Cersil Terbaru : Pendekar Super Sakti 3 Tag:cersil
cersil indo
cersil mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil langka
cersil mandarin lepas
cerita silat pendekar matahari
kumpulan cerita silat jawa
cersil mandarin beruang salju.
cerita silat pendekar mataharicerita silat indonesia
cerita silat kho ping hoo
cerita silat mandarin online
cerita silat mandarin full
cerita silat jawa
kumpulan cerita silat
cerita silat jawa pdf cerita silat indonesia gratis
cerita silat jadul indonesia
cerita silat indonesia pendekar rajawali sakti
cersil indonesia pendekar mabuk
cersil langka
cersil dewa arak
cerita silat jaman dulu
cersil jawa download cerita silat mandarin full
cerita silat mandarin online
cersil mandarin lepas
cerita silat mandarin pendekar matahari
cerita silat jawa pdf
cersil indonesia pdf
cersil mandarin beruang salju
kumpulan cerita silat pdf Cersil Terbaru : Pendekar Super Sakti 3
- Cersil Ke 8 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti Cer...
- Cersil Ke Tujuh Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti...
- Cersil ke 6 Kembalinya Pendekar Rajawali Sakti
- Cersil Ke 5 Yoko Bibi Lung
- Cerita Silat Ke 4 Pendekar Yoko
- Cersil Yoko 3 Condor Heroes
- Cersil Yoko Seri Ke 2
- Cerita Silat Cersil Ke 1 Kembalinya Pendekar Rajaw...
- Cerita Silat Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Komp...
- Cersil Ke 25 Tamat Kwee Ceng Bersambung Ke Pendeka...
- Cerita Silat ke 24 Kwee Ceng Pendekar Jujur
- Cersil Ke 23 Kwee Ceng Pendekar Lugu
- Cerita Silat Ke 22 Kwee Ceng
- Cersil Ke 21 Kwee Ceng
- Cerita Silat Ke 20 Cersil Kwee Ceng Rajawali Sakti...
- Cerita Silat Ke 19 Kwee Ceng Jagoan Sakti
- Cersil Ke 18 Kwee Ceng
- Cersil Ke 17 Kwee Ceng Cerita Silat Pendekar Rajaw...
- Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Ke 16 Pendekar Kw...
- Cersil Ke 15 Pendekar Kwee Ceng
- Cersil Hebat Kweeceng Seri 14
- Cersil Cerita Silat Kwee Ceng 13
- Cersil Pendekar Ajaib : Kwee Ceng 12
- Kumpulan Cerita Silat Jawa : Kwee Ceng 11
- Cerita Silat Pendekar Matahari : Kwee Ceng 10
- Cersil Mandarin Lepas :Kwee Ceng 9
- Cersil Langka Kwee Ceng 8
- Cerita Silat Mandarin Online : Kwee Ceng 7
- Cersil Indo Kwee Ceng 6
- Cerita Silat Cersil Kwee Ceng 5
- Cersil Kwee Ceng 4
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 3
- Cersil Pendekar Kwee Ceng 2
- Cersil Pendekar Kwee Ceng ( Pendekar Pemananah Raj...
- Cersil Seruling Sakti dan Rajawali Terbang
- Kumpulan Cersil Terbaik
- Cersil Jin Sin Tayhiap
- Cersil Raisa eh Ching Ching
- Cersil Lembah Merpati
- Cerita Silat Karya stefanus
- Cersil Pedang Angin Berbisik
- Cersil Sian Li Engcu
- Cersil Si KAki Sakti
- Cersil Bendera Maut
- Cersil Pahlawan Gurun
- Cersil Pedang Pusaka Buntung
- Cersil Terbaik Pendekar Kunang Kunang
- Cersil Mandarin Imam Tanpa Byangan
"Han-ko..., kau kenapa... hati-hati, kau bisa jatuh!" Lulu meloncat bangun dan memeluk kakaknya untuk
mencegah kakaknya terguling.
Akan tetapi sentuhan tubuh mereka yang tadinya sebagai sentuhan seperti biasa itu mendatangkan getaran
yang mukjizat. Mereka akhirnya berpelukan dan kembali mereka berciuman dengan penuh nafsu, penuh
gairah dan dalam keadaan tidak atau setengah sadar! Seluruh hati dan pikiran mereka sepenuhnya dikuasai
oleh nafsu yang bergolak tak tertahankan, membuat darah mereka mendidih dan pikiran mereka gelap. Mereka
lupa segala, saling membelai mesra, berdekapan dengan mata dipejamkan.
Ketika Han Han membuka mata dan melihat betapa tanpa disadari ia hampir menelanjangi Lulu yang tidak
melawan, bahkan membantunya penuh gairah nafsu birahi, ia terkejut seperti disambar halilintar. Kekuatan
batin dan sinkang Han Han jauh lebih besar dari pada Lulu, maka ia masih dapat sadar dan cepat ia
mendorong tubuh adiknya itu sehingga Lulu terhuyung dan roboh terlentang dengan napas terengah-engah
dan mata terpejam, tubuh dara itu menggeliat-geliat.
"Lulu! Ini tidak benar! Engkau Adikku!!" Han Han berkata, berteriak dengan suara nyaring.
"Han-ko... ahhh, Han-ko... jangan tinggalkan aku... aku bukan Adikmu, Han-ko...!"
"Gila!" Han Han membentak lagi, menahan diri sekuatnya agar tidak menubruk dan memeluk gadis itu,
melanjutkan hasrat birahi yang memenuhi benak dan hatinya. "Kita keracunan! Ular merah itu! Keparat...!"
Terlintas dalam benaknya bunyi tulisan pada batu, dan kini mengertilah ia mengapa Suma Hoat mengutuk ular
salju merah. Agaknya Suma Hoat juga makan daging dan darah ular itu dan merasa pula rangsangan nafsu
birahi seperti ini. Teringat akan ini, Han Han lalu mengeluarkan pekik menyeramkan dan tubuhnya meloncat ke
luar dari dalam pondok itu.
Ia berlari-lari seperti orang gila menjauhi pondok. Ketika ia tiba di pantai yang berbatu-batu, ia lalu mengamuk.
Dipergunakan kaki tangannya untuk memukul, menendang, dengan pengerahan tenaga sinkang, kadangkadang
menggunakan tenaga inti Hwi-yang Sin-ciang di luar kesadarannya, akan tetapi lebih banyak ia
menggunakan tenaga Im-kang.
Terdengar bunyi ledakan-ledakan keras ketika batu-batu besar itu pecah berantakan oleh amukan Han Han
yang seperti telah menjadi gila. Han Han terus mengamuk sepanjang malam sampai pagi, sampai habis
tenaga sinkang-nya dan ia menggunakan tenaga biasa sehingga kaki dan tangannya luka-luka dan akhirnya ia
roboh pingsan di antara batu-batu yang sudah hancur berantakan itu.
Matahari telah naik tinggi ketika Lulu mengguncang-guncang tubuh Han Han yang menggeletak di pantai,
tubuh atas telanjang, tangan kaki luka-luka. Gadis itu menangis dan memanggil-manggil.
"Han-koko... Han-ko... jangan tinggalkan aku...! Han-ko...!!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Han Han membuka matanya, mengejap-ngejapkan matanya karena silau oleh sinar matahari.
"Han-ko, kau kenapa?" Lulu bertanya penuh kekhawatiran, air mata masih membasahi kedua pipinya.
Han Han menggoyang-goyang kepalanya mengusir sisa kepeningannya. Juga mengusir pemandangan yang
aneh. Kini, melihat wajah Lulu yang cantik, sepasang pipi yang merah itu, ia merasa berbeda dari biasanya.
Tidak seperti biasanya ia memandang dara ini seperti adiknya. Kecantikan Lulu kini menyentuh hatinya dan
membingungkannya, sungguh pun gairah gila seperti yang mendorongnya malam tadi sudah lenyap.
"Tidak apa... Aku... aku hanya mimpi buruk... tanpa sadar, kuhantami batu-batu ini...," ia melihat kaki dan
tangannya yang lecet-lecet.
"Aku pun mimpi, Koko. Mimpi aneh akan tetapi indah sekali..."
"Mimpi apa?" Han Han memandang tajam, diam-diam memaki diri sendiri mengapa kini Lulu tampak lain dalam
pandangannya.
"Aku tadi pagi terbangun di pondok taman dan... dan pakaianku tidak karuan, aku mimpi... engkau seperti
bukan Kakakku, melainkan... ah, sungguh aneh akan tetapi aku aku senang sekali, Koko..." Dan gadis itu
menundukkan mukanya. Kedua pipinya menjadi makin kemerahan sampai ke telinganya.
"Hushhh! Kau gila! Kita keracunan ular keparat itu!"
Lulu memandang muka Han Han penuh selidik. Gadis ini masih terlalu murni dan polos dan dia bertanya,
"Betulkah, Koko? Keracunan ular itu? Akan tetapi..., setelah mimpi itu, aku... heran sekali, kau seperti bukan
Kakakku dan aku khawatir kalau-kalau kau akan meninggalkan aku…”
"Sudahlah, jangan berpikir yang bukan-bukan. Lulu, kita harus meninggalkan pulau ini." Ucapan ini dikeluarkan
dengan suara tetap karena di dalam hatinya Han Han maklum bahwa makin lama mereka berada di pulau itu,
makin besar bahayanya dan ia khawatir bahwa akhirnya ia tidak akan kuat bertahan.
Ia mengeraskan hatinya, memusatkan tenaga batinnya dan kemauannya untuk mengambil keputusan bahwa
gadis ini adalah adiknya, adiknya! Ia merasa kuat kini dan mulai berani memandang wajah Lulu lagi, diperkuat
oleh kemauannya yang memaksa hati dan pikirannya bahwa Lulu adalah adiknya, bukan orang lain dan bahwa
tidak boleh ia mencinta Lulu seperti perasaannya malam tadi. Lulu adiknya! Lulu adiknya! Kekuatan kemauan
Han Han memang luar biasa dan ia sudah tenang kembali. Sambil tertawa ia menangkap tangan Lulu, diajak
bangkit berdiri dan sambil berkelakar ia berkata.
"Kita harus membuat perahu, kita akan meninggalkan tempat ini secepat mungkin! Kau bocah malas, harus
membantu!"
Kekuatan kemauan yang terpancar ke luar dari mata Han Han mempengaruhi Lulu pula. Gadis itu pun menjadi
biasa dan bertanya keras.
"Pergi ke mana, Koko?"
"Eh, anak bodoh dan pelupa. Apakah kau selamanya akan tinggal di pulau ini sampai menjadi nenek-nenek?
Apakah kau tidak ingin mencari musuh besarmu?"
Lulu menjadi bersemangat. "Betul! Kita harus pergi mencari musuh besar kita!"
Demikianlah, kedua orang muda itu lalu mulai membuat perahu. Han Han bukan seorang ahli maka tentu saja
membuat perahu amatlah sukar baginya. Namun berkat tenaga dan kemauannya yang kuat, tiga hari
kemudian selesailah dia membuat sebuah rakit dari kain dan bambu seadanya, menggandeng-gandengnya
dengan ikatan akar yang cukup kuat. Ia menyediakan dua buah cabang pohon untuk mendayung.
Baru saja selesai ia mengikat sambungan terakhir, tiba-tiba terdengar suara mendesis-desis keras sekali dan
terdengar Lulu berlari-lari sambil menjerit-jerit. "Ular...! Ular...! Banyak sekali ular...!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Han Han terkejut dan menengok. Dilihatnya Lulu beriari-lari menghampirinya dengan wajah pucat penuh jijik.
Dari jauh tampaklah ratusan, mungkin ribuan ekor ular merah mendatangi sambil mengeluarkan suara
mendesis mengerikan sekali.
"Cepat! Naikkan bekal makanan dan air itu ke atas perahu!" teriak Han Han dan sibuklah mereka mengangkuti
bekal makanan dan minuman ke atas perahu.
Beberapa ekor ular merah sudah datang dekat dan Han Han membunuhnya dengan injakan-injakan kakinya
pada kepala ular-ular itu. Setelah semua bekal diangkut ke perahu, Han Han lalu mendorong perahu rakit itu
ke air dan bersama Lulu ia mendayung perahunya ke tengah laut.
Ular-ular itu agaknya tidak takut air, buktinya mereka itu terus mengejar dan berenang sambil terus mendesisdesis.
Lulu yang merasa geli itu memukuli ular-ular terdekat dengan dayungnya. Tenaga pukulan gadis ini
sudah kuat sekali sehingga dalam waktu singkat puluhan ekor ular mati dengan kepala remuk.
Han Han mengerahkan tenaga mendayung perahu yang meluncur cepat sehingga mereka dapat
meninggalkan ular-ular yang mengejar. Dari jauh, kedua orang anak muda itu memandang ke arah pulau
dengan pandang mata sayu. Betapa pun juga, selama enam tahun mereka hidup di pulau itu, Pulau Es yang
tadinya amat indah, namun yang kini menjadi pulau ular yang menyeramkan. Dari jauh tampak warna merah
ular-ular itu seolah-olah pulau itu penuh dengan bunga-bunga merah yang mulai mekar.
"Arah mana yang kita tuju ini, Han-ko?" tanya Lulu sambil membantu kakaknya mendayung.
"Arah selatan. Pulau Es adanya hanya di utara, maka kita harus kembali ke selatan."
"Bagaimana kau tahu bahwa arah yang kita tempuh ini menuju ke selatan?"
"Ha-ha, kau bodoh sekali! Kau tahu dari mana munculnya matahari?"
"Dari timur."
"Nah, kau lihat. Matahari yang baru muncul itu berada di sebelah kiri kita, berarti kita kini maju ke arah
selatan."
Mulailah Han Han dan Lulu menuju kepada pengalaman-pengalaman baru dengan hati penuh ketegangan,
juga kegembiraan karena mereka kini akan memasuki dunia ramai yang sudah enam tahun mereka tinggalkan.
Bekal yang mereka bawa cukup banyak, juga mereka membawa bekal pakaian. Han Han tidak lupa untuk
membawa kantung karet berisikan surat-surat peninggalan manusia sakti penghuni Pulau Es, karena sesuai
dengan pesan di luar sampul, ia hendak menyampaikan surat-surat peninggalan itu kepada yang berhak
sebagai tanda terima kasih dan tanda bakti kepada penghuni Pulau Es. Tentu saja ia tidak tahu kepada siapa
surat itu akan diberikan, akan tetapi hal ini akan dia selidiki kelak.
Sungguh pun kedua orang muda itu, terutama sekali Han Han, kini telah merupakan seorang yang memiliki
tenaga luar biasa dan jauh sekali bedanya dengan ketika dahulu menjadi tawanan Ma-bin Lo-mo, namun
perjalanan pulang ini bukanlah merupakan perjalanan yang mudah. Apa lagi kalau diingat bahwa perahu
mereka bukanlah perahu biasa, melainkan hanya batang-batang kayu dan bambu disambung-sambung
sehingga biar pun mereka dapat mendayung dengan kuat dan cepat, namun perahu yang melaju di laut bebas
itu sering kali mundur lagi karena terbawa ombak.
Dalam perjalanan selama belasan hari ini tiga kali mereka diserang badai yang ganas sehingga kalau saja
mereka tidak kuat-kuat berpegang kepada rakit itu, tentu mereka sudah terlempar ke laut dan binasa.
Perbekalan mereka hanya sedikit saja yang dapat diselamatkan selama mereka diserang badai dan akhirnya
mereka harus berjuang melawan ombak selama tiga hari tiga malam, tanpa makan dan minum! Untung bahwa
mereka berdua telah memiliki daya tahan yang luar biasa sehingga mereka hanya merasa lelah sekali ketika
akhirnya mereka berhasil mendarat di pantai yang sunyi dan penuh dengan hutan liar.
dunia-kangouw.blogspot.com
Dapat dibayangkan betapa gembira hati mereka setelah dapat mendarat, melihat tanah dan pohon-pohon
berdaun hijau. Selama enam tahun mereka tidak pernah melihat tanah karena daratan di Pulau Es itu
seluruhnya tertutup salju dan es membatu. Juga di Pulau Es hanya ada beberapa macam tanaman saja yang
dapat hidup dan berdaun, dan sekarang mereka melihat pohon-pohon raksasa yang hidup subur dengan daundaun
hijau.
Sambil tertawa-tawa kedua orang muda itu lalu mencari buah-buah yang dapat mereka makan dan ketika
mereka menemukan buah-buah apel yang dapat dimakan dan sudah masak, mereka makan buah-buahan
seperti seorang kelaparan! Han Han juga menangkap seekor rusa yang mereka panggang dagingnya dan
sehari itu mereka berdua berpesta-pora dan makan dengan lahap sampai perut mereka penuh kekenyangan.
"Kita mendarat di mana, Koko?"
"Siapa tahu? Dan aku tidak peduli, pokoknya mendarat di tanah! Ah, Lulu, aku merasa seolah-olah hidup
kembali! Mari kita melanjutkan perjalanan terus ke selatan. Akhirnya tentu kita bertemu manusia yang menuju
ke kota raja!"
"Keluarga Ayahku dahulu tinggal di kota raja!" kata Lulu dengan suara terharu, teringat akan keluarganya yang
sudah terbasmi habis.
"Dan musuh-musuhku tentu berada di kota raja pula!" kata Han Han penuh semangat.
Terbayanglah wajah-wajah para perwira Mancu yang menjadi musuh besarnya. Dengan penuh semangat dan
kegembiraan, kedua orang muda itu melanjutkan perjalanan menuju ke barat, menjauhi pantai taut. Mereka
melakukan perjalanan sampai belasan hari, naik turun gunung, masuk keluar hutan dan belum juga mereka
bertemu dengan dusun yang ada manusianya. Namun mereka tidak menjadi putus asa dan terus melakukan
perjalanan seenaknya. Mereka tidak tergesa-gesa karena tidak ada sesuatu yang memaksa mereka tergesagesa....
********************
Kurang lebih dua bulan kemudian, setelah Han Han dan Lulu bertemu dengan dusun dan mendapat
keterangan bahwa kota raja tidak jauh lagi berada di sebelah selatan, pada suatu pagi mereka memasuki
sebuah hutan besar. Mereka mengikuti jalan yang masuk ke hutan itu, sebuah jalan umum yang biasa
dipergunakan oleh orang yang melakukan perjalanan jauh. Ada tapak-tapak kereta menjalur panjang di jalan
itu dan dengan hati gembira Han Han dan Lulu berjalan sambil melihat-lihat burung yang beterbangan di
antara dahan-dahan pohon menyambut datangnya pagi dengan kicau dan tarian mereka dari dahan ke dahan.
Keadaan Han Han mengherankan orang-orang yang melihatnya. Pemuda ini bertubuh tegap dan jangkung,
pakaiannya cukup bersih dan terbuat dari kain mahal, akan tetapi bentuknya sederhana. Yang amat menarik
adalah rambutnya yang dibiarkan terurai ke punggungnya, rambut yang hitam dan kaku mengkilap, tak pernah
disisir karena Han Han memang sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk bersolek.
Lebih hebat lagi adalah sepasang matanya. Mata itu kini merupakan dua buah benda yang mengeluarkan sinar
aneh. Kadang-kadang tenang seperti air telaga, seperti orang termenung kehilangan semangat, kadangkadang
secara tiba-tiba menjadi amat tajam dan panas seperti mengandung bara api. Tidak pernah ada orang
yang berani menentang pandang mata Han Han dan setiap orang yang beradu pandang menjadi ngeri
mengkirik karena pandang mata itu seolah-olah menelanjangi mereka dan dapat menembus terus ke lubuk hati.
Lulu juga amat menarik perhatian orang, akan tetapi bukan karena anehnya, melainkan karena cantik jelitanya
dan karena sikapnya yang polos dan tidak pernah malu-malu seperti gadis-gadis biasa. Sepasang mata gadis
remaja inilah yang menjadi daya penarik luar biasa, sepasang mata yang lebar dan jeli, yang pandang
matanya dapat membuat segala sesuatu di dunia ini tampak lebih cemerlang, lebih indah.
Pakaian Lulu termasuk mewah dan indah karena gadis ini memang mengenakan pakaian-pakaian indah yang
ia dapatkan di dalam kamarnya. Bahkan ia memakai pula sebuah anting-anting bermata mutiara yang amat
besar dan mahal. Namun hanya sepasang anting-anting dan pita rambut sutera merah saja yang menghias
tubuhnya, dengan ikat pinggang kuning emas, baju berwarna merah muda dan sepatu putih.
dunia-kangouw.blogspot.com
Gadis remaja ini benar cantik jelita mengagumkan semua pria yang memandangnya. Akan tetapi setiap orang
pria yang memandang kagum, begitu bertemu pandang dengan kakak gadis itu, seketika mengkeret dan
mundur teratur karena merasa ngeri.
"Koko, apakah kau mengetahui nama musuh-musuhmu, para perwira yang membunuh orang tuamu?"
Sebetulnya Han Han tidak pernah merasa suka membicarakan tentang musuh-musuhnya dengan adik
angkatnya ini. Bukankah Lulu seorang anak perwira Mancu pula? Bicara tentang perwira-perwira Mancu yang
menjadi musuh besarnya tentu mendatangkan rasa tidak enak dalam hati Lulu.
"Tidak, Lulu. Aku tidak tahu," jawabnya singkat.
"Tapi kau mengenal wajah mereka? Aku ingin sekali melihat mereka yang begitu kejam terhadap keluargamu,
Koko. Engkau seorang yang begini baik. Kalau Ayahku masih ada, tentu perwira-perwira yang kejam itu akan
dilaporkan dan dijatuhi hukuman! Aku masih ingat betapa Ayah dahulu mencela keras prajurit-prajurit yang
melakukan perampokan.”
Han Han diam saja. “Hemm, benarkah ayah Lulu perwira yang baik? Adakah perwira Mancu yang baik?”
Ma-bin Lo-mo dan semua murid In-kok-san mengutuk semua orang Mancu. Demikian banyaknya anak-anak
yang menjadi murid Ma-bin Lo-mo adalah korban-korban kebiadaban orang-orang Mancu, termasuk Kim Cu.
Bahkan Kang-thouw-kwi Gak Liat Si Setan Botak itu, baru menjadi kaki tangan Mancu saja sudah begitu
kejamnya!
Orang-orang Mancu dan kaki tangannya adalah orang-orang yang seperti iblis! Akan tetapi Han Han
membantah sendiri pendapat ini. Ma-bin Lo-mo adalah seorang yang anti Mancu, akan tetapi mengapa
kekejamannya tidak kalah oleh Gak Liat! Apakah semua orang yang berkepandaian tinggi di dunia ini adalah
orang-orang berwatak iblis? Han Han menjadi bingung dan ia mengambil keputusan untuk menentang semua
orang-orang yang berilmu tinggi!
"Bagaimana, Koko?"
“Ha...? Apa...?”
"Kau belum menjawab pertanyaanku. Apakah kau mengenal wajah mereka?"
Han Han mengangguk dan terbayanglah wajah tujuh orang perwira Mancu itu, terutama Si Muka Kuning dan Si
Brewok. Yang lima lainnya juga akan dikenalinya setiap saat dan tujuh orang ini harus ia bunuh, lebih-lebih dua
orang perwira yang telah memperkosa ibunya dan kakaknya!
"Aku mengenal mereka, akan tetapi sukar dikatakan... sudahlah, Lulu. Aku tidak suka membicarakan mereka."
"Baiklah, Han-ko. Memang sebuah kenang-kenangan yang tidak enak. Akan tetapi aku akan mencari Lauw-
Pangcu...”
“Sukar, Lulu...”
"Mengapa sukar?" tanya Lulu dan memandang penuh selidik.
“Dia seorang pejuang...”
"Pemberontak, maksudmu?"
"Ya, pemberontak bagi pihak Mancu, pejuang bagi rakyat. Sama saja. Kalau tidak dia sudah mati, tentu dia
selalu bersembunyi, sukar ditemukan..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aku tidak khawatir. Ada engkau di sampingku, masa tidak dapat mencarinya? Kau tentu akan membantuku,
Koko."
"Tentu saja, Moi-moi. Hanya, kurasa sukar melawan dia. Kau takkan menang, dia lihai sekali."
"Kalau kau membantuku, tentu akan menang!" kata pula Lulu dengan suara mengandung penuh kepercayaan.
"Belum tentu. Kawan-kawannya banyak sekali dan amat lihai..."
Tiba-tiba terdengar bunyi derap kaki kuda dan bunyi roda kereta. Terpaksa Lulu menghentikan percakapan itu
dan hati Han Han menjadi lega. Bagaimana ia dapat bicara dengan enak hati kalau pembicaraan itu mengenai
permusuhan dengan Lauw-pangcu, gurunya yang pertama? Bagaimana nanti sikap Lauw Sin Lian puteri
Lauw-pangcu kalau dia membantu Lulu memusuhi Lauw-pangcu?
Kereta yang lewat tak lama kemudian menyusul mereka itu adalah sebuah kereta besar ditarik oleh empat ekor
kuda dan di dalamnya tidak ada penumpangnya, melainkan dua buah peti yang panjangnya ada dua meter,
tinggi dan lebarnya satu meter. Dua buah peti itu ditaruh berjajar di dalam kereta dan di atas kereta hanya ada
seorang kusir dan seorang laki-laki bersenjata golok.
Di kanan kiri dan belakang kereta ada belasan orang berpakaian piauwsu (pengawal) yang dikepalai oleh
seorang laki-laki berjenggot panjang. Mereka ini semua menunggang kuda, sikap mereka kereng dan gerakgerik
mereka membayangkan bahwa para piauwsu ini memiliki kepandaian silat yang tidak lemah. Ketika para
piauwsu ini lewat, semua mata mereka ditujukan kepada Lulu dan mereka tertawa-tawa, pandang mata
mereka kagum sekali.
Han Han tidak mempedulikan hat ini, dan Lulu malah tersenyum, sama sekali dia tidak tahu bahwa mereka itu
bersikap kurang ajar. Han Han hanya memperhatikan sebuah bendera di atas kereta, bendera yang bersulam
gambar seekor burung garuda putih di atas dasar biru, dan empat huruf besar yang berbunyi HOA SAN PEK
ENG (Garuda Putih dari Hoa-san) sedangkan di bawahnya terdapat dua huruf kecil yang berbunyi Piauwkiok
(Perusahaan Pengawal Barang).
"Mereka itu ramah!" kata Lulu setelah rombongan piauwsu ini lewat.
Han Han tidak menjawab. Dia juga tidak tahu bahwa seperti kebanyakan kaum pria kalau melihat wanita cantik,
para piauwsu tadi tertawa-tawa dengan sikap kurang ajar. Hanya ia harus mengakui bahwa mereka itu ramah,
sungguh pun keramahan mereka tidak menyenangkan hatinya.
"Hoa-san Pek-eng Piauwkiok! Apa artinya itu, Koko?"
"Mereka itu adalah rombongan piauwsu, yaitu pengawal-pengawal barang kiriman dan nama itu adalah
merknya. Mungkin piauwkiok itu dipimpin oleh orang dari Hoa-san atau... ah, benar juga. Agaknya
pemimpinnya adalah seorang anak murid Hoa-san-pai."
"Kalau begitu, mereka itu adalah orang-orang kang-ouw, Koko! Kenapa tidak kau katakan dari tadi?”
"Kalau mereka orang-orang kang-ouw, habis mau apa?"
"Ah, kita harus berkenalan dengan mereka. Tentu mereka dapat bercerita banyak tentang dunia kang-ouw.
Bukankah engkau menjadi buronan In-kok-san? Dan engkau pun mencari tahu tentang penghuni Pulau Es,
bukankah kau ingin menyampaikan surat-surat peninggalan manusia sakti itu? Mungkin sekali para piauwsu
yang tentu banyak pengetahuannya tentang dunia kang-ouw, akan dapat memberi keterangan kepada kita."
"Wah, kau benar juga, Moi-moi. Mari kita kejar mereka!" Han Han lalu menggunakan kepandaiannya untuk
berlari cepat dan Lulu juga cepat mengejarnya.
Biar pun Lulu tidak dapat bergerak secepat Han Han, namun dibandingkan dengan orang biasa, gadis ini dapat
berlari amat cepat karena ia memiliki keringanan tubuh, tenaga sinkang, dan napasnya tidak kalah panjang
oleh napas kuda. Lebih dari seperempat jam mereka berlari cepat dan hutan itu makin lebat. Ketika mereka
dunia-kangouw.blogspot.com
tiba di bagian yang berbatu-batu, mereka mendengar suara ribut-ribut dan sayup-sayup terdengar pula suara
beradunya senjata berdencing-dencing.
"Koko, ada orang bertempur...!"
"Hemmm, agaknya para piauwsu itu menghadapi musuh. Mari kita percepat lari kita!" Han Han mengerahkan
tenaganya meloncat dan tentu saja Lulu tertinggal jauh.
Akan tetapi Lulu sekarang bukan seperti Lulu enam tahun yang lalu. Dahulu ia penakut, akan tetapi sekarang
Lulu menjadi seorang yang tabah dan pemberani. Biar pun tertinggal di belakang ia tidak takut dan
mempercepat juga larinya agar dapat sampai ke tempat pertempuran itu.
Dugaan Han Han ketika dia bicara dengan Lulu tadi memanglah tepat. Pek-eng-piauwkiok adalah sebuah
piauwkiok yang kenamaan di kota Kwan-teng. Terkenal sebagai piauwkiok yang boleh dipercaya dan yang
dapat menjamin keamanan semua barang kiriman sehingga tidak hanya para saudagar besar menjadi
langganannya, bahkan para bangsawan yang mengirimkan barang-barang berharga selalu minta diantar dan
dikawal oleh perusahaan pengawalan barang Garuda Putih ini. Hal ini bukan hanya karena Pek-eng-piauwkiok
mempunyai banyak sekali piauwsu yang cakap dan kosen, melainkan terutama sekali karena piauwkiok itu
dipimpin oleh seorang yang memiliki ilmu yang tinggi.
Ketua atau pemimpin piauwkiok ini adalah seorang tokoh Hoa-san-pai, seorang bekas pendekar perantauan
yang gagah perkasa bernama Tan Bu Kong yang berjuluk Hoa-san Pek-eng (Garuda Putih dari Hoa-san).
Setelah ia bosan merantau dan sudah berusia lima puluh tahun, juga mengingat bahwa sebagai seorang
kepala keluarga tidak baik kalau dia menjadi perantau terus, ia membuka piauwkiok itu yang ia beri nama
mengambil dari julukannya yang sudah terkenal. Dalam masa sepuluh tahun saja, nama piauwkiok itu menjadi
terkenal sekali dan setiap pengiriman barang yang diberi tanda bendera piauwkiok ini, tentu akan lewat dengan
aman sampai ke tempat tujuan karena para perampok dan penjahat merasa segan untuk memusuhi Pek-engpiauwkiok.
Setelah perusahaannya menjadi besar, Tan-piauwsu lalu mendatangkan adik-adik seperguruannya, yaitu
anak-anak murid Hoa-san-pai yang masih menganggur untuk membantunya bekerja, mewakilinya mengantar
barang-barang yang penting. Kiriman barang yang tidak begitu penting cukup dikawal oleh orang-orangnya
yang kesemuanya adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian cukup tinggi. Dengan demikian, selain ia
dapat menjamin nafkah hidup para sute-nya, juga mereka dapat berkumpul dan dapat melanjutkan cita-cita
yang dipesankan oleh guru besar Hoa-san-pai, yaitu diam-diam membantu perjuangan para patriot yang
menentang kekuasaan pemerintah Mancu.
Akan tetapi, perjuangan ini selalu dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, karena pada waktu itu kekuasaan
pemerintah Mancu sudah terlalu meluas dan hampir seluruh pedalaman telah diduduki sehingga perlawanan
berupa perang terbuka takkan ada gunanya dan pasti akan mengalami kekalahan dan kegagalan. Dengan
demikian, di samping tugasnya menjadi piauwkiok, Pek-eng-piauwkiok juga menjadi tempat rahasia dari para
patriot untuk mengadakan pertemuan, perundingan, pengiriman barang-barang rahasia, dan juga pembantu
dalam bidang pembiayaan.
Beberapa hari yang lalu, kantor pusat Pek-eng-piauwkiok di Kwan-teng kedatangan seorang wanita yang
cantik jelita dan berpakaian mewah. Wanita ini datang berkuda dan melihat pakaiannya, mudah diketahui
bahwa dia adalah seorang gadis Mancu yang berpengaruh dan berkuasa. Kedatangannya saja dikawal oleh
selosin prajurit Mancu yang bersenjata lengkap.
Ada pun gadis cantik ini sendiri menunjukkan bahwa dia bukan gadis biasa, melainkan seorang gadis yang
memiliki ilmu kepandaian. Hal ini dapat dilihat dari cara melompat turun dari kuda, dari gerak-geriknya yang
gesit, dan dari cara bicaranya. Gadis bangsawan Mancu ini dengan suara keras menyatakan kepada para
penjaga piauwkiok bahwa dia ingin berjumpa dengan ketua Pek-eng-piauwkiok!
Hati Tan-piauwsu merasa tidak enak, akan tetapi sebagai seorang tokoh kang-ouw yang berpengalaman, ia
keluar dengan sikap tenang dan dengan sikap hormat ia menyambut gadis Mancu yang usianya kurang lebih
delapan belas tahun itu. Ia memberi hormat, mempersilakannya duduk, menghidangkan air teh kemudian
menanyakan maksud kedatangannya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Biar pun gadis itu masih berpegang kepada kebiasaan lama, yaitu berpakaian sebagai seorang wanita
bangsawan Mancu, namun setelah membuka mulut bicara, ternyata ia dapat berbicara bahasa Han dengan
fasih sekali.
"Apakah saya berhadapan dengan Tan Bu Kong Piauwsu sendiri yang berjuluk Hoa-san Pek-eng?"
Tan-piauwsu tidak menjadi heran menyaksikan lagak gadis muda ini. Dalam pengalamannya ia sudah banyak
menyaksikan wanita-wanita yang berkepandaian, dan sudah mendengar bahwa di antara para tokoh Mancu
banyak terdapat wanita-wanita yang berilmu tinggi. Apa lagi wanita-wanita yang berasal dari bangsa Khitan
dan yang kini banyak masuk dalam pasukan Mancu sehingga pasukan itu merupakan pasukan gabungan yang
amat kuat. Maka ia lalu menjura dan menjawab.
"Tidak salah dugaan Nona. Saya adalah Tan Bu Kong yang memimpin piauwkiok ini. Apakah yang dapat saya
lakukan untukmu, Nona?"
"Pek-eng-piauwkiok adalah sebuah piauwkiok kenamaan yang katanya dapat menjamin keamanan setiap
barang kiriman. Sampai di manakah kebenaran berita itu?"
"Saya tidak perlu bersombong, Nona. Namun kenyataannya, selama sepuluh tahun ini tidak ada barang
kiriman yang tidak sampai di tempat tujuannya. Sungguh pun ada terjadi gangguan-gangguan di tengah jalan,
namun semua gangguan dapat diatasi dan kami belum pernah merugikan para langganan kami."
Gadis itu tersenyum mengejek. Senyumnya manis sekali dan pasti akan mudah merobohkan hati setiap orang
pria. Akan tetapi, di balik senyum ini membayang kekerasan hati yang dingin membeku sehingga diam-diam
Tan-piauw-su bergidik. Wanita muda ini amat berbahaya, pikirnya.
"Hemmm, bagus kalau begitu. Saya memiliki dua buah peti kiriman yang harus dibawa ke Nam-keng. Apakah
engkau berani menjamin bahwa barang-barang itu akan sampai ke tempat tujuan dengan selamat, Tanpiauwsu?"
"Menjamin sampainya barang kiriman ke tempat tujuan dengan selamat adalah kewajiban mutlak setiap
piauwkiok, Nona, karena itu, saya berani menjamin!"
Kembali senyum mengejek itu menghias bibir gadis itu sehingga Tan-piauwsu menjadi mendongkol, akan
tetapi segera ditutupnya dengan sikap hati-hati dan waspada.
"Bagaimana andai kata kiriman itu dirampok di tengah jalan?"
"Akan kami bela mati-matian!”
"Bagaimana andai kata... hemmm, maaf, piauwsu. Bagaimana andai kata kalian gagal mempertaruhkan
keselamatan barang-barang itu dan kemudian sampai terampas orang?"
"Hah! Tak mungkin! Dan kalau terjadi demikian... hal ini... tak ada lain jalan kecuali mengganti harga barangbarang
kiriman itu."
Gadis itu tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi yang putih seperti mutiara. "Barang-barangku dalam
dua peti itu biar pun diganti dengan seluruh benda milikmu ditambah milik penduduk kota ini masih takkan
cukup, Tan-piauwsu! Dengar baik-baik. Aku menghendaki dua buah peti mati itu dikirimkan sekarang juga dan
berapa pun kau minta untuk biayanya akan kubayar! Akan tetapi, kalau sampai hilang di jalan, tanggungannya
adalah nyawamu! Engkau akan ditangkap dan dihukum mati sebagai pemberontak!"
Berubah wajah Tan-piauwsu. Dia memandang gadis muda itu dengan alis terangkat. "Mengapa begitu?"
"Tentu saja! Selama sepuluh tahun engkau mengawasi barang, kesemuanya selamat, akan tetapi sekarang
mengawal benda penting dari seorang Puteri Mancu, kalau sampai hilang maka ini berarti bahwa kau sengaja
dunia-kangouw.blogspot.com
membikin hilang dan berarti kau memusuhi pemerintah Mancu! Nah, sekarang kutanya engkau, Tan-piauwsu.
Beranikah engkau mengawal barang-barangku ini ke Nam-keng?"
Ditanya begitu, Tan-piauwsu merasa tersinggung kehormatannya. Juga piauwsu yang berpengalaman luas ini
berpikir bahwa kalau ia menolak, akan menimbulkan kesan bahwa dia anti kepada pemerintah Mancu. Ia
percaya bahwa para tokoh kang-ouw tidak ada yang akan mengganggunya, apa lagi di daerah selatan ia
memiliki banyak sahabat dan namanya sudah terkenal. Siapa yang akan berani dan mau mengganggu barang
kiriman yang dikawalnya?
"Baiklah! Akan tetapi karena jaminannya adalah nyawa, maka biaya pengirimannya tentu harus lipat sepuluh
kali dari biasa!"
"Hi-hik! Jangankan sepuluh kali lipat, biar dua puluh kali pun kubayar sekarang juga. Nih, cukupkah?" Gadis itu
mengeluarkan sebuah pundi-pundi uang dan melemparkannya di atas meja.
Tan-piauwsu mengambilnya dan membuka. Matanya terbelalak melihat bahwa pundi-pundi itu isinya
potongan-potongan emas belaka yang menurut taksirannya berharga tiga empat puluh kali dari pada tarip
biasa!
"Terlalu banyak! Saya tidak setamak itu dan nyawa saya yang tua pun tidak semahal ini," katanya tersenyum.
"Engkau benar-benar jujur dan gagah, Tan-piauwsu. Saya boleh berlapang dada kalau dua buah petiku itu
dilindungi oleh Pek-eng-piauwkiok. Biarlah semua emas itu kuserahkan kepada Pek-eng-piauwkiok, akan
tetapi kuminta hari ini juga barang-barangku dikirim."
"Di manakah dua peti itu?"
Gadis itu kembali tersenyum. "Sudah tersedia di luar pintu piauwkiok ini!" Ia bertepuk tangan tiga kali dan
selosin pengawalnya memberi hormat di depan pintu. "Bawa masuk dua peti itu ke sini."
Para pengawal mundur dan tak lama kemudian mereka masuk lagi menggotong dua buah peti yang
panjangnya dua meter, lebar dan tingginya satu meter. Peti-peti itu terbuat dari kayu besi yang kuat dan keras,
dicat keemasan dan selain kokoh kuat, juga rapi dan halus. Batas antara peti dan tutupnya tidak tampak
sehingga agaknya untuk membuka peti itu jalan satu-satunya hanya merusaknya, yaitu membukanya secara
paksa. Agaknya hal ini sengaja dilakukan untuk mencegah orang luar yang ingin tahu membuka peti-peti itu.
"Agaknya Nona tidak akan memberi tahu apa isi kedua buah peti ini?" Tan-piauwsu memancing.
"Perlukah itu? Tugasmu hanya mengawal dan mengantar sampai ke tempat tujuan. Tentang isinya adalah
rahasiaku, Tan-piauwsu."
"Baiklah, dalam waktu paling lama sebulan dua buah peti ini tentu akan tiba di tempat tujuannya di Nam-keng.
Harap Nona suka memberi alamat penerimanya.”
Gadis Mancu itu lalu menuliskan alamat penerimanya dengan gerakan tangan cepat dan ternyata huruf-huruf
tulisannya amat indah dan halus. Alamat di Nam-keng itu adalah alamat sebuah rumah penginapan!
"Eh, mengapa tidak ada nama penerimanya? Hanya nama penginapan."
"Tidak perlu karena penerimanya adalah aku sendiri yang tentu akan berada di rumah penginapan itu pada
saat barang-barang itu tiba."
Tan-piauwsu tidak mau banyak bertanya lagi, padahal merupakan hal yang aneh kalau gadis ini menyatakan
dapat berada di sana lebih dulu dari pada rombongan piauwsu yang melakukan perjalanan cepat! Dia mulai
menaruh curiga, akan tetapi untuk menjaga keselamatan diri dan piauwkiok-nya, dia tidak dapat menolak
kiriman itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Nah, sampai bertemu kembali, Tan-piauwsu! Hati-hati, kalau sampai gagal, aku sendiri yang akan memimpin
pasukan untuk menangkapmu!"
Setelah berkata demikian, gadis itu tertawa dan meninggalkan piauwkiok, dikawal oleh selosin orang prajurit.
Suara derap kaki kuda mereka meninggalkan kesan yang menyeramkan bagi para piauwsu yang berada di situ,
seolah-olah derap kaki kuda itu mendendangkan peringatan yang mengerikan.
Setelah gadis Mancu yang tidak memperkenalkan namanya bersama para prajurit Mancu itu pergi, Tanpiauwsu
cepat berkata kepada seorang di antara sute-nya yang bertubuh kurus tinggi.
"Teng-sute, lekas kau selidiki ke mana mereka itu pergi!”.
Orang she Teng yang kurus itu mengangguk dan sekali berkelebat ia sudah lari keluar dari tempat itu. Dia
memang ahli ginkang yang dapat berlari cepat sekali, maka dialah yang disuruh oleh Tan-piauwsu untuk
mengejar rombongan gadis itu dan mengetahui di mana tempat tinggal dan siapa gerangan gadis aneh itu.
Kemudian Tan-piauwsu mengumpulkan lima orang sute-nya yang lain dan diajaknya masuk ke ruangan dalam
untuk berunding.
"Sute sekalian, gadis Mancu tadi amat mencurigakan. Aku dapat merasa yakin bahwa tentu ada sesuatu yang
tidak beres. Tentu dia mengandung maksud tertentu di balik pengiriman ini."
"Aku pun berpikir demikian, Suheng. Mengapa Suheng tidak menolak saja tadi?" berkata sute-nya yang tertua,
seorang berusia lima puluh tahun lebih, berjenggot panjang dan bertubuh kecil pendek, namun bermata tajam.
Dia ini adalah seorang Hoa-san-pai yang bernama Lie Cit San dan dialah merupakan orang ke dua di Pek-engpiauwkiok
karena tingkat kepandaiannya pun paling tinggi di antara para sute dari Tan-piauwsu.
"Tidak bisa menolak, Sute. Dia sudah sengaja memilih kita dan kalau aku menolak, dia memiliki alasan untuk
mengecap kita sebagai pemberontak-pemberontak yang tidak mau mengawal barang milik seorang Puteri
Mancu. Aku khawatir kalau-kalau rahasia perjuangan kita tercium oleh mereka dan sekarang ini mereka
menggunakan ujian di balik pengiriman barang."
"Dugaanmu bagaimana, Suheng?"
"Ada dua kemungkinan. Kalau dia mau mengganggu kita, mungkin dia sendiri yang akan mempersiapkan
orang-orangnya untuk merampas peti-peti itu di tengah jalan sehingga dengan mudah akan menghancurkan
kita."
"Keji sekali! Akan tetapi kita akan lawan dia, Suheng!" kata Ok Sun, sute-nya yang berangasan, seorang
berusia tiga puluh lebih yang bertubuh kekar dan di pinggangnya tergantung sebuah golok besar.
"Tentu saja akan kita lawan, akan tetapi ada kemungkinan lain yang lebih melegakan hati. Yaitu mungkin ini
hanya merupakan ujian bagi kesetiaan kita terhadap Pemerintah Mancu. Kalau benar demikian, kita akan
selamat."
"Jangan-jangan dua peti itu terisi peralatan untuk menghancurkan kawan-kawan seperjuangan kita!" kata
seorang sute lain.
"Hal itu tidak penting dan kurasa tidak demikian. Untuk menjaga kemungkinan pertama, yaitu gadis aneh itu
mengerahkan orang-orang untuk mengganggu kita di jalan, aku sendiri akan mengawalnya!" kata Tan-piauwsu
sambil mengepal tinju. Dia harus unjuk gigi, dan untuk menjaga nama baik Pek-eng-piauwkiok, akan dia lawan
mati-matian setiap usaha untuk merampas dua buah peti itu.
