoba memeriksa sekeliling sana, lengan kanan itu sama sekali tak dijumpai
disitu. Serentak para piausu menyebarkan diri, mulai melakukan pencarian disekeliling tempat itu,
namun walau sudah dicari sampai jauh pun, kutungan lengan itu tidak ditemukan juga.
Saat itulah mereka mendengar ada orang berteriak keras:
"Siocia . . . . . . . .."
suara Lui Ang, ia sudah tersadar kembali, sambil membopong batok kepala
Lui Hong, berjalan menuruni undakan batu dengan tertatih-tatih.
Tanpa sadar Tang Bu dan Ciu Liong maju menghampiri, buru buru tanyanya:
"Empek Ang, sebenarnya apa yang telah kau lihat?"
"Siocia, aku melihat siocia!" seru Lui Ang.
Suaranya masih gemetar keras, pada hakekatnya sama sekali tak mirip dengan suaranya.
"Kenapa dengan siocia?" desak Tang Bu.
"Dia berjalan menuju ke sampingku, mengajakku berbicara, kemudian mencopot batok kepalanya
dan diserahkan kepadaku!"
"Empek Ang, kau bicara jujur?" tegur Ciu Liong dengan wajah hijau membesi.
Tentu saja diapun dapat melihat kalau Lui Ang tidak sedang berbohong, namun toh dia tak
tahan untuk mengajukan pertanyaan tersebut.
"Aku tidak bohong" jawab Lui Ang cepat, "atau mungkin mataku sudah agak lamur . . . . ..
mungkin mataku lamur . . . . .."
Bicara sampai disitu tubuhnya gemetar makin kencang, dua deret air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya yang berkeriput.
Batok kepala itu masih berada dalam bopongannya, tentu diapun tahu kalau pandangan matanya
tidak lamur. Namun sampai mati pun dia tak mau percaya bahwa apa yang dialami sekarang merupakan
kenyataan. Perasaan hatinya kini sakit dan pedih bagai diiris-iris dengan pisau tajam, sedihnya bukan
kepalang. "Empek Ang" Tang Bu ikut menimbrung, "sewaktu melihat siocia datang mendekat, apakah dia
muncul dengan dandanan seperti itu?"
Sambil berkata ia menuding mayat tanpa kepala itu.
Mengikuti yang dituding Lui Ang berpaling, tapi begitu menyaksikan mayat tanpa kepala itu,
lagi lagi matanya membalik lalu jatuh tak sadarkan diri.
Buru buru Tang Bu memayang badannya dengan wajah pucat bagai kertas, paras muka Ciu Liong
pun ikut berubah sangat tak sedap dipandang.
Kendatipun Lui Ang tidak menyangkal maupun mengiakan, namun dari reaksi yang diperlihatkan
setelah menyaksikan mayat tanpa kepala itu, dapat disimpulkan bahwa dandanan Lui Hong
sewaktu menamakkan diri tadi memang demikian.
Sesosok mayat yang terpengkal jadi berapa bagian bukan saja dapat pulang sendiri, bahkan
dapat pula berbicara, peristiwa semacam ini benar benar diluar pemikiran normal bahkan
sama sekali tak masuk akal.
Tak heran kalau peristiwa ini terasa menyeramkan, sangat menakutkan!
Oo0oo Fajar hampir menyingsing, kabut tebal menyelimuti permukaan tanah, membuat suasana terasa
remang-remang. Kereta kuda berlarian kencang menelusuri jalan raya, setengah li di luar kota Lok-yang.
Walaupun merasa agak letih, Siau Jit tetap duduk dengan badan tegak lurus, alis matanya
selalu berkernyit menandakan ada masalah besar yang sedang dia pikirkan.
Dibelakang kereta mengikuti belasan ekor kuda, diatas pelana kuda terikat sosok mayat yang
telah mulai kaku, yang diurusi berapa orang piausu.
Beberapa orang itu tampak sedih dan letih, perasaan berduka bercampur gusar menyelimuti
wajah setiap orang. Semenjak diresmikan, perusahaan ekspedisi Tin-wan piaukiok baru pertama kali ini menderita
kerugian dan kematian yang paling parah.
Tentu saja orang yang paling berat perasaan hatinya adalah Lui Sin, ia melarikan kudanya
dipaling depan, tubuhnya tampak agak membungkuk, peristiwa yang baru terjadi seolah
membuat usianya bertambah tua berapa tahun.
Han Seng mengikuti dibelakang Lui Sin, dia membungkam dalam seribu bahasa, karena dia tak
tahu harus berbicara apa.
Perasaan kedua orang itu sangat berat dan murung, tanpa terasa lari kuda pun ikut
bertambah lambat. Mendadak dari hadapan mereka berkumandang suara yang sangat aneh, suara itu muncul dari
balik sebuah tikungan jalan.
Lui Sin segera menyadari akan hal itu, tegurnya:
"Suara apa itu?"
"Suara orang yang berjalan dengan tongkat" sahut Han Seng cepat.
"Oooh....." dia tidak melanjutkan perkataannya karena telah melihat orang tersebut.
Seorang kakek beruban. Kakek itu cukup tua, rambutnya putih beruban, wajahnya penuh keriput, matanya membalik
keatas hingga tampak putihnya saja, ternyata seorang kakek buta.
Ditangan kirinya kakek itu memegang sebuah tongkat bambu, tongkat itu digunakan untuk
menutul tanah, "Tok,tok, tok....." selangkah demi selangkah berjalan ke depan.
Ia berjalan langsung menyongsong kedatangan Lui Sin.
"Ooh, seorang kakek buta" ujar Han Seng setelah melirik sekejap.
"Ehmm" Lui Sin segera menarik tali les kudanya.
Mereka sama sekali tak kenal dengan kakek buta itu, tapi seandainya Ciu Kiok berada
disitu, dia pasti akan menjerit kaget setelah berjumpa dengan kakek buta ini.
Kakek itu tak lain adalah si Kelelawar!
Kelelawar tanpa sayap!! Tentu saja diapun merasakan juga datangnya seseorang, sambil menghentikan langkah kakinya
tiba tiba ia menegur: "Loya yang baik hati, tolonglah aku si buta tua"
"Orang tua, apa yang kau butuhkan?" tanya Lui Sin.
"Sebenarnya aku berada dimana sekarang?"
"Jalan raya di kota barat"
"Ooh Thian, kenapa aku bisa sampai disini?" seru si Kelelawar, "Loya yang baik hati,
berbuatlah kebaikan, tolong bimbinglah aku si buta agar bisa duduk ditepi jalan"
Tanpa curiga Lui Sin melompat turun dari kuda dan berjalan menghampiri.
Han Seng tidak mencegah, dia tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan dengan kakek buta
itu, lagian diapun menganggap Lui Sin patut melakukan permintaan itu.
Lui Sin berjalan menghampiri kakek buta itu sambil berseru:
"Kemaril" sambil berkata ia menjulurkan tangan kirinya.
Bersamaan waktu, si Kelelawar menjulurkan pula tangan kanannya.
Dengan cepat Lui Sin telah menggenggam tangan kanannya, tapi dengan cepat ia merasa
hatinya bergidik. Lengan si Kelelawar pada hakekatnya lebih dingin dari bongkahan es, lebih beku dari salju
kutub. Yang paling mengejutkan dan mengerikan adalah lengan itu ternyata halus dan mulus, sama
sekali tak mirip dengan lengan seorang kakek berusia lanjut.
Lengan seorang lelaki tak mungkin sedemikian lembut dan halus.
Tanpa terasa sorot matanya dialihkan keatas lengan itu, kini dia baru melihat dengan jelas
kalau lengan tersebut adalah lengan seorang wanita. Tak kuasa lagi jeritnya:
II "Lenganmu ini . . . . . . ..
"Indah bukan?" tanya si Kelelawar sambil tertawa.
"Indah!" jawab Lui Sin tanpa sadar.
Si Kelelawar segera tertawa terkekeh.
"Kalau memang merasa indah, bagaimana kalau kusumbangkan untukmu?"
"Berikan untukku?" tanya Lui Sin tercengang.
"Perkataan seorang lelaki ibarat kuda yang dicambuk, tak akan terkejar kembali"
Selesai berkata dia tarik kembali tangan itu, kemudian ketika dijulurkan keluar lagi,
tangan itu sudah terlepas dari badannya.
Kali ini Lui Sin bersin berulang kali karena bergidik, sekali lagi sinar matanya dialihkan
keatas lengan itu. Lengan itu dipapas kutung sebatas ketiak, sama sekali tak nampak rona darah, dekat sikut
terlihat sebuah "toh" berwarna merah hati.
Tatapan mata Lui Sin tertuju keatas tanda hati berwarna merah darah itu, menatapnya tanpa
berkedip. Tiba tiba saja tubuhnya gemetar, gemetar keras sekali.
Han Seng yang menyaksikan kejadian itu kontan berseru:
"Bukankah diatas lengan kanan Hong-ji terdapat pula sebuah tanda merah berbentuk hati?"
"Benar, mirip sekali"
Dari balik mata si Kelelawar yang putih tiba tiba muncul biji mata, biji mata berwarna
hijau tua, biji mata menyerupai api setan yang menatap Lui Sin. Tanyanya sambil tertawa:
"Masa lengan milik putri sendiri pun tidak kau kenali?"
"Apa kau bilang?" teriak Lui Sin dengan wajah berubah.
"Masa sampai sekarang kau masih menyangka lengan ini adalah lenganku?" kembali si
Kelelawar mengejek, selesai berkata sebuah lengan kanan muncul lagi dari balik bajunya.
Lengan kanan berbentuk cakar burung.
Paras muka Lui Sin berubah menakutkan, bentaknya:
"Apa kau bilang?"
"Dia bilang, lengan itu adalah lengan milik Hong-ji!" seru Han Seng menimali.