Tiba-tiba Kwee Twan Giap, sute-nya yang paling muda akan tetapi terkenal paling cerdik, berkata. "Suheng,
justru inilah yang kukhawatirkan. Agaknya justru pemikiran dan keputusan Twa-suheng ini yang sudah
diperhitungkan mereka!"
“Apa maksudmu, Kwee-sute?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bukan lain, tipu muslihat memancing harimau keluar dari sarang!"
Tan-piauwsu dan empat orang sute-nya yang lain terkejut dan membelalakkan mata. Tan-piauwsu meninju
meja di depannya. "Ah, tepat sekali, Sute! Mengapa hal yang mungkin sekali ini kulupakan? Memancing
harimau keluar dari sarang! Ah, bisa jadi itulah inti dari rahasia pengiriman aneh ini. Kita harus bersiap-siap
untuk kemungkinan itu!”
"Sebaiknya begini saja, Twa-suheng," kata pula sute termuda yang cerdik itu. "Pengawalan barang ini
diserahkan saja kepada seorang di antara kami, karena untuk menghadapi gangguan di jalan, kurasa tidaklah
amat berat. Apa lagi kalau diingat bahwa perjalanan itu menuju ke Nam-keng. Daerah sepanjang perjalanan ke
selatan penuh dengan sahabat-sahabat kita, sehingga kalau terjadi sesuatu, banyak sahabat yang dapat
membantu. Ada pun Suheng sendiri bersama para Suheng lainnya menjaga di sini untuk menghalau setiap
gangguan dan juga untuk dapat melihat perkembangan, kalau perlu merundingkan dengan kawan-kawan
seperjuangan yang datang dan lewat di kota ini."
Usul ini dapat diterima dan akhirnya Tan Bu Kong menetapkan Lie Cit San dan Ok Sun sebagai wakilnya
mengawal dua buah peti itu, membawa pasukan piauwsu pilihan sebanyak lima belas orang. Hari itu juga
berangkatlah dua orang piauwsu dan lima belas orang anak buahnya, mengawal dua buah peti yang
dimasukkan ke dalam kereta yang ditarik empat ekor kuda besar.
Seperti telah dituturkan di bagian depan, di dalam hutan, rombongan piauwsu ini bertemu dengan Han Han
dan Lulu. Ketika dari jauh mereka melihat seorang pemuda dan seorang pemudi berjalan di hutan yang liar dan
sunyi itu, Lie Cit San sudah menjadi curiga dan berbisik.
"Awas, semua siap sedia! Dua orang di depan itu mencurigakan!"
Demikianlah, rombongan piauwsu itu lewat dan ketika mereka melihat bahwa yang mereka curigai itu hanyalah
seorarg pemuda sederhana dan seorang gadis remaja yang cantik, mereka tertawa-tawa dan memandang ke
arah Lulu dengan kagum dan tentu saja timbul sifat-sifat kurang ajar mereka, sungguh pun di depan Lie Cit
San dan Ok Sun para anak buah itu tidak berani mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan.
Ketika rombongan ini tiba di tengah hutan, di bagian yang berbatu, mendadak muncul sembilan orang laki-laki
yang gagah sikapnya dan mereka ini sengaja menghadang di tengah jalan. Usia sembilan orang ini dari dua
puluh sampai empat puluh tahun dan melihat pakaian mereka yang rapi dan seperti biasa dipakai orang-orang
yang pandai ilmu silat, mereka itu seperti bukan golongan perampok. Seorang di antara mereka, yang paling
tua, sudah mengangkat tangan ke atas dan berseru.
"Pek-eng-piauwsu yang mengawal kereta, berhenti dulu!"
Lie Cit San yang menunggang kuda, segera mengajukan kudanya, mengerutkan kening dan matanya yang
tajam memandang penuh selidik, kemudian bertanya.
"Sahabat-sahabat yang berada di depan siapakah dan apa maksudnya menghentikan kami? Hendaknya
diketahui bahwa kami mewakili Suheng kami Hoa-san Pek-eng untuk mengawal barang-barang dalam kereta
menuju ke Nam-keng. Harap sahabat-sahabat suka minggir dan membiarkan kami lewat!"
Sembilan orang laki-laki itu mengeluarkan suara marah dan yang tertua di antara mereka segera mengangkat
tangan memberi isyarat agar teman-temannya bersikap tenang. Kemudian ia berkata kepada Lie Cit San.
"Orang-orang Hoa-san-pai amat sombongnya sehingga seperti buta, tidak membedakan orang! Kami bukanlah
golongan perampok rendah yang menjadi sahabat para piauwsu! Kami adalah anak-anak murid Siauw-lim-pai
yang sengaja mencegat kalian di sini untuk membalas dendam!"
Lie Cit San terkejut sekali dan mengerutkan alisnya. Dia memang tahu bahwa beberapa bulan yang lalu terjadi
bentrokan antara beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai dengan anak murid Hoa-san-pai, akan tetapi
bentrokan itu terjadi antara orang-orang muda yang masih kurang pengalaman dan hal itu telah dibereskan
oleh golongan tua.
dunia-kangouw.blogspot.com
Urusannya hanya kecil karena terjadi hubungan cinta antara seorang murid wanita Hoa-san-pai dengan
seorang murid pria Siauw-lim-pai. Hubungan cinta ini menimbulkan rasa iri pada saudara-saudara seperguruan
lain sehingga terjadilah bentrokan itu. Dalam bentrokan itu pun hanya mengakibatkan luka-luka tak berarti di
kedua pihak. Mengapa hal yang sudah padam itu kini hendak digali dan dipanaskan kembali oleh sembilan
orang anak murid Siauw-lim-pai yang tidak dapat dikatakan orang-orang muda ini?
Lie Cit San bukan seorang anak muda yang berdarah panas, maka ia menyabarkan hatinya dan mengangkat
kedua tangan setelah meloncat turun dari atas kuda. Sute-nya, Ok Sun yang tadinya berada di atas kereta juga
meloncat turun dengan gerakan gesit, berdiri di dekat suheng-nya dalam keadaan siap-siap. Tokoh Hoa-sanpai
yang berangasan ini sudah meraba-raba gagang senjata.
"Maafkan kalau kami salah menyangka," kata Lie Cit San. "Kiranya Cu-wi adalah para Enghiong dari Siauwlim-
pai! Lebih baik lagi kalau begitu. Hendaknya Cu-wi suka memberi tahu apakah sebabnya Cu-wi sekalian
menahan kami?"
Ok Sun yang marah menyambung, "Biar pun anak-anak murid Siauw-lim-pai namun lagaknya seperti
perampok, menghadang perjalanan orang. Suheng, kurasa mereka ini telah menjadi antek-antek Mancu dan
sekarang mereka diperalat oleh gadis Mancu itu!"
"Tutup mulutmu!" bentak seorang pemuda di antara sembilan orang murid Siauw-lim-pai itu.
Lie Cit San dan pemimpin rombongan Siauw-lim-pai segera menghardik saudara masing-masing agar suka
diam. Kemudian orang Siauw-lim-pai itu berkata, "Aku Liong Tik adalah seorang anak murid Siauw-lim-pai
yang menjunjung kebenaran dan keadiIan! Maksud kami sembilan orang murid Siauw-lim-pai menahan kalian
tidak lain hanya untuk bertanya apa isinya kereta yang kalian kawal!"
"Ada sangkut-paut apakah hal itu dengan kamu orang-orang Siauw-lim-pai yang sombong?" bentak Ok Sun
yang memang berangasan. Sebagai seorang murid Hoa-san-pai tentu saja hatinya masih panas oleh
bentrokan antara murid-murid keponakannya dengan murid-murid Siauw-lim-pai beberapa bulan lalu.
Akan tetapi kembali Lie Cit San yang masih sabar itu menyambung. "Mengapakah para sahabat gagah dari
Siauw-lim-pai ingin mengetahui hal itu? Hendaknya Cu-wi sekalian tahu bahwa kami sendiri hanya bertugas
untuk mengawal barang dan sama sekali tidak tahu apa isinya dua buah peti yang kami kawal, bahkan kami
pun tidak ingin mengetahui barang milik orang lain."
“Dua buah peti...?” Sembilan orang Siauw-lim-pai itu saling pandang penuh arti, kemudian memandang marah
ke arah kereta.
Liong Tik yang tertua di antara saudara-saudaranya mengimbangi kesabaran Lie Cit San. Kini ia berkata,
suaranya masih halus namun nadanya memaksa, "Kami percaya bahwa dua orang saudara Hoa-san-pai yang
gagah tidak mengetahui isinya, akan tetapi kami minta agar kedua buah peti itu dibuka agar kita bersama
dapat melihat isinya!"
"Perampok-perampok berkedok Siauw-lim-pai! Kalau ternyata isinya emas permata tentu kalian akan
merampoknya!" bentak Ok Sun sambil mencabut golok besarnya. Para anak murid Siauw-lim-pai juga sudah
mencabut senjata masing-masing dengan sikap marah.
Lie Cit San menggeleng kepala. "Tidak mungkin hal itu dilakukan,” katanya. “Kami harus menjaga nama baik
kami sebagai piauwsu, tidak akan membuka peti kiriman barang orang lain, juga tidak memperbolehkan siapa
juga membukanya."
"Twa-suheng, sudah jelas bahwa mereka hendak menyembunyikan. Kalau tidak lekas turun tangan, mau
menanti apa lagi?" bentak seorang di antara anak murid Siauw-lim-pai yang paling berangasan sambil
meloncat maju dengan pedang di tangan.
Ok Sun menggereng dan kedua orang itu sudah bertanding dengan sengit. Melihat ini, Lie Cit San dan Liong
Tik maklum bahwa bentrokan tak dapat dielakkan lagi, terpaksa mereka pun maju. Lie Cit San mengeluarkan
dunia-kangouw.blogspot.com
senjatanya yang ampuh, yaitu sebatang cambuk besi yang kecil panjang, sedangkan Liong Tik mengeluarkan
senjata sepasang tombak bercagak dan kedua orang ini pun sudah bertanding hebat.
Tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai yang lain sudah menyerbu ke arah kereta dan mereka disambut oleh
lima belas orang anak buah piauwsu sehingga sebentar saja di situ terjadi pertandingan yang seru, terdengar
bunyi senjata-senjata bertemu diseling teriakan marah mereka.
Pertandingan antara dua orang murid Hoa-san-pai melawan dua orang murid Siauw-lim-pai terjadi seru dan
berimbang, akan tetapi lima belas orang anak buah rombongan piauwkiok itu segera terdesak hebat oleh tujuh
orang anak murid Siauw-lim-pai. Setelah lewat belasan jurus, mulailah pihak piauwkiok terdesak dan empat
orang sudah roboh terjungkal mandi darah.
Tiba-tiba terdengar bentakan yang amat keras, "Semua berhenti!!"
Aneh sekali. Bentakan itu selain keras dan penuh wibawa, juga mengandung tenaga mukjizat yang membuat
mereka yang sedang bertempur itu serentak meloncat mundur dengan kaget dan gentar, menahan senjata
masing-masing dan memandang terbelalak kepada seorang pemuda rambut riap-riapan yang tahu-tahu sudah
berada di tengah antara mereka. Pemuda ini bukan lain adalah Han Han yang segera dapat memilih pihak
karena melihat betapa tadi rombongan piauwsu itu terdesak, bahkan ada empat orang di antara mereka yang
roboh dan tewas. Kini ia memutar tubuh, membelakangi para piauwsu, menghadapi para murid Siauw-lim-pai
dan membentak marah.
"Perampok-perampok laknat, berani kalian mengganggu orang lewat? Orang-orang jahat macam kalian ini
patut dibasmi!"
Para piauwsu yang mengenal Han Han sebagai pemuda yang tadi mereka lewati memandang heran namun
juga geli. Pemuda hijau macam ini mana mungkin dapat menakuti hati para anak murid Siauw-lim-pai yang
lihai itu. Dan betul saja dugaan mereka, murid-murid Siauw-lim-pai marah sekali karena mengira bahwa
pemuda liar yang bermata setan ini pasti seorang anak murid Hoa-san-pai pula. Maka seorang di antara
mereka yang termuda, yang tidak memandang mata kepada Han Han, sudah menerjang sambil membentak.
"Bocah setan, mampuslah!"
Pemuda Siauw-lim-pai itu bersenjata sebuah toya yang memang merupakan sebuah di antara senjata kaum
Siauw-lim-pai yang ampuh. Begitu toya digerakkan, segera terdengar bunyi mengaung dan ujung toya itu
tergetar menimbulkan bayangan belasan batang banyaknya. Kini toya itu rneluncur ke arah tubuh Han Han,
menyodok ke dadanya. Han Han sama sekali tidak bergerak.
"Krakkk!!"
Toya itu dengan tepat menyodok ulu hati Han Han, akan tetapi pemuda ini sama sekali tidak bergeming,
sebaliknya toya itu patah-patah menjadi tiga potong! Anak murid Siauw-lim-pai itu terdorong tenaganya sendiri
sehingga menubruk tubuh Han Han. Pemuda ini mengangkat tangan kiri yang terbuka, memukul ke arah
tengkuk lawannya.
"Krekkk!" murid Siuw-lim-pai roboh dengan batang leher patah dan tewas seketika!
Peristiwa ini menimbulkan geger. Delapan orang anak murid Siauw-lim-pai menjadi marah sekali dan mereka
maju dengan senjata mereka menerjang Han Han. Saking marahnya menyaksikan seorang saudara mereka
tewas, mereka itu lupa akan sifat kegagahan dan delapan orang jagoan Siauw-lim-pai dengan senjata di
tangan kini menerjang dan mengeroyok seorang pemuda tanggung yang tak terkenal dan bertangan kosong!
Pada saat itu Lulu juga sudah tiba di situ dan gadis ini dengan mata berkilat dan muka berseri berteriak-teriak,
"Han-ko, sikat saja perampok-perampok itu!"
Akibat pengeroyokan itu sungguh hebat! Han Han kaku sekali gerakannya dan ia tidak mempunyai ilmu silat
tertentu untuk dimainkan menghadapi pengeroyokan itu. Biar pun ia sudah mempelajari gerak kaki, namun
gerak tangannya hanya ia pelajari sepintas lalu saja karena selama enam tahun ini ia hanya memusatkan
dunia-kangouw.blogspot.com
ketekunannya untuk memupuk tenaga sinkang. Ia memasang bhesi dengan kuda-kuda Chi-ma-se, kedua
kakinya terpentang dan lutut ditekuk, akan tetapi kedua lengannya dikembangkan dan diputar-putar
menghadapi setiap serangan para pengeroyok.
Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya kedua pihak yang bermusuhan melihat akibat pertandingan ini.
Setiap kali ada senjata datang menyerang, Han Han memapakinya dengan dorongan atau kibasan tangannya
dan... si penyerang terguling, senjatanya patah-patah dan orangnya roboh tewas, ada kalanya tewas dengan
muka kebiruan seperti membeku, ada kalanya pula tewas dengan tubuh hitam seperti hangus terbakar!
Dalam keadaan tidak sadar akan kekuatan sendiri, Han Han telah ‘mengisi’ lengan kiri dengan tenaga inti Imkang,
sedangkan tangan kanannya mengandung tenaga inti Yang-kang. Kekuatan dan kedahsyatan setiap
gerak tangannya tidak kalah oleh ilmu pukulan Swat-im Sinkang mau pun Hwi-yang Sinkang! Karena dia tidak
menyerang, hanya memapaki mereka yang menyerang saja, maka dalam gebrakan-gebrakan itu robohlah
tujuh orang murid Siauw-lim-pai dalam keadaan tak bernyawa lagi, sedangkan Liong Tik dan seorang sute-nya
yang lebih tinggi ilmunya dapat meloncat ke belakang sehingga terhindar dari bahaya maut, akan tetapi juga
senjata mereka itu remuk oleh hantaman hawa pukulan yang keluar dari tangan Han Han.
Pada saat itu keadaan Han Han benar-benar mengerikan sekali. Ia masih berdiri seperti tadi karena ia telah
merobohkan tujuh orang murid Siauw-lim-pai dalam keadaan tak mengubah kedudukan kaki sama sekali. Ia
berdiri menghadapi Liong Tik dan sute-nya, siap menerima serangan. Matanya mengeluarkan cahaya yang
tajam sekali, mulutnya tersenyum mengerikan seperti senyum setan mengejek sehingga wajahnya yang
tampan itu kelihatan menyeramkan, kedua lengannya dikembangkan ke kanan kiri. Karena pihak lawan yang
tinggal dua orang itu terbelalak dan tidak menyerangnya, maka ia pun diam tak bergerak dan sesaat keadaan
di situ menjadi sunyi karena Lie Cit San, Ok Sun dan semua anggota piauw-su juga terbelalak dengan hati
ngeri.
Derap kaki kuda terdengar jelas di saat yang sunyi itu dan Lulu menengok ke kanan. Seekor kuda hitam
datang seperti terbang cepatnya dan di atas kuda itu duduk seorang gadis cantik. Bukan duduk, lebih tepat
berdiri karena gadis itu memang berdiri dengan kaki di kanan kiri perut kuda, di atas tempat kaki. Dapat berdiri
seperti itu selagi kuda membalap dengan miring membuktikan betapa pandainya gadis cantik ini menunggang
kuda. Akan tetapi wajah gadis itu diliputi kedukaan dan kegelisahan.
Melihat betapa anak murid Siauw-lim-pai banyak yang tewas dan kereta yang membawa dua buah peti berada
di situ dalam keadaan ditinggalkan karena para piauwsu tadi menyambut penyerbuan para murid Siauw-lim-pai,
gadis itu mengeluarkan teriakan nyaring dan tiba-tiba tubuhnya meluncur cepat sekali mendahului kuda dan
tahu-tahu ia telah berada di belakang kereta. Para piauwsu terkejut, akan tetapi sebelum ada yang sempat
bergerak, gadis itu sudah menggerakkan tangan dua kali.
"Brakkkkk! Brakkkkk!!"
Dua buah peti itu terpukul bagian atasnya oleh dua tangan yang kecil halus, seketika bagian tutupnya remuk
dan terbukalah kedua peti itu. Si gadis cantik menjenguk ke dalam peti-peti itu dan terdengar teriakannya
menyayat hati.
"Liok-suhu...! Chit-suhu...!!" Dan gadis itu menangis tersedu-sedu.
Para piauwsu tercengang keheranan, apa lagi setelah Liong Tik dan seorang sute-nya berlari menghampiri
kereta, menjenguk isi peti dan menjatuhkan diri berlutut pula sambil menangis. Lie Cit San dan Ok Sun, diikuti
para piauwsu lari pula mendekat dan mereka terbelalak ketika melihat isi peti,.
"Aihhhhh...!!" Lie Cit San dan Ok Sun terhuyung ke belakang dengan muka pucat sekali. Kiranya di dalam dua
buah peti itu terisi dua sosok mayat orang yang bukan lain adaiah Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, orang ke
enam dan ke tujuh dari Siauw-lim Chit-kiam!
Gadis cantik itu sudah menghentikan tangisnya lalu bangkit berdiri. Sikapnya dingin sekali, penuh hawa
amarah meluap-luap, penuh dendam sakit hati yang harus dilampiaskan. Ia bertanya kepada Liong Tik dan
sute-nya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Siapa yang membunuh saudara-saudaramu itu?"
"Sukouw (Bibi Guru)... mohon bantuan... para Sute dibunuh oleh bocah iblis itu...!" Liong Tik menuding ke arah
Han Han yang masih berdiri seperti arca.
Tadi Han Han seperti kemasukan pengaruh yang aneh, terdapat rasa gembira sekali ketika kedua tangannya
merobohkan para pengeroyoknya. Namun kini ia memandang mayat-mayat yang bergelimpangan itu dengan
bengong. Ia baru sadar ketika ada suara wanita membentak di depannya.
"Siapa engkau yang begini kejam telah membunuh tujuh orang murid keponakanku?"
Tiba-tiba Lulu yang berdiri di belakang Han Han tertawa geli sehingga suasana tegang itu menjadi terpecah.
"Hi-hi-hi, aneh sekali! Melihat muka dan tubuhmu, usiamu tidak akan banyak selisihnya dengan usiaku, akan
tetapi engkau mempunyai keponakan-keponakan yang sudah tua-tua. Aneh dan lucu, hi-hi-hik!"
Akan tetapi gadis itu tidak mempedulikannya, bahkan seperti tidak mendengarnya karena gadis itu kini sedang
memandang Han Han penuh perhatian, bahkan wajahnya yang cantik kini menjadi agak pucat, sinar matanya
penuh keheranan dan tidak percaya.
Han Han yang sadar akan teguran suara wanita, mengangkat muka dan begitu ia memandang wajah gadis
cantik di depannya itu, ia terbelalak dan sampai lama tidak dapat mengeluarkan suara. Kedua orang ini saling
pandang, kadang-kadang meragu, kemudian merasa yakin dan Han Han berkata lirih.
“... Suci...!!”
"Engkau...? Engkau... Han Han...? Dan engkau membantu Hoa-san-pai, menjadi anjing penjajah Mancu...?”
“Suci... sama sekali tidak...”
"Kau bukan Sute-ku lagi! Kau musuh yang harus mati di tangankuI" Gadis itu menyerang dengan dahsyat
sekali. Biar pun dia menyerang dengan pukulan tangan ke arah dada Han Han, namun tangan kosong gadis
cantik ini jauh lebih berbahaya dari pada serangan senjata para murid Siauw-lim-pai tadi. Datangnya antep,
cepat dan mengandung tenaga sinkang yang kuat.
"Dukkkkk…!” Han Han yang tidak menangkis itu terpukul dadanya, terhuyung mundur dua langkah.
Akan tetapi gadis itu sendiri terbanting roboh! Gadis yang sesungguhnya adalah Lauw Sin Lian ini terkejut dan
meloncat bangun. Tangan kanannya yang memukul itu menjadi kebiruan dan tubuhnya menggigil kedinginan!
Cepat-cepat ia menahan napas dan mengerahkan hawa dari pusarnya sehingga rasa dingin itu dapat diusir. Ia
memandang kepada Han Han dengan mata terbelalak, kemudian ia menoleh kepada dua orang murid
keponakannya sambil berkata, suaranya mengandung isak tertahan.
"Naikkan jenazah para Sute itu ke atas kereta."
Dua orang murid Siauw-lim-pai itu segera melaksanakan perintah ini dengan air mata bercucuran. Lauw Sin
Lian meloncat ke atas kereta, diikuti dua orang murid keponakannya, kemudian setelah sekali lagi menoleh ke
arah Han Han dengan pandang mata penuh kebencian, ia lalu memekik nyaring dan menarik kendali kuda.
Empat ekor kuda itu meringkik dan meloncat ke depan, lalu membalap. Para piauwsu tidak ada yang berani
berkutik. Mereka masih terkejut dan bingung menyaksikan kenyataan yang amat mengerikan tadi.
"Suci...!" Han Han mengeluh perlahan, kemudian ia membalikkan tubuhnya perlahan-lahan, menghadapi anak
murid Hoa-san-pai yang masih berdiri pucat. Pandang mata Han Han mengandung sesuatu yang membuat
dua orang ini bergidik.
“Kalian... Kalian…… manusia-manusia iblis! Kiranya kalianlah yang jahat, dan kalian membuat aku membunuh
mereka yang tak berdosa...!" Suara Han Han perlahan seperti mendesis, namun hal ini bahkan menambah
keseramannya.
Dua orang murid Hoa-san-pai itu menggeleng kepala. "Tidak... tidak...!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Akan tetapi kedua tangan Han Han sudah menyambar, melakukan gerakan menampar ke depan. Jarak antara
mereka masih jauh, ada dua meter, namun tamparan ini mengandung hawa sinkang yang hebat, mengandung
hawa pukulan yang biasa ia latih di Pulau Es, pukulan-pukulan yang dapat membuat air membeku menjadi
bongkah-bongkah es sebesar anak lembu!
Dua orang murid Hoa-san-pai itu roboh tanpa dapat bersambat lagi, roboh dengan tubuh kaku membeku dan
tewas seketika! Para anak buah piauwsu menjadi pucat sekali, akan tetapi Han Han sudah menghadapi
mereka dan berkata.
"Kalian hanya anak buah, tidak tahu apa-apa... !" Tanpa berkata apa-apa lagi Han Han lalu menyambar tangan
adiknya dan ditariknya lalu diajak pergi cepat-cepat dari tempat itu.
Sebentar saja kedua orang muda ini lenyap dari tempat itu dan barulah para anggota piauwkiok itu sibuk
mengurus jenazah kedua orang pimpinan mereka dan empat orang jenazah itu. Dengan penuh duka dan
masih menggigil kalau teringat kepada pemuda yang mereka anggap iblis itu, mereka kembali ke Kwan-teng
untuk melaporkan peristiwa itu kepada ketua mereka.
“Eh-eh, berhenti dulu, Han-ko...!" Lulu merenggut tangannya dan terpaksa Han Han berhenti. Wajah pemuda
ini keruh tanda bahwa pikirannya kalut dan hatinya terganggu oleh peristiwa dalam hutan tadi.
"Han-ko, semua peristiwa tadi amatlah mengherankan hatiku. Siapakah gadis cantik yang kau sebut Suci tadi?
Benarkah dia itu Kakak Seperguruanmu?"
Han Han yang masih kalut pikirannya itu mengangguk. "Dia Suci-ku, dia Puteri guruku yang pertama. Dia
puteri Lauw-pangcu…" Baru Han Han teringat dan kalau bisa ia hendak menelan kembali semua kata-kata
yang sudah dikeluarkan. Namun terlambat karena Lulu sudah mendengar semua dan gadis itu tiba-tiba
menjerit, lalu membalikkan tubuh dan lari secepatnya.
“Eh, Moi-moi..., tunggu dulu...!!” Han Han meloncat dan cepat mengejar. Sebentar saja ia dapat menyusul dan
memegang tangan Lulu. Akan tetapi Lulu merenggutkan tangannya dan dengan cemberut memandang Han
Han dengan muka merah dan air mata memmbasahi pipinya.
"Jangan dekat-dekat! Jangan pegang-pegang! Kau kiranya murid musuh besarku! Apakah kau hendak
membelanya? Mulai sekarang aku tidak sudi berdekatan denganmu!"
"Eh, Lulu jangan begitu. Aku tetap Kakakmu, dan aku tidak akan membela siapa pun juga kecuali engkau
Adikku..."
"Bohong! Mana mungkin membelaku kalau musuh besarku adalah Gurumu sendiri? Kakek jahat she Lauw itu
adalah Gurumu, baru puterinya saja sudah kau bela tadi! Sudahlah, karena kau murid musuh besarku, berarti
engkau musuhku juga. Nah, kau lekas serang dan bunuh aku..., lekas bunuh aku... Tak mungkin aku dapat
membalas kematian keluargaku karena engkau murid musuhku. Bunuh aku, engkau murid musuh besarku!"
Saking berduka dan marah, omongan Lulu menjadi kacau-balau tidak karuan dan bercampur dengan isak yang
ditahan-tahannya. Sepasang matanya yang lebar dan yang biasanya bersinar seperti sepasang matahari
kembar itu kini menyuram, dan dua butir air mata jernih seperti mutiara menggantung di bulu matanya yang
lentik.
Han Han melangkah maju dan memegang kedua pundak Lulu, tersenyum duka dan berkata, "Baiklah, lulu.
Engkau menganggap aku musuhmu, nah, ini dadaku sudah terbuka di depanmu. Kau hantamlah aku sampai
mati, kalau kau tetap menganggap aku musuhmu."
Sepasang mata yang lebar indah itu memandang ke arah dada Han Han, dada kakaknya yang selama ini
menjadi tempat ia bersandar. Ia bergidik, tetapi mulutnya masih mencela. "Kau mengejek! Kau tahu bahwa
betapa pun keras aku memukul, takkan melukai dadamu, engkau kuat dan kebal..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Adikku yang manis. Sekali ini aku tidak akan melawan, dan aku akan senang mati di tanganmu, kalau hal itu
memang kau kehendaki dan akan menyenangkan hatimu. Apakah akan senang hatimu kalau kau dapat
memukul mati Kakakmu ini, Moi-moi?"
Lulu menengadahkan mukanya, mereka berpandangan dan Lulu terisak menangis sambil menubruk kakaknya,
menyembunyikan mukanya di dada yang ditawarkan untuk ia pukul itu. Air matanya membasahi baju dan dada
Han Han yang mengelus-elus kepala adiknya penuh kasih sayang.
"Lulu, sudahlah jangan menangis. Aku bukan musuhmu melainkan Kakakmu."
"Akan tetapi kau murid Lauw-pangcu, musuh besarku."
"Sekarang tidak lagi, Lulu. Itu dahulu ketika aku masih kecil. Engkau mendengar sendiri betapa puterinya tadi
mengatakan demikian pula, bahwa dia bukan Suci-ku dan aku bukan Sute-nya. Puterinya itu pun kini telah
menjadi seorang tokoh Siauw-lim-pai yang hebat..."
Lulu mengangkat mukanya memandang. Mukanya masih agak basah, kulit muka yang halus itu kemerahan
dan kemarahan sudah menghilang dari pandang matanya yang kini menatap wajah kakaknya penuh selidik
dan juga penuh kekhawatiran. "Koko, engkau... mencinta dia…?"
"Siapa?"
“Dia, puteri musuh besarku itu...”
"Aha! Kau maksudkan Lauw Sin Lian tadi? Dia bekas Suci-ku, ahhh... tidak, aku tidak tahu tentang cinta,
jangan bertanya yang bukan-bukan!"
"Syukurlah, aku akan bingung sekali kalau sampai engkau mencinta puteri musuh besarku. Akan
bagaimanakah sikapku? Dia puteri musuh besarku akan tetapi juga... eh calon So-so (Kakak Ipar), kan
merepotkan hati namanya!"
"Hussh, kau memang nakaI, Moi-moi. Apakah lupa baru saja kau mengamuk dan menangis? Sekarang sudah
menggoda orang!"
Lulu tersenyum, giginya yang rapi dan putih berkilat di balik kemerahan bibirnya. "Tapi aku girang, tak mungkin
kau menikah dengan Lauw Sin Lian. Dia sudah marah dan benci kepadamu karena kau telah membunuh
murid-murid keponakannya!"
Han Han menghela napas panjang dan menggeleng-geleng kepalanya. "Lulu, jangan menganggap hal itu
seperti main-main! Aku tadi telah salah membunuh orang. Kusangka tadinya orang-orang Siauw-lim-pai itu
yang jahat dan menjadi perampok, kiranya piauwsu-piauwsu anak murid Hoa-san-pai itu yang jahat,
menyembunyikan dua orang tokoh Siauw-lim-pai yang mereka bunuh di dalam peti-peti itu."
Seketika wajah Lulu menjadi serius dan membayangkan kekhawatiran. "Wah, kalau begitu engkau akan
dimusuhi oleh Siauw-lim-pai, Koko?"
Han Han tersenyum dan pandang matanya membayangkan ejekan. "Aku tidak takut! Mengapa mesti takut
karena memang aku membunuh mereka karena salah sangka? Juga sikap mereka itu sendiri yang
mendorongku membunuh mereka. Bahkan aku akan pergi ke Siauw-lim-pai, mencari Sin Lian untuk
menjelaskan peristiwa itu."
"Bagus sekali! Mari kita ke sana, Koko. Engkau ingin memberi penjelasan kepada Sin Lian dan aku akan
bertanya di mana adanya Ayahnya agar aku dapat membalas dendam! Engkau tentu akan membantuku
membunuh Lauw-pangcu, bukan?"
Han Han merasa serba salah, akan tetapi dengan sungguh-sungguh ia berkata, "Kurasa sekarang engkau
telah cukup lihai untuk mengalahkan Lauw-pangcu, Lulu. Bagaimana mungkin aku dapat turun tangan
dunia-kangouw.blogspot.com
terhadap dia yang dahulu amat baik kepadaku? Aku hanya berjanji akan melindungimu jika kau sekiranya
kalah, akan tetapi untuk membantumu membunuhnya..., wah, berat juga."
"Tidak apalah tidak kau bantu juga! Kalau aku kalah, aku dapat belajar lagi darimu dan lain kali kucari lagi dia
dia. Mari kita ke Siauw-lim-pai mencari Sin Lian, Koko!"
Akan tetapi Han Han menggeleng kepala. "Tidak sekarang, Moi-moi. Aku akan pergi dulu mencari pusat Pekeng-
piauwkiok itu! Aku telah kesalahan tangan membunuh murid Siauw-lim-pai dan semua itu hanya karena
kejahatan dan kepalsuan orang-orang Pek-eng-piauwkiok. Mungkin dua orang piauwsu yang mengawal dua
peti terisi mayat dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam itu pun hanya petugas saja. Tentu ketua piauwkiok itu
yang menjadi biang keladi dan yang bertanggung jawab. Dia yang harus menebus semua kesalahan ini.
Setelah aku menghukum orang yang menjadi biang keladi peristiwa di hutan itu, yang menjadi pembunuh dua
orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, barulah aku akan mengajakmu pergi ke Slauw-lim-pai."
“Tapi, ke mana kau akan mencari Pek-eng-piauwkiok, Koko? Kita tidak mengenal mereka..."
"Wah, kau bodoh sekali, Lulu! Kita pergi saja ke jurusan dari mana mereka datang, kemudian kita bertanyatanya
orang, apa sukarnya?" Tanpa memberi kesempatan kepada adiknya yang cerewet itu membantah lagi,
Han Han menyambar tangan Lulu dan digandengnya, kemudian mengajak dara itu pergi meninggalkan tempat
itu.
Biar pun cukup lama berada di Putau Es, namun Han Han masih belum kehilangan kecerdikannya, kalau tak
dapat dikatakan dia makin cerdik, karena ada sesuatu yang aneh dalam dirinya yang membuat otaknya dapat
bekerja lebih cepat. Tepat seperti yang diduganya, dengan mudah mereka dapat mencari keterangan tentang
Pek-eng-piauwkiok.
Piauwkiok yang besar dan terkenal ini berada di kota Kwan-teng, dan dua orang muda itu segera pergi ke kota
Kwan-teng, tidak peduli akan tatapan pandang mata keheranan dan kagum dari orang-orang yang berjumpa
dengan mereka. Heran melihat Han Han yang aneh dan rambutnya riap-riapan, kagum menyaksikan Lulu yang
cantik jelita. Pandang mata heran dan kagum ini lama-lama terbiasa bagi mereka.
Di dalam hatinya, Han Han mengambil keputusan untuk menebus semua pembunuhan. yang ia lakukan di
hutan tadi, pembunuhan-pembunuhan yang ia lakukan seakan-akan di luar kesadarannya. Entah bagaimana,
sekali bertemu tanding ia mendapat perasaan gembira dan senang sekali merobohkan para lawannya tanpa
dasar apa-apa! Dan begitu keluar pulau, dia telah melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Siauw-limpai
dan Hoa-san-pai, dua partai persilatan yang besar! Karena itu, dia harus membereskan urusan ini, mencari
siapa yang bersalah dan siapa yang menjadi biang keladinya.
********************
Memang tidak salah pendapat Han Han bahwa Hoa-san-pai adalah sebuah partai persilatan yang besar dan
terkenal, sungguh pun tidaklah sebesar partai Siauw-lim-pai yang seolah-olah menjadi sumber partai persilatan
di Tiongkok. Hoa-san-pai yang berpusat di puncak Gunung Hoa-san itu mempunyai banyak sekali anak murid
yang pandai-pandai dan dapat dikatakan bahwa hampir seluruh anak murid Hoa-san-pai adalah tokoh-tokoh
persilatan yang gagah perkasa dan terkenal sebagai pendekar-pendekar pembela keadilan.
Pek-eng-piauwkiok dipimpin oleh Hoa-san Pek-eng Tan Bu Kong, seorang tokoh Hoa-san-pai yang tinggi ilmu
silatnya. Di dalam anak tangga tingkat Hoa-san-pai, Tan Bu Kong menduduki tingkat lima. Di samping para
sute-nya yang tentu saja lebih rendah tingkatnya, dia telah berhasil membuat nama besar, tidak hanya
mengakibatkan kemajuan dan keuntungan piauwkiok yang ia pegang, akan tetapi juga sekaligus mengangkat
nama besar Hoa-san-pai. Apa lagi karena di samping perusahaannya ini, diam-diam Pek-eng-piauwkiok
menjadi tempat pertemuan tersembunyi di antara para patriot yang melakukan gerakan menentang pemerintah
penjajah Mancu.
Seperti telah diceritakan di bagian depan, Pek-eng-piauwkiok didatangi seorang gadis Mancu yang cantik jelita
dan juga aneh, yang mengirimkan dua buah peti panjang dengan biaya amat mahal itu. Setelah dua buah peti
itu diberangkatkan, hati Tan Bu Kong yang menjaga di rumah menjadi amat tidak enak dan selalu gelisah. Dia
memerintahkan anak buahnya untuk melakukan penjagaan ketat dan hatinya makin tidak enak ketika sampai
dunia-kangouw.blogspot.com
sore sute-nya yang ia suruh mengikuti dan menyelidiki gadis Mancu itu belum juga kembali. Sute-nya itu, Teng
Lok, memiliki kepandaian yang boleh diandalkan dan terutama sekali ginkang-nya amat tinggi, tidak kalah oleh
dia sendiri. Mengapa sampai sore belum juga sute-nya itu kembali?
Menjelang malam, Tan-piauwsu mendengar suara ribut-ribut di luar. Cepat ia meloncat dan berlari keluar
dengan jantung berdebar, siap menghadapi segala kemungkinan karena agaknya para anak buahnya ributribut
oleh sesuatu yang tentunya tidak beres. Ketika ia tiba di luar dan memandang, wajahnya menjadi pucat
dan cepat ia menyongsong ke depan dan berseru.
"Teng-sute...!"
Adik seperguruannya itu sedang digotong oleh anak buahnya dan agaknya begitu tiba di depan gedung
piauwkiok, adik seperguruannya itu roboh pingsan. Tidak aneh kalau melihat keadaannya yang demikian
mengerikan. Lengan kanannya buntung sebatas siku dan lehernya terluka mengeluarkan darah. Cepat orang
she Teng ini digotong masuk direbahkan di atas dipan dalam kamar. Setelah menerima perawatan, akhirnya
dia mengerang dan siuman. Luka di lehernya tidak membahayakan, hanya lengannya yang buntung itu benarbenar
mengerikan. Ketika ia menengok dan memandang suheng-nya duduk di situ menjaganya, ia mengeluh.
"Ahhh, Suheng..., untung siauwte masih hidup... dan dapat bercerita kepada Suheng..."
Tan Bu Kong menekan pundak sute-nya dan dengan terharu berkata, "Tenanglah, Sute dan ceritakan
perlahan-lahan dan seenaknya, engkau masih amat menderita...”
"Tidak, harus sekarang juga Suheng dengar. Gadis Mancu itu bukan manusia! Dia seperti iblis! Ketika aku
mengikuti keretanya, kusangka tidak ada yang tahu dan aku terus membayanginya sampai kereta itu berhenti
di luar kota raja di mana terdapat sebuah gedung peristirahatan yang mewah, entah punya siapa, yang jelas
tentu milik seorang pembesar Mancu. Diam-diam aku lalu menyelidik dan akhirnya aku dapat membekuk
seorang pelayan, kuseret keluar dan di bawah ancaman, dia mengaku bahwa gedung itu tempat peristirahatan
Puteri Nirahai yang katanya adalah puteri Kaisar Mancu dari selir. Akan tetapi pada saat itu juga, tiba-tiba
terdengar suara ketawa merdu dan gadis Mancu itu telah berada di situ tanpa kuketahui sama sekali. Dia
menyindir bahwa aku sejak tadi membayangi keretanya dan untuk kelancangan itu aku harus dihukum. Aku
menyatakan bahwa sebagai pimpinan piauwkiok, aku wajib mengetahui alamat pengirim barang. Dia tidak
peduli dan minta supaya aku membuntungi lengan kananku dengan pedang sendiri!"
“Ah..., terang dia bersikap tidak baik terhadap kita!" kata Tan Bu Kong marah.
"Bukan hanya tidak baik, bahkan telah direncanakannya, Suheng! Aku tentu saja tidak mau dan hendak pergi,
akan tetapi aku selalu terguling roboh setiap kali tangannya bergerak mendorongku. Agaknya dia memiliki
sinkang yang luar biasa dan dengan pukulan jarak jauh selalu merobohkan aku setiap aku hendak pergi. Aku
menjadi marah, mencabut pedang dan menyerang gadis penjajah laknat itu!" Muka Teng Lok menjadi merah
karena ia masih penasaran dan marah terhadap gadis bangsa Mancu itu.
"Lalu bagaimana, Sute?"
"Dia lihai sekali. Entah bagaimana aku sendiri tidak tahu, tiba-tiba pedangku telah dirampasnya dan di lain saat,
lenganku telah terbabat buntung dan leherku terluka. Hanya dengan mengandalkan ginkang saja aku dapat
melarikan diri untuk melapor kepadamu, Suheng."
Pucat wajah Tan Bu Kong, pucat karena kaget dan marah. Dia maklum akan gawatnya persoalan. Andai kata
gadis itu bukan puteri Mancu, apa lagi puteri kaisar sendiri, tentu dia akan mengerahkan tenaga untuk
mendatangi dan membalas semua ini. Akan tetapi gadis itu adalah puteri Mancu, kalau diganggu, tentu berarti
merupakan perang terbuka menentang Pemerintah Mancu dan hal ini akan menyeret pula Hoa-san-pai!
“Itu belum semua, Suheng," kata pula Teng Lok sambil memandang wajah suheng-nya yang berkerut. "Ketika
aku lari, aku tahu bahwa jika dia menghendaki, tentu dia akan dapat mengejar dan membunuhku. Akan tetapi
dia hanya tertawa dan mengatakan bahwa kita harus bersiap-siap menanti serbuan orang-orang Siauw-lim-pai.
Entah apa maksudnya, akan tetapi aku khawatir sekali, Suheng. Gadis itu seperti iblis betina dan entah
pekerjaan terkutuk apa yang sedang dia lakukan..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hemmm..., tentu ada hubungannya dengan peti-peti itu. Baik kita tunggu saja dan engkau beristirahatlah, Sute
sambil merawat diri. Kelak, karena kini lenganmu buntung, tentu Suhu akan dapat memberi ilmu yang khusus
untukmu. Sementara ini aku akan memperkuat penjagaan, bersiap menanti datangnya bahaya yang terasa
benar olehku sedang mengancam kita."
Semenjak sore hari itu sampai tiga hari tiga malam lamanya Tan Bu Kong makin gelisah. Duduk salah berdiri
pun tak enak, makan tak sedap tidur tak nyenyak, dan selalu menanti-nanti kembalinya rombongan sute-nya
yang pergi mengawal dua buah peti itu ke selatan.
Dapat dibayangkan betapa terkejut hatinya ketika pada suatu sore, sepekan kemudian, rombongan anak
buahnya berlari-lari datang dengan wajah kusut, tanpa membawa kereta piauwkiok dan tanpa dipimpin oleh
dua orang sute-nya yang bertugas mengantar dua buah peti itu. Tan-piauwsu membentak para anak buahnya
yang bercerita simpang-siur dan amat gaduh, lalu memerintahkan seorang yang tertua di antara mereka untuk
menceritakan semua pengalamannya.
Piauwsu tua itu bercerita sambil mencucurkan air mata, menceritakan semua peristiwa yang terjadi, betapa
kereta mereka dihadang oleh serombongan anak murid Siauw-lim-pai yang hendak memaksa membuka dua
buah peti itu, kemudian betapa mereka bertanding melawan anak-anak murid Siauw-lim-pai dan munculnya
seorang pemuda aneh yang rambutnya riap-riapan bersama seorang dara remaja jelita yang secara
mengerikan telah merobohkan dan menewaskan tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai, kemudian betapa
muncul seorang gadis anak murid Siauw-lim-pai yang lihai dan yang membuka dua buah peti dengan secara
paksa.
"Dibuka? Apa isinya...?" Tan-piauwsu bertanya dengan suara keras saking tegang hatinya.
"Isinya adalah dua mayat manusia, mayat dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam...”
"Hayaaa...!!!" Tan Bu Kong mencelat bangun dari kursinya dengan muka pucat sekali. “Celaka...!"
Piauwsu itu lalu melanjutkan ceritanya. Betapa gadis murid Siauw-lim-pai itu menyerang Si Pemuda aneh
namun dapat dikalahkan dan kemudian gadis itu membawa pergi jenazah-jenazah dalam peti dan jenazah
para anak murid Siauw-lim-pai. Kemudian dengan suara terengah-engah dia menceritakan betapa pemuda
aneh itu menjadi marah kepada para piauwsu, dan dengan sekali gerakan telah membunuh Lie Cit San dan Ok
Sun!
"Ahhh! Siapakah pemuda yang ganas dan kejam itu?" Tan-piauwsu berseru dengan alis berdiri.
"Entahlah, kami hanya mendengar gadis murid Siauw-lim-pai yang lihai itu mengenalnya dan pemuda itu
malah menyebut Suci kepada murid Siauw-lim-pai itu, dan gadis itu menyebut namanya Han Han..."