Sepasang mata Lui Sin terbelalak lebar, biji matanya melotot keluar, sambil menatap si
Kelelawar tegurnya: "Siapa kau sebenarnya" Kenapa lengan milik putriku bisa berada ditanganmu?"
"Siapakah aku" Masa kau tidak tahu?" si Kelelawar tertawa aneh.
Dengan satu gerakan cepat dia melukis seeekor Kelelawar diatas tanah dengan tongkat
bambunya, bahkan Kelelawar itu digambarkan sedang menghadap ke arah Lui Sin.
Berubah makin hebat paras muka Lui Sin, khususnya setelah melihat lukisan itu, teriaknya
tertahan: "Kelelawarl" "Hahaha, betul sekali, akulah si Kelelawar" sahut kakek itu sambil tertawa aneh.
Han Seng segera mencabut pedangnya, tapi pada saat yang bersamaan si Kelelawar telah
melempar tongkat bambunya ke depan, persis menghantam gagang pedang itu.
"Triiing!" baru saja pedang itu tercabut tiga inci dari sarungnya, tongkat bambu itu sudah
menumbuk diatas gagang pedang tadi hingga tersarung kembali.
Tak terlukiskan rasa kaget Han Seng menjumpai kejadi an ini.
Terdengar si Kelelawar berkata lagi sambil tertawa:
"Biarpun tak bersayap, aku tetap bisa terbang!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, dia sudah rentangkan sepasang tangannya dan
melambung ke udara. Tubuhnya langsung meluncur naik keatas sebatang pohon besar yang tumbuh disisi jalan.
"Kelelawar tanpa sayap! Hadang dia!" bentak Han Seng nyaring, sekali lagi dia mencabut
pedangnya dan meluncur kearah si Kelelawar bagaikan anak panah yang terlepas dari busur.
Sekilas cahaya pedang melintas pula dari sisi tubuhnya bagai lintasan cahaya petir,
langsung mengancam tubuh si Kelelawar.
Pedang pemutus usus milik Siau Jit!
Rupanya dia sudah muncul disitu, mendengarkan semua pembicaraan, menyaksikan semua adegan,
ketika Han Seng berteriak: "Hadang dia!" pedangnya sudah diloloskan dari sarung, tubuh
berikut pedang pun sudah melesat maju secepat petir.
Walaupun dia menyerang belakangan namun serangannya tiba lebih dulu, sayang gerakan tubuh
Kelelawar tanpa sayap jauh lebih cepat, belum lagi serangan itu mencapai sasaran, dia
sudah menyelinap ke belakang pohon dan sekali lagi menyusup ke balik pepohonan disisi
jalan. Ditengah kilatan cahaya pedang dan gugurnya dedaunan, dengan kecepatan tinggi Siau Jit
melesat ke depan, ujung pedangnya menutul diatas dahan lalu badannya menyelinap ke balik
pepohonan itu. Dengan cepat ia saksikan bayangan punggung si Kelelawar sedang kabur ke balik kegelapan,
cepat dia menjejakkan ujung kakinya diatas dahan, seperti burung gereja yang terbang di
angkasa, ia kejar kakek itu dengan kecepatan tinggi.
Dalam pada itu Han Seng telah membalikkan badan dan menyusul di belakang Siau Jit.
Saat itulah terdengar Lui Sin meraung keras, dengan tangan kanan mencabut golok emasnya,
tangan kiri menggenggam kutungan lengan, dia mengejar dipaling belakang.
Berbareng itu pintu kereta terbuka, Suma Tang-shia munculkan diri, ia tidak ikut mengejar
namun hanya mengawasi bayangan punggung Lui Sin yang semakin menjauh.
Perasaan sangsi, ragu terlintas dibalik kelopak matanya.
Apa yang ia sangsikan" Apa yang membuatnya keheranan"
Sang Kelelawar meluncur tiada hentinya, hinggap dari satu batang pohon ke batang pohon
yang lain, sepasang ujung bajunya yang terpentang lebar membuat orang itu persis seperti
seekor Kelelawar yang sedang terbang.
Siau Jit mengejar ketat di belakangnya, ilmu meringankan tubuh yang dia miliki hampir
setara, hal ini membuat mereka berdua selalu terpisah satu jarak, walau jarak itu tidak
terlampau besar. Terdengar ujung baju bergema tersampok angin, biarpun tak dapat melihat bayangan tubuhnya,
dia yakin tak bakal kehilangan jejak.
Han Seng dan Lui Sin yang menyusul dibelakang Siau Jit lambat laun makin tertinggal jauh.
Bicara tentang ilmu meringankan tubuh, tentu saja mereka berdua masih bukan tandingan Siau
Jit, sekalipun begitu, mereka tetap melakukan pengejaran secara ketat.
Sorot mata mereka telah berubah jadi merah membara, seakan ada kobaran api yang membakar
dan menyala dengan hebatnya.
Api kemarahan!! Tiba tiba suara ujung baju tersampok angin hilang dan berhenti.
Siau Jit sama sekali tidak berhenti, dia masih melanjutkan pengajarannya dengan ketat.
Cahaya pedang telah melindungi seluruh bagian penting ditubuhnya, ia telah bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, khususnya terhadap datangnya serangan
bokongan. Begitu melesat maju lagi sejauh tiga tombak, diapun menyaksikan kilauan cahaya air,
ternyata diluar hutan merupakan sebuah sungai yang luas dengan ombak yang besar, kabut
tebal masih menyelimuti permukaan air.
Sebuah sampan kecil berlabuh tiga tombak ditepi pesisir sungai, seseorang telah berdiri
tegak diujung sampan itu.
Kelelawar! Siau Jit menghentikan gerakan tubuhnya persis ditepi pantai pesisir, dia mencoba memeriksa
seputar sana, namun tidak dijumpai sampan kedua yang berlabuh.
Terdengar si Kelelawar kembali mengejek sambil tert awa aneh:
"Aku bisa terbang, apakah kau bisa juga?"
Siau Jit tertawa dingin. "Bila terdapat sebuah sampan lagi, akupun dapat terbang!"
"Sayang disini hanya terdapat sebuah sampan yang kuinjak sekarang!"
"Memang sayang sekali" dengus Siau Jit.
Sementara itu Han Seng telah menyusul tiba, sambil melotot gusar teriaknya:
"Apakah kau benar-benar si Kelelawar tanpa sayap?"
"Ditanggung asli!" sahut Kelelawar tertawa.
Baru saja Han Seng akan bertanya lagi, Lui Sin yang telah menyusul tiba telah menghardik
pula: "Bukankah kau sudah mampus?"
"Memangnya kau lihat aku sudah mampus?" si Kelelawar balik bertanya.
"Menurut berita yang beredar dalam dunia persilatan, kau sudah mampus banyak tahun
berselang" "Mati karena dikerubuti delapan jago lihay dari Kanglam bukan?"
"Memangnya berita itu hanya berita isapan jempol?"
"Mungkin saja hanya isapan jempol, tapi orang yang telah mati tak mungkin bisa hidup
kembali bukan?" kata si Kelelawar.
"Peduli amat kau sudah mampus atau masih hidup, aku ingin tahu, benarkah lengan ini adalah
lengan putriku?" teriak Lui Sin nyaring.
"Dijamin asli!"
"Darimana kau dapatkan lengan putriku ini?"
"Aaagh, jadi kau belum tahu kalau putrimu sudah terjatuh ke tanganku?" si Kelelawar balik
bertanya. Lui Sin tertegun, untuk sesaat dia termangu dan tak mampu bicara.
"Rupanya perbuatan ini betul betul merupakan hasil karya busukmu?" bentak Han Seng pula.
Si Kelelawar menghela napas panjang.
"Karena dia sudah terjatuh ke tanganku, bukankah kelewat gampang bila aku ingin memotong
sebuah lengannya?" "Mengapa kau harus berbuat begitu" Kenapa?" jerit Lui Sin.
Si Kelelawar garuk garuk rambutnya yang tak gatal, sahutnya berapa saat kemudian:
"Mungkin saja secara tiba tiba aku jadi gila.... kau harus tahu, seseorang yang sedang
gila, dapat melakukan perbuatan apa pun, bukan begitu?"
Lui Sin makin gusar, bentaknya lagi:
"Mengapa kau bunuh piausuku, menculik putriku?"
"Mungkin saja karena putrimu kelewat cantik!"
Merah padam selembar wajah Lui Sin saking gusarnya.
"Sebenarnya apa yang telah kau lakukan terhadap putriku?" jeritnya.
"Pulang saja ke piaukiok mu, bukankah segala sesuatu akan jadi jelas dengan sendirinya"
"Jadi kau telah menghantar dia pulang?"
"Kecuali lengan kanannya, yang lain sudah kuhantar balik"
"Kelelawar bajingan! Kemari kau, mari kita berduel sampai salah satu mampus!" tantang Lui
Sin kalap. "Ooh, maaf, maaf sekali!" tampik Kelelawar sambil nyengir dingin.
"Dasar bedebah tak bernyali!"
Kembali si Kelelawar tertawa aneh.
"Coba kalau fajar tidak segera menyingsing, tantanganmu pasti akan kulayani, tapi sekarang
mau tak mau aku harus segera terbang pergi"
"Terbang ke mana?"
"Alam bakal" begitu selesai bicara, kembali ia melambung ke udara.
Bersamaan dengan gerakan itu, sampan kecil tadi ikut melayang pula ke udara.
Ditengah percikan bunga air, saman berikut si Kelelawar telah melesat ke tengah sungai
dengan kecepatan tinggi, menyusup ke balik kabut tebal.
Kemudian lenyap tak berbekas, lenyap ditelan kabut.
Bab ll. Teka teki seputar Kelelawar.
Ketika air dan asap merapat kembali, manusia berikut sampan telah hilang tak berbekas.
Siau Jit, Lui Sin maupun Han Seng hanya berdiri tertegun ditepi pesisir, mereka tak mampu
berbuat apa apa, lagipula diseputar sana tidak terdapat sampan lain.