Akan tetapi, biar pun kedua orang sute-nya tewas, hal ini tidak mengurangi kekhawatiran hati Tan-piauwsu dan
kemarahannya terhadap Si Puteri Mancu. Sebagai seorang yang berpengalaman, tahulah dia bahwa pihaknya,
yaitu Pek-eng-piauwkiok yang tentu saja dapat juga dianggap mewakili Hoa-san-pai, telah diadu domba secara
licin dan keji sekali oleh Puteri Mancu yang lihai itu! Pantas saja puteri itu menyindir kepada sute-nya, Teng
Lok bahwa Hoa-san-pai harus bersiap-siap untuk menghadapi penyerbuan Siauw-Hm-pai!
Kini jelaslah sudah bahwa dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu, kedua orang dari Siauw-lim Chit-kiam, telah
dibunuh oleh puteri Mancu yang kemudian memasukkan dua jenazah itu ke dalam peti dan sengaja menyuruh
Pek-eng-piauwkiok mengawalnya ke selatan. Dan ia dapat menduga pula bahwa tentu pihak Siauw-lim-pai
secara diam-diam diberi tahu oleh puteri iblis itu sehingga mereka menghadang kereta dan minta lihat isi peti!
Hal ini kalau dipikirkan amat sederhana, sebuah tipu muslihat yang mudah, akan tetapi betapa kejinya! Tentu
saja pihak Siauw-lim-pai berkeyakinan bahwa dua orang tokoh mereka itu terbunuh oleh Hoa-san-pai dan tentu
akan timbul dendam dan bentrokan hebat antara kedua partai besar ini.
Tan-piauwsu termenung. Si pembuat urusan ini adalah puteri Mancu itu, tak salah lagi, sungguh pun ia bergidik
kalau mengingat betapa dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam sampai dapat terbunuh! Padahal dia tahu
dunia-kangouw.blogspot.com
bahwa Siauw-lim Chit-kiam adalah tujuh orang tokoh Siauw-lim-pai yang sakti, yang memiliki tingkat ilmu
kepandaian amat hebatnya, masing-masing merupakan tokoh Siauw-lim-pai tingkat tiga!
Kalau biang keladinya adalah puteri Mancu, dan yang menjadi korban adalah Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai,
dua buah partai yang menentang Mancu, maka mudah saja diduga sebabnya! Tentu pihak Pemerintah Mancu
sengaja mengadu domba Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai agar dua partai yang memusuhi Mancu ini menjadi
lemah dan saling gempur sendiri. Dan hal ini amatlah berbahaya!
Malam hari itu juga Tan Bu Kong menyuruh seorang sute-nya untuk pergi ke Hoa-san, miengabarkan peristiwa
hebat ini kepada pimpinan Hoa-san-pai agar dapat mengambil langkah-langkah seperlunya untuk-mencegah
terjadinya pertentangan hebat antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai yang akan timbul sebagai akibat taktik
adu domba yang amat keji itu. Juga mengundang tokoh-tokoh sakti Hoa-san-pai untuk diajak mengambil
tindakan terhadap puteri Mancu yang amat sakti dan aneh itu.
Dia maklum bahwa dia sendiri takkan mungkin dapat mengalahkan puteri Mancu yang telah berhasil
membunuh dua orang sakti seperti dua di antara Siauw-lim Chit-kiam. Atau, andai kata bukan puteri itu yang
membunuh, karena dia masih tidak percaya seorang puteri remaja seperti itu akan sanggup membunuh dua di
antara Siauw-lim Chit-kiam, tentu ada orang sakti di belakang puteri itu yang tentu akan melindungi Sang
Puteri.
Pada keesokan harinya, tanpa disangka-sangka muncullah seorang pemuda tinggi besar yang gagah dan
tampan bersama seorang gadis baju kuning yang cantik manis. Kedatangan dua orang ini sedikit menghibur
hati Tan Bu Kong karena mereka itu, biar pun terhitung sute dan sumoi-nya, namun murid-murid dari supeknya
ini memiliki ilmu kepandaian yang jauh melampauinya!
Sute-nya itu adalah seorang pemuda yang tampan dan tinggi besar, usianya dua puluh tahun lebih, gerakgeriknya
halus, wajahnya periang dan peramah, tetapi sesungguhnya dia inilah pendekar muda Hoa-san-pai
yang berjuluk Hoo-san Gi-hiap (Pendekar Budiman dari Hoa-san)! Ada pun gadis cantik manis berusia antara
delapan belas tahun itu pun bukan sembarang orang karena dialah tokoh kang-ouw yang amat terkenal yang
berjuluk Hoa-san Kiam-li (Dewi Pedang Hoa-san)! Biar pun masih muda, dua orang pendekar Hoa-san ini telah
membuat nama besar dengan perbuatan-perbuatan mereka yang menggemparkan dalam membela kebenaran
dan keadilan.
Ketika melihat wajah suheng mereka yang keruh, pemuda dan dara ini cepat bertanya apa yang terjadi
sehingga menyusahkan hati Tan-piauwsu.
"Kami berdua menerima pesan Suhu untuk datang membantu usaha Suheng menghimpun orang-orang gagah
yang bergerak menentang kekuasaan penjajah Mancu," kata pemuda tampan itu. "Mengapa Suheng kelihatan
tidak bersemangat dan berduka?”
Dapat dibayangkan betapa kaget hati dua orang muda perkasa itu ketika tiba-tiba Tan-piauwsu mengeluh,
menarik napas panjang dan matanya menjadi basah dengan air mata! Suheng mereka, yang gagah perkasa
dan banyak pengalaman di dunia kang-ouw itu menangis! Tentu terjadi sesuatu yang amat hebat!
"Sute dan Sumoi, kedatangan kalian ini merupakan cahaya penerang bagi hatiku yang sedang gelap, akan
tetapi aku membutuhkan bantuan para Locianpwe, para Susiok dan Suhu kita di Hoa-san-pai karena tanpa
mereka, kiranya sukar untuk membikin terang perkara yang amat gelap in!" Tan Bu Kong lalu menceritakan
semua peristiwa yang terjadi semenjak puteri Mancu itu menitipkan dua buah peti untuk dikirim ke selatan.
Mendengar semua itu, Hoa-san Gihiap mengepalkan tinjunya. "Ah, jelas Puteri Mancu itulah yang mengatur
semua rencana terkutuk itu! Biarlah aku akan pergi menangkapnya, kemudian menyeretnya ke Siauw-lim-pai,
memaksanya mengaku akan semua perbuatannya. Hanya dengan jalan itu semua perkara dapat dlbereskan,
Suheng."
"Betul pendapat Wan-suheng!" kata Hoa-san Kiam-li penuh semangat. "Biar aku membantu Wan-suheng
menangkap iblis betina yang palsu itu!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Tan Bu Kong mengangkat tangan dan menggeleng kepala. "Bukan aku kurang percaya akan kesanggupan
Sute dan Sumoi, akan tetapi sungguh sembrono sekali kalau hal itu dilakukan. Pertama, ada kemungkinan
puteri itu memiliki kelihaian yang amat luar biasa kalau benar dia yang membunuh dua orang dari Siauw-lim
Chit-kiam. Kelihaiannya telah dirasakan oleh Suheng kalian Teng Lok, akan tetapi akan lebih hebat lagi kalau
dia dapat membunuh dua orang Locianpwe dari Siauw-lim-pai itu. Selain itu, mungkin dia mempunyai kawankawan
yang berilmu tinggi dan hal ini tidak mengherankan kalau diingat betapa datuk-datuk besar golongan
hitam banyak yang menghambakan diri kepada penjajah Mancu. Hal itu saja sudah menjadi sebab yang harus
kita perhatikan dan sama sekali tidak boleh dianggap ringan. Ada lagi hal yang harus dipikirkan masak-masak
sebelum kalian mengambil keputusan untuk menangkap puteri itu. Dia adalah puteri dari Kaisar Mancu sendiri,
sungguh pun puteri selir namun kedudukannya amat tinggi sehingga kalau sampai dia kita tawan, tentu akan
timbul geger dan Hoa-san-pai tentu akan diserang secara terang-terangan oleh bala tentara Mancu. Dalam hal
ilmu kepandaian, tentu Sute dan Sumoi jauh melampaui aku, namun dalam hal pengalaman, aku jauh lebih tua
dan lebih banyak mengalami hal-hal yang sulit. Sebaiknya Sute dan Sumoi secara diam-diam melakukan
penyelidikan terhadap Puteri itu. Tentu saja kalian harus berhati-hati, jangan sampai terjadi hal yang menimpa
diri Sute Teng Lok. Cukup kalau Sute dan Sumoi mengetahui latar belakang puteri itu, apakah ada orangorang
sakti di sana, dan siapa sesungguhnya puteri yang aneh dan lihai itu."
Mau tidak mau kedua orang muda perkasa itu harus tunduk dan merasa kagum akan pandangan yang luas
dari suheng mereka itu. Mereka menyanggupi dan pertemuan antara murid-murid seperguruan itu dilanjutkan
dengan makan minum dalam suasana prihatin.
"Sebaiknya Sute dan Sumoi melakukan penyelidlkan di waktu siang saja agar tidak berbahaya. Kita menanti
kembalinya utusanku ke Hoa-san. Setelah para Locianpwe dari Hoa-san tiba, barulah kita mengambil
keputusan berdasarkan pendapat beliau-beliau itu agar sepak terjang kita tidak simpang-siur." Demikian pesan
Tan Bu Kong yang dipatuhi oleh dua orang adik seperguruannya.
Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali dua orang muda perkasa itu sudah meninggalkan piauwkiok dan
melakukan penyelidikan ke tempat yang ditunjuk oleh Teng Lok, yaitu di luar kota raja yang tidak begitu jauh
dari situ, hanya dalam jarak perjalanan seperempat hari saja.
Pada sore harinya menjelang senja, selagi Tan-piauwsu dan para anak buahnya duduk menanti kedua orang
sute-nya itu, juga menanti berita dari Hoa-san, tiba-tiba muncul dua orang muda di depan pintu gerbang
piauwkiok. Melihat mereka ini, para pengawal yang tempo hari ikut mengawal dua peti jenazah menjadi pucat
dan gugup. Ada yang berbisi-bisik.
“Dia datang…! Dia datang...!!”
Ketika Tan Bu Kong menengok dan melihat seorang pemuda yang berambut panjang riap-riapan, berwajah
tampan dan aneh, sinar matanya tajam sekali dengan sikap tenang muncul di depan pintu menggandeng
tangan seorang dara remaja yang cantik jelita, kemudian mendengar suara orang-orangnya, hatinya berdebar
dan ia dapat menduga bahwa tentu inilah pemuda aneh yang telah membunuh tujuh orang murid Siauw-lim-pai
dan membunuh pula dua orang sute-nya, yaitu Lie Cit San dan Ok Sun. Sejenak Tan-piauwsu terbelalak
keheranan, sama sekali tidak mengira bahwa orang yang dikabarkan amat aneh dan amat lihai itu hanyalah
seorang pemuda remaja yang kelihatannya terlalu tenang dan terlalu lemah, bahkan terlalu sederhana
mendekati tidak normal! Yang membiarkan rambutnya terurai seperti itu biasanya hanyalah kaum pertapa yang
tidak peduli lagi akan keadaan dirinya!
"Apakah di sini Pek-eng-piauwkiok?" Han Han, pemuda itu, bertanya sambil memandang ke arah Tan-piauwsu
yang baru muncul dari dalam dengan langkah lebar.
Tan Bu Kong mengangkat kedua tangan depan dada sebagai penghormatan sambil menjawab, "Benar, di sini
adalah kantor Peng-eng-piauwkiok. Kalau Siauw-enghiong (Pemuda Gagah) ada keperluan, silakan masuk,
kita bicara di dalam!"
Betapa pun juga, Han Han yang sudah hafal akan sopan santun dan belajar tentang kebudayaan dan
kesusastraan semenjak kecil, menjadi kikuk juga dan terpaksa ia pun membalas dengan mengangkat kedua
tangan depan dada sambil melangkah masuk, diantar oleh tuan rumah memasuki ruangan dalam yang luas. Di
belakang Tan-piauwsu, para pengawal mengikuti dengan wajah tegang. Teng Lok masih beristirahat di dalam
dunia-kangouw.blogspot.com
kamarnya dan di situ hanya terdapat empat orang sute Tan-piauwsu yang tingkat kepandaiannya belum dapat
diandalkan, sungguh pun tentu saja sebagai murid-murid Hoa-san-pai jauh lebih lihai dari pada semua
pengawal yang bekerja di Pek-eng-piauwkiok.
"Siauw-enghiong dan Lihiap, silakan duduk," kata Tan-piauwsu.
Akan tetapi Han Han tetap berdiri dan Lulu juga berdiri karena melihat kokonya tidak duduk. Gadis ini hanya
memandang ke kanan kiri, mengagumi perabot rumah yang biar pun tidak seindah perabot di Istana Pulau Es,
namun jauh berbeda. Han Han berkata dengan kening dikerutkan.
"Harap tidak usah repot-repot karena saya datang untuk mencari pemimpin Pek-eng-piauwkiok."
Tan-piauwsu memandang tajam, lalu menjawab, “Saya Tan Bu Kong adalah pemimpin Pek-eng-piauwkiok.
Enghiong siapakah dan ada keperluan apa mencari saya?" Sebagai seorang yang berpengalaman, piauwsu ini
tidak langsung menyatakan mengenai pemuda ini, melainkan pura-pura bertanya akan maksud kedatangan
pemuda itu yang memang belum dapat diduganya.
"Bagus sekali! Jadi engkau pemimpin piauwkiok ini? Tan-piauwsu, tidak perlu main sandiwara lagi! Tentu
orang-orangmu telah menceritakan betapa aku telah membunuh kedua orang pembantumu. Engkau tentu
yang bertanggung jawab tentang pengiriman dan pembunuhan dua orang tokoh Siauw-lim-pai, dua orang di
antara Siauw-lim Chit-kiam. Karena itu, aku datang untuk membunuhmu sebagai tebusan kejahatanmu.
Bersiaplah!" Han Han sudah bergerak hendak memukul.
"Nanti dulu, Siauw-enghiong! Yang kau bunuh itu adalah dua orang Sute-ku, justru aku ingin bertanya
mengapa engkau membunuh mereka? Dan mengapa pula engkau hendak membunuhku?”
"Sudah jelas, kalian telah membunuh dua orang dari Siauw-lim Chit-kiam dan memasukkan jenazah mereka
dalam peti. Karena salah sangka, aku membantu orang-orangmu dan kesalahan tangan membunuh orangorang
Siauw-lim-pai. Engkaulah yang bertanggung jawab. Aku bukan algojo, tukang bunuh orang tanpa sebab,
maka engkau yang menjadi biang keladinya harus menebus dosa!" Setelah berkata demikian, Han Han
menggerakkan tangan kirinya melakukan pukulan dengan jari tangan terbuka.
"Wesssss...!" Angin pukulan yang amat dingin menyambar.
Tan-piauwsu mengenal tenaga sakti yang menyambar ganas. Ia berseru kaget dan cepat ia meloncat ke kanan
untuk mengelak. Sebuah meja yang berdiri dua meter di belakangnya menggantikannya kena sambaran
tenaga pukulan itu dan pecah berantakan, terlempar sampai jauh!
Tan Bu Kong merasa ngeri, dan cepat ia melompat mundur sambil berseru, "Nanti dulu, Siauw-enghioog! Aku
sama sekali tidak mengerti tentang jenazah-jenazah itu. Bukan kami yang bertanggung jawab, kami pun
terperosok dalam perangkap musuh..."
“Sudah ada bukti hendak menyangkal lagi? Koko, orang ini pintar mainkan lidah, jangan kena dibohongi. Sikat
saja!” kata Lulu yang ingin agar urusan ini cepat selesai sehingga ia dapat mengajak kakaknya mencari Lauw
Sin Lian agar dapat ia bertanya tentang musuh besarnya, ayah dari gadis itu.
Han Han juga berpendapat seperti Lulu. Sudah jelas buktinya bahwa peti-peti yang berisi jenazah itu diangkut
oleh Pek-eng-piauwkiok, dan jelas pula bahwa ketika orang-orang Siauw-lim-pai minta supaya peti-peti itu
dibuka, para pengawal Pek-eng-piauwkiok rnencegahnya mati-matian. Andai kata bukan orang Siauw-lim Chitkiam,
setidaknya Pek-eng-piauwkiok tentu bersekutu untuk merahasiakannya.
"Tidak perlu banyak cakap lagi!" katanya karena hatinya amat kesal kalau ia teringat betapa ia telah
membunuh tujuh orang Siauw-lim-pai yang tidak berdosa dan karenanya Sin Lian, gadis yang dahulu amat
baik terhadap dirinya, yang telah berkali-kali menolongnya, dan yang dengan rajin sekali memberi petunjukpetunjuk
kepadanya ketika ia mula-mula berlatih silat, menjadi marah-marah dan membenci kepadanya.
Ia memukul lagi dengan tangan kirinya. Sejak tadi Tan-piauwsu sudah siap sedia, dan melihat gerakan
pemuda aneh itu ia maklum betapa pemuda itu gerakannya kaku namun memiliki hawa sakti yang
dunia-kangouw.blogspot.com
menggiriskan. Sebab itu begitu tangan kiri Han Han bergerak, ia telah berkelebat cepat, mempergunakan
ginkang-nya meloncat tinggi dan melewati tubuh Han Han sambil mengayun tangan menotok pundak pemuda
itu. Tan Bu Kong berjuluk Hoa-san Pek-eng (Garuda Putih dari Hoa-san), dan julukan ini saja menunjukkan
bahwa dia dapat bergerak tangkas dan cepat seperti seekor burung garuda putih. Kecepatannya yang luar
biasa ini membuat Han Han tak dapat menghindarkan totokan sehingga dua jari tangan piauwsu itu dengan
keras menotok pundaknya.
"Dukkk!"
"Aduhhhhh...!" Bukan Han Han yang mengaduh, melainkan Tan-piauwsu sendiri karena tulang kedua jari
tangannya hampir patah ketika ia menotok pundak yang keras dan panas seperti besi membara!
Han Han menjadi marah, lalu memutar tubuhnya sehingga kedua kakinya bersilang, tangan kanan diayun ke
depan mendorong ke arah tubuh Tan-piauwsu yang baru saja turun ke atas lantai.
"Aihhh...!!" Tan Bu Kong cepat meloncat lagi ke atas.
"Byarrr...!!" Pukulan tangan kanan Han Han mengandung tenaga sakti Yang-kang, dan karena pukulannya
dielakkan maka hawa pukulannya terdorong terus menghantam tiang balok besar. Separuh dari tiang kayu itu
rontok dan mengepulkan asap, sebagian besar gosong seperti terbakar api!
Tan-piauwsu dan para sute-nya yang menyaksikan kehebatan pukulan ini menahan napas dan mereka telah
bersiap-siap untuk mengeroyok. Namun Han Han tidak mempedulikan mereka, terus mengejar Tan-piauwsu
yang mempergunakan gerakan-gerakan ginkang untuk menghindarkan diri dari setiap pukulan jarak jauh.
Betapa pun cepat gerakan Tan-piauwsu, ternyata gerakan Han Han yang memiliki tingkat sinkang jauh lebih
kuat masih menang cepat! Pemuda ini mulai meloncat-loncat pula sehingga dalam belasan kali serangan saja,
Tan-piauwsu telah kehilangan lubang untuk mengelak, sehingga ketika ia untuk ke sekian kalinya meloncat ke
atas untuk menghindarkan diri, ia kurang cepat dan pundak kirinya masih terkena sambaran hawa sakti dari
dorongan tangan kiri Han Han. Biar pun tidak tepat kenanya, hanya diserempet saja, namun tubuh Tanpiauwsu
terguling dan dia menggigil karena kedinginan. Namun piauwsu yang sudah banyak pengalaman ini
masih sempat mencegah sute-sute-nya dengan teriakan.
"Sute, mundur semua!" Dan ia sendiri lalu meloncat ke atas karena dorongan tangan kanan Han Han telah
menyusulnya.
"Desssss!"
Lantai menjadi berlubang dan mengepulkan asap ketika terkena sambaran hawa yang keluar dari tangan
kanan pemuda sakti itu. Ia mulai merasa penasaran dan ketika ia hendak menerjang tubuh Tan-piauwsu yang
masih melambung itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang yang cepat sekali gerakannya, kemudian tahu-tahu
tubuh Tan-piauwsu telah disambar orang itu sehingga kembali pukulan Han Han luput!
Ternyata yang datang dan sempat menolong Tan-piauwsu dari bahaya maut itu adalah seorang pemuda
tampan sekali, bertubuh tinggi besar dan di belakangnya berdiri seorang gadis cantik yang telah mencabut
pedang dan sikap kereng berdiri memandang Han Han..
Pemuda itu adalah Hoa-san Gi-hiap dan gadis itu bukan lain adalah sumoi-nya, Hoa-san Kiam-li. Mereka
berdua baru saja pulang dari penyelidikan mereka ke gedung tempat tinggal puteri Mancu. Ketika memasuki
piauwkiok, mereka melihat pertandingan itu dan terkejut sekali menyaksikan suheng mereka terancam bahaya.
Hoa-san Gi-hiap yang tingkat kepandaiannya lebih tinggi dari pada Tan-piauwsu, sekali pandang saja maklum
bahwa pemuda rambut panjang itu memiliki sinking yang luar biasa sekali dan bahwa untuk menolong suhengnya,
jalan satu-satunya hanya menyambar tubuhnya dan membawanya pergi. Maka ia cepat meloncat,
menggunakan ginkang-nya dan untung ia tidak terlambat sehingga Tan-piauwsu terhindar dari bencana maut.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Siapakah engkau yang datang membikin kacau di sini?" Hoa-san Gi-hiap menegur setelah ia menurunkan
tubuh Tan Bu Kong yang segera bersila di lantai sambil mengatur napas untuk melawan hawa dingin yang
menerobos masuk melalui pundaknya.
"Hemmm, dan kau sendiri siapa berani berlancang tangan mencampuri urusan orang lain?" Han Han juga
menegur.
Dua orang muda itu berhadapan, saling memandang dengan sinar mata tajam. Mereka sama tinggi, hanya
Han Han kalah gemuk karena dia memang agak kurus, sama tampan dan usia mereka pun agaknya sebaya.
Para murid Hoa-san-pai dan para pengawal memandang dengan hati tegang. Pemuda rambut riap-riapan itu
lihai sekali, akan tetapi mereka pun maklum bahwa pemuda tokoh Hoa-san-pai itu memiliki ilmu kepandaian
yang jauh melampaui tingkat Tan-piawsu sendiri. Juga Hoa-san Kiam-li amat lihai sehingga dengan adanya
dua orang muda itu, hati mereka menjadi lega.
Han Han dan jago muda Hoa-san-pai itu masih saling berpandangan, tidak menjawab pertanyaan masingmasing
yang sama maksudnya. Akan tetapi pandang mata mereka kini berubah, tidak lagi penuh penasaran
dan kemarahan seperti tadi, melainkan penuh keheranan, keraguan dan menduga-duga.
"Ya Tuhan...! Bukankah kau... kau Sie Han? Yang dahulu disebut Han Han, jembel baik budi yang membagibagi
roti?" Hoa-san Gi-hiap berseru penuh keheranan.
"Dan kau..., jembel cilik nakal, kau Wan Sin Kiat yang dahulu kepingin menjadi perwira! Benarkah?" teriak Han
Han.
Dua orang muda itu saling pandang, kemudian tertawa bergelak lalu saling tubruk, saling rangkul sambil
tertawa-tawa! Semua orang yang berada di situ memandang dengan mata terbelalak. Mereka tertegun dan
hanya dapat mernandang dua orang muda yang tadinya diharapkan akan bertanding dengan hebat kini malah
berpelukan dan tertawa-tawa itu.
"Koko, siapakah dia ini? Jembel cilik nakal? Kawan jembelmu di waktu kecil? Wah, ketika aku dahulu menjadi
jembel cilik, aku tidak punya sahabat baik!" kata Lulu yang menghampiri mereka.
Han Han masih tertawa-tawa ketika ia melepaskan rangkulannya dari pundak Sin Kiat atau Hoa-san Gi-hiap itu.
Ia lalu menoleh kepada adiknya.
"Lulu, dia ini bernama Wan Sin Kiat, sahabat baikku, seorang jantan tulen! Sin Kiat, ini Adikku, namanya Lulu.
Manis, ya?"
Sin Kiat yang tentu saja tidak biasa dengan sikap tulus wajar seperti itu menjura kepada Lulu dengan muka
merah. Jantungnya terasa seperti copot tersendal ke luar oleh sinar mata yang menyorot dari sepasang mata
yang seperti bintang kembar itu. Ia menahan napas karena harus ia akui bahwa selama hidupnya belum
pernah ia bertemu dengan seorang dara sejelita ini. Dan dara ini adik Han Han!
Setelah menjura dengan hormat tanpa dibalas oleh Lulu yang hanya memandang kagum melihat wajah
tampan dan sikap halus ramah itu, Sin Kiat menoleh kepada sumoi-nya yang juga sudah menghampiri mereka.
"Han Han, dia adalah Sumoi-ku, namanya Lu Soan Li. Sumoi, inilah Sie Han, sahabat baikku di waktu kecil!"
Han Han masih ingat untuk melakukan penghormatan dengan merangkap kedua tangan di depan dada, akan
tetapi mulutnya langsung menyatakan isi hatinya tanpa disadarinya,
"Nona cantik sekali!"
Lu Soan Li menjadi merah mukanya, semerah udang direbus, sedangkan semua orang mendengarkan sambil
menahan napas. Namun ternyata Soan Li tidak marah, hanya tersenyum dan membalas penghormatan Han
Han.
"Sute! Apa artinya ini? Dia... dia sahabatmu?" Tiba-tiba Tan Bu Kong menegur dan piauwsu ini sudah dapat
berdiri, memandang dengan mata terbelalak penuh rasa heran dan penasaran.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sin Kiat teringat akan suheng-nya. "Suheng, dia ini Sie Han, sahabatku. Han Han, dia ini Tan-suheng. Eh,
mengapa kau tadi bertempur melawan Suheng? Kau hebat bukan main, untung aku keburu datang.
Kenapakah kau memusuhi Suheng-ku yang baik hati ini?"
Alis Han Han berkerut. "Ah, dia Suheng-mu, Sin Kiat? Hemmm, sungguh-sungguh tidak menyenangkan sekali.
Harap kau ingat akan persahabatan kita dan jangan mencampuri urusan ini. Aku datang hendak membunuh
orang jahat ini!"
"Eh, apa artinya ini? Han Han, mengapa begitu?"
"Sute, mengapa engkau begini lemah? Biar pun di waktu kecil sahabat, akan tetapi sekarang dia musuh besar
kita! Dia seorang kejam yang telah membunuh kedua Suheng-mu Lie Cit San dan Ok Sun!"
Sin Kiat dan Soan Li melangkah mundur sampai tiga tindak dengan muka pucat. Apa lagi Sin Kiat, dia
terheran-heran dan sejenak menjadi bingung mendengar keterangan yang baginya seperti halilintar
menyambar ini. "Han Han! Benarkah itu? Engkau yang membunuh dua orang Suheng-ku yang mengawal
kereta?"
Han Han mengangguk. "Benar, Sin Kiat. Dan aku akan membunuh Tan-piauwsu ini pula, harap engkau jangan
mencampurinya!"
Dengan wajah pucat Sin Kiat memandang sahabatnya di waktu kecil itu. "Han Han, benarkah engkau menjadi
begini kejam sekarang? Ceritakan mengapa engkau membunuh dua orang Suheng-ku yang mengawal kereta
dan mengapa pula kau hendak membunuh Tan-suheng. Aku sudah mendengar penuturan para pengawal Pekeng-
piauwkiok, akan tetapi sepak terjangmu sungguh membuat aku tidak mengerti."
"Sin Kiat, bukan urusanmu. Minggirlah!"
"Tidak! Kalau kau tidak mau memberi penjelasan, lebih baik kau membunuh aku pula, dan tentu akan kucoba
melawanmu sekuatku."
Mereka berpandangan pula. Han Han menghela napas. "Engkau keras kepala seperti dulu! Aku membunuh
dua orang piauwsu itu karena mereka jahat, mereka menyembunyikan jenazah dua orang dari Siauw-lim Chitkiam
dalam kereta, melarang orang-orang Siauw-lim-pai melihat jenazah, sehingga aku menjadi tertipu pula,
membantu mereka dan kesalahan tangan membunuh tujuh murid Siauw-lim-pai yang tidak berdosa. Karena itu
aku membunuh dua orang piauwsu itu dan kini aku akan membunuh pula Tan-piauwsu yang sebagai
pemimpin menjadi biang keladi utama!"
Sin Kiat mengangkat tangannya. "Wah, semua adalah kesalah-pahaman yang amat besar! Semua adalah
sahabat-sahabat, baik antara Siauw-lim-pai dengan Hoa-san-pai, mau pun antara engkau pribadi dengan kami.
Kita semua telah menjadi korban perbuatan terkutuk, korban tipu muslihat yang dipasang oleh puteri Mancu
yang lihai itu. Tan-suheng, Han Han tidak dapat dipersalahkan telah membunuh Lie-suheng dan Ok-suheng
setelah dia membantu mereka menghadapi orang-orang Siauw-lim-pai. Han Han, akulah yang menanggung
bahwa kami semua, terutama Tan-suheng, sama sekali tidak bersalah dalam urusan dua jenazah dalam peti.
Mari kita bicara dan dengarlah penuturanku."
Sin Kiat menggandeng tangan Han Han, menariknya duduk menghadapi meja besar di ruangan itu. Lulu
mengikuti kakaknya, dan Soan Li juga mengikuti suheng-nya, kedua orang gadis ini tidak ikut bicara karena
maklum betapa tegangnya urusan antara mereka itu.
Setelah mereka mengambil tempat duduk, Wan Sin Kiat menceritakan semua peristiwa yang terjadi dari
semula. Ketika gadis Mancu yang ternyata adalah Puteri Nirahai seperti yang dia ketahui dari hasil
penyelidikannya hari itu, mendatangi Pek-eng-piauwkiok mengirimkan dua buah peti dengan biaya mahal
namun dengan janji takkan dibuka dan apa bila tidak sampai di tempatnya, Pek-eng-piauwkiok akan dibasmi
dan dianggap pemberontak.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Kami tidak mungkin dapat menolak permintaannya yang luar biasa itu, Sie-enghiong," Tan-piauwsu
memotong cerita sute-nya, "karena mengingat bahwa dia itu adalah seorang puteri Kaisar sehingga apa bila
kami menolak, tentu kami akan dicap menentang pemerintah. Dan sebagai orang-orang gagah yang
memegang teguh janji, tentu saja para pembantuku tidak mau membuka peti-peti itu, biar pun dengan taruhan
nyawa karena hal itu telah menjadi tugas mereka. Kalau saja kami tahu bahwa isi dua buah peti adalah
jenazah manusia, apa lagi jenazah kedua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam yang terkenal, biar dihukum mati
sekali pun tentu saja kami tidak sudi menerima permintaan puteri iblis itu."
Wan Sin Kiat lalu melanjutkan ceritanya tentang pengawal kereta yang dihadang oleh anak-anak murid Siauwlim-
pai, juga tentang suheng-nya, Teng Lok yang membayangi Puteri Nirahai dan kemudian terbuntung
lengannya. Ia menutup penuturannya dengan kata-kata, "Nah, kau kini mengerti Han Han, bahwa peristiwa ini
sama sekali bukanlah kesalahan pihak kami, juga terutama sekali bukan kesalahan Tan-piauwsu. Semua ini
tentu telah diatur oleh puteri iblis itu yang sengaja hendak mengadu domba antara pihak Hoa-san-pai dan
pihak Siauw-lim-pai. Siasat kejinya itu pasti akan berhasil baik dan kedua pihak tentu melakukan pertandingan
saling membunuh dalam hutan itu kalau saja tidak muncul engkau yang mengacaukan semua rencana keji itu.
Akan tetapi biar pun mengacau, tetap saja merugikan kedua pihak karena engkau yang masuk pula dalam
perangkap telah membunuh tujuh anak murid Siauw-lim-pai dan dua orang murid Hoa-san-pai. Keadaan ini
gawat sekali, Han Han. Betapa pun juga, pihak Siauw-lim-pai tentu tidak mau menerima kematian tujuh orang
murid mereka sebagai tambahan kematian dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam. Bagi mereka hal itu
merupakan mala petaka hebat dan tentu saja semua kesalahan ditimpakan kepada Hoa-san-pai karena
engkau sendiri pun tentu dianggap seorang dari Hoa-san-pai, atau setidaknya menjadi pembantu Hoa-sanpai."
Han Han bukan seorang bodoh. Setelah mendengar penuturan itu, ia segera dapat melihat dan mengerti.
Mudah saja diperkirakan bagaimana jalannya tipu muslihat yang licin itu. Hatinya merasa menyesal dan
kecewa sekali. Nasibnya benar-benar amat buruk. Dia telah membunuh tujuh orang murid Siauw-lim-pai yang
tidak berdosa karena salah sangka. Kemudian dalam marahnya oleh kesalahan tangan itu, ia membunuh pula
dua orang murid Hoa-san-pai yang ternyata kemudian tidak berdosa pula! Han Han mengerutkan keningnya,
menggeleng kepala dan berkata.
“Aahhh... kalau begitu semua kesalahan tertimpa di pundakku! Baik Siauw-lim-pai mau pun Hoa-san-pai tentu
menyalahkan aku karena aku telah membunuh anak murid mereka. Tan-piauwsu, harap kau maafkan
kekasaranku tadi." Ia bangkit menjura kepada Tan-piauwsu yang cepat membalas.
Piauwsu ini memandang kagum dan menghela napas karena selama hidupnya baru sekali ini ia bertemu
seorang pemuda yang demikian anehnya dan demikian kuat sinkang-nya. "Engkau juga tidak boleh terlalu
disalahkan, Sie-enghiong. Andai kata engkau tidak turun tangan dan terlibat dalam urusan ini, kurasa antara
Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai tetap saja akan terjadi pertentangan yang mungkin membawa akibat lebih
parah dan lebih berlarut-larut lagi."
Sejenak keadaan menjadi sunyi, semua orang tenggelam dalam lamunan masing-masing menghadapi urusan
yang amat tidak menyenangkan hati itu. Tiba-tiba terdengar suara Lulu.
"Wah, sialan benar, Koko! Kau membantu rombongan piauwsu ternyata salah tangan membunuh murid-murid
Siauw-lim-pai yang tak berdosa! Kemudian kau membunuh dua orang piauwsu untuk membela kematian
murid-murid Siauw-lim-pai dan ternyata yang kau bunuh itu juga tidak bersalah! Itulah kalau kau terlalu
bernafsu untuk menolong orang, Koko! Sekarang semua kesalahan ditimpakan kepadamu!"
Semua orang tertegun. Dara remaja yang cantik jelita ini bicaranya amat kasar, jujur dan tanpa sungkansungkan
lagi. Akan tetapi Sin Kiat memandang dengan mata kagum. Semenjak tadi, tiap kali ia memandang
Lulu jantungnya berdebar tidak karuan dan setiap gerak-gerik Lulu selalu menarik hatinya, bahkan ketika Lulu
mencela Han Han, ia tersenyum dan di dalam hati membenarkan dara ini seribu prosen!
Memang demikianlah kalau cinta kasih telah mencengkeram hati seorang pemuda. Apa pun yang dilakukan,
diucapkan dan dipikir dara yang dicintanya, selalu benar dan menarik hati! Tanpa disadarinya sendiri, sekali
bertemu dengan Lulu, Wan Sin Kiat pendekar muda Hoa-san-pai ini telah bertekuk lutut, hatinya jungkir-balik
dalam cengkeraman asmara.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Menurut pendapat saya, Saudara Sie tidaklah salah. Dia melakukan pembunuhan-pembunuhan itu dalam
pertempuran dan dengan dasar hendak berbuat baik. Pembunuhan atas diri tujuh orang murid Siauw-lim-pai
terjadi karena Saudara Sie mengira mereka itu perampok yang hendak mengganggu rombongan pengawal
Pek-eng-piauwkiok. Kemudian pembunuhan yang dia lakukan atas diri kedua orang Suheng kami pun didasari
pendapat bahwa mereka berdua itu amat jahat terhadap orang-orang Siauw-lim-pai. Hanya sayang sekali
bahwa Saudara Sie terlalu terburu nafsu. Andai kata tidak terburu nafsu dan agak sabar sambil meneliti
keadaan, belum tentu terjadi hal yang amat menyedihkan ini." Ucapan yang keluar dari mulut Lu Soan Li
terdengar sungguh-sungguh, pandang matanya yang ditujukan kepada Han Han penuh simpati dan
pembelaan.
Hal ini terasa pula oleh Han Han sehingga ia bangkit menjura kepada nona itu sambil berkata, "Nona Lu benarbenar
amat adil dan aku mengucapkan terima kasih, juga aku harus mengakui semua kelancanganku yang
telah mengakibatkan bencana ini. Biarlah akan kuhadapi semua akibatnya, bahkan aku akan menghadap
Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai untuk menerima hukuman kalau perlu!"
Jawaban ini memancing keluar sinar mata yang penuh kekaguman dari pandang mata Lu Soan Li. Seperti
halnya suheng-nya yang sekaligus tergila-gila kepada Lulu, gadis pendekar Hoa-san-pai ini pun amat tertarik
akan pribadi Han Han yang aneh dan penuh dengan sifat-sifat liar ganas namun gagah perkasa.
"Ah, engkau tidak boleh dipersalahkan, Han Han!" Tiba-tiba Wan Sin Kiat berkata. "Yang bersalah adalah
Puteri Nirahai yang seperti iblis betina itu! Aku bersama Sumoi sehari tadi pergi menyelidik dan mendapat
kabar bahwa dia itu adalah puteri selir Kaisar Mancu bernama Nirahai dan bahwa kini dia sedang pergi ke kota
raja; agaknya untuk melaporkan hasil muslihatnya kepada Kaisar. Terkutuk benar puteri Mancu itu. Dan orangorang
Mancu memang amat jahat, penjajah laknat yang sepatutnya dibasmi dari muka Bumi ini!" Dalam
kemarahan terhadap penjajah Mancu, Sin Kiat bangkit dari kursinya. Memang semua anak murid Hoa-san-pai
adalah patriot-patriot yang merasa marah melihat tanah air dijajah bangsa Mancu sehingga menimbulkan rasa
benci kepada bangsa Mancu.
Tiba-tiba semua orang, terutama sekali Sin Kiat sendiri, dikejutkan oleh bentakan Lulu yang sudah bangkit
berdiri pula kemudian bertolak pinggang. Matanya yang lebar memancarkan kemarahan, sepasang pipinya
menjadi merah sekali, mulutnya yang kecil cemberut, kepalanya bergerak-gerak sehingga rambut yang
dikepang dua itu bergoyang, satu di depan dada, yang lain di belakang punggung. Manis bukan main dalam
pandangan Sin Kiat, akan tetapi pada saat itu pemuda ini memandang terbelalak dengan kaget mendengar
bentakan Lulu.
"Eihhh…… eihhhhh..., seenaknya saja membuka mulut, ya?!" Telunjuk tangan kirinya diangkat menuding ke
arah hidung Sin Kiat, sedangkan tangan kanannya masih bertolak pinggang. "Wan Sin Kiat, apakah engkau
hendak menyamakan satu bangsa manusia dengan seladang gandum saja?"
Sin Kiat terbelalak heran. "Apa... apa... maksudmu, Nona...?" Baru sekali ini selama hidupnya, pendekar muda
yang biasanya lincah, ramah, tabah dan pandai bicara itu kehilangan akal dan menjadi gugup.
Lulu memandang tajam dengan sepasang matanya yang lebar dan indah sehingga Sin Kiat menjadi makin
bingung dan gugup, seolah-olah menjadi seorang pesakitan yang menghadapi jaksa penuntut. "Kalau ada
beberapa batang gandum yang busuk, orang menganggap seladang gandum itu busuk. Akan tetapi kalau ada
beberapa orang Mancu jahat, apakah patut kalau seluruh bangsa Mancu dianggap jahat semua? Kalau begitu,
karena aku mendengar bahwa banyak bangsa Han yang menjadi pengkhianat bangsa, semua bangsa Han
adalah pengkhianat, termasuk engkau! Dan aku tahu bahwa banyak sekali perampok bangsa Han, maka
semua bangsa Han adalah perampok, termasuk engkau! Ada pula bangsa Han yang jahat sekali maka semua
bangsa Han adalah jahat, terutama engkau! Begitukah pendapatmu??"
Muka Sin Kiat menjadi merah, kemudian pucat, dan dengan gugup ia berkata, "Tentu saja tidak, dan... ehhh,
itu lain lagi... akan tetapi... ahhh, mengapa kau marah-marah karena aku mencela bangsa Mancu yang
menjadi musuh kita, Nona?"
"Tentu saja marah! Kau mengatakan aku jahat dan patut dibasmi dari muka bumi, dan kau masih bertanya
mengapa aku marah? Hayo, kau basmilah aku! Kau kira aku takut padamu?” bibir itu bergerak mencela,
namun justru terlihat amat indah bagi yang Wan Sin Kiat yang dicelanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Han Han hanya memandang sambil tersenyum. Rasakan kau, Sin Kiat, pikirnya dengan hati geli. Rasakan kau
menghadapi adikku yang liar ini. Ketemu tanding kau!
"Eh, kapan aku mengatakan demikian, Nona? Bagaimana ini, Han Han?"
"Tak usah mencari pelindung! Dan seorang laki-laki tidak patut plin-plan, bicara mencla-mencle! Bukankah kau
tadi mengatakan bahwa semua bangsa Mancu jahat dan patut dibasmi dari muka bumi ini?"
"Benar demikian, akan tetapi tidak menyangkut dirimu, Nona...”
"Kau bilang semua bangsa Mancu dan kini mengatakan tidak menyangkut diriku? Aku seorang gadis Mancu,
tahukah engkau??"
“Aihhh...!" Sin Kiat terkejut sekali dan semua orang yang berada di situ pun terkejut, cepat bangkit berdiri
dalam keadaan siap siaga. Kalau gadis ini seorang Mancu, berarti bahwa rahasia Pek-eng-piauwkiok sebagai
anggota pejuang menjadi bocor!
"Hayo, siapa yang menganggap aku jahat dan patut dibasmi? Maju! Aku tidak takut!!" bentak Lulu dengan
mata dilebarkan dan sikap mengancam.
Lu Soan Li yang sejak tadi memperhatikan Han Han secara diam-diam dan melihat betapa pemuda rambut
terurai itu tersenyum-senyum geli, dapat lebih dulu menguasai hatinya. Ia melangkah maju dan memegang
pundak Lulu sambil berkata, "Aihhh, Adik Lulu yang baik, siapa sih yang mau memusuhimu? Suheng telah
salah bicara, apakah kau begini kejam untuk menekannya? Lihat, dia sudah amat menyesal dan kebingungan!"
Dengan muka merah Wan Sin Kiat lalu menjura. "Harap Nona Sie suka memaafkan mulutku yang lancang."
Lulu cemberut dan mengerling ke arah pemuda tinggi besar itu. "Habis, kau terlalu menghina sih...!”
Han Han tertawa, lalu berkata nyaring setelah menyaksikan ketegangan membayang di wajah semua orang
yang hadir, "Tak perlu disembunyikan, memang Adikku ini adalah seorang gadis Mancu, akan tetapi sekarang
telah menjadi Adikku, she Sie dan namanya tetap Lulu. Hendaknya diketahui bahwa semenjak kecil, Adikku ini
hidup sebatang-kara dan menderita karena Ayah bundanya dan seluruh keluarganya dibasmi habis oleh para
pejuang."
"Ahhhhh...!" seruan ini keluar dari mulut Sin Kiat.
"Apa ah-ah-uh-uh-uh sejak tadi? Biar keluargaku dibunuh habis oleh orang Han, aku tidak begitu tolol untuk
menganggap semua orang Han musuh-musuhku yang harus kubasmi habis dari muka bumi!"
Wajah Sin Kiat makin merah dan ia benar-benar terpukul. Seolah-olah dibuka matanya betapa kelirunya
mendendam kepada bangsa lain hanya karena terjadi perang, karena sesungguhnya tidak semua orang dari
sesuatu bangsa itu jahat semua atau baik semua.
"Aku telah mengaku salah, harap Nona maafkan dan mau hukum apa pun juga aku siap menerimanya."
Han Han tersenyum lebar. "Lulu, dia sudah mengaku salah dan minta dihukum. Hayo, kau hukumlah dia kalau
kau mau!"
Aneh sekali, digoda kakaknya begini, Lulu yang biasanya lincah dan nakal kini hanya cemberut, kemudian
melengos dengan kedua pipinya merah. Semua orang merasa lega bahwa tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, akan tetapi tetap saja masih ada rasa tegang di antara mereka setelah mendengar bahwa dara
jelita itu adalah seorang gadis Mancu. Mereka semua telah menjadi korban kekejian seorang puteri Mancu, kini
di situ terdapat seorang gadis Mancu, bagaimana mereka tidak akan menjadi gelisah dan tidak enak hati?
"Keadaan menyedihkan seperti yang kini timbul dalam hati Sin Kiat dan Lulu adalah akibat perang yang
terkutuk!" demikian Han Han berkata setelah semua orang duduk kembali. "Perang yang hanya dicetuskan
oleh beberapa gelintir orang yang berambisi, yang memperebutkan kekuasaan dan kedudukan, membakar hati
dunia-kangouw.blogspot.com
semua rakyat, menimbulkan kekejaman-kekejaman, menimbulkan dendam, menimbulkan kebencian antara
bangsa yang sesungguhnya adalah sesama manusia. Perang menjadikan keluargaku terbasmi orang-orang
Mancu dan sebaliknya menjadikan keluarga Adikku Lulu terbasmi oleh orang-orang Han. Yang suka akan
perang hanyalah mereka yang rnenginginkan kedudukan tinggi dan kemuliaan di kerajaan. Dengan dalih
membela nusa bangsa, mereka ini mempergunakan kekuatan rakyat yang sebetulnya membenci perang
karena perang hanya mendatangkan mala petaka bagi rakyat jelata, sebaliknya mendatangkan kemuliaan
duniawi bagi para penggerak perang yang mendapat kemenangan! Rakyat Mancu ditipu oleh para pimpinan
mereka, dijadikan bala tentara yang setiap saat kehilangan nyawanya. Sebaliknya rakyat pribumi ditipu oleh
pimpinan mereka, dijadikan pula tentara yang mengorbankan nyawa. Dalihnya berlainan, namun selalu yang
muluk-muluk memabukkan dan membodohi rakyat, padahal semua itu hanya ditujukan kepada pamrih yang
satu, yaitu kemuliaan dan kemenangan bagi para pimpinan!"
Mendengar ucapan penuh nafsu dari pemuda aneh yang rambutnya terurai kacau itu, Tan-piauwsu sendiri
melongo. Ucapan itu mengandung penuh kepahitan, namun memang pada kenyataannya demikianlah. Dan
pendirian seperti yang diucapkan pemuda ini bahkan menjadi pendirian pula dari banyak partai persilatan
termasuk Hoa-san-pai sendiri ketika terjadi perang saudara. Akan tetapi hanya dalam perang saudara saja
para tokoh kang-ouw tidak suka mencampurkan diri, diperalat oleh mereka yang memperebutkan kedudukan
dengan saling bunuh antara sebangsa sendiri!
Akan tetapi sekarang yang menjajah negara adalah bangsa Mancu sehingga pendapat Han Han itu lebih luas
lagi, tidak lagi mengenal bangsa melainkan berlaku untuk seluruh manusia sedunia! Ia maklum bahwa tentu
bocah itu terpengaruh oleh kasih sayangnya terhadap adik angkatnya, gadis Mancu itu sehingga pertalian
persaudaraan antara mereka melenyapkan rasa benci kepada bangsa Mancu, sungguh pun keluarganya
sendiri terbasmi oleh orang-orang Manchu.
"Tepat sekali, Koko!" Lulu bersorak girang. "Aku akan senang sekali melihat para kaisar yang gendut karena
banyak makan dan terlalu senang hidupnya, berikut semua pembesar-pembesar tinggi mengadakan perang
sendiri, tidak membawa-bawa rakyat jelata! Biarkan mereka itu berperang, kaisar lawan kaisar, menteri lawan
menteri, dan pembesar lawan pembesar. Tentu badut-badut itu akan terkencing-kencing ketakutan
menghadapi ancaman maut!"
Kembali semua orang terheran. Tidak ada yang mau membantah pendapat dua orang muda yang aneh itu
karena mereka tidak ingin timbulnya satu kesalah-pahaman lagi. Bahkan Tan-piauwsu lalu membelokkan
percakapan.
"Yang terpenting sekarang kita harus menghadapi kenyataan. Tak dapat disangkal lagi bahwa pihak Siauw-limpai
tentu akan memusuhi Sie-enghiong, juga pihak pimpinan. Hoa-san-pai akan salah paham terhadap Sieenghiong.
Oleh karena itu saya harap Ji-wi suka sementara tinggal di sini menanti datangnya mereka itu. Saya
yakin bahwa orang-orang Siauw-lim-pai tentu akan datang ke sini, mengingat bahwa peristiwa ini timbul dari
Pek-eng-piauwkiok yang membawa dua peti jenazah. Kalau Sie-enghiong berada di sini, ada kami yang akan
menjadi saksi dan yang akan menerangkan duduknya perkara sebenarnya sehingga semua pihak mengerti
bahwa yang menjadi biang keladinya adalah puteri Mancu itu."
Han Han mengerutkan keningnya. "Akan tetapi kami tidak suka mengganggu Cu-wi sekalian. Lebih baik aku
dan Adikku pergi, karena aku pun ingin sekali bertemu dengan puteri Mancu yang demikian lihainya. Tentang
kemarahan pihak Siauw-lim-pai mau pun pimpinan Hoa-san-pai, biarlah kami sendiri yang menanggungnya."
Wan Sin Kiat memegang tangan sahabatnya itu. "Aih, Han Han. Mengapa kau banyak sungkan? Kita berada di
antara sahabat sendiri. Aku ingin sekali bercakap-cakap denganmu. Tinggallah di sini barang sepekan. Apakah
engkau sudah melupakan sahabatmu ini? Sahabat senasib sependeritaan di waktu kecil? Aku ingin
mendengar semua pengalamanmu, juga ingin menceritakan pengalaman-pengalamanku. Demi persahabatan
kita, kuharap kau dan Nona Sie sudi untuk tinggal beberapa hari lamanya di sini."
Berat juga rasanya hati Han Han untuk menolak. Apa lagi ketika Lu Soan Li merangkul Lulu dan berkata, "Adik
yang manis, kuharap kau tidak menolak undangan kami. Aku ingin sekali belajar satu dua pukulan darimu yang
lihai agar bertambah pengertianku!"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Aih, Cici. Engkau merendahkan diri. Sebagai tokoh Hoa-san-pai, agaknya aku yang harus berguru
kepadamu!" Dua orang gadis itu bersendau-gurau, keduanya sama muda remaja, sama cantik jelita.
Han Han merasa kasihan kepada adiknya dan tidak tega untuk memaksanya pergi sekarang juga. Sudah
terlalu lama Lulu tinggal menyendiri di pulau, terlalu lama jauh dari pergaulan mesra. Kini bertemu dengan
gadis Hoa-san-pai itu, timbul kegembiraan hati Lulu dan sebaiknya kalau mereka tinggal di situ beberapa
lamanya. Juga ia tidak dapat membantah bahwa ia merasa amat suka kepada sahabat lamanya yang kini telah
menjadi seorang pemuda tampan yang gagah perkasa itu, di samping merasa suka kepada Lu Soan Li yang
cantik manis, pendiam dan memiliki sifat-sifat gagah dalam gerak-geriknya.
Demikianlah, Han Han dan Lulu tinggal di Pek-eng-piauwkiok, dijamu dan diperlakukan dengan manis dan
hormat oleh Tan-piauwsu dan para anah buahnya. Mereka telah melupakan rasa dendam bahwa pemuda ini
telah membunuh Lie Cit San dan Ok Sun. Kini mereka maklum bahwa pemuda ini melakukan hal itu tanpa
dasar membenci Hoa-san-pai. Bahkan tadinya pemuda itu membantu Lie Cit San dan Ok Sun menghadapi
orang-orang Siauw-lim-pai sehingga membunuh tujuh orang murid Siauw-lim-pai. Kemudian pemuda itu
membunuh dua orang tokoh Hoa-san-pai itu hanya karena menganggap mereka ini jahat. Semua terjadi
karena kesalah-pahaman, terjadi sebagai akibat dari pada tipu muslihat keji yang diatur oleh Puteri Nirahai
yang selain lihai juga amat cerdik itu.
Lulu benar-benar mendapatkan kegembiraan di tempat ini. Dia merupakan sahabat yang amat cocok dengan
Lu Soan Li, bahkan ia bersikap manis terhadap Wan Sin Kiat. Juga Han Han merasa suka kepada Lu Soan Li
yang manis budi dan pendiam. Empat orang muda ini setiap hari berkumpul, bercakap-cakap dan Han Han
mendengarkan penuturan Wan Sin Kiat dengan hati tertarik.
Dari penuturan tokoh muda Hoa-san-pai itu, ternyata bahwa tidak lama setelah berpisah dari Han Han, Wan
Sin Kiat bertemu dengan seorang tosu aneh. Sesungguhnya tosu ini adalah seorang tokoh Hoa-san-pai, akan
tetapi berbeda dengan tokoh-tokoh Hoa-san-pai yang lain, tokoh ini adalah seorang tosu perantau yang selain
wataknya aneh juga memiliki ilmu kepandaian yang amat tinggi karena ilmu-ilmunya dari Hoa-san-pai
mendapat kemajuan pesat setelah ia banyak merantau dan menyempurnakan ilmu-ilmunya dengan
membandingkannya dengan ilmu dari lain golongan. Tosu ini berjuluk Im-yang Seng-cu. Selain Sin Kiat, dia
juga mengambil seorang murid wanita, yaitu Lu Soan Li yang hidupnya juga sudah sebatang-kara, ditinggal
mati keluarganya dalam sebuah bencana banjir Sungai Huang-ho.
Berkat gemblengan suhu mereka yang memiliki kesaktian melebihi tokoh-tokoh Hoa-san-pai lainnya, Sin Kiat
dan Soan Li menjadi jago muda yang lihai sekali, sehingga biar pun menurut tingkat mereka itu terhitung masih
sute dan sumoi dari Tan-piauwsu, akan tetapi dalam ilmu silat, mereka jauh melampaui tingkat kepandaian
sang suheng ini.
Sudah banyak mereka melakukan perbuatan-perbuatan menggemparkan dunia kang-ouw dengan sepak
terjang mereka sebagai pendekar-pendekar muda yang perkasa, bahkan semenjak ada gerakan perjuangan
melawan pemerintah penjajah Mancu, kedua orang muda ini sudah banyak berjasa. Tentu saja ketika
menceritakan pengalamannya Sin Kiat tidak menceritakan tentang perjuangan ini, khawatir kalau-kalau akan
membikin hati Lulu menjadi tidak enak. Apa lagi karena ia mengenal pendirian Han Han yang agaknya tidak
ingin melibatkan dirinya dalam urusan perang. Ia hanya menceritakan tentang pertemuannya dengan Im-yang
Seng-cu, kemudian betapa bersama sumoi-nya dia digembleng oleh gurunya sambil merantau sampai jauh ke
selatan dan ke barat.
Diceritakannya pula pertandingan-pertandingan melawan kaum penjahat dalam usaha mereka membasmi
kejahatan sehingga Sin Kiat mendapat julukan Hoa-san Gi-hiap dan sumoi-nya dijuluki Hoa-san Kiam-li. Nama
mereka terkenal di dunia kang-ouw sebagai tokoh-tokoh muda Hoa-san-pai yang mengagumkan.
Han Han dan Lulu mendengarkan dengan amat tertarik. Apa lagi Lulu. Dia mendengarkan penuturan pemuda
tampan tinggi besar itu seperti mendengar dongeng yang amat menarik hati. Ia seolah-olah berubah menjadi
arca, pandang matanya melekat dan bergantung kepada bibir Sin Kiat yang bergerak-gerak ketika bercerita.
Baru setelah selesai cerita itu, Lulu menghela napas panjang, memejamkan matanya sejenak lalu berkata,
"Wahhh kalian hebat sekali...! Kalian ini pendekar-pendekar muda yang amat mengagumkan...!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Ketika pandang matanya bertemu dengan pandang mata Sin Kiat, Lulu melihat betapa pandang mata pemuda
itu bersinar-sinar, wajahnya berseri-seri seolah-olah ucapan Lulu tadi mendatangkan rasa bahagia yang luar
biasa. Tentu saja Lulu tidak mengerti atau dapat menduga akan isi hati Sin Kiat, hanya dia pada saat itu
merasa betapa wajah pemuda ini sungguh tampan dan gagah. Entah mengapa, jantungnya berdebar dan
pipinya tiba-tiba terasa panas.
Untuk menghindarkan perasaan yang tidak dikenalnya ini, Lulu berpaling kepada Soan Li dan berkata, "Enci
Soan Li, engkau hebat sekali, lain waktu kau harus memberi pelajaran ilmu pedang kepadaku!"
Soan Li merangkulnya dan mengerling kepada Han Han. "Adik Lulu, engkau seperti mutiara terpendam, tidak
dikenal akan tetapi dalam hal kepandaian, agaknya aku boleh berguru kepadamu!"
"Wah, Adikku dan aku ini sama sekali tidak memiliki kepandaian, mana dapat dibandingkan dengan Sin Kiat
dan kau, Nona Lu?" Han Han berkata sambil tersenyum. Gadis itu memandangnya dan sejenak pandang mata
mereka bertemu, bertaut dan seolah-olah ada sesuatu yang membuat mereka sukar sekali untuk melepaskan
pandang mata mereka dari pertemuan yang melekat itu.
Lulu bertepuk tangan. "Hi-hik, dari tadi tiada hentinya kalian saling memandang saja. Ada apakah dengan Enci
Soan Li, Koko? Dan mengapa kau mengerling saja kepada Kakakku, Enci Soan Li?"
"Ihhh, genit kau, Adik Lulu!" Soan Li menjadi merah sekali mukanya dan ia mencubit paha Lulu sehingga gadis
ini menjerit.
Han Han juga merasa betapa mukanya menjadi panas, maka ia tertawa dan memandang, "Lulu, kita
mempunyai mata untuk memandang! Apa salahnya dipakai memandang sesuatu yang indah dan menarik?"
Ucapan Han Han yang terus terang ini membuat Soan Li menjadi makin malu dan jengah lagi. Dia sendiri
diam-diam menjadi amat heran akan diri sendiri. Sudah banyak kali terjadi ia menjadi marah-marah kalau
mendengar ada laki-laki mengeluarkan ucapan-ucapan tentang dirinya, memuji-muji kecantikannya dan
sebagainya. Bahkan ada laki-laki kurang ajar yang dibunuhnya hanya karena mengeluarkan ucapan-ucapan
yang bermaksud kotor dan kurang ajar.
Kini, mendengar ucapan-ucapan Han Han yang memuji kecantikannya dengan blak-blakan di depan banyak
orang ketika mereka diperkenalkan, kini secara terang-terangan pula dalam menjawab godaan Lulu, mengapa
dia tidak marah malah menjadi... berdebar jantungnya, berdebar karena girang?
Akan tetapi pemuda ini lain dari pada laki-laki lain, dia membela perasaannya sendiri yang tidak wajar. Pemuda
ini secara terang-terangan menyatakan isi hatinya, tanpa tedeng aling-aling, akan tetapi juga bersih dari pada
niat-niat kurang ajar. Hal ini dapat dilihat dari pancaran pandang matanya yang wajar dan biasa, sinar mata
kagum yang tidak ditutup-tutupi, seperti kewajaran sinar mata orang mengagumi bintang di langit atau mawar
di taman.
Sin Kiat hanya tersenyum saja melihat sumoi-nya digoda Lulu, kemudian ia berkata kepada Han Han, "Han
Han, sekarang tiba giliranmu untuk bercerita kepada kami. Tentu pengalamanmu amat menarik hati, terutama
tentang pertemuan dengan Adikmu, dan tentang Gurumu. Melihat akan kelihaianmu, Gurumu ini tentu amat
sakti."
"Nanti dulu, Sin Kiat. Aku teringat akan ketekadan hatimu dahulu. Bukankah kau dahulu pernah menyatakan
kepadaku bahwa engkau ingin menjadi seorang perwira Mancu? Kenapa sekarang engkau sebaliknya malah
menjadi orang yang memusuhi perwira-perwira Mancu?"
Sin Kiat menarik napas panjang. "Ada sebabnya memang. Ingatkah engkau dahulu betapa kau telah
membelaku ketika aku dipukuli oleh bangsawan muda Ouwyang Seng murid datuk hitam Kang-thouw-kwi itu?
Nah, semenjak itu aku berbalik haluan, apa lagi setelah bertemu dengan Suhu, menerima pelajaran dan juga
mendengarkan wejangan-wejangannya. Han Han, sekarang ceritakanlah kepadaku, bagaimana engkau
bertemu dengan Nona Lulu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Wah, aku menjadi kikuk sekali kau sebut Nona! Usiamu tentu tidak banyak selisihnya dengan Han-koko, maka
aku akan menyebutmu Wan-koko dan kau pun menyebut aku Adik seperti biasa Koko menyebutku. Kalau tidak
mau, aku selamanya tidak akan mau bicara denganmu!" Tiba-tiba Lulu berkata kepada Sin Kiat. Pemuda ini
menjadi merah mukanya, namun hatinya menjadi girang bukan main.
"Baiklah, Lulu-moi, dan terima kasih atas kebaikanmu," Sin Kiat berdiri dan menjura.
"Wah, kebetulan sekali usul Lulu ini. Aku pun hendak mencontohnya dan kuminta Nona Lu Soan Li juga jangan
bersungkan-sungkan lagi, mulai sekarang mau tak mau kusebut Moi-moi dan harap suka menyebut Kakak
kepadaku!”
Jantung di dalam dada Soan Li berdebar. Dia merasa makin suka kepada kakak beradik yang baru dikenalnya
ini. Mereka berdua itu begitu jujur, begitu polos, dan juga ia dapat menduga bahwa mereka itu memiliki ilmu
kepandaian yang luar biasa sekali.
"Terima kasih atas kebaikanmu, Han-twako."
"Sebetulnya tidak ada yang banyak dapat diceritakan tentang kami berdua," kata Han Han. "Engkau sudah
tahu bahwa aku dahulu di waktu kecilku adalah seorang bocah jembel seperti engkau, Sin Kiat. Dan aku
bertemu dengan adikku Lulu ini yang juga seorang bocah jembel setelah hidup terlunta-lunta karena
keuarganya terbasmi semua. Nah, kami saling bertemu dan mengangkat saudara, sampai sekarang kami
menjadi kakak beradik yang tak pernah berpisahan."
"Han-twako, belehkah aku mengetahui, siapakah Suhu-mu yang mulia?" tiba-tiba Soan Li bertanya mendahului
suheng-nya, karena ia ingin sekali mendengar siapa adanya guru dari pemuda yang amat mengagumkan
hatinya ini.
Han Han dan Lulu saling berpandangan sejenak. Mereka berdua selama ini berlatih di Pulau Es, berlatih tanpa
guru, hanya mempelajari ilmu dari kitab-kitab dan berlatih secara ngawur. Ataukah beruang itu dapat dianggap
menjadi guru mereka? Ah, tidak, beruang itu hanya teman berlatih. Guru mereka adalah penghuni-penghuni
Pulau Es, pemilik-pemilik istana yang meninggalkan kitab-kitab pelajaran, akan tetapi siapakah dia itu?
Han Han memiliki pikiran yang tidak lumrah, dapat berpikir cepat melebihi manusia biasa, dapat mengambil
keputusan yang amat tepat dalam sedetik dua detik pemikiran saja. Ia tahu bahwa Sin Kiat dan Soan Li adalah
murid-murid Hoa-san-pai yang menentang Mancu, dan dia tidak boleh sekali-kali memperlihatkan sikap
bermusuh atau mengaku sebagai pihak yang bermusuhan.
Dia telah belajar ilmu dari Lauw-pangcu, kemudian mencuri ilmu dari Kang-thouw-kwi Gak Liat. Akan tetapi dua
orang ini tidak boleh dia sebut-sebut, karena menyebut nama Lauw-pangcu berarti menyinggung hati Lulu,
menyebut Kang-thouw-wi Gak Liat sebagai guru lebih tidak mungkin lagi karena Setan Botak itu adalah kaki
tangan Mancu. Dan dia tidak suka berbohong maka ia mendapat jalan tengah yang baik.
"Guruku adalah Suhu Siangkoan Lee..."
"Ahhh...!" Sin Kiat dan Soan Li benar-benar terkejut mendengar ini. "Ma-bin Lo-mo…?”
Han Han memandang wajah Sin Kiat. "Benar, mengapa? Apakah kau mengenal Suhu? Dia juga seorang yang
amat setia kepada Kerajaan Beng-tiauw, bahkan kalau tidak salah dia bekas menteri..."
"Tentu saja kami telah mendengar namanya. Ah, Ma-bin Lo-mo, seorang di antara datuk-datuk hitam yang
amat sakti. Pantas saja kau begini lihai, Han Han. Kiranya engkau murid tokoh besar itu!"
Lulu yang mendengarkan ucapan Han Han itu pun diam saja, hanya memandang dengan sinar mata nakal. Ia
menganggap bahwa kakaknya ini tidak terlalu berbohong, karena memang kakaknya menjadi murid banyak
orang sakti, di antaranya Ma-bin Lo-mo Siangkoan Lee yang hampir membunuhnya, bahkan yang telah
berusaha membakar mereka berdua di perahu. Ia tidak mengerti mengapa kakaknya seolah-olah tidak mau
bercerita terus terang bahwa mereka berdua telah belajar ilmu di Pulau Es.
dunia-kangouw.blogspot.com
Biar pun Lulu dan Han Han baru tinggal di Pek-eng-piauwkiok selama beberapa hari, namun hubungan empat
orang muda ini menjadi amat akrab. Apa lagi karena di situ ada Lulu yang wataknya lincah jenaka, yang nakal
dan tak pernah malu-malu, jujur dan tidak mengenal palsu, sebentar saja rasa jengah yang membatasi
pergaulan mereka menjadi lenyap. Berkat kelincahan Lulu, Lu Soan Li menjadi tidak malu-malu lagi terhadap
Han Han, juga Sin Kiat makin tertarik kepada gadis Mancu yang benar-benar telah menjatuhkan hatinya itu.
Sepekan kemudian, ketika Lulu sedang mengumpulkan bunga-bunga yang dipetiknya dalam taman bunga tak
jauh dari gedung Pek-eng-piauwkiok, ia dikejutkan oleh suara Sin Kiat, "Wah, Lulu-moi, setiap pagi kau tentu
berada di sini memetik bunga!"
Dara jelita itu menoleh dan tersenyum. Bagi Sin Kiat, senyumnya amat manis dan hangat, sehangat matahari
di pagi hari itu. Taman bunga itu menjadi makin cerah dan makin jernih bagi Sin Kiat.
"Tentu saja, Twako. Bertahun-tahun aku tidak berkesempatan melihat bunga, sekarang ada begini banyak
bunga indiah di sini. Dahulu aku hanya melihat bunga-bunga es melulu..." Tiba-tiba gadis itu teringat akan
larangan kakaknya untuk bercerita kepada siapa juga tentang Pulau Es, maka ia terikejut dan menghentikan
kata-katanya.
Akan tetapi Sin Kiat telah mendengar kalimat terakhir itu dan dia mendekat. "Bunga es? Apa maksudmu, Moimoi?"
"Eh... oh... tidak apa-apa..." Lulu yang biasanya amat jujur polos dan tidak biasa membohong itu menjadi
gagap. Ia sama sekali tidak senang untuk menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu, karena untuk ini,
terpaksa ia harus pula membohong, padahal ketidak-wajaran ini terasa amat asing dan amat sukar baginya.
Sin Kiat memandang tajam, hatinya merasa tidak enak, bahkan sakit karena ia mengerti bahwa dara yang
dikaguminya ini menyembunyikan sesuatu dari padanya dan hal ini menimbulkan kesan bahwa Lulu tidak
menaruh kepercayaan penuh kepadanya! Dengan nada sedih ia lalu berkata, tanpa disadarinya ia memegang
kedua tangan Lulu yang penuh bunga.
"Moi-moi, mengapa engkau tidak percaya kepadaku? Ahhh, sungguh mati, aku tidak ingin memaksamu untuk
membuka sesuatu yang kau rahasiakan, akan tetapi... ah, ketidak-percayaanmu ini menyakitkan hatiku, Moimoi.
Tidak tahukah engkau, tidak merasakah engkau betapa aku…… aku cinta kepadamu, Lulu?"
Lulu tersenyum dan dengan gerakan halus menarik tangannya sehingga terlepas dari genggaman jari tangan
pemuda itu, yang membuat jantungnya berdebar tidak karuan.
"Aku merasakan itu dan aku tahu, Twako. Akan tetapi, tidak kelirukah cintamu itu kau jatuhkan atas diriku?
Ingat, aku seorang gadis Mancu, musuhmu!"
Sin Kiat memandang penuh keharuan. "Moi-moi, tak dapatkah kau memaafkan kesalahan ucapanku ketika
pertama kali kita bertemu? Tidak, aku tidak memusuhi seluruh bangsa Mancu, dan aku hanya akan menentang
yang jahat, siapa pun dia dan bangsa apa pun dia. Engkau bagiku bukan bangsa apa-apa, engkau adalah Lulu,
satu-satunya gadis yang pernah dan akan menjadi pujaan hatiku, menjadi satu-satunya wanita yang kucinta!"
Tiba-tiba Lulu tertawa. Hati Sin Kiat makin sakit, mengira bahwa dara yang dicintanya ini mentertawakan
pernyataan cinta kasihnya! Tidak ada hal yang lebih menyakitkan hati bagi seorang pria dari pada cinta
kasihnya ditertawai oleh wanita yang dicintanya.
"Hi-hi-hik, alangkah lucunya!"
"Apa yang lucu, Moi-moi? Mengapa engkau tertawa?" Sin Kiat bertanya, mukanya menjadi agak pucat.
"Habis, lucu sekali sih! Engkau dan Sumoi-mu keduanya telah jatuh cinta kepada aku dan Kakakku, bukankah
ini lucu sekali namanya?"
Sin Kiat memandang wajah jelita itu dengan kaget. "Apa? Sumoi mencinta Kakakmu? Ah, bagaimana engkau
bisa tahu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Apa sih sukarnya mengetahui itu? Aku tahu bahwa Sumoi-mu mencinta Han-koko dan bahwa engkau
mencintaku. Mau bukti? Mari, kau ikut denganku!"
Lulu menancapkan bunga-bunga yang dipetiknya di atas tanah, kemudian ia memegang tangan Sin Kiat dan
menarik pemuda itu, diajak pergi ke sebelah selatan taman bunga, di mana terdapat pondok yang bercat
kuning dan disebut pondok Cahaya Matahari karena pondok ini menghadap ke timur dan setiap pagi menerima
sinar matahari sepenuhnya. Memang pondok ini dipergunakan untuk mandi cahaya matahari oleh keluarga
Tan-piauwsu.
Sin Kiat menjadi tegang dan juga girang. Ia merasa betapa kulit telapak tangan yang halus dan hangat
menggandengnya. Akan tetapi ia pun gelisah kalau mengingat bahwa perbuatan dara ini menggandengnya
terdorong oleh sifatnya yang polos dan kekanak-kanakan, bukan sekali-kali terdorong oleh cinta kasih seperti
yang ia harapkan.
Setelah mereka tiba di pondok, Lulu menaruh telunjuknya di depan mulut sebagai isyarat agar pemuda itu tidak
mengeluarkan suara berisik, kemudian berindap-indap ia mengajak Sin Kiat memasuki pondok dari pintu
belakang, terus menembus sampai ke ruangan depan pondok. Lulu berhenti dan memandang Sin Kiat dengan
sinar mata penuh kebanggaan dan kemenangan. Tangan kanannya bertolak pinggang, sedangkan tangan kiri
menuding ke sebelah luar di mana tampak Han Han duduk di atas anak tangga pondok itu sambil bercakapcakap
dengan Soan Li dalam suasana mesra dan ramah.
"Nah, betul tidak keteranganku? Itu mereka mengobrol dengan asyiknya! Sumoi-mu mencinta Kakakku dan
setiap pagi mereka berdua tentu duduk dan mengobrol mesra di situ. Semenjak semula sudah kuduga, dalam
pertemuan pertama mereka sudah saling lirak-lirik, hi-hik!"
"Wah, ini sama sekali tidak boleh...!" kata Sin Kiat dengan alis dikerutkan.
"Apa kau bilang? Apanya dan mengapa tidak boleh? Jangan main-main kau, ya? Apa kau hendak menghina
Kakakku? Menganggap Kakakku kurang berharga untuk Sumoi-mu?" Kini Lulu menghadapi Sin Kiat dengan
mata terbelalak marah, kedua tangan di pinggang, sikapnya menantang.
"Bukan..., bukan begitu, akan tetapi Sumoi... dia... dia telah ditunangkan oleh Suhu... dia sudah mempunyai
calon suami..."
Kini Lulu yang terbelalak kaget. "Apa kau bilang? Dan engkau calon suaminya?"
"Bukan, bukan! Calon suaminya adalah seorang sastrawan..."
"Taihiap...! Para pimpinan Hoa-san-pai telah tiba, Taihiap diminta untuk menyambut...!" Seruan ini keluar dari
mulut seorang anak buah Pek-eng-piauwkiok yang datang berlari-lari. Ia berteriak-teriak sehingga tidak saja
Sin Kiat dan Lulu yang menengok kaget dan percakapan mereka terputus, juga Han Han dan Soan Li menjadi
kaget dan menengok, lalu menghampiri mereka.
Sepintas lalu Sin Kiat melihat betapa wajah sumoi-nya berseri-seri, agak kemerahan sehingga hatinya makin
tidak enak. Dia akan merasa bahagia sekali kalau sumoi-nya dapat menjadi calon isteri Han Han, andai kata
dia belum bertunangan. Akan tetapi sumoi-nya telah ditunangkan kepada orang lain! Berbeda dengan wajah
Soan Li, Lulu mau pun Sin Kiat melihat betapa wajah Han Han biasa saja.
Semua urusan mengenai sumoi-nya itu segera terhapus dari ingatan Sin Kiat karena pada saat itu ada urusan
yang lebih gawat, yaitu dengan datangnya para pimpinan Hoa-san-pai yang tentu akan timbul persoalan yang
amat gawat dengan Han Han.
"Han Han, tokoh-tokoh Hoa-san-pai telah tiba, sebaiknya engkau bersamaku pergi menyambut mereka agar
persoalan ini lekas beres."
Han Han mengangguk, sikapnya tenang sekali, berbeda dengan Sin Kiat dan sumoi-nya yang mengerutkan
kening dan kelihatan gelisah. Han Han sudah membunuh dua orang murid Hoa-san-pai, apa pun alasannya,
dunia-kangouw.blogspot.com
tentu akan membikin hati para pimpinan Hoa-san-pai menjadi tidak puas. Sungguh pun Sin Kiat dan Soan Li
merupakan dua orang tokoh Hoa-san-pai, namun mereka tidak banyak mengenal para pimpinan Hoa-san-pai
karena mereka itu digembleng oleh guru mereka, Im-yang Seng-cu, dalam perantauan dan hanya satu kali
mereka disuruh guru mereka pergi menghadap ketua Hoa-san-pai di Puncak Hoa-san. Maka hanya ketua Hoasan-
pai saja yang mereka kenal, sedangkan para susiok (paman guru) lainnya, mereka tidak kenal.
Ketika empat orang muda itu tiba di ruangan dalam yang lebar, di situ Tan-piauwsu dan para sute-nya telah
menghadap tiga orang tosu tua dengan sikap hormat. Sin Kiat dan Soan Li sebagai murid-murid Hoa-san-pai,
cepat melangkah maju dan menjatuhkan diri berlutut di depan tiga orang tosu itu yang duduk berjajar di atas
bangku-bangku kehormatan.
"Suhu dan Ji-wi Supek (Dua Uwa Guru), ini adalah Sute Wan Sin Kiat dan Sumoi Lu Soan Li," Tan-piauwsu
memperkenalkan dua orang muda itu.
“Hemmm...!” Tosu yang berjenggot pendek, guru Tan Bu Kong, mengangguk-angguk dan berkata, "Agaknya
kalian inikah murid-murid Sute Im-yang Seng-cu?"
"Tidak salah dugaan Sam-wi Supek. Teecu berdua adalah murid-murid Suhu Im-yang Seng-cu. Teecu berdua
menghaturkan hormat kepada Sam-wi Supek," kata Sin Kiat sambil memberi hormat, yang dicontoh oleh Soan
Li.
"Bagus! Kalian tidak mengecewakan menjadi murid-murid Hoa-san-pai. Pinto telah mendengar akan sepakterjang
kalian di dunia kang-ouw," kata tosu ke dua yang lebih tua dan yang didahinya terdapat cacat bekas
luka memanjang. "Duduklah baik-baik di bangku di pinggir sana." Tosu ini menunjuk bangku-bangku dengan
sikap tidak begitu mengacuhkan. Betapa pun juga, dua orang muda ini hanyalah murid-murid keponakan
mereka, dan mereka bertiga datang untuk membereskan urusan yang amat gawat.
Dengan sikap hormat Sin Kiat dan Soan Li duduk di atas bangku-bangku yang ditunjuk oleh tosu codet (luka di
dahi) itu. Diam-diam Han Han, terutama sekali Lulu, merasa tidak puas menyaksikan sikap angkuh Si Tosu
terhadap sahabat-sahabat baik mereka. Akan tetapi mereka tidak peduli dan hanya berdiri di pinggiran, tidak
jauh dari tempat duduk dua orang sahabat mereka itu. Tiga orang tosu tua yang melihat Han Han dan Lulu
tidak mengacuhkannya pula karena mereka ini mengira bahwa Han Han dan Lulu tentulah orang-orang muda
tak berarti, anggota keluarga atau pembantu-pembantu di Pek-eng-piauwkiok.
Tiga orang tosu Hoa-san-pai ini adalah tosu-tosu tingkat tiga, karena mereka ini adalah murid-murid langsung
dari ketua Hoa-san-pai, yaitu yang bernama Thian Cu Cinjin, seorang tosu yang amat sakti dan sudah berusia
tinggi. Mereka bertiga ini adalah kakak beradik seperguruan. Yang paling tua adalah tosu tinggi kurus yang
berjenggot panjang bernama atau lebih tepat berjuluk Bhok Seng-cu, yang ke dua adalah tosu codet yang luka
dahinya, berjuluk Kong Seng-cu, ada pun tosu ke tiga adalah guru dari Tan-piauwsu yang berjuluk Lok Sengcu.
Mereka ini rata-rata sudah berusia enam puluh tahun lebih, namun masih nampak sehat, berwibawa, dan
penuh semangat karena sesungguhnya tiga orang tosu inilah yang bertugas untuk melaksanakan segala
peraturan di Hoa-san-pai. Mungkin karena terpengaruh tugas mereka yang harus dilaksanakan secara baikbaik
dan penuh disiplin, maka tiga orang tosu ini sudah biasa berwatak keras asal benar!
Mereka bertiga tidak begitu ramah ketika diperkenalkan kepada Sin Kiat dan Soan Li, karena sesungguhnya
mereka bertiga tidak suka kepada Im-yang Seng-cu, tokoh Hoa-san-pai yang dianggap menyeleweng, yaitu
menyeleweng dari pada aturan Hoa-san-pai, tidak suka menjadi tosu di Hoa-san-pai melainkan lebih suka
mengembara dan berkeluyuran! Juga perasaan tidak suka ini timbul pula karena Im-yang Seng-cu dianggap
tidak setia kepada Hoa-san-pai, mempelajari ilmu silat-ilmu silat lain golongan, bahkan berani ‘mengawinkan’
iImu silat Hoa-san-pai yang asli dengan ilmu silat golongan lain. Apa lagi kalau diingat bahwa mereka itu
tidaklah seguru dengan Im-yang Seng-cu karena Im-yang Seng-cu bukanlah murid Thian Cu Cinjin, melainkan
murid dari Tee Cu Cinjin yang sudah meninggal dunia, yaitu sute dari Thian Cu Cinjin.
"Tan Bu Kong, kami sudah mendengar akan pelaporanmu dari mulut utusan Pek-eng-piauwkiok. Karena
mengingat akan gawatnya persoalan, maka kami bertiga datang sendiri untuk memberi hukuman kepada dia
yang berdosa. Benarkah bahwa kedua orang Sute-mu Lie Cit San dan Ok Sun dibunuh orang?"
dunia-kangouw.blogspot.com
Mendengar pertanyaan ini, berkerut alis Wan Sin Kiat. Para supek-nya ini ternyata adalah orang-orang yang
berhati keras dan yang dipentingkan adalah urusan kematian anak murid Hoa-san-pai, padahal di balik urusan
ini tersembunyi hal yang lebih gawat lagi, yaitu ancaman permusuhan dengan pihak Siauw-lim-pai. Ataukah
mungkin laporan utusan Tan-piauwsu yang tidak jelas menyampaikan laporan? Namun, ia tidak berani
mengganggu, hanya mendengarkan saja.
"Benar, Suhu. Sute Lie Cit San dan Sute Ok Sun tewas, bahkan Sute Teng Lok juga terluka hebat, buntung
lengannya. Semua ini terjadi karena tipu muslihat keji seorang gadis Mancu, seorang puteri Kaisar sendiri yang
bernama Puteri Nirahai...”
"Siapakah yang membunuh dan melukai Sute-sute-mu? Apakah dia murid Siauw-lim-pai?”
"Bukan, Suhu. Memang terjadi bentrokan dengan pihak Siauw-lim-pai, akan tetapi semua itu adalah akibat tipu
muslihat keji Puteri Mancu Nirahai. Sebaiknya teecu menceritakan asal mula terjadinya perkara yang hebat
ini." Melihat betapa tiga orang tosu tua itu diam saja dan semua memandang kepadanya, Tan Bu Kong segera
menceritakan asal mula terjadinya peristiwa itu.
Betapa puteri itu datang mengirim dua buah peti ke selatan dan betapa dia tidak berani menolak karena tidak
ingin dicurigai oleh pemerintah Mancu akan perjuangan Hoa-san-pai menentang penjajah. Kemudian betapa
Teng Lok sampai buntung lengannya ketika menyelidiki keadaan puteri aneh itu. Diceritakannya pula betapa
rombongan piauwsu yang mengantar dua buah peti ke selatan, di tengah jalan dihadang oleh anak-anak murid
Siauw-im-pai yang memaksa mereka membuka peti sehingga terjadi pertempuran.
"Pinto telah mendengar penuturan itu dari utusanmu, tak perlu diulangi lagi," Lok Seng-cu memotong tak sabar
sambil menggerakkan tangan kirinya ke atas sehingga ujung lengan bajunya bergetar dan bergoyang. "Pinto
hanya tertarik mendengar akan kematian murid-murid Lie Cit San dan Ok Sun. Siapakah yang membunuh
mereka?"
Berkerut kening Han Han. Ingin ia melangkah maju dan menjawab pertanyaan itu, mengaku bahwa dialah
yang membunuh dua orang murid Hoa-san-pai itu. Akan tetapi ketika bertemu pandang dengan Wan Sin Kiat,
ia melihat pemuda itu menggeleng-geleng kepala perlahan sehingga ia membatalkan niatnya.
Tan-piauwsu juga bingung sekali atas pertanyaan gurunya yang mendesak-desak itu, seolah-olah tidak hendak
memberi kesempatan kepadanya untuk menjelaskan semua agar kesalahan tangan Han Han itu dapat
diperingan dengan alasan kuat. Akan tetapi piauwsu ini sudah merasa yakin akan kebersihan hati Han Han
dalam pembunuhan terhadap dua orang sute-nya itu. Ia memberanikan hatinya dan melanjutkan ceritanya.
"Pertempuran berat sebelah itu tentu akan berakibat terbasminya semua anak buah piauwsu yang mengawal
kalau saja tidak secara kebetulan muncul seorang pendekar muda yang membantu pihak Hoa-san-pai dan
pemuda itu memukul tewas tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai. Kemudian pihak Siauw-lim-pai memaksa
membuka dua buah peti kiriman puteri Mancu dan isinya ternyata adalah..."
"Mayat-mayat Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam! Pinto sudah tahu
semua akan hal itu. Bu Kong, katakan, siapa yang membunuh dua orang Sute-mu?"
"Pendekar muda yang tadinya membantu Hoa-san-pai dan membunuh tujuh orang Siauw-lim-pai ketika melihat
bahwa dua peti itu berisi mayat tokoh-tokoh Siauw-lim, menjadi menyesal dan marah sekali, mengira bahwa
pihak Hoa-san-pai yang bersalah, maka dalam kemarahannya ia turun tangan membunuh kedua orang Sute,
tidak tahu bahwa baik pihak Siauw-lim-pai mau pun pihak Hoa-san-pai tidak bersalah karena mereka semua
telah termasuk dalam perangkap dan siasat adu domba puteri Mancu itu..."
"Tan Bu Kong! Engkau berpihak kepada siapakah? Katakan, di mana adanya orang yang membunuh dua
orang murid Hoa-san-pai itu!" bentak Lok Seng-cu dengan nada marah sehingga Tan-piauwsu menjadi jeri dan
menundukkan mukanya.
"Totiang, akulah orangnya yang membunuh dua orang muridmu itu!" Tiba-tiba terdengar suara Han Han
memecah kesunyian sehingga suasana menjadi tambah sunyi lagi karena kini kesunyian itu dicekam
dunia-kangouw.blogspot.com
ketegangan yang memuncak ketika tiga orang tosu tua itu menoleh dan memandang kepada Han Han penuh
perhatian. Han Han sudah melangkah maju dengan sikap tenang, kemudian berdiri menghadapi tiga orang
Hoa-san-pai itu sambil melanjutkan kata-katanya.
"Memang aku yang telah membunuh mereka, hal ini tidak kupungkiri dan aku mohon maaf kepada Totiang
bertiga sebagai guru-guru mereka. Aku merasa menyesal sekali telah membunuh mereka berdua seperti rasa
penyesalanku telah membunuh tujuh orang murid Siauw-lim-pai yang tak bersalah. Akan tetapi aku tidak
merasa bersalah karena aku membunuh dua orang murid Hoa-san-pai dengan persangkaan bahwa Hoa-sanpailah
yang membunuh dua orang tokoh Siauw-lim-pai dan kusangka bersikap palsu sehingga menyebabkan
aku kesalahan tangan membunuh murid-murid Siauw-lim-pai. Hal itu telah terjadi di luar kesadaranku, dan aku
pasti akan mencari biang keladinya, Puteri Mancu itu. Nah, kurasa cukup lama aku tinggal di sini bersama
Adikku. Tan-piauwsu, dan juga kalian berdua, Sin Kiat dan Adik Lu Soan Li, aku harus pergi dari sini setelah
bertemu dengan tokoh-tokoh Hoa-san-pai dan minta maaf. Aku hendak pergi menemui pimpinan Siauw-lim-pai
untuk menjelaskan persoalan. Sampai jumpa kembali..."
"Berhenti!" Tiba-tiba Bhok Seng-cu yang tinggi kurus dan berjenggot panjang membentak. Suaranya
mengejutkan semua orang karena mengandung getaran yang menusuk rongga dada, tanda bahwa kakek ini
telah mempergunakan khikang yang amat kuat.
Han Han yang tadinya sudah melangkah hendak keluar diikuti oleh Lulu, berhenti dan membalikkan tubuhnya.
Sikapnya tenang saja, demikian pula dengan Lulu sehingga Bhok Seng-cu sendiri menjadi terheran-heran.
Hampir semua yang hadir di situ, kecuali Wan Sin Kiat dan Lu Soan Li yang rnemiliki tingkat kepandaian yang
lebih tinggi, menjadi pucat sekali wajah mereka karena pengaruh bentakan tadi, akan tetapi dua orang muda
ini sama sekali tidak terpengaruh, kaget sedikit pun tidak!
“Orang muda, apakah sedemikian murahnya kau menghargai nyawa dua orang anak murid kami? Cukup
dengan pernyataan menyesal dan minta maaf? Sungguh engkau memandang rendah kepada Hoa-san-pai!"
kata Bhok Seng-cu dengan alis terangkat.
"Habis apa yang harus kulakukan,Totiang? Aku telah lama menanti kedatangan Totiang di sini, hal itu karena
aku memandang Hoa-san-pai," jawab Han Han dengan sikap yang masih tenang. Pandang mata pemuda ini
bertemu dengan pandang mata Bhok Seng-cu dan kakek Hoa-san-pai ini bergidik dan mengalihkan pandang
matanya.
"Hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa!" bentak Lok Seng-cu, guru Tan-piauwsu yang menjadi marah
sekali kalau teringat betapa murid-muridnya terbunuh hanya oleh seorang pemuda yang tak di kenaI sama
sekali, bukan pula murid Siauw-lim-pai, bahkan seorang pemuda yang kelihatannya liar. Andai kata kedua
orang muridnya tewas di tangan seorang tokoh besar, atau setidaknya oleh anak murid Siauw-lim-pai yang
pandai, dia tidak akan begitu malu.
"Suheng," katanya kepada Bhok Seng-cu. “Bukan hal yang mustahil kalau pemuda ini menjadi kaki tangan
Mancu yang sengaja membunuh murid-murid Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai agar taktik adu domba berhasil
baik. Bocah setan ini tak boleh diberi ampun!"
"Suhu dan Ji-wi Supek, Han Han bukanlah kaki tangan Mancu...!" Tiba-tiba Wan Sin Kiat berseru dari tempat
duduknya karena tidak tahan lagi mendengar ucapan-ucapan suhu-nya dan supek-nya yang nadanya
menekan Han Han. "Teecu mengenal dia baik-baik semenjak dia masih kanak-kanak karena dia adalah
sahabat baik teecu di waktu kecil."