Tentu saja mereka pun tak dapat terbang.
Paras muka Lui Sin telah berubah hijau membesi, jeritnya bagai orang kalap:
"Ke1elawar..... dengarkan baik baik, biar kau masuk ke neraka atau naik ke bukit golok,
akan kucari dirimu hingga ketemu!"
Dari kejauhan terdengar si Kelelawar tertawa aneh sambil menyahut:
"Bagus, akan kusambut kedatanganmu dengan senang hati!"
Makin lama suara itu makin menjauh sebelum akhirnya lenyap.
Lui Sin semakin gusar, dilihat sikapnya dia seolah hendak ikut terjun ke dalam sungai, Han
Seng yang berada disampingnya buru buru mencegah, hiburnya:
"Toako, kau tak boleh kelewat emosi!"
"Betul" ujar Siau Jit pula, "disini tak tersedia sampan lain, tampaknya untuk sementara
waktu kita harus lepaskan dia"
"Bagaimana pun, aku bersumpah akan menemukan kembali bajingan tua itu dan mencincangnya
hingga hancur berkeping!" sumpah Lui Sin penuh kebencian.
"Kita punya banyak waktu untuk melakukannya, masih banyak kesempatan" sambung Han Seng.
Akhirnya Lui Sin menghembuskan napas panjang, tiba tiba tanyanya:
"Loji, menurut pendapatmu, bajingan itu sebetulnya manusia atau setan?"
"Tentu saja manusia" jawab Han Seng setelah tertegun sesaat.
"Bagaimana menurut pendapat saudara Siau?" kembali Lui Sin bertanya sambil berpaling ke
arah Siau Jit. "Seperti apa yang dikatakan saudara Han tentang setan dan dewa, semua itu hanya lelucon
yang tak lucu, sekalipun benar benar ada setan, yang pasti si Kelelawar adalah manusia,
hanya masalahnya kenapa ia berusaha menghindari kita?"
"Betul sekali perkataan saudara Siau" seru Han Seng sambil bertepuk tangan.
"Tapi menurut cerita yang beredar dalam dunia persilatan, konon si Kelelawar . . . . . . . . . .."
"Siapa yang bisa pertanggung jawabkan berita yang tersiar dalam dunia persilatan?" tukas
Han Seng cepat. "Tapi diantara kita tak pernah terjalin dendam maupun sakit hati"
Han Seng berkerut kening, ujarnya kemudian:
"Andaikata orang ini benar-benar si Kelelawar, maka apapun yang dia lakukan bukanlah
perbuatan yang aneh"
"Maksudmu . . . . . .."
"Konon orang ini setengah lurus setengah sesat, melakukan pekerjaan apa pun disesuaikan
dengan kondisi perasaan hatinya, senang gusar tak menentu, bahkan terkadang dia tak
berbeda seperti orang yang kehilangan ingatan, sinting!"
"Menurut pandanganku" timbrung Siau Jit, "tujuannya menghadang orang dan melakukan
pembantaian yang dia lakukan kali ini tak lain karena nona Lui Hong"
"Betul, tak diragukan tujuannya melakukan pembantaian karena ingin menghilangkan saksi,
dan kemunculannya kali ini disebabkan dia tahu kalau Ciu Kick belum mati, dia sangka kita
sudah mengetahui semua perbuatannya sehingga dia anggap tak perlu lagi untuk merahasiakan
identitas diri" "Begitu cepatkah kabar berita yang diperoleh bajingan itu?" tanya Lui Sin.
"Semestinya apa yang dia katakan sudah menunjukkan kesemuanya itu dengan jelas"
"Untung saja kabar beritanya tidak terhitung sangat cepat" ujar Siau Jit dengan suara
dalam, "kalau tidak, sekarang dia tak bakalan munculkan diri dihadapan kita semua,
sebaliknya pasti akan menyusup ke dalam perusahaan Tin-wan piaukiok secara diam diam"
"Mau apa dia ke sana?"
"Tentu saja membunuh Ciu Kiok!" Siau Jit menegaskan, "asal dia berhasil membunuh Ciu Kiok
maka semua mata rantai peristiwa ini akan putus ditengah jalan"
"Betul sekali!" seru Lui Sin dengan wajah berubah.
Tanpa sadar dia menatap kembali kutungan lengan yang berada ditangannya, lalu dengan
perasaan gusar bercampur ragu, katanya:
"Lantas apa tujuan dia menebas kutung lengan kanan Hong-ji?"
"Agar kita semua tahu kalau dialah pelaku peristiwa berdarah ini, tahu kalau nona Hong
sudah t erjatuh ke tangannya"
"Padahal dengan satu pernyataan pun sudah lebih dari cukup" seru Lui Sin geram.
"Bisa jadi dia kuatir kita tidak percaya dengan pernyataannya, mungkin juga lantaran otak
orang ini memang kurang beres, bagi seorang manusia normal, tak mungkin dia akan melakukan
perbuatan semacam ini"
Lui Sin mengangguk berulang kali.
"Betul juga perkataanmu" katanya, "sejujurnya, tadi pun aku sempat dibuat sangat terkejut"
"Padahal bukan hanya cianpwee yang kaget, kami pun ikut terperanjat dibuatnya, begitu
menyaksikan kita semua kaget, dia tampak gembira sekali"
"Aku rasa inilah tujuannya yang paling utama"
"Tadi dia mengatakan telah menghantar pulang nona Hong ke piaukiok" kata Siau Jit.
II "Yaa, tadi dia memang berkata begitu Lui Sin membenarkan, setelah menghela napas,
tambahnya, "meskipun kehilangan lengan kanannya, asal jiwanya terselamatkan, hal ini jelas
merupakan keberuntungan ditengah ketidak beruntungan"
Siau Jit tidak bersuara lagi, begitu pula Han Seng, terbungkam dalam seribu bahasa.
Lui Sin melirik mereka sekejap, tiba tiba perasaan ngeri dan seram terlintas dibalik
matanya, dengan cepat dia menatap wajah Han Seng lalu tegurnya:
"Jite, maksudmu?"
Han Seng manggut manggut.
Cepat Lui Sin berpaling kearah Siau Jit, belum sempat buka suara, sambil menghela napas
Siau Jit telah berkata lebih dulu:
"Ada sementara perkataan yang tidak sepantasnya kuutarakan, tapi mau tak mau harus
kuucapkan juga" "Kalau begitu katakan saja"
"Padahal apa yang hendak kukatakan sudah cianpwee ketahui juga"
Lui Sin tertawa getir. "Lohu sama seperti kau, orang yang lurus dan suka bicara langsung, tapi berada dalam
situasi seperti ini, terkadang aku perlu juga membohongi diri sendiri"
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Apakah kau hendak mengatakan, meski si Kelelawar telah menghantar balik putriku, namun
dia tidak pernah menegaskan kalau yang dikirim balik itu orang hidup atau orang mati....."
Siau Jit menghela napas panjang.
"Sekalipun tak banyak yang kuketahui tentang orang ini, namun menurut apa yang kutahu,
bila dia sudah menebas kutung lengan seseorang, itu berarti dia tak akan membiarkan orang
itu tetap hidup" Lui Sin mendongakkan kepalanya memandang cuaca, lalu katanya:
"Apa pun yang terjadi, asal kita kembali ke piaukiok, bukankah semuanya akan jadi jelas"
Habis berkata ia membalikkan tubuh dan berjalan menelusuri jalan semula.
Han Seng serta Siau Jit mengikuti dari belakang, langkah mereka terasa berat, seberat
perasaan hati yang mengganjal dada mereka sekarang .
Suma Tang-shia masih menanti ditempat semula, melihat ke tiga orang itu sudah balik, ia
baru bertanya sesudah menghembuskan napas panjang:
"Apakah si Kelelawar berhasil kabur?"
"Benar, ternyata diluar hutan sana terdapat sebuah sungai besar"
"Dan Kelelawar sudah siapkan perahu disana?" sambung Suma Tang-shia.
Siau Jit manggut-manggut.
Suma Tang-shia segera berpaling ke arah Lui Sin, kembali tanyanya:
"Apakah lengan itu benar-benar lengan putrimu?"
"Kelelawar mengaku kalau lengan ini ditebas dari tubuh putriku"
"Mana putrimu?"
"Katanya sudah dihantar balik ke piaukiok, tapi aku tak jelas dengan cara apa dia
menghantarnya balik" paras muka Lui Sin sangat berat, dengan cepat dia melompat naik
keatas kudanya. "Kalau begitu mari kita tengok ke piaukiok" ajak Suma Tang-shia.
Seusai berkata, dia segera naik kembali ke dalam keretanya.
Lui Sin segera melarikan kudanya dipaling depan.
Langit sudah terang, namun cahaya lentera didalam gedung utama perusahaan Tin-wan piaukiok
masih terang benderang bermandikan cahaya.
Disisi kiri gedung berderet peti mati berisikan mayat para piausu yang tewas ditangan Ong
Bu-shia, disisi kanan berserakan pula sejumlah mayat piausu yang tewas ditangan Kelelawar.
Jenasah Lui Hong diletakkan diatas sebuah meja berkaki delapan yang berada ditengah
gedung, jenasah yang telah dimutilasi, jenasah yang telah terbelah jadi enam bagian.
Ternyata lengan kanan yang diserahkan Kelelawar kepada Lui Sin memang lengan kanan milik
Lui Hong. Padahal kalau ingin membunuh, sekali tusukan pun sudah lebih dari cukup, namun dia telah
mencincang tubuh Lui Hong jadi enam bagian, pada hakekatnya hanya orang gila yang bisa
melakukan kesemuanya itu.
Si Kelelawar pun sama sekali tak bohong, kecuali lengan kanan itu, bagian tubuh lain milik
Lui Hong telah dihantar balik semua ke gedung piaukiok.
Dikirim balik dengan begitu saja.