"Wan Sin Kiat! Tak patut engkau sebagai anak murid Hoa-san-pai bicara seperti itu terhadap seorang yang
telah membunuh dua orang Suheng-mu! Di mana kesetiaanmu terhadap Hoa-san-pai? Apakah kalau dia ini
menjadi sahabat baikmu di waktu kecil, lalu tak mungkin lagi menjadi kaki tangan Mancu? Pandangan picik
sekali!" bentak Bhok Seng-cu sambil menatap wajah pemuda itu dengan mata melotot.
Sin Kiat menunduk, akan tetapi ia menjawab dengan suara tenang, "Maaf, Supek. Bukan karena itu, melainkan
karena dia adalah murid Ma-bin Lo-mo Siang-koan Lee..."
dunia-kangouw.blogspot.com
"Ahhhhh !" Seruan ini keluar dari mulut ketiga orang tosu tua itu karena mereka benar-benar merasa kaget
sekali mendengar bahwa pemuda ini adalah murid seorang di antara tokoh-tokoh datuk hitam yang amat
terkenal itu.
Mereka pun maklum bahwa biar pun seorang tokoh datuk hitam, namun Siang-koan Lee bukanlah seorang
yang tunduk kepada pemerintah penjajah Mancu. Kini mereka kembali memandang kepada Han Han penuh
perhatian dan dengan pandang mata agak meragu. Akan tetapi hanya sebentar saja mereka meragu karena
segera terdengar suara Bhok Seng-cu yang kaku dan tegas.
"Kalau dia murid Ma-bin Lo-mo, memang bukan kaki tangan Mancu. Akan tetapi biar pun demikian, dia telah
membunuh dua orang murid Hoa-san-pai, dan dia harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Biar pun
murid Ma-bin Lo-mo tidak boleh menghina kami orang-orang Hoa-san-pai!"
"Suheng, nanti dulu, Suheng!" Tiba-tiba Kong Seng-cu berkata dan tiba-tiba tubuh tosu ini sudah bangkit
berdiri dari tempat duduknya dan dengan langkah lebar menghampiri Lulu. Teringat olehnya bahwa tadi
pemuda itu mengakui gadis ini sebagai adiknya. Ia menghampiri dan memandang gadis itu penuh perhatian,
mulutnya menggerutu, "Adiknya...? Ini Adikmu...?"
Han Han yang merasa sebal menyaksikan sikap congkak dari tiga orang Hoa-san-pai ini berkata, "Benar,
Totiang. Dia Adik angkatku."
Tosu yang dahinya terhias bekas luka itu berjalan mengelilingi Lulu sambil memandang seperti orang
memeriksa kuda yang hendak dibelinya. Lulu yang dipandang penuh perhatian tersenyum-senyum, dan
melirak-lirik dengan sikap lucu dan mentertawakan. Akhirnya tosu itu kembali ke bangkunya, duduk dan
berkata, "Gadis ini adalah seorang wanita Mancu!"
Semua orang yang mendengar ini menjadi terheran, bagaimana tosu codet ini dapat mernduga sedemikian
tepatnya.
"Wanita Mancu?" Bhok Seng-cu dan Lok Seng-cu berseru kaget.
Lok Seng-cu memandang kepada Tan-piauwsu dengan pandang mata bengis lalu membentak, "Tan Bu Kong!
Betulkah bahwa gadis ini seorang wanita Mancu dan sudah kau biarkan dia menjadi tamumu?"
Sebelum Tan-piauwsu sempat menjawab, Lulu sudah melangkah maju dan menjawab dengan suara Iantang
sambil memandang kepada Kong Seng-cu, "Benar sekali! Aku adalah seorang gadis Mancu dan namaku Lulu,
she Sie karena Kakakku ini pun she Sie. Tosu codet, matamu benar-benar tajam sekali!"
“Siancai...! Apa kata pinto? Dalam jarak sepuluh Ii, pinto sudah dapat mengenal wanita Mancu! Suheng dan
Sute, biar pun orang she Sie ini murid Ma-bi lo-mo, akan tetapi dia mempunyai Adik angkat wanita Mancu!
Terang bahwa dia telah berkhianat, dan mungkin sekali dia sekarang menjadi kaki .tangan Puteri Mancu itu!
Wah, berbahaya kalau begini, sama sekali tidak boleh membebaskan dia."
"Tosu codet, selain matamu awas sekali, juga hatimu busuk sekali. Tentu karena kebusukan hatimu maka
dahimu menjadi codet, bekas terluka senjata tajam. Sayang di dahi, sebaiknya di mulut agar mulutmu tidak
dapat menghamburkan ucapan-ucapan busuk lagi.” Lulu yang diam-diam marah kini mulai mempermainkan
tosu itu.
Semua orang terkejut sekali, bahkan Sin Kiat menjadi pucat wajahnya. Gadis yang dicintanya itu benar-benar
berani mati, mengeluarkan omongan yang seperti itu terhadap Kong Seng-cu, seorang di antara ketiga murid
ketua Hoa-san-pai yang berilmu tinggi! Pemuda perkasa ini maklum bahwa ucapan itu akan rnempunyai akibat
yang berbahaya sekali bagi Han Han dan Lulu, maka ia memandang dengan jantung berdebar dan muka pucat.
Juga para anak buah Pek-eng-piauwkiok terutama sekali Tan Bu Kong, menjadi khawatir sekali, apa lagi
karena Tan-piauwsu maklum bahwa perbuatannya menerima seorang gadis Mancu sebagai tamu benar-benar
akan menimbulkan salah paham dari para supek-nya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Suhu, harap maafkan teecu. Biar pun dia seorang gadis Mancu, akan tetapi dia lain lagi, sama sekali tidak
menganggap kita sebagai musuh dan dan dia adalah Adik angkat Sie-taihiap..."
Ucapan ini malah merupakan angin yang membesarkan api kemarahan di dada tiga orang tosu itu, terutama
sekali Kong Seng-cu yang dihina dan dimaki oleh seorang gadis Mancu.
"Bocah Mancu, mampuslah!" bentak Kong Seng-cu
Tanpa bangkit dari tempat duduknya, kakek berdahi codet ini mengirim pukulan jarak jauh dengan dorongan
tangan kanannya ke arah dada Lulu. Jarak antara mereka ada empat meter dan kakek ini yang memandang
rendah gadis Mancu itu yang disangkanya gadis biasa saja, menaksir bahwa pukulannya ini cukup kuat untuk
merusak isi dada gadis yang dianggapnya jahat dan musuh rakyat itu.
Angin pukulan yang dahsyat menyambar ke arah Lulu dan jelas tampak betapa baju gadis itu di bagian
dadanya berkibar disambar angin pukulan. Akan tetapi gadis itu sendiri berdiri sambil tersenyum-senyum
manis, sama sekali tidak bergerak, seolah-olah ia tidak merasakan datangnya angin pukulan jarak jauh ini
seperti sebongkah batu gunung ditiup angin semilir! Dan memang sesungguhnyalah bahwa Lulu sama sekali
tidak tahu bahwa dia dipukul orang! Akan tetapi mengapa pukulan jarak jauh yang mengandung tenaga sakti
amat kuat dari tokoh Hoa-san-pai itu sama sekali tidak terasa olehnya? Apakah Lulu sudah memiliki kesaktian
yang luar biasa seperti Han Han?
Sebetulnya tidaklah demikian. Seperti kita ketahui, ketika berdiam di Pulau Es Lulu juga tekun belajar di bawah
bimbingan Han Han. Akan tetapi berbeda dengan Han Han yang memiliki dasar tidak karuan, bahkan secara
paksa menggembleng diri dengan ilmu dari aliran hitam, Lulu sebaliknya mempelajari kitab-kitab peninggalan
manusia sakti pemilik Istana Pulau Es.
Gadis ini berlatih semedhi dan pengumpulan hawa murni untuk membentuk tenaga sakti menurut petunjuk
kitab yang dibacanya di pulau itu, dan ternyata ia dapat memiliki sinkang yang murni dan bersih yang amat
kuat dan yang kini telah menjadi satu dengan darah daging dan pernapasannya sehingga tenaga sakti ini akan
bergerak dengan sendirinya setiap kali ada bahaya mengancam tubuhnya.
Juga gadis ini melatih ilmu silat tangan kosong dan ilmu pedang dari dua buah kitab lain yang sudah amat tua
dan tidak berjudul lagi, ilmu silat tangan kosong yang lebih mirip ilmu tari karena gerakan-gerakannya indah
sekali sehingga sering kali jika sedang berlatih, Lulu ditertawai dan digoda Han Han, dikatakan bahwa tarian
adiknya amat indah dan ‘bahwa’ adiknya bukan mempelajari ilmu silat melainkan ilmu tari. Namun dengan ‘ilmu
tari’ ini Lulu telah dapat membuat beruang es mengaku kalah!
Ada pun ilmu pedangnya juga amat indah, akan tetapi karena dipulau itu mereka tidak mempunyai pedang,
Lulu selalu berlatih mempergunakan sebatang ranting. Dengan adanya sinkang yang sudah mendarah daging
itulah maka tadi ketika Kong Seng-cu melancarkan pukulan jarak jauh yang mengandalkan tenaga sinkang,
begitu angin pukulan menyentuh kulit, otomatis sinkang di tubuh Lulu bergerak dan menolak serangan dari luar
itu maka gadis ini tidak merasakan apa-apa sungguh pun bajunya sampai berkibar dilanda angin pukulan jarak
jauh tokoh Hoa-san-pai itu!
Wan Sin Kiat menjadi pucat mukanya, dan pandang matanya menjadi kagum dan heran bukan main. Sebagai
murid tersayang dari Im-yang Seng-cu, seorang tokoh yang biar pun tingkatnya hanya saudara seperguruan
dari tiga orang tosu ini, namun memiliki ilmu kepandaian jauh lebih tinggi, dan sebagai seorang yang ahli
dalam ilmu silat Hoa-san-pai, Sin Kiat tadi dapat melihat jelas gerakan Kong Seng-cu dan maklum bahwa
supek-nya itu dengan secara keji sekali telah melakukan pukulan jarak jauh yang disebut jurus Sian-jin-hian-ko
(Dewa Memberi Buah) dan yang mengandung tenaga sinkang amat kuat.
Akan tetapi dapat dibayangkan betapa heran dan kagumnya ketika melihat bahwa gadis yang telah membuat
jantungnya jungkir balik dan bertekuk lutut itu sama sekali tidak merasakan pukulan itu, bahkan berkedip pun
tidak, malah senyumnya makin lebar dan makin manis, mata yang lebar itu makin bersinar-sinar!
"Eh, Tosu Codet. Engkau mengeluarkan ilmu hitam apakah?" Setelah bajunya berkibar dan dadanya agak
berdenyut kulitnya, barulah Lulu sadar bahwa tosu itu tadi telah memukulnya dengan pengerahan sinkang,
dunia-kangouw.blogspot.com
maka ia sengaja mengejek. Diam-diam gadis ini bersikap waspada dan hati-hati karena maklum bahwa para
tosu Hoa-san-pai itu benar-benar hendak memusuhi dia dan Han Han.
Sementara itu, ketika melihat betapa pukulan jarak jauh yang dilontarkan Kong Seng-cu kepada gadis Mancu
itu sama. sekali tidak berhasil, tiga orang tokoh Hoa-san-pai ini diam-diam terkejut dan berhati-hati. Mereka
maklum bahwa gadis Mancu yang masih remaja itu telah memiliki tenaga sinkang yang hebat dan tidak lumrah
dimiliki seorang gadis yang demikian muda.
Tiga orang tosu itu menjadi serba salah. Mau merintahkan anak murid turun tangan terhadap Han Han dan
Lulu, mereka maklum bahwa murid-murid yang berada di situ agaknya bukanlah lawan pemuda berambut riapriapan
dan adiknya yang bertenaga sinkang hebat itu. Mau turun tangan sendiri, mereka masih merasa tidak
enak dan malu karena amatlah menurunkan derajat bagi mereka untuk turun tangan terhadap dua orang yang
masih amat muda, boleh disebut setengah dewasa itu!
Tiba-tiba pandang meta Bhok Seng cu yang memandangi para anak murid Hoa-san-pai dan anak buah Pekeng-
piauwkiok itu menatap ke satu arah. Ketika Lok Seng-cu dan Kong Seng-cu yang ragu-ragu menoleh ke
arah suheng mereka yang tentu saja sebagai orang tertua di antara mereka merupakan penentu terakhir,
mereka berdua pun mengikuti arah pandang mata suheng mereka itu dan wajah mereka berseri. Mengertilah
kedua orang tosu ini akan jalan pikiran suheng mereka dan mereka pun setuju sekali. Tanpa mengeluarkan
suara, tiga orang tosu Hoa-san-pai ini telah bersepakat untuk memerintahkan Wan Sin Kiat dan Lu Soan Li
menghadapi Han Han dan Lulu!
Mereka itu sama mudanya sehingga tidak akan menurunkan nama Hoa-san-pai, mereka berdua itu pun muridmurid
Hoa-san-pai yang lihai ilmunya sehingga di dunia kang-ouw terkenal dengan julukan Hoa-san Gi-hiap
dan Hoa-san Kiam-li. Dan yang menggirangkan hati ketiga orang tosu ini, dua orang muda itu adalah muridmurid
Im-yang Seng-cu, seorang tokoh Hoa-san-pai yang mereka anggap menyeleweng dan murtad sehingga
kalau dua orang murid itu sampai kalah, Hoa-san-pai tidaklah terlalu merasa malu dan memang tiga orang tosu
ini dalam kebenciannya terhadap Im-yang Seng-cu menjadi tidak suka pula kepada Sin Kiat dan Soan Li.
Rasa benci terhadap Im-yang Seng-cu bukan semata karena tokoh Hoa-san-pai ini meninggalkan Hoa-san-pai,
melainkan lebih banyak terdorong rasa iri hati. Im-yang Seng-cu membuat nama besar bukan bersandar
kepada Hoa-san-pai karena ilmu silatnya telah bercampur dengan ilmu-ilmu silat lain. Di samping ini, Im-yang
Seng-cu tidak lagi hidup terikat dan terkurung di Hoa-san, melainkan hidup sebagai seorang pendekar dan
petualang yang bebas dan bebas pula menikmati kesenangan duniawi!
"Murid-murid Wan Sin Kiat dan Lu Soan Li! Pinto memerintahkan kalian untuk menangkap musuh Hoa-san-pai
dan adiknya, gadis Mancu itu. Kerjakan perintah pinto sebagai murid-murid Hoa-san-pai yang baik!" Bhok
Seng-cu berkata dengan nada suara halus dan muka berseri. Dua orang sute-nya mengangguk-angguk dan
tersenyum sambil meraba-raba jenggot mereka.
Sin Kiat dan Soan Li menjadi terkejut bukan main mendengar perintah ini. Wajah mereka berubah dan jantung
mereka berdebar karena mereka tersudut ke dalam keadaan yang serba salah. Untuk membantah, perintah itu
keluar dari mulut supek mereka dan dikeluarkan atas nama Hoa-san-pai. Untuk mentaati perintah, bagaimana
mereka dapat memusuhi dua orang muda yang menjadi sahabat baik mereka, bahkan dua orang muda yang
masing-masing telah menjatuhkan hati mereka?
Mereka tak tahu harus berbuat apa, merasa mundur salah maju tidak sesuai dengan suara hati mereka. Apa
lagi ketika mereka melihat betapa Han Han dan Lulu kini menoleh dan memandang mereka dengan sikap
tenang dan bahkan Lulu tersenyum-senyum memandang Sin Kiat karena gadis nakal ini agaknya merasa geli,
sama sekali tidak kasihan melihat pemuda itu yang ia tahu menjadi bingung. Baru saja menyatakan cinta, kini
disuruh menyerang!
Teringatlah dua orang murid Hoa-san-pai ini akan pesan suhu mereka, yaitu Im-yang Seng-cu, "Kalian
memang dapat disebut murid-murid Hoa-san-pai, akan tetapi ilmu yang kuberikan kepada kalian
sesungguhnya bukanlah ilmu asli dari Hoa-san-pai. Karena itu kalian harus berhati-hati terhadap Hoa-san-pai.
Para tosu Hoa-san-pai, yaitu Suheng-suheng dan Sute-sute-ku, adalah tosu-tosu yang kukuh dan terlalu kaku
memegang aturan sehingga kadang-kadang mereka itu keras sekali. Memang demikian watak orang-orang
yang terikat oleh keadaan pada lahirnya namun sesungguhnya batinnya belum dapat mereka sesuaikan
dunia-kangouw.blogspot.com
dengan keadaan lahir. Mereka banyak yang merasa iri hati melihat kehidupan orang-orang di luar lingkungan
tosu yang hidup serba bebas dan dapat mengecap kenikmatan hidup tanpa pantangan-pantangan. Lebih baik
kalau kalian menjauhkan diri dari urusan Hoa-san-pai.”
Demikianlah pesan suhu mereka dan kini, di luar kehendak mereka, mereka dihadapkan dengan urusan yang
amat sulit yang menyangkut Hoa-san-pai.
"Mengapa kalian tidak lekas turun tangan? Apakah kalian hendak menentang perintah pinto dan hendak
menjadi murid murtad Hoa-san-pai pula?" kini suara Bhok Seng-cu terdengar keras dan tidak senang,
mengandung tekanan menyindir bahwa guru kedua orang muda itu adalah seorang murid murtad Hoa-san-pai
Soan Li hanya dapat memandang kepada suheng-nya dengan pandang mata penuh permohonan agar suheng
ini dapat mengambil keputusan. Sin Kiat menghela napas panjang lalu berkata.
"Supek, mohon maaf, bukan sekali-kali teecu membantah. Hanya teecu teringat akan pesan Suhu bahwa
segala perbuatan teecu berdua harus didasarkan kebenaran. Teecu menganggap bahwa Saudara Sie Han
dan Lulu tidak bersalah dalam urusan ini, bagaimana mungkin teecu berdua harus memusuhi mereka?"
"Wan Sin Kiat! Bocah ini telah membunuh dua orang murid Hoa-san-pai yang terhitung Suheng-suheng-mu
sendiri dan kau masih hendak membelanya? Dan gadis ini, sudah terang dia itu gadis Mancu, seorang musuh
bangsa kita, dan engkau pun hendak membelanya? Pelajaran macam apakah ini yang diberikan Gurumu
kepada kalian?" bentak Kong Seng-cu.
Ucapan keras yang menambah ketegangan itu disusul suara Lulu yang perlahan akan tetapi karena keadaan
yang amat sunyi, terdengar oleh semua telinga, "Koko, Tosu Codet itu galak sekali! Kalau terjadi pertempuran,
kau bikin mukanya bertambah satu codet lagi, baru puas hatiku!"
"Sssttttt, Lulu, jangan lancang mulut...!" Han Han menjawab lirih, akan tetapi tentu saja terdengar pula oleh
semua orang.
Kong Seng-cu hampir tak dapat menahan kemarahannya dan ia memandang kepada Lulu dengan mata
melotot. Untuk turun tangan sendiri, ia merasa malu hati, tidak turun tangan, jantungnya serasa ditusuk-tusuk
oleh sindiran dan ejekan gadis Mancu itu.
"Supek," jawab Sin Kiat dengan suara tenang. "Suhu mengajarkan agar teecu tidak sembrono dalam sepak
terjang teecu, tidak menurutkan panasnya nafsu hati melainkan menggunakan pertimbangan pikiran dan
liangsim (hati nurani). Biar pun Han Han membunuh kedua orang Suheng teecu, akan tetapi dia membunuh
bukan karena kejahatan, melainkan karena tertipu muslihat Puteri Mancu. Ada pun Adik Lulu ini... dia bukanlah
musuh, dia tidak memusuhi kita.”
"Kreeekkkkk!" Lengan kursi yang diduduki Bhok Seng-cu hancur berkeping-keping karena dicengkeram tangan
tosu lihai ini yang sudah tak dapat mengendalikan lagi kemarahannya.
"Murid murtad!" Ia menudingkan telunjuknya kepada Sin Kiat, kemudian menoleh ke arah Tan Bu Kong, Kwee
Twan Giap, dan murid-murid Hoa-san-pai pembantu Tan-piauwsu yang lain sambil berseru, "Tangkap dua
orang murid murtad ini, dan kami akan turun tangan sendiri menangkap bocah dan gadis Mancu itu!"
"Serrr... serrrrr...!"
Bhok Seng-cu menggerakkan tangan kanannya, dua sinar hitam menyambar ke arah Han Han dan Lulu. Itulah
hancuran kayu lengan kursi yang dicengkeramnya tadi, kini ditimpukkan dengan pengerahan sinkang sehingga
merupakan senjata rahasia yang amat berbahaya, menyambar ke arah dada Han Han dan Lulu yang sejak tadi
hanya berdiri dengan sikap tenang di tengah ruangan itu.
Han Han mengibaskan tangannya sehingga hancuran kayu itu runtuh ke bawah, sedangkan Lulu dengan sikap
lincah meloncat ke samping, mengelak sambil tertawa mengejek, "Wah, sayang luput, Tosu galak!"
dunia-kangouw.blogspot.com
Tan-piauwsu dan para sute-nya, juga anak buah Pek-eng-piauwkiok yang sudah menganggap diri mereka
sebagai anak buah Hoa-san-pai tidak berani membantah perintah itu dan mereka telah mencabut senjata
masing-masing, kini telah mengurung ruangan itu! Di luar tahunya semua orang, Kwee Twan Giap sute
termuda dari Tan-piauwsu yang amat cerdik, telah memberi tanda dengan jari tangan agar Sin Kiat dan Soan
Li cepat melarikan diri saja sehingga terhindar pertandingan antara murid Hoa-san-pai sendiri. Melihat ini, Sin
Kiat dan Soan Li mencatat dalam hati mereka akan ikhtikad baik Kwee Twan Giap.
Akan tetapi, sebelum dua orang murid Im-yang Seng-cu ini sempat melakukan sesuatu, tiba-tiba terdengar
pekik melengking keras sekali yang membuat semua orang tertegun, bahkan banyak di antara mereka
meremang bulu tengkuknya mendengar suara ini. Suara ini keluar dari mulut Han Han yang sudah meloncat ke
depan sambil melengking keras, kemudian berkata.
"Majulah semua! Tosu-tosu picik, hayo majulah kalian. Kalau kekerasan yang kalian kehendaki, kekerasan
yang kalian dapat!"
Lulu juga meloncat ke dekat kakaknya sambil membusungkan dadanya yang sudah membusung, "Jangan
mengeroyok Wan Sin Kiat dan Lu Soan Li, keroyoklah kami kalau kalian sudah bosan hidup!"
Akan tetapi tiba-tiba Han Han sudah menggerakkan kedua tangannya, mendorong ke kanan kiri dan
terdengarlah suara hiruk-pikuk jatuhnya beberapa buah senjata pedang dan golok karena pemiliknya rebah
terguling disambar hawa pukulan hebat luar biasa, yaitu yang menyambar ke luar dari kedua telapak tangan
Han Han. Amat mengerikan akibatnya karena empat orang itu roboh dengan lengan kanan sebatas siku
gosong seperti dibakar. Masih untung bahwa Han Han menyerang mereka mengarah lengan, kalau tubuh
mereka yang terkena sambaran hawa pukulan yang merupakan inti dari Hwi-yang Sin-ciang ini, pasti nyawa
mereka telah melayang!
Lulu menjadi gembira, tubuhnya berkelebat ke kiri dan sebuah tendangan membuat seorang anak buah
piauwkiok menjerit kesakitan, lengan tangannya patah tulangnya dan pedangnya mencelat ke atas. Tubuh Lulu
meloncat dengan gerakan indah dan cepat, seperti seekor burung walet terbang dan tahu-tahu pedang itu
telah berada di tangannya, lalu ia melayang turun, berdiri tersenyum-senyum menimang-nimang dan
memandang pedang, sikapnya seperti seorang anak kecil mendapatkan sebuah boneka.
"Pedang yang bagus sekali!'" Ia memainkan ronce-ronce pedang yang berwarna kuning itu dan mengelus-elus
mata pedang yang tajam.
Melihat ini Tan-piauwsu dan para sute serta anak buah mereka mau tak mau lalu maju menyerbu, bukan
menyerbu Sin Kiat dan Soan Li, melainkan menyerbu Han Han dan Lulu yang telah bergerak terlebih dulu. Biar
pun sampai mati dalam pertandingan, mereka ini memilih mati di tangan Han Han dan Lulu yang merupakan
orang-orang lain, bahkan boleh juga dianggap musuh karena Han Han telah membunuh dua orang murid Hoasan-
pai sedangkan Lulu adalah seorang gadis Mancu. Kalau mereka menyerbu Sin Kiat dan Soan Li, berarti
mereka bermusuhan dengan murid-murid Hoa-san-pai sendiri dan kalau tewas berarti mati konyol!
“Han Han... Lulu-moi..., kasihanilah mereka yang tak berdosa, jangan bunuh mereka...!" Sin Kiat berteriak
dengan hati sedih dan amat terkejut menyaksikan sepak terjang Han Han.
Lulu mendengar getaran suara Sin Kiat ini dan ketika ia mengerling kepada kakaknya, ia melihat bahwa
kakaknya telah diserang nafsunya yang aneh, yang kadang-kadang datang seperti ketika kakaknya ini
menyiksa ular merah di Pulau Es. Ia cepat berbisik.
"Koko, jangan bunuh orang...."
Pada saat itu Han Han memang telah kemasukan nafsu iblis yang selalu menyerangnya apa bila ia
mengerahkan sinkang di tubuhnya. Latihan-latihan yang ia tempuh selama bertahun-tahun adalah latihanlatihan
ilmu golongan hitam yang selalu menimbulkan nafsu ingin menyiksa dan membunuh. Begitu
menyaksikan sikap tiga orang tosu Hoa-san-pai, kemarahannya bangkit dan sekali ia mengerahkan sinkang,
nafsu membunuh ini telah bangkit di dadanya. Sepasang matanya yang amat tajam itu menjadi agak
kemerahan, napasnya agak terengah dan ia merasa seolah-olah ia bukan bernapas hawa melainkan api. Akan
dunia-kangouw.blogspot.com
tetapi aneh sekali, bisikan suara Lulu itu merupakan embun dingin sejuk yang seketika dapat menekan
gairahnya untuk membunuh musuh sebanyaknya. Ia mengangguk sambil berkata lirih.
"Lulu, kau tahan mereka itu, biar aku menghadapi tiga orang tosu sombong!"
Lulu tersenyum, menggerakkan tubuh ke kanan menghindarkan bacokan seorang anak buah piauwkiok,
tangan kirinya menyambar tengkuk dan orang itu mengeluh dan roboh dengan mata mendelik, pingsan! Jurusjurus
pukulan Lulu amat aneh, selain karena memang ilmu silat tangan kosong yang dilatihnya dari kitab kuno
di Pulau Es memang aneh, juga ditambah dengan gerakan-gerakan yang ia ciptakan di luar kesengajaannya
ketika ia berlatih dengan beruang es yang lihai sekali. Biasanya kalau ia memukul tengkuk beruang es dengan
tangan miring, beruang itu kadang-kadang dapat mengelak atau menangkis, dan kalau terkena juga, beruang
es itu hanya akan terhuyung. Siapa kira orang ini sekali kena disambar tengkuknya terus roboh pingsan!
Hebat bukan main sepak terjang Lulu. Dia kini telah meloncat ke dekat kakaknya, menyerahkan pedang
dengan sikap seperti anak kecil dan berkata, "Aku titip dulu, Koko, jangan sampai hilang pedangkul"
Setelah berkata demikian, tubuhnya berkelebat, berputaran seperti orang menari, namun cepat bukan main
sehingga para anak buah Peng-eng-piauwkiok hanya melihat bayangan berkelebatan di sekeliling mereka dan
mencium keharuman yang keluar dari rambut dan pakaian Lulu. Pada detik-detik berikutnya, senjata-senjata di
tangan mereka beterbangan dan orangnya pun mengaduh-aduh. Ada yang patah tulang lengannya, ada yang
terkilir kakinya kena tendangan, ada yang pening kepalanya dengan mata berkunang karena ditempiling, dan
ada pula yang mulas perutnya kena dicium ujung sepatu gadis itu. Mereka seolah-olah melawan bayangan
setan, membacok dan menusuk secara ngawur karena tidak dapat melihat jelas lawannya, dan tahu-tahu dua
puluh orang lebih telah kehilangan senjata dan tubuh mereka malang-melintang di ruangan itu!
"Bukan main !" Sin Kiat berseru sambil menahan napas saking kagumnya.
Dia sendiri adalah seorang ahli silat kelas tinggi dan memiliki ginkang yang hebat. Akan tetapi menyaksikan
gerakan Lulu, ia menjadi bengong karena gerakan gadis itu seolah-olah terbang saja! Betapa mungkin dara
remaja itu memiliki ginkang setinggi itu? Siapakah gerangan gurunya? Melihat gerakannya yang jelas
membayangkan ilmu dari golongan bersih, kaum putih, ia tidak percaya kalau Lulu juga murid Ma-bin Lo-mo.
Kalau Han Han memang amat boleh jadi, karena gerakan dan pukulan pemuda mengerikan sekall, Jelas
termasuk ilmu dari kaum sesat.
Kini hanya tinggal Tan Bu Kong, Kwee Twan Giap dan dua orang sute-nya yang lain saja di antara para
piauwsu yang belum roboh. Mereka berempat ketika menyaksikan betapa semua anak buah piauwkiok roboh
oleh gadis Mancu itu menjadi kaget akan tetapi juga marah. Tanpa dikomando lagi mereka sudah mencabut
senjata dan menerjang maju. Tentu saja sebagai murid-murid Hoa-san-pai yang sudah bertingkat empat atau
lima, ilmu silat mereka sudah hebat dan gerakan mereka ketika menyerang Lulu tak boleh disamakan dengan
gerakan para anak buah Pek-eng-piauwkiok tadi.
"Pergilah...!" terdengar bentakan Han Han.
Ia tidak membiarkan adiknya dikeroyok murid-murid Hoa-san-pai ini. Dia membentak dan kedua tangannya
mendorong ke kanan kiri dan... empat orang murid Hoa-san-pai itu terpental sampai empat meter ke belakang,
roboh tak dapat bangkit kembali karena tulang pundak mereka remuk disambar hawa yang keluar dari kedua
telapak tangan Han Han. Untung bagi mereka bahwa Han Han masih ingat akan cegahan adiknya sehingga ia
membatasi dorongannya dan hanya membuat mereka roboh pingsan dengan tulang remuk saja.
"Siancai... pemuda iblis...!”
Bhok Seng-cu dan Lok Seng-cu dengan gerakan tenang namun sesungguhnya cepat dan mengandung tenaga
sinkang yang amat kuat, meloncat turun dari kursi mereka diikuti oleh Kong Seng-cu.
Melihat tiga orang kakek tokoh Hoa-san-pai itu hendak turun tangan, diam-diam Sin Kiat dan Soan Li menjadi
khawatir sekali. Mereka maklum akan kelihaian tiga orang supek mereka ini. Karena sekali ini yang turun
tangan adalah tokoh tinggi yang berkepandaian hebat, maka akibatnya pun tentu mengerikan. Mereka masih
dunia-kangouw.blogspot.com
bingung dan serba salah, tidak tahu harus berbuat apa. Membantu sana salah membantu sini tak benar. Maka
mereka hanya memandang bengong dan jantung mereka serasa berhenti berdetik.
"Koko, mana pedangku? Biar kau serahan Si Codet galak itu kepadaku!" kata Lulu yang agaknya tidak
mengenal bahaya.
Pedang itu tadi oleh Han Han ditancapkan di atas tanah ketika ia membantu Lulu dan merobohkan empat
orang murid Hoa-san-pai. Kini Lulu menyambar pedang itu dan terus dimainkan sambil mengejek ke arah Kong
Seng-cu.
"Hayo, Tosu Codet, beranikah engkau melawan pedang wasiat jimat keramatku?
Sudah sejak tadi Kong Seng-cu diejek dan dipermainkan Lulu. Sekarang kemarahannya memuncak. Ia lupa
diri, lupa bahwa adalah pantangan pertama dan terutama bagi seorang ahli tapa seperti dia untuk mudah
dirangsang nafsu amarah. Dengan seruan keras ia telah mencabut pedangnya dan menerjang Lulu. Sinar
pedangnya yang gemilang kehijauan itu bagaikan kilat menyambar ke arah leher Lulu!
"Cringgg...! Iiihhhhh...!” Lulu berteriak kaget dan memandang pedangnya yang tinggal sepotong, lalu berkata,
“Pedangmu bagus sekali, Tosu Codet! Wah, kau berikan saja pedangmu itu padaku dan aku serta koko-ku
akan mengampunimu. Hayo, serahkan pedangmu sebagai pengganti nyawamu!”
Ketika menangkis tadi, pedang rampasannya bertemu dengan pedang Kong Seng-cu yang bersinar kehijauan,
dan sekali beradu, pedang rampasannya buntung. Maka ia menjadi tertarik sekali dan wajah serta matanya
berseri memandang pedang kehijauan yang dipegang Kong Seng-cu.
Dapat dibayangkan betapa marah dan mendongkol hati Kong Seng-cu mendengar ucapan gadis itu. Sudah
terang bahwa sekali serang saja, biar pun gadis itu berhasil menangkisnya, namun pedang gadis itu menjadi
buntung sehingga hal ini dapat dipakai ukuran bahwa dia sudah menang dalam satu gebrakan. Namun gadis
itu masih mengeluarkan ucapan untuk menukar pedangnya dengan nyawa. Seolah-olah gadis itu baru mau
mengampuninya kalau dia sudah memberi ‘thiap’ (sogokan) kepada gadis Mancu itu berupa pedangnya!
Padahal pedangnya itu bukanlah sembarang pedang! ltulah pedang Cheng-kong-kiam (Pedang Sinar Hijau),
sebuah pusaka Hoa-san-pai! Cheng-kong-kiam ini dahulu amat terkenal didunia kang-ouw sebagai senjata
ampuh dari para pimpinan Hoa-san-pai dan kini berada di tangan Kong Seng-cu karena dia merupakan
seorang di antara pemimpin Hoa-san-pai, dan di antara ketiga orang tosu itu, dialah yang paling pandai dalam
kiam-sut (ilmu pedang) Hoa-san-pai. Dan sekarang, pedang itu diminta oleh Lulu sebagai barang ‘sogokan’.
Sungguh keterlaluan sekali!
"Perempuan Mancu keparat, engkau tak patut dibiarkan hidup!" Kong Seng-cu yang sudah memuncak
kemarahannya itu kini menerjang maju dengan ganas, mengeluarkan jurus-jurus maut dari Ilmu Pedang Hoasan
Kiam-sut.
"Ayaaaaa..., Tosu Codet selain galak juga ganas sekali !" Mulut Lulu berkata demikian, akan tetapi
sesungguhnya dia tidak berpura-pura dan menjadi kaget sekali.
Kasihan dara remaja ini. Biar pun dia telah mewarisi ilmu silat yang amat tinggi dan aneh dari Pulau Es, akan
tetapi dia kurang pengalaman dan selamanya dia hanya berlatih dalam pertandingan pura-pura melawan
beruang es. Kini dia diserang oleh seorang tosu Hoa-san-pai tingkat empat yang memegang sebatang pedang
pusaka Hoa-san-pai pula, yang sudah menjadi ahli pedang sebelum dia terlahir. Tentu saja dia terkejut dan
kewalahan. Baiknya, selama di Pulau Es gadis ini telah berlatih secara aneh dan hebat sehingga dia memiliki
sinkang dan ginkang yang tidak lumrah manusia biasa sehingga biar pun terdesak, ia selalu dapat bergerak
cepat, menghindar diri dengan meloncat ke sana kemari, mengelak terus karena tidak berani menangkis
dengan pedangnya yang tinggal sepotong.
"Sing-sing-sing...! Siuuuuutttt...! Aihhh...!" Untuk ke sekian kalinya hampir saja ujung pedang bersinar hijau itu
mencium kulit leher Lulu yang putih halus sehingga gadis itu membelalakkan matanya. Untung ia masih bisa
cepat sekali menarik tubuh ke belakang, lalu meloncat ke atas dan berjungkir-balik empat meter di sebelah
belakangnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Namun Kong Seng-cu yang sudah marah dan penasaran itu menerjang terus tanpa mengenal kasihan. Kong
Seng-cu tidak malu menyerang dengan pedangnya karena tadi Lulu juga memegang pedang, bahkan biar pun
sekarang pedang gadis itu tinggal sepotong, namun masih terus dipegangnya sehingga gadis itu dapat
dikatakan ‘bersenjata’ dan dia tidak akan disebut menyerang seorang yang bertangan kosong dengan
senjatanya.
Berbeda dengan Bhok Seng-cu dan Lok Seng-cu. Mereka berdua setelah menyaksikan betapa Kong Seng-cu
sudah turun tangan terhadap gadis Mancu yang telah merobohkan para anak buah Pek-eng-piauwkiok, lalu
melangkah maju menghampiri Han Han pula. Mereka berdua maklum bahwa pemuda ini memiliki kepandaian
yang hebat juga, maka mereka pun tidak malu-malu untuk turun tangan berdua, sungguh pun mereka masih
merasa sungkan menggunakan senjata. Mereka percaya bahwa andai kata seorang diri masih diragukan untuk
dapat menundukkan pemuda liar itu, berdua tentu akan dapat menawannya untuk diseret ke depan ketua Hoasan-
pai. Dengan demikian, barulah nama besar dan wibawa Hoa-san-pai tidak akan tercemar karena tewas
dan robohnya beberapa orang anak murid Hoa-san-pai di tangan bocah ini.
"Pemuda iblis, menyerahlah!" Lok Seng-cu menggerakkan tangan mencengkeram ke arah pundak Han Han.
Pemuda ini sudah menjadi marah, apa lagi melihat betapa Lulu diserang dengan pedang oleh Kong Seng-cu.
Kini menghadapi cengkeraman tangan Lok Seng-cu, ia sama sekali tidak mengelak, bahkan menggerakkan
tangan pula menangkis sambil mengerahkan tenaga dengan lengan kiri.
“Plakkkkk...!"
"Ayaaaaa...!"
Tubuh Lok Seng-cu terpelanting dan hampir saja tosu ini roboh kalau saja dia tidak cepat meloncat ke atas dan
berjungkir-balik, wajahnya pucat dan lengan kirinya agak membiru. Hawa dingin seperti es menusuk-nusuk
lengannya itu. Dia sudah mendengar akan kelihaian Ma-bin Lo-mo yang kabarnya memiliki ilmu pukulan Swatim
Sin-ciang (Tangan Sakti Inti Es) yang mengandung Im-kang yang amat kuat. Akan tetapi sungguh sama
sekali tidak pernah disangkanya bahwa murid datuk hitarn itu rnemiliki sinkang sekuat ini! Cepat Lok Seng-cu
menghimpun tenaga dalarnnya dan segera rasa dingin menusuk-nusuk itu lenyap kembali.
Melihat sute-nya hampir roboh dalam segebrakan, Bhok Seng-cu terkejut bukan main. Cepat ia pun menubruk
maju dari sebelah kanan pemuda itu dan mengirim dorongan dengan telapak tangannya ke arah dada Han
Han. Dorongan ini bukan sembarang dorongan, melainkan pukulan sakti yang dilakukan dengan pengerahan
sinkang yang kuat sekali.
Han Han dapat merasakan sambaran angin dahsyat yang panas, maka ia pun segera membuka tangan kanan
dan memapaki telapak tangan kakek yang mendorongnya.
"Plakkk...!"
Dua telapak tangan yang mengandung hawa Yang-kang bertemu dan melekat! Bhok Seng-cu kembali tertegun.
Cepat-cepat ia mengerahkan sinkang-nya untuk memperkuat Yang-kang yang mendorong ke luar dari telapak
tangannya. Pemuda ini menggunakan Yang-kang yang amat panas! Hal ini benar-benar mengagetkan Bhok
Seng-cu karena hawa panas yang menyambut telapak tangannya itu hampir tak tertahankan olehnya!
Melihat betapa suheng-nya telah turun tangan akan tetapi belum mampu merobohkan pemuda itu, Lok Sengcu
menjadi penasaran dan ia pun menerjang maju dan kini ia memukul dengan mengerahkan hawa Im-kang.
Sebagai seorang tokoh tingkat tinggi Hoa-san-pai, tiga orang tosu ini tentu saja telah kuat sekali sinkang-nya
sehingga mereka pun menguasai tenaga Yang-kang mau pun Im-kang. Lok Seng-cu yang sudah merasakan
betapa pemuda itu tadi menerima cengkeramannya dengan tangkisan yang mengandung hawa sakti dingin,
kini menyerang pula dengan Im-kang karena ia maklum pula melihat jurus yang dipergunakan suheng-nya
bahwa Bhok Seng-cu menyerang pemuda itu dengan Yang-kang dan bahwa pemuda itu menyambut dorongan
suheng-nya dengan hawa sakti panas pula. Kesempatan bagus pikirnya.
dunia-kangouw.blogspot.com
Akan tetapi dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tangan kiri pemuda itu menerima telapak tangannya
dengan sinkang yang berhawa dingin pula! Betapa mungkin ini? Dengan tangan kanannya pemuda itu
melawan hawa panas Bhok Seng-cu dengan hawa panas pula, dan dengan tangan kirinya menghadapi Lok
Seng-cu dengan sinkang yang berlawanan, yaitu dengan hawa dingin!
Lok Seng-cu juga merasa betapa hawa dingin yang keluar dari telapak tangan pemuda itu amat luar biasa dan
hampir ia tidak kuat menahannya. Terpaksa ia mengerahkan seluruh tenaga saktinya untuk melawan. Ada pun
Bhok Seng-cu yang sudah berkeringat dahinya karena hawa panas menjalari seluruh tubuhnya, juga
mengerahkan tenaga dengan mata setengah dipejamkan untuk melawan sinkang pemuda itu yang benarbenar
amat luar biasa. Tiga orang ini hanya berdiri tak bergerak dengan telapak tangan beradu, telapak tangan
mereka saling melekat.
Melihat ini, Wan Sin Kiat dan Lu Soan Li menjadi bengong saking heran dan kagumnya. Han Han seorang diri
mampu menahan pukulan-pukulan sakti kedua orang supek mereka! Mereka sudah menduga bahwa Han Han
adalah seorang pemuda yang memiliki kesaktian luar biasa, akan tetapi sungguh jauh melampaui batas
dugaan mereka bahwa pemuda itu mampu menahan serangan hawa sakti dua orang kakek itu, dan bahkan
Han Han masih dapat menengok dan memperhatikan keadaan Lulu yang terdesak hebat oleh pedang Kong
Seng-cu yang lihai.
Dua orang muda ini menjadi makin gelisah dan bingung. Melihat anak buah Pek-eng-piauwkiok terluka semua
termasuk Tan-piauwsu dan tiga orang sute-nya sehingga ruangan itu penuh dengan mereka yang rebah dan
merintih-rintih, kini melihat betapa Lulu terancam maut di ujung pedang Kong Seng-cu, dan melihat Han Han
juga bergulat dengan maut, mereka menjadi bingung tak tahu harus berbuat apa.
Betapa pun juga, Han Han dan Lulu jelas merupakan musuh atau lawan pihak Hoa-san-pai sehingga menurut
patut, sebagai murid-murid Hoa-san-pai pula, mereka semestinya membantu para supek mereka. Mereka
memiliki ilmu silat tinggi, tidak banyak selisihnya dengan tiga orang tosu itu, bahkan dalam hal ilmu silat
mungkin mereka lebih lihai. Jika pada saat itu mereka turun tangan membantu, tentu Han Han dan Lulu takkan
dapat bertahan lebih lama lagi.
Namun hati mereka tidak mengijinkan mereka turun tangan! Karena itu mereka hanya memandang dengan
muka pucat. Apa lagi Sin Kiat yang jatuh cinta kepada Lulu, hatinya menjadi amat bingung karena ingin sekali
membantu Lulu, membebaskan gadis itu dari desakan berbahaya pedang Kong Seng-cu. Namun, bagaimana
mungkin ia melawan supek-nya sendiri?
Sementara itu Han Han memandang ke arah adiknya dengan hati penuh kekhawatiran. Ia maklum bahwa
adiknya takkan mampu mempertahankan diri lebih lama lagi menghadapi ilmu pedang tosu itu. Jangankan Lulu,
dia sendiri pun bukanlah tandingan tosu-tosu Hoa-san-pai ini kalau harus bertanding mempergunakan atau
mengandalkan ilmu silat. Han Han maklum bahwa menghadapi mereka, ia hanya dapat mengandalkan
kekuatan sinkang-nya, karena dalam hal ilmu silat, dia tidak lebih pandai dari pada Lulu kalau tidak mau
dikatakan bahkan lebih rendah lagi karena Lulu telah mempelajari ilmu silat dari kitab peninggalan pemilik
Pulau Es. Untuk menolong adiknya, ia harus cepat menundukkan dua orang kakek ini.
"Aiiiggghhhhh…...!!"