Sesungguhnya Lui Sin sudah mempersiapkan diri, dia sudah bersiap sedia menerima kenyataan
bahwa Lui Hong yang dihantar balik ke perusahaan piaukioknya dalam keadaan mati.
Tapi mimpi pun dia tak mengira kalau mayat yang diterima justru merupakan mayat yang
terpisah pisah, sesosok mayat yang tercincang, mayat yang dimutilasi.
Menyaksikan pisahan anggota tubuh putrinya, untuk sesaat dia hanya bisa berdiri
mendelong . . . . . .. hingga kini, seperminum teh lamanya sudah lewat, ia masih berdiri
menjublak, terperangah dan berdiri dengan mata terbelalak.
Suasana sangat hening, tak ada suara, tak ada yang bicara, tak terkecuali Han Seng.
Suma Tang-shia bersandar dalam pelukan Siau Jit, sekujur tubuhnya gemetar keras.
Siau Jit sendiri berdiri dengan kening berkerut, seolah ada sesuatu yang sedang dia
pikirkan. Seluruh gedung piaukiok terjerumus dalam keheningan yang mendekati kematian, begitu sepi,
hening tapi tegang. Angin berhembus lewat menembusi ruangan, berapa lembar rontokan daun ikut melayang masuk
dan berserakan dilantai, menambah kentalnya suasana kematian ditempat itu.
Daun yang rontok memang perlambang dari suatu kematian.
Lagi lagi angin berhembus masuk ke dalam ruangan.
Sisa hawa dingin diujung musim gugur membuat suasana bertambah beku, mengibarkan pula
ujung baju semua orang. Saat itulah Lui Sin meraung keras:


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

"Sungguh menjengkelkan!" tiba tiba ia muntahkan darah segar lalu roboh terjungkal ke
tanah. Buru buru Siau Jit dan Han Seng maju membangunkan tubuhnya dan memayang keatas bangku,
tampak paras muka Lui Sin berubah kuning bagai kertas emas, sepasang matanya terpejam
rapat, ia berada dalam keadaan tak sadarkan diri.
"Toako, kenapa kau?" jerit Han Seng agak panik.
Suma Tang-shia segera maju menghampiri, setelah diperiksa sejenak, katanya:
"Tak perlu panik, dia hanya jatuh pingsan lantaran hawa amarah yang menyerang hati hingga
membuat hawa darahnya bergejolak, setelah muntah darah dia malah jauh lebih mendingan"
"Segera kupanggil tabib . . . . . . .."
"Tidak perlu" tukas Suma Tang-shia sambil menggeleng, kemudian sambil berpaling tambahnya,
"Siau kecil, gunakanlah tenaga dalammu untuk menenangkan gejolak hawa darah ditubuh Lui
enghiong" Siau Jit mengiakan, ia segera tempelkan telapak tangannya diatas jalan darah Leng-tay-hiat
ditubuh Lui Sin dan mengalirkan hawa murninya.
Kembali Suma Tang-shia berkata kepada Han Seng:
"Disini terdapat berapa butir pil, minumkan dengan air panas, setelah sadar nanti, Lui
enghiong akan sehat kembali"
Sambil berkata ia ambil keluar sebuah botol porselen, membuka penutupnya dan mengeluarkan
tiga butir pil warna hijau sebesar kacang kedele.
Buru buru Han Seng menerimanya sambil perintahkan orang untuk mengambil air hangat.
Dalam pada itu Lui Sin telah siuman kembali dari pingsannya.
Setelah menelan ke tiga butir pil dan mengatur napas sebentar, paras muka Lui Sin pun
pulih kembali dalam keadaan normal.
Setelah menghembus napas panjang katanya:
"Saudara Siau, silahkan tarik kembali tanganmu"
Waktu itu telapak tangan kanan Siau Jit masih menempel diatas jalan darah Leng-tay-hiat,
mendengar itu serunya: "Cianpwee, kau . . . . . .."
"Aku sudah tidak apa apa" tukas Lui Sin sambil menggeleng, "tadi aku hanya merasa
mendongkol sekali . . . . . .."
Lambat laun sikapnya pulih kembali jadi tenang dan terkendali, melihat itu Siau Jit pun
segera menarik kembali tangannya.
Setelah duduk, kembali Lui Sin menghembuskan napas panjang, ujarnya geram:
"Kelelawar bajingan terkutuk, aku orang she-Lui bersumpah akan mencincang tubuhmu!"
"Toako, kau harus baik baik jaga diri" hibur Han Seng.
Lui Sin segera tertawa keras.
"Hahaha.... toakomu tak gentar dibacok orang, apalah artinya hanya muntah darah"
Sambil berkata perlahan-lahan ia bangkit berdiri, lalu pesannya lagi:
"Saudaraku, tolong sampaikan pesanku, mulai hari ini perusahaan piaukiok menutup diri,
diharapkan pemilik barang yang belum sempat terkirim untuk mengambil kembali barangnya,
sementara ongkos tanggungan akan kita kembalikan lipat dua, selain itu perintahkan kasir
perusahaan untuk membagikan uang pesangon kepada semua anggota perusahaan, minta mereka
untuk mencari pekerjaan lain"
Setelah tertawa tambahnya:
"Padahal urusan semacam ini tak perlu kuperintahkan lagi, aku yakin kaupun tahu harus
berbuat bagaimana" Sambil menghela napas Han Seng manggut manggut.
"Toako tak perlu kelewat merisaukan persoalan ini"
"Saudaraku, masa kau masih belum paham?" kata Lui Sin sedih, "mengandalkan ilmu silat yang
kita miliki, kendatipun berhasil menemukan si Kelelawar, belum tentu kita berdua sanggup
selamatkan jiwa, lagipula jangan lupa, masih ada seorang Ong Bu-shia!"
"Betul sekali" Han Seng mengangguk dengan wajah berubah.
Lui Sin menatap wajah saudaranya sekejap, kemudian katanya lagi:
"Sejak dulu, kau adalah juru pikir perusahaan piaukiok kita, kenapa dalam urusan hari ini,
justru aku yang berulang kali harus mengingatkan dirimu?"
Han Seng tertawa getir. "Sejujurnya, pikiran siaute saat ini ibarat setumpuk jerami, kacaunya bukan kepalang"
"Jangankan kau, aku yakin kita semua tak akan mampu menenangkan hati" sela Lui Sin sambil
tertawa. Kemudian setelah menepuk bahu Han Seng, tambahnya:
"Karena Hong-ji toh sudah mati, rasanya tak ada urusan lagi yang harus buru buru kita
selesaikan" Tanpa menjawab Han Seng manggut-manggut.
"Kalau begitu, pergilah laksanakan tugasmu" kata Lui Sin lagi sambil mengulapkan
tangannya. Baru saja Han Seng akan mengundurkan diri, tiba tiba Lui Sin berseru lagi:
"Saudaraku, jangan lupa dengan bagianmu!"
Dengan perasaan melengak Han Seng mengangkat wajahnya, lalu serunya sambil tertawa sedih:
"Toako, apa maksud perkataanmu itu?"
"Bagaimana pun, selama ini kita sudah menjadi saudara yang baik, sebagai toako, aku tak
ingin menyeret kau dalam kekalutan ini dan menghantar kematian dengan percuma!"
Han Seng tertawa keras. "Toako, apa kau tidak merasa kelewat melecehkan diri siaute" Biarpun toako sudah melupakan
janji yang pernah kita ucapkan sewaktu angkat saudara dulu, sampai mati siaute akan
mengingatnya terus didalam hati"
Setelah berhenti sejenak, lanjutnya:
"Bila toako ngotot terus, biarlah siaute mati lebih dulu didalam gedung piaukiok ini"
"Hahaha, bagus, saudara yang hebat!" seru Lui Sin kemudian sambil tertawa keras, "anggap
saja toako salah bicara, jangan dimasukkan ke dalam hati"
Dengan air mata berlinang Han Seng memberi hormat, katanya:
"Kalau begitu biarlah siaute laksanakan dulu semua urusan yang toako perintahkan"
Menyaksikan bayangan punggung Han Seng keluar dari gedung, Lui Sin baru berpaling kearah
Siau Jit dan Suma Tang-shia sambil berkata:
II "Apakah kalian berdua . . . . . . ..
Sambil tertawa Suma Tang-shia menukas:
"Ada satu urusan, mungkin Lui lo-enghiong masih belum tahu"
"Urusan apa?" tanya Lui Sin tercengang.
"Walaupun aku tak akan mati dihadapanmu, tapi kalau mulai mengumpat, caci maki ku bisa
galak sekali" Lagi lagi Lui Sin tertegun, tapi sejenak kemudian ia sudah tertawa tergelak.
"Hahaha, bagus, bagus sekali"
"Urusan apa?" tanya Lui Sin tercengang.
"Walaupun aku tak akan mati dihadapanmu, tapi kalau mulai mengumpat, caci maki ku bisa
galak sekali" Lagi lagi Lui Sin tertegun, tapi sejenak kemudian ia sudah tertawa tergelak.
"Hahaha, bagus, bagus sekali"
Kembali Suma Tang-shia berkata sambil berpaling kearah Siau Jit:
"Sedang saudaraku yang satu ini, aku yakin tidak gampang bagimu untuk mengusirnya pergi"
"Aku tak akan mengusir, aku tak akan mengusir!"
Sekali lagi Lui Sin duduk diatas bangku, ditatapnya batok kepala Lui Hong sekejap, setelah
pejamkan mata tiba tiba ia berteriak keras:
"Empek Ang!" Waktu itu Lui Ang memang sudah berada disamping majikannya, mendengar teriakan itu, buru
buru dia maju sambil bertanya:
"Loya ada perintah apa?"
"Jadi kaulah orang pertama yang bertemu siocia?"
Sekilas perasaan sangsi menghiasi wajah Lui Ang, tapi dia manggut tiada hentinya.