Seruan dahsyat ini keluar dari dada Han Han. Kedua orang tosu yang mempertahankan desakan sinkang-nya
menjadi kaget seperti disambar petir ketika tiba-tiba mereka merasakan perubahan pada kedua lengan
pemuda itu. Bhok Seng-cu yang tadinya menghadapi hawa Yang-kang panas dari tangan Han Han, tiba-tiba
merasa betapa telapak tangan pemuda itu berubah menjadi dingin sekali, terlalu dingin sehingga seluruh
lengannya seperti ditusuk-tusuk jarum! Di lain pihak, Lok Seng-cu yang tadinya menghadapi Im-kang dingin,
tiba-tiba merasa betapa tangan pemuda itu berubah menjadi panas luar biasa.
Cepat kedua orang tosu itu pun mengubah sinkang mereka untuk menyesuaikan diri, akan tetapi kembali Han
Han menukar sinkang-nya secara tiba-tiba. Dua orang tosu itu hampir tidak dapat percaya kepada perasaan
tangannya sendiri. Selama hidup mereka, belum pernah mereka menyaksikan hal seperti ini. Betapa mungkin
mengubah-ubah sinkang secara mendadak seperti itu?
dunia-kangouw.blogspot.com
Karena perubahan-perubahan ini, mereka menjadi kacau dan tak kuat bertahan lagi, sehingga ketika Han Han
mengerahkan tenaga mendorong, tubuh mereka mencelat ke belakang dan mereka roboh terbanting dengan
napas megap-megap hampir putus karena dada mereka terluka oleh sinkang mereka yang membalik secara
tiba-tiba. Cepat mereka bersila dan memejamkan mata untuk menolong nyawa mereka yang terancam maut.
Han Han sudah meloncat ke dekat adiknya dan sekali kedua tangannya mendorong ke depan, Kong Seng-cu
tak dapat bertahan. Tosu ini merasa betapa seluruh tubuhnya menjadi dingin, seolah-olah darah di tubuhnya
membeku. Ia menggigil dan tanpa dapat ia cegah lagi, pedang pusaka Cheng-kong-kiam terlepas dari
tangannya yang menjadi kaku. Lulu cepat menyambar pedang itu dan tertawa girang sekali, tidak
mempedulikan lagi Kong Seng-cu yang sudah cepat duduk bersila seperti kedua orang saudara
seperguruannya, mengerahkan tenaga sakti untuk menolong nyawanya yang terancam maut.
Suasana menjadi sunyi, yang terdengar hanya rintihan beberapa orang anak buah Pek-eng-piauwkiok yang tak
dapat menahan nyeri. Namun tak seorang pun tewas dalam pertempuran aneh yang hanya memakan waktu
sebentar saja itu. Wan Sin Kiat dan Lu Soan Li terlampau terheran-heran sehingga mereka itu masih bengong.
Han Han menggandeng tangan Lulu yang masih mengagumi pedang rampasannya, kemudian Han Han
menoleh kepada dua orang murid Im-yang Seng-cu sambil berkata.
"Sin Kiat dan Adik Soan Li, selamat tinggal. Kami berdua harus pergi sekarang juga."
Lulu juga menoleh kepada dua orang muda itu, tersenyum manis dan mengedipkan matanya yang lebar
kepada Sin Kiat sambil berkata, "Selamat berpisah dan sampai jumpa pula, ya?"
Hati Sin Kiat terasa sakit. Ia bersedih harus berpisah dari gadis yang telah merampas hatinya itu. Akan tetapi
pada saat seperti itu dia tidak dapat berkata apa-apa, apa lagi menahannya, bahkan ia maklum bahwa paling
baik kedua orang itu cepat pergi dari tempat itu. Juga Soan Li hanya dapat memandang punggung Han Han
yang bidang sampai bayangan kedua orang itu lenyap dari situ, keluar dari piauwkiok melalui pintu gerbang
yang sudah tidak terjaga lagi.
Sin Kiat memandang ke arah tiga orang supek-nya yang masih duduk bersila dengan wajah pucat akan tetapi
napas mereka tidak begitu sesak lagi, kemudian memandang kepada para suheng-nya yang terluka. Hatinya
berduka sekali. la segera menghampiri Bhok Seng-cu dan berkata dengan suara terharu.
“Supek, sungguh teecu merasa menyesal sekali telah terjadi mala petaka ini.”
"Teecu mohon maaf tidak dapat membantu Supek," kata pula Soan Li.
"Dia terlalu hebat, seperti dewa... andai kata teecu berdua melawan pun tidak akan ada gunanya...," kata pula
Sin Kiat, masih kagum bukan main menyaksikan sepak terjang Han Han tadi.
Bhok Seng-cu membuka matanya memandang kepada Sin Kiat dan Soan Li. Dua orang muda ini terkejut dan
otomatis melangkah mundur melihat betapa sinar mata Bhok Seng-cu penuh dengan api kemarahan.
"Manusia-manusia khianat! Murid-murid murtad! Pergilah! Mulai detik ini kalian bukanlah murid, melainkan
musuh Hoa-san-pai!"
"Supek..."
"Pinto bukan Supek kalian, keparat! Pergi !!" bentak pula Bhok Seng-cu.
Sin Kiat dan Soan Li saling pandang, di mata gadis itu tampak dua butir air mata yang ditahannya agar tidak
runtuh. Sin Kiat menghela napas panjang, bangkit berdiri karena tadi mereka berlutut, lalu berkata lirih kepada
Soan Li.
"Marilah kita pergi, Sumoi. Kelak Suhu tentu akan dapat mengerti keadaan kita..."
Soan Li juga bangkit berdiri dan pergilah kedua orang muda itu meninggalkan rumah piauwkiok itu, pergi
dengan hati perih karena sebagai tokoh-tokoh muda Hoa-san-pai yang sudah membuat nama besar dan
dunia-kangouw.blogspot.com
mengharumkan nama Hoa-san-pai, kini mereka diusir pergi dan tidak diakui sebagai murid. Padahal julukan
mereka pun memakai nama Hoa-san.....
********************
Siauw-lim-pai merupakan perkumpulan atau partai silat yang bukan saja paling tua. Banyak orang mengatakan
bahwa Siauw-lim-pai merupakan sumber dari semua partai persilatan yang kemudian timbul. Tentu saja ilmu
silat yang keluar itu bercampur baur dengan gerakan-gerakan dari lain golongan dan suku bangsa sehingga
ratusan tahun kemudian, ilmu silat dari partai lain sudah tak dapat dibedakan lagi dengan sumbernya. Tentu
saja amat berbeda dalam lagak ragam dan kembangannya, walau pun kalau dilihat lebih mendalam pada
dasarnya memang tiada perbedaan dalam ilmu silat yang hanya terdiri dari dua pokok, yaitu menjaga diri
serapat mungkin dan menyerang lawan setepat mungkin.
Sejak pertama kali didirikan oleh tokoh besar dalam dunia persilatan mau pun Agama Buddha, yaitu Tat Mo
Couw-su, Siauw-lim-pai selalu berada di bawah bimbingan para hwesio sehingga di mana-mana didirikan kuil
Siauw-lim atau Siauw-lim-si. Sesuai dengan alam fikiran manusia yang selalu berubah-ubah, di dalam Siauwlim-
pai sering kali terjadi perubahan yang tentu saja ditentukan oleh pimpinan setempat dan terdorong oleh
keadaan pula. Perubahan peraturan yang kadang-kadang amat menyolok.
Pernah terdapat peraturan dalam kuil Siauw-lim-si yang mengeluarkan pantangan bagi seluruh murid untuk
berdekatan dengan wanita! Bahkan ada larangan keras bagi tamu-tamu wanita yang datang bersembahyang
ke kuil untuk melangkah melewati pintu tengah yang sudah dijadikan garis demarkasi! Mungkin peraturan ini
dikeluarkan untuk memperkuat batin para murid yang sedang digembleng agar jangan sampai ternoda oleh
nafsu birahi karena sesungguhnya, terutama bagi mereka yang sedang melatih sinkang, hubungan dengan
wanita merupakan pantangan dan penghalang besar sekali bagi penghimpunan tenaga murni.
Akan tetapi, peraturan yang kelihatan seolah-olah ‘anti wanita’ ini pun tidak dapat dipertahankan dan kembali
terjadi perubahan di mana para tokoh Siauw-lim-pai ada yang mulai menerima murid-murid wanita. Hal ini
terutama sekali terjadi atas kesadaran para tokoh Siauw-lim-pai bahwa dalam keadaan negara kacau, pihak
wanitalah yang sering kali mengalami penghinaan dan kekejian-kekejian karena pihak wanita termasuk
golongan lemah. Maka dalam keadaan negara kacau dan kejahatan merajalela, perlu sekali wanita diharuskan
menjadi nikouw (pendeta). Sekarang murid murid itu, baik pria mau pun wanita tidak diharuskan mencukur
rambut menjadi pendeta, akan tetapi tentu saja mereka ini sekaligus menjadi pula murid-murid agama Budha.
Hal ini adalah penyebar-luasan agama mereka melalui perguruan silat.
Demikianlah, peraturan bebas kewajiban menjadi pendeta ini sudah berjalan seratus tahun lebih, jauh sebelum
bangsa Mancu menyerbu pedalaman dan menjajah dengan mendirikan Kerajaan Ceng. Sekarang di dalam
Siaw-lim-pai terdapat tokoh-tokoh bukan pendeta seperti Kang-lam Sam-eng, dan bahkan tujuh orang tokoh
Siauw-lim-pai sendiri, murid-murid langsung dari ketua Siauw-lim-pai, yaitu Siauw-lim Chit-kiam, terdiri dari
hanya dua orang hwesio dan lima orang bukan hwesio. Pada masa itu, anak murid Siauw-lim-pai tersebar luas
di kalangan rakyat jelata. Ada yang menjadi petani, nelayan, piauwsu, kauwsu (guru silat) dan banyak pula
yang menjadi pendekar-pendekar perantau.
Pada waktu itu, yang menjadi ketua Siauw-lim-pai adalah guru Siauw-lim Chit-kiam berjuluk Ceng San Hwesio.
Hwesio ini usianya kurang lebih delapan puluh tahun, bertubuh tegap agak kurus, berwajah kereng dan penuh
wibawa. Seperi halnya Hoa-san-pai dan banyak perkumpulan silat lain, diam-diam Siauw-lim-pai juga
menentang bangsa Mancu yang datang menjajah. Sungguh pun tidak secara terang-terangan, tetapi banyak
para pendekar Siauw-lim-pai membantu perjuangan para patriot yang berusaha menentang dan mengusir
penjajah yang makin lama makin kuat itu. Apa lagi karena Ceng San Hwesio sendiri adalah seorang yang anti
penjajahan, sehingga sejak penjajahan Mancu, lenyaplah sebagian besar kesabarannya sebagai seorang
hwesio dan semangat patriotnya timbul, mengeraskan hatinya dan mengeraskan wajahnya. Di dalam setiap
pertemuan dengan murid-muridnya, dia selalu memberi wejangan agar para anak murid Siauw-lim-pai
melakukan segala usaha untuk menentang bangsa Mancu, kalau perlu dengan taruhan nyawa.
Sebagai ketua Siauw-lim-pai, tentu saja Ceng San Hwesio memiliki ilmu kepandaian yang hebat sekali. Dia
seorang ahli lweekeh yang sudah matang sehingga benda apa pun juga yang berada di tangannya dapat
menjadi senjata yang ampuh. Akan tetapi Ceng San Hwesio tidak pernah mempergunakan senjata, tidak mau
dunia-kangouw.blogspot.com
mempergunakan tongkat hwesio sebagai senjata seperti kebiasaan para ketua lainnya, melainkan lebih suka
mengandalkan tasbih putih yang terbuat dari pada biji jagung jali yang besar-besar.
Seperti telah disinggung di bagian depan, beberapa kali telah terjadi bentrokan-bentrokan antara anak murid
Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai. Akan tetapi bentrokan-bentrokan ini hanya terjadi karena urusan pribadi dan
berkat kebijaksanaan para pimpinan kedua pihak, bentrokan antara kedua partai yang sama-sama menjadi
pembantu-pembantu para pejuang itu dapat diredakan, bahkan di antara para pimpinan telah menghukum
murid masing-masing dan saling minta maaf sehingga urusan dianggap telah selesai.
Ceng San Hwesio yang memegang keras peraturan, berdisiplin terhadap murid-muridnya, selain memberi
hukuman kepada murid-murid yang menimbulkan bentrokan juga mengeluarkan ancaman bahwa siapa yang
membuat gara-gara keributan dan menimbulkan bentrokan baru dengan pihak Hoa-san-pai, akan dihukum
berat.
Akan tetapi, beberapa hari kemudian ketika hwesio penjaga pintu membuka pintu gerbang Siauw-lim-si dan
siap untuk menyapu pekarangan, dia melihat tubuh tiga orang menggeletak di depan pintu. Ketika diperiksa,
hwesio ini kaget sekali mendapat kenyataan bahwa mereka adalah murid-murid Siauw-lim-pai yang membuka
toko obat di kota Seng-kwan. Segera ia berseru minta tolong dan beberapa orang hwesio mengangkat tiga
batang tubuh itu ke dalam. Dua di antaranya sudah tewas, sedangkan seorang diantara mereka masih hidup
akan tetapi sudah empis-empis napasnya dan keadaannya payah sekali.
Kebetulan sekali pada waktu itu dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam berada di kuil itu. Mereka ini adalah
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, orang ke enam dan ke tujuh dari Siauw-lim Chit-kiam. Ketika mendengar ributribut,
dua orang pendekar pedang Siauw-lim yang sedang menghadap suhu mereka segera keluar untuk
melihat mewakili Ceng San Hwesio. Mereka berdua kaget sekali dan cepat memeriksa. Tiga orang anak murid
Siauw-lim-pai itu terluka oleh pedang yang menggorok leher mereka. Yang dua orang hampir putus lehernya
dan telah mati, sedangkan yang masih hidup terluka parah, tak dapat diharapkan lagi dapat tertolong.
Liong Ki Tek yang bersikap tenang cepat menotok beberapa jalan darah di pundak dan punggung orang yang
terluka hebat itu sehingga rasa nyeri tidaklah terlalu hebat lagi. Begitu rasa nyeri mereda, orang yang sekarat
itu mengeluarkan suara yang tidak jelas, berbisik dan seperti mengorok tertahan di kerongkongannya. Akan
tetapi Liong Ki Tek dan Liok Si Bhok sudah dapat mendengar apa yang dimaksudkan anak murid yang sekarat
itu.
"...Hoa-san-pai... Tee-kong-bio...” Setelah mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas itu, anak murid Siauw-limpai
itu pun menghembuskan napas terakhir menyusul kedua orang saudaranya yang tewas lebih dulu.
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek lalu menghadap guru mereka untuk merundingkan peristiwa menyedihkan itu.
Ceng San Hwesio yang biasanya bersikap tenang saat itu menjadi merah mukanya dan jelas sekali bahwa
hwesio tua ini diserang nafsu kemarahan yang besar.
"Kalian pergilah, carilah mereka di Tee-kong-bio. Akan tetapi jangan bunuh, tangkap mereka dan seret ke sini.
Pinceng menghendaki agar dia menjadi tawanan kita sehingga ada pimpinan Hoa-san-pai yang datang untuk
mendengarkan kekejaman-kekejaman anak murid mereka. Sungguh keji sekali!"
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek segera berangkat meninggalkan kuil Siauw lim-si untuk mencari Tee-kong-bio
(Kuil Dewa Bumi) yang terletak di luar dusun Ciu-si-bun. Kuil ini sebenarnya hanyalah bekas kuil, karena sudah
tidak dipakai lagi, tidak dipergunakan sebagai kuil. Letaknya pun di luar kota, di pinggir jalan sebuah hutan dan
karena tidak ada yang merawatnya, maka menjadi kotor dan rusak. Akan tetapi perlengkapan kuil itu masih
ada, seperti meja-meja sembahyang yang reyot, arca-arca dan ukiran-ukiran di dinding yang sudah berlumut.
Tidak ada yang berani mengambil benda-benda di situ atau mengganggunya karena menurut desas-desus di
dusun-dusun sekeliling tempat itu, Tee-kong-bio sekarang dihuni oleh makhluk-makhluk halus atau iblis-iblis
sehingga tempat itu menjadi angker.
Karena keadaan kuil yang dianggap angker inilah maka ketika Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek keluar dari dusun
Ciu-si-bun menuju ke kuil itu, keadaan di sekeliling tempat itu sunyi seperti kuburan. Waktu itu sudah
menjelang senja, dan sungguh pun cuaca belum gelap, namun tidak ada penduduk dusun yang berani berada
dunia-kangouw.blogspot.com
di daerah angker ini. Kesunyian itu amat terasa oleh dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini dan mereka berjalan
terus dengan tenang dan penuh kewaspadaan.
“Liong-sute, aku masih ragu-ragu akan kebenaran ucapan murid yang sudah dalam sekarat itu. Mereka adalah
pedagang-pedagang obat di kota, bagaimana mereka bisa menyebut nama Hoa-san-pai di Tee-kong-bio?"
"Entahlah, Liok-suheng. Aku sendiri pun ragu-ragu. Tetapi agaknya tidak sembarangan dia mengatakan itu,
tentu ada hubungannya. Aku yakin terdapat rahasia dalam peristiwa itu dan rahasianya terletak di kuil depan
itu."
Liok Si Bhok yang sudah berusia enam puluh tahun lebih itu mengangguk-angguk. Dia merupakan tokoh ke
enam dari Siauw-lim Chit-kiam, seorang yang bertubuh pendek gemuk namun tubuhnya itu dapat bergerak
dengan gesit sekali. Wajahnya bundar dan selalu kelihatan serius, namun mulutnya hampir selalu tersenyum,
menandakan bahwa dalam keseriusannya itu sebetulnya dia adalah seorang yang peramah.
Ada pun Liong Ki Tek, orang ketujuh atau yang termuda dari Siauw-lim Chit-kiam, usianya kurang lebih lima
puluh lima tahun. Berbeda dengan suheng ke enam itu, tubuhnya tinggi kurus sehingga tinggi suheng-nya
hanya sampai dipundaknya. Sikap orang termuda dari Tujuh Pedang Siauw-lim-pai ini amat tenang sehingga
kelihatan lamban, akan tetapi biji matanya yang bergerak-gerak terus itu menandakan bahwa biar pun tenang
ia sama sekali tidak lamban melainkan terus waspada dan setiap urat syaraf di tubuhnya sudah siap.
Ketika kedua orang tokoh Siauw-lim-pai ini memasuki pekarangan kuil Tee-kong-bio yang sunyi, tiba-tiba
mereka mendengar kepak sayap burung. Dengan kaget mereka mengangkat muka memandang. Kiranya ada
tiga ekor burung gagak terbang dari atas genteng kuil itu, agaknya terkejut oleh kedatangan mereka. Melihat ini
kedua orang itu saling pandang dan menjadi agak kecewa. Terbangnya tiga ekor burung itu dapat diartikan
bahwa di kuil itu tidak ada orangnya. Tentu burung yang ketakutan melihat mereka datang itu tidak akan berani
tetap tinggal di situ.
Akan tetapi mereka melangkah maju terus, melewati pekarangan yang lebar dan yang tertutup rumput agak
tinggi itu, sampai di anak tangga yang cukup tinggi, ada dua puluh anak tangga banyaknya sehingga ruangan
depan kuil itu tingginya hampir dua meter dari tanah di pekarangan. Biar pun mulut kedua orang kakek ini tidak
mengeluarkan suara, namun keduanya seperti telah bersepakat dan melangkahlah mereka menaiki anak
tangga dengan langkah ringan dan sikap tenang.
Begitu mereka melangkahi anak tangga terakhir dan tiba di ruangan depan, terdengar suara bercicit keras.
Keduanya segera bersiap untuk menghadapi serangan senjata rahasia ketika pandang mata mereka yang
tajam dapat menangkap meluncurnya dua buah benda hitam dari sebelah dalam kuil. Akan tetapi sebelum
benda itu menyerang mereka, benda-benda itu menyambar ke atas dan mengeluarkan bunyi bercicit, dan
ternyata dua buah benda hitam itu adalah dua ekor kelelawar besar!
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek saling pandang, tersenyum dan menghela napas panjang. Mereka tadi sudah
merasa agak tegang, dan kini ternyata mereka kecelik. Bahkan keluarnya dua ekor kelelawar dari sebelah
dalam kuil ini lebih meyakinkan dugaan mereka bahwa kuil itu kosong karena kalau memang ada orangnya,
tentu dua ekor kelelawar itu sudah sejak tadi terbang pergi, tidak menanti kedatangan mereka yang
mengejutkan binatang itu.
"Ah, Chit-te (Adik ke Tujuh), tempat ini tidak ada orangnya...," kata Liok Si Bhok kecewa.
"Sebaiknya kita menyelidiki keadaan di dalam Liok-heng (Kakak ke Enam)," jawab Liong Ki Tek. Karena
hubungan di antara Siauw-lim Chit-kiam amat erat sehingga mereka itu bukan hanya merupakan kakak beradik
seperguruan melainkan merasa seperti kakak beradik sekandung, kadang-kadang mereka menyebut kakak
dan adik.
Mereka maju terus. Akan tetapi karena hati mereka merasa makin yakin bahwa kuil itu kosong, mereka tidak
menjadi tegang lagi. Kuil ini benar sudah kosong ditinggalkan dan dalam keadaan rusak, bahkan ada sebagian
atapnya yang runtuh. Arca-arca yang tidak terawat di situ bahkan kelihatan makin menyeramkan. Mereka
melangkah maju terus, meneliti setiap ruangan yang mereka lalui. Tiba-tiba keduanya menghentikan langkah.
dunia-kangouw.blogspot.com
Pada saat yang sama kedua orang gagah perkasa ini mencium bau yang amat harum, bau minyak harum yang
biasa dipakai wanita! Mereka mengerutkan kening.
Seperti para suheng mereka, baik yang menjadi hwesio seperti Lui Kong Hwesio dan Lui Pek Hwesio orang
kedua dan kelima dari Siauw-lim Chit-kiam, kedua orang ini pun merupakan murid-murid angkatan lama
sehingga mereka pernah mengalami pelajaran pantangan mendekati wanita. Bahkan mereka itu tidak pernah
kawin, seperti suheng-suheng mereka. Maka begitu mencium bau harum minyak wangi yang menandakan
bahwa di situ ada wanitanya, mereka mengerutkan kening. Bukan hanya karena mereka segan berurusan
dengan wanita, melainkan juga mereka terkejut menghadapi kenyataan ini.
Kalau di situ ada orangnya, apa lagi wanita, hal ini berarti bahwa wanita atau siapa adanya orang yang
memakai wangi-wangian itu tentu memiliki ilmu kepandaian yang hebat! Tentu gerakan-gerakannya
sedemikian halus dan ringan sehingga kelelawar dan burung gagak yang berada di kuil itu sampai tidak tahu
dan tidak menjadi kaget.
"Sahabat-sahabat Hoa-san-pai, silakan keluar. Kami dua orang utusan Siauw-lim-pai ingin bertemu dan bicara!”
Liok Si Bhok berseru sambil mengerahkan khikang-nya hingga suaranya bergema di seluruh kuil, bahkan
menggetarkan sarang laba-laba yang banyak terdapat di sudut-sudut ruangan itu.
Mereka berdiri di tengah-tengah sebuah ruangan lebar di mana terdapat empat buah pintu, menjurus ke empat
penjuru. Daun-daun pintunya tertutup, hanya sebuah yang menuju ke luar terbuka karena mereka yang
membukanya tadi ketika masuk dari luar. Hati mereka makin yakin bahwa kuil ini ada penghuninya ketika
melihat bahwa berbeda dengan ruangan-ruangan lain di bagian depan, ruangan yang paling lebar dan berada
di bagian belakang kuil ini lantainya bersih seolah-olah sering disapu.
Gema suara Liok Si Bhok mengaung menyeramkan, kemudian sunyi kembali. Selagi dua orang tokoh Siauwlim-
pai itu meragu apakah benar-benar kuil itu ada penghuninya, terdengar suara tertawa merdu, suara ketawa
wanita yang halus dan bernada genit, seperti suara ketawa kuntilanak yang menyeramkan. Biar pun dua orang
tokoh Siauw-lim-pai itu merupakan pendekar-pendekar yang gagah perkasa dan tidak pernah mengenal takut,
namun suasana di kuil itu dan suara ketawa ini membuat bulu tengkuk mereka meremang. Tetapi mereka
dapat segera menindas perasaan ngeri ini dan Liong Ki Tek lalu membentak.
"Manusia atau siluman, kami orang keenam dan ke tujuh dari Siauw-lim Chit-kiam tidak merasa takut!"
"Hi-hi-hi-hik, Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek mengantar kematiannya, masih bermulut besar!"
Perlahan-lahan tiga buah daun pintu terbuka dari luar dan masuklah tiga orang dari tiga buah pintu itu. Dari
pintu belakang masuk seorang wanita yang usianya tentu sudah empat puluh tahun lebih, akan tetapi masih
kelihatan cantik sekali, berpakaian mewah dan bersikap genit, terutama sekali matanya yang penuh dengan
sinar rafsu birahi. Akan tetapi yang amat mengerikan adalah kedua buah tangannya. Tangan yang kecil berjari
runcing halus bagus sekali, hanya warnanya merah seolah-olah kedua tangan itu berlumur darah!
Dari pintu kiri muncul seorang kakek yang bertubuh tinggi besar bermuka hitam seperti dipulas arang, usianya
mendekati enam puluh tahun namun masih jelas tampak bahwa dia kuat sekali dan bertenaga besar.
Kesombongan bersinar dari sepasang matanya yang bulat dan lebar. Ada pun dari pintu kanan muncul
seorang kakek yang usianya sebaya, tetapi dalam segala hal merupakan lawan kakek muka hitam karena
kakek ini tubuhnya pendek kecil, mukanya putih seperti dibedaki, kelihatan lemah tak bertenaga dan matanya
sipit dengan pandangan seperti orang mengatuk.
Liok Si Bhok dan Liok Ki Tek adalah orang-orang yang sudah banyak pengalaman di dunia kang-ouw, bahkan
sudah mengenal tokoh-tokoh besar. Maka begitu melihat tiga orang ini, jantung mereka berdebar keras karena
mereka mengenal mereka itu sebagai tokoh-tokoh sakti dari golongan sesat! Wanita cantik genit itu bukan lain
adalah Ma Su Nio yang terkenal dengan julukan Hiat-ciang Sian-Ii (Dewi Bertangan Darah), seorang tokoh
sakti yang cabul genit dan kejamnya seperti iblis betina!
Ada pun kakek bermuka hitam yang tinggi besar itu adalah Hek-giam-ong (Raja Maut Hitam), sedangkan
kakek bermuka putih adalah Pek-giam-ong (Raja Maut Putih). Mereka berdua adalah kakak beradik dan
terkenal dengan sebutan Hek-pek Giam-ong yang selalu muncul dan turun tangan berdua sehingga
dunia-kangouw.blogspot.com
merupakan lawan yang sangat tangguh. Tiga orang ini adalah murid-murid dan juga pembantu-pembantu
Kang-thouw-kwi Gak Liat Si Setan Botak, seorang di antara datuk-datuk golongan hitam atau kaum sesat!
Akan tetapi, dari tiga orang yang muncul ini tidak ada tercium bau harum tadi. Memang Hiat-ciang Sian-li Ma
Su Nio juga membawa bau wangi, akan tetapi berbeda dengan keharuman tadi, bahkan di antara bau wangi,
yang datang dari tubuh Dewi Tangan Darah ini tercium bau amis darah! Ada pun Hek-pek Giam-ong sama
sekali tidak membawa bau harum, kalau ada membawa bau, paling-paling juga bau apek karena pakaian
berkeringat yang tak pernah dicuci.
Setelah kini semua pintu yang menembus ruangan itu terbuka, bau harum itu makin keras dan ternyata
datangnya dari atas. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek cepat memandang ke atas dan... jauh di atas balok
melintang tampak duduk dua orang muda, seorang gadis cantik dan yang seorang lagi pemuda yang tampan.
Gadis itu cantik sekali, tubuhnya ramping padat hidungnya mancung dagunya runcing dan sepasang mataya
seperti mata burung hong jantan. Rambutnya yang hitam panjang itu hanya diikat dengan sutera di belakang
tengkuk, dibiarkan melambai ke punggung. Kepalanya ditutup atau lebih pantas dihias sebuah topi buIu putih
yang kecil, dengan sebatang buIu burung menjadi penghias. Kedua telinganya digantungi sepasang antinganting
emas dan kedua lengannya bergelang emas pula. Gadis yang usianya sukar ditaksir, kurang lebih dua
puluh tahun ini, tersenyum-senyum dan agaknya bau wangi yang sedap harum itu keluar dari tubuh dan
pakaiannya.
Di sebelah kirinya duduk pula di atas balok itu seperti si gadis, dengan kedua kaki ongkang-ongkang, seorang
pemuda tampan dan gagah. Usianya sebaya dengan gadis itu. Pemuda ini tubuhnya tinggi tegap, wajahnya
ganteng dan pakaiannya amat indah, dari sutera disulam menyaingi keindahan pakaian gadis itu. Wajahnya
yang ganteng itu terawat baik, berkulit putih halus dan rambutnya pun tersisir rapi dan halus kelimis. Sayang
bahwa wajah yang tampan itu memiliki hidung yang agak besar, terlalu besar dan melengkung, dengan
sepasang mata yang mengandung sinar tajam, bengis dan kejam.
Dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu terkejut bukan main. Mereka tidak mengenal dua orang muda itu, akan
tetapi kenyataan bahwa mereka itu dapat berada di situ sejak tadi tanpa mereka ketahui bahkan tanpa
diketahui kelelawar dan burung yang hanya terbang setelah mereka berdua datang, membuktikan bahwa dua
orang muda itu bukanlah orang sembarangan. Akan tetapi karena tidak tahu siapa adanya kedua orang muda
itu, dan tidak tahu pula apa hubungannya mereka dengan tiga orang murid Kang-thouw-kwi ini, dua orang
tokoh Siauw-lim-pai itu hanya menggunakan seluruh perhatian untuk menghadapi Hek-pek Giam-ong dan Hiatciang
Sian-Ii.
”Hemmm, kiranya Hiat-cian Sian-Ii dan Hek-pek Giam-ong yang berada di dalam kuil ini. Sungguh tidak kami
sangka. Akan tetapi karena ternyata Sam-wi (Tuan Bertiga) yang berada di sini, kiranya Sam-wi dapat
memberi keterangan kepada kami tentang tiga orang anak murid Siauw-lim-pai yang terluka parah...”
Tiga orang murid Setan Botak itu kelihatan terkejut dan mereka memandang ke atas dengan sikap tenang.
"Kongcu (Tuan Muda), bagaimana mereka ini bisa tahu...?" kata Hiat-ciang Sian-li.
"Hemmm, agaknya Suheng bekerja kurang sempurna sehingga di antara mereka ada yang belum mampus
dan membuka rahasia...," pemuda tampan itu mencela.
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah tokoh-tokoh yang sudah banyak pengalaman. Begitu mendengar
percakapan ini, mengertilah mereka akan duduk perkara. Kiranya murid-murid Setan Botak yang memang
menjadi kaki tangan pemerintah penjajah Mancu yang telah membunuh tiga orang murid Siauw-lim-pai dan
agaknya mereka itu menyamar sebagai orang-orang Hoa-san-pai untuk menjalankan siasat adu domba antara
Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai! Hanya mereka merasa heran mendengar betapa pemuda itu menyebut
suheng kepada murid-murid Setan Botak yang menjadi tanda bahwa pemuda itu murid Setan Botak pula. Akan
tetapi mengapa Hek-pek Giam-ong dan juga Hiat-ciang Sian-Ii menyebutnya kongcu? Siapakah pemuda itu
yang melihat sikapnya dan mendengar ucapannya seolah-olah yang menjadi pemimpin di antara mereka?
dunia-kangouw.blogspot.com
"Bagus sekali!" Liong Ki Tek sudah membentak marah, "Kiranya kalian ini orang-orang sesat yang membunuh
anak murid kami dan kemudian menyamar sebagai orang Hoa-san-pai untuk mengadu domba!" Sambil
membentak demikian, Liong Ki Tek sudah mencabut pedangnya, berbareng dengan suheng-nya.
Tiba-tiba terdengar suara merdu dan halus, akan tetapi lidahnya asing sehingga bahasa yang diucapkannya
terdengar lucu, "Lebih baik lagi begini! Sudah kukatakan bahwa memancing ikan besar harus menggunakan
umpan besar pula! Tiga orang itu hanya merupakan ikan teri, kurang besar untuk dijadikan umpan. Kalau kita
menggunakan yang besar ini sebagai umpan, pasti berhasil. Siauw-lim-pai sukar dipancing, hendak kulihat
nanti kalau mereka melihat mayat dua orang ini. Ouwyang-twako, jangan khawatir, rencana kita sekali ini pasti
berhasil. Eh, kalian bertiga tidak lekas turun tangan, hendak menunggu apa lagi?"
Berbareng dengan teriakan-teriakan mereka, tiga orang murid Setan Botak itu maju menyerbu. Liok Si Bhok
dan Liong Ki Tek memutar pedang melindungi diri, dan di dalam hati mereka timbul pertanyaan-pertanyaan
yang membuat mereka menjadi heran terhadap gadis itu.Jelas bagi mereka bahwa gadis itu adalah seorang
gadis Mancu yang agaknya malah lebih berpengaruh dari pada si pemuda she Ouwyang itu, terbukti dari
ucapannya yang nadanya seperti orang bicara kepada bawahannya!
Akan tetapi dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini tidak dapat memecah perhatian mereka karena tiga orang lawan
mereka sudah mengirim pukulan-pukulan maut yang amat berbahaya. Mereka itu adalah murid-murid pilihan
dari Kang-thouw-kwi Gak Liat yang terkenal sebagai seorang ahli Yang-kang, tidak mengherankan apa bila
kedua orang kakek Hek-pek Giam-ong itu amat lihai.
Keduanya memiliki ilmu pukulan berdasarkan Yang-kang yang disebut Toat-beng Hwi-ciang (Tangan Api
Pencabut Nyawa) dan setiap kali mereka mengirim pukulan, tangan mereka didahului menyambarnya hawa
yang amat panas melebihi panasnya api! Kedua orang inilah yang telah membunuh tiga orang anak murid
Siauw-lim-pai. Karena mereka itu hendak menimbulkan kesan seolah-olah orang-orang Hoa-san-pai yang
melakukan pembunuhan itu, ketika membunuh tiga orang anak murid Siauw-lim-pai itu mereka tidak
menggunakan pukuIan Toat-beng Hwi-ciang, melainkan dengan sebatang pedang seperti kebiasaan orangorang
Hoa-san-pai.
Akan tetapi, lebih hebat lagi dari pada dua orang Raja Maut itu adalah serangan yang keluar dari sepasang
tangan merah Ma Su Nio. Hawa pukulan wanita ini mengandung panas yang hebat pula, namun di samping
hawa panas ini juga membawa bau amis dan mengeluarkan suara bercicitan sangat tinggi menggetarkan
jantung. Sesuai dengan julukannya, kedua tangan wanita ini memiliki pukulan-pukulan beracun yang amat
hebat karena yang teracun oleh pukulan ini adalah darah lawan yang langsung akan membunuh lawan dari
dalam!
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek maklum akan kelihaian tiga orang lawan mereka. Biar pun lawan mereka itu
bertangan kosong, namun sesungguhnya gerak pukulan mereka lebih berbahaya dari pada datangnya
luncuran anak panah beracun. Mereka memutar pedang melindungi tubuh, namun karena terus menerus
diserang secara bertubi tubi, pedang mereka itu hanya dapat dipergunakan untuk pertahanan, sama sekali
mereka tidak mendapat kesempatan untuk menggerakkan pedang membalas.
Karena ini mereka segera mengeluarkan suara keras dan itulah suara sebagai tanda bagi Siauw-lim Chit-kiam
untuk mengeluarkan ilmu yang mereka andalkan, ilmu pedang yang amat ampuh yang khusus diajarkan oleh
ketua Siauw-lim-pai kepada tujuh orang tokoh Siauw-lim itu, yaitu Chit-seng-sin-kiam (Pedang Sakti Tujuh
Bihtang). Begitu kedua orang ini mainkan Chit-seng-sin-kiam dengan pedang mereka, tiga orang lawan mereka
berseru kaget dan meloncat mundur.
Ilmu pedang Chit-seng-sin-kiam ini memang hebat luar biasa, diciptakan oleh ketua Siauw-lim-pai dengan
bantuan suhu-nya yang masih hidup dan sudah berusia tua sekali. Bukan sembarangan ilmu pedang,
melainkan ilmu pedang yang digerakkan dengan sinkang yang kuat sehingga sinar pedangnya menjadi
bergulung-gulung panjang dan dapat melukai lawan dari jarak jauh. Apa lagi kalau dimainkan oleh ketujuh
orang Siauw-lim Chit-kiam, keampuhannya menggila sehingga pernah Siauw-lim Chit-kiam ini dapat
menandingi Setan Botak yang terkenaI sebagai seorang di antara datuk-datuk hitam yang sakti. Sungguh pun
akhirnya Siauw-lim Chit-kiam terdesak, namun tidaklah mudah bagi datuk hitam itu untuk mencapai
kemenangan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Kini dimainkan oleh orang ke enam dan ketujuh dari tujuh pendekar pedang Siauw-lim itu, sudah cukup hebat
sehingga membuat ketiga orang murid Setan Botak terdesak mundur, gentar menghadapi sinar pedang yang
berkilauan dan mengandung hawa yang dingin namun berbahaya itu. Dua gulungan sinar pedang itu kini
bersatu, merupakan sinar kilat yang membentuk lingkaran-lingkaran aneh mengurung dan menindih tiga orang
tokoh hitam yang terpaksa harus meloncat ke sana ke mari untuk menghindarkan diri dari sinar pedang yang
berbahaya itu.
“Rebahlah!!” Bentakan ini keluar secara berbareng dari mulut Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek.
Sinar pedang mereka tiba-tiba berpisah, terpecah dua dan secepat kilat membabat tangan Hek-giam-ong dan
Pek-giam-ong yang melakukan pukulan mendorong. Kedua orang kakek ini terkejut sekali, cepat menarik
kembali tangan mereka, akan tetapi sinar pedang itu dari kanan kiri meluncur ke arah dada mereka!
"Aiiihhhhh...!"
Hek-giam-ong terpaksa mengerahkan tenaga di tangan kanannya, menangkis sinar itu sambil mengerahkan
Toat-beng Hwi-ciang. la berhasil menangkis pedang itu, namun lengannya tergores ujung pedang dan terluka
sehingga mengeluarkan darah. Pek-giam-ong yang tenaganya tidak sehebat Hek-giam-ong tidak berani
menangkis, melainkan cepat membuang diri ke belakang, akan tetapi pundaknya tetap saja kena dlserempet
pedang sehingga terluka.
"Hiaaaaattt...!!"
Ma Su Nio menggunakan kesempatan itu memukul dengan kedua tangannya yang merah ke arah lambung
kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu. Akan tetapi dengan gerakan otomatis kedua orang pendekar pedang itu
menyabetkan pedang mereka ke belakang sambil memutar tubuh.
"Ayaaaaa.....!" Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio menjerit.
Cepat ia menarik kembali kedua lengannya yang berbalik menjadi terancam. la dapat menyelamatkan kedua
lengannya, tetapi tubuhnya terhuyung ke belakang dan saat itu dipergunakan oleh Liok Si Bhok dan Liong Ki
Tek untuk menerjang maju, mengirim tusukan maut ke arah tubuh wanita iblis yang amat lihai itu.
"Tranggg…...! Tranggggg…...!!”
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek terkejut sekali karena pedang mereka terpental dan hampir terlepas dari tangan
mereka. Terutama sekali Liok Si Bhok yang merasa betapa pedangnya tergetar sehingga setelah tertangkis
masih tergetar mengeluarkan suara mengaung, tanda betapa penangkisnya memiliki sinkang yang hebat
sekali. Lebih kaget dan heran dia ketika melihat bahwa yang menangkis pedangnya itu hanyalah sebatang
payung di tangan gadis Mancu yang tadi duduk di atas tiang balok melintang. Ada pun yang menangkis
pedang Liong Ki Tek adalah sebatang pedang bersinar kuning di tangan pemuda tampan tadi. Kedua orang
tokoh Siauw-lim-pai itu maklum bahwa mereka terancam bahaya.
Dua orang muda itu ternyata memiliki ilmu kepandaian yang tinggi, sedangkan tiga orang murid Kang-thouwkwi
Gak Liat hanya terluka kecil saja. Bahkan Hiat-ciang Sian-Ii Ma Su Nio hanya mengalami kekagetan saja,
belum terluka. Kalau mereka itu mau pula membantu, tentu mereka berdua akan terancam bahaya maut. Akan
tetapi sebagai pendekar-pendekar besar mereka tidak menjadi gentar, bahkan saling berdekatan,
berdampingan sambil menyilangkan pedang mereka di depan dada. Liok Si Bhok dengan sikap dan suara
tenang bertanya.
"Siapakah kalian orang-orang muda?"
Gadis Mancu yang cantik itu tersenyum, pandang matanya melebihi tajamnya pedang di tangan pemuda itu
dan lebih runcing dari pada ujung payung di tangannya. Namun senyumnya amat manis, membuka sepasang
bibir yang indah bentuknya, memperlihatkan kemerahan rongga mulut di balik deretan gigi seperti mutiara.
"Memang amat tidak enak mati dalam penasaran. Kalian berdua orang Siauw-lim-pai yang keras hati dan
keras kepala sudah menghadapi kematian, agar tidak mati dalam penasaran baiklah kalian mengenal kami.
dunia-kangouw.blogspot.com
Aku adalah Puteri Nirahai, puteri ke tujuh belas dari Kaisar, ada pun dia ini adalah Ouwyang Seng, putera
Pangeran Ouwyang Cin Kok, murid bungsu namun paling lihai dari Kang-thouw-kwi Gak Liat.”
Kedua orang pendekar pedang itu terkejut. Biar pun mereka belum pernah mendengar nama kedua orang
muda ini, namun melihat gerakan dan tenaga sinkang mereka, tentu mereka ini merupakan lawan berat. Apa
lagi kalau gadis ini benar benar seorang puteri kaisar, tentu di situ terdapat banyak pengawal-pengawal istana
yang setiap saat dapat datang mengeroyok mereka. Mereka tidak takut, akan tetapi ingin sekali mengetahui
apa yang menyebabkan puteri ini melakukan semua perbuatan ini.
"Mengapa kalian membunuh tiga orang anak murid Siauw-lim-pai, melempar mayat mereka di depan kuil dan
menggunakan nama Hoa-san-pai?" tanya pula Liok Si Bhok.
"Adik Nirahai, kita bunuh saja mereka!" Ouwyang Seng, pemuda tampan itu berkata sambil mengerutkan
alisnya yang hitam tebal.
Akan tetapi gadis Mancu itu sambil tersenyum menggoyang tangan kirinya yang kecil dan berkulit halus.
"Jangan membikin mereka mati penasaran, Ouwyang-twako. Mereka toh pasti akan mati di tangan kita,
mengapa tergesa-gesa? Biar mereka tahu lebih dulu akan duduknya persoalan, toh kita tidak usah khawatir
kelak roh mereka akan membuka rahasia kepada para pimpinan Siaw-lim-pai dan Hoa-san-pai."
Dua orang tokoh Siauw-lim-pai itu bergidik. Gadis ini bicara dengan sikap dingin, tidak sombong akan tetapi
mengandung wibawa yang mengerikan.
"Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, dengarlah baik-baik. Tiga orang muridmu itu memang kami yang
membunuhnya dan sengaja kami pergunakan untuk mengadu domba antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai.
Akan tetapi siapa nyana, kalian keras kepala dan tidak mau masuk perangkap, bahkan seorang muridmu yang
belum mati membuka rahasia sehingga kalian dapat menemukan tempat ini. Sekarang kami hendak
membunuhmu, dan akan kami atur agar para pimpinan Siauw-lim-pai menganggap bahwa kematianmu berada
di tangan orang-orang Hoa-san-pai. Takkan dapat dicegah lagi, Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai akan
bermusuhan, bertanding dan berbunuh-bunuhan sampai keadaan mereka menjadi lemah. Bukankah ini
merupakan siasat yang baik sekali!"
"Kau! Iblis betina yang keji!" Liong Ki Tek memaki. “Kalau benar engkau ini puteri Kaisar, tentu tahu akan
peradaban, kebudayaan dan setidaknya mengenal peri-kemanusiaan! Akan tetapi engkau palsu dan keji, lebih
patut menjadi puteri siluman!"
"Manusia biadab lancang mulut !” Ouwyang Seng membentak dan hendak menyerang, akan tetapi kembali ia
ditahan oleh Puteri Nirahai yang masih tetap tersenyum-senyum dan sedikit pun tidak kelihatan marah. Hal ini
saja sudah mengagetkan hati kedua orang tokoh Siauw-lim-pai itu. Gadis masih begitu muda remaja sudah
pandai menguasai perasaan tanda bahwa dia betul-betul memiliki ilmu yang tinggi lahir batin!