"Coba terangkan sekali lagi semua pengalaman yang kau hadapi pagi tadi!"
Dari sikap, nada pembicaraan serta penampilannya, jelas Lui Sin telah berhasil
mengendalikan diri dan tampil normal seperti sedia kala, bahkan jauh lebih tenang.
Lui Ang mengisahkan semua pengalamannya secara detil, apalagi disampingnya hadir Suma
Tang-shia yang begitu teliti, berulang kali perempuan itu mengajukan pertanyaan untuk
memperjelas duduknya perkara.
Sampai pada akhirnya Lui Ang tak kuasa mengendalikan diri lagi, ia menangis tersedu-sedu.
Tentu saja rasa sedih yang mencekam perasaan Lui Sin tak terkirakan bahkan jauh melebihi
rasa sedih Lui Ang, namun perasaan sedihnya saat ini sudah tertutup oleh perasaan ngeri,
seram dan keheranan yang kental.
Tanpa terasa Suma Tang-shia menyandarkan kepalanya dalam pelukan Siau Jit.
Mereka semua bukan termasuk type orang bernyali kecil, namun setelah mendengar penuturan
Lui Ang, tak urung berdiri juga bulu kuduknya, seseorang yang anggota tubuhnya telah
terbelah enam ternyata sanggup berjalan sendiri untuk kembali ke rumahnya, bahkan dapat
pula berbicara dan mencopot batok kepala sendiri untuk diserahkan kepada orang lain, jelas
peristiwa semacam ini sungguh menakutkan, horor dan menggidikkan hati.
Pada hakekatnya satu kejadian yang susah dipercaya dengan nalar sehat.
Lui Ang jelas tidak berniat untuk bohong, lagipula bohong tak ada keuntungan bagi dirinya.
Selesai mendengar penuturan itu, Lui Sin termenung sambil berpikir sejenak, kemudian
sambil menatap Siau Jit dan Suma Tang-shia, katanya sembari menuding kearah Lui Ang:
"Dia adalah pelayan tua kami, mengurusi semua urusan rumah tangga disini, aku berani
menjamin dia sangat setia dan bisa dipercaya, bahkan selama ini dia menganggap Hong-ji
seperti putri kandung sendiri"
Sambil menangis terisak kata Lui Ang pula:
ll "Akulah yang melihat nona Hong tumbuh dewasa . . . . . . ..
"Oleh sebab itu semua yang dia ucapkan seratus persen dapat dipercaya" tukas Lui Sin.
"Kami sama sekali tak pernah menaruh curiga terhadap perkataan orang tua ini" ujar Siau
Jit, "hanya saja . . . . . . .."
Tidak menunggu hingga dia menyelesaikan perkataannya, Lui Sin telah bertanya lagi kepada
Lui Ang: "Empek Ang, apakah waktu itu kau minum arak?"
Lui Ang menggeleng. "Loya juga tahu, kecuali tahun baru, hamba tak pernah minum arak"
"Aku percaya kau tidak minum arak, lagipula dalam situasi seperti ini, biar sedang
mengantuk pun, aku yakin kau pasti berusaha menjaga kesadaranmu"
Setelah berhenti sejenak, tambahnya:
"Tapi bagaimana pula penjelasanmu tentang peristiwa ini?"
"Cerita setan . . . . . . .." kata Siau Jit.
"Aku tak pernah percaya dengan hal hal tahayul semacam itu" tukas Lui Sin cepat.
"Begitu pula dengan aku"
Siau Jit segera berpaling ke arah Lui Ang dan ujarnya lagi,
"orang tua, apakah kau tidak melihat ada seseorang berdiri dibelakang mayat nona Hong?"
"Budak yakin tidak ada"
Kontan saja Siau Jit berkerut kening.
"Berarti hanya ada satu penjelasan, mula mula ada orang lain yang menenteng pulang batok
kepala itu, sedang bagian tubuh yang lain baru dipasang dibawah dinding tembok setelah dia
orang tua jatuh tak sadarkan diri"
"Ehm, penjelasan ini sangat masuk diakal"
Tiba tiba Suma Tang-shia menyela:
"Konon batok kepala itu sempat berbicara, seharusnya dia orang tua hapal bukan dengan
logat suara putrimu?"
"Betull" seru Lui Sin sambil bertepuk tangan, cepat ia berpaling ke arah Lui Ang dan
katanya, "seharusnya kau sangat mengenal logat suara siocia bukan?"
"Suara itu datang sayup sayup, seperti ada seperti tidak, seperti melayang seperti
mengambang, dalam perasaan budak, suara itu berasal dari seorang wanita, kemudian setelah
bertemu siocia, baru kudengar kalau suara itu suara dari siocia"
Untuk sesaat Lui Sin termenung, dia tak tahu harus bicara apa lagi.
Tiba tiba Suma Tang-shia berseru lagi:
"Diwilayah Siong-say (Oulam) terdapat sejenis ilmu sesat, apakah Lui enghiong pernah
mendengarnya?" "Mengembala mayat?" tanya Lui Sin setelah tertegun sejenak.
"Betul, konon banyak orang yang pernah menyaksikan sendiri ketangguhan ilmu ini, hanya
sayang belum ada yang bisa menjelaskan bagaimana mungkin mayat mayat itu bisa berjalan
menuruti perintah seseorang"
"Jadi menurut toaci, besar kemungkinan jenasah nona Lui digembala si Kelelawar dengan ilmu
sesat itu hingga berjalan balik sendiri ke tempat ini?" tanya Siau Jit sambil
menghembuskan napas dingin.
"Sebetulnya apa yang kukatakan hanya salah satu penjelasan, hanya penjelasan semacam ini
memang sukar diterima dengan nalar sehat"
Lui Sin tertawa getir, ujarnya:
"Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, si Kelelawar sudah mati, tapi
sekarang dia muncul kembali, kalau orang mati pun bisa bangkit lagi, urusan apa pula yang
tak mungkin terjadi?"
Siapa pun dapat menangkap kalau perkataan itu adalah ucapan orang putus asa, apa boleh
buat. Suma Tang-shia seperti akan mengucapkan sesuatu tapi diurungkan kembali, akhirnya ia tetap
membungkam. Kembali Siau Jit menghela napas, katanya lagi:
"Persoalan apa pun, pada akhirnya pasti akan terungkap hingga jelas"
"Sekarang juga kita pergi mencari jawaban yang sesungguhnya" sahut Lui Sin sambil mengepal
tinjunya. "Baikl" kata Siau Jit dengan wajah bersungguh sungguh, "satu hari urusan ini belum tuntas,
sehari pula aku orang she-Siau tak akan meninggalkan kota Lok-yang"
"Bagusl Kau memang seorang hohan sejati!"
Baru berbicara sampai disitu, terlihat Han Seng sudah berjalan masuk dari luar gedung,
tiba dihadapan Lui Sin, serunya:
"Semua perintahmu telah kulaksanakan!"
"Bagus sekali!"
"Tapi ada berapa orang saudara tua yang enggan tinggalkan tempat ini" ujar Han Seng
setelah termenung sejenak.
"Menurut pendapatmu, apa yang harus kita lakukan?"
"Untuk saudara saudara kita yang tak takut mati, apa salahnya bila toako biarkan mereka
tetap tinggal disini?"
"Tapi . . . . . . . .."
"Mereka adalah saudara-saudara kita yang tak takut mati, sekalipun toako mengusir mereka
dari sini, toh mereka bisa bertahan diluar kantor piaukiok, daripada membiarkan mereka
berkeliaran, bukankah jauh lebih aman bila menampung mereka didalam gedung saja"
"Ehm, cengli juga perkataanmu itu, baiklah, kita putuskan sesuai pemikiranmu itu"
Kembali Han Seng berkata:
"Sewaktu berada ditikungan serambi tadi, kebetulan siaute bertemu dengan Sun
Toa-nio . . . . . .."
"Apakah Ciu Kiok telah tersadar kembali?"
"Benar, Sun Toa-nio memang akan melaporkan kejadian ini kepada toako"
"Bagus1ah" Lui Sin segera berpaling ke arah Siau Jit dan Suma Tang-shia, lalu ajaknya,
"mari kita bersama-sama menengok Ciu Kiok, siapa tahu dari mulutnya bisa mendapat
keterangan yang lebih jelas"
Siau Jit mengangguk. II "Betul, siapa tahu dia dapat memberi petunjuk yang berharga katanya.
"Ayoh jalan!" dengan langkah lebar Lui Sin berjalan keluar lebih duluan.
Cahaya lentera masih menerangi seluruh ruang kamar.
Paras muka Ciu Kiok lebih pucat daripada cahaya lentera, dia memang banyak kehilangan
darah, karena itu wajahnya tampak layu dan kelihatan letih sekali, namun kondisinya jauh
lebih baik daripada sewaktu pertama kali tiba di piaukiok.
Seluruh ruangan dipenuhi bau obat yang kental, kini mulut luka Ciu Kiok telah dibubuhi
obat terbaik dan dibalut dengan rapi.
Setelah tersadar dari pingsannya tadi, Sun Toa-nio telah buatkan semangkok kuah obat
pemulih darah untuknya. Kini ia masih berbaring lemas diatas ranjang, matanya mendelong seperti orang bodoh, entah
apa yang sedang ia pikirkan.
Sampai suara langkah kaki bergema dalam kamar, sorot matanya baru perlahan lahan
dialihkan, namun ia tetap tak berpaling.
Baginya, berpaling merupakan satu pekerjaan yang amat sulit, begitu pula kondisinya
sewaktu duduk. Pertama-tama ia saksikan Lui Sin, tanpa terasa butiran air mata jatuh bercucuran.
Lui Sin segera menghiburnya.
ll "Kau sudah berusaha sekuat tenaga dalam peristiwa ini, tak perlu bersedih hati katanya.
"Entah bagaimana keadaan siocia sekarang?" bisik Ciu Kiok sambil terisak.