"Orang-orang Siauw-lim-pai, pandanganmu amat picik. Aku lakukan semua itu semata-mata demi kepentingan
kerajaan Ayahku yang menjadi Kaisar, demi kejayaan bangsaku, demi kemenangan negaraku. Siauw-lim-pai
dan Hoa-san-pai diam-diam menentang Kerajaan Ceng, merupakan musuh-musuh, dan karena kedua partai
ini amat kuat dan berbahaya maka perlu sekali dibikin lemah. Siasat ini merupakan siasat perang, dan
kulakukan dengan dasar berbakti kepada Ayah dan negara, kepada bangsa yang tercinta. Apakah bedanya
dengan perbuatanmu menentang kerajaan kami? Kalian melakukan hal itu dengan dalih mengabdi bangsa,
aku pun melakukan hal ini dengan dasar mengabdi bangsa, apa bedanya? Perbuatan kalian mungkin
dianggap patriotik dan gagah perkasa oleh bangsamu dan kalian dianggap sebagai pahlawan oleh bangsamu.
Akan tetapi aku pun dianggap seorang pahlawan wanita oleh bangsaku! Antara kalian dan aku hanya ada satu
perbedaan, yaitu perbedaan dalam penilaian. Kalian berjuang untuk kebaikan, aku pun demikian. Yang
menjadi pertanyaan besar, apakah itu yang dikatakan kebaikan?"
“Akan tetapi, kami penjunjung kegagahan, kebenaran dan keadilan pantang untuk melakukan siasat-siasat
busuk yang hina seperti yang kau lakukan!" kata pula Liok Si Bhok setelah tercengang sejenak mendengar
ucapan yang tidak pantas keluar dari mulut seorang gadis remaja berusia dua puluh tahun itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hi-hik..., ucapanmu itu menandakan bahwa engkau bukanlah seorang ahli perang! Mengandalkan kejujuran
dan welas asih dalam perang, mana mungkin dapat menang? Perang ialah mengadu siasat, makin keji makin
baik, mengadu kekerasan dan kekejaman. Sudahlah, kini bersiaplah kalian untuk mati!
Baru saja ucapan ini habis dikeluarkan, tiba-tiba Liok Si Bhok melihat sinar hitam yang lebar sekali
mengembang di depannya dan gadis itu tiba-tiba lenyap, kemudian tahu-tahu ujung payung yang runcing telah
meluncur secepat kilat menusuk dadanya! Kaget sekali pendekar ini. Namun tidak percuma ia menjadi orang
keenam dari Siauw-lim Chit-kiam karena pedangnya sudah bergerak dengan pemutaran pergelangan
tangannya, langsung menangkis ujung payung dari samping.
"Cringgggg...!"
Liok Si Bhok terpaksa meloncat ke belakang sambil memutar pedang melindungi tubuhnya. Lengan kanannya
seperti kesemutan, pedangnya masih tergetar dan diam-diam ia kaget dan kagum bukan main. Kiranya gadis
itu telah menggerakkan payungnya secara luar biasa dahsyatnya. la memandang dengan penuh perhatian.
Senjata itu adalah sebuah payung biasa yang batangnya tentu terbuat dari baja pilihan yang amat kuat.
Gagangnya melengkung seperti payung biasa, ruji-rujinya dari baja keras pula dan payungnya dari kain tebal
berwarna hijau, ujung batangnya runcing seperti pedang. Tadi ketika gadis itu menyerangnya, payung itu
berkembang sehingga menyembunyikan tangan dan tubuh gadis itu dan di sinilah letak kehebatan senjata ini.
Kalau payung berkembang, lengan dan tangan yang memegang payung tersembunyi dan tidak tampak oleh
lawan. Padahal, dalam bertanding yang penting adalah memperhatikan gerak lawan yang dapat dilihat
sebelum senjata digerakkan dari gerakan tangan, lengan dan pundak. Kalau semua bagian tubuh ini
tersembunyi, maka gerakan-gerakan selanjutnya dari lawan takkan tampak dan perkembangan serangannya
takkan dapat diduga terlebih dulu.
Sementara itu Ouwyang Seng juga sudah menerjang Liong Ki Tek dengan pedangnya. Liong Ki Tek cepat
menangkis, tetapi pada saat pedang bertemu, tangan kiri Ouwyang Seng yang terbuka itu mendorong ke
depan dan serangkum hawa panas yang lebih hebat dari pada ilmu Toat-beng Hwi-ciang dari Hek-pek Giamong
menyambar ke depan.
"Aihhh...!" Liong Ki Tek cepat loncat ke belakang dan agak terhuyung saking kagetnya.
Ouwyang Seng tertawa mengejek dan menerjang terus ke depan dengan pedangnya, diselingi pukulanpukulan
yang lebih berbahaya dari pada pedang itu sendiri karena pemuda ini menggunakan pukulan sakti
Hwi-yang Sin-ciang!
Di dalam jilid-jilid yang lalu banyak diceritakan tentang Ouwyang Seng ini sebagai murid Gak Liat yang lihai
dan sejak kecil sudah memiliki watak yang keras dan kejam. Namun di samping watak ini, dia merupakan
seorang murid yang amat tekun dan disayang oleh Kang-thouw-kwi Gak Liat. Maka setelah kini berusia dua
puluh tahun, ia telah menjadi seorang murid yang paling pandai di antara semua murid Si Setan Botak! Bahkan
Hwi-yang Sin-ciang yang tidak dapat dimiliki murid-murid lain, telah dikuasai oleh Ouwyang Seng yang ikut
berlatih bersama suhu-nya dengan masakan batu-batu bintang. Toat-beng Hwi-ciang boleh jadi amat lihai, dan
Hiat-ciang lebih dahsyat lagi, akan tetapi dibandingkan dengan Hwi-yang Sin-ciang, kedua ilmu pukulan yang
berdasarkan Yang-kang itu masih kalah jauh!
Setelah dewasa, tentu saja Ouwyang Seng yang terkenal dengan sebutan Ouwyang-kongcu menjadi seorang
yang penting kedudukannya dalam tokoh-tokoh pembela Kerajaan Ceng. Ayahnya seorang pangeran yang
terkenal juga, Pangeran Ouwyang Cin Kok yang menjadi seorang di antara para penjilat yang terlihai di dekat
Kaisar Mancu. Dan mengingat akan kepandaiannya yang tinggi, Ouwyang-kongcu ini bergerak dalam bidang
pengamanan kerajaan terhadap ancaman para pejuang yang bergerak secara rahasia menentang pemerintah
Mancu.
Siapakah wanita cantik yang amat hebat itu? Dia memang seorang puteri bernama Puteri Nirahai, puteri dari
Kaisar Mancu yang lahir dari seorang selir berbangsa Khitan. Puteri Nirahai ini memiliki kepandaian yang
dahsyat, bahkan lebih tinggi dari pada tingkat kepandaian Ouwyang-kongcu sendiri! Dibandingkan dengan
tingkat para tokoh datuk hitam, dia hanya kalah sedikit! Memang sukar untuk dipercaya bagaimana seorang
dunia-kangouw.blogspot.com
gadis berusia dua puluh tahun telah memiliki ilmu kepandaian sedahsyat itu. Akan tetapi hal ini tidak akan
mengherankan orang lagi kalau diingat bahwa dia adalah ahli waris dari kitab pelajaran ilmu-ilmu silat tinggi
dari mendiang puteri Ratu Khitan yang dahulu terkenal di seluruh dunia kang-ouw dengan julukan Mutiara
Hitam!
Mutiara Hitam adalah seorang pendekar wanita sakti yang amat hebat ilmu kepandaiannya dan memiliki
banyak kitab kitab pusaka ilmu silat yang aneh-aneh dan amat tinggi. Kitab-kitab itu adalah peninggalan
seorang tokoh wanita sakti yang berjuluk Tok-siauw-kwi (Setan Cilik Beracun) Liu Lu Sian yang bukan lain
adalah ibu kandung Suling Emas yang amat terkenal (baca cerita Suling Emas, Cinta Bernoda Darah dan
Mutiara Hitam). Selama puluhan tahun tidak ada kabar ceritanya tentang kitab-kitab itu dan secara kebetulan
beberapa buah di antara kitab-kitab itu terjatuh ke tangan Puteri Nirahai inilah.
Di antara ilmu-ilmu silatnya yang hebat, Nirahai dapat mewarisi tiga buah ilmu kepandaian Mutiara Hitam, yaitu
pertama adalah Ilmu Silat Sin-coa-kun (Ilmu Silat Ular Sakti), ke dua Ilmu Pedang Pat-mo-kiam-hoat (Ilmu
Pedang Delapan Iblis), dan yang ke tiga adalah ilmu senjata rahasia Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi).
Yang amat hebat adalah ilmu pedangnya Pat-mo-kiam-hoat yang sukar dicari bandingnya karena memang
dahsyat dan ganas sekali. Apa lagi gadis ini mainkan ilmu itu dengan senjatanya yang istimewa yang disebut
Tiat-mo-kiam (Pedang Payung Besi), maka kehebatannya bertambah.
Dapat dibayangkan betapa lihainya permainan pedang yang tersembunyi di balik payung sehingga lawan tak
dapat melihat gerakan-gerakannya. Sebetulnya ilmu ini tadinya merupakan ilmu pedang, akan tetapi dengan
senjata seperti itu, sama dengan permainan pedang dibantu perisai, namun disatukan sehingga merupakan
senjata yang ampuh dan jika tidak dipakai bertanding, dapat dipergunakan sebagai payung biasa untuk
berlindung dari serangan hujan dan panas, juga menambah gaya bagi seorang gadis jelita seperti Nirahai.
Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek adalah dua orang tokoh Siauw-lim-pai yang sudah tinggi tingkat ilmu
kepandaiannya. Mereka adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, Tujuh Pedang Siauw-lim yang amat
disegani orang. Mereka adalah murid-murid langsung dari ketua Siauw-lim-pai yang selain ahli dalam bermain
pedang, juga memiliki tenaga sinkang yang amat kuat, di samping pengalaman bertanding yang sudah luas.
Akan tetapi sekali ini, bertemu dengan Nirahai dan Ouwyang Seng, sebentar saja dua orang tokoh Siauw-limpai
itu terdesak hebat. Ilmu pedang yang dimainkan Nirahai dengan senjata payung luar biasa sekali dan tidak
sampai lima puluh jurus, Liok Si Bhok yang bertubuh gemuk pendek itu tak mampu balas menyerang lagi
karena dari balik payung hitam itu menyambar-nyambar sinar pedang bagaikan sinar kilat dari balik awan
hitam yang tebal.
Tiba-tiba Nirahai mengeluarkan suara melengking tinggi. Dari balik payung menyambar sinar berkeredepan
yang berbau harum ke arah leher Liok Si Bhok. Tokoh ini terkejut, maklum bahwa itulah senjata rahasia yang
amat berbahaya. Dan memang dugaannya benar karena yang menyambar ltu adalah Siang-tok-ciam,
segenggam jarum beracun yang berbau harum. Liok Si Bhok cepat mengelak dengan miringkan diri ke kiri,
akan tetapi ternyata bahwa serangan jarum itu hanya merupakan pancingan karena kini tahu-tahu ujung
payung itu telah menusuk perutnya.
"Cringgggg...!"
Pedang di tangan Liok Si Bhok tergetar, bertemu dengan ujung payung dan melekat! Pada detik berikutnya,
dari balik payung itu menyambar kaki Nirahai yang kecil dan bersepatu indah, menendang dengan gerakan
cepat sekali dan tahu-tahu telah mengenai lambung Liok Si Bhok. Tokoh Siauw-lim-pai yang bertubuh gendut
pendek ini mengeluh dan tubuhnya terbanting ke belakang. Dua kali ia masih berhasil menangkis sinar pedang
Nirahai, akan tetapi yang ketiga kalinya, tangkisannya meleset dan ujung payung itu menancap memasuki
lehernya menembus dari kanan ke kiri. Tanpa sempat berteriak lagi Liok Si Bhok tewas dengan leher hampir
putus!
"Ouwyang-twako, jangan robohkan dia dengan sin-ciang! Pukulan itu akan dikenaI orang dan menggagalkan
rencanaku!" Nirahai berseru ketika melihat betapa Ouwyang Seng mendesak Liong Ki Tek dengan pedang dan
pukulan-pukulan Hwi-yang Sin-ciang.
dunia-kangouw.blogspot.com
Ouwyang Seng yang melihat betapa puteri itu telah berhasil merobohkan lawannya menjadi penasaran dan
malu. Tanpa mengandalkan Hwi-yang Sin-ciang, bagaimana ia akan mampu merobohkan lawan yang tangguh
ini? Akan tetapi pada saat itu, Nirahai telah menerjang maju dan menyerang Liong Ki Tek dengan payungnya
yang hebat itu. Seperti juga Liok Si Bhok tadi, kini Liong Ki Tek terkejut dan bingung menghadapi serangan
payung.
Tahulah pendekar ini mengapa suheng-nya tewas di tangan puteri ini, ternyata bahwa senjata payung pedang
itu benar-benar sukar dilawan. Ia mengerahkan tenaganya menangkis dan terdengar suara keras diikuti
muncratnya bunga api. Dibandingkan dengan suheng-nya, Liong Ki Tek yang tinggi kurus ini memiliki tenaga
yang lebih kuat sungguh pun ilmu pedangnya tidak sehebat Liok Si Bhok. Akan tetapi tangkisannya yang
mengandung tenaga kuat itu pun tidak mampu membikin payung terpental, bahkan kini pedangnya melekat
pula pada ujung payung itu, tak dapat ia lepaskan. Dan saat ini dipergunakan dengan baik oleh Ouwyang Seng
yang sudah menusukkan pedangnya ke perut Liong KI Tek sampai tembus ke punggung.
"Ihhh..., kau kasar sekali, Twako!" Nirahai menarik payungnya dan cepat meloncat ke belakang agar jangan
terkena semburan darah dari perut Liong Ki Tek.
Ouwyang Seng menjadi merah mukanya. Memang tadi ia menyerang dengan kasar saking gemas dan
penasaran bahwa ia harus dibantu oleh gadis ini untuk merobohkan tokoh Siauw-lim-pai ini sehingga
kekasaran serangannya itu nyaris mendatangkan noda darah yang menyembur ke luar dari perut Liong Ki Tek
pada baju nona itu.
"Sesudah dua orang tokoh Siauw-lim-pai ini tewas, selanjutnya apa yang akan kita lakukan, Adik Nirahai?
Kurasa permainanmu terlalu berbahaya sekarang."
Untuk menutupi kenyataannya bahwa dia tidak secepat Nirahai merobohkan lawan, bahkan mendapat bantuan
gadis perkasa itu, Ouwyang Seng menekan gadis itu dengan kata-kata yang sifatnya menegur ini. "Mereka
adalah dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, dan kekuatan Siauw-lim-pai sama sekali tidak boleh
dipandang ringan."
Nirahai tersenyum manis. "Tenanglah, Ouwyang-twako dan serahkan saja padaku karena aku telah membuat
rencana yang baik sekali, jauh lebih baik dari pada rencana semula. Engkau tahu,Twako. Untuk memancing
ikan besar harus menggunakan umpan besar dan dua orang dari Siauw-lim Chit-kiam ini merupakan umpan
besar sekali yang kematiannya akan membikin geger Siauw-lim-pai dan sekali ini kutanggung bahwa Siauwlim-
pai akan memusuhi Hoa-san-pai sehingga kita tidaklah harus bersusah payah lagi menggempur keduanya.”
Dengan wajah manis dan sikap tenang gadls itu lalu menceritakan rencananya kepada Ouwyang Seng.
Pemuda ini mendengarkan penuh perhatian, makin lama makin tertarik dan setelah gadis itu menyelesaikan
penuturan tentang rencana dan siasatnya, ia bangkit berdiri dan menjura kepada Nirahai sambi! berkata.
"Wah, engkau hebat sekali, Adik Nirahai! Sungguh mengagumkan! Makin besar dan berbahagialah hatiku
kalau aku teringat bahwa engkau yang begini cantik jelita, begini lihai ilmu silatnya, begini cerdik pandai adalah
tunanganku..."
"Hemmm, jangan tergesa-gesa, Twako...," Nirahai memotong, sepasang alisnya yang kecil panjang dan hitam
itu berkerut, akan tetapi bibirnya yang merah tersenyum tenang.
"Adikku sayang... Nirahai... aku tidak tergesa-gesa. Akan tetapi... bukankah perjodohan kita sudah setengah
resmi...?" Ouwyang Seng berlutut dan suaranya gemetar penuh perasaan. "Di antara Ayahmu dan Ayahku....”
Nirahai menundukkan muka memandang wajah pemuda yang tampan itu. Ia suka kepada pemuda yang selalu
pandai mengambil hatinya ini, akan tetapi... Ouwyang Seng bukanlah pria yang memenuhi idaman hatinya.
"Ouwyang-twako, yang akan berjodoh adalah kita, bukan ayah kita..."
"Nirahai...!" Ouwyang Seng memandang dengan sinar mata penuh cinta kasih dan permohonan sehingga
Nirahai menjadi kasihan, mengulurkan tangannya. Ouwyang Seng menangkap jari-jari tangan yang halus
meruncing itu dengan kedua tangannya, lalu menciumi jari-jari tangan itu penuh nafsu birahi dan cinta kasih.
"Ohhh, Nirahai puteri jelita, pujaan hatiku. Aku cinta padamu....”
dunia-kangouw.blogspot.com
Sejenak puteri itu membiarkan jari tangannya dibelai dan dicium, akan tetapi mulutnya berkata halus, "Aku tahu
bahwa engkau mencintaku, Twako. Akan tetapi, aku tidak... ah, belum lagi aku dapat menjatuhkan cinta
kasihku kepada seseorang....”
"Aku dapat menanti, sayang. Aku dapat bersabar. Akan kunanti dengan penuh harapan berseminya cinta kasih
di hatimu terhadap diriku. Nirahai...."
Puteri itu menarik tangannya terlepas dan berkata, biar pun mulutnya masih tersenyum namun suaranya agak
dingin, “Cukuplah, Twako. Kita sedang bertugas, dan aku tidak senang bicara tentang hal itu. Harap kau suka
mempersiapkan pasukan pengawal dan sediakan dua buah peti mati akan tetapi jangan kelihatan seperti peti
mati, melainkan peti untuk mengirim barang berharga. Aku hendak menyampaikan berita kematian ini kepada
anak murid Siauw-lim Chit-kiam yang kebetulan berada di kota Kok-lee-bun tak jauh dari sini, kemudian aku
akan ke Kwan-teng menemui Tan-piauwsu kepaIa Pek-eng-piauwkiok. Siasatku ini harus berjalan lancar dan
harus berhasil,Twako."
Ouwyang Seng adalah seorang pemuda yang cerdik, maka ia dapat menangkap nada suara dingin itu dan
tidak berani melanjutkan rayuannya tentang cinta. Ia bangkit berdiri, menghela napas dan berkata, "Baiklah,
Adik Nirahai. Aku sudah paham akan rencanamu tadi."
Nirahai lalu berkelebat cepat ke arah belakang kuil tua itu, meloncat ke punggung kuda yang disembunyikan
jauh dari situ kemudian membalap untuk melaksanakan siasatnya. Apakah siasat puteri yang cerdik ini?
Seperti telah diceritakan di bagian depan, siasatnya mengadu domba antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai
ternyata hampir berhasil atau hanya setengah berhasil karena secara tak tersangka-sangka muncul tokoh
aneh yang mengacaukan urusan, yaitu Han Han dan Lulu!
Keadaan dalam kuil Siauw-lim-si yang menjadi pusat Siauw-lim-pai dan diketuai oleh Ceng San Hwesio kini
diliputi awan kedukaan dan penasaran. Beberapa hari yang lalu datanglah Lauw Sin Lian murid terkasih
Siauw-Iim Chit-kiam bersama beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai mengawal sebuah kereta yang
membawa dua peti yang terisi mayat-mayat Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek! Juga mayat tujuh orang anak murid
Siauw-lim-pai tingkat rendah.
Dapat dibayangkan betapa kaget dan berduka hati Ceng San Hwesio dan para tokoh Suw-lim-pai ketika
melihat dua mayat tokoh Siauw-lim-pai yang telah rusak itu. Mayat-mayat itu cepat diperabukan dan setelah
mereka semua berkabung, Ceng San Hwesio lalu mengumpulkan anak murid dan adik-adik seperguruan untuk
berunding. Biar pun Lauw Sin Lian terhitung hanya cucu murid ketua Siauw-lim-pai ini, akan tetapi karena
tingkat kepandaian Sin Lian sebagai murid terkasih Siauw-lim Chit-kiam sudah amat tinggi dan pula karena
gadis ini menjadi saksi utama mengenai bentrokan dengan Hoa-san-pai, maka Sin Lian juga hadir dalam
pertemuan besar itu.
"Sungguh tidak nyana sekali Hoa-san-pai menjadi perkumpulan yang rendah dan dapat diperalat oleh kaum
penjajah!” Ceng San Hwesio, ketua Siauw-lim-pai mengerutkan alisnya dan mengepal tasbih di tangannya
erat-erat, wajahnya yang kurus itu menjadi merah sekali warnanya. "Amatlah keji perbuatan mereka terhadap
dua orang muridku itu dan agaknya mereka itu sudah menyatakan permusuhan secara terbuka. Sute, mulai
saat ini, harap Sute suka mengatur seluruh anak murid kita untuk melakukan penjagaan ketat siang malam
menjaga keamanan kuil. Semua anak murid yang berada di dalam kuil tidak diperbolehkan keluar dan segala
bentrokan dengan golongan apa pun juga harus ditiadakan. Selain itu, Sute harap mengutus anak murid untuk
mengundang semua saudara dan murid untuk berkumpul di sini, selambatnya sebulan. Sebelum tenaga kita
berkumpul semua dan kedudukan kita cukup kuat, jangan ada yang lancang turun tangan terhadap anak murid
Hoa-san-pai. Nanti kalau semua tenaga sudah terkumpul, pinceng sendiri yang akan memimpin pasukan
Siauw-lim-pai menuju ke Hoa-san-pai dan menuntut balas atas kekejaman Hoa-san pai terhadap kita!"
Kalau seorang ketua perkumpulan besar seperti Siaw-Lim-pai sudah rnenyatakan hendak memimpin sendiri
penyerbuan, hal ini menandakan bahwa ketua itu sudah tidak dapat menahan kemarahannya lagi. Dan
memang demikianlah keadaan Ceng San Hwesio yang sudah marah sekali. Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek
adalah dua di antara murid-murid yang paling ia sayang. Kini hwesio tua ini tak mampu lagi mengendalikan
kemarahannya melihat murid-muridnya itu tewas dalam keadaan mengenaskan.
dunia-kangouw.blogspot.com
Sute-nya, Ceng To Hwesio yang bertugas menjaga kuil dan membantu pekerjaan suheng-nya yang menjadi
ketua, juga merupakan guru dan pelatih dari sebagian besar murid-murid Siauw-lim-pai, menarik napas
panjang dan berkata.
"Baiklah, Suheng. Penjagaan akan diperkuat, dan pinceng akan mengutus murid-murid mengumpulkan tenaga.
Akan tetapi, maaf, Suheng. Mengenai hal yang menyangkut permusuhan dengan pihak Hoa-san-pai ini,
apakah tidak sebaiknya kalau kita bertanya nasehat kepada Supek?"
"Bagaimana kita dapat mengganggu Supek dengan urusan ini? Supek sudah bertahun-tahun bertapa dalam
sebuah di antara kamar-kamar penyiksaan diri, tak mau diganggu. Biar pun bagi kita urusan ini adalah urusan
besar yang tidak hanya menyangkut nyawa murid-murid kita, juga menyangkut nama dan kehormatan Siauwlim-
pai, namun bagi Supek yang sudah mengasingkan diri dari dunia ramai, tidak melibatkan diri dengan
urusan dunia, tentu merupakan hal yang tidak ada artinya sama sekali. Tidak, Sute, tidak semestinya kalau kita
mengganggu Supek untuk urusan ini. Urusan mengenai Siauw-lim-pai menjadi tugas pinceng sebagai ketua
dan tugas semua anak murid Siauw-lim-pai."
"Terserah keputusan Suheng, pinceng hanya mentaati perintah," jawab Ceng To Hwesio yang menjadi tegang
hatinya karena maklum bahwa kalau suheng-nya itu mengumumkan perang terhadap Hoa-san-pai, akan
terjadi geger dan tentu akan mengambil korban yang banyak sekali di kedua pihak.
"Bagus, Sute. Dan engkau Sin Lian, engkau mengatakan bahwa menurut dugaanmu, kedua orang Gurumu itu
terbunuh oleh seorang pemuda bernama Sie Han. Mungkinkah itu? Seorang pemuda dapat membunuh dua di
antara tujuh orang Gurumu?"
"Teecu tidak ragu-ragu lagi, Sukong (Kakek Guru). Han Han…eh, Sie Han itu kini ternyata telah menjadi
seorang pemuda yang pandai ilmu iblis!"
"Coba ceritakan keadaannya dan bagaimana engkau dapat mengenal dia?"
"Ketika masih kecil, Sie Han ini adalah seorang gelandangan, seorang pengemis yang terlantar. Kemudian
Ayah yang menaruh kasihan membawanya dan mengambilnya sebagai murid. Akan tetapi hanya sebentar
karena dia itu berkhianat, malah kemudian menjadi murid atau pelayan dari Kang-thouw-kwi Gak Liat..."
"Omitohud...!" Ceng San Hwesio berseru kaget. Nama tokoh datuk hitam yang ini selalu mengejutkan hati
semua orang pandai. "Dia menjadi murid setan itu. Akan tetapi... andai kata benar menjadi muridnya, pinceng
tetap masih meragukan apakah bocah itu mampu mengalahkan Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek."
"Teecu tidak ragu-ragu lagi, Sukong. Ketika berusaha menghajar orang-orang Hoa-san-pai dan bergebrak
dengan Han Han itu, dalam bentrokan tenaga teecu mendapat kenyataan bahwa tenaga sinkang bocah itu
melampaui sinkang semua Suhu."
"Omitohud..., mana mungkin...?” Ceng San Hwesio kembali berseru.
"Teecu tidak membohong, Sukong. Ketika itu, teecu menyerangnya dan mengirim pukulan dengan pengerahan
lweekang sekuatnya. Pukulan teecu itu adalah jurus Cam-liong-jiu (Pukulan Membunuh Naga) dan dia sama
sekali tidak menangkis! Teecu yakin bahwa tujuh orang Suhu tidak akan dapat menerima pukulan itu dengan
dada, akan tetapi Han Han menerima dengan dadanya dan akibatnya teecu sendiri yang terbanting roboh dan
tangan teecu membengkak!"
"Hemmm...!" Ceng San Hwesio mengulur lengannya ke depan dan membuka tangan dengan telapak di atas.
"Coba engkau menggunakan Cam-liong-jiu dengan kekuatan seperti yang kau gunakan memukul bocah itu,
dengan mengukur kekuatan pukulanmu dapat kiranya sedikit banyak menilai kepandaiannya."
Lauw Sin Lian maklum akan maksud kakek gurunya itu, maka ia lalu mengerahkan tenaga dan mengayun
kepalan tangannya, memukul ke arah telapak tangan kakek tua itu.
"Plakkk!!" Sin Lian merasa betapa kulit tangannya panas dan tergetar, maka ia cepat menarik kembali
tangannya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Omitohud, sukar dipercaya kalau bocah itu mampu menerima pukulanmu tadi dengan dadanya!" ketua Siauwlim-
pai berseru kaget.
"Memang dia luar biasa, Sukong."
“Kalau murid Hoa-san-pai semuda itu takkan mungkin memiliki sinkang yang cukup kuat untuk menerima
pukulanmu tadi. Akan tetapi kalau dia murid Gak Liat yang menjadi kaki tangan penjajah, bagaimana dia dapat
membantu Hoa-san-pai yang selama ini anti penjajah?"
"Siapa tahu Hoa-san-pai menyeleweng atau mungkin hanya Pek-eng-piauwkiok atau sebagian murid Hoa-sanpai
saja yang bersekutu dengan kaki tangan penjajah. Urusan ini amat berbahaya, kalau Sukong mengijinkan,
biarlah teecu pergi menyusul lima orang Suhu untuk diundang ke sini."
Ceng San Hwesio mengangguk. "Memang semua murid Siauw-lim-pai harus berkumpul. Terutama sekali para
Gurumu yang tinggal lima orang itu..." Kakek gundul ini menarik napas duka teringat akan dua orang muridnya
yang tewas. "Apakah engkau tahu di mana mereka itu kini merantau?"
“Teecu mendengar bahwa para Suhu merantau ke Telaga Barat, tentu masih berada di sana. Teecu akan
menyusul mereka dan menyampaikan berita duka tentang kematian Liok-suhu dan Jit-suhu (Guru ke Enam
dan ke Tujuh)."
"Baiklah, Lian-ji (Anak Lian), berangkatlah sekarang juga. Pinceng amat membutuhkan bantuan guru-gurumu."
Pada hari itu juga, berangkatlah Lauw Sin Lian pergi menyusul guru-gurunya untuk menyampaikan berita
kematian dua orang gurunya dan undangan ketua Siauw-lim-pai. Selain Sin Lian, berangkat pula murid-murid
Siauw-lim-pai yang diutus oleh Ceng San Hwesio untuk mengundang tokoh-tokoh Siauw-lim-pai yang
kebetulan saat itu sedang melakukan perjalanan, atau yang memang tidak lagi bertempat tinggal di pusat ini.
********************
Beberapa hari kemudian semenjak para murid Siauw-lim-pai pergi melakukan tugas masing-masing
menghimpun tenaga yang diundang ke pusat, para hwesio penjaga pintu gerbang Siauw-lim-pai menyambut
datangnya dua orang tamu dengan pandangan mata penuh kecurigaan. Tamu ini bukan lain adalah Han Han
dan Lulu. Seperti biasa, pemuda ini tenang-tenang saja menghampiri pintu gerbang, diikuti dari belakang oleh
Lulu yang juga bersikap tenang.
Dara ini makin cantik jelita saja, apa lagi kini di punggungnya tampak sebatang pedang yang amat indah
gagangnya, yaitu pedang pusaka Cheng-kong-kiam yang dirampasnya dari tangan Kong Seng-cu tokoh Hoasan-
pai. Biar pun di luarnya kelihatan tenang, namun di sebelah dalam dada gadis ini terjadi ketegangan
karena ia ingin sekali segera bertemu dengan Sin Lian untuk bertanya di mana adanya Lauw-pangcu, musuh
besarnya.
SembiIan orang hwesio penjaga yang segera datang ke pintu gerbang itu mengangkat tangan sebagai tanda
penghormatan dan seorang di antara mereka bertanya.
"Ji-wi (Tuan Berdua) hendak mencari siapakah?"
Berbeda dengan Lulu yang memandang ke kanan kiri penuh perhatian, dengan sikap tenang Han Han
membalas penghormatan itu, lalu menjawab.
"Saya ingin bertemu dengan Nona Lauw Sin Lian dan dengan ketua dari Siauw-lim-pai.”
Para hwesio penjaga itu saling pandang. Keadaan pemuda yang aneh ini mencurigakan. Pakaian pemuda ini
sederhana dan bersih, akan tetapi rambutnya dibiarkan riap-riapan begitu saja, sungguh mencurigakan, dan
lebih-lebih sepasang-mata itu yang amat tajam mengerikan.
dunia-kangouw.blogspot.com
“Nona Lauw Sin Lian tidak berada di sini, sedangkan keinginan Kongcu (Tuan Muda) untuk berjumpa dengan
Ketua, agaknya hal ini tidak mudah dilaksanakan. Hendaknya Kongcu berdua suka memberi tahukan nama
dan keperluan, barulah kami akan menyampaikan ke atasan apakah permohonan Kongcu menghadap dapat
dikabulkan."
Han Han mengerutkan alisnya yang tebal, masih dapat menahan kesabarannya, akan tetapi Lulu yang
mendengar bahwa Sin Lian yang dicarinya itu tidak berada di kuil itu sudah kehilangan kesabarannya dan ia
membentak.
"Wah-wah, seorang pendeta biar pun sudah menjadi ketua, masa lagaknya melebihi seorang raja saja? Orang
mau berjumpa saja sukarnya setengah mati!"
Para hwesio penjaga itu memandang dengan muka tidak senang dan wakil pembicara mereka segera
menjawab, "Nona, kalau yang kau maksudkan raja penjajah, memang ketua kami jauh lebih tinggi dan
terhormat! Ada perkumpulan ada pula peraturan, dan Siauw-lim-pai adalah perkumpulan besar yang
memegang teguh peraturannya, siapa pun tidak berhak melanggarnya!"
"Waduh-waduh, galaknya! Eh, hwesio-gundul, apakah kau ini ber-liamkeng (membaca doa) dan
bersembahyang, memantang makanan berjiwa yang enak-enak, bertapa susah payah, hanya untuk belajar
galak kepada orang lain? Kalau sikapmu masih galak dan tidak ramah-tamah terhadap orang, tidak baik budi,
percuma saja dong rambutmu dibuang! Ternyata kepalamu justru menjadi bertambah panas!"
Sikap dan omongan Lulu yang ugal-ugalan ini membuat para hwesio menjadi merah mukanya, akan tetapi
karena kata-kata itu tepat menusuk hati dan merupakan sindiran bagi mereka, sejenak mereka tak mampu
membantah. Kalau mereka menuruti nafsu kemarahan, hal ini hanya membuktikan betapa tepatnya ucapan
gadis nakal itu. Tetapi kalau tidak marah, hati yang tidak kuat!
"Heiii, dia inilah bocah setan itu! Dia yang membunuh saudara-saudara kita, dia yang membela orang-orang
Hoa-san-pai!" Tiba-tiba terdengar suara dua orang anggota Siauw-lim-pai yang bukan lain adalah Liong Tik
dan seorang sute-nya, dua orang di antara sembilan murid Sauw-lim-pai yang tidak tewas ketika mengeroyok
Han Han.
"Kepung, jangan sampat dia lari!" Liong Tik yang marah sekali melihat musuh besarnya ini telah mengeluarkan
senjatanya, sepasang tombak cagak dan para hwesio lainnya telah pula siap dengan senjata masing-masing.
Dua orang hwesio sudah berlari masuk memberi laporan.
Han Han masih bersikap tenang, dan Lulu sudah berkata lagi, " Wah, tidak hanya galak, malah agaknya para
pendeta Siauw-lim-pai terkenal sebagai tukang mengeroyok orang. Apakah kalian masih belum kapok, hendak
mengeroyok Kokoku?"
Han Han berdiri dengan kedua kaki terpentang tegak, dan matanya melirik ke kanan kiri ketika kini
berdatangan belasan orang hwesio yang sudah mengurungnya. Ia tidak ingin berkelahi karena kedatangannya
lni hendak menjelaskan persoalan yang timbul antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai.
"Bocah iblis, apakah engkau datang hendak mengacau Siauw-lim-pai?" Liong Tik membentak, masih raguragu
untuk menyerang karena ia maklum akan kepandaian pemuda itu yang amat menggiriskan hati.
"Cu-wi sekalian harap sabar. Aku datang sama sekali bukan hendak mengacau, bukan pula hendak
menimbulkan perkelahian. Aku datang untuk bicara dengan Nona Lauw Sin Lian, dan dengan ketua Siauw-limpai
untuk menjelaskan persoalan yang baru-baru ini terjadi."
"Engkau sudah membunuh saudara-saudara kami, masih datang hendak bicara dengan ketua kami?"
pertanyaan ini timbul dari hati yang terheran-heran.
Alangkah beraninya pemuda ini! Ataukah karena sombongnya maka sengaja datang hendak menantang ketua
Siauw-lim-pai?”
dunia-kangouw.blogspot.com
Han Han tersenyum dingin. " Kalau aku tidak datang memberi penjelasan, bagaimana urusan dapat
dibereskan? Semua terjadi karena salah paham..."
"Jahanam! Sudah membunuh banyak orang, enak saja mengatakan bahwa semua terjadi karena salah paham!
Saudara-saudara, mari kita basmi iblis ini!” Liong Tik berkata marah.
Akan tetapi sebelum mereka turun tangan, terdengar bentakan halus. "Para murid Siauw-Lim-pai, minggirlah!"
Mendengar suara ini, para murid yang tadinya mengurung Han Han serentak minggir dan membentuk
lingkaran kipas yang lebar. Han Han memandang mereka yang datang dan ternyata dari dalam kuil keluarlah
lima orang hwesio yang usianya rata-rata sudah lima puluh tahun lebih. Sikap mereka agung dan kereng, dan
seorang di antara mereka pincang kakinya sehingga jalannya dibantu sebatang tongkat. Pakaian mereka
sederhana, namun menyaksikan gerak-gerik mereka yang tenang dan kereng, dapat diduga bahwa mereka ini
merupakan tokoh-tokoh penting dari Siauw-lim-pai.
Dugaan Han-Han ini memang benar karena lima orang hwesio itu adalah murid-murid kepala dari Ceng To
Hwesio, sute dari ketua Siauw-lim-pai itu. Tingkat kepandaian lima orang hwesio ini sudah tinggi, bahkan tugas
mengajar semua murid yang menjadi tugas Ceng To Hwesio diwakili oleh lima orang ini. Biar pun tingkat
mereka masih kalah sedikit kalau dibandingkan dengan tingkat Siauw-lim Chit-kiam, namun karena mereka
terhitung adik-adik seperguruan Siauw-lim Chit-kiam, maka mereka merupakan tokoh-tokoh tingkat tiga di
Siauw-lim-pai.
Han Han yang dapat mengenal orang-orang pandai segera rnengangkat kedua tangan di depan dada dan
berkata, " Saya Sie Han dan adik saya Lulu mohon perkenan Losuhu sekalian agar dapat bertemu dan bicara
dengan ketua Siauw-tim-pal dan dengan Nona Lauw Sin Lian."
Lima orang hwesio itu tadi sudah mendapat laporan bahwa yang datang ini adalah pemuda lihai yang
membantu Hoa-san-pai dan yang telah membunuh tujuh orang anak murid Siauw-lim-pai, bahkan yang
mungkin juga menjadi pembunuh dua orang suheng mereka, Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek. Kini melihat
betapa pemuda itu masih amat muda, mereka sudah terheran-heran sekali, apa lagi menyaksikan sikap
pemuda ini yang sopan santun, mereka menjadi ragu-ragu dan hampir tidak percaya bahwa seorang pemuda
seperti ini dapat memiliki kepandaian yang tinggi.
Mereka segera membalas penghormatan Han Han karena biar pun tamu itu masih muda, adalah menjadi
kewajiban para hwesio untuk bersikap hormat dan lemah lembut kepada siapa saja.
"Sicu hendak bertemu dengan murid kami Lauw Sin Lian?" berkata seorang di antara mereka yang mukanya
kurus. "Sayang sekali, Nona Lauw sedang melakukan tugas ke luar kota, tidak berada di sini. Akan tetapi
Supek kami, ketua Siauw-lim-pai, berada di dalam. Kalau Sicu berdua hendak menghadap Supek, silakan
masuk."
Han Han mengangguk dan hatinya lega. Kiranya tokoh-tokoh Siauw-lim-pal adalah orang-orang gagah yang
mudah diajak urusan, tidak seperti anak buahnya tadi yang bersikap kasar, sungguh pun ia dapat memaafkan
kekasaran mereka kalau ia ingat bahwa dia telah membunuh tujuh orang saudara mereka. Dengan langkah
lebar dan tenang ia memasuki pintu gerbang didahului oleh lima orang hwesio itu. Lulu menyentuh tangan Han
Han dari belakang sehingga pemuda itu menengok dan memandangnya.
Gadis itu berbisik, "Koko, aku merasa khawatir sekali. Jangan-jangan kita masuk perangkap mereka.”
“Nona, kami menjunjung tinggi kegagahan dan kebenaran, anti akan segala kejahatan dan kecurangan. Tidak
perlu khawatir!" terdengar jawaban dari hwesio pincang bertongkat yang masih berjalan di depan, tanpa
menengok. Dapat mendengar bisikan Lulu yang begitu perlahan cukup membuktikan betapa tajam
pendengaran para hwesio ini.
Rombongan lima orang hwesio yang mengantar Han Han dan Lulu itu kini memasuki ruangan depan kuil besar
yang menjadi pusat perkumpulan Siauw-lim-pai itu. Bersih dan luas sekali ruangan itu dan dari situ tampak
meja sembahyang di sebelah dalam, yaitu di dalam ruangan sembahyang yang kelihatan tenang dan sunyi,
yang mengebulkan asap tipis berbau harum dari mana terdengar lirih suara hwesio bemyanyi dan berdoa. Ada
dunia-kangouw.blogspot.com
pun para hwesio lain yang menjadi anak buah dan bertugas menjaga hanya berkumpul di pekarangan depan,
tidak diperkenankan masuk karena kini dua orang tamu itu telah berada di dalam tangan lima orang hwesio
kepala ini.
Dengan sikap tenang akan tetapi alis berkerut karena dapat menduga bahwa para hwesio Siauw-lim-pai ini
menyambutnya dengan penuh kecurigaaan dan sikap bermusuhan, Han Han memasuki ruangan depan yang
bersih ltu, diikuti oleh Lulu yang sikapnya biasa saja, bahkan gadis itu seperti biasa tidak dapat menahan rasa
ingin tahunya dan menonton ke kanan kiri memandangi keadaan di situ.
"Sicu dan Nona, silahkan masuk ruangan di sebelah, para pimpinan Siauw-lim-pai telah menanti di sana.
Pinceng berlima hanya bertugas mengantar Ji-wi (Anda Berdua) sampai di luar pintu sidang pengadilan,"
berkata hwesio pengantar, sedangkan empat orang hwesio lainnya hanya berdiri dan mengangkat tangan
memberi hormat.
Han Han mengerutkan alisnya yang hitam dan hatinya merasa tidak enak mendengar bahwa ia dipersilakan
masuk ‘ruangan sidang pengadilan’ ini.
"Koko, jangan percaya kepada mereka ini!" kata Lulu. "Biar kita menanti di sini saja dan suruh mereka panggil
keluar Lauw Sin Lian dan ketua mereka!"
"Mengapa mesti takut? Kita adalah tamu dan tamu harus tunduk akan peraturan tuan rumah. Kalau mereka
menghendaki dengan penyambutan besar-besaran, biarlah, Adikku. Mari kau ikut aku, tak usah takut.”
“Siapa takut?" Lulu menjebikan bibirnya. "Aku hanya berhati-hati, bukannya takut!"
Dengan langkah lebar dan dada terangkat, Han Han dan Lulu memasuki pintu yang menembus ke ruangan
samping yang sesungguhnya adalah ruangan terbesar karena ini adalah ruangan lian-bu-thia (belajar silat)
yang luas sekali.
Begitu Han Han dan Lulu memasuki ruangan ini, tampak oleh mereka sepasukan hwesio muda berdiri berbaris
di tengah ruangan. Mereka terdiri dari tiga belas orang, berdiri dengan sikap berbaris, bertangan kosong dan
nampaknya kuat-kuat. Lengan baju mereka digulung sampai ke siku dan mereka berdiri dengan bhesi (kudakuda)
yang amat kuat, yaitu kuda-kuda Ji-ma-she dengan kedua kaki terpentang dan lutut ditekuk, kedua
kepalan tangan di kanan kiri lambung.
Tiga belas orang hwesio muda itu hanya berdiri dalam keadaan siap sarnbil memandang ke arah Han Han,
tanpa mengeluarkan kata-kata, tanpa bergerak. Han Han tidak tahu harus berbuat apa karena barisan ini
menghalang di jalan. Akan tetapi terdengarlah suara kereng dari mulut seorang hwesio tua yang berdiri di
sudut, hwesio tua yang bermata tajam dan suaranya nyaring.
"Khong-jiu-tin (Barisan Tangan Kosong) Siauw-lim-pai merupakan ujian pertama bagi orang yang berani minta
berjumpa dengan ketua Siauw-lim~pai!"
Mendengar ini Lulu meloncat maju dan menudingkan telunjuknya yang kecil runcing kepada hwesio tua ini
sambil memaki, "Hwesio busuk! Orang mau berjumpa dengan ketua Siauw-lim-pai pakai diuji segala macam!
Peraturan apakah ini? Hayo suruh minggat barisan yang tiada gunanya ini, dan panggil ketuamu ke sini untuk
bicara dengan Koko-ku!"
Hwesio tua itu yang sesungguhnya adalah Ceng To Hwesio mengerutkan keningnya dan matanya
memandang marah. "Nona, pernah ada jaman di mana wanita dilarang masuk ke kuil Siauw-lim-si dengan
ancaman hukum mati. Pinceng akan senang sekali kalau peraturan itu kini masih berlaku. Sayang kini
peraturan diperlunak dan kalau kalian tidak berani menghadapi ujian kami, lebih baik pergi saja dari sini.”
"Eh, hwesio sombong, siapa yang tidak berani? Biar ditambah lima kali ini, aku tidak takut!" Lulu sudah
bergerak maju hendak menerjang barisan itu.
Tiba-tiba tiga belas hwesio itu menggerakkan kaki dan menggeser kaki kiri ke belakang mengubah kuda-kuda.