Kelopak mata Lui Sin sedikit mengejang, tapi dengan cepat dia menjawab:
"Mati hidup sudah diatur takdir, jadi kau tak perlu menguatirkan keselamatannya"
Tiba tiba berkilat sorot mata Ciu Kiok, serunya tak tahan:
"Siau kongcu!" Ternyata ia sudah melihat kehadiran Siau Jit yang berjalan masuk ke dalam ruangan.
"Kita pernah bertemu?" tanya Siau Jit.
"Masa kongcu lupa?"
"Tidak, dalam sekali pandang, aku segera dapat mengenalimu"
Semu merah pipi Ciu Kiok yang pucat setelah mendengar perkataan itu, pintanya cepat:
"Kongcu, kau harus segera selamatkan nona kami"
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanya Siau Jit sedih.


Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

Ciu Kiok mencoba mengingat kembali kejadian yang dialami, kemudian ujarnya:
"Waktu itu rombongan kami tiba disebuah warung teh dekat jalan raya, tiba tiba kakek
penjual teh menghentikan kami semua, katanya ada seorang tamu dari marga Siau menitipkan
sepucuk surat untuk siocia kami"
"Apa isi surat itu?" tanya Siau Jit.
"Ditunggu kedatanganmu di luar hutan kuil Thian-liong-ku-sat, ada urusan penting akan
dirundingkan. Tapi dalam surat tidak tercantum nama kongcu"
"Jadi siocia kalian pun pergi memenuhi undangan itu?"
"Sepeninggal siocia, kami pun masuk ke warung teh untuk menunggu, siapa sangka dalam air
teh telah dicampuri racun, berapa orang rekan yang keburu meneguk air teh itu seketika
keracunan dan menemui ajal!"
"Lanjut!" seru Lui Sin geram.
"Kemudian kakek penjual teh itupun berubah!" ketika bicara sampai disini, mimik muka Ciu
Kiok kembali memperlihatkan rasa ngeri dan takut yang luar biasa.
"Berubah?" tanya Lui Sin keheranan.
"Tampang mukanya berubah jadi sangat menakutkan, sepasang matanya seperti dua gumpal api
setan, saat itulah kami baru sadar kalau siocia sudah tertipu"
"Bagaimana kemudian?"
"Kakek itu mulai mencicit tertawa aneh, suara tertawanya mirip seekor tikus, dia beritahu
kepada kami kalau dialah si Kelelawar!"
"Kelelawar!" Lui Sin menggertak gigi hingga gemerutuk, Han Seng menarik napas dingin
sedang Siau Jit dan Suma Tang-shia saling bertukar pandangan tanpa mengucapkan sesuatu.
Ciu Kiok bercerita lebih lanjut:
"Begitu mendengar nama itu, paras muka paman To serta paman Thio berubah hebat, mereka
segera mengepung kakek itu rapat rapat, dari pembicaraan yang kemudian berlangsung,
rasanya si Kelelawar itu sudah mati lama"
"Ehm, apa yang dikatakan Kelelawar itu?" tanya Lui Sin.
"Tiba tiba ia bersuit nyaring, lalu seluruh ruang warung dipenuhi kawanan Kelelawar,
Il jumlahnya banyak sekali dengan suara bagai merintih dia melanjutkan, "kemudian kami pun
bertempur sengit, akhirnya satu per satu kami tewas diujung senjatanya yang konon disebut
golok Kelelawar. "Golok itu aneh sekali bentuknya, gagang golok berlambangkan seekor Kelelawar besar, tubuh
golok melengkung bagai bulan sabit, tapi tajamnya luar biasa, walau dipakai untuk membunuh
namun tiada darah yang menodai mata golok!"
Mendengar sampai disini Lui Sin segera berpaling kearah Siau Jit serta Suma Tang-shia
sambil berkata: "Ternyata dugaan kalian berdua tidak salah"
Kepada Ciu Kiok tanyanya:
"Kau masih bisa bertahan?"
Ciu Kiok mengangguk perlahan.
"Kalau begitu ceritalah lebih jauh, coba cerita lebih detil" pinta Lui Sin.
Maka Ciu Kiok pun melanjutkan kembali penuturannya yang belum selesai.
Oo0oo Pintu dan jendela kamar sudah tertutup rapat, hawa dingin diujung musim gugur telah
tertahan diluar jendela. Tapi penuturan Ciu Kiok seolah menghadirkan kembali hawa dingin diujung musim gugur,
menyusup dan menghimpit perasaan hati setiap orang.
Akhirnya dengan air mata bercucuran ujar Ciu Kiok:
"Seharusnya aku pergi ke kuil Thian-liong-ku-sat untuk melakukan pelacakan, tapi dengan
ilmu silat yang kumiliki, apa gunanya pergi ke situ" Maka terpaksa aku pulang kemari"
Sambil menggenggam tangan Ciu Kiok yang lembut, hibur Lui Sin:
"Semua yang kau lakukan sudah betul, bila kaupun pergi ke kuil Thian-liong-ku-sat, maka
selama hidup peristiwa ini akan tetap menjadi misteri, tetap akan menjadi rahasia pribadi
si Kelelawar" Perlahan Ciu Kiok berpaling kearah Siau Jit, lalu tanyanya:
"Siau kongcu, kenapa kaupun bisa sampai disini?"
"Apakah kau sudah lupa dengan apa yang kau katakan setibanya di piaukiok waktu itu?" kata
Lui Sin. Ciu Kiok menggeleng, rupanya dia sudah tak dapat mengingat kembali semua kejadian itu.
"Waktu itu kau mengatakan kalau semua orang telah terbunuh, nona ditipu orang, bahkan
sempat menyinggung nama Siau kongcu" Lui Sin menerangkan.
"Ehm" "Kebetulan ada orang melihat kehadiran Siau kongcu dirumah makan Tay-pek-lo, maka kami pun
pergi mencarinya untuk menanyakan duduknya persoalan"
"Jadi tuan sekalian sempat berkelahi?" tanya Ciu Kiok terperanjat.
"Gara-gara bertarung, kami pun jadi bersahabat, malah akhirnya sempat mendatangi kuil
Thian-liong-ku-sat bersama-sama"
"Apakah berhasil menemukan siocia?" desak Ciu Kiok.
"Tidak!" Lui Sin menggeleng.
"Tapi aku tidak bohong . . . . . .."
Lui Sin segera menggenggam tangan Ciu Kiok, ujarnya penuh emosi:
"Anak baik, tak ada orang yang mengatakan kau bohong"
Setelah menarik napas dalam-dalam, lanjutnya:
"Kami sudah memastikan kalau semua peristiwa berdarah ini merupakan hasil karya Kelelawar"
"Tapi.... bukankah Kelelawar sudah mengirim surat yang mengabarkan kalau dialah yang
menangkap siocia, tapi apa tujuannya" Apakah dia ingin memeras kita" Apa yang mau
diperas?" Lui Sin menggeleng. "Kelelawar tidak mengirim surat, tapi sudah munculkan diri dihadapan kami"
Setelah berhenti sejenak, terusnya:
"Ketika mendapat tahu kalau kau belum.mati, disangkanya kau telah menceritakan semua
kejadian kepada kami, karena itulah terpaksa dia munculkan diri dihadapan kami"
ll "Ooh rupanya begitu . . . . . . ..
"Untung saja dia menganggap begitu, kalau tidak, mungkin ia sudah menyerbu masuk ke dalam
piaukiok dan membunuhmu untuk menghilangkan saksi!"
"Membunuhku untuk menghilangkan saksi?" Ciu Kiok makin tercengang.
"Betul, dia sengaja membunuh kalian semua karena bertujuan untuk melenyapkan saksi"
Tak tahan Ciu Kiok menghirup udara dingin, diapun mengalihkan pembicaraan, tanyanya:
"Aaah betul, apakah sudah diketahui siocia berada dimana sekarang?"
Lui Sin tidak menjawab, dia hanya menghela napas panjang.
Tercekat perasaan hati Ciu Kiok setelah mendengar helaan napas itu, buru buru tanyanya:
"Tuan, apa yang sebenarnya terjadi dengan siocia?"
"Dia sudah mati" jawab Lui Sin dengan suara parau.
Paras muka Ciu Kiok semakin pucat.
"Tidak, tidak mungkin!" jeritnya sedih.
Lui Sin kembali menghela napas panjang.
"Sebenarnya aku tak ingin memberitahukan berita duka itu pada saat seperti sekarang, tapi
akupun tak tega mengelabuhi dirimu, membiarkan kau menguatirkan terus keselamatan jiwanya"
Paras muka Ciu Kick semakin pucat.
"Tidak, tidak mungkin!" jeritnya sedih.
Lui Sin kembali menghela napas panjang.
"Sebenarnya aku tak ingin memberitahukan berita duka itu pada saat seperti sekarang, tapi
akupun tak tega mengelabuhi dirimu, membiarkan kau menguatirkan terus keselamatan jiwanya"
Ciu Kick tidak menjawab, hanya air matanya bercucuran makin deras.
Kembali Lui Sin berkata: "Kelelawar sengaja munculkan diri karena ingin memberi kabar atas kematian Hong-ji....
selain mengirim kembali jenasah Hong-ji kepada kita"
"Kenapa dia harus membunuh siccia?" tanya Ciu Kick sambil menangis.
"Kamipun tak tahu, dia juga tidak menjelaskan"
"Tuan, kau harus balaskan dendam bagi kematian siocia, harus!" pinta Ciu Kick sambil
menggigit bibir. "Pastil" janji Lui Sin tegas.
Kembali Ciu Kick berpaling kearah Siau Jit, pintanya pula:
"Siau kongcu, kau . . . . . . .."