Gerakan mereka itu mantap dan kuat, juga amat rapi sehingga Han Han yang melihat ini cepat berkata.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Lulu, mundurlah. Kalau memang begini peraturan Siauw-lim-pai, biar kucoba menghadapi tin (barisan) ini."
Lulu melangkah mundur dan mengomel, "Hemmm, hwesio-hwesio sial. Sekali ini agak baik nasib kalian
sehingga tidak jadi mati di tanganku. Kakakku terlalu baik hati untuk membunuh kalian sehingga kalian hanya
akan luka-luka ringan saja. Kalau aku yang maju sendiri, jangan tanya-tanya lagi tentang dosa!"
Biar pun sikapnya masih kekanak-kanakan namun Lulu sebetulnya adalah seorang yang cerdik dan dapat
menyembunyikan kecerdikannya di balik sikap kekanak-kanakannya. Ia sudah mengenal watak kakaknya yang
setiap kali berhadapan dengan lawan-lawan tangguh dalam sebuah pertandingan lalu timbul watak beringas
dan kejam seolah-olah haus darah dan ia tahu pula bahwa pihak lawan tentu akan roboh tewas kalau bertemu
dengan kakaknya yang luar biasa. Dia tidak menghendaki kakaknya menjadi seorang kejam yang membunuhi
manusia seperti membunuh semut saja, maka tadi ia sengaja berkata demikian untuk mengingatkan Han Han
agar tidak membunuh lawan.
Han Han mengerti akan sindiran Lulu maka ia berkata, "Lulu, tewas atau luka dalam pertandingan adalah hal
biasa. Yang penting, kalau sampai terjadi pertandingan, hal itu bukanlah kehendak kita, melainkan dikehendaki
oleh para hwesio ini. Minggirlah!”
Lulu minggir dan Han Han lalu melangkah lebar menghampiri barisan yang sudah siap menyambutnya.
Dengan sinar matanya Han Han menyapu barisan itu dan diam-diam ia merasa amat kagum karena sikap dan
kedudukan pasangan kuda-kuda tiga belas orang hwesio yang rata-rata berusia tiga puluh tahun itu amatlah
kuat dan kokoh seperti batu karang. Dari pasangan kuda-kudanya saja dapat diketahui bahwa Siauw-lim-pai
memiliki murid-murid yang baik-baik dan ilmu silat Siauw-lim-pai bukan omong kosong belaka.
"Majulah!" Han Han berseru dan menerjang maju, kedua tangannya dengan jari-jari terbuka dilambaikan ke
depan dari kanan kiri.
Ia tidak ingin menyerang lebih dulu dan ingin sekali menyaksikan bagaimana kehebatan Khong-jiu-tin ini.
Setelah belajar ilmu di Pulau Es, Han Han amat suka melihat ilmu silat dan ingin sekali meluaskan
pengalamannya dengan menyaksikan ilmu-ilmu silat didunia kang-ouw.
"Sambut serangan!" Tiba-tiba bentakan ini keluar dari tiga belas buah mulut secara serentak dan bergeraklah
tiga belas orang hwesio itu menyerang Han Han. Gerakan mereka amat cepat, langkah-langkah mereka teratur,
pukulan-pukulan yang dilancarkan mantap dan kuat.
Han Han menggunakan ginkang-nya, Tubuhnya ringan bagaikan tubuh seekor walet saja, dan dengan
kecepatan yang mengagumkan ia telah mengelak dari setiap pukulan yang menyerangnya. Akan tetapi betapa
pun cepat gerakannya, ia tak dapat mengatasi kecepatan gerakan tiga belas orang sekaligus. Apa lagi ketika
tiga belas orang itu ternyata bukan sembarangan bergerak mengandalkan kepandaian perorangan, tetapi
bergerak menurut ilmu barisan yang aneh dan hebat. Ke mana pun Han Han mengelak, di situ telah menanti
pukulan tangan kosong hwesio lain yang disusul dengan pukulan-pukulan lain dari segala jurusan sehingga
bagi Han Han seolah-olah tidak ada jalan ke luar lagi.
Terpaksa pemuda ini menggunakan lengannya menangkis. Beberapa kali saja Han Han menangkis, terdengar
seruan-seruan kesakitan dari para hwesio yang tertangkis lengannya, dan segera gerakan para hwesio itu
berubah, kini tidak pernah mereka membiarkan lengan mereka tertangkis lagi! Tiap kali lengan mereka
ditangkis, mereka sudah menarik kembali tangan mereka untuk disusul dengan lain pukulan dari lain jurusan
oleh hwesio lain.
Han Han makin kagum. Sudah beberapa kali terdengar suara bak-bik-buk ketika beberapa buah pukulan para
pengeroyoknya tak dapat ia elakkan dan terpaksa ia terima dengan tubuhnya yang sudah kebal. Ia maklum
bahwa andai kata ia tidak memiliki sinkang yang jauh lebih tinggi sehingga dia dapat mengandalkan kekebalan
tubuhnya yang dilindungi sinkang, dan mengandalkan pula kecepatan gerakannya mengandalkan ginkang,
kiranya ia akan celaka di tangan tiga belas orang ini.
Kalau hanya mengandalkan ilmu silat, agaknya akan sukarlah menandingi barisan yang hebat ini. Ia mulai
memperhatikan gerakan mereka dan mengertilah ia bahwa sesungguhnya Khong-jiu-tin yang terdiri dari pada
dunia-kangouw.blogspot.com
tiga belas orang itu adalah dua macam barisan yang digabung menjadi satu. Pertama barisan Pat-kwa-tin yang
terdiri dari delapan orang, ke dua barisan Ngo-heng-tin yang terdiri dari lima orang. Kedua barisan itu kadangkadang
melakukan gerakan terpisah saling membantu, kadang-kadang membentuk lingkaran dengan Pat-kwatin
di sebelah luar dan Ngo-heng-tin di sebelah dalam.
Karena dalam hal ilmu silat Han Han memang belum dapat dikatakan mahir, menghadapi kedua barisan yang
digabung merupakan Khong-jiu-tin yang mengandung jurus-jurus Ilmu Silat Lo-han-kun yang amat hebat dari
Siauw-lim-pai ini, tentu saja Han Han tidak mampu melawannya. Terpaksa ia harus mengandalkan sinkangnya
yang membuat tubuhnya kebal dan menerima belasan kali pukulan-pukulan keras sebelum ia sempat
melihat jalannya barisan yang amat mengagumkan itu.
Karena khawatir kalau-kalau pukulan-pukulan yang makin berbahaya melanda tubuhnya, Han Han
mengerahkan khikang-nya, mengeluarkan suara melengking nyaring dan kedua lengannya mendorong ke arah
lawan yang mengeroyok dengan pengerahan tenaga sakti Im-kang. Dapat dibayangkan betapa hebatnya
dorongan-dorongan tenaga Im-kang ini kalau diingat bahwa bertahun-tahun pemuda ini melatih diri di Pulau Es
yang amat dingin, sehingga ia telah dapat menyedot inti sari hawa dingin, membuat Im-kang-nya yang
dipelajari menurut kitab-kitab Ma-bin Lo-mo menjadi hebat, lebih hebat dari Swat-im Sin-ciang milik Ma-bin Lomo
sendiri!
Terdengar keluhan-keluhan ketika tiga belas orang itu terhuyung-huyung dan roboh semua dengan muka
pucat dan tubuh menggigil kedinginan! Untung bahwa Han Han teringat akan sindiran Lulu tadi sehingga ia
tidak menurunkan tangan maut, membatasi tenaga dorongannya sehingga darah tiga belas orang itu tidak
membeku.
"Omitohud... luar biasa...!" terdengar Ceng To Hwesio berseru.
Tiga belas orang hwesio anggota barisan Khong-jiu-tin itu saling bantu dan mundur. Tempat mereka kini
diganti oleh sebuah barisan lain yang terdiri dari sembilan orang hwesio-hwesio tua berusia antara lima puluh
tahun, rata-rata bertubuh kurus kering dan kelihatannya lemah sekali.
"Eh, hwesio curang! Sudah jelas barisan tadi tidak mampu menahan Kakakku, sekarang hwesio-hwesio tua
kurus kering ini mau coba lagi?" bentak Lulu yang menghampiri kakaknya dan mengusap-usap leher kanan
Han Han yang agak merah karena tadi terpukul, bahkan sebelah kanan bibirnya pecah dan berdarah sedilkit,
bajunya robek-robek.
"Koko tidak sakitkah?"
Han Han menggeleng kepala dan dengan halus mendorong tubuh adiknya ke pinggir sambil berkata, "Lulu,
tenanglah. Barisan yang datang ini lebih berat."
"Apa? hwesio-hwesio kurus kering ini? Jumlahnya pun hanya sembilan orang, Sekali dorong saja roboh Tak
usah di dorong, kau tiup saja mereka akan roboh semua, Koko! Mereka ini hanyalah penderita-penderita
penyakit encok dan batuk!"
Ceng To Hwesio tldak rnempedulikan ulah dan kata-kata kakak beradik itu, lalu berkata dengan suara nyaring.
"Ujian pertama dapat dilalui, ujian kedua menyusul. Lo-han-tin (Barisan Orang Tua) dari Siaw-lim-pai,
hadapilah, orang muda!"
Barisan ini jauh sekali bedanya dengan barisan Khong-jiu-tin tadi. Kalau barisan pertama tadi terdiri dari
hwesio-hwesio yang bertubuh tegap dan gerakan mereka mantap mengandung tenaga kuat, barisan ke dua ini
terdiri dari hwesio-hwesio tua yang lemah sedangkan gerakan mereka pun kelihatan tak bertenaga. Namun
Han Han yang biar pun belum berpengalaman namun sebagai seorang ahli sinkang dan karena sudah banyak
membaca kitab-kitab ilmu silat tinggi, dapat menduga bahwa barisan ini terdiri dari ahli-ahli sinkang yang tak
boleh dipandang ringan.
Dugaannya memang benar. Sembilan orang ini adalah murid-murid kepala dari Ceng To Hwesio dan tingkat
mereka hanya sedikit lebih rendah dari pada tingkat lima orang hwesio murid utama Ceng To Hwesio yang tadi
menjadi pengantar kedua orang muda itu dan yang kini tidak tampak lagi.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hemmm, beginikah peraturan Siauw-lim-pai? Kurasa hanya ditujukan kepada tamu-tamu yang tak
dikehendaki saja," kata Han Han sambil tersenyum mengejek. "Para Losuhu, kalau tidak malu mengeroyok
seorang muda, majulah!"
Sembilan orang hwesio itu adalah sebuah barisan yang hanya mentaati perintah, maka tentu saja tidak
mengandung perasaan pribadi dan ucapan Han Han itu tidak membuat mereka menjadi rikuh. Kini bahkan
mereka bergerak maju dan mulai mengurung, lalu mengirim serangan-serangan yang kelihatannya lambat,
namun sesungguhnya cepat dan dahsyat sekali, jauh lebih berbahaya dari pada penyerangan Khong-jiu-tin
karena kini setiap pukulan mengandung tenaga lweekang yang hebat.
Melihat pukulan-pukulan yang berbahaya ini Han Han cepat meloncat ke atas dan ia pun mengerahkan
sinkang di tubuhnya, berjungkir balik di udara. Kini tubuhnya menukik ke bawah dengan kedua tangan
didorongkan, lalu ditarik kekanan kiri untuk menangkis sambutan para pengeroyoknya yang sudah mengirim
pukulan-pukulan pula. Begitu hawa pukulan itu bertemu dengan hawa sinkang yang keluar dari kedua lengan
Han Han, sembilan orang kakek itu terhuyung dan mereka berseru heran. Akan tetapi mereka sudah
menerjang maju lagi dan kini gerakan tangan mereka mengeluarkan angin sebagai tanda bahwa mereka telah
mengerahkan seluruh tenaga sakti yang ada pada diri mereka.
Seperti juga tadi ketika menghadapi pengeroyokan Khong-jiu-tin, Han Han tidak dapat melawan iImu silat Lohan-
kun yang dimainkan sembilan orang ahli itu. Biar pun ia sudah mempergunakan ginkang-nya sehingga
kadang-kadang tubuhnya lenyap dari pengurungan sembilan orang hwesio itu, dan sudah mempergunakan
kecepatannya untuk mengelak atau menangkis, namun tetap saja masih ada beberapa buah pukulan yang
‘mampir’ di tubuhnya. Dan kali ini pukulan-pukulan yang mengenai tubuhnya sama sekali tidak boleh
disamakan dengan pukulan-pukulan barisan pertama tadi karena pukulan-pukulan kali ini adalah pukulan yang
mengandung tenaga lweekang.
Biar pun tubuh Han Han amat kebal karena kuatnya sinkang-nya, dan memang ternyata bahwa tenaga
dalamnya jauh lebih kuat dari pada para pengeroyoknya, namun pukulan-pukulan itu masih menggetarkan isi
dada dan isi perutnya sehingga sebuah pukulan yang cukup keras pada dadanya membuat darah mengucur
keluar dari mulutnya! Dia tidak terluka, akan tetapi getaran dan goncangan itu ditambah pukulan yang mampir
dl lehernya membuat mulut dan hidungnya berdarah.
Marahlah Han Han, kemarahan yang tidak dibuat-dibuat, yang timbul dengan sendirinya, yang membuat
mukanya tampak bengis, sepasang matanya menyorotkan pandang mata seperti kilat, penuh kebencian dan
penuh nafsu membunuh. Semua wajah para pengeroyoknya seolah-olah berubah menjadi wajah-wajah tujuh
orang perwira Mancu yang membasmi keluarganya sehingga menimbulkan kebencian yang meluap-luap di
dalam hatinya, mendatangkan nafsu membunuh. Ia mengeluarkan suara teriakan melengking yang terdengar
mengerikan, lalu tubuhnya digoyang seperti seekor harimau menggoyang tubuh untuk mengeringkan bulu,
kemudian ia menerjang maju dengan kedua tangan menyambar-nyambar kedepan.
"Koko... jangan...!!” Lulu berteriak ngeri menyaksikan keadaan kakaknya itu.
Han Han dapat mendengar jerit ini dan untunglah demikian, karena kedua tangannya yang menyebar maut
dengan pukulan-pukulan Swat-im Si-ciang dan Hwi-yang Sin-ciang secara berganti-ganti itu dapat ia tahan
kekuatannya sehingga sembilan orang hwesio itu hanya terjengkang dan muntah-muntah darah, terluka parah
akan tetapi tidak ada yang tewas
“Omitohud...!” Ceng To Hwesio berseru marah. “Kejam sekali engkau...!”
Pada saat itu dari luar menyambar sinar-sinar berkeredapan dan ternyata lima orang hwesio murid utama
Ceng To Hwesio sudah muncul sambil menyambitkan senjata rahasia mereka ke arah Han Han. Hal ini
mereka lakukan bukan sekali-kali untuk bermain curang, melainkan terdorong oleh kekhawatiran dan karena
mereka ingin menolong para sute mereka agar jangan sampai dipukul lagi oleh Han Han. Mereka mengira
bahwa pemuda itu tentu akan membunuh semua sute mereka yang sembilan orang itu.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Hwesio-hwesio curang!" Lulu sudah mencabut pedangnya. Sinar hijau menyilaukan mata berkelebat dan
semua senjata rahasia yang disambar sinar ini menjadi patah-patah seperti buah-buah mentimun bertemu
pisau yang amat tajam.
"Cheng-kong-kiam !" teriak hwesio pincang bertongkat ketika melihat pedang itu.
"Omitohud kiranya benar-benar murid Hoa-san-pai yang mengacau! Tangkap!" bentak Ceng To Hwesio ketika
mengenal Cheng-kong-kiam sebagai pedang pusaka Hoa-san-pai. Memang pedang di tangan Lulu itu adalah
Cheng-kong-kiam yang dirampasnya dari tangan Kong Seng-cu dan pedang ini sudah amat terkenal di dunia
kang-ouw sehingga para hwesio Siauw-lim-pai juga mengenalnya.
Lima orang hwesio itu menyerang hebat, mengurung Han Han dengan menggunakan senjata mereka. Si
Pincang menggunakan tongkatnya, dua orang hwesio menggunakan toya yang sudah mereka pegang ketika
mereka muncul, sedangkan yang tertua dan yang nomor dua memegang pedang. Serangan mereka itu biar
pun tidak sehebat ilmu pedang Siauw-lim Chit-kiam, namun karena mereka adalah tokoh tokoh Siauw-Lim-pai
tingkat tinggi, tentu saja serangan mereka ini hebat bukan main.
Dalam hal kekuatan singkang, boleh jadi Han Han yang telah memiliki tenaga mukjizat itu sukar ditandingi para
hwesio yang mendapat sinkang melalui latihan wajar, tidak seperti Han Han yang berlatih dengan cara-cara
golongan sesat. Akan tetapi dalam hal iImu silat, Han Han sunguh ketinggalan jauh kalau dibandingkan
dengan lima orang hwesio murid Ceng To Hwesio itu.
Ada pun Lulu yang juga memiliki tenaga sinkang yang tidak lumrah kalau dibandingkan dengan gadis seusia
yang sejak kecil belajar silat, dan telah mempelajari ilmu silat yang tinggi sekali, namun dia kurang mendapat
bimbingan yang benar sehingga ilmu pedangnya yang amat indah dan tinggi mutunya itu kekurangan isi. Tentu
saja dia pun bukan lawan tokoh-tokoh Siaw-limpai itu.
Si hwesio tua yang pincang kakinya menghadapi Lulu dengan tongkatnya. Ternyata hwesio ini bukan main
ketika bergerak menerjang Lulu dengan tongkat di tangan. Gerakannya gesit dan biar pun kakinya cacat,
namun dia mampu bergerak melebihi kecepatan orang yang tidak cacat. Terdengar suara keras ketika Lulu
menangkis dengan pedangnya. Ujung tongkat kayu itu terbacok putus sedikit saking tajamnya pedang pusaka
Hoa-san-pai itu, akan tetapi telapak tangan Lulu tergetar hebat saking kuatnya tongkat di tangan hwesio
pincang.
"Nona muda, lebih baik engkau menyerah saja. Siauw-lim-pai adalah perkumpulan besar yang adil dan tentu
akan mengadakan sidang pengadilan yang tidak sewenang-wenang. Melawan pun tiada gunanya,” hwesio
pincang itu berkata dengan suara halus. Dia seorang tokoh Siuw-lim-pai yang berilmu tinggi, sudah puluhan
tahun malang-melintang di dunia kang-ouw sehingga kini merasa sungkan untuk bertanding melawan seorang
gadis remaja yang lebih cocok menjadi cucu muridnya!
"Hwesio sombong, apa kau kira akan dapat mengalahkan aku? Lihat pedang!" Lulu berteriak marah dan
pedangnya sudah berkelebat menyambar lagi, merupakan segulungan sinar hijau yang lebar dan panjang.
"Omitohud, orang muda yang bersemangat baja!" Hwesio pincang itu berseru, tidak marah karena sebagai
seorang hwesio tentu saja ia telah memiliki kesabaran besar, bahkan ia merasa kagum menyaksikan sepakterjang
gadis cantik ini.
Cepat ia menggerakkan tongkatnya dan sekejap kemudian bertandinglah mereka dengan hebat. Biar pun
tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi, namun hwesio pincang itu harus bersilat dengan amat hati-hati karena
ginkang gadis itu sudah mencapai tingkat yang tinggi pula, membuat tubuhnya berkelebatan seperti seekor
burung walet. Hwesio ini juga harus waspada terhadap tenaga sinkang yang tersembunyi di tangan halus gadis
itu, yang memegang pedang pun tak boleh dipandang ringan.
Sementara itu, Han Han juga mengamuk, dikeroyok oleh empat orang hwesio lain. Agaknya para hwesio itu
tidak ingin gagal untuk memenuhi perintah suhu mereka, yaitu menangkap Han Han. Maka mereka berempat
maju serentak dengan tangan kosong, membiarkan hwesio pincang seorang diri menghadapi Lulu yang
mereka pandang rendah. Mereka sudah mendengar akan kelihaian Han Han ini dan karena Han Han telah
membunuh orang-orang Siauw-lim-pai secara mengerikan, bahkan disangka membunuh dua orang di antara
dunia-kangouw.blogspot.com
Siauw-lim Chit-kiam, tentu saja mereka maklum bahwa pemuda ini amat lihai, maka mereka maju mengeroyok
dan berlaku hati-hati sekali.
Pening rasa pandang mata Han Han ketika ia melihat gerakan para pengeroyoknya yang selain cepat juga
amat mantap itu. Ke mana pun ia menggerakkan kedua tangannya sambil mengerahkan tenaga Hwi-yang Sinciang
atau Swat-im Sin-ciang, selalu serangannya dapat dihindarkan keempat orang hwesio itu yang cepat
mengelak dan sama sekali tidak berani menangkis. Memang dahsyat serta mengerikan sekali sambaran kedua
tangan Han Han ini, kadang-kadang mengandung hawa yang panas seperti api membara, kadang-kadang
dingin seperti es.
Ilmu silat yang dimainkan oleh empat orang hwesio itu adalah ilmu silat tinggi Siauw-lim-pai yang amat terkenal
dengan ilmu silat tangan kosongnya. Dibandingkan dengan Ilmu Silat Lo-han-kun yang dimainkan oleh barisan
Khong-jiu-tin yang tadi mengeroyoknya, memang tidak ada bedanya, akan tetapi kini dimainkan dengan tenaga
yang jauh lebih kuat dan gerakan yang lebih mantap.
Seperti juga tadi, Han Han tidak dapat mempertahankan dirinya, tidak dapat menghindarkan diri dari gebukangebukan
dan tendangan-tendangan yang tentu akan membuatnya roboh pingsan sekiranya dia tidak memiliki
tubuh yang penuh dengan hawa sinkang yang amat kuatnya. Beberapa kali ia kena dijotos dadanya sampai
tubuhnya terjengkang dan roboh bergulingan, namun setiap kali ia bangkit lagi dan mengamuk lebih hebat lagi.
Setelah berkelahi, hawa yang aneh memenuhi tubuh Han Han. Matanya berubah beringas, wajahnya merah
menyeramkan, mulutnya yang berdarah itu membayangkan kekejaman dan nafsu membunuh, hidungnya yang
juga berdarah itu berkembang-kempis, matanya seperti mata harimau gila, kerongkongannya mengeluarkan
suara rnenggereng-gereng dan kadang-kadang melengking-lengking.
Empat orang hwesio murid Ceng To Hwesio kagum bukan main dan berkali-kali mereka mengeluarkan seruan
terkejut saking herannya melihat betapa pemuda itu dapat menerima hantaman mereka tanpa mengalami
cedera atau terluka sedikit pun. Setiap kali menerima pukulan, hanya sedikit darah mengalir dari mulut atau
hidungnya. Hampir mereka tak dapat percaya bahwa ada seorang pemuda remaja memiliki kekebalan seperti
itu!
Sungguh pun tubuh Han Han tidak sampai terluka di sebelah dalam, namun sesungguhnya Han Han
menderita bukan main. Seluruh tubuhnya terasa nyeri dan tidak karuan, kepalanya pening, pandang matanya
berkunang dan telinganya mendengar suara mengiang-ngiang tiada hentinya. Kemarahannya memuncak.
Ketika empat orang hwesio itu untuk ke sekian kalinya menerjang maju dari empat jurusan, ia sengaja tidak
mau mengelak lagi, juga tidak menangkis hanya menanti sampai pukulan mereka tiba.
Tiba-tiba Han Han mengeluarkan suara melengking tinggi. Tangan kirinya menghantam ke kiri dengan
pengerahan tenaga sakti Swat-im Sin-ciang sedangkan tangan kanan menghantam ke kanan dengan tenaga
sakti Hwi-yang Sin-ciang. Karena pemuda ini sengaja mengorbankan tubuhnya menjadi sasaran dan
berbareng pada detik itu mengirim pukulan-pukulan, maka terdengar jerit mengerikan ketika pukulanpukulannya
mengenai sasaran.
Hwesio di sebelah kirinya roboh dengan muka biru dan darah membeku sedangkan yang berada di sebelah
kanannya roboh pula dengan muka menjadi hitam gosong seperti terbakar! Akan tetapi dia sendiri pun
menerima pukulan-pukulan yang membuat tubuhnya bergoyang-goyang dan tiba-tiba ia muntahkan darah
segar yang banyak juga!
"Koko...!" Tiba-tiba Lulu menjerit dan Han Han cepat menengok.
Ternyata bahwa pedang adiknya itu telah terpukul tongkat dan terlepas dari pegangan tangan adiknya itu. Ia
melihat Ceng To Hwesio menggerakkan tangan seperti melambai dan... pedang adiknya itu terbang ke arah
tangan Si Hwesio yang membentak marah.
"Bocah setan, engkau kembali membunuh dua orang murid pinceng! Kau tidak boleh dibiarkan hidup lagi!”
dunia-kangouw.blogspot.com
Kini mereka semua menyerbu mengeroyok Han Han. Ceng To Hwesio dan muridnya yang tinggal tiga orang
karena hwesio pincang itu setelah melihat dua orang sute-nya tewas lalu meninggalkan Lulu dan ikut
mengeroyok Han Han.
Tidak seperti tadi ketika dilkeroyok empat orang hwesio bertangan kosong, kini Han Han dikeroyok empat
orang hwesio yang semuanya bersenjata. Hwesio pincang memegang tongkat, dua orang hwesio lain
memegang toya dan Ceng To Hwesio memegang pedang Cheng-kong-kiam dari Hoa-san-pai,
Dalam kemarahannya, Han Han tldak takut menghadapi bahaya apa pun juga. Ia menjadi nekat dan memutar
kedua lengannya, mengirim pukulan-pukulan dengan hawa sakti Hwi-yang Sin-ciang yang dahsyat sehingga
empat orang hwesio itu tidak berani terlalu mendekatinya.
"Omltohud... keji sekali...!" Ceng To Hwesio berseru dan pedangnya berubah menjadi sinar hijau menuju pusar
Han Han.
Pemuda itu terkejut. Cepat ia melompat ke atas seperti terbang saja dan pada saat itu, tongkat hwesio pincang
menyambar kakinya. Namun Han Han menggerakkan kaki menendang sehingga tongkat itu hampir terlepas
dari tangan pemegangnya. Pada saat itu sinar hijau berkelebat ke lehernya. Han Han membuang tubuh ke
belakang, namun masih saja pedang itu menyerempet pundaknya sehingga bajunya berikut kulit dan sedikit
daging pundak robek dan berdarah.
"Koko...!" Lulu menjerit dan menubruk Han Han, matanya melotot memandang empat orang hwesio itu dan
mulutnya memaki-maki.
"Hwesio-hwesio jahat! Beginikah hwesio-hwesio Siauw-lim-pai, tukang keroyok dan tukang bunuh?”
Melihat gadis itu yang melindungi tubuh Han Han, empat orang hwesio itu menjadi sungkan untuk menyerang.
Han Han tidak ingin melihat adiknya terancam bahaya, maka ia lalu meraih pinggang adiknya dibawa meloncat
sambil membentak.
"Minggir kalian!!”
Bentakan Han Han Ini mengandung suara aneh yang memiliki pengaruh mukjizat. Tanpa mereka ketahui
mengapa, empat orang hwesio itu segera mundur ke pinggir dan membiarkan Han Han lewat bersama Lulu.
Setelah pemuda itu berlari ke depan, memasuki kuil, barulah Ceng To Hwesio berseru.
"Omitohud..., mengapa kita diam saja...?" Ia amat terkejut, demikian pula tiga orang muridnya dan serentak
mereka mengejar ke dalam kuil.
Han Han berkelebat cepat memasuki kuil sampai ke ruangan belakang. Ternyata kuil itu luas sekali dan
mempunyai banyak ruangan. Melihat betapa para hwesio kosen itu mengejar, Han Han berlari terus sambil
menarik tangan Lulu. Karena para pengejarnya yakin bahwa pemuda itu tidak dapat meloloskan diri, apa lagi
kalau dilihat kenyataannya bahwa Han Han malah lari memasuki kuil, maka mereka ini agaknya tidak mau
ribut-ribut, dan mengejar seenaknya saja.
Han Han yang menggandeng Lulu terus lari sampai di ruangan belakang yang amat luas. Tampak banyak
daun-daun pintu tertutup dan ketika Han Han tiba di ruangan itu, tiba-tiba terdengar suara halus namun penuh
wibawa.
"Orang muda yang diperalat iblis berlututlah dan menyerah!"
Han Han dan Lulu mengangkat muka ke atas karena suara jtu seperti datang dari atas, akan tetapi di atas
tidak tampak apa-apa kecuali langit-langit rumah. Ketika mereka menoleh ke kiri, ternyata di situ telah berdiri
seorang hwesio tua bermuka kurus bertubuh kecil jangkung yang berwajah angker penuh wibawa.
Hwesio kurus ini kepalanya gundul kelimis, alisnya tebal dan kumis jenggotnya jarang, tangan kirinya
memegang seuntai tasbih dan pakaiannya sungguh pun sederhana namun masih jelas berbeda dengan
pakaian para hwesio lain, juga kepalanya diikat tali dengan ‘hiasan’ benda kecil runcing seperti jimat di atas
dunia-kangouw.blogspot.com
kepala. Hwesio ini adalah Ceng San Hwesio, ketua Siauw-lim-pai yang memandang Han Han dengan sinar
mata penuh teguran.
Han Han menarik tangan Lulu hendak lari ke luar lagi. Melihat hwesio tua itu, Han Han maklum bahwa dia
berhadapan dengan orang pandai, akan tetapi begitu ia membalikkan tubuhnya, Ceng To Hwesio dan tiga
orang muridnya sudah tiba di situ dan berdiri memenuhi ambang pintu yang menuju ke luar. Mereka berempat
ini memandang dengan sinar mata penuh kemarahan.
"Suheng, dia inilah bocah yang telah membunuh murld-murid Siauw-lim-pai, bahkan di luar tadi telah
membunuh dua orang muridku. Mohon keputusan ketua !" berkata Ceng To Hwesio sambil menahan
kemarahannya. Kalau menurutkan kemarahan hatinya, ingin ia turun tangan terus membunuh bocah itu, akan
tetapi karena yang berkuasa memutuskan sesuatu adalah Ceng San Hwesio sebagai ketua Siauw-lim-pai, ia
menahan kemarahannya dan menyerahkan keputusannya kepada Ceng San Hwesio.
"Omitohud, mala petaka menimpa Siauw-lim-pai tiada henti-hentinya... semoga Tuhan mengampuni kita
sekalian...!” Ceng San Hwesio menekan kemarahannya dan berdoa, kemudian memandang kepada Han Han
sambil berkata, "Orang muda, engkaukah yang bernama Sie Han, pemuda yang telah membunuh murid-murid
pinceng Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek, kemudian membunuh pula beberapa orang anak murid Siauw-lim-pai
dan kini bahkan membunuh dua orang murid keponakanku? Heh, orang muda yang berhati kejam, apakah
sebabnya engkau melakukan pembunuhan-pembunuhan itu? Apakah engkau murid Hoa-san-pai?”
Han Han menjura penuh hormat setelah kini ia tahu bahwa hwesio itu adalah ketua Siauw-lim-pai. "Harap
Locianpwe sudi mempertimbangkan dan tidak tergesa-gesa sepertl yang lain menjatuhkan tuduhan yang
bukan-bukan. Saya bukanlah murid Hoa-san-pai, juga tidak mempunyal hubungan apa-apa dengan Hoa-sanpai.
Ada pun tentang pembunuhan yang saya lakukan terhadap anak murid Siauw-lim-pai ketika mereka
bentrok di hutan dengan murid-murid Hoa-san-pai tidak perlu saya sangkal, dan memang saya melakukan
pembunuhan itu sungguh pun hal itu bukan menjadi kehendak saya. Juga tewasnya dua orang hwesio yang
mengeroyok saya di luar itu terjadi bukan atas kehendak saya. Akan tetapi tentang kematian dua orang murid
Locianpwe, dua orang di antara Siauw-lim Chit-kiam, saya tidak tahu-menahu dan justru kedatangan saya ini
hendak menjelaskan semua duduknya perkara sehingga timbul bentrokan antara Hoa-san-pai dan Siauw-limpai,
yang kemudian menyeret diri saya sebagai orang luar karena kebetulan saja dan karena salah pengertian
sebagai korban dari tipu muslihat keji seorang Puteri Mancu."
"Orang muda, setelah membunuh sekian banyaknya murid-murid Siauw-lim-pai, engkau datang ke sini dengan
alasan hendak memberi penjelasan, akan tetapi sambil membunuh pula dua orang murid Siauw-lim-pai lainnya.
Begitukah caramu hendak memberi penjelasan? Apakah engkau hendak menghilangkan dosa dengan
pembunuhan lain lagi?"
"Maaf, Locianpwe. Sudah kukatakan tadi bahwa tewasnya Losuhu di luar itu bukanlah kehendak saya. Saya
dikeroyok dan mereka berkeras menolak keinginan saya bertemu dengan Nona Lauw Sin Lian dan dengan
Locianpwe sebagai ketua untuk memberi penjelasan, akan tetapi mereka menggunakan kekerasan. Terpaksa
saya melawan untuk membela diri dan akhirnya dua di antara para losuhu tewas..."
"Suheng! Setan cilik ini telah menginjak-injak kehormatan Siauw-lim-pai serta telah membunuh dengan cara
keji tujuh orang murid-murid Siauw-lim-pai, kemudian sekarang membunuh pula dua orang murid tingkat
pertama, bahkan kematian Liok Si Bhok dan Liong Ki Tek tentu akibat perbuatannya pula karena memang dia
memiliki ilmu setan. Harap Suheng sekarang memberi keputusan agar saya dapat turun tangan menangkap
atau membunuhnya," kata Ceng To Hwesio yang merasa marah sekali atas kematian dua orang muridnya
yang tersayang.
Tidak hanya Ceng To Hwesio yang merasa sakit hatinya oleh kematian para murid Siauw-lim-pai. Biar pun
ketua Siauw-lim-pai sendiri, Ceng San Hwesio, juga merasa sakit hati. Tetapi sebagai seorang ketua yang
berpikiran luas dan berpemandangan jauh ia tidak mau bertindak sembrono. Urusan Siauw-lim-pai dengan
Hoa-san-pai jauh lebih penting dan lebih besar dari pada urusan dendam terhadap orang muda ini, pikirnya.
Maka ia menindas perasannya dan bertanya.
dunia-kangouw.blogspot.com
"Orang muda she Sie, engkau hendak menyampaikan penjelasan tentang sebab-sebab bentrokan antara Hoasan-
pai dan Siauw-lim-pai, penjelasan yang kau awali dengan pembunuhan baru lagi. Penjelasan apakah
gerangan? Coba kau sampaikan kepada pinceng untuk dlpertimbangkan."
Han Han maklum bahwa keadaannya terhimpit dan terancam. la malah merasa pening dan seluruh tubuhnya
sakit-sakit, sedangkan Lulu yang memegang lengannya dari belakang kelihatan pucat dan tangan gadis itu
agak gemetar tanda bahwa hatinya tegang dan takut.
Kenyataan bahwa kedatangannya ini menimbulkan pembunuhan-pembunuhan baru membuat perkara menjadi
makin ruwet. Akan tetapi karena memang hatinya tidak mengandung pamrih apa-apa, tidak pula mempunyai
niat untuk menonjolkan atau menguntungkan diri sendiri, melainkan hanya bertindak untuk membela diri dari
serangan-serangan maut, dengan suara tenang ia lalu berkata.
"Locianpwe, semua peristiwa yang terjadi sehingga mengakibatkan korban-korban yang tewas di antara muridmurid
Siauw-lim-pai dan juga Hoa-san-pai adalah disebabkan oleh siasat adu domba yang amat licin dari
seorang puteri Mancu yang bernama Puteri Nirahai. Mula-mula terjadi pembunuhan atas diri dua orang
Locianpwe dari Siauw-lim Chit-kiam yang merupakan rahasia, akan tetapi yang pertama kali membawa datang
kedua jenazah itu adalah Puteri Nirahai itulah." Kemudian dengan tenang Han Han menceritakan semua
peristiwa yang didengarnya dari pihak Hoa-san-pai tentang pengiriman peti oleh puteri Mancu, dan betapa petipeti
itu dikawal oleh murid Hoa-san-pai kemudian di tengah jalan dihadang oleh murid-murid Siauw-lim-pai
sehingga terjadi pertempuran.
"Saya dan adik saya kebetulan lewat di tempat pertempuran dan karena saya mengira bahwa murid-murid
Siauw-lim-pai adalah perampok-perampok yang hendak merampas kereta yang dikawal Pek-eng-piauwkiok,
saya lalu membantu Pek-eng-piauwkiok dan dalam pertandingan itu saya dikeroyok dan akibatnya tujuh orang
murid Siauw-lim-pai yang saya kira perampok itu tewas. Setelah muncul Nona Lauw Sin Lian yang saya kenaI
di waktu kecil, yang membuka dua peti terisi jenazah, barulah saya menjadi kaget dan kembali saya salah
sangka, mengira bahwa pihak Hoa-san-pai yang jahat dan turun tangan membunuh dua orang pimpinan Pekeng-
piauwkiok yang menjadi murid-murid Hoa-san-pai. Saya sudah menjelaskan persoalan ini kepada
pimpinan Hoa-san-pai, dan biar pun hasilnya tidak begitu memuaskan, saya tetap mendatangi Siauw-lim-si
untuk memberi penjelasan pula kepada ketua Siauw-lim-pai dan kepada Nona Lauw Sin Lian. Sungguh
menyedihkan bahwa kedatangan saya dikeroyok dan akibatnya dua orang murid Siauw-lim-pai tewas.
Sekarang terserah kepada keputusan Locianpwe."
Ceng San Hwesio diam-diam terkejut sekali dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan bohong
tidaknya cerita yang ia dengar dari mulut pemuda aneh ini. Kalau tidak bohong, benar-benar Siauw-lim-pai dan
Hoa-san-pai terancam kehancuran kalau melanjutkan permusuhan yang dijadikan umpan perpecahan oleh
pihak penjajah. Akan tetapi siapa tahu kalau cerita itu hisapan jempol belaka? Pemuda ini amat aneh dan lihai,
siapa dapat menjenguk isi hatinya?
"Suheng, harap jangan percaya dia! Masih ingat pinceng akan cerita Sin Lian bahwa bocah ini adalah murid
Kang-thouw-kwi Gak Liat dan tadi pun dia mengeluarkan pukulan Hwi-yang Sin-ciang! Tentu kedua orang
murid Suheng dia pula yang membunuhnya!" Ceng To Hwesio berkata, bukan untuk memanaskan hati
suheng-nya, melainkan karena ia menduga keras bahwa Han Han adalah seorang musuh besar.
Sinar mata Ceng San Hwesio berkilat. “Hemmm, Gak Liat manusia yang keji dan jahat. Sekarang muridnya
lebih kejam lagi.... Omitohud! Sie Han, kau lebih baik menyerahkan diri, jangan melawan. Kau harus menjadi
tawanan kami untuk kemudian diperiksa lebih lanjut.”
"Locianpwe, sebagai seorang ketua perkumpulan besar, apakah Locianpwe tidak dapat menggunakan
kebijaksanaan? Kakakku tidak bersalah, memaksa diri datang kesini untuk memberi penjelasan agar jangan
terjadi permusuhan berlarut-larut antara Siauw-lim-pai dan Hoa-san-pai. Akan tetapi sampai disini malah
hendak ditawan. Hayo kembalikan pedangku dan biarkan kami berdua pergi dari sini kalau Locianpwe tidak
suka mendengarkan penjelasan Kakakku!" Lulu yang tadinya kelihatan takut-takut itu kini melangkah maju dan
bicara dengan suara membentak-bentak kepada ketua Siauw-lim-pai .
Jari-jari tangan kiri Ceng San Hwesio menggerak-gerakkan tasbihnya ketika ia memandang Lulu, alisnya
berkerut dan ia bertanya halus, "Nona muda, siapakah namamu?"
dunia-kangouw.blogspot.com
"Namaku Lulu dan aku adalah adik Kakakku Han Han ini."
"Nona bukan murid Hoa-san-pai?"
"Bukan, juga Kakakku bukan murid Hoa-san-pai, bukan pula murid Gak Liat.”
Bibir hwesio tua itu tersenyum. "Hem, Nona bicara tidak karuan. Kalau bukan murid Hoa-san-pai, bagaimana
pedang Cheng-kong-kiam bisa berada di tanganmu? Pedang itu adalah pedang pusaka Hoa-san-pai dan
biasanya hanya dipergunakan oleh pihak pimpinan Hoa-san-pai."
"Ohhh, itu? Pedangku yang dirampas oleh hwesio jahat ini? Sama saja dengan hwesio itu, Locianpwe, aku
merampas dari tosu Hoa-san-pai.”
"Hemmm, merampas dari tosu Hoa-san-pai?"
"Apa bedanya dengan hwesio ini? Dia pun merampas pedangku! Aku diserang tosu Hoa-san-pai dan aku
merampas pedangnya."
Tiba-tiba Ceng To Hwesio maju dan berkata, "Nona muda yang lancang mulut. Benarkah engkau Adik pemuda
ini? Pinceng tidak percaya!"
Lulu membelalakkan matanya kepada hwesio yang dibencinya itu, yang telah memegang pedangnya. "Kau
percaya atau tidak bukan urusanku! Aku adalah adik angkat Kakakku ini dan aku tidak membutuhkan
kepercayaanmu!"
"Suheng, gadis ini adalah keturunan Mancu!" tiba-tiba Ceng To Hwesio berkata. "Lihatlah matanya, lihat
hidungnya, dagunya. Dia berdarah Mancu!”
" Memang aku gadis mancu, habis engkau mau apa?" .
"Omitohud... kalau begitu benar. Mereka adalah mata-mata penjajah yang dipergunakan untuk mengadu
domba antara Hoa-san-pai dan Siauw-lim-pai. Bocah kejam, terpaksa pinceng turun tangan kepadamu!" Ceng
San Hwesio berseru.
Tiba-tiba Ceng San Hwesio menggerakkan kaki maju dua langkah, tangan kanannya mendorong ke depan,
mencengkeram ke arah pundak Han Han.
Ketika mendengar suara mencicit keluar dari tangan ketua Siauw-lim-pai, pemuda yang sudah sakit-sakit rasa
tubuhnya ini terkejut bukan main. Cepat ia miringkan tubuh agak merendah, dan dengan nekat ia mengangkat
tangan menangkis ke arah tangan hwesio yang terulur itu.
" Plakkk!”
"Omitohud... menakjubkan!" Ceng San Hwesio berseru dan meloncat ke belakang untuk mematahkan daya
dorong yang dapat merusak kuda-kuda kakinya.
Akan tetapi Han Han terpental ke belakang dan roboh terguling-guling. Ternyata bahwa dalam hal tenaga,
bahkan kakek ketua Siauw-lim-pai ini sendiri tak mampu mengatasi Han Han. Akan tetapi karena kakek ini
amat lihai, ketika tangan mereka bertemu tadi Ceng San Hwesio telah menggerakkan pergelangan tangan
hingga Han Han terdorong dari samping dan kena dilontarkan ke belakang!
"Kalian benar-benar menghendaki nyawaku? Hemm... majulah, aku Sie Han bukannya orang yang takut mati!"
bentak Han Han. Kemarahannya membuat wajahnya menjadi merah sekali dan kelihatannya beringas
menyeramkan, sinar maut terpancar dari sepasang matanya.
Ceng San Hwesio maklum bahwa anak muda ini benar-benar merupakan bahaya dan bahwa kalau dia sendiri
tidak turun tangan, tentu akan sukar bagi murid-muridnya menundukkan Han Han tanpa mengorbankan nyawa
dunia-kangouw.blogspot.com
banyak anak murid Siauw-lim-pai lagi. Sebagai ketua Siauw-lim-pai, tentu saja dia berpantang membunuh,
akan tetapi karena maklum bahwa pemuda ini sukar dikalahkan dan memiliki sinkang yang amat luar biasa, ia
lalu melangkah maju, siap menurunkan tangan menyerang. Juga Ceng To Hwesio bersama tiga orang
muridnya sudah maju mengurung Han Han yang beringas dan marah, sedangkan Lulu masih berdiri terbelalak
penuh kekhawatiran memandang kakaknya.
Keadaan itu amat menegangkan, terutama sekali bagi Lulu yang seolah-olah melihat betapa kakaknya yang
tercinta itu hendak disembelih, hendak dibunuh di depan matanya. Ia amat bangga dan yakin akan kelihaian
kakaknya, tetapi kini ia mengerti bahwa kakaknya bukanlah lawan hwesio-hwesio yang sakti ini. Ia pun
bersiap-siap untuk menyerbu untuk membela kakaknya.
Kalau sampai kakaknya tewas, ia pun tidak mau hidup lebih lama lagi, ia ingin mati di samping kakaknya.
Dalam detik seperti itu terasa benar di hati Lulu betapa ia mencinta kakaknya, betapa di dunia ini dia tidak
punya siapa-siapa lagi, betapa hidupnya akan kosong dan hampa kalau Han Han mati. Perasaan ini seperti
duri-duri menusuk jantungnya, membuat Lulu tanpa disadarinya memekik nyaring.
"Koko...! Aku ingin mati bersamamu...!”