"Nona Ciu Kick tak usah berkata lagi" tukas Siau Jit, "dalam peristiwa ini aku pun akan
turut ambil bagian" Akhirnya sekulum senyuman tersungging juga diwajah Ciu Kick, kepada Lui Sin katanya:
"Tuan, bolehkah aku menengok wajah siccia untuk terakhir kalinya?"
"Lebih baik rawat dulu luka lukamu itu" bujuk Lui Sin dengan wajah makin pedih.
"Sebenarnya apa yang telah dilakukan Kelelawar terhadap tubuh siccia?" desak Ciu Kick
serius. "Aai, jangan ditanya lagi!" Lui Sin menggeleng.
"Tidak, tuan, kau harus beritahu kepadaku!" desak Ciu Kick sambil mercnta bangun.
Akhirnya Lui Sin mengaku:
"Tubuh Hong-ji telah dimutilasi menjadi enam bagian!"
Air mata Ciu Kick meleleh keluar makin deras, tiba tiba tubuhnya terjengkang ke belakang
dan lagi-lagi jatuh tak sadarkan diri.
"Bocah yang malang . . . . .." bisik Lui Sin sedih.
Han Seng ikut menghela napas sedih.
ll "Aaai, bisa dimaklumi katanya, "hubungannya dengan Hong-ji selama ini melebihi hubungan
saudara" Lui Sin segera mengulapkan tangannya seraya berseru:
"Sun toa-nio!" Perempuan tua yang selama ini berdiri disisi ruangan segera maju sambil mengiakan.
"Loya ada perintah apa" Silahkan diutarakan"
"Kau harus baik-baik merawat Ciu Kick"
"Loya tak usah kuatir" jawab Sun Toa-nic dengan air mata berlinang, "selama ini dia sudah
kuanggap seperti anak sendiri"
Tanpa bicara lagi Lui Sin manggut-manggut, kemudian setelah memeriksa jidat Ciu Kick, ia
baru bangkit berdiri dan melangkah keluar tinggalkan tempat itu.
Langkah kakinya terlihat jauh lebih berat daripada ketika datang tadi.
Siau Jit bertiga mengikuti dibelakang, siapa pun tak bersuara atau bicara.
Warna musim gugur menyelimuti halaman, suasana sendu musim gugur semakin mencekam tempat
itu. Setelah sekian lama menelusuri jalan setapak, tiba tiba Lui Sin menghentikan langkahnya,
mengepal tinjunya dan menengadah memandang langit sambil mengeluh:
"Kelelawar sialan, biar kau sembunyi dalam alam baka pun, aku tetap akan menyerbu masuk
dan menyeretmu keluar!"
"Dewasa ini, masih ada satu persoalan yang harus kita selidiki hingga jelas dan tuntas"
sela Han Seng. "Mati hidup si Kelelawar?" tanya Siau Jit.
Han Seng manggut-manggut.
"Semua orang mengatakan dia sudah mati, walaupun berita itu hanya kabar angin, namun tak
mungkin ada asap kalau tiada api, berita ini pasti timbul karena ada penyebabnya"
"Biarpun ketika berada di sampan dia mengaku hendak terbang balik ke alam baka, tapi siapa
yang mau percaya dengan perkataan semacam itu" Menurut pandanganku, lebih baik kita
kumpulkan berapa orang cianpwee untuk membicarakannya"
"Tidak perlu!" tiba tiba seseorang menyela. Suara dari Suma Tang-shia!
Dengan perasaan heran Siau Jit berpaling:
"Toaci . . . . . . . .."
"Kalian cukup bertanya padaku saja"
Lui Sin, Han Seng sama sama berdiri terperangah, tidak terkecuali Siau Jit.
Menyaksikan hal itu, kembali Suma Tang-shia tertawa, ujarnya:
"Rupanya kalian sudah lupa kalau Suma Ticnggcan adalah ayahku, salah satu diantara delapan
jago ampuh dari Kanglam yang mengerubuti si Kelelawar waktu itu?"
"Aaah betul" seolah baru tersadar, Siau Jit berseru keras, "sudah pasti ayahmu jauh lebih
mengerti tentang nasib dan mati hidup si Kelelawar itu"
"Nah itu dia, jadi menurut kau, aku tahu cukup jelas tidak?"
"Tentu, tentu saja kau tahu jelas"
Suma Tang-shia segera tertawa manis.
"Sejak kapan kau berubah jadi begitu pintar?" gcdanya.
Siau Jit tidak menjawab, hanya tertawa getir.
Han Seng turut tertawa getir, katanya:
"Tampaknya persoalan ini bakal membuat kita semua pusing tujuh keliling . . . . .."
Lui Sin berpaling pula kearah Suma Tang-shia sambil bertanya:
"Jadi bagaimana ceritanya" Dalam pertarungan itu, apakah si Kelelawar sudah mampus atau
mungkin dia masih hidup?"
"Boleh dibilang sudah mampus, boleh dibilang juga belum mampus seratus persen" jawab
perempuan itu. "Oya?" Dengan perasaan keheranan dan tak habis mengerti, Siau Jit serta Han Seng sama-sama
menengok ke arah Suma Tang-shia, tampaknya mereka pun tak paham dengan maksud jawaban itu.
Suma Tang-shia segera menerangkan:
"Jika mampus yang dimaksud adalah menandakan seseorang sudah tidak berada di dunia ini
lagi, maka orang itu boleh dibilang belum mampus"
Ketiga orang jagoan itu tetap tidak mengerti.
Suma Tang-shia menjelaskan lebih jauh:
"Setelah pertempuran itu, Kelelawar telah berubah menjadi dua orang yang beda, sudah bukan
Kelelawar yang dahulu lagi, bukankah hal ini bisa dikatakan kalau Kelelawar sudah tak ada
lagi, sudah mampus?"
"Ooo, jadi Kelelawar sesungguhnya tidak mati dalam pertempuran berdarah itu?" akhirnya
Siau Jit memahami juga maksudnya.
"Benar" Suma Tang-shia mengangguk.
"Lantas dia telah berubah menjadi manusia seperti apa?" tanya Siau Jit lagi.
"Dia sama sekali sudah kehilangan ingatannya"
"Idiot maksudmu?" selidik Siau Jit.
"Betul, idiot!"
"Jadi maksud nona, akhir dari pertempuran itu si Kelelawar sama sekali tidak kehilangan
nyawanya, tapi sudah kena dihajar hingga berubah menjadi idiot?" sela Lui Sin.
"Yaa, idiot!" Suma Tang-shia mengulang sekali lagi.
Maksud dari idiot adalah tidak berbeda jauh dengan kematian, sebab dalam pandangan orang
normal, idiot memang satu keadaan dimana mati jauh lebih enak daripada hidup.
Tentu saja hal ini menurut sudut pandang manusia normal.
Berbeda menurut sudut pandang orang idiot, bagi mereka hidup atau mati sama sekali tak ada
bedanya, karena mereka memang tak bisa memilih, kalau tidak, mungkin sejak awal mereka
sudah memilih mati. Walaupun kebanyakan kehidupan mereka jauh lebih sengsara daripada anjiing atau babi, namun
sebagian besar dapat hidup terus, bahkan hidup dengan hati gembira.
Tak ada yang tahu bagaimanakah dunia dari orang orang idiot, tentu saja hal ini berlaku
bagi orang yang normal. Lui Sin menatap wajah Suma Tang-shia, sampai lama kemudian ia baru bertanya lagi:
"Kenapa Kelelawar bisa berubah jadi orang idiot?"
"Apakah gara gara pertempuran waktu itu?" sambung Han Seng.
"Benar, waktu itu ayahku bersama delapan jago dari kanglam mengerubuti si Kelelawar di
ll lembah Hui-jin-gan . . . . ..
"Maksudmu lembah Hui-jin-gan di gunung Kiu-hca-san?" sela Siau Jit.
Suma Tang-shia menggeleng.
"Aku sendiripun tak tahu kenapa tempat tersebut disebut hui-jin-gan (Bukan tempat
manusia), hanya kuketahui kalau disana terdapat sebuah dinding batu yang amat besar,
di atas dinding batu itulah tertera tiga huruf besar yang b erbunyi Hui-jin-gan. Mereka
sengaja memil ih tempat itu untuk mengercyok Kelelawar, aku rasa te mpat itu memang cocok
sekali untuk men ghabisi kelaknatan Kelelawar"
"Dan si Kelelawar datang memenuhi undangan"' tanya Siau Jit.
Suma Tang-shia tertawa hambar.
"Sebelum terjadinya pertempuran itu, si Kelelawar sama sekali tak tahu kalau undangan
tersebut merupakan sebuah perangkap, kalau dibilang kejadian itu merupakan pertarungan adu
jiwa, mungkin lebih cocok kalau dibilang merupakan satu bokongan, satu serangan gelap"
"Jadi delapan jago sudah bersembunyi dan membuat perangkap lebih dulu ditempat tersebut
sebelum kehadiran si Kelelawar?"
"Benar, begitulah kejadiannya.
"Tapi cerita yang tersiar dalam dunia persilatan tidak berkata begitu" sela Han Seng.
Kembali Suma Tang-shia menghela napas.
"Delapan jago lihay mengerubuti satu orang saja sudah merupakan satu kejadian yang tak
enak didengar, kalau dibilang kejadian itu adalah sebuah bokongan, bukankah orang akan
semakin mentertawakan kawanan jago itu?"
Mendengar sampai disini, Lui Sin segera tertawa terbahak-bahak, serunya:
"Hahahaha, untuk menghadapi manusia laknat macam Kelelawar, lohu rasa memang tak perlu
bicarakan soal peraturan dunia persilatan lagi, jadi kenapa peduli soal enak tidak enak,
mentertawakan atau bukan"
"Sayangnya tidak setiap orang berpendapat begitu"
"Menurut pandanganku, walaupun ilmu silat yang dimiliki ke delapan jago itu sangat hebat,
mereka pun berjiwa ksatria dan suka menegakkan keadilan, namun jiwa mereka masih tidak
terbuka, masih sangat terkekang oleh segala tradisi" kata Lui Sin sambil tertawa.
Agaknya Suma Tang-shia setuju dengan pendapat itu, ia mengangguk.
"Betul, kalau tidak mereka pun tak usah ambil peduli bagaimana pandangan orang lain
terhadap mereka"

Www.ceritasilatcersil.blogspot.com Cerita Silat ~ Kumpulan Cersil Terbaik Kelelawar Tanpa Sayap

"Itulah yang lohu maksudkan"
"Namun sewaktu mengurung dan menyerang Kelelawar, mereka sama sekali tak ambil peduli
dengan segala peraturan dunia persilatan, saat itu jiwa, pikiran dan kekuatan mereka
terhimpun jadi satu, mereka hanya tahu bagaimana membantai musuh dalam waktu singkat"
"Bagus sekali, memang sudah sepantasnya manusia laknat semacam itu dibantai hingga tuntas"
puji Lui Sin sambil bertepuk tangan.
Sudah jelas rasa benci dan dendamnya terhadap Kelelawar telah merasuk hingga ke tulang
sumsum. "Bisa dibayangkan betapa sengitnya pertarungan yang berlangsung waktu itu" gumam Han Seng
sambil memandang ke tempat kejauhan.
Suma Tang-shia manggut manggut.
"Semasa masih hidup, setiap kali menyinggung pertarungan tersebut, ayahku selalu melonjak
emosinya" "Bagaimana akhir dari pertempuran sengit itu?" tanya Lui Sin.
"Dari delapan orang jago tangguh yang terlibat dalam pengeroyokan itu, lima diantaranya
tewas seketika, sisanya yang tiga orang menderita luka parah. Kalau dilihat secara phisik,
kondisi ayahku terhitung paling utuh"
"Paling utuh?" lagi lagi Lui Sin tertegun.
"Maksudku dilihat dari penampilannya, luka yang ia derita paling enteng"
"Bagaimana pula dengan si Kelelawar?"
"sekujur badan bermandikan darah dan penuh luka, konon isi perutnya tergetar hingga
bergeser karena termakan pukulan dahsyat, terakhir ayahku dengan ilmu pukulan
Siau-thian-seng menghajar ubun ubunnya!"
"Dan ternyata dia belum mati?" seru Lui Sin sambil menghembuskan napas panjang.
"Waktu itu dia sudah roboh terkena pukulan hingga muntah darah dan tak sanggup bangkit
lagi, siapa pun menyangka dia pasti mati, siapa tahu lewat berapa saat kemudian ternyata
ia mercnta dan merangkak bangun kembali, hanya otaknya jadi miring, dia jadi idiot"
"Terbukti orang ini memang memiliki daya tahan yang luar biasa, melebihi siapa pun, karena
itulah meski sudah terhajar pukulan siau-thian-seng dari ayahmu, dia masih tetap bisa
hidup" gumam Lui Sin.
"Dengan pengalaman yang dimiliki delapan jago tangguh dari Kanglam, seharusnya dugaan
mereka tak bakal salah"
"Saat itu mereka pun sempat mempersoalkan masalah ini, namun setelah dicoba berulang kali,
kenyataan membuktikan bahwa Kelelawar memang sama sekali sudah kehilangan ingatan, dia
telah berubah jadi seorang idiot"
"Apa yang kemudian mereka lakukan?" kembali Han Seng bertanya.
"Semua orang merasa terlalu keenakan jika menghabisi nyawa si Kelelawar dengan begitu
saja, maka mereka tidak melancarkan serangan mematikan lagi"
"Masa mereka membiarkan si Kelelawar meninggalkan dunia ini dengan begitu saja?"
Siau Jit termenung sejenak, katanya pula:
"Bagi seorang idiot yang memiliki ilmu silat tinggi, membiarkan dia mengembara dalam dunia
persilatan jelas merupakan satu persoalan yang sangat membahayakan"
Suma Tang-shia manggut-manggut.
"Tentu saja mereka pun sudah mempertimbangkan sampai kesitu, karena itu, meskipun tidak
sampai membunuhnya, namun mereka telah menyekapnya disuatu tempat"
"Dia disekap dimana?" kembali Siau Jit bertanya.
"Dalam rumahku"
"Perkampungan Suma-san-ceng di timur kota?" tanya Siau Jit tertegun.
"Memang kau sangka aku punya berapa rumah?"
Siau Jit tertawa getir, sementara Han Seng dan Lui Sin berdiri tertegun, kejadian ini
sungguh diluar dugaan mereka.
Terdengar Suma Tang-shia berkata lebih jauh:
"Tiga dari delapan jago yang masih hidup, satu tinggal di Pek-san, Hek-sui, yang seorang
lagi malah jauh diluar Giok-bun-kwan, hanya ayahku yang bertempat tinggal paling dekat,
lagipula perkampungan Suma san-ceng tersohor karena punya dinding baja tembok tembaga,
oleh sebab itulah akhirnya diputuskan untuk menyekap si Kelelawar ditempat ini"
"Peristiwa itu sudah lewat banyak tahun, apakah si Kelelawar tak pernah pulih kembali daya
ingatannya?" tanya Siau Jit lagi setelah termenung seje nak.
Suma Tang-shia menggeleng.
"Setiap berapa hari, aku selalu pergi menengok kondisi dan keadaannya, tapi walau ditinjau
dan dipandang secara apa pun, dia tetap seperti seorang idiot"
"Pernahkah ayahmu berpikir, seandainya suatu saat kesadaran dan pikiran orang ini pulih
kembali, peristiwa mengerikan apa lagi yang bakal terjadi?" tanya Siau Jit tertawa egir.
"Tentu saja pernah. Karena itulah diluar loteng yang digunakan untuk menyekap si Kelelawar
telah terpasang tiga belas lapis jebakan dan perangkap yang sangat lihay, jika si
Kelelawar bersikeras hendak menerobos keluar, dia pasti akan menyentuh satu diantara
sekian banyak alat jebakan, begitu satu alat tergerak maka semua alat perangkap lain akan
ikut tergerak, akibatnya sekeliling wilayah itu bakal rata dengan tanah!"
"Bahan peledak?" seru Siau Jit tanpa sadar.
"Betul, perangkap terakhir memang berisikan bahan peledak yang khusus dikirim dari
\\ Kwan-gwa, Bi-lek-tong "Berarti salah satu dari ke delapan jagoan itu adalah tokoh dari perguruan Bi-lek-tong?"
"Pemilik Bi-lek-tong!" Suma Tang-shia membenarkan, "dialah salah satu diantara tiga orang
yang hidup" "Itu berarti mustahil bagi si Kelelawar untuk keluar dari situ dalam keadaan hidup?" tanya
Han Seng. "Tidak mungkin" dengan sangat yakin Suma Tang-shia menegaskan, "aku pernah memeriksa
ga mbar peta dari alat perangkap itu, sekalipun kau memb awa petunjuk peta itupun, tidak
mungkin bisa keluar dari situ dengan badan utuh"
"Lantas bagaimana dengan makan si Kelelawar sehariannya?" tanya Han Seng tiba tiba.
"Semua makanan akan dikirim melalui sebuah tabung panjang yang tertanam dalam dinding,
ketika lapar, dia akan mengambil sendiri"
Kemudian setelah tertawa hambar, terusnya:
"Kalau melihat cara hidupnya, mungkin jauh lebih enak hidup seekor anjing, terkadang
akupun merasa heran, buat apa ayah sekalian menahannya terus, apa pula manfaatnya"
"Betul, kenapa tidak sekali bacok habisi nyawanya, jadi tak perlu repot repot lagi" kata
Lui Sin. "Itulah kelemahan kaum hiap-kek" sambung Han Seng sambil tertawa, "terkadang mereka tak
bisa lepas dari masalah keadilan, kebenaran dan kebajikan"
"Itu mah tergantung dengan siapa kita berhadapan" protes Lui Sin.
Terdengar Siau Jit bertanya lagi:
"Sewaktu berada dijalan raya tadi, bukankah toaci pun melihat ada seorang kakek buta yang
mengaku dirinya sebagai sang Kelelawar?"
"Waktu itu kebetulan kalian menghadang jarak pandangku, sampai Lui enghiong meneriakkan
nama Kelelawar tanpa sayap, aku baru terusik rasa heranku hingga ikut turun dari kereta,
sayang waktu itu kalian sudah pergi dari situ"
Setelah berhenti sejenak dan tertawa, lanjutnya:
"Tapi bukan masalah, gampang sekali jika kalian ingin tahu apakah orang itu Kelelawar yang
asli atau bukan . . . . .. datang dan berkunjung saja ke perkampungan Suma-san-ceng"
"Betul!" teriak Lui Sin tanpa sadar.
"Hanya saja . . . . .." Han Seng kelihatan agak ragu.
Sambil tertawa Suma Tang-shia segera menukas:
"Tak ada istilah mengganggu atau tidak, sekalipun kalian tidak minta, aku tetap akan
mengajak kalian untuk berkunjung ke situ"
"Sekarang juga mau ke sana?" tanya Siau Jit.




Tag:cersil cersil indo cersil mandarin full cerita silat mandarin online cersil langka cersil mandarin lepas cerita silat pendekar matahari kumpulan cerita silat jawa cersil mandarin beruang salju. cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia cerita silat kho ping hoo cerita silat mandarin online cerita silat mandarin full cerita silat jawa kumpulan cerita silat cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis cerita silat jadul indonesia cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti cersil indonesia pendekar mabuk cersil langka cersil dewa arak cerita silat jaman dulu cersil jawa download cerita silat mandarin full cerita silat mandarin online cersil mandarin lepas cerita silat mandarin pendekar matahari cerita silat jawa pdf cersil indonesia pdf cersil mandarin beruang salju kumpulan cerita silat pdf

kumpulan cerita silat cersil online
Share:
cersil...
Comments
0 Comments